utomo. budi_d2006

Upload: m-ikhwanuddin-el-syirazj

Post on 05-Jul-2018

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    1/36

    PENGARUH UMUR TELUR TERHADAP KUALITAS

    KEMASIRAN TELUR ASIN YANG DIASIN

    SELAMA 14 HARI

    SKRIPSIBUDI UTOMO

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

    FAKULTAS PETERNAKAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2006

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    2/36

    RINGKASAN

    BUDI UTOMO. D14202017. Pengaruh Umur Telur terhadap Kualitas

    Kemasiran Telur Asin yang Diasin Selama 14 Hari. Skripsi. Program Studi

    Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

    Pembimbing Utama : Ir. Rukmiasih, MS

    Pembimbing Anggota : Prof. Dr. dra. Peni S. Hardjosworo, MSc

    Hasil utama itik adalah telur. Telur itik banyak digunakan sebagai telur asin.

    Permasalahan yang terjadi sekarang ini adalah masih rendahnya kualitas kemasiran

    dari telur asin. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh umur telur terhadap

    kualitas kemasiran dari telur asin. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Agustus

    sampai September 2005. Telur yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 120

     butir telur, yang dibagi dalam kelompok kecil (64-65 g), sedang (66-70 g), besar (71-

    74 g). Perlakuan yang digunakan adalah umur telur yang berbeda. Peubah yangdiukur dalam penelitian ini adalah kadar garam, kadar air dan persentase kemasiran.

    Kadar garam dan kadar air digunakan sebagai indikator perubahan yang terjadi pada

    telur selama pengasinan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama umur

    telur maka persentase kemasiran semakin besar (60,34% umur 1 hari; 65,18% umur

    7 hari; 78,56% umur 14 hari; 80,29% umur 21 hari).

    Putih telur pada telur yang telah berumur lama akan semakin encer, dan

    membran vitelin kuning telur semakin lemah. Penetrasi garam akan semakin mudah

    karena kondisi putih telur telah turun viskositasnya, begitu juga semakin lemah

    membran vitelin maka garam dan air akan mudah masuk ke dalam kuning telur.

    Besarnya kadar garam dan air dalam kuning telur maka kuning telur asin semakin

    masir

    kata-kata kunci: Telur itik, telur asin, kemasiran

    2

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    3/36

    ABSTRACT

    The Effects Storage Periode Toward Salted Egg Grity Quality

    During 14 Days

    Utomo, B., Rukniasih, and Hardjosworo, P 

    The main product of duck is egg. Mostly the duck egg is used make salted

    egg. The recent problem is the fact that the grity quality of salted egg is still low. The

    aim of the reaserch was to study the effects of the egg storage periode toward salted

    egg grity quality. The reaserch was conducted on august until september 2005. the

    eggs used in the reaserch were as many as 120 eggs that were devided in the in three

    groups. They were small group (64-65 g), medium group (66-70 g) and large group

    (71-74 g). The used treatment was the different of egg storage periode. The variable

    measured in the reaserch were salt content, moisture content, and grity percentage.

    The salt and moisture content were used as the the change indicator occured in egg

    during salting. The reaserch showed that the more egg storage periode, the more thegrity percentage increased (60,34% for 1 day; 65,18% for 7 days; 78,56% for 14

    days; 80,29% for 21 days).

    The viscosity of albumen was decreased as the egg storage periode longes,

    and the yolk viteline membrane weaker. Therefore the salt penetration was easier to

    occure becouse of the decreasing albumen viscosity and weaker vitelin membrane,

    the easier salt and moisture enter the yolk. The salted egg yolk was more grity as

    more salt and water content in the yolk.

    Keywords: Duck egg, Salted egg, grity

    3

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    4/36

    PENGARUH UMUR TELUR TERHADAP KUALITAS

    KEMASIRAN TELUR ASIN YANG DIASIN

    SELAMA 14 HARI

    BUDI UTOMOD14202017

    Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

    Fakultas Peternakan

    Institut Pertanian Bogor 

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

    FAKULTAS PETERNAKAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2006

    4

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    5/36

    PENGARUH UMUR TELUR TERHADAP KUALITAS

    KEMASIRAN TELUR ASIN YANG DIASIN

    SELAMA 14 HARI

    Oleh :

    BUDI UTOMO

    D14202017

    Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapanKomisi Ujian Lisan pada tanggal 10 Agustus 2006

    Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

    Ir. Rukmiasih, MS Prof. Dr. dra. Peni S. Hardjosworo, MSc

    NIP. 131 284 605

    Dekan Fakultas PeternakanInstitut Pertanian Bogor

    Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur. Sc.

    NIP. 131 624 188

    5

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    6/36

      RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Oktober 1983 di Situbondo, Jawa Timur.

    Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak SapranSiswowijoto dan Ibu Kartini.

    Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD Patokan IV Situbondo.

    Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SMP 1

    Situbondo. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMU

    1 Situbondo. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Produksi

    dan Teknologi Peternakan, Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas

    Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut

    Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2002.

    Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah bergabung dalam keanggotaan

    FAMM AL-AN’AM periode 2004-2005 dan Himaproter (Himpunan Mahasiswa

    Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan) periode 2004-2005, Fakultas Peternakan,

    Institut Pertanian Bogor. Penulis juga mendapat kesempatan menjadi asisten dosen

     praktikum mata kuliah Dasar-dasar Teknologi Hasil Ternak periode 2004-2005 dan

    Ilmu dan Teknik Pengolahan Susu periode 2005-2006.

    6

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    7/36

    KATA PENGANTAR

    Skripsi ini merupakan salah satu upaya dalam mengetahui umur yang tepat

    dilakukan pengasinan pada telur itik agar mendapat kualitas kemasiran kuning telurasin yang paling baik. Selama penyimpanan telur akan mengalami penurunan

    kualitas yang disebabkan oleh penguapan. Penguapan ini mengakibatkan putih telur

    akan semakin encer dan membran kuning telur semakin melemah. Hal ini diyakini

    akan dapat mempercepat garam dan air masuk ke kuning telur dan mengakibatkan

     perbesaran diameter granula kuning telur, sehingga timbul tekstur masir.

    Skripsi ini membahas mengenai pengaruh kadar air dan kadar garam putih

    dan kuning telur sebelum dan sesudah diasin. Semakin lama telur disimpan atau

    semakin tua umur telur kadar air putih telur semakin meningkat dan membran vitelin

    semakin melemah, sehingga akan mempercepat penetrasi air dan garam masuk ke

    dalam kuning telur

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga karya

    ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

    Bogor, Agustus 2006

    Penulis

    7

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    8/36

    DAFTAR ISI

    Halaman

    RINGKASAN .............................................................................................. i

    ABSTRACT ................................................................................................. ii

    RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... v

    KATA PENGANTAR ................................................................................ vi

    DAFTAR ISI ................................................................................................ vii

    DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x

    PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

    Latar Belakang ................................................................................. 1Tujuan .............................................................................................. 2

    Manfaat ............................................................................................ 2

    TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3

    Itik Lokal ........................................................................................... 3

    Struktur Fisik Telur .......................................................................... 4

    Kulit Telur ............................................................................ 5

    Putih Telur ........................................................................... 5

    Kuning Telur ........................................................................ 6

    Kualitas Telur .................................................................................. 7

    Penurunan Kualitas selama Penyimpanan ........................... 9Telur Asin ........................................................................................ 10

    Perubahan yang Terjadi pada Saat Pengasinan  ................................ 11

    METODE ..................................................................................................... 13

    Lokasi dan Waktu ............................................................................ 13

    Materi ............................................................................................... 13

    Rancangan ........................................................................................ 13

