uts pip

6
1. Kasek Dilaporkan Pukul Murid SUNGGUMINASA, FAJAR -- Perkelahian dua murid SD Negeri Datara Kecamatan Biringbulu, Desember 2013 lalu berbuntut panjang. Orang tua murid melaporkan kepala sekolah, Hasyim ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Gowa untuk segera ditindaklanjuti. Orangtua murid, Hamsinah menyatakan keberatan atas perlakuan Kepala SD Negeri Datara, Hasyim yang dianggapnya telah memukul anaknya, Zulfikar, 11 tahun. Sementara lawannya berkelahi tidak dihukum. Zulfikar dipukul dengan ditampar dua kali dan ditendang tiga kali di pantat. Kejadian tersebut membuat gusar Hamsinah setelah melapor ke Kepala UPTD Dikpora Biringbulu, Fatahuddin, Hasyim hanya ditegur. Tidak ada tindakan. ''Saya tidak terima kepala sekolah hanya ditegur. Seharusnya diberi efek jera agar tidak lagi mengulang kekerasan yang sama pada anak lain," ujarnya. Perkelahian murid diakui Hamsinah masih wajar. Tidak wajar kalau guru atau kepala sekolah menghukum murid di luar batas. Anak saya masih kecil, masa ditendang kayak orang dewasa saja,'' ungkapnya seraya berharap persoalan tersebut diselesaikan secara baik-baik. Di tempat terpisah, Sekretaris Disdikpora Gowa, H Sappe Mangiriang di ruang kerjanya, Senin 17 Februari menyebutkan, sebenarnya masalah tersebut sudah tidak ada masalah. Orang tua kedua murid sudah didamaikan. Namun, belakangan muncul keberatan orang tua Zulfikar. Padahal, persoalan bermula dari ulahnya, melempari batu murid lain. Tidak terima anaknya dilempari batu, orang tua murid tersebut mulanya ingin membalas. Namun, kepala sekolah turun tangan memisahkan mereka hingga keributan bisa dihindarkan. "Pukulan tidak seperti disampaikan Hamsinah, melainkan sekadarnya saja dengan tujuan mereda kemarahan orang tua korban pelemparan batu. Itu hasil klarifikasi Kepala SD Negeri Datara," tutur Sappe. Sekretaris Disdikpora mengimbau Hamsinah tidak membesar-besarkan

Upload: nadiya

Post on 04-Jan-2016

5 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Ilmu Pendidikan

TRANSCRIPT

Page 1: UTS PIP

1. Kasek Dilaporkan Pukul Murid

SUNGGUMINASA, FAJAR -- Perkelahian dua murid SD Negeri Datara Kecamatan Biringbulu, Desember 2013 lalu berbuntut panjang. Orang tua murid melaporkan kepala sekolah, Hasyim ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Gowa untuk segera ditindaklanjuti.

Orangtua murid, Hamsinah menyatakan keberatan atas perlakuan Kepala SD Negeri Datara, Hasyim yang dianggapnya telah memukul anaknya, Zulfikar, 11 tahun. Sementara lawannya berkelahi tidak dihukum.

Zulfikar dipukul dengan ditampar dua kali dan ditendang tiga kali di pantat. Kejadian tersebut membuat gusar Hamsinah setelah melapor ke Kepala UPTD Dikpora Biringbulu, Fatahuddin, Hasyim hanya ditegur. Tidak ada tindakan.

''Saya tidak terima kepala sekolah hanya ditegur. Seharusnya diberi efek jera agar tidak lagi mengulang kekerasan yang sama pada anak lain," ujarnya.

Perkelahian murid diakui Hamsinah masih wajar. Tidak wajar kalau guru atau kepala sekolah menghukum murid di luar batas. Anak saya masih kecil, masa ditendang kayak orang dewasa saja,'' ungkapnya seraya berharap persoalan tersebut diselesaikan secara baik-baik.

Di tempat terpisah, Sekretaris Disdikpora Gowa, H Sappe Mangiriang di ruang kerjanya, Senin 17 Februari menyebutkan, sebenarnya masalah tersebut sudah tidak ada masalah. Orang tua kedua murid sudah didamaikan. Namun, belakangan muncul keberatan orang tua Zulfikar.

Padahal, persoalan bermula dari ulahnya, melempari batu murid lain. Tidak terima anaknya dilempari batu, orang tua murid tersebut mulanya ingin membalas. Namun, kepala sekolah turun tangan memisahkan mereka hingga keributan bisa dihindarkan.

