warta kkih filehahn, renungan romo hans dan opini irwan hidajat. ... tentang perth. seperti dalam...

12
Warta Edisi: Juli 2013 Warta Keluarga Katolik Indonesia Houston www.kkih.org Email: [email protected] Misa KKIH St. Catherine of Siena 10688 Shadow Wood Houston, TX 77043 Setiap Minggu kedua dan keempat 3:00pm Rosario dan Pendalaman Iman Setiap Senin kedua atau keempat Di rumah umat Ketua: Wakil Ketua: Sekretaris: Bendahara: Treasury: Liturgi: Rosario: Bina Anak-anak: Bina Remaja: Bina Dewasa: Koor: Konsumsi: Perlengkapan: Inventori: Teknologi: Hubungan Luar: Hubungan Gerejani: Olah Raga: Publikasi: Pembimbing: Komisi Masa Depan: Irwan Hidajat Frankie Sugiaman Sigit Pratopo Kathleen Sendjaja Riana Jo Hans Sutanto, Yulia Gunawan, Yanti Inarsoyo Patricia Henry Windra Sugiaman Paul Wahyudin, Gaby Wahyudin Teddy Oetama Djoni Sidarta Yovita Iskandar, Kevin Kang Lisa Siboro, Honny Sinartio, Eryana Adirata Betty Oetama Sri Dilla Tanu Ewa Efendy Harry Kumala, Andrew Huang Christian Tan Husin Karim Fadjar Budhijanto Romo John Taosan Djoni Sidarta Fadjar Budhijanto KKIH Pengurus 2012-2014 Sentralitas Ekaristi dalam Iman Kristiani Father Ronald Rodheiser OMI dalam buku “Our One Great Act of Fidelity” Alih Bahasa: Fadjar Budhijanto Keluarga Katolik Indonesia Houston www.facebook.com/KKIndonesiaHouston Yesus tidak mewarisi kita dengan banyak ritual. Dia meninggalkan Sabda-Nya dan satu ritual saja, yaitu Ekaristi. Sekalipun Dia melakukan ritual lain- nya seperti misalnya pembaptisan, menumpangkan tangan dan mengurapi minyak, tetapi Yesus sendiri, mewariskan Sabda-Nya dan Ekaristi kepada kita. Di antara dua hal inilah, Sabda dan Ekaristi, kita sesungguhnya membentuk komunitas, yang selanjutnya menjadi gereja. Secara historis, Katolik Roma dan Protestan berbeda dalam memberikan prioritas di antara keduanya. Menurut teologi dan praktek klasik Protestan, Sabda itulah yang menjadi pusat, pertama dan utama yang menarik kita ke dalam suatu komunitas. Sebaliknya, bagi Katolik Roma, Ekaristi memperoleh prio- ritas sedangkan Sabda serta sakramen lainnya mendukung Ekaristi. Secara sangat singkat dapat dikatakan bahwa Katolik Roma memben- tuk gereja di seputar Ekaristi, sementara melihat Sabda sebagai penda- hulu dan pendukung Ekaristi. Karenanya, di gereja Roma Katolik, altar menjadi bagian utama dan berada di tengah depan sedangkan mimbar (ambo) lebih kecil dan diletakkan di samping altar. Para ahli biblis menduga bahwa perbedaan ini barangkali sudah ada sejak Injil ditulis, di mana ada variasi kelompok dari berbagai komuni- tas. Misalnya dalam hal seberapa sering Ekaristi dirayakan dan apakah yang menjadi peranan utama dalam membangun suatu komunitas. Santo Agustinus, seorang teolog Kristiani yang paling berpengaruh di segala zaman, berpendapat bahwa: Yesus tidak meninggalkan kita gereja di mana dari gereja itulah muncul Ekaristi. Menurut Agusti- nus, Yesus mewarisi Ekaristi dan dari Ekaristi itulah kita membentuk gereja. Gereja memberikan pelayanan Ekaristi, dan bukan sebaliknya. Surga menjadi meja perjamuan. Ekaristi itulah meja perjamuan. Gereja Katolik Roma mengajarkan bahwa Ekaristi adalah sumber dan puncak dari semua kehidupan Kristiani. Ekaristi menjadi tanda penyatuan kita dan sarana yang mempersatukan kita dengan Kristus dan sesama umat beriman. Ekaristi menjadi tujuan akhir bagi segenap umat Kristiani dan sekaligus sebagai sarana menuju ke sana.

Upload: phamtram

Post on 04-Apr-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

WartaEdisi: Juli 2013

WartaKeluarga Katolik Indonesia Houston

www.kkih.orgEmail: [email protected]

Misa KKIH

St. Catherine of Siena10688 Shadow WoodHouston, TX 77043Setiap Minggu kedua dan keempat3:00pm

Rosario dan Pendalaman Iman

Setiap Senin kedua atau keempatDi rumah umat

Ketua:Wakil Ketua:Sekretaris:Bendahara:Treasury:Liturgi:Rosario:

Bina Anak-anak:Bina Remaja:

Bina Dewasa:

Koor:

Konsumsi:

Perlengkapan:Inventori:Teknologi:Hubungan Luar:

Hubungan Gerejani: Olah Raga:Publikasi:

Pembimbing:Komisi Masa Depan:

Irwan HidajatFrankie SugiamanSigit PratopoKathleen SendjajaRiana JoHans Sutanto,Yulia Gunawan,Yanti InarsoyoPatricia HenryWindra SugiamanPaul Wahyudin,Gaby WahyudinTeddy OetamaDjoni SidartaYovita Iskandar,Kevin KangLisa Siboro,Honny Sinartio,Eryana AdirataBetty OetamaSri Dilla TanuEwa EfendyHarry Kumala,Andrew HuangChristian TanHusin KarimFadjar Budhijanto

Romo John TaosanDjoni SidartaFadjar Budhijanto

KKIH

Pengurus 2012-2014

Sentralitas Ekaristi dalam Iman KristianiFather Ronald Rodheiser OMI dalam buku “Our One Great Act of Fidelity”

Alih Bahasa: Fadjar Budhijanto

Keluarga Katolik Indonesia Houston

www.facebook.com/KKIndonesiaHouston

Yesus tidak mewarisi kita dengan banyak ritual. Dia meninggalkan Sabda-Nya dan satu ritual saja, yaitu Ekaristi. Sekalipun Dia melakukan ritual lain-nya seperti misalnya pembaptisan, menumpangkan tangan dan mengurapi minyak, tetapi Yesus sendiri, mewariskan Sabda-Nya dan Ekaristi kepada kita.

Di antara dua hal inilah, Sabda dan Ekaristi, kita sesungguhnya membentuk komunitas, yang selanjutnya menjadi gereja. Secara historis, Katolik Roma dan Protestan berbeda dalam memberikan prioritas di antara keduanya.

Menurut teologi dan praktek klasik Protestan, Sabda itulah yang menjadi pusat, pertama dan utama yang menarik kita ke dalam suatu komunitas. Sebaliknya, bagi Katolik Roma, Ekaristi memperoleh prio-ritas sedangkan Sabda serta sakramen lainnya mendukung Ekaristi.

