vol. vii no.12 ii p3di juni 2015

24

Upload: infosingkat

Post on 16-Dec-2015

18 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Kendala Yurisdis Implementasi BPJS Ketenagakerjaan (LFN)Isu Pengungsi Global dan Kebijakan Australia (AP)Perlindungan terhadap Anak Angkat (MT)Strategi Mengatasi Penurunan Kinerja Ekspor Indonesia (DW)Dana Program Pengembangan Daerah Pemilihan DPR RI (Dana Aspirasi) dalam Perspektif Kebijakan Publik (RK)

TRANSCRIPT

  • - 1 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VII, No. 12/II/P3DI/Juni/2015H U K U M

    Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

    KENDALA YURIDIS IMPLEMENTASI BPJS KETENAGAKERJAAN

    Luthvi Febryka Nola*)

    Abstrak

    UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial telah menetapkan 1 Juli 2015 sebagai awal penyelengaraan 4 program jaminan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Namun demikian, sampai pertengahan Juni 2015, peraturan pelaksana yang akan menunjang penyelenggaraan program BPJS Ketenagakerjaan tersebut belum juga diundangkan. Tidak adanya peraturan pelaksana akan bermuara pada kekosongan hukum sedangkan keterlambatan penetapan peraturan pelaksana akan membatasi sosialisasi terhadap UU. Akibatnya, penetapan peraturan pelaksana dari BPJS Ketenangakerjaan pada akhirnya jelas akan menimbulkan permasalahan secara hukum. DPR sebagai lembaga legislatif perlu menekan pemerintah supaya segera penetapkan peraturan pelaksana dan mengawasi proses sosialisasinya.

    PendahuluanTanggal 1 Juli 2015 merupakan waktu

    yang ditunggu-tunggu oleh 118, 2 juta jiwa orang yang bekerja di Indonesia. Pasalnya, pada tanggal tersebut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan akan resmi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT), jaminan pensiun (JP), dan jaminan kematian (JKm) bagi para pekerja. Namun, pemberlakuan program jaminan tersebut masih terbatas pada peserta selain peserta yang dikelola oleh PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero).

    Untuk menunjang pelaksanaan program-program jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan, UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

    (UU BPJS) dan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) telah mengamanatkan pembuatan beberapa peraturan pelaksana sebagai peraturan teknis dalam memberikan jaminan sosial bagi pekerja di Indonesia.

    Hampir semua peraturan pelaksana yang diamanatkan oleh UU BPJS telah ditetapkan, kecuali terkait tata cara pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun dari PT Asabri (Persero), serta pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT Taspen (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan. Terkait proses pengalihan ini, Pasal 65 UU BPJS memberikan peluang jangka waktu sampai paling lambat tahun

    *) Peneliti Muda Hukum pada Bidang Hukum, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

  • - 2 -

    2029. Sedangkan peraturan pelaksana sebagaimana yang diamanatkan oleh UU SJSN terkait dengan JKK, JHT, JP dan JKm belum terbentuk sampai dengan pertengahan Juni 2015. Ketiadaan peraturan pelaksana terkait JKK, JHT, JP dan JKm tentunya akan menimbulkan permasalahan secara hukum terkait operasional BPJS Ketenagakerjaan kedepannya.

    Isu Krusial Substansi Peraturan Pelaksana

    Penyiapan draf peraturan pelaksana terkait JKK, JHT, JP dan JKm sebetulnya telah dilakukan jauh-jauh hari. Dalam perkembangannya proses pembahasan mengalami kendala yang serius akibat sulitnya pencapaian kesepakatan antar-pemangku kepentingan, baik antara kementerian yang terlibat, pengusaha dengan pemerintah, pemerintah dengan asosiasi pekerja, dan asosiasi pekerja dengan pengusaha. Untuk menjembatani beberapa perbedaan yang terjadi, pemerintah telah menggelar sejumlah pertemuan dengan pemangku kepentingan terkait.

    Dari beberapa pertemuan tersebut terdapat sejumlah permasalahan yang mengemuka. Pertama, pada pembahasan tentang JKK dan JKm terjadi tarik-menarik pengelolaan antara Taspen dengan BPJS Ketenagakerjaan, terutama berkaitan dengan peserta yang berasal dari pemberi kerja penyelenggara negara (pemerintah). Pegawai pemerintah sebelumnya tidak pernah mendapatkan kedua bentuk jaminan ini tetapi berdasarkan UU BPJS, UU SJSN dan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), pegawai pemeritah berhak mendapatkan jaminan JKK dan JKm. Untuk menjembatani perbedaan ini Presidium Komite Politik Buruh Indonesia (KPBI), Indra Munaswar, mengusulkan untuk memisahkan aturan JKK dan JKm bagi pegawai pemerintah dan pegawai swasta dengan pertimbangan perbedaan manfaat dan pengenaan sanksi. Sebaliknya, BPJS Watch, selaku pihak independen pemantau pelaksanaan BPJS mengusulkan untuk menggabungkannya ke dalam BPJS Ketenagakerjaan dengan alasan sesuai dengan amanat UU BPJS dan UU SJSN.

    Kedua, pembahasan PP tentang JHT memunculkan permasalahan terkait adanya keinginan pengusaha untuk mengganti

    JHT dengan jaminan pensiun. Serikat pekerja menentang usulan ini karena kedua bentuk jaminan ini memiliki peruntukan yang berbeda, JHT berguna mendukung hak dasar pekerja agar bisa bekerja di masa tua sedangkan jaminan pensiun berfungsi mengganti upah bulanan yang biasa diterima pekerja.

    Ketiga, yang paling alot pembahasannya berkaitan dengan pengaturan besaran presentase iuran JP yang harus dibayarkan oleh pekerja dan pemberi kerja. Besaran iuran yang diusulkan oleh penyelenggara jaminan sosial sebesar 8 persen. Angka itu didukung oleh Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan serikat pekerja. Menurut Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker, Wahyu Widodo, penetapan angka itu sudah melalui survei BPJS Ketenagakerjaan ketika masih bernama PT Jamsostek. Survei itu melibatkan sekitar 4.250 responden yang terdiri dari buruh dan pengusaha. Namun, dunia usaha mengusulkan 1,5 persen, dengan alasan telah ada program JHT dan pesangon. Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyarankan pada angka 3 persen dengan kenaikan bertahap. Sebelumnya Kemenkeu menyetujui besaran iuran JP 8 persen dengan catatan pengusaha mau menjalaninya.

    Pembahasan tentang jaminan sosial bagi tenaga kerja ini akhirnya membahas pula masalah jaminan sosial bagi pegawai outsourcing dan pekerja kontrak. Berdasarkan keterangan dari Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri, pemerintah pada dasarnya menginginkan agar pekerja outsourcing dan pekerja kontrak mendapatkan perlindungan jaminan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan.

    Ketegasan Pemerintah Berkaitan dengan alotnya pembahasan

    JKK dan JKm, pemerintah secara tegas dapat memutuskan untuk menyerahkannya kepada BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini dikarenakan berdasarkan Pasal 18 UU SJSN dan Pasal 92 ayat (2) UU ASN secara jelas dinyatakan bahwa JKK dan JKm merupakan bagian program jaminan sosial nasional. BPJS merupakan badan yang ditunjuk oleh UU SJSN untuk menyelenggarakan program jaminan sosial nasional. Kemudian secara OHELK VSHVLN 3DVDO D\DW 88 %3-6mendelegasikan penyelenggaraan JKK dan

  • - 3 -

    JKm kepada BPJS Ketenagakerjaan. Dengan demikian, secara hukum jelas bahwa BPJS Ketenagakerjaan yang berhak mengelola JKK dan JKm bagi pegawai pemerintahan. Kondisi ini dipahami oleh pemerintah periode sebelumnya dengan mengelurkan Perpres No. 109 Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial. Pasal 5 Perpres tersebut menyatakan bahwa pendaftaran bertahap JKK dan JKm bagi pekerja yang bekerja pada pemberi kerja dan penyelenggara negara kepada BPJS Ketenagakerjaan harus sudah dilakukan paling lambat 1 Juli 2015. Berdasarkan konsep pemikiran ini seharusnya tarik-menarik kepentingan antara PT Taspen dengan BPJS Ketenagakerjaan tidak terjadi.

    Pada pembahasan PP tentang JHT, permasalahan yang muncul terkait dengan adanya keinginan pengusaha untuk mengganti JHT dengan JP. Apabila berpedoman pada Pasal 6 ayat (2) UU BPJS dan Pasal 35 sampai dengan Pasal 42 UU SJSN jelas terdapat perbedaan antara konsep JHT dengan JP sehingga dari awal pemerintah dapat menegaskan adanya perbedaan ini dan tidak mengakomodasi keinginan pengusaha.

    Terakhir, yang paling sulit pembahasan berkaitan dengan pengaturan JP soal besaran presentase iuran yang harus dibayarkan oleh pekerja dan pemberi kerja. Berkenaan dengan persentase iuran, UU SJSN dengan tegas telah mendelegasikan permasalahan ini ke dalam PP. Namun Pasal 39 ayat (2) UU SJSN memberikan pembatasan bahwa penyelenggaraan jaminan pensiun harus memperhatikan derajat kehidupan yang layak. Apabila berpegang pada UU SJSN tentunya besar iuran JP yang ditetapkan oleh pemerintah adalah sebesar 8% seperti yang diusulkan Kemenakertrans, ILO, dan serikat pekerja.

    Berkenan dengan keanggotaan pekerja kontrak dan outsourcing pada BPJS Ketenagakerjaan tentunya bersifat wajib, karena hal ini merupakan amanat dari UU SJSN yang menganut prinsip kepesertaan dengan mengharuskan seluruh penduduk untuk menjadi peserta jaminan sosial. Selain itu keanggotaan bagi outsourcing dan pegawai kontrak juga merupakan amanat dari Pasal 99 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh

    jaminan sosial tenaga kerja. Hanya saja berkaitan dengan kepesertaan JHT dan JP membutuhkan ketentuan khusus karena dalam JHT dan JP ada ketentuan tentang rentang waktu pembayaran iuran minimal. Sedangkan pekerja kontrak dan outsourcing hanya bekerja dalam rentang waktu yang singkat. Ketentuan khusus ini harus dapat segera dirumuskan dan tidak menghalangi pemerintah untuk segera menetapkan PP terkait. Ketentuan terkait rentang waktu pembayaran iuran minimal dapat menjadi salah satu materi yang diatur dalam PP terkait.