"Pukulan tidak seperti disampaikan Hamsinah, melainkan sekadarnya saja dengan tujuan mereda kemarahan orang tua korban pelemparan batu. Itu hasil klarifikasi Kepala SD Negeri Datara," tutur Sappe.

Sekretaris Disdikpora mengimbau Hamsinah tidak membesar-besarkan persoalan yang sebenarnya sudah beres. "Sebenarnya mereka sudah berdamai, tapi belakangan muncul lagi dengan cerita macam-macam," tandasnya. (jai/bas)

Page 2: UTS PIP

Budaya Asing Bukan Ancaman, Asalkan Umat Selektif

Selasa, 17 Januari 2012, 18:50 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan zaman, membuat pertukaran budaya mudah terjadi. Kondisi itu janganlah dihindari melainkan dihadapi, diserap dan diadaptasikan sehingga memperkaya peradaban bangsa Indonesia.

Ketua Harian Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma'ruf Amin menilai kehadiran budaya asing tidak akan menjadi ancaman dengan catatan masyarakat harus selektif dalam menerima budaya asing yang masuk ke Indonesia.

"Kita harus selektif, kalau budaya asing memberikan manfaat berupa contoh bagaimana bekerja keras dan berinovasi, kita ambil. Tapi kalau budaya seperti miras, seks bebas, atau hedonisme harus ditolak. Jadi, bukan dimaksudkan menolak budaya asing tapi serap yang baik lalu tolak yang buruk," papar Ma'ruf, Selasa (17/1).

Sebabnya, menurut Ma'ruf, keliru bahwa ulama secara keras menolak masuknya budaya asing ke dalam masyarakat Indonesia, utamanya umat Islam. Ulama pada prinsipnya tidak menolak tapi meminta masyarakat untuk selektif.

"Karena itu, kita harus antisipasi hal itu dengan cara mendidik publik untuk tidak selamanya menggangap budaya asing positif bagi masyarakat," pungkasnya.

Ma'ruf mengatakan antisipasi sudah terjadi, dimana anak-anak muda mulai mengenakan jilbab, menghadiri pengajian, dan seni-seni Islam mulai banyak dipelajari. "Jadi, anak-anak muda sudah melakukan perlawanan terhadap serangan budaya asing."

Citra Pendidikan Indonesia Bagaimana citra pendidikan Indonesia dewasa ini? Singkatnya bagi banyak orang di dalam

dan luar negeri pendidikan Indonesia menampilkan citra tidak begitu jelas, galau, dan bahkan

kacau. Pada tingkat internasional, jika orang yang cukup well-informed ditanya tentang

pendidikan Indonesia, hampir bisa dipastikan ia nyaris tidak punya jawaban instan.

Sebaliknya jika diajukan pertanyaan tentang pendidikan di negara Asia lain, ia bisa

menyatakan sesuatu tentang pendidikan di Jepang, Korea Selatan, China atau Singapura.

Kesan seperti ini diungkapkan pengantar Daniel Suryadarma dan Gavin W. Jones (editor)

dalam buku Education in Indonesia (2013). Meski merupakan kumpulan artikel yang semula

disampaikan pada ‘Indonesia Update Conference’ yang diselenggarakan Australian National

University (ANU) Canberra setiap tahun, buku ini memberikan gambaran cukup

Page 3: UTS PIP

komprehensif tentang kondisi dan perkembangan pendidikan Indonesia dalam beberapa tahun

terakhir. Tidak banyak tersedia karya mutakhir tentang

pendidikan Indonesia yang dapat dinikmati pembaca internasional.

Education in Indonesia mencakup pembahasan tentang berbagai aspek pendidikan di negeri

ini. Diskusi bermula dari kecenderungan umum pendidikan Indonesia; pendidikan anak usia

dini (PAUD); pendidikan dasar dan menengah; ‘integrasi’ madrasah ke dalam sistem

pendidikan umum; pendidikan tinggi dengan pertumbuhan universitas dan gagasan _world-

class university_, peningkatan pendanaan yang belum mampu meningkatkan kualitas;

penyiapan atau peningkatan kualitas guru dan tenaga kependidikan lain; sampai kepada

kesenjangan pendidikan dengan ketrampilan yang diperlukan dalam lapangan kerja.

Secara umum, citra dan realitas pendidikan Indonesia belum menampilkan gambaran

menyenangkan. Sebaliknya, karena banyaknya masalah yang dihadapi—dengan gambaran

‘lingkaran setan’—berbagai aspek pendidikan Indonesia mengandung banyak tantangan yang

sangat mendesak untuk segera dibenahi.