    Prosedur ........................................................................................... 14

    Pengasinan Telur .................................................................. 14

    Kadar Air (Sofyan, 2003) .................................................... 14

    Kadar NaCl (Sofyan, 2003) ................................................. 15Penampakan Kemasiran Kuning Telur (AAICS, 1974) ...... 15

    HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................  17

    KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 23

    Kesimpulan ...................................................................................... 23

    Saran ................................................................................................ 23

    UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................ 24

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 25

    8

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    9/36

    DAFTAR TABEL

     Nomor Halaman

    1. Data Populasi Itik di Indonesia Tahun 1999 - 2003 ........................... 4

    2. Kandungan Gizi Telur Itik, Telur Ayam dan Telur Asin ................... 7

    3. Kandungan Mineral Telur ................................................................... 7

    4. Kandungan Gizi Telur Itik dan Bagian- bagiannya ............................ 9

    5. Kadar Air Putih Telur dan Kuning Telur Sebelum dan Sesudah Diasin 17

    6. Kadar Garam Putih Telur dan Kuning Telur Sebelum Diasin ............ 20

    7. Kadar Garam Putih Telur dan Kuning Telur Sesudah Diasin ............ 20

    8. Persentase Kemasiran Kuning Telur Asin .......................................... 21

    9

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    10/36

    DAFTAR GAMBAR

     Nomor Halaman

    1. Struktur Telur (Stadelman dan Cotterill 1977) ................................... 4

    2. Oven 105P

    oP

    C ........................................................................................ 16

    3. Timbangan Elektrik ............................................................................ 16

    4. Oven 600Po

    PC ........................................................................................ 16

    5. Kemasiran Kuning Telur Asin pada Pengasinan Umur Telur yang

    Berbeda ............................................................................................... 22

    10

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    11/36

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Itik lokal adalah itik yang telah mengalami domestikasi  dan beradaptasidengan lingkungan di Indonesia tanpa memperhatikan asal-usul tetua liarnya. Itik-

    itik yang ada sekarang ini diturunkan dari jenis  Mallard   berkepala hijau ( Anas

     plathyrhyncos plathyrhyncos). Itik lokal yang ada di Indonesia mempunyai beberapa

     jenis dan setiap jenis diberi nama sesuai dengan tempatnya berada. Setiap jenis

    memiliki ciri morfologi yang khas. Sebagai contoh adalah itik Tegal, Alabio, Bali,

    Cirebon, Magelang, Tasikmalaya, Tangerang, Medan, Lombok dan Mojokerto.

    Budidaya tenak itik di Indonesia terutama ditujukan untuk produksi telur. Hal

    ini cukup beralasan karena selain kemampuan produksi yang cukup tinggi, harga

    telurnya juga relatif tinggi.

    Telur itik memiliki beberapa kelemahan bila dibandingkan dengan telur ayam

     bila dalam keadaan segar. Beberapa kelemahannya antara lain adalah telur itik

    memiliki daya buih yang lebih rendah dari telur ayam dan telur itik memiliki pori-

     pori yang lebih banyak dari telur ayam. Permukaan cangkang telur itik lebih luas dari

     permukaan cangkang telur ayam, sehingga penguapan yang terjadi besar karena

     banyaknya pori-pori dan permukaan cangkang yang luas. Telur itik akan lebih cepat

    mengalami penurunan kualitas. Selain itu telur itik mempunyai kelebihan bila dibuat

    sebagai telur asin. Telur asin yang berasal dari telur itik lebih disukai bila

    dibandingkan yang berasal dari telur ayam.

    Ada berbagai cara dalam pengasinan telur, antara lain dengan cara

     pembalutan dengan adonan yang berbentuk pasta (tumbukan bata merah dengan air

    dan garam) dan perendaman dengan larutan garam. Pembuatan telur asin dengan cara

     perendaman memiliki dua cara yaitu dengan tekanan dan tanpa tekanan.

    Permasalahan yang dihadapi sekarang ini adalah telur asin di Indonesia

     belum seragam, contohnya adalah rasa telur asin yang terlalu asin dan ada juga yang

    kurang asin, ada yang kuning telur yang masir dan ada juga kuning trelur yang

    kurang masir. Padahal untuk mengembangkan populasi usaha telur itik lokal, salah

    satu strateginya adalah dengan meningkatkan konsumsi produksinya antara lain

    adalah telur asin.

    11

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    12/36

    Telur asin dapat dijadikan komoditi ekspor mengingat produk ini juga disukai

    oleh masyarakat negara-negara tetangga. Salah satu penelitian telah dilakukan untuk

    mendapatkan telur asin yang kemasirannya tinggi, yakni dengan cara mengasinkan

    telur pada berbagai umur telur. Semakin tua umur telur yang digunakan, putih telur

    sudah semakin encer dengan adanya penguapan, sehingga mempercepat penetrasi

    garam yang akan membuat kuning telur asin semakin masir.

    Tujuan

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh umur telur

    terhadap kualitas kemasiran telur asin yang dihasilkan.

    Manfaat

    Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi bagi produsen telur asin dalam

    memilih telur yang akan menghasilkan telur asin dengan kemasiran yang tinggi.

    12

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    13/36

    TINJAUAN PUSTAKA

    Itik Lokal

    Ternak itik adalah ternak unggas penghasil telur yang cukup potensialdisamping ternak ayam. Ternak itik umumnya merupakan unggas yang dipelihara di

    daerah pantai sampai ke pegunungan. Penyebarannya banyak di kota-kota sebelah

    utara pulau Jawa seperti Serang, Tanggerang, Karawang, Cirebon, Tegal dan

    Pekalongan (Samosir, 1983).

    Itik yang ada sekarang ini (Agas domesticus)  berasal dari itik liar Wild

     Mallard . Semua itik yang sekarang diternakkan berasal dari hewan liar yang

    dijinakkan dengan berbagai cara. Beberapa sifat itik diantaranya adalah : 1) mampu

    mempertahankan produksi telur lebih lama, 2) mampu berproduksi dengan baik

    dengan sistem pengelolaan yang sederhana, 3) tingkat kematian itik umumnya kecil,

    4) lebih tahan terhadap penyakit, 5) dapat berproduksi dengan pakan berkualitas

    rendah, 6) cocok untuk telur asin, 7) lebih baik gizinya daripada telur ayam (Samosir,

    1983).

    Itik yang ada di Indonesia umumnya dikenal dengan itik lokal. Itik lokal

    adalah itik yang telah mengalami domestikasi dan beradaptasi dengan lingkungan di

    Indonesia tanpa memperhatikan asal-usul tetua liarnya (Hardjosworo, 1995).

    Beberapa itik lokal diberi nama sesuai dengan lokasi penyebarannya dan memiliki

    ciri morfologi yang khas (Setioko et al., 1994).

    Setioko et al.  (1994) menyatakan bahwa budidaya ternak itik di Indonesia

    terutama ditujukan untuk produksi telur. Hal ini disebabkan selain kemampuan

     produksi yang cukup tinggi, harga telur itik juga cukup tinggi. Sebagai sumber

     penghasil daging, itik kurang populer dan kurang disukai oleh masyarakat. Hanya

    sebagian masyarakat yang telah biasa mengkonsumsinya, yaitu masyarakat pedesaan

    dan masyarakat Cina.

