universitas indonesia laporan praktek kerja …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358857-pr-anisa...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN)
DR. CIPTO MANGUNKUSUMO
PERIODE 1 APRIL – 31 MEI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ANISA PRIMA HILMI, S.Far.
1206197192
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JULI 2013
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN)
DR. CIPTO MANGUNKUSUMO
PERIODE 1 APRIL – 31 MEI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
ANISA PRIMA HILMI, S.Far.
1206197192
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JULI 2013
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan program
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Pendidikan
Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah dilaksanakan pada
tanggal 1 April – 31 Mei 2013, serta dapat menyelesaikan laporan tugas
umum ini dengan tepat waktu.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin
mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia;
2. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia, pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi
Universitas Indonesia dan selama melaksanakan PKPA;
3. Ibu Dra. Kurniasih, M.Pharm., Apt. selaku pembimbing pertama yang telah
banyak berbagi ilmu kepada penulis serta membimbing penulis selama
pelaksanaan PKPA di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan selama
penyusunan laporan ini;
4. Ibu Dra. Retnosari Andrajati, M.S., Ph.D., Apt. selaku pembimbing kedua
yang telah bersedia meluangkan waktunya membimbing penulis selama
penyusunan laporan ini;
5. Ibu Dra. Yulia Trisna, M.Pharm., Apt. selaku kepala Instalasi Farmasi
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk dapat menggali ilmu sebanyak-banyaknya selama PKPA;
6. Seluruh apoteker dan staf di Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo atas waktu, pengarahan, dan bimbingannya selama penulis
menjalani PKPA di sana;
7. Seluruh staf pengajar dan bagian Tata Usaha program Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas ilmu, dukungan, dan bantuan
yang telah diberikan kepada penulis selama ini;
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
v
8. Keluarga dan orang-orang terdekat penulis yang selama ini tidak pernah
berhenti memberikan dukungan dan doa;
9. Teman-teman seperjuangan (Wiwi, Kak Ika, Iri, Kak Wita) dan seluruh rekan
sesama Apoteker Angkatan 76 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas
kerja sama, dukungan, semangat, dan persahabatan yang telah terjalin selama
menempuh pendidikan di program profesi apoteker; dan
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan dan
dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan laporan
ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan
ketidaksempurnaan di dalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk
menerima saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki penulisan
laporan penulis ke depannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat, baik bagi diri
penulis maupun pihak lain yang terlibat dan membaca laporan ini.
Penulis
2013
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... viii
1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2
2 TINJAUAN UMUM .......................................................................................... 3
2.1 Rumah Sakit .............................................................................................. 3
2.2 Tenaga Kesehatan ..................................................................................... 6
2.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit.................................................................. 7
2.4 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) ............................................................. 9
2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit .................................... 11
2.6 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit ..................................... 19
3 TINJAUAN KHUSUS ....................................................................................... 25
3.1 Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ................................................ 25
3.2 Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo .................... 26
3.3 Keterlibatan Farmasi dalam Kepanitiaan Rumah Sakit ............................ 29
3.4 Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo .................. 33
4 PEMBAHASAN ................................................................................................ 38
4.1 Gudang Perbekalan Farmasi Pusat............................................................ 38
4.2 Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) ......................................... 42
4.3 Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) .................................................. 51
4.4 Satelit Intensive Care Unit (ICU) ............................................................. 62
4.5 Satelit Kirana ............................................................................................ 67
4.6 Satelit Farmasi Pusat ................................................................................. 72
4.7 Sub Instalasi Produksi ............................................................................... 76
5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 82
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 82
5.2 Saran ......................................................................................................... 83
DAFTAR ACUAN ................................................................................................. 87
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Pembagian Jumlah Asisten Apoteker Tiap Shift di Kedua Depo.. 43
Tabel 4.2 Pembagian Ruang Rawat Gedung A ............................................. 52
Tabel 4.3 Jumlah Sumber Daya Manusia Satelit Farmasi Gedung A ............ 53
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ............... 88
Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi ............................................ 89
Lampiran 3. Struktur Organisasi Sub Instalasi Produksi ................................... 90
Lampiran 4. Contoh Etiket ................................................................................. 91
Lampiran 5. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose .............................................. 92
Lampiran 6. Contoh Blanko Kartu Stok ............................................................. 93
Lampiran 7. Formulir Konseling Obat Pasien Pulang ....................................... 94
Lampiran 8. Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap ..................... 95
Lampiran 9. Formulir Medication History Taking Pasien ................................. 96
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif), pengobatan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) oleh pemerintah
dan/atau masyarakat. Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan
yang merata dan terjangkau oleh masyarakat melalui fasilitas pelayanan kesehatan
(Undang-undang No. 36 Tahun 2009).
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan
oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (Undang-undang
No. 36 Tahun 2009). Rumah sakit merupakan sarana kesehatan dan rujukan
pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan
yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Pelayanan farmasi rumah
sakit adalah salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan
kesehatan yang bermutu. Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan
farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004).
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi
profesional yang berwenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan
baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan
jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap
keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan
pelanggan. Apoteker di rumah sakit adalah salah satu pelaksana pelayanan
kefarmasian yang memegang peranan penting. Apoteker harus memilki
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
2
Universitas Indonesia
kompetensi untuk menjadi seorang pemimpin dan tenaga fungsional dalam
menjalankan pelayanan kefarmasian tersebut (Keputusan Menteri Kesehatan RI
No. 1197 Tahun 2004). Apabila apoteker melakukan pelayanan kefarmasian yang
sesuai dengan standar yang berlaku, maka pelayanan kesehatan dapat terlaksana
dengan baik.
Apoteker di rumah sakit memiliki peran dalam manajemen pengelolaan
perbekalan farmasi dan farmasi klinis. Dalam menjalankan peran tersebut,
apoteker tidak hanya memerlukan ilmu pengetahuan farmasi namun juga
keterampilan dan kemampuan komunikasi yang baik. Oleh karena itu Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia menyelenggarakan program Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) bagi calon apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional
(RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo yang berlangsung selama dua bulan.
1.2 Tujuan
Tujuan pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah
untuk memahami tugas pokok seorang apoteker di rumah sakit, yaitu peran
manajerial dan pelayanan farmasi klinis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi rumah sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga dapat didefinisikan
sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik
tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,
kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap
mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Undang-
undang No. 44 Tahun 2009).
2.1.2 Tugas dan fungsi rumah sakit
Menurut UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit
mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna,
untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai
fungsi sebagai berikut (Undang-undang No. 44 Tahun 2009) :
1. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit,
2. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis,
3. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan
4. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3 Klasifikasi rumah sakit
Suatu sistem klasifikasi rumah sakit diperlukan untuk memberi
kemudahan mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang diberikan,
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
4
Universitas Indonesia
pemilik serta evaluasi golongan rumah sakit. Rumah sakit dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa golongan berdasarkan jenis pelayanan, kepemilikan, dan rumah
sakit pendidikan (Undang-undang No. 44 Tahun 2009).
2.1.3.1 Klasifikasi rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanan, rumah sakit dapat digolongkan menjadi
(Undang-undang No. 44 Tahun 2009):
1. Rumah sakit umum
Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Berdasarkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan, rumah sakit umum digolongkan menjadi:
a. Rumah sakit umum kelas A
Rumah sakit umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar, lima
pelayanan spesialis penunjang medik, duabelas pelayanan medik spesialis lain,
dan tigabelas pelayanan medik subspesialis.
b. Rumah sakit umum kelas B
Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar, empat
pelayanan spesialis penunjang medik, delapan pelayanan medik spesialis
lainnya, dan dua pelayanan medik subspesialis dasar.
c. Rumah sakit umum kelas C
Rumah sakit umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar dan
empat pelayanan spesialis penunjang medik.
d. Rumah sakit umum kelas D
Rumah sakit umum kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit dua pelayanan medik spesialis dasar.
2. Rumah sakit khusus
Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
5
Universitas Indonesia
golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit khusus digolongkan menjadi
(Undang-undang No. 44 Tahun 2009) :
a. Rumah Sakit khusus kelas A
b. Rumah Sakit khusus kelas B
c. Rumah Sakit khusus kelas C
2.1.3.2 Berdasarkan pengelola
Berdasarkan pengelolanya, rumah sakit dapat digolongkan menjadi
(Undang-undang No. 44 Tahun 2009) :
1. Rumah sakit publik
Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dapat dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah
sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan
berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Rumah sakit privat
Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk Persero Terbatas atau Persero.
2.1.3.3 Rumah sakit pendidikan
Rumah sakit pendidikan merupakan rumah sakit yang menyelenggarakan
pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi
kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga
kesehatan lainnya (Undang-undang No. 44 Tahun 2009).
2.1.4. Struktur organisasi rumah sakit
Setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan
akuntabel agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Menurut UU No.44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit, organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas
kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
6
Universitas Indonesia
keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal,
serta administrasi umum dan keuangan. Kepala rumah sakit harus seorang tenaga
medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.
Pemilik rumah sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit.
2.1.5. Indikator pelayanan rumah sakit
Indikator berguna untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu dan
efisiensi pelayanan rumah sakit, antara lain :
1. Bed Occupancy Ratio (BOR): persentase pemakaian tempat tidur pada satuan
waktu tertentu.
2. Length of Stay (LOS): rata-rata lama rawat pasien.
3. Bed Turn Over (BTO): frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode,
berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.
4. Turn Over Interval (TOI): rata-rata hari di mana tempat tidur tidak ditempati
dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.
2.2 Tenaga Kesehatan
Menurut UU No.36 tahun 2009, tenaga kesehatan merupakan setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga
kesehatan juga harus memiliki kualifikasi minimum, memenuhi ketentuan kode
etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional. Kode etik dan standar profesi diatur oleh organisasi
profesi masing-masing.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No.32 tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan, tenaga kesehatan terdiri dari:
1. Tenaga medis yang meliputi dokter dan dokter gigi;
2. Tenaga keperawatan yang meliputi perawat dan bidan;
3. Tenaga kefarmasian yang meliputi apoteker, analis farmasi, dan asisten
apoteker;
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
7
Universitas Indonesia
4. Tenaga kesehatan masyarakat yang meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator
kesehatan, dan sanitarian;
5. Tenaga gizi yang meliputi nutrisionis dan dietisian;
6. Tenaga keterapian medik yang meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapi
wicara; dan
7. Tenaga keteknisian teknis yang meliputi radiographer, radioterapis, teknisi
gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, ototik
prostetik, teknisi transfusi darah, dan perekam medis.
2.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2.3.1. Definisi IFRS
Instalasi adalah fasilitas penyelenggara pelayanan medik, pelayanan
penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan, dan
pemeliharaan sarana rumah sakit. Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek
kefarmasian yang dilakukan rumah sakit. Jadi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS) adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat
penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk
keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar, 2004).
2.3.2. Tujuan IFRS
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/MENKES/SK/X/2004,
tujuan pelayanan farmasi ialah:
1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa
maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun
fasilitas yang tersedia;
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi;
3. Melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) mengenai obat;
4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku;
5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan
evaluasi pelayanan;
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
8
Universitas Indonesia
6. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan
evaluasi pelayanan; serta
7. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
2.3.3 Tugas dan tanggung jawab IFRS
Tugas utama IFRS adalah pengelolaan yang mulai dari perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada
penderita hingga pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan
digunakan oleh pasien rawat inap, rawat jalan, maupun semua unit di rumah sakit.
Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang
optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dengan
biaya minimal. IFRS juga bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan
farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi
kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosa dan terapi, unit pelayanan keperawatan,
staf medik, dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasien
yang lebih baik (Siregar, 2004).
2.3.4. Ruang lingkup fungsi IFRS
IFRS mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi
klinik dan non-klinik. Fungsi non-klinik meliputi perencanaan, penetapan
spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pengendalian, produksi,
penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi, dan pengendalian
semua perbekalan kesehatan yang beredar (Siregar, 2004).
Ruang lingkup farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan
dalam program rumah sakit yaitu pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi
penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit
perawatan kritis, penelitian, pengendalian infeksi rumah sakit, sentra informasi
obat, pemantauan reaksi obat merugikan (ROM), sistem pemantauan kesalahan
obat, buletin terapi obat, program edukasi ‘in-service’ bagi Apoteker, dokter, dan
perawat, serta investigasi obat, konseling, pemantauan kadar obat dalam darah,
ronde/visite pasien, pengkajian resep, dan penggunaan obat (Siregar, 2004 dan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004).
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
9
Universitas Indonesia
2.3.5. Struktur organisasi IFRS
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004, pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi,
tujuan, dan bagan organisasi yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan
filosofi pelayanan kefarmasian. Bagan organisasi adalah bagan yang
menggambarkan pembagian tugas, koordinasi, dan kewenangan serta fungsi.
Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan
perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, serta harus selalu
dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai
harapan pelanggan.
Struktur organisasi dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat puncak,
tingkat menengah, dan garis depan. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab
untuk perencanaan, penerapan, dan peningkatan efektifitas fungsi dari sistem
mutu secara menyeluruh. Manajer tingkat menengah sebagian besar merupakan
kepala bagian/unit fungsional yang bertanggung jawab untuk mendesain dan
menerapkan berbagai kegiatan pelayanan yang diinginkan. Manajer garis depan
terdiri atas personil pengawas yang secara langsung memantau dan
mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu pelayanan. Setiap personil
IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi mereka,
dampaknya pada pelayanan, dan bertanggung jawab untuk mencapai mutu produk
dan pelayanan (Siregar, 2004).
2.4 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
2.4.1. Definisi PFT
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang mewakili
hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi sehingga
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di
rumah sakit dan Apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan
lainnya (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004).
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
10
Universitas Indonesia
2.4.2. Fungsi dan ruang lingkup PFT
Berikut adalah beberapa fungsi PFT, yaitu (Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 1197 Tahun 2004) :
1. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan
obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi
secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga
harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok, dan produk obat
yang sama;
2. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau
menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf
medis;
3. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk dalam kategori khusus;
4. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional;
5. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.
Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus
penggunaan obat secara rasional;
6. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat; dan
7. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis
dan perawat.
2.4.3. Struktur organisasi PFT
Susunan organisasi PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah
sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat (Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004).
1. PFT harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, Apoteker, dan
perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga)
orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada;
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
11
Universitas Indonesia
2. Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah
sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua berasal
dari bidang Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi
atau Apoteker yang ditunjuk;
3. PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali
dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat PFT
dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit
yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT;
4. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris,
termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat; dan
5. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang
sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.
2.4.4. Tugas apoteker dalam panitia farmasi dan terapi
Apoteker dalam panitia farmasi dan terapi memili tugas antara lain (Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004):
1. Menjadi salah seorang anggota panitia (wakil ketua/sekretaris);
2. Menetapkan jadwal pertemuan;
3. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan;
4. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk
pembahasan dalam pertemuan;
5. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada
pimpinan rumah sakit;
6. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada
seluruh pihak yang terkait;
7. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan.
8. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan
antibiotika, dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain;
9. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan PFT;
10. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan;
11. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat; dan
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
12
Universitas Indonesia
12. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan
obat pada pihak terkait.
2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2008)
Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan
farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari perencanaan sampai
evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi
(Departemen Kesehatan RI, 2008). Fungsi dari pengelolaan perbekalan farmasi
adalah (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) :
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan pelayanan rumah
sakit.
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah
dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan
yang berlaku.
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah
sakit.
2.5.1. Perencanaan
Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan
dalam proses pengadaan perbekalan farmasidi rumah sakit. Tujuan perencanaan
perbekalan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai
dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tahapan
perencanaan kebutuhan farmasi meliputi (Departemen Kesehatan RI, 2008) :
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
13
Universitas Indonesia
1. Pemilihan
Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi
benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit
di rumah sakit. Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas masing-masing rumah sakit,
Formularium RS, Formularium Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin,
Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek).
2. Kompilasi Penggunaan
Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui
penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan
selama setahun dan sebagai pembanding bagi stok optimum.
3. Perhitungan Kebutuhan
Perhitungan kebutuhan obat dilakukan untuk menghindari masalah
kekosongan obat atau kelebihan obat. Metode yang biasa digunakan dalam
perhitungan kebutuhan obat, antara lain metode konsumsi, morbiditas, dan
kombinasi (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.5.2. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi/pembuatan sediaan
farmasi dan sumbangan/droping/hibah. Tujuan pengadaan untuk mendapatkan
perbekalan farmasi dengan harga layak, dengan mutu yang baik, pengiriman
barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan
tenaga dan waktu berlebihan (Departemen Kesehatan RI, 2008).
1. Pembelian
Pembelian adalah rangakaian proses pengadaan untuk mendapatkan
perbekalan farmasi. Terdapat empat metode pada proses pembelian, yaitu
(Departemen Kesehatan RI, 2008) :
a. Pelelangan (tender) terbuka
Metode tender terbuka berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga, metode ini lebih
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
14
Universitas Indonesia
menguntungkan. Pelaksanaan tender terbuka memerlukan staf yang kuat, waktu
yang lama serta perhatian penuh.
b. Tender terbatas
Metode tender terbatas sering disebut sebagai lelang tertutup. Tender dilakukan
pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik.
Harga masih dapat dikendalikan serta tenaga dan beban kerja lebih ringan bila
dibandingkan dengan lelang terbuka.
c. Pembelian dengan tawar-menawar
Metode ini dilakukan bila item tidak penting, tidak banyak dan biasanya
dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu.
d. Pembelian langsung
Metode pembelian langsung digunakan untuk pembelian dalam jumlah kecil
dan barang harus segera tersedia. Harga barang yang ditentukan relatif lebih
mahal.
2. Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan mengemas
kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah
(Departemen Kesehatan RI, 2008) :
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus.
b. Sediaan farmasi dengan harga murah.
c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil.
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran.
e. Sediaan farmasi untuk penelitian.
f. Sediaan nutrisi parenteral.
g. Rekonstruksi sediaan obat kanker.
h. Sediaan farmasi yang harus dibuat baru.
Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas,
kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses
dan produk untuk semua sediaan yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah
dan pengemasan yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
15
Universitas Indonesia
terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk) (Departemen
Kesehatan RI, 2008).
3. Sumbangan/droping/hibah
Pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/sumbangan mengikuti kaidah
umum pengelolaan perbekalan farmasi reguler. Perbekalan farmasi yang tersisa
dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan di saat situasi normal
(Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.5.3. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian. Staf farmasi merupakan bagian
dari tim penerimaan perbekalan farmasi. Pedoman dalam penerimaan perbekalan
farmasi (Departemen Kesehatan RI, 2008):
a. Setiap produk jadi yang telah di produksi oleh pabrik harus mempunyai
certificate of analyse (CA).
b. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk kategori bahan-
bahan berbahaya.
c. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin
(CO).
2.5.4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan
penyimpanan (Departemen Kesehatan RI, 2008):
a. Memelihara mutu sediaan farmasi
b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
c. Menjaga ketersediaan
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut
bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO, dan
disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
16
Universitas Indonesia
sesuai kebutuhan. Penyimpanan sebaiknya dilakukan dengan memperpendek jarak
gudang dengan depo agar efisien (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.5.5. Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah
sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan
rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan dari pendistribusian
adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu,
jenis dan jumlah. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk
dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan (Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 1197 Tahun 2004) :
a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada.
b. Metode sentralisasi atau desentralisasi.
c. Sistem total floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi.
Beberapa kategori sistem pendistribusian perbekalan farmasi adalah :
1. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (Total Floor Stock)
Pada sistem total floor stock, sejumlah perbekalan farmasi disimpan dalam
ruang rawat untuk memenuhi kebutuhan di ruang tersebut. Pendistribusian
perbekalan farmasi menjadi tanggung jawab perawat ruangan. Perbekalan yang
disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala oleh
petugas farmasi (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004).
Keuntungan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004):
a. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi penderita.
b. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS.
c. Pengurangan penyalinan kembali order obat.
d. Pengurangan jumlah personel IFRS yang diperlukan.
Kelemahan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004):
a. Kesalahan obat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh apoteker.
b. Persediaan obat di unit perawat meningkat.
c. Meningkatnya bahaya karena kerusakan dan kehilangan obat.
d. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
17
Universitas Indonesia
2. Sistem Resep Perorangan (Resep Individual)
Pada distribusi dengan sistem resep individual, perbekalan farmasi
diberikan kepada pasien sesuai dengan yang tertulis di resep. Pendistribusian
perbekalan farmasi dengan sistem resep individual dilakukan melalui instalasi
farmasi (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004).
Keuntungan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004):
a. Resep/order dikaji langsung oleh apoteker.
b. Ada interaksi antara apoteker, dokter, dan perawat.
c. Ada pengendalian persediaan.
Kelemahan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004) :
a. Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat.
b. Obat dapat terlambat sampai ke pasien.
c. Masih memerlukan tenaga perawat untuk menyiapkan obat sebelum diberikan
ke pasien.
d. Kehilangan dan kesalahan penggunaan obat masih cukup besar karena tidak
adanya proses pengawasan ganda.
3. Sistem Unit Dosis
Pada sistem unit dosis, pendistribusian obat dilakukan melalui resep
perorangan yang disiapkan, diberikan/digunakan, dan dibayar dalam unit untuk
penggunaan satu kali dosis (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun
2004). Penyiapan dan pengendalian obat dilakukan oleh instalasi farmasi untuk
tiap waktu penggunaan dalam sehari. Selanjutnya, obat diserahkan kepada
perawat untuk diberikan ke pasien. Sistem unit dosis hanya dapat dilakukan untuk
pasien rawat inap bukan untuk pasien rawat jalan (Siregar, 2004).
Keuntungan dari sistem ini adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008):
a. Pasien hanya membayar obat yang telah dipakainya.
b. Peniadaan kelebihan obat/ yang tidak terpakai di ruang perawatan.
c. Semua obat disiapkan oleh farmasi sehingga perawat mempunyai waktu yang
lebih untuk merawat pasien.
d. Menciptakan sistem pengawasan ganda yaitu oleh farmasi ketika membaca
resep dokter, sebelum dan sesudah menyiapkan obat serta oleh perawat ketika
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
18
Universitas Indonesia
membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan obat kepada pasien. Hal
ini akan mengurangi kesalahan pengobatan (medication error).
e. Memperbesar kesempatan komunikasi antara farmasi, perawat dan dokter serta
pasien.
f. Memungkinkan farmasi mempunyai profil farmasi penderita yang dibutuhkan
untuk Drug Use Review (pengkajian penggunan obat).
g. Mempermudah pengendalian dan pemantauan penggunaan persediaan farmasi.
Kelemahan dari sistem ini adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) :
a. Membutuhkan banyak tenaga farmasi.
b. Meningkatkan biaya operasional.
4. Sistem Distribusi Kombinasi
Sistem distribusi kombinasi adalah sistem distribusi yang menerapkan
sistem resep perorangan (resep individu) dan sistempersediaan di ruangan yang
terbatas. Perbekalan farmasi yang yang disediakan di ruangan adalah perbekalan
farmasi yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan
biasanya perbekalan farmasi yang harganya murah. Keuntungan dari sistem
distribusi kombinasi adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) :
a. Semua resep/prder dikaji langsung oleh apoteker.
b. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker, dokter, perawat
pasien/keluarga pasien.
c. Perbekalan farmasi yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien.
2.5.6. Pengendalian
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang
telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan / kekosongan
obat di unit-unit pelayanan. Kegiatan pengendalian mencakup :
a. Memperkirakan / menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah
stok ini disebut stok kerja.
b. Menentukan stok optimum dan stok pengaman.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
19
Universitas Indonesia
c. Menentukan waktu tunggu (leadtime), yaitu waktu yang diperlukan dari mulai
pemesanan sampai obat diterima (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.5.7. Penghapusan
Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan
farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi
standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada
pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tujuan dari penghapusan
adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat
dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan
mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi resiko terjadi penggunaan
obat yang tidak memenuhi standar (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.5.8. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor
transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS.
Pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi
adanya mutu obat yang tidak memenuhi standar dan harus ditarik dari peredaran.
Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun manual.
Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan adalah kartu stok dan
kartu stok induk. Manfaat informasi yang dari pencatatan yaitu dapat dengan
cepat mengetahui jumlah persediaan perbekalan farmasi, membantu dalam
pelaporan, informasi untuk perencanaan, pengadaan dan distribusi, pengendalian
persediaan, pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian
dan sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IFRS (Departemen Kesehatan RI,
2008).
Pelaporan merupakan kumpulan catatan dan pendataan kegiatan
administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang
disajiakan kepada pihak yang berkepentingan. Tujuan dari pelaporan adalah
(Departemen Kesehatan RI, 2008) :
a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi
b. Tersedianya informasi yang akurat
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
20
Universitas Indonesia
c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan
d. Tersedianya data yang lengkap untuk membuat perencanaan.
2.5.9. Monitoring dan evaluasi
Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan
perbekalan farmasi di rumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring
dan evaluasi (monev). Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai masukan guna
penyusunan perencanaan dan pengambilan keputusan. Pelaksanaan monev dapat
dilakukan secara periodik dan berjenjang. Keberhasilan monev ditentukan oleh
supervisor maupun alat yang digunakan. Tujuan dari monev adalah meningkatkan
produktivitas para pengelola perbekalan farmasi di rumah sakit agar dapat
ditingkatkan secara optimum (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.6 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
2.6.1 Pengkajian Resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrining resep
meliputi persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis.
Persyaratan administrasi meliputi (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197
Tahun 2004) :
a. Nama, tanggal lahir, nomor rekam medis, jenis kelamin, dan berat badan
pasien;
b. Nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter;
c. Tanggal resep; dan
d. Ruangan atau unit asal resep.
Kesesuaian farmasetik meliputi :
a. Bentuk dan kekuatan sediaan;
b. Dosis dan jumlah obat;
c. Stabilitas dan ketersediaan; dan
d. Aturan, cara, dan teknik penggunaan.
Pertimbangan klinis meliputi :
a. Ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat;
b. Duplikasi pengobatan;
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
21
Universitas Indonesia
c. Alergi, interaksi, dan efek samping obat;
d. Kontraindikasi; dan
e. Efek aditif.
2.6.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada tenaga
kesehatan dan pasien. Tujuan PIO meliputi (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1197 Tahun 2004) :
1. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan
dilingkungan rumah sakit;
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi
(PFT);
3. Meningkatkan profesionalisme Apoteker; dan
4. Menunjang terapi obat yang rasional.
Kegiatan yang termasuk dalam PIO meliputi (Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) :
1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan
pasif;
2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon,
surat, atau tatap muka;
3. Membuat buletin, leaflet, dan label obat;
4. Menyediakan informasi bagi PFT sehubungan dengan penyusunan
formularium rumah sakit;
5. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan
lainnya; dan
6. Mengoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
2.6.3 Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
Pemantauan dan pelaporan ESO merupakan kegiatan pemantauan setiap
respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
22
Universitas Indonesia
dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis,
dan terapi. Tujuan monitoring ESO yakni menemukan ESO sedini mungkin
(terutama yang berat, tidak dikenal, atau frekuensinya jarang), menentukan
frekuensi dan insiden ESO, dan mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan atau mempengaruhi timbulnya ESO. Kegiatan monitoring efek
samping obat meliputi (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) :
1. Menganalisa laporan ESO;
2. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami ESO;
3. Mengisi formulir ESO; dan
4. Melaporkan ke Panitia ESO Nasional.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam monitoring ESO yakni
kerjasama dengan PFT dan ruang rawat serta ketersediaan formulir monitoring
ESO. Apoteker yang ingin memulai atau menerapkan program tersebut, dapat
mengusulkan beberapa metode kepada PFT. Usulan ini mencakup pelaporan
sukarela oleh praktisi individu, mengaji kartu pengobatan pasien, surveilans obat
individu, dan surveilans unit pasien (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197
Tahun 2004).
2.6.4 Pengkajian penggunaan obat (drug use review)
Pengkajian penggunaan obat adalah alat untuk mengidentifikasi
permasalahan terkait penggunaan obat seperti dosis yang tidak benar, reaksi efek
samping yang bisa dihindari, pemilihan obat yang tidak tepat, dan kesalahan
dalam penyiapan dan pemberian obat . Pengkajian penggunaan obat merupakan
program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk
menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau
oleh pasien. Tujuan dari pengkajian penggunaan obat adalah (Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) :
1. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada
pelayanan kesehatan/dokter tertentu;
2. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu
dengan yang lain;
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
23
Universitas Indonesia
3. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik; dan
4. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
2.6.5 Konseling
Konseling merupakan suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah pasien terkait penggunaan obat pasien rawat jalan dan
rawat inap. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar
mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan
pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat,
efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat, dan interaksi
dengan penggunaan obat-obat lain. Konseling dapat dilakukan untuk pasien
dengan kriteria sebagai berikut adalah (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1197 Tahun 2004) :
1. Pasien rujukan dokter,
2. Pasien dengan penyakit kronis,
3. Pasien dengan obat yang berindeks terapi sempit dan polifarmasi,
4. Pasien geriatrik, dan
5. Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
Konseling terdiri dari beberapa kegiatan, di antaranya adalah (Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) :
1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien.
2. Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, mencakup:
a. Apa yang dikatakan dokter mengenai obat
b. Bagaimana cara pemakaiannya
c. Efek yang diharapkan dari obat tersebut
3. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat.
4. Melakukan verifikasi akhir yaitu mengecek pemahaman pasien,
mengidentifikasi, dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara
penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
24
Universitas Indonesia
2.6.6 Ronde/visite pasien
Ronde merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim
dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang bertujuan untuk adalah (Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) :
1. Pemilihan obat,
2. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik,
3. Menilai kemajuan pasien, dan
4. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.
Kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan ronde adalah sebagai berikut
adalah (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) :
1. Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan
tersebut kepada pasien;
2. untuk pasien yang baru dirawat, Apoteker harus menanyakan terapi obat
terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi;
3. Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin
penggunaan obat yang benar; dan
4. Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat, yang akan berguna untuk
pemberian obat.
Setelah kunjungan, apoteker membuat catatan mengenai permasalahan dan
penyelesaian masalah dalam buku yang digunakan bersama antara Apoteker
sehingga dapat menghindari pengulangan kunjungan.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
25 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
3.1 Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
3.1.1 Sejarah singkat
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo
didirikan pada tanggal 19 November 1919 dengan nama Centrale Burgerlijke
Ziekenhuis (CBZ). Bulan Maret 1942, pada masa pendudukan Jepang di
Indonesia, CBZ dijadikan rumah sakit perguruan tinggi (Ika Daigaku Byongin).
CBZ diubah namanya menjadi Rumah Sakit Oemoem Negeri (RSON) yang
dipimpin oleh Prof. Dr. Asikin Widjaya Koesoema dan delanjutnya dipimpin oleh
Prof. Tamija pada tahun 1945. Pada tahun 1950, RSON berubah nama menjadi
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) diresmikan menjadi Rumah Sakit
Tjipto Mangunkusumo (RSTM) oleh Menteri Kesehatan pada masa itu, Prof. Dr.
Satrio, yang dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1964. Sejalan dengan
perkembangan ejaan baru Bahasa Indonesia, RSTM diubah menjadi RSCM. Pada
tanggal 13 Juni 1994, sesuai SK Menkes Nomor 553/Menkes/SK.VI/1994, rumah
sakit ini berubah namanya menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN)
Dr. Cipto Mangunkusumo hingga saat ini.
Berdasarkan PP No. 116 tahun 2000, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
ditetapkan sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan) RS Dr, Cipto Mangunkusumo
Jakarta dan dalam perkembangan selanjutnya, status Perjan RSCM diubah
menjadi Badan Layanan Umum (BLU) berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005,
dengan harapan RSCM mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang dan/atau jasa tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
3.1.2 Visi
RSCM memiliki visi untuk menjadi rumah sakit pendidikan dan pusat
rujukan nasional terkemuka di Asia Pasifik tahun 2014.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
26
Universitas Indonesia
3.1.3 Misi
RSCM memiliki misi antara lain:
1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau
oleh semua lapisan masyarakat.
2. Menjadi tempat pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan.
3. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang
mandiri.
3.1.4 Pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia
RSCM dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi lima
direktorat, yaitu Direktorat Medik dan Keperawatan, Direktorat Pengembangan
dan Pemasaran, Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan, Direktorat
Keuangan, dan Direktorat Umum dan Operasional yang terkait dengan pelayanan
rumah sakit. Struktur organisasi RSCM dapat dilihat secara lebih jelas pada
Lampiran 1.
3.1.5 Klasifikasi
RSCM merupakan rumah sakit umum pemerintah pusat kelas A yang
merupakan pusat rujukan nasional. RSCM juga merupakan rumah sakit
pendidikan yang bekerjasama dengan berbagai pihak, salah satunya bekerjasama
dengan Universitas Indonesia dalam melaksanakan program pendidikan dibidang
kesehatan. Misalnya, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sebagai
mitra penyelenggara program pendidikan Spesialis dan Sub Spesialis dan Fakultas
Farmasi (FFUI) sebagai mitra penyelenggara program pendidikan profesi
Apoteker.
3.2 Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Instalasi Farmasi RSCM merupakan satuan kerja fungsional sebagai pusat
pendapatan di lingkungan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang berada di
bawah Direktorat Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi dipimpin oleh
seorang Apoteker pejabat yang disebut Kepala Instalasi Farmasi.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
27
Universitas Indonesia
3.2.1 Visi
Instalasi Farmasi RSCM memiliki visi untuk menjadi penyelenggara
pelayanan farmasi yang komprehensif dengan kualitas terbaik dan mengutamakan
kepuasan pelanggan di Asia Pasifik pada tahun 2014.
3.2.2 Misi
Instalasi Farmasi RSCM memiliki misi antara lain:
1. Menyelenggarakan pelayanan farmasi prima untuk kepuasan pelanggan.
2. Menyelenggarakan manajemen perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
3. Menyelenggarakan pelayanan farmasi klinik untuk meningkatkan
keselamatan pasien dan mencapai hasil terapi obat yang optimal.
4. Menunjang penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka
meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
5. Memproduksi sediaan farmasi tertentu yang dibutuhkan RSCM sesuai
persyaratan mutu.
6. Berperan serta dalam peningkatan pendapatan rumah sakit.
7. Berperan serta dalam program pendidikan dan pelatihan, penelitian dan
pengembangan farmasi.
3.2.3 Nilai budaya
Instalasi Farmasi RSCM memiliki 5 nilai budaya yang dikenal dengan 5R,
yaitu Rapi, Ringkas, Resik, Rawat, dan Rajin.
3.2.4 Tujuan umum
Menyelenggarakan kebijakan obat di rumah sakit melalui pelayanan
farmasi satu pintu, profesional, berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika
profesi, bekerjasama dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang
terkait dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
3.2.5 Tujuan khusus
1. Aspek manajemen, antara lain mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan
efisien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan, mewujudkan sistem
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
28
Universitas Indonesia
informasi tepat guna dan berdaya guna, meningkatkan kemampuan tenaga
kesehatan farmasi melalui pendidikan dan pelatihan, serta mengawasi,
mengendalikan dan mengevaluasi mutu pelayanan farmasi.