    Kekosongan Hukum dan Kurangnya Sosialisasi

    Kompromi-kompromi yang telah dilakukan melalui beberapa pertemuan antar-pemangku kepentingan terkait, hendaknya dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk langsung merumuskan kebijakan. Lamanya proses pembahasan menunjukan bahwa pemerintah begitu banyak pertimbangan. Dalam konteks usaha, langkah ini menjadi semakin penting untuk menghasilkan hukum yang responsif yang mampu menampung semua aspirasi dalam masyarakat.

    Akan tetapi pada situasi darurat ketegasan sebagai eksekutif sangat dibutuhkan. Penetapan peraturan pelaksana dari UU BPJS termasuk darurat untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum pada 1 Juli 2015. Kekosongan hukum sebagai akibat dari tidak adanya peraturan pelaksana menurut Soerjono Soekanto merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Dengan belum adanya peraturan pelaksana dari 4 jaminan tersebut akan mengakibatkan kekosongan hukum terkait dengan peraturan yang bersifat teknis sehingga BPJS Ketenagakerjaan tidak akan dapat menyelengarakan berbagai program jaminan sosial sebagaimana diamanatkan oleh UU BPJS dan UU SJSN. Hal tersebut menjadi penyebab dari kegagalan negara dalam menjalankan kewajibannya untuk memberikan jaminan sosial, khususnya bagi para pekerja.

    Penetapan peraturan pelaksana yang terlalu berdekatan dengan tenggat waktu akhir pelaksanaan UU bahkan sampai terlambat diberlakukan dapat berdampak negatif pada proses penegakan hukum ketentuan peraturan pelaksana tersebut. Kondisi

  • - 4 -

    ini membuat proses sosialisasi terhadap peraturan pelaksana menjadi sangat singkat bahkan tidak ada. Akibatnya masyarakat tidak mengetahui dan memahami hukum yang berlaku. Dalam penegakan hukum, bisa saja penegak hukum menggunakan asas FWLH hukum atau Ignorare Legis est lata Culpa. Sesuai FWLH hukum, setiap warga negara dianggap mengetahui sehingga tidak dapat mengelak untuk diberlakukan suatu ketentuan peraturan perundang-undangan dengan alasan tidak tahu. Akan tetapi hal tersebut tentu tidak memberikan keadilan bagi masyarakat yang tidak mendapatkan informasi atau sosialisasi atas peraturan tersebut.

    Pemerintah dapat berkaca pada kegagalan BPJS Kesehatan. Peraturan pelaksana dari BPJS Kesehatan yang baru diundangkan menjelang beroperasinya layanan bahkan ada yang diundangkan setelah mulai beroperasi telah mengakibatkan masyarakat yang seharusnya dilayani justru PHQGHULWD NHUXJLDQ EDLN VHFDUD QDQVLDOmaupun moral. Tidak hanya masyarakat, BPJS Kesehatan sendiri bahkan pada akhirnya juga menderita kerugian.

    PenutupUU BPJS telah menetapkan 1 Juli 2015

    sebagai awal dimulainya penyelenggaraan 4 program jaminan oleh BPJS Ketenagakerjaan, mencakup jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Namun demikian, sampai pertengahan Juni 2015, peraturan pelaksana yang akan menunjang pernyelenggaraan program dari BPJS Ketenagakerjaan belum juga diundangkan. Secara teori dan kenyataan empris, tidak adanya peraturan pelaksana akan bermuara pada kekosongan hukum yang menyebabkan BPJS Ketenagakerjaan tidak akan dapat menyelenggarakan program jaminan sebagaimana diamanatkan oleh UU. Pada saat yang sama keterlambatan penetapan peraturan pelaksana akan membatasi sosialisasi terhadap UU yang akan bermuara pada munculnya rasa ketidakadilan dalam masyarakat.

    Oleh sebab itu Pemerintah perlu segera menetapkan peraturan pelaksana dari BPJS Ketenagakerjaan. Permasalahan perbedaan kepentingan antara berbagai kepentingan dan permasalahan koordinasi

    dalam penetapan peraturan tentang jaminan sosial dapat diatasi dengan tindakan tegas Presiden kepada para pembantunya untuk menyegerakan RPP dimaksud. Selain itu, setelah peraturan pelaksana ditetapkan, sosialisasi peraturan yang efektif dapat dilakukan melalui komunikasi yang efektif dari aparat pemerintahan melalui saluran media dan seluruh instansi terkait.

    DPR sebagai lembaga legislatif perlu untuk mendesak pemerintah supaya segera penetapkan peraturan pelaksana dan melakukan sosialisasi. Selanjutnya, DPR juga perlu melakukan pengawasan secara ketat terhadap pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan supaya masyarakat tidak mengalami kerugian sebagaimana yang terjadi dengan BPJS Kesehatan.

    ReferensiUU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

    Negara.Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang

    Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang

    Sistem Jaminan Sosial Nasional. Agus Surono. 2013. Fiksi Hukum dalam

    Pembuatan Peraturan Perundang-undangan. Jakarta: FH Universitas Al-Azhar.

    Soerjono Soekanto. 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. -DNDUWD375DMD*UDQGR3HUVDGD

    Besarnya Jaminan Pensiun Sudah Lewet Kajian, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5541aa9225c1d/besaran-jaminan-pensiun-sudah-lewat-kajian, diakses 22 juni 2015.

    Jaminan Pensiun Tak Bisa Gantikan JHT dan Pesangon, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5445d1d5eac5b/jaminan-pensiun-tak-bisa-gantikan-jht-dan-pesangon, diakses 22 juni 2015.

    Outsourcing & Pekerja Kontrak Dapat Jaminan Sosial, hhttp://www.dpp.pkb.or.id/content/outsourcing-pekerja-kontrak-dapat-jaminan-sosial, diakses 22 juni 2015.

    Jaminan Pensiun: Besaran Iuran 1.5%-3% 'LQLODL 7LGDN /D\DN KWWSQDQVLDObisnis.com/read/20150614/215/443204/jaminan-pensiun-besaran-iuran-15-3-dinilai-tidak-layak, diakses 22 juni 2015.

  • - 5 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VII, No. 12/II/P3DI/Juni/2015HUBUNGAN INTERNASIONAL

    Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

    ISU PENGUNGSI GLOBAL DAN KEBIJAKAN AUSTRALIA

    Adirini Pujayanti*)

    Abstrak

    Masalah pengungsi yang jumlahnya terus meningkat menjadi perhatian dunia. Di saat negara-negara berkembang terus menerima beban limpahan pengungsi yang masuk secara illegal ke negara mereka, mayoritas pemerintah di negara-negara maju justru berupaya menutup diri dari serbuan pengungsi ini. Australia ditengarai melakukan penyuapan kepada awak kapal sindikat penyelundupan manusia ke negaranya dan mengarahkan kembali kapal pencari suaka tersebut ke Indonesia. Isu ini menjadi sorotan tidak hanya di Indonesia maupun di Parlemen Australia sendiri, tetapi juga secara internasional.

    Pendahuluan.RQLN GDQ NHNHUDVDQ GL EHUEDJDL

    belahan dunia menyebabkan 60 juta orang terpaksa menjadi pengungsi. Badan Pengungsi PBB (UNHCR) menyebut satu tahun terakhir terjadi lonjakan jumlah pengungsi mencapai lebih dari 8,3 juta orang. Dilaporkan, kini sekitar 10 juta orang di seluruh dunia berstatus tanpa kewarganegaraan (stateless) atau no nationality. Mayoritas menyandang status tersebut melintasi perbatasan antar negara VHFDUD LOHJDO NDUHQD PHQJKLQGDUL NRQLNmengalami perlakuan diskriminatif dan ketidakadilan hukum di negara asalnya.

    Sejak tahun 1994, Majelis Umum PBB telah memberikan mandat kepada UNHCR untuk mencegah dan mengurangi jumlah stateless di seluruh dunia. Pada peringatan

    hari pengungsi dunia, 20 Juni, UNHCR meluncurkan kampanye #IBelong yang merupakan upaya penghapusan penderitaan stateless di seluruh dunia hingga 2024. Fokus UNHCR adalah membantu anak-anak yang jumlahnya mencapai satu pertiga dari total stateless di dunia karena mereka adalah pihak yang paling dirugikan.

    UNHCR kembali mendesak negara-negara kaya untuk lebih akomodatif dan membuka diri bagi pengungsi. Sebaliknya, negara-negara maju enggan menerima pencari suaka dan cenderung mengambil kebijakan preventif untuk menahan laju pengungsi ke negaranya dan mengatasi penyebab migrasi, termasuk menggunakan opsi militer. Sementara negara-negara berkembang sering sekali tidak berdaya dan dengan pertimbangan kemanusiaan

    *) Peneliti Madya Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

  • - 6 -

    akhirnya mereka menerima pengungsi masuk ke negaranya.

    Kebijakan Pemerintah Australia di Bawah PM Tony Abbott.

    $XVWUDOLD DGDODK QHJDUD SHUDWLNDVLKonvensi Pengungsi 1951 yang telah lama menjadi negara tujuan pencari suaka, baik karena alasan politik maupun ekonomi. Di tahun 1970-an negara ini menerima dengan tangan terbuka gelombang pengungsi manusia kapal dari Vietnam ke negaranya. Kebijakan Australia ini mulai berubah sejak sepuluh tahun terakhir ketika serbuan pencari suaka dari negara-negara berkembang berupaya masuk ke Australia melalui jalur laut. Kebijakan Pemerintah Australia dalam isu pengungsi ini berbalik menjadi sikap penolakan. Indonesia adalah negara transit bagi para pencari suaka menuju Australia. Akibat isu ini hubungan bilateral kedua negara sering sekali terganggu.