    Berdasarkan data Statistik Peternakan Indonesia (2005), populasi itik dan

    konsumsi telur di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Data populasi itik, produksi

    telur dan konsumsi telur tahun 1999 - 2003 dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    14/36

      Tabel 1. Data Populasi Itik di Indonesia Tahun 1999-2003

    Produksi telur itik Konsumsi telur itik

    Tahun

    Populasi itik

    (000 ekor) (000 ton)

    1999 27.552 640,1 640,4

    2000 29.035 783,3 783,3

    2001 32.068 850,3 793,8

    2002 46.001 945,7 945,7

    2003* 48.120 1.060,3 1.060,3

    Keterangan : *) Angka sementara 2003Sumber: Badan Statistik Peternakan Indonesia (2003)

    Struktur Fisik Telur

    Stuktur fisik telur itik secara keseluruhan hampir sama dengan telur ayam,

    terdiri dari tiga bagian yaitu kulit telur (8%-11%), putih telur (56%-61%) dan kuning

    telur (27%-31%) (Powrie, 1984). Bentuk telur itik yang normal umumnya sama

    dengan telur ayam yaitu oval dengan salah satu bagian meruncing sedangkan ujung

    lainnya tumpul (Stewart dan Abbott, 1972). Susunan struktur telur dapat dilihat padaGambar 1.

    Gambar 1. Struktur Telur (Stadelman dan Cotterill, 1995)

    4

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    15/36

    Kulit Telur

    Lapisan kulit telur terdiri dari lapisan kutikula, bunga karang, lapisan

    mamilary,  dan lapisan membrana kulit telur. Lapisan bunga karang dan mamilary 

    dibedakan dengan berat kotor polisakaridanya, kemampuan daya tarik kation-

    kationnya, dan ketahanan pada perebusan dengan NaOH 10%. Satu lapisan kutikula

    dan membran setelah lapisan matrik adalah lapisan kalsium karbonat dan kalsium

     bagian dalam dengan proporsi 1:50. Lapisan kalsium yang bersatu dengan matrik

    mamilary berbentuk kerucut (Stadelman dan Cotterill, 1995).

    Menurut Romanoff dan Romanoff (1949), komposisi dari kulit telur adalah

    98,2% kalsium; 0,9% Mg dan 0,9% P. Kulit telur itik berwarna hijau kebiruan dan

    agak lebih tebal dibandingkan dengan telur ayam. Ketebalan dari kulit telur itik

    adalah ± 0,257 mm, sedangkan kulit telur ayam ± 0,244 mm (Hetzel, 1985).

    Setiap lapisan pada kulit telur susunan atau komposisinya berbeda-beda.

    Lapisan terluar adalah kutikula. Lapisan ini terdiri atas 85%-87% protein; 3,5%-4,4%

    karbohidrat; 2,5-3% lemak dan 3,5% abu. Lapisan kedua adalah lapisan bunga

    karang. Lapisan ini disebut lapisan sebenarnya karena tersusun dari 2/3 bagian dari

    seluruh bagian kulit telur. Lapisan bunga karang tersusun dari protein, karbohidrat,

    lemak, garam dan kalsium (kalsium karbonat, Magnesium karbonat, kalsium fosfat).

    Lapisan ketiga adalah lapisan mamilary  yang terdiri atas mukopolisakarida 

    sialomusin. Ikatan yang terbentuk adalah ikatan hidrogen dan disulfida (Belizt dan

    Grosch, 1999).

    Lapisan membran berada diantara permukaan dalam cangkang telur sampai

    albumen. Lapisan ini terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan luar dengan ketebalan

    53,2-65,5 μm dan lapisan dalam dengan ketebalan 19,5-24,3 μm. Lapisan luar

    menempel pada cangkang oleh beberapa kerucut pada permukaan cangkang dalamsampai ke dalam membran oleh asosiasi serat. Setiap serat pada membran ada inti

     padat elektron. Lapisan membran dalam memiliki tiga lapisan serat yang paralel pada

    sudut kanannya masing-masing (Stadelman dan Cotterill, 1995).

    Putih Telur

    Putih telur terdiri dari empat lapisan yang tersusun secara istimewa, yaitu:

    lapisan encer luar, lapisan kental luar, lapisan encer dalam dan lapisan khalazaferous.

    Masing-masing lapisan tersebut mempunyai kandungan air yang berbeda-beda

    5

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    16/36

    (Romanoff, 1949). Bagian terbesar dari telur adalah putih telur, yaitu sebesar 56%-

    61% dari keseluruhan telur. Protein putih telur terdiri dari protein serabut dan protein

    globular (Powrie dan Nakia, 1985).

    Jenis protein pada putih telur diantaranya adalah ovalbumin, konalbumin,

    ovomucoit, lizozim, ovoglobulin, ovomucin, flavoprotein, ovoglikoprotein,

    ovomakroglobulin, ovoinhibitor dan avidin (Powrie, 1973). Ovomucin merupakan

    glikoprotein yaitu protein yang mengandung karbohidrat yang berbentuk serabut.

    Serabut-serabut ovomucin berbentuk jala yang dapat mengikat bagian cair dari putih

    telur sehingga ovomucin menentukan kekentalan putih telur (Powrie, 1973).

    Karbohidarat yang terdapat dalam putih telur adalah karbohidrat yang

     berikatan dengan protein (± 0,5%) atau biasa disebut glikoprotein dan karbohidrat

    yang berdiri sendiri (± 0,4%-0,5%). Karbohidrat tersebut adalah glukosa (98%),

    manosa, galaktosa, arabinosa, xylosa, ribosa dan dioksiribosa. Putih telur selain

    mengandung air, protein dan karbohidrat juga mengandung lemak, vitamin dan

    mineral (Winarno dan Koswara, 2002).

    Kuning Telur

    Kuning telur merupakan emulsi lemak dalam air yang terdiri atas 1/3 protein

    dan 2/3 lemak (Belizt dan Grosch, 1999). Kuning telur adalah suatu bagian yang

     penting dari telur. Bagian ini mengandung bahan-bahan makanan untuk

     perkembangan embrio. Berbeda dengan putih telur, kuning telur terdiri dari protein

    telur dan lemak yang berbentuk butiran-butiran dalam berbagai ukuran (Romanoff

    dan Romanoff, 1949; Wimton,1949 dan Fromm, 1967).

    Kuning telur terdiri atas membran vitelin, saluran latebra, lapisan kuning telur

    gelap dan lapisan kuning telur terang (Stadelman dan Cotterill, 1995). Membran

    vitelin di sekeliling kuning telur terbentuk dari dua lapisan yaitu lapisan dalam yang

    dibentuk di ovari dan lapisan luar yang dibentuk di oviduct (Stadelman dan Cotterill,

    1995).

    Kuning telur terdiri dari protein, lemak, pigmen dan mineral-mineral seperti

    K, Na, Mg, Ca, Fe, Cu, S, P, Ce dan Mn. Kuning telur memiliki semua vitamin

    kecuali vitamin BB2 B(Stadelman dan Cotterill, 1995).

    6

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    17/36

    Belitz dan Grosch (1999) melaporkan bahwa 0.2% karbohidrat yang terdapat

     pada kuning telur berkaitan dengan protein. Karbohidrat yang tidak berkaitan dengan

     protein adalah monosakarida (U+ U0.6%) dengan jenis yang sama dengan putih telur.

    Menurut Chang et al. (1977) kuning telur secara keseluruhan terbagi atas

     bagian kuning dan bagian putih. Bagian putih berada di tengah-tengah kuning telur

    dan hanya 1% dari total. Bagian putih dan kuning telur memiliki varietas partikel

    yang berukuran mikroskopis seperti butiran-butiran telur, lipoprotein drop (granula)

    dan low dencity lipoprotein (LDL). Kandungan gizi telur mentah dari berbagai jenis

    unggas dan kandungan mineral telur dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.