2. Aspek klinik, antara lain mengkaji instruksi pengobatan, mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan obat, memantau
efektifitas dan keamanan penggunaan obat, menjadi pusat informasi obat bagi
tenaga kesehatan, pasien/keluarga dan masyarakat, melaksanakan konseling
pada pasien, melakukan pengkajian obat, melakukan penanganan obat-obat
kanker, melakukan perencanaan, penerapan dan evaluasi obat, bekerjasama
dengan tenaga kesehatan lain, dan berperan serta dalam tim/kepanitiaan di
rumah sakit seperti Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) serta Pelaksana
Pengendalian Resistensi Antibiotik (PPRA).
3.2.6 Tugas pokok dan fungsi
Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo memiliki tugas
melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi yang optimal, meliputi
perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi dan
produksi sediaan farmasi, serta melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai
prosedur kefarmasian dan etika profesi. Selain itu, Instalasi Farmasi juga
berpartisipasi aktif dalam kegiatan pendidikan, pelatihan dan penelitian di bidang
Farmasi. Untuk menjalankan tugasnya tersebut, Instalasi Farmasi RSCM
berfungsi dalam:
1. Penyusunan standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja pelayanan
kefarmasian
2. Pengkoordinasian perencanaan perbekalan farmasi
3. Pengelolaan perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit
4. Penyelenggaraan produksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
5. Penyelenggara pengkajian instruksi pengobatan dan resep pasien.
6. Pengidentifikasian masalah dengan penggunaan obat dan alat kesehatan.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
29
Universitas Indonesia
7. Pencegahan dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan.terhadap efektivitas dan keamana penggunaan obat dan alat
kesehatan.
8. Pemberian informasi kepada
9. petugas kesehatan, pasien / keluarga.
10. Pemberian konseling kepada pasien / keluarga.
11. Pelaksanaan pencampuran obat suntik, dispensing, dosis unit.
12. Penyelenggaraan supervisi terhadap pelayanan farmasi.
13. Pemantauan, pengawasan, dan pengendalian terhadap jaminan mutu
pengelolaan pelayanan kefarmasian.
14. Pengembangan profesi SDM kefarmasian.
15. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan.
3.2.7 Pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia
Instalasi Farmasi RSCM bertanggung jawab langsung kepada Direktorat
Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi berpusat di Gedung Central Medical
Unit (CMU) 2 lantai 3 dan dipimpin oleh seorang apoteker selaku Kepala Instalasi
Farmasi RSCM yang membawahi empat sub instalasi, yaitu:
1. Sub Instalasi Administrasi dan Keuangan (Adminkeu);
2. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi;
3. Sub Instalasi Produksi; dan
4. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan
(Farklin Diklitbang).
3.3 Keterlibatan Farmasi dalam Kepanitiaan Rumah Sakit
3.3.1 Pelaksana pengendalian resistensi antimikroba (PPRA)
PPRA merupakan suatu tim pelaksana yang dibentuk rumah sakit dengan
tujuan:
1. Tercapainya peningkatan mutu dalam pemakaian antibiotik di rumah sakit
melalui kerja sama dengan empat pilar yang terdiri dari Panitia Farmasi dan
Terapi, Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS), Tim
Mikrobiologi Klinik dan Tim Farmasi Klinik.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
30
Universitas Indonesia
2. Terlaksananya pengawasan, pemantauan, dan pengendalian prosedur
pemakaian antibiotik di masing-masing unit, agar tidak menyimpang dari
prosedur yang telah ditetapkan.
3. Terlaksananya evaluasi pelaksanaan pemakaian antibiotik.
4. Terselenggaranya pendidikan, pelatihan, dan penelitian dalam pengendalian
resistensi antimikroba.
Tim PPRA melaksanakan pengawasan dan pengendalian penggunaan
antimikroba secara bijak (meliputi efikasi, biaya, keamanan, kenyamanan) di
RSUPN. Tim PPRA terdiri dari:
1. Tim inti yaitu:
a. Perwakilan dari Panitia Farmasi dan Terapi.
b. PPIRS.
c. Spesialis Farmasi Klinik.
d. Spesialis Mikrobiologi Klinik.
2. Perwakilan dari Departemen Patologi Klinik.
3. Perwakilan Departemen Penyakit Dalam, Departemen Bedah, Departemen
Kebidanan dan Kandungan, dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak.
4. Perwakilan Divisi Penyakit Tropik Dept. Ilmu Penyakit Dalam.
5. Perwakilan Bidang Pelayanan Medik dan bidang Keperawatan
Organisasi PPRA meliputi Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Anggota
yang terdiri dari unsur klinis (mewakili Departemen/UPT/Instalasi terkait),
perawat, apoteker, spesialis Mikrobiologi Klinik, spesialis Patologi Klinik,
spesialis Farmakologi Klinik, dan Konsultan Penyakit Tropik Infeksi. Dalam
melaksanakan tugasnya, Tim PPRA dibantu oleh Pokja PPRA dari berbagai
departemen/UPT/instalasi yang pelayanannya berhubungan dengan penggunaan
antimikroba. Pokja departemen terdiri dari Ketua, yang merangkap sebagai
anggota tim PPRA, dan beberapa orang anggota. Pokja PPRA tingkat
departemen/instalasi/UPT sebagai berikut (SK No.10281/TU.K/34/VI/2011):
1. Departemen Penyakit Dalam.
2. Departemen Bedah.
3. Departemen IKA.
4. Departemen Obstetri dan Ginekologi.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
31
Universitas Indonesia
5. Departemen Kulit dan Kelamin.
6. Departemen Gigi dan Mulut.
7. Departemen Bedah Syaraf.
8. Departemen Mata.
9. Departemen Neurologi.
10. Departemen Urologi.
11. Departemen THT.
12. ICU.
13. Unit Pelayanan Luka Bakar.
14. Pelayanan Jantung terpadu.
15. Instalasi Gawat Darurat.
Tugas pokok Tim PPRA adalah melaksanakan pengendalian resistensi
antimikroba PPRA memilki fungsi, antara lain:
1. Menetapkan kebijakan pengendalian penggunaan antibiotik.
2. Menerapkan kebijakan di bidang pengendalian resistensi antimikroba melalui
koordinasi empat pilar.
3. Menyusun Program Kerja Tim PPRA dan Pokja PPRA Departemen / UPT /
Instalasi.
4. Menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman serta kesadaran tentang
prinsip pengendalian resistensi antimikroba yang terkait dengan penggunaan
antibiotik secara bijak.
5. Sebagai konsultan dalam pemilihan antibiotik lini 3.
6. Melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan antibiotik, pola resistensi
kuman, insiden MRSA.
Tim PPRA menyelenggarakan pertemuan berkala secara terencana
minimal satu bulan sekali untuk membahas program dan kegiatan yang telah
ditetapkan dalam PPRA dan menyampaikan rekomendasi hasil keputusan rapat
secara tertulis kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan pihak terkait
(Departemen/UPT/Instalasi Pelayanan dan empat pilar PPRA).
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
32
Universitas Indonesia
3.3.2 Panitia farmasi dan terapi (PFT)
Panitia Farmasi dan Terapi adalah panitia ahli di bawah Komite Medik
yang membantu Direktur Utama dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan
dan peraturan tentang pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM.
Keanggotaan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah berdasarkan pengusulan
dari Kepala Departemen/Bidang/Instalasi dan disahkan oleh Direktur Utama.
Keanggotaannya diperbarui maksimal setiap 5 tahun sekali. Anggota PFT tidak
boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi manapun. Ketua,
sekretaris dan 2 (dua) anggota PFT ditetapkan sebagai pengurus harian. Setiap
departemen memiliki PFT tingkat departemen yang terdiri atas ketua, sekretaris
dan 2-3 orang anggota. Ketua PFT tingkat departemen menjadi anggota ex officio
PFT tingkat RSCM. PFT menyusun program kerja tentang pemilihan dan
penyusunan formularium. PFT juga mengajukan anggaran setiap tahun guna
mendukung program kerjanya.
Tugas PFT mencakup :
1. Sebagai penasehat bagi pimpinan RSCM dan tenaga kesehatan dalam semua
masalah yang ada kaitannya dengan perbekalan farmasi.
2. Menyusun kebijakan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM.
3. Menyusun formularium obat, dan daftar alat kesehatan, dan reagensia; dan
memperbaharuinya secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan reagensia
didasarkan pada kemanjuran, keamanan, kualitas dan harga. PFT harus
mampu meminimalkan jenis obat yang nama generiknya sama atau jenis obat
yang indikasinya sama.
4. Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang
menjamin berlangsungnya pelaksanaan terapi yang efektif, aman dan hemat
biaya.
5. Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran
informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan seleksi, pengadaan dan
penggunaan obat kepada staf medis RSCM.
6. Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan dan
penggunaan perbekalan farmasi.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
33
Universitas Indonesia
7. Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping obat yang terjadi
di RSCM.
8. Memandu tinjauan penggunaan obat (drug utilization review) dan
mengumpanbalikkan hasil tinjauan itu ke seluruh staf medis.
Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, PFT perlu mengadakan rapat
rutin sekurang-kurangnya satu bulan sekali untuk membicarakan implementasi
dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi, pengadaan, penyimpanan, dan
penggunaan perbekalan farmasi. Keputusan rapat pleno yang menyangkut
kebijakan diambil berdasarkan musyawarah. Bila musyawarah tidak berhasil,
maka dapat dilakukan pemungutan suara. Setiap anggota PFT dalam pengambilan
keputusan harus bebas dari kepentingan pribadi atau kelompok, dan semata-mata
adalah untuk kepentingan pasien (Formularium RSCM, 2012).
3.4 Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Kondisi steril melalui sterilisasi merupakan prinsip dasar untuk mencegah
terjadinya infeksi nosokomial. Sterilisasi menjadi langkah awal untuk
terlaksananya patient safety melalui pemutusan mata rantai penyebaran
mikroorganisme. Pelaksanaan sterilisasi membutuhkan perangkat dan sistem yang
utuh dalam pelaksanaannya dengan petugas khusus dengan ketrampilan khusus
sebagai first step to quality. Oleh karena itu, instalasi sterilisasi pusat menjadi unit
yang sangat dibutuhkan di rumah sakit untuk memenuhi ketersediaan atas barang-
barang steril untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Alat kesehatan steril
menjadi produk akhir sterilisasi di instalasi sterilisasi pusat.
3.4.1 Definisi instalasi sterilisasi pusat
Instalasi sterilisasi pusat merupakan suatu unit kerja yang bertugas
menyediakan barang-barang dan peralatan steril, seperti perbekalan farmasi dasar,
instrumen steril, linen steril, dan lain-lain, yang dibutuhkan oleh departemen,
instalasi atau unit kerja lainnya di RSCM.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
34
Universitas Indonesia
3.4.2 Visi dan misi instalasi sterilisasi pusat RSCM
Visi dari instalasi sterilisasi pusat adalah menjadi instalasi sterilisasi pusat
yang terkemuka di Asia Pasifik Tahun 2014. Misi dari instalasi sterilisasi pusat
adalah:
1. Menyelenggarakan pusat pelayanan sterilisasi yang aman dan bermutu;
2. Menjadi penyedia alat kesehatan steril untuk jejaring pelayanan kesehatan;
3. Meningkatkan kompetensi SDM dibidang sterilisasi;
4. Menyedikan sarana dan prasarana yang handal; dan
5. Menyediakan tempat pendidikan/pelatihan dan penelitian / pengembangan di
bidang sterilisasi.
3.4.3 Tujuan dan strategi instalasi sterilisasi pusat RSCM
Tujuan dari instalasi sterilisasi pusat RSCM adalah tercapainya pelayanan
pusat sterilisasi dengan pergeseran posisi menjadi revenue center. Strategi yang
digagas adalah:
1. Meningkatkan efisiensi produktivitas;
2. Meningkatkan profesionalisme;
3. Menciptakan restrukturisasi;
4. Menerapkan sistem managemen keuangan;
5. Menetapkan tarif pelayanan sterilisasi berdasarkan perhitungan unit cost; dan
6. Meningkatkan mutu pemantauan dan evaluasi.
3.4.4 Pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia instalasi sterilisasi pusat
RSCM
Instalasi sterilisasi pusat RSCM dikepalai oleh Kepala Instalasi Pusat
Sterilisasi yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Direktur Umum dan Operasional. Struktur organisasi instalasi sterilisasi pusat
RSCM dapat dilihat pada Lampiran 4. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi
membawahi empat Penanggungjawab sebagai berikut:
a. Penanggungjawab SDM & Keuangan;
b. Penanggungjawab Peralatan & Pelayanan;
c. Penanggungjawab Administrasi dan Rumah Tangga; dan
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
35
Universitas Indonesia
d. Penanggungjawab Logistik dan Inventaris.
Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi juga membawahi dua kepala bagian,
yaitu Kepala Sub Instalasi Operasional dan Kepala Sub Instalasi Mutu. Kepala
bagian tersebut masing-masing memiliki tiga penanggungjawab yang menjadi
pelaksana kegiatan. Kepala Sub Instalasi Operasional membawahi
Penanggungjawab Dekontaminasi, Penanggungjawab Pengemasan & Labeling,
dan Penanggungjawab Proses Sterilisasi, sedangkan Kepala Sub Instalasi Mutu
membawahi Penanggungjawab Penyimpanan dan Distribusi, Penanggungjawab
Quality Control, dan Penanggungjawab Audit Mutu. Sumber daya manusia
instalasi sterilisasi pusat RSCM harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, seperti
terlatih, tidak mempunyai luka terbuka, tidak mempunyai penyakit yang menular,
disiplin memakai alat pelindung diri dalam tugas operasional dan mematuhi
aturan sterilisasi.
3.4.5 Ruang dan sarana instalasi sterilisasi pusat RSCM
Ruang instalasi sterilisasi pusat RSCM memiliki suhu 18-220C dan
kelembaban 35-72%. Pertukaran udara dilakukan minimal 10 kali per jam dan
pada setiap ruangan harus memiliki exhaust/ hepafilter. Alat yang digunakan
untuk membantu sterilisasi yaitu ultrasonic, washer automatic, dry heat
sterilisator, autoclave sterilisator, dan plasma sterilisator. Instalasi sterilisasi
pusat RSCM memiliki tiga jenis area, yaitu:
1. Area unclean
Area bertekanan negatif sebagai tempat proses dekontaminasi.
2. Area clean
Tempat dilakukannya proses pengemasan, labeling, dan sterilisasi.
3. Area steril
Area bertekanan positif untuk pelaksanaan uji visual, penyimpanan, dan
distribusi barang steril.
3.4.6 Sistem pelayanan instalasi sterilisasi pusat RSCM
Sistem pelayanan ISP terbagi dua, yaitu sistem pelayanan yang
tersentralisasi dan desentralisasi. Sistem pelayanan tersentralisasi mencakup
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
36
Universitas Indonesia
dalam hal manajemen (SDM, SOP, perencanaan) dan pelayanan sterilisasi
perbekalan farmasi dasar steril. Untuk sistem pelayanan desentralisasi mencakup
dalam hal khusus seperti pelayanan sterilisasi instrumen, linen, dan lain-lain.
Pelaksanaan sterilisasi di RSCM tersentralisasi di instalasi sterilisasi pusat.
Keuntungan sentralisasi tersebut diantaranya yaitu peningkatan efisiensi ruangan,
SDM, peralatan, dan waktu. Mutu dari alat kesehatan steril juga akan terjamin
karena adanya prosedur indikator mutu. Pelayanan yang diberikan akan lebih
cepat dan dapat mengurangi beban kerja SDM di unit pemakai. Selain itu,
instalasi sterilisasi pusat juga akan lebih mudah untuk diawasi dan lebih terkendali
serta dapat mencegah duplikasi dalam proses sterilisasi.
3.4.7 Kegiatan instalasi sterilisasi pusat RSCM
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh instalasi sterilisasi pusat, yaitu:
1. Alur perpindahan barang satu arah
Instalasi sterilisasi pusat RSCM memiliki alur dalam perpindahan barang.
Alur tersebut berupa alur satu arah, dari area kotor ke area bersih dan akhirnya ke
area steril. Pada area kotor, barang non steril diterima serta dipilih dan di sortir.
Barang direndam, dibersihkan, dibilas, dan dikeringkan sebelum dibawa ke area
bersih. Pada area bersih, barang diterima dan dikemas. Barang yang dikemas
kemudian diberi label, disusun dan diuji secara mekanik, kimia, dan biologi, lalu
barang akan melalui proses sterilisasi. Setelah proses sterilisasi, barang akan
masuk ke area steril dan disimpan.
2. Alur Aktivitas Fungsional
Terdapat dua subjek yang ditangani oleh ISP, yaitu supplier dan customer.
Supplier memberikan barang bersih yang ditempatkan pada loket barang bersih
ISP. Berbeda dengan supplier, barang kotor yang berasal dari customer diserahkan
melalui loket barang kotor. Barang kotor diseleksi dan dilakukan dekontaminasi
lalu dikemas dan diberi label. Sebelum dilakukan pengemasan & pemberian label,
petugas akan melakukan uji mutu pada sebagian barang. Barang bersih yang lolos
uji mutu dapat memasuki tahap pengemasan dan labeling. Setelah dikemas dan
diberi label, barang diuji mutunya sebelum memasuki proses sterilisasi. Pada
proses sterilisasi, barang steril yang rusak akan dilakukan proses ulang dengan
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
37
Universitas Indonesia
mengulang proses sterilisasi dari awal.sedangkan barang yang kondisinya
memenuhi persyaratan akan ditempatkan di penyimpanan barang steril. Barang-
barang di penyimpanan barang steril kemudian didistribusikan melalui loket
distribusi dan akan diawasi mutunya oleh customer.