    Sejak terpilih di tahun 2013, PM Australia Tony Abbott menggelar Operasi Kedaulatan Perbatasan (Operation Sovereign Borders) yang bertujuan mencegat dan memulangkan perahu pencari suaka sebelum masuk ke wilayah perairannya. Kebijakan tersebut termasuk pengiriman pencari suaka yang ada di Australia ke sejumlah kamp detensi di Pulau Nauru, Papua Nugini dan Kamboja. Sejak penerapan kebijakan tersebut, hanya satu perahu pencari suaka yang berhasil berlabuh di daratan Australia sejak Desember 2013.

    Pada tanggal 25 Mei 2015, aparat AL Australia ditengarai membayar enam awak perahu asal Indonesia anggota sindikat penyelundupan manusia yang masih berada di perairan internasional untuk membawa 65 imigran gelap asal Bangladesh, Srilanka dan Myanmar kembali ke Indonesia. Nahkoda mendapat bayaran 6000 dolar AS, awak kapal sebesar 5000 dolar AS sehingga total uang yang diberikan sebesar 31.000 dolar AS. Selain itu juga diberikan bantuan berupa sarana logistik, bahan bakar, jaket penyelamat, dan dua perahu kayu dengan arahan Pulau Rote di NTT. Seluruh barang bukti uang dolar AS tersebut kini disimpan sebagai bukti oleh pihak kepolisian Indonesia.

    Komisaris Tinggi PBB untuk pengungsi Antonio Guterres secara

    tegas mengkritik kebijakan Australia tersebut yang dianggapnya sangat tidak berperikemanusiaan. Selaku negara SHUDWLNDVL .RQYHQVL 3HQJXQJVL Australia mengetahui prinsip untuk tidak mengusir, mengembalikan, atau memulangkan pengungsi. Adanya praktek penyuapan kepada sindikat penyelundup manusia oleh aparat AL Australia semakin menguat menyusul laporan UNHCR setelah melakukan wawancara terhadap para imigran pencari suaka yang terkait dalam kasus tersebut. Meskipun demikian, secara hukum pelaku penyelundupan dan perdagangan manusia harus tetap dipenjara.

    Isu Politik dan Tradisi Penyuapan?Masalah penyelundupan manusia

    merupakan isu politik di Australia. Pemerintahan PM Abbott berada di bawah tekanan kuat parlemen karena dianggap menggunakan uang wajib pajak yang justru dibutuhkan untuk hal-hal lain. Sejauh ini PM Abbott menolak untuk membantah atau membenarkan tuduhan penyuapan yang disebutnya sebagai strategi kreatif dan menyatakan aparatnya telah bertindak sesuai dengan aturan hukum Australia. Pemerintahan Abbott secara konsisten tidak mengomentari rincian operasional di lapangan karena hal itu terkait keamanan operasional. PM Abbott berupaya menghentikan polemik di parlemen dengan menyerahkan sebuah surat kepada Senat agar seluruh dokumen-dokumen terkait kasus ini harus ditutup karena dapat mengganggu keamanan nasional, pertahanan dan hubungan internasional.

    Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyebut dugaan kasus suap itu sebagai modus baru Australia. TNI telah melakukan pengamanan di wilayah perairan perbatasan. Hanya saja, karena keterbatasan dan luasnya wilayah Indonesia kadang kekosongan pengamanan di wilayah tertentu masih saja terjadi. Di samping itu, terkait dengan hal penyuapan, TNI mengakui tidak mampu mendeteksi praktik-praktik tersebut karena kasus ini terjadi di wilayah Australia.

    Sebaliknya pers Australia memberitakan bahwa modus penyuapan terhadap pelaku sindikat penyelundupan manusia oleh aparat Australia telah berlangsung sejak sejak era pemerintahan Partai Buruh di masa PM Kevin Rudd atau

  • - 7 -

    sejak empat tahun terakhir. Strategi ini ditempuh karena dianggap lebih hemat dan menguntungkan Pemerintah Australia. Jumlah uang yang dibayarkan Australia sangat kecil jika dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan negara tersebut untuk mengelola ribuan imigran gelap yang diselundupkan masuk ke negaranya. Praktik suap dilakukan Australia dengan melibatkan badan intelijen Australia (Australian Secret Intelligence Service/ASIS) sejak tahun 2010.

    Undang-Undang Intelijen Australia memuat ketentuan bahwa agen-agen ASIS di lapangan tidak akan dituntut secara sepanjang tindakan tersebut menjadi bagian dari kinerja agensi yang layak. Pejabat Australia memang dilindungi oleh UU Imigrasi. Namun begitu, UU tersebut tidak mengatur tentang pembayaran bagi kelompok-kelompok kriminal, termasuk sindikat penyelundup manusia. Australia pantas disebut sebagai negara pendukung kejahatan terhadap kemanusiaan jika terbukti membayar sindikat kejahatan karena Australia tidak hanya melanggar UU dalam negerinya tetapi juga sekaligus, VHEDJDL QHJDUD SHUDWLNDVL NRQYHQVLpengungsi, melakukan pelanggaran internasional, yakni Konvensi tentang Pengungsi 1951 dan Konvensi PBB tentang Kejahatan Transnasional dan Terorganisasi tahun 2000.

    Sikap IndonesiaPemerintah Indonesia telah meminta

    NODULNDVL GHQJDQ PHPDQJJLO 'XWD %HVDU(Dubes) Australia Paul Grigson terkait laporan dugaan penyuapan tersebut. Pihak Australia sebaliknya justru berupaya melakukan pengalihan isu. Menteri luar negeri Australia Julie Bishop malah justru menyalahkan Indonesia yang dinilainya gagal menjaga perbatasan lautnya sehingga penyelundup leluasa pergi menuju Australia. Sementara itu, PM Tony Abbott menolak PHQJNRQUPDVL KDO WHUVHEXW GDQ PHQXGXKmass media berusaha membangkitkan perselisihan Australia dan Indonesia.

    Hikmahanto Juwana, Guru Besar UI mengatakan, Indonesia dapat meminta anggota otoritas Australia yang melakukan penyuapan terhadap para awak kapal untuk diproses secara hukum bila kebijakan penyuapan tersebut bukan merupakan kebijakan resmi Pemerintah Australia,

    tetapi inisiatif dari aparat atau istilah PM Abbott strategi kreatif dari aparat di lapangan. Indonesia dapat melakukan tuntutan hukum atas oknum tersebut atas dugaan melakukan penyelundupan manusia ke Indonesia. Hal itu disebabkan oknum WHUVHEXW PHPHQXKL NXDOLNDVL PHODNXNDQpenyelundupan manusia berdasarkan Protocol Transnational Organized Crimes (Protocol Against The Smuggling Of Migrants By Land, Sea And Air) yang telah GLUDWLNDVL$XVWUDOLDGLWDKXQ

    Lebih lanjut Hikmahanto Juwana, menyebut lima alasan Indonesia dan masyarakat internasional layak mengutuk Australia dalam kasus ini karena sudah melanggar konvensi internasional. Pertama, tindakan pemberian uang kepada para nelayan Indonesia yang membawa para pencari suaka bertentangan dengan kewajiban Australia sebagai negara peserta Konvensi tentang Pengungsi. Kedua, berdampak negatif karena nelayan Indonesia akan terdorong untuk menyediakan diri membawa pencari suaka dengan harapan ditangkap oleh otoritas Australia untuk mendapatkan uang. Dengan demikian Australia justru meningkatkan serbuan pencari suaka. Otoritas Indonesia akan kesulitan melakukan proses hukum mengingat mereka pun didorong melakukan penyelundupan manusia oleh otoritas Australia dengan menggunakan uang. Ketiga, berpotensi membahayakan keselamatan para nelayan Indonesia karena para imigran ilegal yang telah membayar nelayan akan marah dan melakukan tindakan kekerasan bila mengetahui para nelayan mendapatkan uang dari otoritas Australia untuk membawa mereka kembali di wilayah Indonesia. Keempat, dengan kembalinya para pencari suaka ke Indonesia maka akan memberatkan keuangan negara. Kelima, cara penanganan Australia sangat tidak bersahabat bagi Indonesia dan melanggar HAM para pencari suaka. Terlebih lagi cara-cara penggunaan uang yang berpotensi sebagai perilaku koruptif.

    Pemerintah Indonesia perlu memberi batas waktu Dubes Australia untuk menyampaikan penjelasan. Sementara, Polri harus tetap melanjutkan proses hukum terhadap para nakhoda dan awak yang diduga melakukan penyelundupan manusia. Jika berdasarkan berbagai barang

  • - 8 -

    bukti dan penjelasan dari pemerintah Australia terdapat bukti-bukti kuat adanya pemberian uang oleh aparat intelijen negara itu, maka Indonesia perlu mendesak agar Australia melakukan proses hukum terhadap oknum yang melakukan tindakan tersebut. Jika upaya ini tidak segera dilakukan, maka tindakan aparat intelijen ini dapat diatribusikan sebagai kebijakan pemerintah Australia. Artinya, penghalauan kapal pencari suaka yang menggunakan uang dan masuk dalam kategori perilaku koruptif merupakan kebijakan pemerintah Australia.

    PenutupDalam kasus ini Indonesia sangat

    dirugikan, DPR dapat meminta Pemerintah untuk meninjau kembali upaya normalisasi hubungan diplomatik Australia dan Indonesia paska kasus penyadapan telpon di tahun 2013. Pemerintah Indonesia dapat menimbang kembali kerja sama penanganan terorisme dan imigran gelap, terutama di bidang kerja sama intelijen, militer dan kepolisian negara dengan Australia. Hal tersebut dapat dilakukan Pemerintah Indonesia hingga Pemerintahan 30$EERWWPHPEHULNDQNODULNDVL WHUKDGDSisu penyuapan sebagaimana yang diminta Pemerintah Indonesia.

    Kasus ini juga menunjukan perlunya memperkuat pengawasan keamanan di wilayah perairan Indonesia. DPR dapat meminta pemerintah untuk lebih memperbaiki kondisi tersebut agar kasus seperti ini tidak kembali berulang. Untuk itu patrol TNI AL dan TNI AU di wilayah perairan Indonesia harus semakin di tingkatkan, terutama di kawasan perbatasan laut. DPR dapat membantu dengan meningkatkan anggaran pertahanan, khususnya TNI AL dan TNI AU agar bekerja lebih maksimal dengan sarana dan pra sarana yang lebih baik.