    Tabel 2. Kandungan Gizi Telur Itik, Telur Ayam dan Telur AsinTernak Kalori Protein Lemak Karbohidrat Air

    ................................................... g ....................................................

    Ayam 162 12,8 11,5 0,7 74

    Itik 189 13,1 14,3 0,8 70,8

    Telur Asin 195 13,6 13,6 1,4 66,5

    Sumber : Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu

    Pengetahuan dan Teknologi (2006)

    Tabel 3. Kandungan Mineral Telur Ayam

    Mineral Albumen Kuning Telur

    (%)

    Sulfur 0,195 0,016

    Kalium 0,145 – 0,167 0,112 – 0,360

     Natrium 0,161 – 0,169 0,070 – 0,093

    Fosfor 0,018 0,543 – 0,980

    Kalsium 0,008 – 0,02 0,121 – 0,282

    Magnesium 0,009 0,032 – 0,128

    Ferrum  0,0009 0,0053 – 0,011

    Sumber : Stadelman dan Cotterill (1995)

    Kualitas Telur

    Kualitas telur adalah kumpulan ciri-ciri telur yang mempengaruhi selera

    konsumen. Kualitas merupakan ciri atau sifat yang sama dari suatu produk yang

    7

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    18/36

    menentukan derajat kesempurnaannya yang akan mempengaruhi penerimaan

    konsumen (Romanoff dan Romanoff, 1963).

    Kualitas telur yang dipengaruhi oleh sifat genetik adalah tekstur dan

    ketebalan kerabang telur, adanya noda darah, banyaknya putih telur kental dan

    komposisi telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Sirait (1986) menyatakan bahwa

    faktor-faktor kualitas yang memberikan petunjuk terhadap keseragaman telur adalah

    susut berat, keadaan diameter rongga udara, keadaan putih dan kuning telur, bentuk

    dan warna kuning telur serta tingkat kebersihan kerabang telur. Susut berat telur

    dipengaruhi oleh keadaan awal dari telur. Penyusutan berat telur akan bertambah

     besar dengan bertambahnya umur simpan sampai batas tertentu dan selanjutnya berat

    telur akan relatif konstan (Romanoff dan Romanoff, 1963). Penyusutan bobot telur

     pada telur-telur yang diawetkan relatif berlangsung dengan cepat. Hal ini disebabkan

     pengaruh suhu yang tinggi selama penyimpanan ( Stedelment dan Cotterill, 1995).

    Kualitas putih telur dapat diukur dengan menghitung  Haugh unit   yaitu

    menggunakan  Egg Quality Slide Rule  atau menggunakan rumus haugh unit

    (Stadelmant dan Cotteril, 1995). Keadaan atau kekentalan kuning telur dapat diukur

    dengan menghitung indeks kuning telur (Romanoff dan Romanoff, 1949). Indeks

    kuning telur yang normal adalah 81,70% (Romanoff dan Romanoff, 1963).

    Kekentalan putih telur yang semakin tinggi dapat ditandai dengan tingginya

    lapisan putih yang kental. Hal ini menunjukkan bahwa telur masih dalam keadaan

    segar. Penurunan tinggi putih telur bersifat logaritmik negatif dan secara matematis

    telah dijabarkan oleh Haugh (1937) yang dikenal dengan  Haugh unit   (Stadelmant

    dan Cotterill, 1995).

    Beberapa karakteristik yang mempengaruhi mutu kuning telur adalah warna,

     bulatnya bentuk dan kekuatan membran vitelin. Warna kuning telur dapatdideterminasi dengan menggunakan  Roche Color Fan yang mempunyai lima belas

    seri warna. Bentuk bulat kuning telur dapat dinyatakan sebagai indeks kuning telur,

    yang merupakan hasil pembagian dari tinggi dan lebar telur. Penurunan kuning telur

    merupakan fungsi dari kekuatan membran vitelina (Stadelmant dan Cotterill, 1995).

    Kandungan gizi telur dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada Tabel 4.

    8

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    19/36

    Tabel 4. Kandungan Gizi Telur Itik dan Bagian- bagiannya

    Komponen Telur utuh Putih telur Kuning telur

    ............................................ % ............................................

    Air 70,60 88 47

    Protein 13,10 11 17

    Lemak 14,30 - 35

    Karbohidrat 0,80 0,80 0,8

    Abu 0,95 - -

    Keterangan : - : Kadar sangat sedikitSumber : Winarno dan Koswara (2002)

    Penurunan Kualitas Selama PenyimpananTelur adalah produk ternak yang mudah sekali rusak oleh lingkungan, yaitu

    kelembapan, suhu dan lama penyimpanan. Kerusakan tersebut berupa perubahan-

     perubahan pada telur. Perubahan-perubahan yang dapat diketahui dari luar dan

     perubahan-perubahan dalam isi telur yang hanya dapat diketahui jika telur sudah

    dipecahkan (Romanoff dan Romanoff, 1963).

    Perubahan berat dan pembesaran rongga udara dapat terjadi karena adanya

     penguapan air dan pelepasan gas misalnya COB2B, NHB3B, NB2B dan kadang-kadang HB2BS

    sebagai hasil degradasi bahan-bahan organik isi telur selama penyimpanan telur.

    Pelepasan gas tersebut dapat mengakibatkan telur jadi berbau menyimpang.

    Perubahan penampakan kuning telur dapat terjadi karena pada suhu maupun

    kelembapan udara yang tinggi dapat terjadi kondensasi air yang berlebihan pada kulit

    telur sehingga dapat sebagai media pertumbuhan kapang dan bakteri (Romanoff dan

    Romanoff, 1963). Penyebab menurunnya kesegaran telur utuh adalah karena

    terjadinya pelepasan COB2B  dari dalam isi telur, menguapnya air dari dalam telur ke

     permukaan telur dan masuknya mikroba melalui pori kulit telur (Romanoff dan

    Romanoff, 1949).

    Lama penyimpanan berpengaruh pada nilai pH putih telur. Semakin lama

     penyimpanan maka nilai pH putih telur akan semakin meningkat, pada hari pertama

    sebesar 7,6 kemudian meningkat mencapai 9,7. Kenaikan nilai pH disebabkan oleh

    hilangnya COB2B  melalui pori-pori kulit telur. Nilai pH putih telur tergantung dari

    keseimbangan antara pemecahan karbondioksida, ion bikarbonat dan karbonat

    tergantung tekanan COB2B oleh pengaruh luar (Winarno dan Koswara, 2002).

    9

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    20/36

    Romanoff dan Romanoff (1963) menambahkan bahwa perubahan nilai pH

     putih telur disebabkan oleh hilangnya COB2B  dan aktifnya enzim proteolitik yang

    merusak membran vitelin menjadi lemak dan akhirnya pecah sehingga menyebabkan

     putih telur menjadi cair dan tipis.

    Ovomucin sangat berperan dalam pengikatan air untuk membentuk struktur

    gel albumen. Albumen akan semakin kental jika jala-jala ovomucin banyak dan kuat

    dengan viskosistas albumen tinggi seperti yang diperlihatkan dari indikator haugh

    unit . Protein albumen terdiri dari protein serabut yaitu ovomucin oleh karena itu

    semakin tinggi nilai  Haugh unit  maka semakin tinggi ovomucin dan fenomena ini

    mencerminkan semakin baik kualitas interior telur itik. Semakin lama penyimpanan

    dapat menyebabkan HU (Haugh unit) semakin turun (Roesdiyanto, 2002).