3. Proses Sterilisasi Perbekalan Farmasi Dasar
Barang bersih memasuki tahap kontrol spesifikasi sebelum pengemasan
dan labeling Selain itu, barang diuji secara mekanik, kimia, dan biologi. Setelah
dikemas dan diberi label, barang disusun dengan baik sebelum sterilisasi.
Sterilisasi menggunakan suhu tinggi atau suhu rendah. Setelah proses sterilisasi,
barang akan melalui uji visual, dan ditempatkan pada bagian penyimpanan barang
steril untuk didistribusikan.
4. Proses Sterilisasi Barang Medis Ulang Pakai
Proses sterilisasi barang medis ulang pakai ISP RSCM harus melalui
proses dekontaminasi terlebih dahulu dan lolos uji mekanik, kimia, dan biologi
sebelumnya. Barang yang didekontaminasi dikeringkan dan dilakukan kontrol
spesifikasi, lalu memasuki tahap pengemasan, labeling dan penyusunan. Setelah
penyusunan barang disterilisasi dengan suhu tinggi atau suhu rendah. Barang diuji
secara visual dan ditempatkan di bagian penyimpanan barang steril untuk
didistribusikan.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
38
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Gudang Perbekalan Farmasi Pusat
Gudang Perbekalan Farmasi Pusat RSCM merupakan tempat menyimpan
perbekalan farmasi sebelum didistribusikan ke depo dan pasien. Gudang
Perbekalan Farmasi Pusat terdiri dari Gudang Farmasi I, Gudang Farmasi II, dan
Gudang Gas Medis. Gudang Farmasi I merupakan gudang yang digunakan untuk
menyimpan alat-alat kesehatan, obat-obat oral dan injeksi, serta Bahan Beracun
dan Berbahaya (B3). Gudang Farmasi II digunakan untuk menyimpan perbekalan
farmasi yang berupa cairan dan hemodialisa, sedangkan Gudang Gas medis
digunakan untuk menyimpan gas-gas medis.
Waktu pelayanan Gudang Perbekalan Farmasi Pusat, yaitu pukul 08.00
hingga 21.00 yang terbagi dalam 2 shift. Sumber daya manusia yang terdapat di
Gudang Perbekalan Farmasi Pusat, yaitu sebanyak 18 orang yang terdiri dari 1
orang Apoteker, 1 orang Asisten Apoteker (AA) Penanggungjawab, 5 orang AA
Bidang Pelaksana Obat, 3 orang AA Bidang Pelaksana Alat Kesehatan, 4 orang
AA Bidang Pelaksana Administrasi, dan 4 orang Pekarya.
Kegiatan yang dilakukan di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat terdiri atas
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengawasan,
dan pengendalian perbekalan farmasi di rumah sakit. Perencanaan pengadaan
perbekalan farmasi dari distributor ke gudang dilakukan dengan dua cara, yaitu
menggunakan sistem IT untuk menarik data stok akhir atau sistem manual, yaitu
asisten menarik data dari kartu stok.
Gudang Perbekalan Farmasi Pusat melakukan pengadaan perbekalan
farmasi yang dibutuhkan. Pengadaan dilakukan berdasarkan permintaan (defekta)
perbekalan farmasi yang dilakukan rutin dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari
Senin dan Rabu, serta dari permintaan mendesak/cito yang dapat dilakukan setiap
hari. Permintaan perbekalan farmasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
selama dua minggu hingga satu bulan.
Defekta yang telah dibuat oleh pihak Gudang Perbekalan Farmasi Pusat
selanjutnya dikirim ke bagian pemesanan di Instalasi Farmasi untuk dibuatkan
Surat Pesanan (SP) dalam sistem komputer. Jika permintaan telah disetujui oleh
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
39
Universitas Indonesia
Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi, maka petugas pemesanan akan
menghubungi distributor terkait yang selanjutnya akan dikirim ke Gudang
Perbekalan Farmasi Pusat.
Setelah perbekalan farmasi dikirim di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat
oleh distributor, selanjutnya dilakukan proses penerimaan barang yang dilakukan
oleh Panitia Penerimaan bersama dengan petugas gudang. Pada proses
penerimaan, dilakukan kegiatan pemeriksaan yang meliputi kesesuaian daftar
pesanan, baik jenis dan jumlah pesanan, pada komputer yang disesuaikan dengan
faktur penjualan. Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan terhadap bentuk fisik dan
tanggal kedaluwarsa perbekalan farmasi yang akan diterima. Apabila terdapat
kemasan yang telah rusak, maka dapat dilakukan penggantian barang ke
distributor.
Khusus untuk perbekalan farmasi yang bersifat termolabil, pemeriksaan
juga dilakukan dengan melihat kesesuaian penyimpanan perbekalan farmasi,
misalnya dengan melihat proses penyimpanan perbekalan farmasi tersebut selama
proses distribusi dari distributor ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat, yaitu
dengan menyimpan perbekalan farmasi tersebut di dalam cool box yang
dilengkapi dengan termometer dan dipastikan berada pada suhu yang sesuai
(2o – 8
o C). Pemeriksaan juga dilakukan terhadap dokumen-dokumen penyerta
perbekalan farmasi, misalnya Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan
berbahaya dan beracun (B3).
Setelah pemeriksaan dilakukan dan perbekalan farmasi yang diterima telah
sesuai dengan pesanan, Panitia Penerimaan membubuhkan tanda tangan, nama
jelas, dan stempel serta tanggal penerimaan pada faktur penjualan dan salinan
faktur. Lembar asli faktur dan salinannya diserahkan kepada petugas gudang. Data
dari lembar faktur tersebut akan di-input oleh petugas ke dalam sistem komputer
dan kartu stok manual, meliputi data spesifikasi produk, asal distributor, jumlah,
dan waktu kedaluwarsa.
Perbekalan Farmasi yang telah diterima disimpan di Gudang Perbekalan
Farmasi Pusat sesuai dengan prinsip First In First Out (FIFO) dan First Expired
First Out (FEFO). Penyimpanan disusun berdasarkan jenis perbekalan farmasi,
yaitu alat kesehatan, obat (oral atau injeksi), B3, cairan, hemodialisa, dan gas
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
40
Universitas Indonesia
medis, sedangkan perbekalan farmasi yang berupa reagensia, bahan baku, dan
radiofarmaka akan disimpan langsung di unit kerja yang terkait dengan
penggunaannya.
Selain berdasarkan pada jenis perbekalan farmasi, penyimpanan juga
didasarkan pada bentuk sediaan, kestabilan perbekalan farmasi, sifat perbekalan
farmasi (high alert atau sitostatika), perbekalan farmasi Askes dan Non-Askes,
rute pemberian obat, serta nama generik dan nama dagang. Penyimpanan obat di
Gudang Perbekalan Farmasi Pusat juga disusun berdasarkan alfabetis dengan
memperhatikan penyusunan untuk obat yang tergolong Look Alike Sound Alike
(LASA) untuk menghindari kesalahan dispensing. Obat yang tergolong LASA
memiliki bentuk dan pengucapan yang mirip sehingga penyimpanannya dipisah,
walaupun memiliki nama dengan alfabet yang berdekatan. Penyimpanan obat
sudah tertata rapi dan baik dengan pemberian label petunjuk pada setiap kelompok
obat. Hal ini memudahkan dispensing obat mengingat jenis dan jumlah
perbekalan farmasi yang banyak.
Penyimpanan narkotika dan psikotropika dilakukan terpisah dari
penyimpanan obat lainnya yaitu di dalam lemari khusus. Narkotika disimpan
dalam lemari berpintu dua dengan kunci ganda. Kunci lemari tersebut
digantungkan kepada AA yang bertugas pada tiap shift.
Penyimpanan alat kesehatan di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat terpisah
dengan penyimpanan obat-obatan. Alat kesehatan disusun berdasarkan kesamaan
jenis dan kelompok departemen pengguna, misalnya bedah dan departemen mata
serta pelayanan jantung terpadu (PJT), untuk mempermudah pengambilan barang.
Petugas gudang melakukan stock opname (SO) setiap tiga bulan sekali
untuk memudahkan pengontrolan perbekalan farmasi dengan mengetahui
kesesuaian fisik perbekalan farmasi yang ada dengan jumlah yang tertera pada
kartu stok dan sistem IT serta mudah mengetahui perbekalan farmasi yang
mendekati kedaluwarsa. Produk yang akan kedaluwarsa dalam waktu tiga bulan
ke depan akan diberi label berwarna kuning yang dilengkapi dengan waktu
kedaluwarsanya. Selain itu, dilakukan pula pemantauan suhu pada lemari
pendingin dan ruangan yang dilakukan setiap hari. Pemantauan suhu lemari
pendingin dilakukan sebanyak tiga kali sehari, yaitu pada pukul 06.00, 14.00, dan
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
41
Universitas Indonesia
20.00 WIB, sedangkan pemantauan suhu ruangan dilakukan satu kali sehari pada
pukul 08.00 WIB.
Gudang Perbekalan Farmasi Pusat merupakan pusat distribusi perbekalan
farmasi di rumah sakit. Gudang melayani permintaan dari seluruh satelit dan unit
kerja. Permintaan perbekalan farmasi ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat dapat
dilakukan secara rutin sesuai jadwal yang telah ditetapkan untuk masing-masing
satelit dan unit kerja ataupun permintaan cito setiap hari. Permintaan ke Gudang
Perbekalan Farmasi Pusat dapat dilakukan dengan dua sistem, yaitu sistem online
untuk satelit farmasi dan sistem manual untuk unit kerja. Permintaan yang
diajukan oleh satelit farmasi akan langsung dicetak oleh Gudang Perbekalan
Farmasi Pusat dalam bentuk surat permintaan barang, sedangkan unit kerja yang
melakukan permintaan manual menggunakan formulir permintaan barang farmasi
harus mengantarkan formulir tersebut ke gudang dua hari sebelum pengambilan
barang.
Petugas Gudang Perbekalan Farmasi Pusat akan menyiapkan perbekalan
farmasi yang diminta serta melakukan pencatatan jenis dan jumlah perbekalan
farmasi yang tertera pada formulir permintaan. Petugas administrasi akan
memproses formulir permintaan tersebut untuk mendapatkan Form Distribusi
Obat/Alkes bagi tiap satelit/unit/departemen terkait. Setelah perbekalan farmasi
disiapkan, petugas gudang akan menghubungi satelit atau unit kerja terkait untuk
memberitahukan bahwa perbekalan farmasi sudah siap diambil.
Pada saat penyerahan, dilakukan pengecekan kembali oleh petugas gudang
dan pihak satelit atau unit kerja dengan membaca ulang dan memeriksa
perbekalan farmasi yang telah disiapkan serta melakukan pencatatan pada buku
serah terima yang terdapat di ruang pendistribusian Gudang Perbekalan Farmasi
Pusat. Setelah dinyatakan bahwa barang yang diterima pihak satelit atau unit kerja
sesuai dengan permintaannya, lalu dilakukan penandatanganan bersama Form
Distribusi Obat/Alkes. Lembar form yang asli disimpan oleh pihak gudang,
sedangkan lembar copy diberikan kepada pihak satelit farmasi atau unit kerja.
Untuk satelit atau unit kerja yang tidak memiliki petugas untuk mengambil
perbekalan farmasi, maka petugas gudang yang akan mengantarkannya.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
42
Universitas Indonesia
Gudang Perbekalan Farmasi Pusat juga melayani permintaan
mendesak/cito setiap hari. Perbekalan farmasi yang diambil untuk melayani
kebutuhan cito dicatat pada buku cito di gudang dan unit terkait. Untuk memenuhi
permintaan perbekalan farmasi di luar jam operasional gudang, petugas satelit
harus menghubungi Penanggungjawab Gudang Perbekalan Farmasi Pusat untuk
mengambil perbekalan farmasi di gudang dengan didampingi satu orang saksi dan
petugas keamanan untuk membuka pintu gudang.
Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA di Gudang
Perbekalan Farmasi Pusat, terdapat beberapa permasalahan yang ditemukan,
antara lain:
a. Masih terdapat MSDS yang belum diterjemahkan sehingga menyulitkan
pegawai atau staf gudang yang memiliki keterbatasan dalam berbahasa asing
untuk memahami isi MSDS tersebut.
b. Masih terdapat lemari pendingin yang tidak memiliki daftar nama obat-obat
yang terdapat di dalamnya sehingga menyulitkan staf atau pegawai baru yang
akan menyiapkan permintaan perbekalan farmasi. Selain itu, daftar yang telah
tersedia ada yang belum lengkap. Masih terdapat obat-obat di dalam lemari
pendingin yang tidak tertulis pada daftar tersebut.
c. Masih terdapat obat-obat yang termasuk dalam obat high alert dan sitostatika
serta tempat penyimpanan obat-obat LASA yang belum ditempeli dengan
stiker khusus.
Beberapa saran yang dapat diajukan untuk menyelesaikan permasalahan-
permasalahan di atas adalah sebagai berikut:
a. Menerjemahkan MSDS yang masih menggunakan bahasa asing ke dalam
Bahasa Indonesia agar memudahkan staf atau pegawai dalam memahami isi
dari MSDS tersebut sehingga penanganan yang dilakukan terhadap bahan
tersebut tepat.
b. Membuat daftar nama obat-obat yang terdapat di dalam masing-masing
lemari pendingin dan menempelkannya pada pintu lemari pendingin yang
sesuai. Daftar tersebut juga perlu diperiksa dan diperbaharui secara berkala
sehingga data yang tersedia selalu ter-update sesuai dengan persediaan yang
terdapat di dalamnya.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
43
Universitas Indonesia
c. Menempelkan stiker high alert, sitostatika, dan LASA secara lebih teliti.
4.2 Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Satelit Farmasi IGD terdiri atas satu satelit di lantai 1 dan satu depo di
lantai 4. Depo lantai 1 melayani kebutuhan perbekalan farmasi di lantai 1 hingga
lantai 3 IGD, sementara lantai 4 hanya melayani kebutuhan perbekalan farmasi
untuk ruang bedah di lantai 4. Satelit Farmasi IGD hanya melayani kebutuhan
perbekalan farmasi di IGD saja dan tidak menerima resep dari unit lain di RSCM.
4.2.1 Sumber daya manusia (SDM)
Satelit Farmasi IGD memiliki 2 orang Apoteker, yang masing-masing
bertanggung jawab untuk pelaksanaan kegiatan manajemen perbekalan farmasi
dan pelayanan farmasi klinik, 21 orang AA, dan 1 orang pekarya. Pelayanan
farmasi di kedua depo setiap harinya dilakukan dalam 3 shift selama 24 jam
sehingga dapat selalu mengantisipasi kebutuhan pasien IGD yang kondisinya
dapat berubah-ubah setiap saat. Pembagian jumlah AA yang bertugas di kedua
depo pada masing-masing shift adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Pembagian Jumlah Asisten Apoteker Tiap Shift di Kedua Depo
Pagi
(07.30 –14.30 WIB)
Siang
(14.00–21.00 WIB)
Malam
(21.00 –08.00 WIB)
Satelit lantai 1 4 orang 3 orang 3 orang
Depo lantai 4 1 orang 1 orang 1 orang
Selain pembagian di atas, terdapat 1 orang pekarya dan 1 orang AA yang
bertugas di luar jadwal shift. Mereka bekerja dari hari Senin hingga Jumat dari
pukul 08.00 – 15.30 WIB dan bertugas dalam hal pemesanan barang ke Gudang
Perbekalan Farmasi Pusat.
Petugas yang terdapat di depo lantai 4 bukan petugas tetap, melainkan
petugas yang berasal dari satelit lantai 1 juga. Dari 20 orang AA yang bertugas di
satelit lantai 1, mereka akan secara bergantian menjadi petugas di depo lantai 4.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
44
Universitas Indonesia
4.2.2 Kegiatan Satelit Farmasi IGD
4.2.2.1 Pengelolaan perbekalan farmasi
a. Perencanaan, pengadaan, dan penerimaan perbekalan farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi untuk satelit lantai 1 dan depo lantai 4
dilakukan secara terpisah. Perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi
didasarkan pada pola dan jumlah pemakaiannya di IGD. Semakin banyak barang
yang keluar dari stok, maka permintaan untuk barang tersebut juga besar. Satelit
lantai 1 melakukan defekta besar ke bagian Gudang Perbekalan Farmasi Pusat
RSCM dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari Selasa dan Jumat. Alur
pelaksanaan defekta adalah sebagai berikut :
Satu hari sebelum hari defekta besar, yaitu pada hari Senin dan Kamis,
pihak satelit akan membuat entry data defekta yang akan di-posting melalui sistem
IT ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat. Tujuannya agar pihak gudang
menyiapkan terlebih dahulu barang yang diminta oleh pihak Satelit IGD.
Keesokan harinya pada hari defekta besar, pekarya dan AA dari IGD datang ke
Gudang Perbekalan Farmasi Pusat untuk mengurus pengambilan barang yang
telah diminta. Pekarya akan melakukan pengambilan barang, sementara AA
bersama dengan petugas gudang akan melakukan pengecekan untuk
menyesuaikan antara nama perbekalan farmasi, jenis, bentuk sediaan, dan jumlah
barang yang diambil dari Gudang Perbekalan Farmasi Pusat dengan data defekta
dari IGD dan data yang di-entry pihak gudang ke dalam sistem IT-nya. Setelah
data sesuai, lembar defekta ditandatangani oleh pihak yang menyerahkan (pihak
gudang) dan pihak yang menerima barang (pihak Satelit IGD). Pihak Satelit IGD
akan mendapat satu copy lembar defekta tersebut. Apoteker Penanggungjawab
Satelit IGD akan mengecek kembali kesesuaian data dari lembar defekta dengan
barang yang diterima. Apabila telah sesuai, penambahan stok barang di satelit
IGD akan diproses melalui sistem IT yang ada.