    Referensi"Penyuapan Picu ketegangan, Kompas, 16

    Juni 2015, h. 9.Australia Langgar Konvensi, Media

    Indonesia, 16 Juni 2015, h.2."Warga Bumi tanpa Warga Negara", Media

    Indonesia, 16 Juni 2015, h.23."PM Tony Abbott Akui Hubungan dengan

    Indonesia Tetap Kuat", http://news.detik.com/australia-plus-abc/2943448/p m - t o n y - a b b o t t - a k u i - h u b u n g a n -dengan-indonesia-tetap-kuat, diakses 16 Juni 2015.

    "Suap dinilai sesuai ketentuan", Kompas, 17 Juni 2015, h.8.

    "Partai Buruh Minta Audit Dugaan Suap Penyelundup", Republika, 16 Juni 2015, h.20.

    "Menlu RI: Harusnya Australia Tak Mengalihkan Isu Victor Maulana", 15 Juni 2015, http:// international. sindonews. com/ read/ 1012861/40/menlu-r i -harusnya-austral ia-tak-mengalihkan-isu 434361211, diakses 16 Juni 2015.

    "RI Kantongi bukti Penyuapan Australia", Kompas, 17 Juni 2015, h.2.

    "5 Alasan Australia Layak Dikutuk soal Suap ke Penyelundup Manusia", 15 Juni 2015, http://international.sindonews.c o m / r e a d / 1 0 1 2 8 5 7 / 4 0 / 5 - a l a s a n -australia-layak-dikutuk-soal-suap-kepenyelundup-manusia-434360519 diakses 16 Juni 2015.

    "Cash to Smugglers Stirs migrant Debate", International New York Times, 22 Juni 2015.

    "Pengungsi di Dunia Melonjak", Kompas, 19 Juni 2015.

    "Menggugat Komitmen DuniaKrisis Pengungsi Dunia, Kompas, 21 Juni 2015, h. 4.

  • - 9 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VII, No. 12/II/P3DI/Juni/2015KESEJAHTERAAN SOSIAL

    Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

    PERLINDUNGAN TERHADAPANAK ANGKAT

    Mohammad Teja*)Abstrak

    Kasus penelantaran, penyiksaan, dan bahkan pembunuhan terhadap anak justru dilakukan oleh orang terdekat mereka, seperti yang terjadi pada Angeline di Bali. Peristiwa ini mengindikasikan kurangnya kepekaan dan kepedulian masyarakat terhadap gejala penelantaran dan penyiksaan dalam keluarga korban. Buruknya perlakuan terhadap anak angkat (adopsi) ini mengingatkan Pemerintah dan masyarakat untuk menindak pelanggaran pelaksanaan prosedur adopsi. Untuk memastikan perlindungan terhadap anak angkat, bimbingan dan pengawasan dari pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan. Penyadaran akan pentingnya kesiapan mental dan materi bagi pasangan muda dalam hal memiliki anak tentunya menjadi penting untuk mencegah maraknya proses adopsi nonprosedural yang tidak sedikit berujung pada kasus penelantaran anak.

    PendahuluanTidak lama setelah kasus penelantaran

    anak yang dilakukan oleh suami dan istri terhadap kelima anak kandungnya di Cibubur Mei 2015 lalu, masyarakat kembali dikejutkan oleh berita ditemukannya mayat seorang anak perempuan berumur 8 tahun di dekat kandang ayam rumahnya. Setelah sempat dikabarkan hilang pada tanggal 16 Mei 2015, bocah bernama Angeline itu ditemukan warga pada tanggal 10 Juni 2015. Ada bekas jeratan di leher jenazah, serta 24 tanda-tanda kekerasan lainnya di beberapa bagian tubuh, seperti memar, lebam, luka bekas pukulan, dan bekas sundutan rokok.

    Temuan tersebut menambah daftar kasus kekerasan terhadap anak. Menurut

    Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) sejak 2011 telah terjadi 11.381 kasus kekerasan dengan lebih dari 50 persennya adalah kekerasan seksual. Rata-rata terjadi 2.788 kasus kekerasan terhadap anak per tahunnya dengan puncak frekuensi terjadi pada tahun 2013 sebanyak 3.339 kasus (lihat Gambar 1). Selain kejahatan seksual, kasus-kasus yang terjadi terhadap anak antara lain penjualan anak, penelantaran, dan perebutan anak. Kondisi ini mengindikasikan bahwa Indonesia masih belum sepenuhnya melindungi anak dari kejahatan orang dewasa.

    Pelaku penelantaran dan kekerasan terhadap anak sebagian besar terjadi di wilayah domestik oleh orang terdekat

    *) Peneliti Muda Sosiologi pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jendral DPR RI. E-mail: [email protected].

  • - 10 -

    mereka sendiri, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan tempat anak tinggal. Penyebab utamanya adalah rendahnya pengetahuan orang tua dan masyarakat terhadap hak-hak anak. Banyak faktor yang memicu kekerasan terhadap anak, seperti faktor sosial ekonomi (kemiskinan, kesenjangan sosial, dan lain-lain) atau faktor psikologis (rendahnya kematangan orang tua). Kasus-kasus kekerasan terhadap anak angkat sering dilakukan sebagai hukuman karena alasan sepele. Masih banyak orang WXD\DQJPHQJDQJJDSEDKZDKXNXPDQVLNmerupakan cara untuk mendisiplinkan anak.

    Dengan adanya kasus ini, maka perlu dikaji bagaimana praktek adopsi dan mengapa dapat terjadi perlakuan salah terhadap anak adopsi.

    Proses Pengangkatan Anak di Indonesia

    Menurut Ahmad Kamil, 2008, (dalam Matuankotta, 2011: 76) latar belakang pengangkatan anak di kalangan masyarakat Indonesia mempunyai beberapa tujuan: a) untuk meneruskan keturunan; b) untuk mewariskan harta; c) untuk memberikan jaminan hidup dan masa depan yang baik bagi anak tersebut; d) komersial/eksploitasi; dan e) sekedar untuk pancingan.

    Memang, proses pengangkatan anak tidak mudah dilakukan. Prosedur pengangkatan anak telah diatur dalam PP No 54 Tahun 2007. Selain mempersiapkan setumpuk kelengkapan dokumen, orang tua kandung harus mengajukan permohonan penyerahan anak untuk diasuh dan diangkat ke Dinas Sosial. Selanjutnya tim khusus penilaian melakukan pengecekan kepada calon orang tua angkat, terkait suasana rumah, keuangan, hingga kesiapan mental calon orang tua baru. Kemudian, anak diberikan waktu selama enam bulan untuk berinteraksi dengan orang tua angkat dan jika dinilai cocok, pengangkatan anak ditetapkan oleh surat pengesahan dari pengadilan (Lihat Gambar 2).

    Proses yang membutuhkan waktu membuat calon orang tua angkat tidak sabar. Namun sebaliknya, jangka waktu yang lama ini memberikan masa persiapan yang cukup bagi calon orang tua untuk dapat beradaptasi dengan tugas-tugas pengasuhan. Di Australia proses adopsi anak memerlukan waktu 5-10 tahun dan belum tentu disetujui oleh pemerintah. Bahkan pada tahun 2014, pemerintah Australia membentuk badan federal baru guna menangani adopsi bagi anak dari luar negeri. Walaupun badan ini bukan untuk mempermudah dan menyederhanakan proses adopsi dengan segala persyaratannya, tetapi badan ini memberikan harapan baru bagi anak yang tidak memiliki keluarga dan harapan baru bagi anak yang tidak memiliki orang tua.

    Pengangkatan Anak secara IlegalDalam prakteknya, anak angkat dapat

    mengalami masalah kejelasan status hukum.

    Gambar 1 Frekuensi Kasus Kekerasan dan Persentase Kekerasan Seksual terhadap Anak 2011-2015

    Sumber: Diolah dari Media Indonesia, 12 Juni 2015.

    Yang lebih menyedihkan adalah fakta bahwa Angeline merupakan anak angkat (adopsi) yang diambil pasangan suami istri Douglas dan Margriet sejak bayi. Ia diserahkan orang tua kandungnya yang tidak mampu secara ekonomi untuk membesarkan. Malangnya, kondisi Angeline ternyata tidak sebaik yang diidamkan. Setidak-tidaknya hampir satu tahun sebelum terbunuhnya korban, penampilan lusuh dan bau kotoran hewan mewarnai kesehariannya. Luka-luka di tubuhnya pun sudah diketahui oleh guru dan orang tua murid. Bahkan penghuni kos rumah orang tua angkat Angeline kerap mendengar ibu angkatnya memarahinya di malam hari.

    Meskipun demikian, tidak ada yang menghentikan perlakuan buruk terhadap Angeline hingga ia akhirnya ditemukan telah tidak bernyawa. Padahal, sesuai dengan Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU PA), pengangkatan anak hanya dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak.

  • - 11 -

    Hal ini sering disebabkan oleh: a) motivasi pengangkatan anak bukanlah semata untuk kepentingan yang terbaik bagi anak, tetapi untuk komersial, perdagangan, sekedar pancingan, dan setelah memperoleh anak kemudian anak angkat disia-siakan atau diterlantarkan; b) rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya dokumen akta kelahiran melalui pencatatan pengangkatan anak setelah memperoleh persetujuan melalui penetapan pengadilan; dan c) sosialisasi yang kurang dari pemerintah terhadap pemberlakuan peraturan yang baru, khususnya terhadap masyarakat yang berdomisili di pedesaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan proses pengangkatan anak.

    Proses pengangkatan anak yang tidak mengikuti prosedur yang semestinya tentunya akan menyebabkan minimnya pengawasan terhadap kasus penelantaran anak. Menurut catatan Kementerian Sosial, sepanjang tahun 2009 ada 50 orang anak diadopsi oleh warga negara Indonesia. Selanjutnya di tahun 2010 tercatat 48 anak, dan di tahun 2011 tercatat 29 anak diadopsi. Sementara untuk adopsi lintas negara pada tahun 2009 dan 2010 masing-masing 11 orang anak, pada tahun 2012 sebanyak 8 orang anak dengan 9 orang lagi masih menunggu proses. Namun demikian, apakah jumlah ini yang pada kenyataannya terjadi?