    Kenaikan nilai pH putih telur akan menyebabkan kerusakan fisikokimia

    serabut-serabut ovomucin sehingga kekentalan putih telur akan menurun. Menurut

    Romanoff (1949) penurunan kekentalan putih telur dan elastisitas membran vitelin

    mengakibatkan kuning telur bergeser dari posisinya yaitu pusat telur.

    Perubahan kuning telur selama penyimpanan meliputi penurunan elastisitas

    membran vitelin yang diikuti oleh pembesaran bulatan kuning telur akibat adanya

    difusi air dari putih telur kemudian bulatan kuning telur menipis dan akhirnya pecah.

    Keadaan tersebut dapat diukur dengan indeks kuning telur (Romanoff dan Romanoff,

    1949). Semakin lama telur disimpan indeksnya akan semakin menurun (Sirait, 1986).

    Telur Asin

    Telur asin adalah salah satu bentuk pengawetan telur yang dapat ditemukan di

     beberapa negara, misalnya Indonesia, Cina dan Taiwan. Keuntungan proses

     pengasinan disamping untuk pengawetan adalah meningkatkan cita rasa, yaitu rasa

    masir atau berpasir yang didapatkan pada kuning telur ( Sirait, 1986)

    Telur yang biasa digunakan untuk pembuatan telur asin adalah telur itik. Hal

    ini disebabkan karena telur itik mempunyai kadar lemak yang lebih tinggi bila

    dibandingkan dengan telur ayam. Wulandari et al. (2002) menyatakan bahwa kadar

    lemak kuning telur ayam adalah 31,9%.

    Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan di dalam pengawetan telur

    adalah mutu awal telur dan telur yang akan mengalami proses pengawetan. Tujuan

    dari tindakan pengawetan adalah menunda kerusakan fisik dan kimia serta mencegah

    10

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    21/36

     pertumbuhan bakteri. Telur yang diawetkan harus mempunyai mutu awal yang masih

    masuk dalam kelas AA. Ciri-ciri telur yang masuk dalam kualitas AA adalah kulit

    telur bersih, tidak retak, bentuk normal, kedalaman kantung udara 0,3 cm atau

    kurang, putih telur kental dan jernih, kuning telur terletak di pusat dengan baik,

    kuning telur jernih dan bebas dari noda (Romanoff dan Romanoff, 1963).

    Pengasinan telur dapat dilakukan dengan cara merendam telur di dalam

    larutan garam ataupun dengan cara membungkus telur dalam adonan garam dari batu

     bata atau abu gosok. Pengasinan dengan cara perendaman di dalam larutan garam

     pada prinsipnya diawali dengan pembuatan garam jenuh dan selanjutnya telur yang

    sudah dicuci direndam dalam larutan garam tersebut selama kurang lebih 2 minggu.

    Pengasinan dengan cara pembungkusan menggunakan adonan garam dan bahan

     bantu yang dapat berupa abu gosok atau bubuk bata merah, dilakukan selama 12-14

    hari (Sudaryani, 1996). Telur asin yang disukai konsumen adalah telur asin yang

    kuningnya memiliki tekstur masir, tidak terlalu asin putihnya dan kuningnya

     berwarna orange (Chi dan Tseng, 1998).

    Perubahan yang Terjadi pada Saat Pengasinan

    Prinsip pengasinan telur adalah melakukan penetrasi garam masuk ke dalam

    telur. Penetrasi garam ke dalam telur disebabkan beberapa faktor. Telur memilki

     pori-pori yang menghubungkan permukaan telur dan bagian dalam telur. Melalui

     pori-pori inilah garam masuk ke dalam telur. Penetrasi garam ke dalam telur berjalan

    secara difusi setelah garam berubah menjadi ion-ion. Difusi ion-ion garam tersebut

    melalui pori-pori kulit telur, putih telur dan masuk ke kuning telur melalui membran

    vitelin (Sukendra, 1976).

    Tekanan osmotik dalam larutan garam atau adonan lebih besar dari pada

    tekanan osmotik dalam telur, sehingga larutan garam dapat masuk kedalam telur.

    Garam yang digunakan dalam pengasinan adalah NaCl. Mekanisme yang terjadi

    adalah sebagai berikut : garam NaCl di dalam larutan mengion menjadi Na P+

    P dan ClP-

    P.

    Kedua ion tersebut berdifusi ke dalam telur melalui lapisan kutikula, bunga karang,

    11

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    22/36

    lapisan mamilari, membran kulit telur, putih telur, membran vitelin dan selanjutnya

    ke dalam kuning telur (Sukendra, 1976).

    Stadelmanet et al. (1984) menyatakan bahwa kuning telur dapat digambarkan

    sebagai sistem yang kompolek yang mengandung berbagai partikel yang tersuspensi

    dalam protein.

    Tekstur masir menurut Chi dan Tseng (1998) terjadi karena garam masuk

     bersama air ke dalam granul-granul yang berada dalam kuning telur. Garam tersebut

    akan merusak ikatan LDL ( Low Dencity Lipoprotein) sebagai penyusun terbesar

    granul. Kerusakan ikatan LDL ( Low Dencity Lipoprotein) ini akan memperbesar

    diameter dari granula. Semakin sedikit air yang masuk dalam granul maka batas

    antara granul dalam kuning telur semakin tampak.

    12

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    23/36

    METODE

    Lokasi dan Waktu

    Penelitian dilaksanakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas dan BagianIlmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

    dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September 2005.

    Materi

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur itik yang berumur 1,

    7, 14 dan 21 hari, garam (NaCl), air mineral, larutan KSCN 0,1 N, indikator tawas

    feri ammonium sulfat 40%, HNOB3B 4 N, AgNOB3B 0,1 N serta aquades.

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, toples, cawan

     porselen, oven 105POPC, oven 600POPC, labu Erlenmeyer dan pipet titrasi.

    Rancangan

    Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Kelompok yang di-

    gunakan berdasarkan berat telur (besar, sedang, kecil). Perlakuan yang digunakan a-

    dalah umur telur (1, 7, 14 dan 21 hari). Peubah yang diukur adalah kadar air pada pu-

    tih dan kuning telur sebelum dan sesudah diasin, kadar garam putih dan kuning telur

    sebelum dan sesudah diasin dan persentase kemasiran kuning telur asin. Data yang

    diperoleh dari hasil pengukuran kadar air dan kadar garam putih dan kuning telur se-

     belum dan sesudah diasin dianalisis secara deskriptif, sedangkan persentase kemasi-

    ran kuning telur asin dianalisis dengan (ANNOVA) berdasarkan Mattjik dan Sumer-

    tajaya (2002). Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjut-

    kan dengan uji lanjut Duncan. Berdasarkan Mattjik dan Sumertajaya (2002) model

    matematikanya adalah:

    YBijB = μ + αBi B+ β j +εBijB

    Keterangan:

    i : 1, 2, 3, 4, dan j : 1, 2, 3

    YBij B: pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

    μ  : rataan umum

    αBi  B: pengaruh umur telur ke-i (i = 1, 2, 3, 4)

    β jB  B: pengaruh bobot telur ke-j (j = 1, 2, 3)

    εBij  B: pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

    13

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    24/36

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    25/36

    Kadar NaCl (Sofyan, 2003)

    Sampel putih dan kuning telur yang telah diabukan dalam oven 600 PO

    PC

    sebanyak 3–5 g ditambah air dan HNOB3 B pekat sampai lembab. Sampel tersebut

    dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan air hingga tanda

    garis. Larutan tersebut didiamkan selama satu malam. Kemudian larutan tersebut

    dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml. Setelah itu

    ditambahkan AgNOB3B  0.1 N dan HNOB3B  4 N sebanyak 10 ml. Selanjutnya

    ditambahkan sebanyak 5 ml. Larutan tersebut lalu dititrasi dengan KSCN 0,1 N.