Secara sangat singkat dapat dikatakan bahwa Katolik Roma memben-tuk gereja di seputar Ekaristi, sementara melihat Sabda sebagai penda-hulu dan pendukung Ekaristi. Karenanya, di gereja Roma Katolik, altar menjadi bagian utama dan berada di tengah depan sedangkan mimbar (ambo) lebih kecil dan diletakkan di samping altar.

Para ahli biblis menduga bahwa perbedaan ini barangkali sudah ada sejak Injil ditulis, di mana ada variasi kelompok dari berbagai komuni-tas. Misalnya dalam hal seberapa sering Ekaristi dirayakan dan apakah yang menjadi peranan utama dalam membangun suatu komunitas.

Santo Agustinus, seorang teolog Kristiani yang paling berpengaruh di segala zaman, berpendapat bahwa: Yesus tidak meninggalkan kita gereja di mana dari gereja itulah muncul Ekaristi. Menurut Agusti-nus, Yesus mewarisi Ekaristi dan dari Ekaristi itulah kita membentuk gereja. Gereja memberikan pelayanan Ekaristi, dan bukan sebaliknya. Surga menjadi meja perjamuan. Ekaristi itulah meja perjamuan.

Gereja Katolik Roma mengajarkan bahwa Ekaristi adalah sumber dan puncak dari semua kehidupan Kristiani. Ekaristi menjadi tanda penyatuan kita dan sarana yang mempersatukan kita dengan Kristus dan sesama umat beriman. Ekaristi menjadi tujuan akhir bagi segenap umat Kristiani dan sekaligus sebagai sarana menuju ke sana.

2 Warta KKIH Juli 2013

Di Dalam Surga KiniDr. Scott Hahn dalam buku “Lamb’s Supper - The Mass as Heaven on Earth”Alih bahasa: F. Budhijanto

Surat Redaksi

Kali ini, Warta mengambil tema Sakramen, khususnya Ekaristi. Dari semua kegiatan yang umat dan gereja Katolik lakukan, tak ada hal yang lebih akrab di hati kita daripada Misa.

Sekalipun demikian, banyak di antara kita yang kurang mema-hami kekuatan supranatural yang terkandung dalam Misa. Sebaliknya kita malah sering mengeluh merasa mengantuk, bosan, karena koor sumbang atau kotbah kurang menarik.

Paus Yohanes Paulus II menjelaskan bahwa Misa bagai-kan perayaan “Surgawi di Bumi” sebab apa yang kita rayakan di bumi merupakan partisipasi misterius dari liturgi surgawi.

Berkaitan dengan Ekaristi, Warta mengangkat sharing Scott Hahn, renungan Romo Hans dan opini Irwan Hidajat.

Kami juga muat ringkasan sakramentali oleh Dharma dan sharing kehidupan karya Agus Tjengdrawira dan Yuly yang baru saja kembali ke Houston tentang Perth.

Seperti dalam penerbitan terdahulu, Warta juga memuat sejumlah kegiatan termasuk seminar Good Families Do Not Just Happen, Perayaan Mothers’ Day dan Bazar.

Kami sungguh berbahagia dan berterima kasih atas dukungan umat yang semakin nyata pada Warta.

Selamat membaca,

Redaktur.

Apa yang kutemukan dalam misa perta-maku?

Di belakang sebuah kapel Katolik di Milwaukee, aku, seorang pendeta Protestan, menyusup, berdi-ri sebagai incognito (penyamar) untuk menyaksi-kan Misa ku yang pertama. Rasa keingintahuanku lah yang mendorongku ke sana. Ketika itu aku

memang sedang menekuni karya tulis para jemaat Kristiani perdana dan menemukan begitu banyak acuan yang menyebut “liturgi”, “ekaris-ti” dan “korban.” Bagi para jemaat Kristiani perdana, Injil – kitab yang kucintai di atas segalanya – tidak dapat dipahami tanpa ibadat yang oleh umat Katolik masa kini disebut sebagai “Misa.”

Aku ingin memahami apa yang dilakukan oleh para jemaat Kristiani perdana, tetapi aku tidak punya pengalaman tentang liturgi. Maka aku memberanikan diri untuk menyaksikan sebatas penelitian akademis saja. Aku berjanji [kepada diriku] untuk tidak akan ikut berlutut atau mengambil bagian dalam ritual berhala.

Aku sengaja memilih duduk di bangku belakang yang agak remang. Di sekelilingku tampak umat, pria dan wanita dalam segala umur. Aku terkesan dengan genufleks maupun kekhusukan mereka dalam berdoa. Ketika lonceng berdentang, semua umat berdiri menyambut imam masuk menuju altar.

Aku tetap duduk, tidak yakin dengan diriku. Selama ini aku dididik sebagai evanjelis Calvanis, yang meyakini bahwa Misa adalah suatu pelanggaran terbesar yang dilakukan manusia, karena “mengorban-kan Yesus Kristus berulang kali.” Aku menahan diri sebagai pengamat, tetap duduk manis, dengan Injil terbuka di sisiku.

Digelontor dengan bacaan Kitab Suci

Ketika Misa berlangsung, aku tertegun. Injilku tidak hanya berada dalam genggaman saja tetapi diucapkan di sepanjang Misa! Mulai dari satu kutipan Yesaya, disusul dengan Mazmur dan lalu surat Paulus. Pengalaman ini sungguh di luar dugaan. Rasanya aku ingin menghen-tikan semuanya dan berseru, “Hai, bolehkah aku menjelaskan apa yang tertulis dalam Kitab Suci? Ini sungguh luar biasa!” Tapi aku masih setia pada niat pertama, hanya menjadi pengamat saja. Aku tetap berada di pinggiran hingga akhirnya aku mendengar imam mengucapkan doa konsekrasi: “Inilah Tubuh-Ku …. Inilah piala Darah-Ku.”

Entah mengapa, sesudah itu keraguanku sirna. Ketika melihat imam mengangkat hosti, aku merasakan getaran doa yang keluar dari lubuk hatiku: “Tuhanku dan Allahku. Itukah Engkau!”

bersambung ke halaman 5

3 Warta KKIH Juli 2013

Sejarah EkaristiAlfred McBride, O.Praem dalam Catholic Update edisi Oktober 2006Alih bahasa: F. Budhijanto

bersambung ke halaman 7

Paus Yohanes Paulus II menuliskan dalam insiklik berjudul Gereja Ekaristi,, “Melalui berbagai skenario perayaan Ekaristi, aku memperoleh peng-alaman yang luar biasa – universal dan kosmik. Ekaristi sesungguhnya mempersatukan surga dan bumi, merengkuh dan merasuk ke semua insan cipta-an.”

Berikut ini adalah rangkuman enam tahap seja-rah Ekaristi dalam Gereja Barat, yang dimaksudkan untuk membantu pembaca lebih memaknai Ekaristi.

1. Dari Passover ke EkaristiUmat Gereja Perdana melihat Perjamuan Malam

Terakhir dari sudut pandang santapan Passover. Dilakukan di Ruang Atas, yang biasanya digunakan untuk diskusi Kitab Suci ber-sama imam.