    Pengangkatan anak melalui prosedur yang tidak benar atau ilegal masih sering terjadi di Indonesia. Dalam kasus Angeline, diketahui orang tua angkat

    menyalahi ketentuan sebagai berikut (1) tidak memenuhi syarat sebagai orang tua angkat karena sudah memiliki 2 anak, (2) tidak menyertakan surat izin dari negara asal (Amerika) orang tua laku-laki, (3) tidak melalui prosedur pengasuhan, (4) melanggar ketentuan tentang usia dan agama anak yang boleh diadopsi, (5) tidak memiliki surat penetapan dari pengadilan, hanya akta notaris. Selain itu, tidak adanya bimbingan dan pengawasan oleh pekerja sosial dan lembaga pengasuhan anak. Semua ini menyebabkan proses pengangkatan anak menjadi di luar kontrol pemerintah.

    Tidak sedikit praktik penjualan anak dalam kondisi bayi untuk kemudian diadopsi juga terjadi. Keadaan seperti ini diperparah dengan iklan-iklan penjualan bayi dengan alasan pengangkatan anak di tokobagus.com dan terakhir di media Instagram. Pada tahun 2011 Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 120 kasus penjualan anak, naik dari angka 111 di tahun 2010. Dari 120 kasus tersebut sebanyak 35 di antaranya terjadi di rumah sakit atau di tempat penitipan anak. Bayi-bayi yang diperdagangkan itu diculik atau diserahkan oleh orang tua yang kurang mampu.

    Negara kita sebenarnya sudah memiliki payung hukum tentang sanksi pengangkatan anak secara ilegal seperti diatur misalnya dalam Pasal 79 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

    Gambar 2 Bagan prosedur pengangkatan anak di IndonesiaSumber: Diolah dari UU PA dan KPAI

  • - 12 -

    Ancaman sanksi pidananya pun cukup besar, yakni pidana penjara selama 5 tahun dan/denda Rp 100 juta.

    PenutupPengangkatan atau adopsi harusnya

    dilakukan semata-mata untuk kepentingan terbaik anak dan menyelamatkan masa depan anak dengan memberikan kepastian hukum akan kehadirannya di dunia ini. Beberapa kasus kekerasan terhadap anak, terutama anak angkat, memberikan kita sinyal kuat bahwa kemungkinan besar masih banyak kejadian penelantaran yang tidak diketahui oleh publik.

    Kesadaran masyarakat (orang dewasa) dalam memberikan perlindungan kepada anak tentunya merupakan keharusan demi masa depan dan pertumbuhan anak itu sendiri. Pemberdayaan dan sosialisasi yang menyeluruh dari pemerintah pusat dan daerah dan keterlibatan lembaga swadaya masyarakat dalam mengasah kepekaan terhadap tindakan/perlakuan salah kepada anak yang dilakukan oleh orang dewasa diharapkan dapat memberikan fungsi kontrol kepada orang tua dalam mengasuh anak-anaknya.

    Selain Pemerintah, masyarakat juga melakukan fungsi pengawasan dan melakukan pendampingan terhadap proses pengangkatan sampai pengasuhan oleh keluarga angkat dan terus diawasi melalui mekanisme yang jelas dan terukur. Selain itu, masyarakat juga diminta ikut melakukan pengawasan yang intensif terhadap gejala dan indikasi pelanggaran dan penelantaran atas hak-hak anak di lingkungannya masing-masing. Di sinilah peran DPR RI melalui Komisi VIII dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap Pemerintah untuk mencegah pelanggaran prosedur pengangkatan anak mendapat tempat. Yang lebih penting adalah upaya alternatif untuk menghindarkan pengangkatan anak, yaitu dengan program-program penguatan keluarga, baik penyuluhan maupun bantuan peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga, agar memiliki kemampuan dalam memberikan pengasuhan terhadap anak kandungnya sendiri.

    ReferensiJean K. Matuankotta, 2011, Perlindungan

    Hukum Terhadap Anak Angkat Dalam Memperoleh Kejelasan Status Hukum Melalui Pencatatan Pengangkatan Anak (Suatu Tinjauan Perspektif Hak Asasi Manusia), Jurnal Sasi No. 3 Juli- September 2011.

    Angeline Diduga Dianiaya, Media Indonesia, 11 Juni 2015.

    Angeline Diduga Alami Kekerasan Berkelanjutan, Kompas, 11 Juni 2015.

    Darurat Perlindungan Anak, Media Indonesia, 12 Juni 2015.

    Palu Godam dari Tragedi Angeline, Media Indonesia, 12 Juni 2015.

    Kekerasan terhadap Anak, Media Indonesia, 13 Juni 2015.

    Perlindungan Anak Belum Maksimal, Suara Pembaharuan, 13-14 Juni 2015.

    Tragedi Angeline, Alarm Bagi Kita, h t t p : / / n a s i o n a l . k o m p a s . c o m /read/2015/06/17/15000041/Tragedi.Engeline.Alarm.bagi.Kita?page=all, diakses 20 Juni 2015.

    Australia Izinkan Adopsi Anak dari Afrika Selatan, http://internasional.kompas.c o m / r e a d / 2 0 1 4 / 0 5 / 0 5 / 1 1 3 7 0 4 8 /Australia.Izinkan.Adopsi.Anak.dari.Afrika.Selatan, diakses 20 Juni 2015.

    Anak Angkat Dianiaya karena Sering Mengompol, http://www.indosiar.com/patroli/anak-angkat-dianiaya-karena-sering-mengompol_73578.html, diakses 22 Juni 2015.

    Lagi Gadis Cilik Dianiaya Keluarga Angkat, http://news.liputan6.com/read/182681/lagi-gadis-cilik-dianiaya-keluarga-angkat , diakses 22 Juni 2015.

    Penjualan Bayi di Indonesia Marak untuk Adopsi Ilegal, https://f o r u m p e d u l i b a n d u n g . w o r d p r e s s .com/2012/12/11/penjualan-bayi-di-indonesia-marak-untuk-adopsi-ilegal/, diakses 22 Juli 2015.

    Adopsi Perlu tetapi Rumit, http://i n t e r n a s i o n a l . k o m p a s . c o m /read/2012/05/09/03144872/Adopsi.Perlu.tetapi.Rumit, diakses 22 Juli 2015.

    Undang-Undang No.35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

  • - 13 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VII, No. 12/II/P3DI/Juni/2015EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

    Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

    STRATEGI MENGATASI PENURUNAN KINERJA EKSPOR INDONESIA

    Dewi Wuryandani*)Abstrak

    Di tengah-tengah kondisi perlambatan ekonomi saat ini, kinerja ekspor produk Indonesia ternyata belum bisa bergerak naik. Perlambatan ekonomi telah memukul permintaan komoditas ekspor dari sejumlah negara mitra dagang Indonesia selama lima bulan pertama 2015. Kendati pun mencatat surplus selama lima bulan berturut-turut sepanjang 2015, kinerja ekspor Indonesia justru dianggap mengkhawatirkan. Penurunan kinerja ekspor Indonesia selama periode itu mencapai 15,24% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014. Penurunan juga terjadi pada impor sebesar 21,40 persen. Hal tersebut dapat berdampak pada penurunan pasokan bahan baku yang pada akhirnya produksi pun akan menurun bila berlangsung terus menerus. Akibat berikutnya mencakup rendahnya utilitas pasar dan semakin banyaknya PHK.

    Pendahuluan Pada era globalisasi, perdagangan luar

    negeri merupakan suatu keharusan yang dilakukan oleh setiap negara karena tanpa itu suatu negara tidak akan mampu dapat bertahan dan berkembang. Salah satu bentuk perdagangan tersebut adalah ekspor, di mana ekspor mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi, terutama bagi negara-negara berkembang, seperti Indonesia.

    Selama 5 bulan terakhir, Indonesia mengalami penurunan kinerja ekspornya. Merosotnya kinerja ekspor dikarenakan adanya penurunan permintaan oleh negara-negara tujuan ekspor. Penurunan kinerja ekspor Indonesia selama periode itu mencapai 15,24% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014.

    Tabel 1 berikut ini menggambarkan perkembangan nilai ekspor Indonesia yang lebih besar dari pada impor. Namun demikian, perkembangan tersebut tidak berlangsung lama. Sejak akhir tahun 2011 sampai tahun 2013 terjadi tren neraca perdagangan yang negatif, peningkatan jumlah nilai ekspor Indonesia sejak tahun tersebut lebih rendah dari peningkatan jumlah nilai impor. Hal ini menyebabkan neraca perdagangan Indonesia mengalami perubahan pada tahun 2011 dan EDKNDQ PHQFDSDL GHVLW QHUDFD SHUGDJDQJDQpada tahun 2012. Tren negatif tersebut kecenderungannya terus terjadi dalam periode berikutnya. Salah satu faktor yang PHQ\HEDENDQ WHNDQDQ GHVLW SDGD QHUDFDperdagangan Indonesia adalah impor komoditi migas dan menurunnya kinerja ekspor non-

    *) Peneliti Muda Kebijakan dan Administrasi, pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected]

  • - 14 -

    migas, sehingga perlu ditingkatkan.Dalam rangka peningkatan kinerja ekspor

    Indonesia, neraca perdagangan dan stabilitas pasokan komoditas strategis di dalam negeri, Kementerian Perdagangan mempersiapkan tiga langkah strategis, yakni menjaga stabilitas harga, menyeimbangkan neraca perdagangan dan membangun atau membentuk Koalisi Promosi Nasional yang akan mendorong peningkatan kinerja ekspor Indonesia. Perkembangan neraca perdagangan Indonesia mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 memiliki tren positif, seperti yang dapat dilihat pada Tabel di atas.