    Volume KSCN yang digunakan dicatat dan dibuat penetapan blanko. Kadar garam

    dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

    %NaCl  (B-A) x fp x N KSCNx 58,44

    mg sampelx 100%=

    keterangan:

    B = blanko

    A = contoh

     N = normalitas KSCN

    fp = faktor pengencer

    58,44 = berat molekul NaCl

    Penampakan Kemasiran Kuning Telur (AAICS, 1974)

    Penampakan kuning telur dilakukan dengan mengukur luas permukaan

    kuning telur yang berminyak dan dinyatakan dalam bentuk persen. Luas permukaan

    tersebut dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

    % permukaan

    yang berminyak= 

    Luas kuning

    yang berminyak 

    Luas total kuning telur 

    x100%

    Tingkat kemasiran kuning telur asin dinilai dengan menggunakan metode

     pengukuran luas permukaan bagian kuning telur yang masir. Permukaan kuning telur

    dijiplak secara keseluruhan kemudian dipisahkan antara bagian yang masir dan yang

    tidak masir. Gambar ditransfer ke kertas manila kemudian ditimbang dan beratnya

    dibagi dengan berat kertas manila setiap cmP2

    P.

    15

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    26/36

     

    Gambar 2. Oven 105P

    oP

    C

    Gambar 3. Timbangan Elektrik

    Gambar 4. Oven 600PoPC

    16

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    27/36

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pengaruh lama penyimpanan terhadap perubahan kadar air putih dan kuning

    telur sebelum diasin dapat dilihat pada Tabel 5.

    Tabel 5. Kadar Air Putih Telur dan Kuning Telur Sebelum dan Sesudah

    Diasin

    Bagian-bagian TelurLama

    Penyimpanan Kadar Air Putih telur Kadar Air Kuning Telur

    Sebelum

    Diasin

    Sesudah

    Diasin

    Sebelum

    Diasin

    Sesudah

    Diasin

    ---- (hari) ---- ------------------------------- (%) -------------------------------

    1 35,08 ± 2,71 35,78 ± 1,73 13,78 ± 1,56 20,90 ± 0,39

    7 39,37 ± 2,28 48,90 ± 15,27 12,99 ± 3,08 16,17 ± 1,23

    14 40,85 ± 12,51 47,27 ± 15,24 10,87 ± 0,86 18,19 ± 1,15

    21 55,05 ± 16,33 36,97 ± 2,77 17,15 ± 10,09 18,48 ± 0,40

    Tabel 5 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar air putih telur selama

     penyimpanan pada suhu ruang. Peningkatan kadar air putih telur tersebut terjadi

    karena adanya penguapan COB2B  (Romanoff dan Romanoff, 1963). Berkurangnya

    kandungan COB2B  di dalam telur akan diikuti dengan berkurangnya ion bikarbonat,

    sehingga kemampuan buffer telur menurun dan pH meningkat (Robinson, 1989).

    Peningkatan pH menyebabkan terjadinya ikatan antara lisozim dan ovomusin yang

    mengakibatkan perubahan struktur ovomusin dan membebaskan air (Stadelman dan

    Cotterill, 1995). Kadar air putih telur tertinggi terjadi pada telur umur 21 hari, hal ini

    disebabkan semakin lama pemyimpanan, COB2 Byang menguap akan semakin besar.

    Meningkatnya penguapan COB2B  menyebabkan degradasi protein semakin besar dan

     berdampak pada peningkatan kadar air (Romanoff dan Romanoff, 1963).

    Kadar air kuning telur umur satu hari berkisar antara 12,75%-15,57% denganrataan 13,78%, umur 7 berkisar antara 10,11%-16,27% dengan rataan 12,99 % dan

    umur 14 hari berkisar antara 9,89%-11,48% dengan rataan 10,87% (Tabel 5). Kadar

    air kuning telur umur 7 dan 14 hari masih ada dalam kisaran kadar air kuning telur

    umur satu hari. Hal tersebut terjadi karena kadar air putih telur umur 1 hari sampai

    14 hari belum terlalu besar, sehingga air dari putih telur belum masuk ke kuning

    telur.

    17

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    28/36

    Peningkatan kadar air kuning telur terjadi pada umur telur 21 hari. Hal ini

    dipengaruhi kadar air putih telur pada umur 21 hari sangat tinggi yaitu berkisar

    antara 44,84%-73,88%; sehingga air tersebut masuk ke dalam kuning telur.

    Pernyataan itu sesuai dengan Stadelman dan Cotterill (1995) yang menyatakan

     bahwa air yang terlepas dari protein putih telur akan bergerak menuju kuning telur.

    Pengaruh lama penyimpanan terhadap perubahan kadar air putih dan kuning telur

    sesudah diasin dapat dilihat pada Tabel 5.

    Kadar air putih telur setelah diasin mengalami peningkatan dibandingkan

    kadar air putih telur sebelum diasin. Peningkatan terjadi pada telur umur 1, 7 dan 14

    hari. Hal ini menurut Chen et al., (1998) dapat terjadi karena masuknya larutan

    garam ke dalam putih telur dengan cara difusi melalui pori-pori kerabang dan adanya

     perbedaan tekanan osmotik antara larutan garam dengan keadaan di dalam telur.

    Kadar air putih telur setelah diasin pada umur 7 dan 14 hari lebih besar

    dibandingkan telur yang diasin pada umur 1 hari. Hal ini disebabkan oleh dua faktor.

    Faktor pertama adalah putih telur sebelum diasin pada umur 7 dan 14 hari lebih encer

    dari pada putih telur sebelum diasin pada umur 1 hari (Tabel 5), sehingga penetrasi

    garam yang terjadi pada putih telur lebih besar. Faktor kedua adalah terjadinya

    degradasi protein oleh garam yang masuk ke dalam putih telur, sehingga

    menurunkan daya ikat air oleh protein yang dapat menyebabkan keluarnya air dari

     protein putih telur (Fennema, 1985; Belitz dan Grosch, 1999). Faktor kedua ini juga

    merupakan penyebab terjadinya peningkatan kadar air putih telur sesudah diasin

    dibanding sebelum diasin pada umur 7 dan 14 hari. Peningkatan kadar air putih telur

    sesudah diasin dibanding sebelum diasin pada umur 7 dan 14 hari lebih besar

    daripada peningkatan kadar air putih telur setelah diasin dibanding sebelum diasin

     pada umur 1 hari, sedangkan kadar air putih telur setelah diasin pada umur 14 dan 21hari mengalami penurunan dibanding kadar air putih telur setelah diasin pada umur 7

    hari. Penurunan kadar air putih telur tersebut disebabkan karena air dalam putih telur

    masuk ke kuning telur. Masuknya air dari putih telur ke kuning telur ini menurut Lai

    et al. (1999) karena membran vitelin sudah mulai melemah.

    18

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    29/36

    Kadar air kuning telur setelah diasin umur 1 hari sebesar 20,90% ± 0,39;

    mengalami penurunan pada telur umur 7 hari menjadi 16,17% ± 1,23. Penurunan

    tersebut disebabkan oleh keluarnya air dari kuning telur ke putih telur. Menurut Lai

    et al, (1999) keluarnya air dari kuning telur ke putih telur disebabkan karena

     peningkatan kadar garam di putih telur lebih cepat dibandingkan peningkatan kadar

    garam di kuning telur. Shenstone (1968) menambahkan bahwa lambatnya laju difusi

    garam ke kuning telur disebabkan karena sebagian besar komponen kuning telur

    adalah lemak.