Defekta perbekalan farmasi dipisahkan, antara defekta obat, alat
kesehatan, dan narkotika. Maksud pemisahan tersebut adalah untuk
mempermudah pelaporan mutasi oleh pihak gudang. Permasalahan terkait defekta
yang sering terjadi adalah tidak sesuainya jumlah barang yang diminta pihak
Satelit IGD dengan jumlah barang yang diberikan pihak Gudang Perbekalan
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
45
Universitas Indonesia
Farmasi Pusat. Hal tersebut menyebabkan defekta kecil juga sering dilakukan di
luar hari defekta besar untuk memenuhi kebutuhan barang yang belum terpenuhi
tersebut.
Satelit lantai 1 juga menyediakan perbekalan farmasi untuk keperluan
depo lantai 4. Sistem pengadaan barang di depo lantai 4 dilakukan dengan
mengajukan defekta ke depo lantai 1. Defekta besar dari depo lantai 4 juga
dilakukan 2 kali dalam seminggu, yaitu di hari Senin dan Kamis.
b. Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi IGD
Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi IGD telah diatur
sesuai dengan persyaratan dan standar kefarmasian. Susunan penyimpanan dibuat
berdasarkan pembagian berikut :
1) Bentuk dan jenis perbekalan farmasi
a) Obat
Penyusunan obat dibedakan lagi berdasarkan bentuk sediaannya, yaitu
sediaan tablet, sediaan cair, sediaan topikal, injeksi, dan cairan infus.
b) Alat kesehatan
Penyusunan alat kesehatan dikelompokkan berdasarkan kegunaannya.
2) Suhu penyimpanan dan stabilitas
Obat-obat termolabil yang memerlukan penyimpanan di suhu dingin
(2° – 8°C) disimpan pada kulkas terpisah.
3) Susunan alfabetis
Obat disusun sesuai urutan alfabetis nama generik atau nama dagangnya.
4) Sifat bahan
Bahan – bahan beracun dan berbahaya (B3) disimpan secara terpisah dalam
lemari yang terbuat dari bahan tahan api, serta dilengkapi dengan label bahan
berbahaya dan lembar Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan.
5) Sistem FIFO dan FEFO
Perbekalan farmasi disusun dengan menempatkan barang yang pertama kali
masuk atau barang dengan tanggal kedaluwarsa paling dekat terletak di
bagian depan sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan lebih dulu.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
46
Universitas Indonesia
Penyimpanan di Satelit Farmasi IGD juga menerapkan pengaturan khusus
untuk obat-obat yang termasuk dalam kelompok obat high alert dan obat LASA.
Rak penyimpanan untu obat-obat high alert ditandai dengan lakban berwarna
merah. Setiap obat high alert ditempeli stiker merah high alert pada wadah
primernya. Selain itu, penyusunan obat yang memiliki tampilan atau nama yang
mirip (look alike sound alike-LASA) diatur dengan cara memisahkan penempatan
obat-obat LASA dengan pasangannya serta menempelkan stiker hijau LASA pada
rak penyimpanan obat tersebut. Dengan demikian, dapat menghindari
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengambilan obat oleh petugas.
Sediaan narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari khusus yang
terletak di bagian belakang satelit, terpisah dari lemari penyimpanan obat lain.
Kedua lemari tersebut selalu terkunci dan khusus untuk lemari narkotika,
dilengkapi dengan pintu ganda. Kunci lemari dikalungkan pada salah satu petugas
farmasi yang sedang bertugas. Kunci diserahterimakan kepada petugas farmasi
lainnya ketika pemegang kunci sebelumnya akan bepergian.
Stock opname (SO) untuk semua perbekalan farmasi yang terdapat di
satelit lantai 1 dilakukan setiap 3 bulan sekali. Pelaksanaan SO bertujuan sebagai
salah satu langkah untuk mengontrol stok perbekalan farmasi yang terdapat di
Satelit Farmasi IGD. Selain SO, langkah pengontrolan lainnya yang juga
dilakukan adalah dengan memisahkan penyimpanan produk obat-obat mahal
untuk memudahkan pengontrolan, pengecekan stok narkotika setiap satu minggu
sekali, pengecekan stok persediaan benang bedah setiap pergantian shift, serta
penerapan sistem sampling yang harus dilakukan oleh semua AA setiap harinya
untuk mengecek kesesuaian stok dari data kartu stok dengan jumlah fisik barang
di satelit.
c. Distribusi perbekalan farmasi
Sistem distribusi perbekalan farmasi yang diterapkan di Satelit Farmasi
IGD adalah berdasarkan dua sistem, yaitu sistem peresepan individu dan sistem
floor stock. Sistem peresepan individu adalah sistem penyiapan dan
pendistribusian perbekalan farmasi berdasarkan resep per pasien. Sistem
peresepan di IGD sebagian besar masih menggunakan resep manual. Saat ini telah
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
47
Universitas Indonesia
dilakukan uji coba penggunaan peresepan online menggunakan sistem Electronic
Health Record (EHR) yang dimulai dari lantai 3 IGD. Penggunaan sistem tersebut
masih perlu dievaluasi dan disempurnakan kembali, sebelum nantinya
diberlakukan pada bagian lainnya di IGD. Selama masa uji coba, penerapan
sistem EHR masih mengalami beberapa masalah, yaitu :
1) resep seringkali salah terkirim ke gedung A yang juga sudah menjalankan
sistem peresepan secara online;
2) belum semua dokter memiliki akun untuk mengoperasikan sistem peresepan;
3) dokter seringkali memberikan akunnya kepada perawat dengan alasan untuk
mempercepat peresepan sehingga resep dapat dibuat oleh perawat; serta
4) sistem bed management yang belum baik sehingga seringkali ruangan tujuan
resep tidak jelas.
Pola peresepan yang ditemui di IGD dapat berupa resep harian atau resep
untuk per satu kali pemakaian, tergantung asal ruangan resep tersebut. Alur
pelayanan untuk resep individu di IGD adalah resep dari dokter akan diserahkan
ke nurse station. Di nurse station masing-masing lantai terdapat Pembantu Orang
Sakit (POS) yang akan mengantarkan resep tersebut ke Satelit Farmasi IGD lantai
1. Resep kemudian diverifikasi oleh Asisten Apoteker. Verifikasi yang dilakukan
meliputi skrining kelengkapan administratif resep, kesesuaian farmasetik, dan
pertimbangan klinis. Pemeriksaan kelengkapan resep meliputi nama dokter,
ruangan asal resep, nama pasien, nomor rekam medis, dan tanggal lahir pasien.
IGD sudah menerapkan sistem barcode untuk data pasien sehingga sebagian besar
data pasien sudah tercetak dalam bentuk label yang ditempelkan pada resep.
Dengan demikian, kelengkapan identitas pasien lebih terjamin dan mudah terbaca
oleh petugas farmasi. Verifikasi lainnya adalah untuk kesesuaian farmasetik yang
dilihat dari kesesuaian nama sediaan, bentuk sediaan, dan kekuatan sediaan.
Apabila kedua aspek tersebut tidak lengkap, petugas farmasi yang melakukan
verifikasi resep akan menuliskan temuannya pada lembar checklist review resep
obat pasien. Verifikasi dari segi klinis, antara lain berupa pengecekan ada
tidaknya status alergi pasien, dosis, serta frekuensi penggunaan obat.
Petugas satelit selanjutnya akan memastikan bahwa barang yang diminta
tersedia dan menentukan jumlah barang yang akan diberikan. Jika stok obat
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
48
Universitas Indonesia
tersedia di depo, data dari resep akan di-input ke dalam database komputer dan
diberi harga. Setelah seluruh prosedur verifikasi selesai, barang akan disiapkan
sesuai resep. Setiap melakukan pengambilan barang dari stok di satelit, petugas
harus mencatat mutasinya pada kartu stok barang yang sesuai. Barang yang telah
diambil lalu diberi etiket dan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah
dilengkapi dengan identitas pasien, meliputi nama pasien, nomor rekam medis,
dan ruang rawat. Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara diantar ke ruang
rawat atau diambil langsung oleh perawat, dokter, atau keluarga pasien di satelit
farmasi lantai 1.
Lamanya response time untuk pelayanan resep telah ditetapkan, yaitu 15
menit untuk resep cito, sementara untuk resep non-cito adalah hingga sebelum
obat tersebut diberikan kepada pasien di ruang rawat. Pihak Satelit Farmasi IGD
juga memberlakukan ketentuan untuk penyiapan obat pasien pulang. Obat yang
telah disiapkan, namun tidak diambil oleh pasien dalam waktu 6 jam setelah
penyiapannya, maka obat tersebut harus diretur. Hal tersebut mengingat seringnya
terjadi penumpukan obat pulang di satelit lantai 1 karena pasien tidak
mengambilnya.
Sistem distribusi floor stock diberlakukan untuk persediaan paket
tindakan, BMHP, dan persediaan perbekalan farmasi di troli emergensi.
1) Paket tindakan
Paket yang disiapkan oleh Satelit Farmasi IGD di lantai 1 dibedakan menjadi 2
jenis, yaitu paket yang termasuk dalam cost unit pasien dan paket yang tidak
termasuk dalam cost unit pasien. Paket untuk tindakan medis di bagian urgent
lantai 1 dan di ruang hemodialisa anak merupakan paket yang termasuk dalam
cost unit pasien sehingga setiap pasien pasti akan dibebani biaya yang sama
untuk paket ini, meskipun pasien tidak menggunakannya. Paket yang tidak
termasuk dalam cost unit, antara lain paket kebidanan (untuk lantai 3 IGD)
serta paket bedah dan paket anestesi (untuk lantai 4 IGD). Biaya ketiga paket
tersebut hanya dibebankan kepada pasien sesuai dengan jenis dan jumlah
perbekalan farmasi yang digunakan saja.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
49
Universitas Indonesia
2) BMHP
BMHP atau Bahan Medis Habis Pakai merupakan perbekalan farmasi dasar
yang disediakan oleh pihak farmasi di lemari penyimpanan di ruang rawat.
Stok BMHP disalurkan setiap 1 minggu sekali ke ruang rawat, yaitu pada hari
Senin, serta dimonitor kondisi penyimpanannya setiap 1 bulan sekali oleh
pihak farmasi.
3) Troli emergensi
Dalam rangka penanganan terhadap kemungkinan terjadinya kondisi
kegawatdaruratan medis di IGD, tersedia 6 buah troli emergensi yang masing-
masing terdapat di lantai 1 (unit anak dan urgent), lantai 2 (ICU dan
Intermediate Ward (IW)), lantai 3, dan lantai 4. Isi dari troli emergensi adalah
obat-obat penyelamat hidup (OPH), alat untuk membuka jalan napas (airway),
alat bantu napas (breathing), alat untuk pengelolaan sirkulasi darah
(circulation), dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP).
Barang-barang di dalam troli emergensi diisi oleh pihak Satelit
Farmasi lantai 1 IGD. Isi troli disesuaikan dengan kebutuhan OPH dan alat
kesehatan ABC dari unit di mana troli tersebut berada. Tanggal kedaluwarsa
obat dan alat kesehatan yang dimasukkan ke dalam troli harus dicatat pada
lembar checklist troli emergensi yang tersedia. Setelah troli terisi, pihak
farmasi akan menguncinya menggunakan kunci disposable. Petugas farmasi
yang melakukan penguncian troli harus mengisi Berita Acara penutupan troli
dan menandatanganinya. Setiap pagi dan malam hari, dokter atau perawat di
tiap lantai akan mengecek kondisi dan nomor seri kunci disposable troli
emergensi untuk memastikan bahwa troli masih terkunci.
Troli emergensi akan dibuka ketika terdapat code blue yang berarti
terjadi kondisi kegawatdaruratan medis. Setelah tindakan untuk pasien
dilakukan, dokter atau perawat harus menandai nama perbekalan farmasi dan
jumlah yang digunakan dari troli pada lembar checklist troli emergensi serta
menuliskan nama pasien yang menggunakan. Dokter harus membuat resep
untuk meminta penggantian perbekalan farmasi yang telah digunakannya dari
troli emergensi dan memberitahu pihak Satelit lantai 1. Resep dibuat atas nama
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
50
Universitas Indonesia
pasien yang menggunakan perbekalan farmasi dari troli sehingga biaya
penggantiannya akan ditagihkan kepada pasien tersebut.
Petugas farmasi dari Satelit lantai 1 akan menyiapkan barang
pengganti sesuai resep dokter beserta kunci baru untuk troli tersebut. Bersama
dengan perawat, pihak farmasi akan mengecek kembali kelengkapan seluruh isi
troli. Troli harus dikunci menggunakan kunci disposable baru. Nomor seri
kunci harus dicatat setiap kali terjadi penggantian kunci. Selanjutnya seperti
pada awal pengisian troli, petugas farmasi harus mengisi Berita Acara
penutupan troli. Pada Berita Acara tersebut harus dituliskan juga nama
pembuka troli, tanggal pembukaan, alasan pembukaan, dan nama pasien yang
memerlukan. Berita Acara tersebut ditandatangani oleh petugas farmasi beserta
perawat sebagai saksi.
Barang yang telah terdapat pada floor stock tidak perlu diresepkan
kembali oleh dokter. Apabila terdapat barang floor stock pada resep dokter, maka
pihak farmasi akan mengonfirmasi kepada dokter yang bersangkutan untuk
membatalkan peresepan barang tersebut. Saat verifikasi resep, jika ditemui
peresepan barang floor stock, maka kejadian tersebut dicatat di dalam lembar
checklist review resep obat pasien sebagai temuan masalah obat.
4.2.2.2 Pelayanan farmasi klinik
Kegiatan farmasi klinik di IGD telah berjalan dengan adanya seorang
Apoteker klinis. Pelayanan farmasi klinik dilakukan untuk melayani kebutuhan
pasien dari lantai 1 hingga lantai 3 IGD. Beberapa jenis pelayanan yang telah
dilakukan, antara lain :
a. Verifikasi resep oleh Apoteker klinis sebelum obat di-dispense. Akan tetapi,
ketika Apoteker klinis tidak ada di satelit, proses verifikasi dilakukan oleh
AA;
b. Monitoring penggunaan obat dilakukan dengan cara menyesuaikan antara
obat yang diresepkan oleh dokter dengan rencana pengobatan dalam status
pasien dan pemberian obat oleh perawat yang tercatat dalam kardeks;
c. Visite mandiri dilakukan terutama untuk memastikan bahwa obat telah
didistribusikan kepada pasien dengan tepat waktu; serta
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
51
Universitas Indonesia
d. Pemberian informasi obat pulang yang dilakukan pada saat penyerahan obat
kepada pasien yang akan pulang.
4.2.3 Kegiatan PKPA di satelit IGD
Mahasiswa bertugas di satelit IGD selama 3 hari. Selama berada di satelit
IGD, mahasiswa berkesempatan untuk terlibat dalam kegiatan pengelolaan
perbekalan farmasi. Beberapa kegiatan tersebut, antara lain :
a. Menyusun barang ke rak persediaan di satelit,
b. Membenahi isi perbekalan farmasi di troli emergensi,
c. Membenahi kartu stok barang, dan
d. Membantu proses dispensing obat sesuai resep yang ada.
Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama berada di Satelit IGD,
terdapat beberapa hal yang masih perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas
pelayanan farmasi Satelit Farmasi IGD. Beberapa hal tersebut, antara lain :
a. Response time pelayanan dispensing obat masih cukup lama. Hal ini terlihat
dari seringnya obat-obat tersebut didapati belum selesai di-dispense ketika
pihak perawat, dokter, atau keluarga pasien sudah datang untuk mengambil
obat.
b. Penulisan keterangan penggunaan obat pada etiket obat oral belum lengkap
karena tidak disertai dengan informasi penggunaan sebelum atau sesudah
makan.
c. Kebersihan rak penyimpanan perbekalan farmasi di satelit masih perlu
ditingkatkan.
Sebagai langkah untuk memperbaiki hal di atas, beberapa saran yang dapat
diberikan, antara lain :
a. Mengadakan printer etiket agar dapat mempercepat dan mempermudah
petugas dalam proses dispensing obat.
b. Membuat daftar yang memuat keterangan untuk obat-obat oral yang perlu
diminum sebelum atau sesudah makan sebagai panduan bagi AA dalam
melengkapi informasi obat pada etiket. Informasi tersebut terutama penting
untuk pasien pulang yang penggunaan obatnya tidak lagi diawasi oleh tenaga
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
52
Universitas Indonesia
medis. Informasi cara penggunaan obat yang lengkap di etiket dapat mencegah
terjadinya kesalahan penggunaan obat oleh pasien.
c. Perlu penambahan jumlah pekarya yang difokuskan untuk bertugas memelihara
kebersihan rak penyimpanan perbekalan farmasi di satelit. Dengan begitu,
kebersihan tempat penyimpanan di satelit tetap terjaga tanpa mengganggu
aktivitas pelayanan resep yang dilakukan oleh AA.
4.3 Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A)
Gedung A merupakan ruang rawat inap terpadu bagi semua pasien yang
sedang menjalani pengobatan di RSCM. Gedung A terdiri dari 8 lantai yang pada
setiap lantainya terdiri dari dua zona, yaitu zona A dan zona B.