Di atas meja pendek tersedia hidangan untuk mengenang penderitaan sebagai budak di Mesir – air garam (lambang air mata), dan sayur pahit. Buah-buahan dalam bakul. Roti tak beragi diletakkan disamping piala berisi anggur. Domba panggang yang melambang-kan korban, dan torehan darah domba pada pintu mengingat-kan penyelamatan malaikat dari penjajahan Mesir.

Setelah memanjatkan Mazmur pujian kepada Allah, Yesus mengambil roti, mengucap syukur seraya ber-sabda: “Ambil dan makanlah. Inilah tubuh-Ku yang akan dikorbankan bagimu.” Roti itu adalah tubuh-Nya yang akan dipersembahkan melalui korban di kayu salib. Coba bayangkan perasaan para Rasul ketika mengikuti Ekaristi pertama bersama Yesus?

Pada akhir perjamuan, ketika mengambil piala beri-si anggur, Yesus tidak melakukan toast sebagaimana layaknya. Tetapi Dia bersabda: “Ambil dan minum-lah. Inilah darah-Ku yang akan ditumpahkan bagimu dan semua orang demi pengampunan dosa.”

Sekali lagi, Yesus menyinggung kisah sengsara yang akan dialamiNya di mana Dia akan menumpahkan darah-Nya. Ketika mereka minum dari piala yang sama dan makan dari satu roti, mereka mengalami kebersatuan dengan Kristus.

Kristus mewariskan Ekaristi kepada pengikut-Nya: “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku.”

2. Dari Perjamuan Menjadi IbadatAwalnya para Rasul menyebut Ekaristi sebagai

“Memecah Roti” namun kemudian mereka merasa perlu memisahkan sisi ritual dari perjamuan makan. Sebab terjadi penyalahgunaan acara makan-makan (1 Kor 11:17-22) dan mereka ingin membuat ritual “Memecah Roti” sebagai ibadat yang sarat doa.

Para Rasul menuliskan perkembangan Ekaristi di akhir abad pertama. Ekaristi digeser ke hari Ming-gu untuk mengenang kebangkitan Krsitus. Sebagai ganti acara makan, umat Kristiani perdana memilih Liturgi Sabda yang meniru ibadat di sinagoga: terdi-

ri dari pembacaan ayat-ayat Kitab Suci, nyanyian Mazmur dan kotbah.

Mereka lalu menambahkan doa umat dan pujian. Struktur dasar perayaan Ekaristi prak-tis sudah terbentuk pada tahun 150 (Santo Justin Martir). Keti-ka itu Misa biasanya diselengg-arakan di rumah-rumah umat.

Ekaristi Minggu, ada dua bacaan oleh lektor, homili oleh imam, Doa Persembahan

dan pembagian komuni. Kolekte dimaksudkan untuk membantu para janda, yatim piatu dan mereka yang berkekurangan. Tugas uskup, imam dan diakon sudah terinci sejak abad pertama.

Kini doa Persembahan Kedua (Second Eucharis-tic Prayer) biasanya singkat dan sederhana, meng-inspirasi doa yang dikarang Hippolyptus dari Roma (tahun 216). Kerangka dasar dari perayaan Ekaristi sudah terbentuk sejak awal dari sejarah gereja dan tetap langgeng hingga 2000 tahun kemudian.

3. Tubuh Kristus yang BerkembangTahun 313 adalah titik peralihan Kristianitas.

Eucharist by Yohanes Laksana

4 Warta KKIH Juli 2013

Tidak terasa Yuly, Anthony, Amelie dan saya sudah kembali ke Houston, sejak Januari lalu. Beri-kut ini kami sharingkan kisah hidup di Perth yang seolah menjadi kampung halaman kami.

Perth adalah ibukota Western Australia, dan kota terbesar ke-empat di negara Kangguru ini. Kota berpenduduk sekitar 1.83 juta jiwa ini dibelah oleh Swan River, dijadikan koloni pada tahun 1829 oleh Kapten James Stirling. Koloni ini kemudian berkem-bang menjadi Perth di tahun 1856. Di sekeliling sungai banyak dijumpai angsa hitam yang menjadi lambang kota dan negara bagian ini.

Perth adalah pusat industri perminyakan dan per-tambangan di Australia. BHP Billiton, Woodside, Chevron, Rio Tinto berkantor pusat atau cabang di kota ini. Banyak expatriates (termasuk dari Ameri-ka) yang bekerja di industri migas, misalnya Gorgon, proyek LNG terbesar di dunia.

Kami sekeluarga pindah ke kota ini setelah mele-watkan 5 tahun di Houston dan Mexico. Proses adaptasi kami mudah, karena cuaca dan kondisi kota yang metropolitan. Penduduk, yang keba-nyakan pendatang cukup ramah dan bersahabat.

Perth mempunyai cukup banyak tempat bagus yang bisa dikunjungi untuk melewatkan waktu luang. Termasuk di antaranya Scarborough Beach, Cottesloe Beach, Hillary’s dan tempat wisata lain-nya seperti kota pelabuhan Fremantle, daerah bukit Mundaring di sebelah timur Perth, dan kawasan selatan: Western Australia seperti Margaret River, Yallingup, Dunsborough, Busselton dan Albany.

Karena alam dan cuaca nyaman, penduduk Austra-lia aktif berolah raga seperti sepak bola, cricket, rugby, marathon, berenang, tennis dan lain-lain.

Alhasil prestasi Australia yang hanya berpenduduk 26 juta orang itu mempunyai prestasi cukup cemer-lang di ajang kompetisi dunia seperti olympiade. Selama di Perth, kami menyempatkan diri untuk mengikuti berbagai kegiatan seperti Symphony by the park dan City-to-Surf yang adalah marathon/walk-a-thon massal ke pantai Cottesloe.

Teman-teman Indonesia cukup banyak, terutama dari kalangan umat Katolik yang tergabung dalam Western Australian Indonesian Catholic Community (WAICC). Jumlah umat terdaftar kurang lebih 750 orang (260 keluarga). Jumlah orang Indonesia atau keturunan Indonesia yang menetap dan studi di Perth hingga 35,000 orang. Perth diminati mungkin karena jarak yang relatif dekat ke Indonesia.

WAICC belum mempunyai gereja sendiri dan masih memakai sarana salah satu gereja setempat. Meng-ingat jumlah umat yang cukup banyak, Keuskupan Perth membantu mendatangkan seorang Pastor Indonesia dari ordo Carmelite untuk menjadi chap-lain tetap WAICC untuk masa tugas tertentu.

Kami menyempatkan diri untuk menghadiri Misa dan kegiatan WAICC. Misa Indonesia diadakan setiap

Perth Kota Penuh KenanganAgus Tjengdrawira dan Yuly KwenandarMantan Pengurus KKIH

bersambung ke halaman 9

Pembaptisan Amelie disaksikan orangtua dan Bapak/Ibu Baptis (Perth, 2012)

5 Warta KKIH Juli 2013

Mungkin kamu menyebutku grogi. Namun aku tidak dapat membayangkan sukacita yang lebih besar daripada merasakan getaran kata-kata itu. Lebih dari itu, pengalamanku diperkaya pada momen berikutnya, persisnya yaitu ketika aku mendengar umat berdoa bersama-sama: “Anak Domba Allah …. Anak Domba Allah …. Anak Domba Allah ….” Dan lalu imam menyahut, “Inilah Anak Domba Allah …..” sambil mengangkat hosti itu.