    Kadar air kuning telur setelah diasin umur 14 hari mengalami peningkatan

    dibandingkan kadar air kuning telur setelah diasin umur 7 hari. Peningkatan kadar air

    ini terjadi karena masuknya air dari putih telur ke kuning telur akibat melemahnya

    membran vitelin (Lai et al., 1999). Kadar air kuning telur setelah diasin umur 21 hari

     juga mengalami peningkatan namun tidak sebesar penurunan kadar air putih

    telurnya. Hal ini disebabkan air dari putih telur yang masuk ke dalam kuning telur

    terserap oleh gel yang terbentuk pada kuning telur. Garam yang ada di kuning telur

    akan masuk ke dalam granula-granula kuning telur. Garam tersebut akan merusak

    ikatan-ikatan yang terdapat di dalam granula. Sebagian penyusun granula adalah

    LDL (Low Dencity Lipoprotein). Kerusakan ikatan pada LDL (Low Dencity

    Lipoprotein) ini diikuti oleh putusnya ikatan lemak dan protein. Protein yang terpisah

    dari setiap granula bereaksi bersama-sama larutan garam membentuk struktur tiga

    dimensi yaitu gel. Gel ini akan menangkap air yang masuk ke kuning telur.

    Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar air kuning telur

    setelah diasin. Hal ini disebabkan oleh dua faktor. Penetrasi larutan garam ke kuning

    telur melalui lapisan kutikula, bunga karang dan selanjutnya ke dalam kuning telur

    (Chen et al., 1998). Faktor kedua adalah masuknya air dari putih telur ke kuningtelur. Hal ini disebabkan oleh semakin encernya putih telur akibat degradasi protein

     putih telur oleh garam. Pengaruh lama penyimpanan terhadap perubahan kadar

    garam putih dan kuning telur sebelum diasin dapat dilihat pada Tabel 6.

    19

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    30/36

    Tabel 6. Kadar Garam Putih Telur dan Kuning Telur Sebelum Diasin

    Bagian-bagian TelurLama

    Penyimpanan Kadar Garam Putih telur Kadar Garam Kuning Telur

    ---- (hari) --- ------------------------------- (%) --------------------------------

    1 0,17 ± 0,041 0,01 ± 0,00

    7 0,17 ± 0,021 0,01 ± 0,00

    14 0,17 ± 0,010 0,01 ± 0,00

    21 0,15 ± 0,036 0,01 ± 0,00

    Tabel 6 menunjukan bahwa kadar garam putih telur sebelum diasin berturut-

    turut umur 1 hari berkisar antara 0,12%-0,20%, umur 7 hari antara 0,15%-0,19%,

    umur 14 hari antara 0,16%-0,18%, dan umur 21 hari berkisar antara 0,12%-0,19%.

    Kadar garam putih telur sebelum diasin umur 7, 14 dan 21 hari masih ada dalam

    kisaran kadar garam putih telur umur 1 hari, sehingga dapat dinyatakan bahwa kadar

    garam putih telur sebelum diasin tidak mengalami perubahan. Keadaan tersebut

    terjadi juga pada kadar garam kuning telur sebelum diasin selama penyimpanan,

    yaitu tidak mengalami perubahan selama penyimpanan. Hal tersebut terjadi karena

    garam tidak ikut menguap selama telur disimpan (Winarno dan Koeswara 2002).

    Pengaruh lama penyimpanan terhadap perubahan kadar garam putih dan kuning telur

    sesudah diasin dapat dilihat pada Tabel 7.

    Tabel 7. Kadar Garam Putih Telur dan Kuning Telur Sesudah Diasin

    Bagian-bagian TelurUmur Telur Saat

    Diasin Kadar Garam Putih telur Kadar Garam Kuning Telur

    ---- (hari) ---- ------------------------------ (%) ------------------------------

    1 2,74 ± 0,16 0,01 ± 0,00

    7 2,95 ± 0,05 0,01 ± 0,00

    14 3,76 ± 1,12 0,10 ± 0,02

    21 5,32 ± 0,43 0,17 ± 0,01

    Table 7 menunjukkan bahwa semakin tua umur telur yang diasin, maka kadar

    garam yang masuk ke dalam putih telur semakin besar. Hal ini disebabkan karena

     putih telur yang semakin encer akibat semakin lama umur simpan telur (Tabel 5),

    sehingga penetrasi garam ke dalam putih telur semakin mudah. Selain itu juga

    20

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    31/36

    masuknya larutan garam ke dalam putih telur juga akibat adanya perbedaan tekanan

    osmotik antara larutan garam dan keadaan di dalam telur tersebut (Chen et al., 1998).

    Kadar garam kuning telur yang diasin sampai umur 7 hari belum terjadi

     perubahan. Kadar garam kuning telur yang diasin umur 1 dan 7 hari masih sama

    dengan kadar garam kuning telur sebelum diasin. Hal ini disebabkan karena garam

    lebih susah masuk ke dalam kuning telur akibat banyaknya kandungan lemak dalam

    kuning telur (Shenstone 1968). Chi dan Tseng (1998) menambahkan bahwa garam

    yang masuk ke kuning telur langsung bereaksi dengan LDL ( Low Dencity

     Lipoprotein) yang berada dalam kuning telur, sehingga tidak nampak adanya

     perubahan kadar garam. Peningkatan kadar garam terjadi pada kuning telur yang

    diasin umur 14 dan 21 hari. Menurut Lai et al.  (1998) peningkatan kadar garam

    tersebut terjadi karena melemahnya membran vitelin sehingga garam dari putih telur

    mudah masuk ke dalam kuning telur. Pengaruh lama penyimpanan telur yang akan

    diasin terhadap persentase kemasiran kuning telur asin dapat dilihat pada Tabel 8.

    Tabel 8. Persentase Kemasiran Kuning Telur Asin

    Umur Telur Saat Diasin Persentase Kemasiran Kuning Telur Asin

    ---------------- (hari) --------------- --------------------- (%) --------------------

    1 60,34 ± 3,36PaP 

    7 65,18 ± 11,15PaP 

    14 78,56 ± 17,47P bP 

    21 80,29 ± 9,26P bP 

    Keterangan : Superskrip yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata 

    Tingkat kemasiran telur asin ditunjukkan pada Tabel 8. Hasil analisis ragam

    menunjukkan bahwa persentase kemasiran telur yang diasin umur 1 dan 7 hari tidak

     berbeda nyata, begitu pula dengan persentase kemasiran telur yang diasin umur 14

    dan 21 hari, sedangkan jika dibandingkan antara telur yang diasin umur 1 dan 7 hari

    dengan telur yang diasin umur 14 dan 21 hari menunjukkan perbedaan yang nyata.

    Perbedaan tersebut disebabkan oleh kadar garam kuning telur umur 1 dan 7 hari

     belum berubah. Perubahan baru tampak pada telur yang diasin umur 14 dan 21 hari

    (Tabel 8). Kemasiran terjadi karena pengaruh garam dan air dalam kuning telur.

    Menurut Chi dan Tseng (1998), tekstur masir disebabkan oleh membesarnya granula

    yang ada dalam kuning telur. Membesarnya granula pada kuning telur dipengaruhi

    21

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    32/36

    oleh dua faktor yaitu kadar garam dan kadar air. Garam akan masuk ke dalam kuning

    telur dan akan merusak ikatan-ikatan yang terdapat dalam granula sehingga dapat

    memperbesar diameter granula. Masuknya air akan semakin memperbesar diameter

    granula. Semakin banyak air dan garam yang masuk menyebabkan semakin banyak

    granula yang membesar, sehingga persentase kemasiran semakin besar.