Tabel 4.2 Pembagian Ruang Rawat Gedung A
Lantai Ruang Rawat Zona A Ruang Rawat Zona B
1 Anak Kelas khusus dewasa
2 Penyakit dalam dan kebidanan Kebidanan
3 Kelas khusus dewasa Kelas khusus dewasa
4 Bedah Bedah
5 Syaraf dan stroke Bedah syaraf, HCU
6 Kelas khusus dewasa HCU dewasa, ICU anak, penyakit dalam
7 Penyakit dalam dewasa Penyakit dalam dewasa, THT, mata
8 Hematologi dewasa, geriatri Hematologi dewasa
Tugas pokok dan peran Apoteker di Gedung A terdiri dari dua, yaitu
manajemen perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik.
4.3.1 Manajemen perbekalan farmasi di Gedung A
Manajemen perbekalan farmasi dikelola oleh Satelit Farmasi yang terdiri
dari depo farmasi di setiap lantai dan Gudang Farmasi Basement Gedung A. Depo
farmasi bertugas melayani kebutuhan obat-obat pasien yang menginap di lantai
tersebut, sedangkan Gudang Farmasi Basement berfungsi menyediakan kebutuhan
perbekalan farmasi bagi semua pasien rawat inap di Gedung A, baik pasien
jaminan maupun pasien umum. Gudang Farmasi Basement akan mendistribusikan
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
53
Universitas Indonesia
perbekalan farmasi ke setiap depo farmasi, kemudian depo farmasi tersebut yang
akan mendistribusikannya ke pasien melalui perawat.
Jumlah SDM di satelit farmasi Gedung A saat ini (akhir bulan Mei) terdiri
dari 2 orang Apoteker dan 59 orang AA dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 4.3 Jumlah sumber daya manusia Satelit Farmasi Gedung A
Lokasi Jumlah SDM
(orang) Lokasi
Jumlah SDM
(orang)
Gudang basement 2 Apt + 10 AA Depo lantai 4 6 AA
Administrasi 2 AA Depo lantai 5 7 AA
Depo lantai 1 6 AA Depo lantai 6 6 AA
Depo lantai 2 5 AA Depo lantai 7 9 AA
Depo lantai 3 4 AA Depo lantai 8 4 AA
Pelayanan farmasi untuk pasien rawat inap Gedung A dilakukan selama 24
jam yang terbagi menjadi dua shift (pagi pukul 08.00 – 14.30 WIB dan sore pukul
14.00 – 21.00 WIB), dilayani di depo farmasi setiap lantai dan tiga shift dengan
penambahan shift malam pukul 21.00 – 08.00 WIB dikarenakan ada pengalihan
pelayanan dari depo tiap lantai ke Gudang Farmasi Basement Gedung A.
Terkadang depo farmasi lantai 1 dan 4 menerapkan sistem shift middle, yaitu
pukul 11.00 – 18.00 WIB. Hal ini dikarenakan resep racikan untuk pasien anak
yang terdapat di lantai 1 dan pasien yang menjalani operasi bedah di lantai 4
sangat banyak sehingga penerapan shift middle ini sangat membantu pelayanan
farmasi di depo lantai tersebut.
Administrasi merupakan suatu bagian yang menangani berkas-berkas
biaya perawatan dan pengobatan bagi pasien jaminan agar dapat ditagihkan ke
pihak penjamin. Petugas administrasi ini bertugas di bagian keuangan di basement
Gedung A.
Pengelolaan perbekalan farmasi di Gudang Basement sama seperti
pengelolaan perbekalan farmasi di satelit farmasi lain, yaitu mulai dari
perencanaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan hingga distribusinya ke pasien.
Perencanaan Gudang Farmasi Basement berdasarkan pada kebutuhan depo
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
54
Universitas Indonesia
farmasi setiap lantai. Setelah pihak Gudang Basement mengetahui jumlah
perbekalan farmasi yang dibutuhkan, maka akan dilakukan pengadaan melalui
defekta ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat setiap tiga kali dalam seminggu,
yaitu pada hari Senin, Rabu, dan Jumat menggunakan sistem online. Setelah
dilakukan pemesanan dan penyiapan barang oleh petugas Gudang Perbekalan
Farmasi Pusat, pekarya dari Gudang Farmasi Basement Gedung A akan
melakukan penerimaan perbekalan farmasi di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat.
Perbekalan farmasi yang telah diterima dan diperiksa disimpan di Gudang
Basement. Perbekalan farmasi terdiri dari sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Sediaan farmasi disusun berdasarkan sistem alfabetis, bentuk sediaan,
generik/non-generik, kestabilan (obat termolabil), dan FEFO/FIFO, sedangkan
alat kesehatan disusun berdasarkan fungsinya. Beberapa sediaan farmasi harus
disimpan secara khusus atau terpisah dari sediaan lainnya antara lain:
a. Narkotika disimpan di lemari khusus yang berpintu dan berkunci ganda.
Lemari tersebut harus selalu dikunci dan kuncinya digantungkan pada leher
petugas farmasi yang bertanggung jawab pada saat itu.
b. Psikotropika disimpan di lemari khusus yang berpintu. Lemari tersebut juga
harus selalu terkunci dan kuncinya dikalungkan oleh petugas farmasi yang
bertanggungjawab pada saat itu. Kunci lemari psikotropika biasanya akan
digabung dengan kunci lemari narkotika.
c. Obat mahal disimpan di lemari terpisah dengan sediaan lainnya agar dapat
memudahkan pengontrolan penggunaan obat tersebut.
d. Obat LASA, yaitu obat yang memiliki bentuk atau penampilan dan pengejaan
yang hampir sama. Selain itu obat-obat LASA termasuk juga obat-obat yang
memiliki kekuatan dosis lebih dari satu. Penyimpanan obat jenis ini tidak
dipisahkan dengan sediaan lainnya, tetapi hanya diberi stiker LASA di bagian
depan rak penyimpanannya dan diberi jarak dengan obat pasangannya.
e. Obat High Alert, merupakan obat yang memiliki risiko tinggi dalam
penggunaannya sehingga harus digunakan secara hati-hati. Obat jenis ini
disimpan di lemari terpisah dan diberi stiker high alert pada setiap satuan
terkecil obat sehingga setiap petugas medis yang menggunakan obat tersebut
akan lebih berhati-hati dalam menggunakannya. Lemari obat high alert
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
55
Universitas Indonesia
ditandai dengan garis merah menggunakan lakban yang memenuhi semua
bagian tepi/sisi lemari.
f. Obat sitostatika, yaitu obat yang digunakan untuk pasien kanker pada saat
menjalani kemoterapi. Obat sitostatika disimpan di lemari terpisah dan diberi
stiker ungu obat kemoterapi pada setiap satuan terkecil obat. Penanganan obat
ini harus sangat diperhatikan karena bahaya yang ditimbulkan akibat paparan
obat ini sangat besar. Lemari obat sitostatika ditandai garis merah
menggunakan lakban yang memenuhi semua bagian tepi/sisi dari lemari,
sama seperti lemari obat high alert.
g. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3): disimpan di lemari besi yang tertutup
rapat karena sifatnya yang korosif, mudah terbakar, dan sifat yang berbahaya
lainnya. Di bagian depan pintu harus tertempel simbol B3 dan terdapat MSDS
yang merupakan pedoman penanganan untuk masing-masing B3 di dalam
lemari tersebut.
h. Obat yang memiliki waktu kadaluwarsa tiga bulan ke depan akan dimasukkan
ke dalam plastik berwarna kuning dan ditempeli stiker kuning yang berisi
informasi bulan dan tahun kedaluwarsa.
Gudang Farmasi Basement mendistribusikan perbekalan farmasi ke depo
farmasi di setiap lantai berdasarkan defekta dari depo. Depo di setiap lantai
biasanya melakukan defekta ke Gudang Farmasi Basement setiap hari sesuai
dengan kebutuhan obat pasien. Perbekalan farmasi yang sudah disiapkan oleh
petugas Gudang Basement akan dikirimkan ke depo farmasi.
Obat-obat yang perlu diracik disiapkan di ruang peracikan khusus yang
tersedia di Gudang Farmasi Basement. Pada hari Senin dan Kamis, AA dari depo
lantai satu akan membantu penyiapan obat yang akan diracik di Gudang Farmasi
Basement karena dua hari tersebut adalah hari peresepan oleh dokter sehingga
resep obat-obat racikan untuk pasien anak sangat banyak.
Sistem peresepan di Gedung A sudah menggunakan sistem online berupa
Electronic Health Record (EHR). Kelebihan penggunaan sistem ini adalah dapat
mengurangi kesalahan dalam membaca resep sehingga kesalahan dalam
pemberian obat juga berkurang. Selain itu, kelengkapan administrasi resep secara
otomatis terpenuhi, resep lebih cepat sampai di depo farmasi sehingga akan lebih
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
56
Universitas Indonesia
cepat untuk melakukan dispensing obat, serta tagihan pasien dapat diketahui
secara real time. Dokter biasanya mengirimkan resep pasien pada hari Senin
untuk penggunaan dari Senin sore hingga Kamis siang serta resep Kamis untuk
penggunaan dari Kamis sore hingga Senin siang. Akan tetapi, masih ada beberapa
dokter yang melakukan peresepan secara manual khususnya dokter konsulen yang
menangani pasien kelas khusus pada lantai 1, 3, dan 6.
Obat-obat yang sudah diresepkan kemudian disiapkan oleh farmasi di depo
dan didistribusikan ke pasien melalui perawat. Sistem distribusi yang digunakan,
yaitu resep harian, unit dose, dan peresepan individu. Sistem resep harian, yaitu
sistem distribusi obat yang disiapkan untuk penggunaan obat selama satu hari.
Sistem unit dose, yaitu sistem distribusi obat yang disiapkan untuk setiap kali
waktu minum obat, dimulai dari sore hingga siang hari di hari berikutnya.
Walaupun obat disiapkan secara unit dose, namun penyerahan obat ke perawat
tetap dilakukan satu kali sehari untuk penggunaan secara satu hari, yaitu setiap
sore hari sebelum pukul 17.00 WIB. Sistem unit dose ini hanya diberlakukan
untuk obat oral, kecuali di depo farmasi lantai 3 yang sudah menerapkan sistem
unit dose untuk obat-obat parenteral. Sistem distribusi peresepan individu
digunakan untuk penyiapan obat bagi pasien yang akan pulang.
Selain ketiga sistem distribusi tersebut, depo farmasi Gedung A juga
menerapkan sistem distribusi floor stock. Perbekalan farmasi yang didistribusikan
dengan metode floor stock, yaitu perbekalan farmasi yang diberikan tanpa melalui
verifikasi petugas farmasi. Perbekalan farmasi ini meliputi perbekalan farmasi
dasar (bahan medik habis pakai) dan troli emergensi. Perbekalan farmasi dasar
tersedia di ruang perawat (nurse station) untuk digunakan bersama-sama bagi
seluruh pasien di lantai tersebut dan merupakan tanggung jawab dari perawat di
lantai tersebut. Troli emergensi merupakan persediaan perbekalan farmasi pada
keadaan darurat, berisi obat-obat penyelamat hidup, cairan nutrisi, dan alat-alat
kesehatan penyelamat hidup (airways, breathing, circulation).
Setiap kegiatan manajemen perbekalan farmasi yang dilakukan harus
disertakan dengan laporan. Laporan yang disiapkan oleh Gudang Farmasi
Basement antara lain laporan mutasi, laporan penjualan, laporan pemakaian
antibiotik, laporan penggunaan perbekalan farmasi dasar (bahan medik habis
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
57
Universitas Indonesia
pakai), laporan obat generik, laporan narkotika dan psikotropika, laporan
penggunaan obat formularium, dan laporan barang implan. Laporan tersebut
dibuat setiap bulan dan dikirim maksimal tanggal 5 setiap bulannya ke Kepala
Sub Instalasi Perbekalan Farmasi, Kepala Sub Instalasi Adminkeu, dan
Koordinator Pelayanan Farmasi.
Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa selama PKPA untuk memahami
manajemen perbekalan farmasi di Gedung A, yaitu :
a. Memahami prosedur defekta dari depo ke Gudang Farmasi Basement dengan
membantu menyediakan dan mengemas perbekalan farmasi berdasarkan
defekta dari depo farmasi.
b. Membantu memeriksa kesesuaian penempelan stiker LASA pada rak obat
yang tergolong ke dalam obat LASA.
c. Memahami proses penyiapan obat racik di Gudang Farmasi Basement melalui
pengamatan proses peracikan yang dilakukan oleh juru racik dari awal
persiapan hingga proses peracikan selesai. Selain itu, mahasiswa juga
melakukan pengamatan terhadap alat pelindung diri (APD) yang digunakan
oleh juru racik hingga alat-alat yang digunakan selama proses peracikan.
d. Memahami proses dispensing obat di depo farmasi Gedung A dengan ikut
serta membantu proses dispensing obat dan berdiskusi bersama AA yang
bertugas di depo tersebut.
Pada saat melakukan penelusuran obat-obat LASA, mahasiswa
menemukan alat kesehatan yang memiliki waktu kadaluwarsa dalam tiga bulan ke
depan tercampur dengan alat kesehatan yang memiliki waktu kadaluwarsa yang
panjang dengan stiker kuning hanya tertempel pada bagian luar kotak
penyimpanan. Sebaiknya obat dan alat kesehatan dengan waktu kedaluwarsa yang
dekat (3 bulan ke depan) dipisahkan menggunakan kotak yang berbeda atau
dibungkus plastik kuning sehingga obat dan alat kesehatan tersebut dapat
digunakan terlebih dahulu untuk menghindari penumpukan barang-barang yang
akan kedaluwarsa di gudang.
Disarankan juga untuk membuat sistem alarm di komputer sebagai
pengingat bagi perbekalan farmasi yang mencapai jumlah minimum atau hampir
kosong sehingga Apoteker atau AA dapat segera membuat defekta perbekalan
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
58
Universitas Indonesia
farmasi tersebut. Hal ini juga berarti dapat mengurangi waktu tunggu dari
permintaan perbekalan farmasi tersebut ketika dibutuhkan segera/cito.
4.3.2 Farmasi klinik Gedung A
Kegiatan farmasi klinik di Gedung A RSCM berjalan cukup baik. Farmasi
klinik adalah pelayanan yang berorientasi kepada pasien yang bertujuan untuk
menjamin efektivitas, keamanan, dan efisiensi penggunaan obat serta dalam
rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Penggunaan obat yang
rasional adalah penggunaan obat yang tepat indikasi, tepat obat, tepat cara
pemberian, tepat waktu pemberian, dan tepat lama pemberian. Kegiatan farmasi
klinik di Gedung A meliputi verifikasi resep, monitoring pengobatan, visite,
diskusi kasus, pelayanan konseling, pelayanan informasi obat, dan pengambilan
riwayat pengobatan (medication history taking).
a. Verifikasi resep
Hal-hal yang dilakukan oleh Apoteker selama verifikasi resep meliputi
pemeriksaan kesesuaian farmasetis dan pertimbangan klinis pasien. Pemeriksaan
kelengkapan administrasi resep tidak dilakukan karena Gedung A sudah
menggunakan sistem EHR sehingga kelengkapan administrasi resep telah lengkap
secara otomatis.
b. Monitoring pengobatan
Monitoring pengobatan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada
tidaknya diskrepansi (ketidaksesuaian pengobatan pasien) dan mengetahui
perkembangan pengobatan pasien. Hal-hal yang dilakukan selama monitoring
pengobatan pasien meliputi :
1) Melihat kesesuaian antara resep dokter di EHR dengan kardeks (laporan
pemberian obat oleh perawat) serta obat yang ditulis di status pasien (Medical
Record).
2) Kesuaian pemberian obat terhadap hasil laboratorium pasien.
3) Melihat kesesuaian dosis yang diberikan.
4) Interaksi obat yang terjadi karena polifarmasi.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
59
Universitas Indonesia
c. Visite
Visite merupakan kunjungan yang dilakukan ke ruang rawat pasien yang
bertujuan untuk :
1) Meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien,
perkembangan kondisi klinik, dan rencana terapi secara komprehensif;
2) Memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk
sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pada pasien; dan
3) Memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam hal
pemilihan terapi dan monitoring terapi.
Visite dapat dilakukan oleh Apoteker secara mandiri maupun
berkolaborasi bersama tim medis lainnya sesuai dengan situasi dan kondisi.
Dalam kegiatan visite, Apoteker berperan dalam memberikan rekomendasi
pengobatan pasien terkait kesesuaian obat dengan penyakitnya, kesesuaian dosis
dan sediaan obat, ketersediaan obat, harga obat, efek yang tidak diinginkan, serta
kemungkinan terjadinya interaksi obat.
d. Diskusi kasus
Kegiatan yang dilakukan selama diskusi kasus dapat bermacam-macam
sesuai dengan kondisi unit yang melakukan diskusi kasus. Diskusi kasus dapat
meliputi :
1) Sharing informasi pasien atau ilmu baru yang didapat.
2) Ronde klinik PPRA untuk membahas kasus penggunaan antibiotik, baik
kasus yang berasal dari pasien maupun yang terjadi secara umum.
3) Ronde geriatri (geriatric meeting).
4) Ronde bersama (waktunya tidak pasti dan dilakukan minimal satu bulan
bulan sekali).
5) Diskusi kasus lainnya sesuai kebutuhan pasien.
e. Pelayanan konseling
Konseling dilakukan untuk pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
Konseling diprioritaskan bagi pasien geriatri (usia lanjut >65 tahun), pediatri
(anak-anak <12 tahun), pasien yang akan pulang, pasien yang mendapatkan lebih
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
60
Universitas Indonesia
dari 7 rejimen obat (polifarmasi), pasien yang mendapatkan obat dengan indeks
terapi sempit, dan pasien yang mendapatkan efek obat yang tidak diharapkan dari
penggunaan obatnya.