    Kondisi Kinerja Ekspor Kinerja ekspor Indonesia selama Januari-

    Mei 2015 belum juga mengalami perbaikan akibat belum membaiknya permintaan global. Namun begitu, ekspor nonmigas sepanjang Januari-Mei 2015 ke beberapa negara mitra dagang masih menunjukkan peningkatan VLJQLNDQ 6HODPD LQL SHUPLQWDDQ SDVDUimpor negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia belum memperlihatkan kondisi yang membaik.

    Pasar impor Jepang mengalami penurunan sebanyak 20,8 persen selama Januari-April 2015. Sementara itu, pasar impor Singapura, Tiongkok, dan Amerika Serikat mengalami penurunan masing-masing 21,2 persen, 20,9 persen, dan 2,8 persen. Jadi pasar yang selama ini menjadi salah satu tujuan ekspor mengalami penurunan.

    Sementara itu, kinerja ekspor nonmigas ke beberapa negara mitra dagang masih

    PHQXQMXNNDQ SHQLQJNDWDQ VLJQLNDQ .LQHUMDekspor nonmigas selama Januari-Mei 2015 ke beberapa negara mitra dagang seperti Swiss, Arab Saudi, India, Vietnam, Taiwan, dan 0DOD\VLD PHQXQMXNNDQ SHQLQJNDWDQ VLJQLNDQdibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

    Ekspor ke Swiss naik 1867,6 persen, Arab Saudi 21,1 persen, India 11,9 persen, Vietnam 8,8 persen, Taiwan 5,1 persen, dan Malaysia 2 SHUVHQ (NVSRU NH ,QGLD \DQJ QDLN VLJQLNDQantara lain bijih, kerak dan abu logam, serta besi dan baja. Ekspor ke Taiwan yang naik adalah perhiasan, tembaga dan timah. Ke Malaysia yang naik adalah CPO, tembaga dan ikan dan udang. Adapun ekspor sektor pertanian meningkat sebanyak 0,7 persen dengan kenaikan tertinggi terjadi pada produk perhiasan sebanyak 26,9 persen.

    Menurut data BPS, dari 22 komoditas ekspor ternyata 18 di antaranya mengalami penurunan harga di pasar internasional. Akibatnya, total devisa ekspor Mei turun 15,24 persen dibandingkan Mei 2014 menjadi US$ 12,56 miliar dan hanya sedikit harga komoditas ekspor Indonesia yang mengalami kenaikan. Seperti kakao, harga Mei 2015 dibanding Mei 2014 mengalami kenaikan tipis 2,31 persen. Sedangkan apabila dilihat Mei 2015 dibanding April 2015 naik 8,01 persen. Komoditas lainnya yang mengalami penurunan harga adalah tembaga turun 8,65 persen, karet (-11,11 persen), nikel (-30,36 persen), perak (-12,95 persen) dan timah (-32,09 persen).

    Beberapa produk ekspor non migas, VHSHUWL VHNWRU LQGXVWUL \DQJ WXUXQ VLJQLNDQ

    Tabel 1. Neraca Perdagangan Indonesia Periode 2010-2015 (nilai:juta US$)N

    o Uraian 2010 2011 2012 2013 2014Trend

    (1%)10-14

    Jan-May *)

    2014 2015

    I EXPORT 157.779,1 203.496,6 190.020,3 182.551,8 176.292,5 1,14 73.415,1 64.720,2-OIL & GAS 28.039,6 41.477,0 36.977,3 32.633,0 30.331,9 -0,82 12.899,2 8.529,7-NON OIL & GAS 129.739,5 162.019,6 153.043,0 149.918,8 145.960,6 1,59 60.515,9 56.190,5

    II IMPORT 135.663,3 177.435,6 191.689,5 186.628,7 178.178,8 6,14 74.255,9 60.967,3-OIL & GAS 27.412,7 40.701,5 42.564,2 45.266,4 43.459,9 10,83 18.401,7 10.519,3-NON OIL & GAS 108.250,6 136.734,0 149.125,3 141.362,3 134.718,9 4,82 55.854,2 50.448,0

    III TOTAL 293.442,4 380.932,2 381.709,7 369.180,5 354.471,3 3,53 147.671,0 125.687,5-OIL & GAS 55.452,3 82.178,6 79.541,4 77.899,4 73.791,8 5,32 31.300,9 19.049,0-NON OIL & GAS 237.990,1 298.753,6 302.168,3 291.281,1 280.679,5 3,09 116.370,1 106.638,5

    IV BALANCE 22.115,8 26.061,1 -1.669,2 -4.076,9 -1.886,3 0,00 -840,8 3.752,9-OIL & GAS 626,9 775,5 -5.586,9 -12.633,3 -13.128,0 0,00 -5.502,5 -1.989,6-NON OIL & GAS 21.488,9 25.285,5 3.917,7 8.556,4 11.241,7 -21,17 4.661,7 5.742,5

    Sumber: BPS, Processed by Trade Data and Information Center, Ministry of TradeKeterangan: *) Angka sementara

  • - 15 -

    adalah CPO 21,5 persen, kertas/karton 35,1 persen, serta besi dan baja 37,4 persen. 3HQXUXQDQ \DQJ VLJQLNDQ VHEHVDU SHUVHQjuga dialami oleh ekspor sektor pertambangan, terutama pada batu bara yang turun sebesar 4,8 persen (YoY). Kendati demikian, pada periode Januari-Mei 2015, ekspor sektor industri yang merupakan sektor yang mendominasi ekspor non migas Indonesia mengalami penurunan sebesar 6,7 persen (YoY).

    Sementara itu, Bank Dunia kembali memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 menjadi 4,7persen dari sebelumnya 5,2 persen. Share terbesar ekspor disumbangkan oleh minyak hewan dan nabati sebesar US$7,94 miliar dan bahan bakar mineral US$7,36 miliar. Adapun pangsa pasar ekspor nonmigas Indonesia terbesar, yaitu ke Amerika Serikat sebesar US$6,44 miliar, Jepang mencapai US$5,62 miliar, dan Tiongkok mencapai US$5,41 miliar. Sedangkan ekspor nonmigas ke ASEAN mencapai kenaikan 11,33 persen dan ke Uni Eropa sebesar 6,28 persen.

    Ekonom Universitas Indonesia, Chatib Basri, menilai belum optimalnya kinerja ekspor Indonesia disebabkan oleh kesiapan supply dan demand dari negara yang mengekspor komoditas Indonesia. Pelemahan rupiah yang kini terjadi memang membuat barang ekspor menjadi lebih murah. Namun begitu, KDO LQL WLGDN PHPLOLNL GDPSDN VLJQLNDQ ELODnegara tujuan ekspor Indonesia mengalami perlambatan dari sisi ekonominya. Pasalnya, tidak ada permintaan barang ke Indonesia. Oleh karena itu pemerintah perlu menyelaraskan kebijakan dan mempermudah pembiayaan dari sisi perdagangan.

    Strategi Pemerintah Dalam Peningkatan Kinerja Ekspor

    Rachmat Gobel selaku Menteri Perdagangan menegaskan kinerja ekspor Indonesia periode Januari-Mei 2015 belum membaik. Hal ini disebabkan belum membaiknya permintaan global. Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja ekspor Indonesia pada Januari-Mei 2015 mencapai US$ 64,72 miliar atau menurun 11,84 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2014, yakni sebesar 73,41 US$ miliar.

    Salah satu upaya yang akan dilakukan oleh pemerintah adalah mendorong produk bahan baku dalam negeri seperti minyak sawit mentah (CPO), mebel, dan kerajinan. Saat ini, ekspor Indonesia terbilang sangat rendah. Dia mencontohkan, ekspor negara Vietnam untuk

    mebel mencapai Rp6,5 miliar. Sedangkan Indonesia, hanya menyentuh angka Rp1,7miliar, sehingga diperlukan pendorong ekspor misalnya produk bahan baku dalam negeri. Begitu pula makanan, minuman, tekstil, alas kaki dan produk-produk unggulan.

    Beberapa negara seperti Amerika Serikat, India, dan Jepang yang perekonomiannya sedang membaik dapat dijadikan target tujuan peningkatan ekspor kita. Jepang dan AS misalnya, yang konsumsi makanan lautnya besar harus menjadi target pasar, sehingga Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki andil besar dalam menggenjot ekspor. Selama Januari-Maret 2015, AS menjadi negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$ 3,77 miliar, diikuti Jepang dengan nilai US$3,56 miliar, dan Tiongkok dengan US$3,13 miliar.

    Beberapa kebijakan telah dikeluarkan untuk mengatasi menurunnya kinerja ekspor Indonesia, di antaranya program kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah yang ditetapkan Presiden Jokowi. Kebijakan tersebut melalui SULRULWDV LQVHQWLI VNDO XQWXN VHNWRU LQGXVWULyang berorientasi ekspor dan secara global memiliki pasar yang cukup besar.

    Orientasi ekspor menjadi salah satu kriteria industri yang diprioritaskan mendapat tax allowance dalam revisi Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011, sehingga dapat meningkatkan devisa ekspor. Sektor industri tekstil, mebel dan alas kaki, merupakan sektor yang diprioritaskan karena memenuhi seluruh kriteria, mulai dari nilai investasi, penyerapan tenaga kerja, dan terutama potensi ekspor yang cukup besar. Kriteria lainnya adalah nilai investasi yang cukup besar bagi Penanaman Modal Asing (PMA) untuk mendorong capital LQRZ VHUWD PHQGXNXQJ WHUFLSWDQ\D VWDELOLVDVLnilai tukar rupiah. Kebijakan ini diharapkan sudah dapat diimplementasikan pada awal April 2015. Namun hingga Juni 2015, nilai tukar rupiah masih akan sulit menguat dalam waktu dekat apabila tidak ada reformasi struktural yang konsisten dan berkesinambungan.

    Pemerintah harus mampu mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi perkembangan neraca perdagangan yang cenderung negatif EDKNDQ GHVLW GL DQWDUDQ\D SHPHULQWDKbersama Bank Indonesia diharapkan mampu menjaga tingkat nilai tukar pada level yang stabil untuk menstimulus peningkatan ekspor yang pada akhirnya dapat meningkatkan surplus neraca perdagangan. Lalu pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi konsumsi domestik terhadap

  • - 16 -

    barang impor. Selain itu, pemerintah perlu segera menggenjot ekspor ke berbagai negara strategis yang perekonomiannya sedang pulih GDQ WXPEXK VLJQLNDQ VHUWDPHQHWDSNDQ VNDODprioritas industri ditengah tren perang kurs di antara negara-negara yang memiliki kekuatan ekspor relatif sama.