    1 HARI 7 HARI

    14 HARI 21 HARI

    Gambar 5. Kemasiran Kuning Telur Asin pada Pengasinan Umur Telur yang

    Berbeda

    22

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    33/36

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Semakin lama telur disimpan putih telur semakin encer dan membran vitelin

    semakin melemah, sehingga garam dan air semakin cepat masuk ke dalam putih dan

    kuning telur. Air dan garam yang masuk ke dalam kuning telur menyebabkan

     pembesaran diameter granula. Pembesaran diameter granula ini yang membentuk

    tekstur masir pada kuning telur asin. Kadar garam dan air yang besar pada kuning

    telur asin menyebabkan persentase kemasiran kuning telur asin tinggi, sehingga

    semakin tua umur telur yang diasin semakin tinggi persentase kemasiran dari kuning

    telur asin. Umur telur yang baik untuk telur asin adalah 14 hari.

    Saran

    Berdasar hasil penelitian yang telah didapatkan, penulis menyarankan perlu

    adanya penelitian lebih lanjut untuk melihat tingkat penerimaan konsumen terhadap

    telur asin yang diasin pada umur telur yang berbeda. Uji organoleptik perlu

    dilakukan untuk penelitian selanjutnya.

    23

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    34/36

    UCAPAN TERIMAKASIH

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

    nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan

    skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa penulis panjatkan kepada Nabi

     besar Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman.

    Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua serta kakak

    tersayang yang telah banyak membantu baik materi, motivasi, do’a serta kasih

    sayang yang tidak henti-hentinya diberikan serta keluarga besar Ibu dan Bapak yang

    telah mendo’akan penulis setiap saat. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

    Ir Rukmiasih, MS dan Prof. Dr. dra. Peni S. Hardjosworo, MSc sebagai dosen

     pembimbing skripsi yang telah membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu

    serta membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih

    saya ucapakan kepada Ir. Niken Ulupi, MS dan Dr. Ir. Sumiati, MSc sebagai dosen

     penguji sidang yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi

    ini, serta kepada Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. sebagai pembimbing akademik atas

    nasehat dan motivasinya selama perkuliahan. Kepada teman-teman THT’39

    khususnya Mila, Sujinem dan Dina terimakasih atas kerja sama dan semangat yang

    diberikan selama perkuliahan dan penelitian, teman-teman THT’38 dan THT’40 atas

    segala kebersamaan dan kerjasamanya selama perkuliahan serta teman-teman kost

    Wisma Crystal atas kebersamaannya.

    Ucapan terimakasih penulis sampaikan juga kepada seluruh staf dan teknisi

    Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas dan Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan,

    Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang telah banyak memberi bantuan

    serta semangat selama penelitian.

    Terakhir penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh civitas akademika

    Fakultaas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

     penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

    Bogor, Agustus 2006

    Penulis

    24

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    35/36

    DAFTAR PUSTAKA

    AAICS. 1974. A Course Manual in Tropical Pasture Science. Australian Vice-

    Chancellors Committe, Australia.

    Badan Statistik Peternakan Indonesia. 2003. Data Populasi Itik di Indonesia Tahun1999-2003. Jakarta.

    Belitz, H. D and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer, Germany.

    Chang, C. M., W. D. Powrie and O. Fennema. 1977. Microstructure of egg yolk. J.

    Food Sci. 42: 1193-1200.

    Chen, B., C. Huang., D. Hung and J. K. M. Lee. 1998. Osmosis through membrana

     putaminis of chicken egg. J. Food Sci. 63: 1185-1191.

    Chi, S. P and K. H. Tseng. 1998. Physicochemical properties of salted pickled yolk

    from duck and chicken eggs. J. Food Sci. 63 : 27-30.

    Fromm, D. 1967. Some physical and chemical changes in the vitelina membrane on

    the hen’s egg during storage. J. Food Sci. 32 (1): 52-56.

    Fennema, O. R. 1985. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York.

    Hardjosworo, P. S. 1995. Peluang Pemanfaatan Potensi Genetik dan Prospek

    Pengembangan Unggas Lokal. Prosiding Seminar Nasional dan Teknologi

    Peternakan. Balai Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor.

    Heat, J. L. 1977. Chemical and related osmatic changes in egg albumen during

    storage. J. Poultry Sci. 56: 822-828.

    Lai, K. M., S. P. Chi and W. C. Ko. 1999. Change in yolk of duck egg during longterm brining. J. Agricultural of Food Chemistry. 47 : 733-736.

    Mattjik, A. A dan I. M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi

    SAS dan Minitab. Percetakan Jurusan Statistika Fakultas Matematika dan

    Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Powrie, W.O. 1984. Chemistry of Egg and Egg Product. The AVI Publishing

    Company Inc., Westport. Connecticut.

    Powrie, W. D dan S. Nakai. Characteristics of Edible Fluids of Animal Origin : Eggs.

    Dalam: O.R. Fennema (Editor). Food Chemistry. Marcell Dekker, New

    York.

    Robinson, D. S. 1989. The Chemical Basis of albumen Quality. Dalam: R. G. Wells

    and C. G Belyavin (Editor). Egg Quality Current Problems and Recent

    Advance. Butterworsths, England.

    Roesdiyanto. 2002. Kualitas telur itik Tegal yang dipelihara secara intensif dengan

     berbagai tingkat kombinasi metionin-lancang ( Atlanta sp.). J. Animal

    Production. 4 (2): 77-82.

    Romanoff, A. L dan A. J. Romanoff. 1949. The Avian Eggs. John Willey and Sons,

    Inc., New York.

    Romanoff, A. L dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Willey and Sons,

    Inc., New York.

    25

  • 8/16/2019 Utomo. Budi_D2006

    36/36

    Samosir, D. J. 1983. Ilmu Ternak Itik. PT Gramedia, Jakarta.

    Shenstone, F. S. 1968. The Gross Composition, Chemistry and Physicochemical

    Basis of Organization of The Yolk and The White. Dalam: T. C. Carter

    (Editor). Egg Quality : A Study of The Hen’s Egg. Oliver dan Boyd

    Edinburg. England.

    Setioko, A. R., Syamsudin, M. Rangkuti, H. Budiman dan A. Gunawan. 1994.

    Budidaya Ternak Itik. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi

    Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

    Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan

    Peternakan, Bogor.

    Sofyan. 2003. Pelatihan Prosedur Analisis Proksimat. Laboratorium Quality Control.

    PT. Berlian Unggas Sakti, Medan.

    Stadelman, R. G and O. J. Catterill. 1995. Egg Science and Technology. 4 PthP ed. Food

    Product Press. New York.

    Sudaryani, T. 1996. Telur dan Hasil Olahannya. Penerbit Swadaya. Jakarta.

    Sukendra, L. 1976. Pengaruh cara pengasinan telur bebek ( Muscovy sp.) dengan

    menggunakan adonan campuran garam dan bata terhadap mutu telur asin

    selama penyimpanan. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian

    Bogor, Bogor.

    Margono, T., D. Suryati dan S. Hartinah. 2000. Telur Asin. Kantor Deputi

    Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan

    dan Teknologi, Jakarta.

    Winarno, F.G dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan danPengolahannya. M-Brio Press, Bogor.

    Winton, A. L and K. B. Winton. 1949. Structure and Compositionof Foods. John

    Wiley and Sons, Inc., New York.

    Wulandari, Z., Y. Haryadi dan P. S. Hardjosworo. 2002. Sifat organoleptik dan

    karakteristik mutu telur itik asin hasil penggaraman dengan tekanan. Media

    Peternakan. 25 (1). Institut Pertanian Bogor, Bogor.