Konseling yang diberikan bagi pasien yang akan pulang cukup informatif.
Umumnya, pasien telah terbiasa dengan cara penggunaan obat-obat tersebut
selama dirawat di rumah sakit sehingga tidak membutuhkan penjelasan yang
terlalu mendetail. Akan tetapi, Apoteker sebaiknya meminta pasien untuk
mengulangi informasi yang telah disampaikan. Hal tersebut sebagai proses
evaluasi dan untuk memastikan bahwa informasi telah diterima dengan tepat oleh
pasien tanpa ada kesalahan dalam memahami informasi.
Selain itu, Apoteker juga menuliskan informasi obat pada formulir
informasi obat pulang terlebih dahulu. Informasi yang diberikan kepada pasien
meliputi nama obat, jumlah obat yang diberikan, aturan dan waktu pemakaian
obat, serta informasi khusus. Formulir informasi obat pulang sangat membantu
bagi pasien karena biasanya obat yang diberikan kepada pasien lebih dari satu
jenis obat sehingga pasien dapat lebih mudah dalam meminum obat.
Sebaiknya informasi obat yang tertera dalam etiket juga mencantumkan
cara penggunaan obat (sebelum/setelah makan). Walaupun pada saat konseling
oleh Apoteker telah diberikan formulir informasi obat, namun pasien akan lebih
sering melihat aturan penggunaan obat pada etiket. Oleh karena itu, informasi ini
juga sangat penting tersedia di etiket obat agar pasien tidak salah dalam
penggunaan obat.
f. Pelayanan informasi obat (PIO)
PIO merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh Apoteker selama 24
jam. PIO terdiri dari:
1) PIO pasif, yaitu berupa menjawab pertanyaan yang berasal dari tenaga
kesehatan di lingkungan RSCM. Saat ini kegiatan PIO pasif baru terlaksana
bagi tenaga medis di lingkungan Gedung A RSCM.
2) PIO aktif, yaitu berupa memberikan informasi secara aktif, seperti melalui
buku panduan, leaflet, brosur, dan media lainnya.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
61
Universitas Indonesia
Dalam melakukan kegiatan PIO, Apoteker mencari informasi yang
dibutuhkan menggunakan buku-buku literatur terbaru maupun media elektronik
seperti internet yang berasal dari sumber yang dapat dipercaya. Pertanyaan yang
diajukan oleh tenaga medis maupun pasien dapat berupa pertanyaan mengenai
kestabilan obat, substitusi obat, dosis obat untuk pasien dengan keadaan tertentu,
dan pertanyaan lainnya yang mungkin ditemukan selama pasien menjalani
perawatan. Laporan dari kegiatan PIO akan direkapitulasi dan dilaporkan setiap
bulan sehingga memudahkan pencarian kembali apabila pertanyaan serupa
ditanyakan kembali di lain waktu.
PIO aktif RSCM saat ini hanya dilakukan berdasarkan kebutuhan, belum
dapat dilakukan secara rutin. Kegiatan PIO aktif yang telah dilakukan antara lain:
1) Pembuatan leaflet penggunaan obat khusus, seperti tetes hidung, salep dan
tetes mata, suppositoria, dan sebagainya;
2) Pembuatan buku panduan NGT, stabilitas obat, dan high-alert;
3) Pembuatan buku saku untuk penyakit kronis, seperti hipertensi, diabetes
melitus, tuberkulosis, HIV, dan sebagainya; serta
4) Penyusunan monograf obat penting yang penggunaannya harus dipantau dan
saat ini kegiatan ini masih dilakukan.
Kegiatan PIO aktif dapat dilakukan secara lebih rutin dan tidak hanya
ditujukan bagi pasien dan petugas medis RSCM, tetapi juga dapat bermanfaat bagi
pengunjung RSCM, misalnya pembuatan leaflet yang berisi informasi terkait
penyakit HIV yang diberikan saat peringatan hari HIV sedunia.
g. Pengambilan riwayat pengobatan (medication history taking)
Pengambilan riwayat penggunaan obat dilakukan bagi pasien yang baru
dirawat di Gedung A. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan
adanya riwayat alergi, melihat efek samping dari penggunaan obat sebelumnya,
dan menyesuaikan terapi sebelum perawatan dan saat perawatan di RSCM.
Pengambilan riwayat penggunaan obat dilakukan dalam waktu 48 jam saat
pertama pasien datang. Ketika melakukan pengambilan riwayat pengobatan,
Apoteker menyiapkan lembar daftar obat sebelum perawatan dan menanyakan
tentang riwayat penggunaan obat pasien sebelum dirawat di rumah sakit, meliputi:
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
62
Universitas Indonesia
nama obat yang digunakan (nama generik/ nama dagang), cara perolehan (resep,
non-resep) termasuk obat herbal dan suplemen, dosis/aturan pakai, lama
penggunaan obat (kapan mulai menggunakan dan kapan dihentikan), kepatuhan
(dengan jadwal teratur, kadang-kadang, jika timbul gejala saja, dll), sumber obat,
dan jumlah obat tersisa. Selain itu, Apoteker juga menanyakan riwayat alergi dan
efek samping obat yang pernah dialami pasien.
Kegiatan farmasi klinik yang dilakukan mahasiswa PKPA di Gedung A
antara lain:
a. Melakukan monitoring dan pengambilan riwayat pengobatan pada formulir
yang tersedia, serta berdiskusi bersama Apoteker klinik mengenai data yang
didapatkan.
b. Mengikuti diskusi kasus mengikuti geriatric meeting dan mengikuti diskusi
kasus HIV di Unit Pelayanan Terpadu HIV.
c. Menyiapkan obat, menulis informasi obat pulang pada formulir yang telah
disediakan dan memberikan konseling obat untuk pasien yang akan pulang.
d. Melakukan pelayanan informasi obat dengan menjawab pertanyaan yang
diajukan melalui telepon yang masuk ke unit PIO. Mahasiswa mendapatkan
beberapa pertanyaan yang diajukan oleh petugas farmasi di depo dan dokter.
Dalam menjawab pertanyaan yang diterima, mahasiswa mencari informasi
dari literatur yang telah tersedia di ruangan, yaitu Drug Information
Handbook dan literatur lain, seperti MIMS serta literatur dari internet.
4.4 Satelit Farmasi Intensive Care Unit (ICU)
Satelit Farmasi ICU merupakan salah satu unit yang melayani pasien
selama 24 jam setiap hari. Setelit ini beroperasi mulai pukul 07.30 – 14.30 untuk
shift pertama, dari pukul 14.30 – 21.00 untuk shift kedua, dan dari pukul 21.00 –
07.30 untuk shift ketiga. Pelayanan resep dilakukan untuk pasien jaminan maupun
pasien umum yang membayar secara tunai. Satelit ini melayani resep rawat inap
dari ICU dewasa, ICCU, dan juga menyiapkan paket tindakan endoskopi untuk
pemakaian resep individu.
Pelayanan farmasi ICU dikelola oleh dua orang Apoteker yang mengelola
bidang manajemen perbekalan farmasi dan klinis, dibantu oleh lima orang AA.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
63
Universitas Indonesia
Apoteker bidang manajemen perbekalan farmasi bertanggung jawab kepada
Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi melalui Penanggungjawab Bidang
Perbekalan Farmasi. Apoteker bidang klinis bertanggung jawab kepada Kepala
Sub Instalasi Farklin Diklitbang melalui Penanggungjawab Bidang Farmasi
Klinis.
Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di ICU meliputi pengelolaan
perbekalan kefarmasian, mulai dari perencanaan, defekta obat, penerimaan,
penyimpanan dan pelaporan, pelayanan resep ICU dewasa atau resep cito dari
bagian endoskopi, parade pagi, visite pasien bersama, pengkajian resep,
monitoring obat, konseling obat pasien pulang di ICCU dan pemberian informasi
obat.
4.4.1 Pengelolaan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU
Defekta perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU dilakukan setiap hari
Senin dan Kamis, sedangkan untuk pengambilan barang dilakukan pada hari
Selasa dan Jumat. Jumlah perbekalan yang perlu dipesan diketahui melalui
pemeriksaan pada kartu stok. Petugas akan memesan defekta ke Gudang
Perbekalan Farmasi Pusat secara online sehari sebelum hari defekta. Selanjutnya,
petugas gudang memeriksa ketersediaan perbekalan farmasi sesuai dengan
permintaan. Petugas Satelit ICU akan datang ke Gudang Perbekalan Farmasi
Pusat untuk melakukan penerimaan perbekalan farmasi. Setelah melakukan
pengecekan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah barang yang diminta dengan
yang diberikan pihak gudang, petugas Satelit ICU akan menandatangani fomulir
defekta barang. Selanjutnya, petugas satelit akan mencatat jumlah barang yang
diterima pada kartu stok barang di satelit dan menyusun perbekalan farmasi di
tempat yang telah disediakan. Beberapa jenis perbekalan farmasi disimpan di
lemari terpisah sebagai buffer stock.
Selain distribusi obat secara peresepan individu, distribusi perbekalan
farmasi dasar dilakukan dengan sistem floor stock ke ruang rawat. Perawat akan
menulis permintaan perbekalan farmasi dasar ke Satelit Farmasi ICU dan pihak
Satelit Farmasi akan meneruskan permintaan barang ke gudang melalui IT.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
64
Universitas Indonesia
Setelah perbekalan farmasi dasar diterima oleh pihak Satelit Farmasi, perbekalan
tersebut akan diserahkan kepada perawat.
Penyimpanan perbekalan farmasi dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu
obat atau alat kesehatan. Penyusunan obat di Satelit Farmasi ICU dilakukan
berdasarkan bentuk sediaan, jaminan atau non-jaminan, generik atau nama
dagang, dan stabilitas. Obat pasien jaminan dipisah penyimpanannya berdasarkan
jenis obat jaminan, Askes atau non-Askes. Obat non Askes dipisah juga
berdasarkan obat generik atau obat paten. Beberapa obat yang bersifat termolabil
disimpan terpisah di lemari pendingin dengan suhu 2 – 8˚C. Suhu lemari
pendingin dipantau tiga kali dalam sehari. Suhu penyimpanan dalam ruang satelit
dipantau melalui termometer ruangan sebanyak satu kali sehari. Penyimpanan alat
kesehatan dilakukan berdasarkan fungsi atau penggunaannya. Penyimpanan
perbekalan farmasi di Satelit ICU juga menerapkan sistem FEFO dan FIFO,
seperti di satelit farmasi lainnya. Stock opname dilakukan minimal enam bulan
sekali.
Obat dengan penyimpanan khusus di Satelit Farmasi ICU, meliputi
penyimpanan narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat sitostatika, obat
termolabil, dan kit emergensi. Tempat penyimpanan obat high alert ditandai
dengan lakban berwarna merah dan diberi label high alert pada tiap kemasan
terkecil obat. Narkotika dan psikotropika disimpan di satu lemari bersekat, dengan
bagian atas merupakan lemari narkotika dan bagian bawah merupakan lemari
psikotropika. Khusus untuk lemari narkotika memiliki pintu dengan kunci ganda
yang selalu terkunci. Penyimpanan obat-obat LASA telah sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dengan tidak meletakkan dua jenis obat yang tergolong LASA
secara berdampingan dan terdapat stiker LASA yang ditempelkan pada rak
penyimpanan obat. Obat yang mendekati kedaluwarsa diberi label warna kuning
dengan pencantuman bulan dan tahun kedaluwarsa obat tersebut.
Pendistribusian obat di Satelit Farmasi ICU menggunakan sistem
peresepan individual. Dokter menuliskan resep obat secara manual. Resep
biasanya diantar ke satelit oleh perawat atau keluarga pasien. Petugas satelit akan
melakukan verifikasi terhadap resep yang diterima. Verifikasi resep, meliputi
verifikasi administratif, farmasetik, klinis dan kelengkapan lainnya, seperti
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
65
Universitas Indonesia
kelengkapan persyaratan jaminan pasien serta hasil lab untuk penggunaan obat-
obat tertentu, seperti albumin. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat
dimasukkan melalui sistem IT dan diberi harga. Setelah itu, obat disiapkan oleh
petugas satelit. Petugas pelaksana dispensing mengambil obat dengan jenis dan
jumlah yang sesuai dengan permintaan dalam resep, lalu dicatat mutasinya pada
kartu stok. Selanjutnya, obat dikemas dan diberi label untuk diserahkan kepada
perawat di ruang ICU.
Resep yang dilayani di Satelit ICU adalah resep manual harian dan resep
cito. Berbeda dengan resep harian, perawat atau dokter yang telah menyerahkan
resep cito ke Satelit ICU akan menunggu obat yang di-dispensing untuk segera
dibawa ke ruang rawat. Perawat akan menuliskan obat yang diambilnya dari
petugas satelit di buku komunikasi yang tersedia sebagai bukti telah dilakukan
serah terima obat dari Satelit Farmasi ICU. Selanjutnya, petugas satelit akan
memindahkan data di buku komunikasi ke sistem IT.
Obat pasien dapat diretur jika obat tidak digunakan, kondisinya masih
layak pakai, dan berasal dari Satelit Farmasi ICU. Bagi pasien umum, obat yang
diretur akan diganti dengan uang tunai, sedangkan untuk pasien jaminan akan
dilakukan pengurangan terhadap jumlah tagihan kepada penjamin. Penagihan
terhadap pasien jaminan diurus oleh penata rekening. Penata rekening akan
melakukan penagihan ke UPPJ (Unit Pelayanan Pasien Jaminan) terhadap obat-
obat yang telah digunakan pasien.
4.4.2 Pelayanan farmasi klinik di Satelit Farmasi ICU
Apoteker klinis di Satelit ICU melakukan parade pagi setiap pukul 08.00 –
10.00 WIB bersama dokter, perawat, dan dietisian. Parade ini bertujuan untuk
membahas seputar permasalahan pasien, perkembangan pasien, dan rencana
tindakan atau pengobatan yang akan diberikan kepada pasien. Apoteker akan
memberikan rekomendasi mengenai obat yang dibutuhkan dalam perawatan
pasien, ketersediaan obat di Instalasi Farmasi, dosis obat yang sesuai indikasinya,
dan interaksi obat. Perencanaan pengobatan pasien juga disesuaikan dengan hasil
laboratorium pasien.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
66
Universitas Indonesia
Apoteker klinis melaksanakan visite bersama dokter, perawat, dan
dietisian. Melalui kegiatan visite, tim tersebut dapat mengetahui kondisi pasien
yang sebenarnya. Pada saat melakukan visite, dapat terjadi perubahan terapi
ataupun tindakan. Peran Apoteker pada saat itu adalah memberikan rekomendasi
dan berkoordinasi dengan dokter terkait rencana terapi atau tindakan yang akan
diterapkan.
Apoteker mengkaji kesesuaian farmasetik dan klinis obat yang diresepkan
oleh dokter. Jika terdapat terapi yang kurang sesuai, Apoteker meminta
konfirmasi kepada dokter yang bersangkutan dan memberi rekomendasi jika
diperlukan. Monitoring obat dilakukan oleh Apoteker dengan memeriksa
kesesuaian antara resep, kardeks, dan status pasien serta menganalisis
perkembangan pasien dengan terapi yang diperoleh.
Pasien di ICU dengan kondisi yang telah stabil umumnya akan
dipindahkan ke ruang rawat inap di Gedung A, sedangkan pasien ICCU yang
kondisinya sudah baik dapat dipulangkan. Apoteker klinis juga melaksanakan
kegiatan farmasi klinis di ICCU, salah satunya adalah memberikan informasi obat
pada pasien yang akan pulang.
Selama pelaksanaan PKPA di Satelit Farmasi ICU, terdapat beberapa hal
yang diamati oleh mahasiswa. Berikut adalah hasil pengamatan serta beberapa
masukan untuk memperbaiki kinerja di Satelit Farmasi ICU :
a. Resep-resep yang diterima di Satelit ICU terkadang tidak memenuhi
kelengkapan syarat penulisan resep. Contohnya, seringkali ditemukan tidak
ada nama dokter, jenis sediaan, atau kekuatan sediaan. Hal ini mungkin
disebabkan karena dokter lupa menulis, terburu-buru, atau karena dokter
menganggap bahwa petugas farmasi telah mengetahui obat yang dimaksud.
Ketidaklengkapan syarat penulisan resep ini dapat berpotensi menyebabkan
terjadinya medication error. Ketidaklengkapan ini dapat diatasi dengan
penerapan sistem peresepan online karena dengan sistem tersebut, data
administratif pasien pada resep dapat dilengkapi secara otomatis.