    Ekspor Indonesia menurun akibat terjadinya peningkatan produksi di masing-masing negara. Melemahnya permintaan ekspor dunia membuat negara-negara ASEAN berlomba-lomba membanting harga. Sehingga penting bagi pemerintah untuk meningkatkan perdagangan intra-ASEAN, terutama untuk komoditas-komoditas yang menguasai pangsa pasar ekspor kawasan. Karenanya, pemerintah harus melakukan kerjasama dengan negara lain untuk menjaga kekuatan ekspor Indonesia.

    PenutupPenurunan kinerja ekspor Indonesia

    hingga pertengahan tahun ini diharapkan tidak berlanjut lama dan hal tersebut masih dapat diatasi dengan membuat kebijakan strategis yang dapat meningkatkan kembali kinerja ekspor Indonesia. Namun dengan adanya pelemahan nilai tukar rupiah, tidak DNDQ PHPLOLNL GDPSDN VLJQLNDQ GDODPmengoptimalkan kinerja ekspor bila negara tujuan ekspor mengalami perlambatan dari sisi ekonominya. Sehingga sangat dibutuhkan strategi yang tepat untuk meningkatkan kinerja ekspor. Strategi tersebut misalnya dengan menyiapkan komoditas apa yang akan diunggulkan, membuka pasar baru dengan negara tujuan yang lain dengan strategi pemasaran yang berbeda.

    Dengan demikian, Pemerintah, DPR RI dan swasta harus bersinergi membuat kebijakan yang relevan dan saling mendukung dalam meningkatkan kualitas komoditas ekspor unggulan sehingga lebih berdaya saing dengan tetap menjaga kestabilan ekonomi.

    ReferensiBisnis Indonesia, Indef: Kinerja Ekpor

    Mencemaskan, 17 Juni 2015. Harian Ekonomi Neraca, Bank Dunia Pangkas

    Pertumbuhan RI Jadi 4,7%: Kinerja Ekspor Masih Loyo, 16 Juni 2015.

    Business News, Pemerintah Perlu lakukan Pemetaan Ekspor, 19 Juni 2015.

    "BKPM Prioritaskan Insentif Fiskal Industri Berorientasi Ekspor", dalam h t t p : / / e k o n o m i . m e t r o t v n e w s . c o m /r e a d / 2 0 1 5 / 0 3 / 1 4 / 3 7 1 3 1 4 / b k p m -

    priori taskan-insenti f - f iskal- industr i-berorientasi-ekspor diakses 24 Juni 2015.

    BPS: Kinerja Ekspor April 2015 Turun 8,45% Dibanding 2014 dalam http://www.klikpositif.com/news/read/19760/bps-kinerja-ekspor-april-2015-turun-8-46-dibanding-2014.html diakses 18 Juni 2015

    Genjot Ekspor Produk Dalam Negeri Jadi Andalan dalam http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/638961-genjot-ekspor--produk-dalam-negeri-jadi-andalan, diakses 18 Juni 2015.

    Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Melambat Pukul Kinerja Ekspor dalam http://e k o n o m i . m e t r o t v n e w s . c o m /read/2015/06/17/405343/ekonomi-negara-tujuan-ekspor-melambat-pukul-kinerja-ekspor, diakses 18 Juni 2015.

    Nilai Tukar Rupiah Saat Ini Dinilai Ideal Untuk Genjot Ekspor dalam h t t p : / / w w w . c n n i n d o n e s i a . c o m /ekonomi/20150616182304-78-60399/nilai-tukar-rupiah-saat-ini-dinilai-ideal-untuk-genjot-ekspor/ diakses 18 Juni 2015.

    Kuartal I 2015 Ekspor Indonesia Menciut 11,67 Persen dalam http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150415125507-78-46790/kuartal-i-2015-ekspor-indonesia-menciut-1167-persen/ diakses 18 Juni 2015.

    Lima Bulan, Kinerja Ekspor RI Masih Merah dalam http://wartaekonomi.co.id/read/2015/06/16/61002/lima-bulan-kinerja-ekspor-ri-masih-merah.html diakses 18 Juni 2015.

    Pelemahan Rupiah Tidak Mampu Dorong Kinerja Ekspor dalam http://katadata.co.id/berita/2015/06/16/pelemahan-rupiah-tidak-mampu-dorong-kinerja-ekspor diakses 18 Juni 2015.

    Perang Harga Lemahkan Ekspor Indonesia ke ASEAN dalam http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150515140427-92-53423/perang-harga-lemahkan-ekspor-indonesia-ke-asean/ diakses 24 Juni 2015.

    Rupiah Bisa Menguat, Ini Sejumlah Syarat Menurut Gubernur BI dalam h t t p : / / b i s n i s . t e m p o . c o / r e a d /news/2015/06/23/087677548/rupiah-bisa-menguat-ini-sejumlah-syarat-menurut-gubernur-bidiunduh diakses 24 Juni 2015.

    Warta Ekspor, Kinerja Ekspor Indonesia Tahun 2014 dalam http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/webroot/admin/docs/publication/3971421058470.pdf diakses 23 Juni 2015.

  • - 17 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VII, No. 12/II/P3DI/Juni/2015PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

    Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

    DANA PROGRAM PENGEMBANGANDAERAH PEMILIHAN DPR RI (DANA ASPIRASI)

    DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIKRiris Katharina*)

    Abstrak

    Dana Program Pengembangan Daerah Pemilihan atau Dana Aspirasi DPR RI merupakan salah satu kebijakan yang telah dituangkan dalam Pasal 80 huruf j UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dalam perjalanannya, kebijakan ini menuai banyak pro dan kontra. Dalam perspektif kebijakan publik, munculnya penolakan terhadap suatu kebijakan dapat disebabkan oleh formulasi kebijakan yang tidak tepat. Dalam kasus Dana Aspirasi, formulasi kebijakan dinilai mengikuti model kelembagaan atau model elit karena hanya melibatkan DPR dan Pemerintah. Ke depan, kebijakan yang dibuat di DPR, sekalipun mengatur internal DPR tetap harus melibatkan masyarakat. Formulasi kebijakan juga harus dibuat dengan waktu yang memadai untuk mendengar pihak-pihak yang keberatan dan mencari jalan keluar terhadap berbagai permasalahan yang disampaikan agar dicapai kesepakatan bersama yang selanjutnya dituangkan dalam produk kebijakan, seperti undang-undang.

    PendahuluanDana Program Pengembangan Daerah

    Pemilihan (P2DP) atau yang dikenal dengan Dana Aspirasi DPR telah menimbulkan polemik. Dana Aspirasi ini rencananya diberikan sebesar Rp20 miliar untuk setiap anggota DPR per tahun. Total pengeluaran negara untuk mendukung kebijakan ini dalam satu tahun sekitar Rp11,2 triliun. Kebijakan ini tertuang di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dalam Pasal 80 huruf j disebutkan Anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan.

    Berbagai alasan dan pertimbangan dikemukakan oleh para pendukung kebijakan ini. Pertama, Dana Aspirasi ini dinilai merupakan wujud nyata dalam menindaklanjuti aspirasi rakyat dari daerah pemilihan (dapil) para anggota DPR. Kedua, Dana Aspirasi dimaksudkan pula untuk memulihkan kepercayaan publik kepada lembaga DPR. Selama ini, DPR dinilai kurang dapat menyalurkan aspirasi rakyat, khususnya aspirasi terhadap kebutuhan pembangunan di daerah pemilihannya.

    Ketiga, program ini dirancang dalam rangka mengurangi kecemburuan dana aspirasi yang selama ini tidak dinikmati

    *) Peneliti Madya Administrasi Negara pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

  • - 18 -

    secara adil terhadap semua anggota. Selama ini, hanya anggota yang berada di alat kelengkapan yang strategis, seperti badan anggaran dan komisi yang menangani infrastruktur yang dapat menikmati dana aspirasi.

    Keempat, di beberapa negara praktek ini telah dilakukan, umumnya dikenal dengan nama Constituency Development Fund (CDF). Tercatat, pada tahun 2010 sekurang-kurangnya terdapat 23 negara berkembang di Asia dan Afrika yang mengimplementasikan CDF. Di banyak daerah umumnya Dana Aspirasi ini berbentuk bantuan sosial ataupun program pembangunan yang bisa dialokasikan DPRD untuk konstituen di daerah pemilihannya.

    Kelima, dengan Dana Aspirasi, para anggota DPR dapat merespons cepat kebutuhan konkret konstituen pada daerah pemilihannya. Keenam, program ini dapat memangkas rantai birokrasi perencanaan penganggaran yang dianggap kerap mengabaikan kebutuhan masyarakat dan mengakselerasi pembangunan serta ketimpangan daerah. Ketujuh, untuk menghindarkan praktik korupsi, DPR akan membentuk Peraturan DPR tentang Mekanisme Penyampaian Hak Mengusulkan Program Pembangunan Dapil. DPR juga akan mengundang BPK dan KPK untuk membantu mengawasi penerapan usulan program pembangunan dari anggota DPR.

    Kedelapan, penggunaan Dana Aspirasi sesuai kebutuhan. Oleh karena itu, sekalipun dialokasikan jumlah yang sama kepada para anggota DPR, namun peruntukannya harus sesuai dengan kebutuhan daerahnya. Oleh karena itu, tidak perlu ada kekhawatiran terhadap daerah-daerah yang dinilai sudah maju seperti DKI Jakarta yang mempunyai wakil lebih banyak di DPR (23 orang) akan mendapatkan Dana Aspirasi yang lebih tinggi daripada Provinsi Papua yang hanya memiliki 10 wakil di DPR.