Lihatlah pada tingkat pendidikan dasar. Seperti diungkapkan Suryadarma dan Jones, berkat

‘rejeki nomplok’ (windfall) dari minyak pada 1970an, terjadi peningkatan dramatis jumlah

anak yang masuk pendidikan dasar, sehingga diharapkan Indonesia sudah mencapai

‘pendidikan dasar universal’ pada 1983. Tetapi masalahnya, bukan sekadar pernah sekolah,

tetapi seberapa banyak murid yang berhasil menyelesaikan SD. Ternyata sampai awal 1990an

hanya 66 persen anak yang bisa tamat SD dan 81

persen pada tahun ajaran 2007-8. Bisa dipastikan, prosentase ini tidak banyak meningkat

setelah itu.

Agaknya pembaca setuju belaka dengan pernyataan kedua penyunting, adalah tragedi dalam

dasawarsa kedua abad 21, masih sangat banyak anak Indonesia yang tak berhasil

menamatkan pendidikan dasar. Walhasil ketika terpaksa bekerja untuk menyambung hidup,

mereka mengalami ‘butahuruf fungsional’ (functional illiteracy) yang membuat kian

terpuruknya tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia.

Jelas selain tingkat putus sekolah yang masih tinggi, publik Indonesia sudah tahu sejak lama,

mutu pendidikan dasar Indonesia masih sangat rendah. Hal ini disebabkan bukan hanya

Page 4: UTS PIP

karena banyak guru berkualitas seadanya—meski ada sertifikasi dengan tunjangan khusus—

tetapi juga karena fasilitas yang jauh daripada memadai. Bahkan fasilitas paling dasar seperti

gedung atau ruang kelas banyak yang menunggu ambruk—mengancam keselamatan anak

mungil.

Tak kurang dramatisnya, seperti dilaporkan Suharti dalam buku yang sama, jumlah sekolah

tingkat pendidikan dasar justru merosot tajam sepanjang 1996 sampai 2005—dari sekitar 181

ribu menjadi 165 ribu. Memang penurunan jumlah sekolah disebabkan bergabungnya

beberapa sekolah berdekatan. Selain itu, juga karena keberhasilan KB mengurangi jumlah

usia anak sekolah. Tetapi dengan pertumbuhan penduduk yang hampir tidak terkendali sejak

masa pasca-Soeharto karena marjinalisasi BKKBN jelas

terjadi lonjakan jumlah anak usia sekolah.

Dituduh Nyontek, Mata Tiga Siswa Dibalsem

Seorang siswa yang terbaring di UKS setelah matanya diolesi balsem oleh gurunya

MEDAN - Hukuman yang di - berikan oknum guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Jalan Pancing Medan kepada sis wa - nya yang dituduh me nyon tek tergolong sadis. Guru berinisial As mengolesi mata ketiga sis - wanya dengan bal sem. Karena tidak kuat me na - han perih, ketiga siswa kelas 1 ber nama M Iqbal Maulana, 15; Achmad Taufiq Siregar, 15; dan Fitrah Fali Nasution, 15, meri ngis kesakitan.

Bahkan, Fitrah sempat jatuh pingsan hingga digotong rekan-re kan - nya ke Ruang Unit Kesehatan Se kolah (UKS) yang berada di lantai 1 sekolah itu. Peristiwa ini terjadi Selasa (26/3/2013) sekitar pukul 13.00 WIB, saat siswa kelas 1 meng - ikuti ujian pelajaran Pendidikan Ke war ganegaraan (PKN). Suasana di sekolah itu pun menjadi heboh. Sejumlah sis - wa beserta guru memberitahu kejadian ini kepada keluarganya hingga ak hir nya sampai di telinga war tawan.

B.

1. Saya mendukung program Pemerintah Kurikulum 2013 karena sesuai dengan kebutuhan seluruh bangsa Indonesia ( Ya - Tidak ). Alasannya

2. Saya harus menjadi contoh teladan di keluarga dan masyarakat dengan bersikap integrasi yang cukup dan sesuai keadaan ( Ya - Tidak ). Alasanya

3. Makna pembelajaran dan pendidikan itu adalah sama ( Ya - Tidak ).Alasannya4. Saya harus menjadi Agent of Change dalam kesenjangan dan kesalahan yang terjadi

di kehidupan ini ( Ya - Tidak ). Alasannya5. Unity in Diversity adalah makna dari Bhinneka Tunggal Ika ( Ya - Tidak ).

Alasannya

Page 5: UTS PIP