Dalam hitungan kurang semenit, frasa “Anak Domba” telah diucapkan empat kali. Setelah berta-hun-tahun menekuni Injil, aku langsung tahu bahwa frasa itu berasal dari Kitab Wahyu: di mana Yesus disebut sebagai Anak Domba setidaknya seban-yak 28 kali dalam 22 bab. Seketika itu aku seolah berada dalam pesta pernikahan sebagaimana Yohanes tuliskan di bagian akhir dari kitabnya. Aku seolah berada di dalam surga, di mana Yesus dise-but sebagai Anak Domba. Terus terang aku belum siap dengan semuanya ini, sekalipun sesungguhnya – aku hanya ada dalam Misa!

Waduh!

Aku lalu ikut Misa pada hari berikutnya, dan beri-kutnya, dan berikutnya. Setiap Misa, aku seolah “menemukan” begitu banyak kutipan Kitab Suci. Meski tidak ada kitab lain yang terlihat jelas di kapel yang remang itu selain Kitab Wahyu, yang menjelas-kan perihal ibadat para malaikat dan santo/santa di surga. Sebagaimana tertulis dalam Kitab itu, dan juga berlangsung di kapel, aku menyaksikan imam yang berjubah, altar dan umat yang berseru: “kudus, kudus, kudus.” Aku melihat asap dupa dan mendengar doa para malaikat dan santo/santa. Aku lalu berseru haleluia ketika merasa sema-kin hanyut dalam ibadat itu. Aku masih duduk di bangku belakang dan menggenggam Injilku. Aku jadi bingung ke manakah aku menuju. Kitab Wahyu ataukah ke altar. Namun semakin dalam aku mere-nung, keduanya semakin tampak serupa.

Aku lalu jadi bersemangat lagi untuk menekuni penelitianku tentang jemaat Kristiani perdana. Aku menemukan bahwa para uskup ketika itu, yang dise-but sebagai Bapa Gereja, memperoleh temuan yang sama denganku di setiap pagi. Mereka berpendapat bahwa Kitab Wahyu adalah kunci bagi liturgi, dan liturgi adalah kunci bagi Kitab Wahyu. Semakin jelas bagiku bahwa Kitab Wahyu menjadi dasar yang hakiki dari imanku – khususnya pemikiran tentang perjanjian sebagai ikatan ilahi dalam keluarga Allah. Lebih dari itu, Misa yang tadinya kuanggap sebagai penghujatan besar tiada ampun, kini menjadi ibadat yang menandai perjanjian Allah. “Inilah piala Darah-Ku, darah perjanjian baru dan kekal.”

Telah bertahun-tahun aku mencoba untuk mencerna makna Kitab Wahyu sebagai pesan bersandi tentang akhir zaman, tentang ibadat nun jauh di surga sana, tentang sesuatu yang tidak pernah dialami oleh umat Kristiani keti-ka masih hidup di bumi. Kini setelah dua minggu ikut Misa harian, aku

seolah ingin berdiri selama liturgi berlangsung dan berseru, “Saudara-sauda-ra. Bolehkah aku menunjukkan di manakah kalian dalam Kitab Wahyu! Bukalah bab 4 ayat 8. Kalian kini berada di surga.”

Kedahuluan

Para Bapa Gereja membuktikan bahwa semuanya itu bukan hasil temuanku. Mereka berkotbah soal itu lebih seribu tahun lampau. Sekalipun demikian, setidaknya aku ikut berjasa dalam menemukan-nya kembali tentang kaitan Kitab Wahyu dan Misa. Selanjutnya aku baru tahu bahwa aku telah kedahu-luan oleh Konsili Vatikan II karena Sidang itu menu-liskannya dalam Konstitusi tentang Liturgi Kudus:

“Kita memiliki kesamaan antara liturgi di bumi dan liturgi surgawi yaitu merayakan peziarahan kita menuju Kota Suci Yerusalem, di mana Kristus duduk di sebelah kanan Allah Bapa, Imam sakresti dan tabernakel yang sejati. Bersama seluruh laskar surgawi, kita menyanyikan madah kemuliaan kepa-

Disputation of Sacrament oleh Raphael (1509)

Di Surga Kini ....

bersambung ke halaman 7

6 Warta KKIH Juli 2013

SakramentaliDharma ViryaPenyunting, Kelompok Rosario dan Bible Study

Pernahkah Anda mendengar kata Sakrametali? Sebagian dari kita mungkin tidak pernah mende-ngarnya. Meskipun sepertinya istilah tersebut tidak begitu asing, karena mirip dengan kata Sakramen – yang pasti semua orang Katolik mengenalnya.

Sakramentali berarti “seperti sakramen”, yaitu tanda kehadiran Allah, berupa karunia-karunia, terutama yang bersifat rohani dan diperoleh berkat doa permohonan Gereja. Perbedaan terletak pada hakikatnya. Ketujuh sakramen mengungkapkan secara jelas dan nyata hakikat Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus karena itu pemimpin liturgi haruslah imam tertahbis.

Seorang awam boleh memimpin liturgi sakramen-tali, kecuali beberapa jenis yang memerlukan berkat uskup (pentahbisan pemimpin biara).

Katekismus Gereja Katolik (KGK) nomor 1667-1679 secara khusus membahas sakramentali. Beberapa poin penting di antaranya:

• Gereja mengadakan sakramentali untuk mengu-duskan jabatan gerejani tertentu, status hidup tertentu, aneka ragam keadaan hidup Kristen serta penggunaan benda-benda yang bermanfaat bagi manusia. (KGK 1668)

• Sakramentali termasuk wewenang imamat semua orang yang dibaptis: karena mereka dipanggil untuk menjadi berkat dan memberkati

• Sakramentali tidak memberi rahmat Roh Kudus seperti sakramen, tetapi hanya mempersiapkan agar melalui doa Gereja, mereka menerima rahmat dan bekerja sama dengannya (KGK 1670)

JENIS SAKRAMENTALI (KGK 1671-1673)

1. BENEDICTIONES INVOCATIVE

Pemberkatan ini tidak mengubah status atau tujuan penggunaan dari yang diberkati. Artinya, obyek yang diberkati (orang atau benda) tidak menga-lami perubahan status atau tujuan penggu-naannya. Hampir semua ibadat berkat masuk di sini. Misalnya:

1A. Pemberkatan dahi anak dengan tanda salib, orang sakit, jenazah, keluarga, dll. Orang-orang yang diberkati tidak mengalami perubahan status. Namun mereka memperoleh karunia rohani berupa perlindungan Allah yang dimohonkan Gereja dalam upacara sakramentali.

1B. Pemberkatan rumah, toko, sekolah, rumah sakit, sawah, benih, kandang dll. Benda-benda yang diberkati ini tidak mengalami perubahan status, tidak bisa disebut “barang suci” sesudah diberkati.