    Berbagai alasan juga dikemukakan oleh pihak-pihak yang menolak kebijakan ini, baik itu dari kalangan anggota DPR sendiri maupun masyarakat yang diwakili oleh kelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM). Alasan yang dikemukakan:

    Pertama, dana aspirasi ini dinilai merupakan dana yang tumpang tindih dengan program pemerintah dan berpotensi menimbulkan kekacauan administrasi

    keuangan negara. Kedua, program itu tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan pemerataan dalam pembangunan. Ketiga, program dinilai tidak sejalan dengan asas, fungsi, dan peran DPR. Keempat, program tersebut dapat membahayakan kelangsungan demokrasi karena akan menguatkan politik oligarki parpol, kolusi, dan nepotisme yang berujung pada korupsi. Kelima, kebanyakan negara yang menerapkan praktik ini adalah negara dengan sistem parlementer, yang diduga terkait dengan lemahnya peran parlemen pada sistem ini dalam mengubah anggaran. Keenam, progam ini dikhawatirkan akan menghilangkan daya kritis DPR terhadap proposal anggaran yang diajukan pemerintah. Ketujuh, program ini dapat berdampak pada terjadinya perubahan pola relasi DPR dengan konstituennya dari yang bersifat demokratis menjadi clientelistic, di mana DPR dinilai dari seberapa banyak program pembangunan di daerah pemilihannya. Kedelapan, program ini tidak akan mengatasi persoalan disparitas antar-daerah. Dana Aspirasi dengan model pukul rata setiap daerah pemilihan dengan keputusan pengalokasian di tangan anggota DPR justru akan merusak sistem dana perimbangan.

    Berdasarkan perhitungan kasar, Dana Aspirasi untuk Pulau Sumatera mencapai Rp2.400 miliar; untuk Pulau Jawa Rp6.120 miliar; Pulau Bali dan Nusa Tenggara mencapai Rp640 miliar; Pulau Kalimantan Rp700 miliar; Pulau Sulawesi Rp940 miliar; Maluku Rp140 miliar; dan Papua hanya mencapai Rp260 miliar. Padahal, sudah diketahui bersama bahwa harga barang-barang terutama untuk infrastruktur sangat mahal di Papua. Namun demikian, ironisnya Papua menerima lebih kecil daripada Pulau Jawa yang dari sisi infrastruktur dan pembangunan sudah jauh lebih maju dari wilayah ini. Tulisan ini tidak bermaksud menentukan pihak mana yang benar namun lebih kepada menjelaskan posisi kebijakan Dana Aspirasi dari sudut pandang kebijakan publik.

    Dana Aspirasi dalam Perspektif Kebijakan Publik

    Kebijakan Dana Aspirasi ini merupakan kebijakan yang baru. Disebut sebagai sebuah kebijakan karena program

  • - 19 -

    Dana Aspirasi ini merupakan satu rencana yang mengandung tujuan politik yang disepakati bersama antara DPR dan Pemerintah yang akan dilaksanakan melalui praktik administrasi.

    Cikal bakal keinginan yang kuat dari DPR untuk meluncurkan kebijakan ini sesungguhnya telah ada sejak tahun 2010 yang dimotori oleh Fraksi Partai Golkar. Dana Aspirasi yang diusulkan pada waktu itu Rp15 miliar untuk masing-masing anggota DPR. Namun demikian, kebijakan ini akhirnya kandas karena tidak disetujui Pemerintah. Usulan kebijakan ini muncul kembali dalam pembahasan RUU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD pada tahun 2014 dan disetujui untuk dimuat dalam UU. Dalam pembahasan RUU tersebut hanya melibatkan Pemerintah dan DPR.

    Dalam teori perumusan kebijakan publik dikenal beberapa model perumusan kebijakan, yaitu Model Kelembagaan (Institutional); Model Proses (Process); Model Kelompok (Group); Model Elit (Elite); Model Rasional (Rational); Model Inkremental (Incremental); Model Teori Permainan (Game Theory); Model Pilihan Publik (Public Choice); Model Sistem (System); Model Pengamatan Terpadu (Mixed-Scanning); Model Demokratis (Democratic); dan Model Strategis (Strategic).

    Dengan menggunakan pendekatan pemodelan perumusan kebijakan di atas sebagai alat analisis, Dana Aspirasi kemungkinannya lebih cocok ditelisik dengan model kelembagaan dan elit. Model Kelembagaan diartikan sebagai sebuah proses formulasi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga yang diberikan kewenangan untuk itu. Model ini merupakan deviasi dari ilmu politik tradisional yang lebih menekankan struktur daripada proses atau perilaku politik. Prosesnya mengandaikan bahwa tugas formulasi kebijakan adalah tugas lembaga-lembaga pemerintah yang dilakukan secara otonom tanpa berinteraksi dengan lingkungannya. Sementara itu, Model Elit melandaskan diri pada asumsi bahwa di dalam setiap masyarakat pasti terdapat dua kelompok, yaitu pemegang kekuasaan atau elit dan yang tidak memiliki kekuasaan atau massa. Menurut model ini, para elit secara top down membuat kebijakan publik untuk

    diimplementasikan oleh administrator publik kepada rakyat banyak atau massa. Model ini merupakan abstraksi dari proses formulasi kebijakan dimana kebijakan publik merupakan perspektif elit politik.

    Proses perumusan kebijakan Dana Aspirasi yang dibuat dengan hanya melibatkan pihak DPR dan Pemerintah menyiratkan bahwa kemungkinan kecocokan dengan kedua model di atas semakin kuat. Disebut Model Kelembagaan karena kebijakan dirumuskan dengan hanya melibatkan lembaga DPR dan Pemerintah saja. Akibatnya masalah-masalah lingkungan di mana kebijakan diimplementasikan menjadi terabaikan. Disebut Model Elit karena persepsi kebijakan publik yang dibuat hanya merupakan perspektif elit politik yang bersifat top down. Munculnya kecaman dari publik menyiratkan bahwa publik tidak dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan. Kebijakannya juga dinilai bersifat konservatif.

    Dari banyaknya alasan yang dikemukakan pendukung kebijakan dan banyaknya alasan yang dikemukakan penentang kebijakan memperlihatkan bahwa formulasi kebijakan masih bermasalah. Permasalahan itu terletak pada, dalam bahasa kebijakan publik, belum tuntasnya proses agenda-setting bagi semua pemangku kepentingan khususnya aktor masyarakat. Pendek kata, seharusnya, diskusi antara pendukung dan penentang kebijakan telah selesai pada saat formulasi kebijakan sedang dibahas oleh lembaga pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan Pemerintah.

    Apabila diskusi telah selesai dilakukan, akan dapat diambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan DPR (karena kebijakan ini mengatur kepentingan DPR) dan sesuai dengan kebutuhan rakyat sebagai pemilih (karena kebijakan ini juga mengatur adanya aspirasi masyarakat), tepat secara administrasi (karena ada potensi tumpang-tindih kegiatan dengan program pemerintah dan potensi penyalahgunaan anggaran yang dikhawatirkan), dan memenuhi unsur keadilan (karena ada perbedaan jumlah wakil di setiap provinsi).

    Formulasi yang tepat akan mengakibatkan keberhasilan dalam tataran implementasi kebijakan. Argumennya sederhana, alasan-alasan yang baik dari

  • - 20 -

    DPR mengenai Dana Aspirasi tidak dapat mencapai tujuannya apabila tidak mendapat dukungan dari publik. Oleh karena itu, suara publik sebaiknya didengar. Tidak ada salahnya memperbaiki proses formulasi kebijakan agar tujuan tercapai.

    PenutupMasih berlangsungnya perdebatan

    mengenai perlu tidaknya Dana Aspirasi, bagaimana mekanisme pelaksanaan kebijakan tersebut, apa dampaknya bagi anggota DPR itu sendiri, hingga dimensi etika dan keadilan memperlihatkan adanya masalah dalam formulasi kebijakan Dana Aspirasi DPR. Dalam teori kebijakan publik, model yang dipergunakan dalam menyusun kebijakan Dana Aspirasi lebih mendekati Model Kelembagaan atau Model Elit. Akibatnya, implementasi kebijakan menghadapi berbagai masalah sehingga kebijakan Dana Aspirasi sulit untuk diimplementasikan.

    Tulisan ini merekomendasikan agar DPR RI dapat melakukan reformulasi terhadap kebijakan ini. Tidak ada salahnya DPR kembali membahas kebijakan ini dengan mengundang stakeholder yang lebih luas, tidak hanya BPK dan KPK, namun juga lembaga swadaya masyarakat yang telah menyampaikan kritiknya (seperti FITRA, PSHK, FORMAPPI) agar kebijakan dapat berjalan dengan baik. Pembahasan kebijakan dapat dilakukan pada tahapan penyusunan Peraturan DPR mengenai mekanisme pelaksanaan hak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan yang saat ini sedang dibahas di Badan Legislasi DPR. Hal ini dilakukan dengan harapan agar cita-cita mulia para anggota DPR dapat terwujud di tengah-tengah masyarakat.

    Referensi Aspirasi Dapil: DPR Dinilai Terlalu

    Terburu-buru, Kompas, 17 Juni 2015, hal. 2.

    Aspirasi Dapil: Penolakan di Internal DPR Mulai Masif, Kompas, 16 Juni 2015, hal. 2.

    Dana Apirasi Perlebar Ketimpangan Antarwilayah, Suara Pembaruan, 17 Juni 2015, halaman A2.

    "Dana Aspirasi untuk Pulihkan Kepercayaan", Media Indonesia, 15 Juni 2015.

    Farhan, Yuna, Jebakan Dana Aspirasi, Kompas, 16 Juni 2015.

    Nugroho, Riant D. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2003.

    Parsons, Wayne, Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2005.

    Pemerintah dan DPR Belum Seragam Soal Dana Aspirasi, http:// w w w . c n n i n d o n e s i a . c o m / p o l i ti k / 2 0 1 5 0 6 1 5 1 0 4 6 4 9 - 3 2 - 6 0 0 0 6 / pemerintah-dan-dpr-belum-seragam-soal-dana-aspirasi/, diakses 15 Juni 2015.

    Sikap Fraksi di DPR Terbelah, Media Indonesia, 17 Juni 2015, hal. 3.