dikyafandy.files.wordpress.com  · web viewalhamdulillah, puji syukur saya panjatkan ke hadirat...

14
MAKALAH PPI “PENGUBURAN JENAZAH” Dosen Pembimbing: NOVRIYANSYAH Prodi : Ekonomi Syari’ah Disusun Oleh: NAMA NPM Diki Afandi Sulistiawati Mentari Putri K.D Maria Wulandari M. Ivan Fauzi Deni Saputra SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) TULANG BAWANG TAHUN AKADEMIK 2017 i

Upload: others

Post on 22-Oct-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MAKALAH

PPI

“PENGUBURAN JENAZAH”

Dosen Pembimbing:

NOVRIYANSYAH

Prodi : Ekonomi Syari’ah

Disusun Oleh:

NAMANPM

Diki Afandi

Sulistiawati

Mentari Putri K.D

Maria Wulandari

M. Ivan Fauzi

Deni Saputra

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) TULANG BAWANG

TAHUN AKADEMIK 2017

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena hanya dengan berkat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam gelap ke alam yang terang benderang, dari alam jahiliyah ke alamyang  penuh  berkah ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada Pak Sariwandi selaku guruAgama Islam . Dan saya juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya berupa materiil maupun non materiil, karena tanpa bantuan pihak-pihak tersebut saya tidak mungkin dapat menyelesaikan makalah ini. Selain itu, saya pun mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang saya kutip tulisannya sebagai bahan rujukan.

Saya menyusun makalah ini dengan sungguh-sungguh dan semampu saya. Saya berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengalaman maupun pelajaran yang berarti bagi siapa saja yang membacanya.

Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas Agama Islam  Makalah ini saya buat satu jilid yang berisi tentang “TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH”. 

Dalam tiap subbab yang dibahas merupakan informasi yang sesuai dengan materi yang sedang dibahas.

Akhir kata, manusia tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan makalah ini. Jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian yang tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah SWT dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi kehariban Allah SWT orang yang telah meninggal dunia mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih hidup.

Dalam ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka hukumnya fardhu kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk menyelenggarakan 4 perkara, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan orang yang telah meninggal tersebut. Untuk lebih jelasnya 4 persoalan tersebut, pemakalah akan mencoba menguraikan dalam penjelasan berikut ini.

1.2 Rumusan masalah

a. Mengetahui tata cara menguburkan jenazah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Menguburkan Jenazah

Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari keempat sudut usungan.

Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi[footnoteRef:2]. [2: http://novia2.blogspot.com/2014/06/makalah-agama-tata-cara-pengurusan.html pada 13.52 ]

Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.

Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.

Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145)

Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.

Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf U memanjang).

- Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.

- Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.

- Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan[footnoteRef:3]. Jika tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat. [3: www.google.com/penguburan-jenazah ]

- Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.

Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua kaki.

- Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.

- Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari atasnya (agak samping).

- Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.

- Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.

- Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).[footnoteRef:4] [4: https://dalamislam.com/dasar-islam/tata-cara-menguburkan-jenazah ]

- Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air, berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.

- Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)

- Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka[footnoteRef:5]. [5: https://www.mozaikislam.com/463/cara-mengubur-jenazah.htm ]

Wallahu a’lam bish-shawab.

Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil beberapa hikmah, antara lain:

a.       Memperoleh pahala yang besar.

b.      Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.

c.       Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas musibah yang dideritanya.

d.      Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.

e.       Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sepanjang uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagi makhluk yang mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu perlu mendapat perhatian khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana, penyelengaraan jenazah seorang muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.

Adapun 4 perkara yang menjadi kewajiban itu ialah:

a.       Memandikan

b.      Mengkafani

c.       Menshalatkan

d.      Menguburkan

Adapun hikmah yang dapat diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara lain:

a.       Memperoleh pahala yang besar.

b.      Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.

c.       Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas musibah yang dideritanya.

d.      Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.

e.       Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.

B. SARAN

Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini, pemakalah berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan mempersiapkan diri untuk menyambut kematian itu. Selain itu, pemakalah juga berharap agar pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita semua serta dapat mengajarkannya dengan baik ketika telah menjadi seorang guru di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.blogger.com/blogger.g?blogID

Abdul Karim. 2004. Petunjuk Merawat Jenazah Dan Shalat Jenazah.Jakarta: Amzah

Abd. Ghoni Asyukur. 1989.  Shalat Dan Merawat Jenazah. Bandung: Sayyidah

M. Rizal Qasim. 2000. Pengamalan Fikih I.  Jakarta: Tiga Serangkai