2. Pemberkatan jenis ini mengubah status atau tujuan penggunaan dari objek yang diberkati. Maksudnya begitu diberkati maka orang atau benda tersebut sudah dikhususkan untuk Allah.

2A. BENEDICTIONES CONSTITUTIVAE, artinya: melalui upacara atau ibadat, objek yang diberkati mengalami perubahan status atau tujuan penggu-naannya, misalnya untuk penggunaan religius atau berhubungan dengan Tuhan. Pemberkatan menggu-nakan simbol berupa minyak, air suci, doa tertentu ataupun berkat tanda salib. Contohnya pengikraran kaul biarawan/biarawati, pemberkatan benda-benda liturgi (busana liturgi, organ, perlengkapan Misa), pemberkatan salib, rosario, medali, patung, lukisan, benda-benda devosi, dll.

2B. CONSECRATIO, artinya konsekrasi atau pentah-bisan. Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) istilah ini hanya ditujukan pada pentahbisan seseorang (bukan barang), dengan menggunakan minyak kris-ma. Misalnya tahbisan uskup dan imam. Tertahbis mengalami perubahan status yang ditandai dengan pengurapan minyak krisma. Biasanya sakramentali ini diadakan dalam suatu liturgi sakramen.

2C. DEDICATIO, yaitu pemberkatan atau penyu-cian suatu benda atau barang dengan mengoleskan minyak krisma, untuk dikuduskan atau dipersem-bahkan kepada Allah sehingga tidak bisa lagi digu-nakan untuk tujuan profan. Contohnya pemberka-tan gedung gereja dan altar. Setelah diberkati gereja dan altar tidak boleh digunakan untuk tujuan lain selain untuk keperluan liturgis dan ibadat.

3. EKSORSISME

3A. EKSORSISME IMPREKATORIS, yaitu pengusir-an setan dengan perintah melalui suatu rumusan yang eksplisit agar setan keluar dari seseorang atau benda. Ibadat dan doa eksorsisme ini dilakukan

bersambung ke halaman 9

7 Warta KKIH Juli 2013

da Allah, menghormati dan mengenang para orang kudus, kita berharap untuk mengambil bagian dan bersekutu dengannya; dengan penuh sukacita meng-harapkan kedatangan Sang Penyelamat, Tuhan kita Yesus Kristus, hingga Dia, dan hidup kita, menjadi tampak nyata dan kita juga akan dipersatukan ber-sama Dia dalam kemuliaan.”

Tunggu: bukankah itu surga? Bukan, frasa itu ada dalam Misa. Ah tidak, itu tertulis dalam Kitab Wahyu. Tapi tunggu dulu: ketiganya benar.

Aku mencoba sekuat tenaga untuk menjalani proses ini dengan lambat, penuh kehati-hatian untuk mencegah bahaya yang mudah menyerang para penyeberang iman – karena aku terlalu cepat menjadi penganut Katolik. Namun temuan itu bukan berdasarkan imajinasi berlebihan, melainkan ajaran seksama dan luhur dari Gereja Katolik.

Langkah Berikutnya

Kitab Wahyu menuliskan tentang Pribadi yang akan datang. Tentang Yesus Kristus dan kedatang-an-Nya yang kedua kali, sebagaimana diterjemah-

kan dari istilah Yunani “Parousia.” Akhirnya aku menyadari bahwa Pribadi itu adalah Yesus Kristus yang berujud hosti, yang dihunjukkan ke atas oleh imam Katolik dalam Misa. Seandainya para umat Kristiani perdana benar, sebagaimana kuyakini demikian, maka pada saat itulah surga menyentuh bumi. “Tuhanku dan Allahku. Itukah Engkau!”

Beberapa pertanyaan serius masih menggema di benak dan hatiku. Misalnya tentang “korban” yang menjadi dasar biblis dari Misa, tentang melestari-kan tradisi Katolik dan banyak hal detail lainnya dalam ibadat liturgi. Sekalipun demikian, semua pertanyaan ini muncul bukan dari diriku sebagai pengamat yang sedang mencari tahu. Tetapi lebih sebagai seorang anak yang mendekati bapaknya untuk menanyakan hal yang sulit dipahami.

Aku tidak percaya bahwa Allah Bapa akan meno-lakku, atau menolakmu, karena mencari makna mendalam tentang Misa, yang tidak lain adalah Dia yang menggenapi janji-Nya yaitu menjadikan kita sebagai anak-anak-Nya. Dalam Misa, kamu dan aku memiliki surga di bumi. Buktinya sungguh menak-jubkan. Pengalaman yang diperoleh luar biasa bagai suatu penyingkapan rahasia.

Di Surga Kini ....

Pembantaian umat Kristen berakhir. Konstantin membebaskan umat dan menyumbangkan banyak dana pembangunan basilika, tempat untuk mera-yakan Ekaristi (tidak lagi di rumah umat).

Pada saat inilah muncul upacara agung di gereja yang besar. Prosesi, nyanyian bernotasi karya St. Ambrose, lagu litani yang memadukan suara ribuan anggota koor, asap dupa, lonceng, kebiasaan menci-um benda-benda sakral. Genufleks juga mulai digu-nakan pada masa ini.

Ketika mempersembahkan Misa, imam mengena-kan jubah Senator Romawi, dikenal sebagai “vest-ment” karena selalu tetap bentuknya. Cawan dan piala sederhana disempurnakan.

Dalam era ini bermunculan uskup yang luar biasa, yang kini disebut sebagai Bapa Gereja, antara lain Agustinus dan Krisostomus, yang homilinya kaya dengan teologi dan aplikasi pastoran. Tema mereka termasuk “Tubuh Kristus (Ekaristi) membangun Tubuh Kristus (Gereja).”

4. Ekaristi Terasa Jauh bagi Kebanyakan UmatKatedral berarsitektur Gothik yang agung bermun-

culan di abad pertengahan di Eropa. Prosesi reli-gius dalam perayaan orang kudus, kebiasaan berzi-arah ke tempat-tempat suci, lahirnya berbagai ordo religius menandai era yang oleh para sejarahwan dinamakan sebagai “era kebangkitan iman.”

Partisipasi umat dalam Misa menjadi terbatas. Sekat tembok atau teralis besi memisahkan umat dari altar dan koor. Biarawan dan imam sering menyelenggarakan liturgi untuk kalangan mereka sendiri tanpa umat. Misa dipersembahkan dalam bahasa Latin, bukan bahasa sehari-hari awam. Keti-ka umat protes karena susahnya mengikuti Misa, altar tambahan disediakan di samping altar utama. Imam menghadap ke tembok dan berdoa dalam bahasa Latin.

Atas permintaan umat, imam mengangkat hosti tinggi-tinggi agar bisa terlihat oleh mereka yang ada di belakang. Konsili Lateran IV (tahun 1215)

Sejarah Ekaristi ....

bersambung ke halaman 10

8 Warta KKIH Juli 2013

Pada Perjamuan Malam terakhir, Yohanes mencatat: Yesus tahu bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Ia menga-sihi para murid sampai kepada kesudahannya. Sebe-lum Yesus memasuki sengsara dan kematian-Nya, Yesus duduk dan menatap para murid yang duduk di sekitarnya, sebelum perjamuan dimulai. Yesus sadar bahwa ini adalah makan malam terakhir-Nya bersama mereka. Ia melihat orang-orang sederhana dan lemah. Petrus yang besar mulut, Yohanes dan Yakobus yang beremosi tinggi dan ambisius, Tho-mas yang peragu, Bartolomeus yang selalu kritis, Yudas yang praktis dan mudah tergiur uang. Sekali-pun demikian, Yesus sungguh mencintai mereka.

Yesus sadar bahwa Ia akan menderita, sesuai dengan kehendak Allah, Bapa-Nya. Yesus pun sadar, bahwa Ia akan menanggung semua penderitaan itu karena kasih-Nya kepada para murid dan manusia. Perjamuan Terakir menjadi saat kala Yesus menunjuk-kan bahwa para pendo-sa itu berharga di mata-Nya. Tuhan Yesus menerus-kan karya Allah, Bapa-Nya; yang bekerja keras di sepanjang sejarah untuk menyelamatkan manusia. Dalam Perjamuan Malam, Yesus menunjukkan kepa-da para murid: sekalipun mereka pendosa, tetapi berharga dan layak dilayani oleh Tuhan. Lebih dari itu: mereka diberi makan roti rohani dan dibersih-kan dari dosa dengan sengsara dan kematian Yesus.

Itulah yang dilakukan Yesus kepada kita, setiap kali kita merayakan Ekaristi. Yesus mengasihi kita, melayani kita, memberi terang, arah hidup kepada kita. Ia menyerahkan diri, mengurbankan diri di kayu salib bagi kita, memberi hidup kepada kita. Jadi setiap kali kita merayakan Ekaristi, Tuhan mengasihi, melayani, memberi terang kepada kita. Tuhan juga menyerahkan hidup-Nya untuk menye-lamatkan hidup kita. Tetapi kadang-kadang kita

mengeluh, karena dalam Ekaristi kita merasa tidak mendapat apa-apa. Cuma mengantuk dan rasa bosan.

Ada sebuah biara besar yang dahulu terke-nal. Banyak orang muda melamar untuk menjadi anggota. Gereja mereka bergema oleh nyanyian indah para rahib dan banyak orang berbondong-bondong datang untuk menimba kesegaran rohani di sana. Tetapi kini, biara itu kosong dan sepi. Hampir tidak ada anggota baru; orang tidak lagi berkunjung dan segelintir rahib yang bertahan melakukan tugas mereka dengan berat hati. Abbas, kepala biara itu, pergi menemui seorang petapa suci di pertapaan-nya. Abbas bertanya: “Apa dosa kami sehingga biara kami mengalami kemerosotan seperti ini?” Peta-pa itu menjawab: “Dosa ketidakpedulian!” A: “Itu

dosa seperti apa?” P: “Seorang dari kalian itu Mesias yang menyamar dan kalian tidak peduli akan hal ini!”

Abbas itu pulang dengan hari berdebar. Mesias kembali turun ke dunia dan berada di biaranya! Bagaimana mungkin dia, Abbas yang berpengalaman

tidak mengenalinya? Siapa kira-kira dia itu? Bruder koki, bruder koster? Bruder ekonom? Rasanya bukan dia. Mereka penuh kekurangan. Tapi petapa itu mengatakan dia menya-mar. Apakah cacat dan kelemahan itu bagian dari penyamarannya? Semua anggota biaranya punya cacat.

Sesampainya di biara, ia mengumpulkan para rahib dan menceritakan pesan dari sang petapa itu. Mere-ka saling pandang dan tidak percaya. Mesias? Ada di sini? Salah satu dari kita? Rasanya sulit dipercaya. Tapi dia menyamar. Jadi bisa saja dia memang ada di sini. Tapi yang mana? Si inikah? Si itukah? Kare-na tidak dapat mengenal yang mana Mesias, maka mereka mencoba memperlakukan setiap orang dengan hormat dan baik. “Siapa tahu.” Kata mereka dalam hati, saat mereka bergaul satu sama lain di antara mereka. “Barangkali dia ini Mesiasnya.”

Pendosa Itu Berharga Di Mata TuhanRenungan Hans Widjaja Pr.Renungan Mingguan

bersambung ke halaman 9

Perjamuan Malam Terakhir oleh Da Vinci

9 Warta KKIH Juli 2013

minggu dan selalu dipenuhi umat. Koor mudika dan dewasa cukup aktif dan bagus. Organisasi yang tergabung misalnya Young Adult, Indonesian Catho-lic Youth Organization, Turrist Orationist Ministry (karismatik keluarga muda i) dan juga kelompok anak-anak. Beberapa event tahunan: Christmas party, bazaar HUT kemerdekaan RI, Ziarah bulan Maria, liburan family day, dan sebagainya.

Ketika pindah ke Perth (2007) kami mempnyai satu momongan (Anthony). Selama di Perth, kami dikaruniai anak ke-dua yang lahir Februari tahun lalu. Kami bersyukur memperoleh dukungan dari teman-teman selama proses pemulihan persalinan Yuly, hingga pembaptisan Amelie pada Mei 2012.

Akhirnya kami memutuskan kembali ke Houston, kampung halaman ke-dua demi hidup yang lebih maju. Kenangan indah dari Perth dan Australia yang sudah menjadi tuan rumah yang baik (gracious host) akan selalu membara di hati kami.

Setelah dua tahun bertugas di Houston, pak Sumaryanto dan keluarga (Ibu Ina, Erlyn, Vivi dan Brian) medio Juni lalu pulang ke tanah air. Tentu saja kami kehilangan keluarga yang sung-guh aktif dalam koor, youth dan berbagai kegiatan KKIH lainnya. Selamat jalan dan sampai jumpa.

Perth Kota ....

Suasana di biara menjadi penuh semangat pelayan-an. Suasana menjadi menyenangkan dan membaha-giakan. Tak lama, kembali orang-orang muda datang melamar untuk bergabung dan Gereja kembali bergetar oleh kidung suci dan riang dari para rahib yang mengumandangkan semangat kasih.

Kita kehilangan semangat dalam Ekaristi? Semua berjalan membosankan? Ekaristi tidak memberi pengaruh dalam hidup harian kita? Jangan-jangan kita kehilangan Kristus dalam hidup kita. Lihatlah orang-orang terdekat anda. Pandanglah orang-orang di sekitar anda. Dapatkah anda kenali Kristus

di antara mereka? Anda tidak menemukan Kristus di antara mereka? Kalau begitu, mulailah memba-

suh kaki mereka. Karena pelayanan kasih yang kita lakukan, akan berikan memberikan terang kepa-da yang kita layani. Dan Kristus sendiri yang akan hadir dan memberikan hidup kepada semua yang kita layani. Sehingga kita akan menemukan Kristus hidup dalam diri mereka dan mereka akan mene-mukan juga Kristus hidup dalam diri kita.

Pendosa itu Berharga ....

Kita kehilangan semangat dalam Ekaristi? ... Jangan-jangan kita

kehilangan Kristus dalam hidup kita.

oleh seorang imam yang “saleh, ahli, bijaksana, serta tidak tercela hidupnya”, yang diberi wewenang oleh ordinaris wilayah, misalnya uskup setempat (KHK 1172). Aturan penting ini agar setiap orang tidak asal merasa mampu dan berhak mengusir setan.

3B. EKSORSISME DEPREKATORIS, yaitu pengu-siran setan melalui doa permohonan agar Tuhan menjauhkannya dari penguasaan setan. Pengusir-an setan jenis ini jauh lebih lembut dan lebih biasa kita jumpai. Misalnya dalam upacara tobat (scruti-nia) kepada para katekumen atau calon baptis, agar mereka dibebaskan dari kuasa jahat oleh kuasa Allah, dan mampu meninggalkan kebiasaan buruk dan bisa memasuki kehidupan baru sebagai anak-anak Allah saat dibaptis nanti.

Sakramentali dimaksudkan untuk menguduskan umat, memperkuat iman dan meningkatkan devosi kepada Tuhan ketika mereka menggunakan benda-benda yang telah diberkati tersebut. Apabila digu-nakan secara benar, sakramentali dapat melindungi pemakainya dari kuasa roh-roh jahat, mendatang-kan berkat Tuhan, serta membawa umat kepada penghayatan hidup spiritual yang lebih mendalam.

Sakramentali ....

Makna Ekaristi Bagiku .....Melalui Ekaristi kita dipersatukan Kristus menjadi

satu tubuh, yaitu Gereja. Hidup kita juga diteguhkan dan dimaknai untuk melaksanakan kehendak Allah dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Ekaristi kita menerima “Tubuh” dan “Darah” Kristus, dan mengenangkan Pengurbanan ini sebagai ungkapan Kasih Bapa yang luar biasa! Peris-tiwa yang indah ini bukan sekedar ritual biasa, dan karenanya pantas disambut dengan kesadaran dan syukur, sebagaimana tercermin dalam sikap yang tulus dan penuh rasa hormat. (Diana Selamihardja)

10 Warta KKIH Juli 2013

memperkenalkan ajaran transubstansiasi, yaitu bahwa roti berubah menjadi tubuh Kristus sebagai sanggahan atas pandangan sesat Berengar dari Tours yang menyakini bahwa semuanya hanyalah simbol belaka. Konsili ini mengingatkan pentingnya umat menerima komuni, minimal setahun sekali pada Paskah. Adorasi pada Sakramen Maha Kudus banyak dilakukan pada era ini.

5. Reformasi dan Misa TridentinDewan Uskup bertemu dalam Konsili Trente untuk

membahas pembaruan liturgi (tahun 1545). Paus Pius V (1570) menerbitkan buku panduan perayaan Misa Kudus untuk Gereja Barat. Partisipasi umat lebih bersifat devosional daripada liturgis. Teks Misa ditulis dalam bahasa Latin, yang selanjutnya dikenal dengan Misa Tridentin (dari asal kata Trente).

Yesuit memperkenalkan arsitektur Baroque yang tidak bersekat pemisah koor. Jarak altar dan umat diperdekat, hanya dibatasi teralis. Altar yang kaya dekorasi diletakkan merapat ke dinding.

Pulpit (semacam mimbar bertangga) dominan di tengah Gereja untuk menekankan pentingnya sermon daripada homili. Ibadat dilakukan dengan penuh hikmat dan semarak, untuk menandingi era Reformasi. Musik Palestrina, Haydn dan Mozart kadang diperdengarkan dalam Gereja. Sedangkan musik Bach banyak dijumpai di gereja Protestan.

Lazimnya Ekaristi kala itu diselanggarakan tanpa musik dan umat biasanya hening. Gereja Kato-lik berubah menjadi tempat untuk mempraktek-kan berbagai spiritualitas misalnya Latihan Rohani Santo Ignasius, Karmelit dan St. Francis de Sales.

6. Misa dalam Era Konsili Vatikan IISejak seabad sebelum Konsili Vatikan II, ada bebe-

rapa perubahan dalam liturgi. Paus Pius X (1903-1914) menyarankan penggunaan lagu Gregorian, mendorong umat untuk sering menerima komuni dan menurunkan usia Komuni Pertama menjadi tujuh tahun. Mediator Dei karya Pius XII (1947) menjadi cikal bakal dari pembaruan liturgi. Demiki-an pula, karya-karya lain misalnya The Mass of Roman Rite karya Jungmann SJ, Orate Frates dll. Semuanya ini secara tidak langsung ikut mem-pengaruhi kebutuhan pembaruan itu.

Sehingga ketika dibahas dalam Konsili Vatikan II (1962-1965), Konstitusi Liturgi disetujui secara aklamasi oleh para Uskup peserta dan merupakan dokumen pertama buah karya Konsili.

Beberapa perubahan yang terjadi misalnya: imam menghadap ke umat ketika memimpin Misa. Peng-gunaan bahasa setempat (Vernacular) menggan-tikan bahasa Latin. Umat saling berjabat tangan untuk memberikan salam damai. Umat didorong untuk berpartisipasi aktif dalam Misa misalnya dalam koor atau doa-doa khusus.

Umat bisa menerima komuni dengan tangan atau langsung ke mulut, tidak harus berlutut, boleh berdiri ketika menerima komuni. Baik komuni atau-pun anggur disediakan dalam Ekaristi.

Awam dan juga kaum religius boleh membantu pelayanan komuni. Diakon yang menikah muncul dalam Misa untuk membantu imam dan kadang-kadang mereka pun memberikan homili. Prosesi persembahan ditambahkan.

Bacaan Misa dalam tiga seri tahun liturgi, diambil dari kutipan Kitab Suci. Homili dimaksudkan untuk menjelaskan makna Bacaan dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

Arsitektur gereja lebih menekankan segi fungsio-nal dan minimalis dalam dekorasi. Bentuk melebar seperti auditorium lebih diminati daripada berlo-rong panjang menuju altar, Musik gitar semakin sering digunakan [di samping organ]. Begitu pula lagu-lagu baru diciptakan.

KesimpulanDari pembahasan sejarah singkat Misa tersebut di

atas, kita bisa menyimpulkan bahwa begitu banyak perubahan tata cara, terlepas dari besar atau pun kecil, yang terjadi sejak Perjamuan Malam Terakhir. Sekalipun demikian, hal yang mendasar tetap sama.

Dalam konteks inilah perayaan Ekaristi bisa dikatakan sebagai realita yang dinamis dan hidup. Sementara kita tidak menghendaki eksperimentasi konstan, namun kita perlu untuk terus memperhati-kan dengan penuh cinta kualitas Misa sebagai pera-yaan ilahi. Karena itu kita dapat memuji dan bersyu-kur kepada Allah: Bapa, Putera dan Roh Kudus.

Sejarah Ekaristi ....

11 Warta KKIH Juli 2013

Seminar “Good Families Don’t Just Happen”Catherine Garcia-PratsLaporan oleh Heru-Fadjar, Peserta Seminar

Membina ikatan perkawinan berarti mema-hami mengapa Allah menciptakan kita (yaitu untuk mengenal, mencintai dan melayaniNya) dan saling mensharingkan apa yang kita kehendaki dalam hidup perkawinan dan keluarga.

Empat hal pen- ting dalam hidup kita, yaitu: cinta, p e n g h a r g a a n , komitmen dan iman. Mencintai adalah suatu pili-han dan bukan suatu perasaan. M e n g h a r g a i tampak dari nada suara. Anak-anak menyaksi-kan dan mendengar apa dan bagaimana kita saling berbicara. Berkomitmen mempunyai kemampuan untuk menetapkan prioritas khususnya bagaimana kita meluangkan waktu bersama anak-anak demi

mempererat ikatan batin. Dan akhirnya beriman teguh yang menjadi pedoman dan titik pusat setiap keputusan kita. Mohonlah kepada Tuhan untuk membantu kita melakukan hal-hal yang perlu tetapi tidak ingin kita lakukan.

Cinta adalah landasan utama yang menggerakkan kita untuk melakukan sesuatu. Percayalah sepenuh-

nya kepada Allah. Carilah waktu hening, untuk membaca atau m e n d e n g a r -kan musik yang m e m p e r k a y a h u b u n g a n m u dengan Allah.

B e r d o a l a h bersama sejak anak-anak masih

kecil. Sekalipun awal-nya mereka tidak memahami tetapi lama kelamaan mereka mengerti. Keluarga yang berdoa bersama biasanya akan utuh bersama. Parenting is challeng-ing, demanding and constant but rewarding.

Bazar Tahunan di KJRI

Bazar tahunan tahun ini diadakan pada tanggal 15 Juni atau dua bulan lebih awal daripada biasa-nya. Di samping karena terbentur jadwal puasa, kebetulan pak Al (Konjen kita) akan beralih tugas ke tanah air. Jadi bazar kali ini bisa dijadikan semacam acara perpisahan buat beliau.

Seperti biasanya KKIH ikut berpartisipasi dalam memeriahkan bazar dengan membuka stand sate KKIH dan aneka makanan kecil (martabak manis, kue pukis dan serabi) serta minuman segar dingin.

Tidak ketinggalan pula, kelompok KKIH Youth ikut memeriahkan panggung gembira dengan suguhan lima lagu lengkap dengan iringan musiknya. Kerja keras kelompok ini, selama beberapa minggu sebe-lumnya di bawah asuhan Oom Teguh Inarsoyo dan Oom Kevin Kang, memang pantas diacungi jempol. Mereka berhasil tampil memukau, danprofesional.

Bazar yang berlangsung selama kira-kira 6 jam di halaman parkir belakang KJRI sungguh memer-lukan persiapan beberapa hari sebelumnya. Seka-lipun demikian, kami merasa puas dan senang. Bukan saja karena jualan yang laris manis (sehingga ada tambahan kas) tetapi juga karena ikatan persa-hatan di antara para umat semakin erat. Plus, KKIH meraih Juara II dekorasi booth.

Indolapan (the EIght Indonesians) Group in action.

Peserta seminar berpose bersama Cathy Garcia-Prats (duduk depan ketiga dari kanan).

12 Warta KKIH Juli 2013

Perayaan Mother’s DayNai Nai TjiptasuraPenggiat Rosario

Acara Minggu tanggal 12 Mei 2013 rasanya lain dari biasa. Kenapa? Sebab pada Mothers’ Day para bapak bertugas menyiapkan makan sesudah misa. Rupanya para bapak ingin memanjakan sang isteri pada hari yang istimewa itu.

Di akhir Misa, para ibu diberkati oleh gembala kita Romo John. Lalu kami semua menuju Parish Hall untuk menikmati bermacam hidangan dan hiburan. Jogetan para bapak ternyata tidak kalah dengan Inul. Lebih mengherankan lagi, ternyata pelatihnya yaitu si cantik Olivia, anak Kevin dan Ina Kang. Ada juga trio kwek kwek, eh maaf salah. Mereka adalah Agnes B. Megan dan Olivia yang secara luar biasa menampilkan bakat musik mereka. Semua orang tampak menikmati dan malah ada yang ikut bergo-yang di tempat duduk masing-masing.

Puncak acara yaitu ketika para ibu menerima kuntum bunga dari putra putrinya. Acara dipan-

du oleh MC kita yang lucu dan kocak, yaitu Paulus Siboro. MC mengajak hadirin menyanyikan lagu Ibu Kartini. Saya menyeletuk: “Masa ibu Kartini. Kena-pa tidak Kasih Ibu?”

Terima kasih kepada Yanti Teguh dan Yulia Gunawan yang telah melatih kami dalam koor Misa hari itu. Juga kepada Missy yang selalu mencarikan ojeg untukku. Akhirnya terima kasih kepada Inge junior atas tawaran ojegan.

Merayakan Ekaristi Bersama di KKIH Irwan HidajatKetua Pengurus

Lukas 22: 8-12Lalu Yesus menyuruh Petrus dan Yohanes, kata-Nya:

“Pergilah, persiapkanlah perjamuan Paskah bagi kita supaya kita makan.”

Menghadiri perayaan Ekaristi bersama KKIH cukup unik karena selain mempersiapkan hati dan pikiran, banyak hal-hal lain yang kita persiapkan. Mulai dari memilih petugas gereja, menyiapkan lagu dan slide, membawa dan menyiapkan pera-latan musik untuk koor serta membawa buku-buku dan peralatan misa lainnya. Selaku tuan rumah, kita mempersiapkan ruangan agar Tamu Agung kita yaitu Kristus sendiri bisa mengadakan perjamuan bersama kita.

Merayakan Ekaristi adalah kesempatan bagi kita semua, bukan saja sebagai umat, tetapi juga ikut berperan serta sebagai tuan rumah seperti yang

dikisahkan dalam Injil Lukas tersebut di atas. Parti-sipasi kita sebagai tuan rumah dapat terwujud dalam peran sebagai lektor/lektris, koor, petugas persembahan, misdinar dll. Tuhan Yesus membu-tuhkan bantuan kita agar Dia dapat merayakan perjamuan bersama kita. Tua dan muda, semuanya bisa mengambil andil sebagai tuan rumah. Besar kecil peran kita tidaklah masalah, karena apa yang kita kerjakan untuk Tuhan tidak akan sia-sia (1 Korintus 15:58).

Pada Oktober yad KKIH akan genap berusia 14 tahun. Banyak organisasi kedaerahan atau komu-nitas berdasar kesamaan minat tidak bisa langgeng hingga sekian lama. Ekaristi-lah yang menjadi menjadi alasan utama mengapa organisasi ini berdi-ri dan selanjutnya menjadi faktor pemersatu sesa-ma umat. Kita bisa bertahan dan bertumbuh dengan kegiatan-kegiatan lainnya, karena kita selalu mulai dengan merayakan Ekaristi bersama dua kali setiap bulan.

Suguhan tarian jenaka “Gangnam Style” oleh bapak-bapak dan Romo dipimpin Olivia untuk para Ibu yang berbahagia.