Penambahan tenaga AA juga dibutuhkan untuk mengoptimalkan pelaksanaan
pelayanan kefarmasian dan meminimalisir terjadinya medication error di
Satelit ICU akibat beban kerja petugas yang tinggi. Idealnya, sekurang-
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
67
Universitas Indonesia
kurangnya terdapat dua AA untuk shift pagi, dua AA untuk shift siang, dan
dua AA untuk shift malam.
b. Satelit Farmasi ICU dilengkapi dengan lemari yang tingginya dapat mencapai
lebih dari dua meter. Terdapat beberapa perbekalan farmasi serta dokumen
yang diletakkan pada posisi yang cukup tinggi dan sulit dijangkau oleh
petugas. Biasanya petugas menggunakan alat bantu kursi untuk menjangkau
perbekalan farmasi serta dokumen yang diletakkan pada posisi tersebut. Hal
ini dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Oleh karena itu,
penambahan fasilitas tangga diperlukan untuk mengurangi risiko terjadinya
kecelakaan kerja.
c. Satelit Farmasi ICU terletak cukup jauh dari ruang tunggu keluarga pasien
sehingga petugas satelit harus berteriak keluar ruangan untuk memanggil
keluarga pasien saat pengurusan tagihan obat pasien. Oleh karena itu,
dibutuhkan pengadaan alat pengeras suara untuk memudahkan petugas dalam
melakukan pemanggilan tersebut.
d. Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU sudah tertata dengan
cukup baik. Akan tetapi, masih ditemukan beberapa produk obat yang
disimpan tercampur dalam satu wadah. Penyimpanan obat tersebut berisiko
menimbulkan kesalahan dan menyulitkan pencarian obat saat proses
dispensing. Oleh karena itu, perlu dilakukan penambahan wadah obat atau
pemberian sekat pada wadah tersebut untuk membatasi penyimpanan antara
satu produk obat dengan produk obat lain. Penyimpanan obat yang tersimpan
di dalam wadah boks juga masih diletakkan langsung di lantai tanpa
menggunakan palet. Sebaiknya dapat dipertimbangkan penambahan palet
untuk menjaga keamanan obat yang harus disusun di lantai agar tidak rusak.
Menurut informasi dari petugas farmasi di ICU, usulan untuk pengadaan palet
sebenarnya sudah diajukan, akan tetapi belum dapat terealisasi.
4.5 Satelit Farmasi Kirana
Satelit Farmasi Kirana memiliki dua depo farmasi, yaitu depo farmasi
lantai 1 dan lantai 3. Depo lantai 1 melayani pasien rawat jalan, sementara depo
lantai 3 melayani kebutuhan perbekalan farmasi untuk tindakan operasi mata.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
68
Universitas Indonesia
Depo lantai 1 beroperasi setiap hari Senin hingga Jumat dengan jadwal satu shift,
yakni mulai pukul 08.00 – 15.30 WIB, sedangkan depo farmasi lantai 3 juga
memiliki jadwal satu shift, yaitu mulai pukul 08.00 hingga semua tindakan operasi
selesai dilakukan.
SDM di Satelit Kirana berjumlah 6 orang, terdiri dari satu orang Apoteker
Penanggungjawab dan tiga orang AA yang bertugas melayani pasien jaminan dan
pasien umum (bayar tunai). Selain obat mata, satelit ini juga menyediakan obat-
obat lain, berupa obat oral, injeksi, narkotika, dan psikotropika sebagai terapi
penyerta di luar pengobatan mata untuk pasien Kirana.
Depo farmasi lantai 1 melayani pasien rawat jalan dari poli mata, rawat
jalan dari bagian VIP (Citra), dan pasien pulang pasca-operasi, sedangkan depo
farmasi lantai 3 hanya melayani kebutuhan ruang OK/bedah dan lasik. Bagian OK
di Satelit Kirana memiliki 12 divisi mata dan masing-masing menggunakan sistem
paket untuk pendistribusian perbekalan farmasinya. Dokumentasi mutasi barang,
selain dengan sistem IT, seharusnya juga dilakukan menggunakan kartu stok.
Pada depo lantai 3, tidak dilakukan penulisan mutasi barang di kartu stok.
Pendokumentasian hanya dilakukan melalui pencatatan pada kertas khusus yang
berisi nama barang yang keluar, jumlah, dan nama pasien yang menggunakan.
Hal ini disebabkan arus permintaan yang cepat sehingga dengan keterbatasan
SDM dirasa cukup sulit untuk memenuhi tanggung jawab tersebut. Kartu stok
hanya digunakan untuk barang-barang mahal dan obat narkotik, yaitu morfin,
petinin, dan fentanil.
Perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi di Satelit Kirana
dilakukan berdasarkan data pemakaian selama enam bulan terakhir. Data
perencanaan dikirim ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat untuk disiapkan
pengadaannya. Depo lantai 3 membuat perencanaan untuk pemesanan barang dan
dikirimkan ke depo lantai 1. Defekta perbekalan farmasi di Satelit Kirana
dilakukan oleh pihak depo lantai 1 secara online pada hari Senin dan Rabu,
sedangkan pengambilan perbekalan farmasi dilakukan pada hari Selasa dan
Kamis. Satelit Kirana tidak memiliki pekarya, maka perbekalan farmasi yang
diminta diantar oleh petugas Gudang Perbekalan Farmasi Pusat. Pada hari
pengantaran barang ke Satelit Kirana, dilakukan verifikasi terhadap kesesuaian
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
69
Universitas Indonesia
perbekalan farmasi yang diterima dengan defekta oleh petugas farmasi di Satelit
Kirana. Kemudian, perbekalan farmasi dimasukkan ke rak perbekalan farmasi dan
dicatat pemasukannya pada kartu stok. Untuk kebutuhan perbekalan farmasi depo
lantai 3, barang akan diantarkan dari depo lantai 1 ke depo lantai 3 dengan
memanfaatkan jasa petugas cleaning service Satelit Kirana setiap hari Kamis.
Khusus untuk pengadaan barang konsinyasi, seperti lensa mata,
perencanaan jumlah kebutuhan dan spesifikasi serta beberapa rekomendasi vendor
terbaik yang dipilih secara langsung diajukan oleh pihak Satelit Kirana ke
Direktur Pelayanan Medik, yang kemudian akan berdiskusi dengan Bagian
Keuangan RSCM. Jika disetujui, bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) akan
melakukan sistem tender untuk menentukan vendor mana yang akan menangani
barang konsinyasi ini. Setelah diputuskan pemenangnya, maka pihak Unit Kerja
Kirana akan menghubungi vendor untuk melakukan pemesanan barang.
Dokumentasi penggunaan lensa di Satelit Kirana dilakukan pada buku
khusus pencatatan penggunaan lensa yang akan digunakan sebagai pedoman
untuk pembuatan laporan pemakaian lensa per bulan. Laporan tersebut
ditandatangani oleh Kepala Departemen Mata dan Kepala Sub Instalasi
Perbekalan Farmasi lalu diberikan ke bagian Instalasi Farmasi untuk dibuatkan
faktur. Faktur ini akan diserahkan ke bagian keuangan untuk dijadikan dasar
penagihan pembayaran bagi vendor.
Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Kirana menggunakan sistem
FEFO dan FIFO yang disusun secara alfabetis. Penyimpanan perbekalan farmasi
di satelit ini terbagi menjadi tiga, yaitu penyimpanan obat, penyimpanan alat
kesehatan, dan penyimpanan obat khusus. Penyimpanan obat dilakukan
berdasarkan bentuk sediaan dan stabilitasnya, sedangkan penyimpanan alat
kesehatan disimpan terpisah dari obat dan diatur berdasarkan fungsi atau
penggunaannya. Penyimpanan obat khusus di Satelit Kirana, meliputi
penyimpanan narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat sitostatika, obat
termolabil, dan kit emergensi.
Obat-obat yang tergolong LASA diatur agar tidak terletak bersebelahan
dengan obat pasangannya dan telah dilakukan penempelan stiker LASA pada
wadah obat-obat tersebut. Obat-obat High Alert disimpan di lemari khusus yang
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
70
Universitas Indonesia
pada bagian tepinya ditandai dengan lakban berwarna merah, serta pada tiap
kemasan primer obat diberi stiker High Alert. Obat kanker disimpan di lemari
terpisah yang diberi stiker ungu. Narkotika disimpan di lemari khusus yang
berkunci ganda. Kunci lemari narkotika dikalungkan pada AA yang bertugas di
satelit. Barang-barang dengan masa kedaluwarsa enam bulan ke depan ditandai
dengan label kuning yang dilengkapi dengan data bulan dan tahun kedaluwarsa
obat tersebut. Obat-obat termolabil disimpan di dalam lemari pendingin.
Pengecekan suhu lemari pendingin serta suhu ruangan penyimpanan Satelit
Kirana dilakukan tiap pagi dan sore hari. Sebagai langkah pengontrolan terhadap
stok perbekalan farmasi yang ada, dilakukan kegiatan SO di Satelit Kirana
sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Juni dan Desember. Barang-
barang yang diketahui telah mencapai tanggal kedaluwarsa atau rusak akan
dikembalikan ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat untuk dimusnahkan.
Sistem distribusi perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan dengan
dua cara, yaitu sistem peresepan individual dan sistem floor stock. Resep yang
diterima di satelit ini adalah resep manual, tetapi beberapa dokter di ruang OK
VIP telah menggunakan sistem online. Resep yang masuk per hari dapat mencapai
120 hingga160 lembar. Resep tersebut akan disimpan di Satelit Kirana selama tiga
tahun, begitu juga dengan resep narkotika.
Alur pelayanan resep di Satelit Kirana adalah sebagai berikut:
a. Pasien umum (resep tunai)
Pasien umum cukup datang dengan membawa resep asli dari dokter. Resep
tersebut diverifikasi terlebih dahulu oleh petugas farmasi, meliputi verifikasi
kelengkapan resep, ketersediaan barang di satelit, dan jumlah obat yang akan
diberikan. Petugas satelit akan mengonfirmasi harga obat kepada pasien untuk
selanjutnya dilakukan transaksi. Kemudian, petugas satelit melakukan dispensing
obat dan menyerahkannya kepada pasien disertai dengan pemberian informasi
obat. Alur pelayanan di Satelit Kirana sesuai dengan standar VHDS yang berlaku
di RSCM, yaitu mulai dari pelaksanaan verifikasi, pemberian harga, dispensing
obat, dan penyerahan obat.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
71
Universitas Indonesia
b. Pasien jaminan
Perbedaan alur pelayanan resep pasien umum dengan pasien jaminan
terletak pada saat proses penerimaan resep. Pasien jaminan harus membawa resep
asli, fotokopi resep, dan surat jaminan. Untuk pasien jaminan Askes, petugas
satelit harus memastikan bahwa obat yang akan ditebus oleh pasien terdapat
dalam Buku Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes. Jika obat yang akan
ditebus tidak terdapat dalam DPHO Askes, maka petugas harus
menginformasikan kepada pasien bahwa obat tersebut tidak dibayarkan oleh
Askes dan menjadi tanggungan pasien.
Kegiatan yang dilakukan selama PKPA di depo lantai 1 Satelit Kirana,
antara lain :
a. Mengamati prosedur administrasi resep yang masuk.
b. Mengamati dan melaksanakan alur pelayanan resep, dimulai dari penerimaan
resep, penyiapan obat, hingga penyerahan obat kepada pasien.
c. Melakukan inventarisir stok barang pada lemari penyimpanan, kemudian
memasukkan data tersebut ke dalam data pada sistem IT untuk
mempermudah proses SO di Satelit Kirana.
Kegiatan yang dilakukan di depo lantai 3, antara lain mengamati dan
melakukan pelayanan perbekalan farmasi untuk keperluan ruang OK, menyusun
stok barang dari buffer stock ke rak-rak obat, melakukan retur paket operasi yang
tidak terpakai, hingga melakukan penyiapan paket yang akan digunakan untuk
tindakan operasi keesokan harinya.
Selama pelaksanaan PKPA di Satelit Kirana, mahasiswa menemukan
adanya stok barang yang kosong dikarenakan stok obat di Gudang Perbekalan
Farmasi Pusat tidak tersedia. Hal ini mengakibatkan banyak pasien yang harus
menebus obat di apotek di luar RSCM. Oleh karena itu, perencanaan serta
pengaturan pengeluaran stok obat harus diatur dengan baik agar dapat mengatasi
terjadinya stok barang kosong setiap hari.
Masalah lain yang ditemukan di satelit ini adalah tidak terdapat daftar
nama obat yang seharusnya ditempelkan pada bagian depan pintu lemari
penyimpanan atau lemari pendingin. Hal ini disebabkan adanya beberapa
tambahan obat yang baru tersedia dan disimpan di lemari pendingin sehingga
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
72
Universitas Indonesia
daftar obat yang baru belum sempat dibuat. Untuk menanggulangi hal tersebut,
dapat dibuat penambahan kolom kosong pada daftar obat-obat yang sudah ada
sebagai tempat untu menuliskan nama obat tambahan yang baru dimasukkan ke
lemari tersebut. Selanjutnya, daftar tersebut dapat di-update secara berkala dan di-
print kembali sesuai dengan data obat yang terbaru. Pada saat dilakukan
pengecekan kartu stok, masih ditemukan adanya ketidakcocokan antara jumlah
obat yang tertera di kartu stok dengan jumlah fisik obat di satelit. Hal ini
seringkali dikarenakan petugas satelit lupa untuk mencatat pengeluaran obat di
kartu stok saat melakukan pengambilan obat. Langkah yang dapat dilakukan
untuk mengatasinya, antara lain dengan memberlakukan sistem sampling yang
dapat dilakukan oleh Apoteker atau AA yang bertugas di satelit untuk mengecek
kesesuaian kartu stok dengan jumlah fisik, minimal 1 atau 2 minggu sekali.
Permasalahan lain yang ditemui di Satelit Kirana adalah penulisan
keterangan penggunaan obat yang belum lengkap pada etiket, terutama keterangan
waktu penggunaan sebelum atau sesudah makan untuk obat oral. Hal ini karena
petugas yang menyiapkan obat tidak mengerti atau tidak hafal aturan minum tiap
obat. Dengan demikian, masih perlu dilakukan sosialisasi mengenai aturan
penggunaan untuk obat oral yang terdapat di satelit kepada petugas farmasi di
Satelit Kirana.
Pada saat bertugas di depo farmasi lantai 3, diketahui bahwa depo ini tidak
menggunakan kartu stok untuk mendokumentasikan mutasi perbekalan farmasi
karena arus permintaan dan kegiatan di ruang OK yang berjalan cepat. Untuk ke
depannya, dapat diadakan sebuah buku khusus sebagai media untuk pencatatan
mutasi tersebut, yang minimal berisi keterangan nama perbekalan farmasi, jumlah,
nama pasien yang memerlukan, dan inisial petugas satelit yang menyerahkan
perbekalan farmasi. Hal ini diharapkan dapat mengantisipasi kemungkinan hilang
atau terlewatnya dokumentasi mutasi tersebut.
4.6 Satelit Farmasi Pusat
Satelit Farmasi Pusat melaksanakan pelayanan kefarmasian selama 24 jam
pada hari Senin hingga Minggu yang masing-masing terbagi ke dalam tiga shift
kerja. Shift pertama dilakukan pada pukul 08.00 – 14.30 WIB, shift kedua
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
73
Universitas Indonesia
dilakukan pada pukul 14.00 – 21.00 WIB dan shift ketiga dilakukan pada pukul
21.00 – 08.00 WIB. Sumber daya manusia di Satelit Farmasi Pusat terdiri dari 1
Apoteker, 9 AA, dan 2 juru resep dengan pembagian dalam satu shift adalah 2 AA
dan 1 juru resep untuk shift pagi dan sore. Sementara untuk shift malam, terdapat
2 AA yang bertugas.
Satelit ini melayani resep pasien rawat inap yang tidak memiliki satelit
farmasi ataupun satelit farmasi yang tidak buka 24 jam dan juga resep pasien
rawat jalan dari beberapa poliklinik. Resep rawat inap yang dilayani berasal dari
rawat inap Bedah Anak (BCH), Paviliun Tumbuh Kembang (PTK), Perinatalogi
(PICU dan NICU), Unit Luka Bakar (ULB), Psikiatri (PKL, PKW, PKA) dan
Pelayanan Jantung Terpadu (pada shift kedua dan ketiga). Resep pasien rawat
jalan yang dilayani berasal dari Poliklinik Hemodialisa (pasien HD yang
menggunakan cairan dianeal), semua poliklinik yang meresepkan obat kemoterapi
(poliklinik kebidanan, bedah tumor, hematologi-onkologi, bedah toraks, dan
bedah digestif), dan poliklinik talasemi. Pasien yang diterima di sini adalah pasien
umum dan jaminan, yang dapat berupa Jamkesmas, Jamkesda, KJS Dinkes DKI
Jakarta, Jampeltas, Jampersal, ASKES, dan jaminan perusahaan.
Pengelolaan perbekalan farmasi pada Satelit Farmasi Pusat dilakukan
mulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
serta pencatatan yang dilakukan pada setiap tahap pengelolaan perbekalan
farmasi. Perencanaan perbekalan farmasi Satelit Farmasi Pusat ke Gudang
Perbekalan Farmasi Pusat dilakukan berdasarkan konsumsi rata-rata obat yang
digunakan selama 3-4 hari ditambah dengan buffer stock sebanyak 10%. Pada
proses pengadaan, dilakukan defekta 2 kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin
dan Kamis. Setelah barang siap, penerimaan oleh pihak satelit dilakukan setiap
hari Selasa dan Jumat oleh AA. Jumlah stok yang diterima langsung dimasukkan
ke dalam sistem IT di Satelit Farmasi Pusat.
Selain melaksanakan defekta secara rutin, Satelit Farmasi Pusat juga
melaksanakan defekta cito saat stok kosong atau terdapat permintaan perbekalan
farmasi yang tidak terduga. Petugas akan datang langsung ke gudang mengambil
obat atau alat kesehatan yang dibutuhkan dan menulisnya pada buku cito.
Permintaan obat atau alat kesehatan cito selama satu hari diakumulasi dan dibuat
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
74
Universitas Indonesia
menjadi kumpulan defekta cito. Kumpulan defekta cito selanjutnya diserahkan ke
Gudang Perbekalan Farmasi Pusat. Buku cito dimiliki oleh Satelit Farmasi Pusat
dan Gudang Perbekalan Farmasi Pusat. Setelah kumpulan defekta cito diserahkan
ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat, petugas gudang memeriksa kesesuaian
kumpulan defekta cito dari Satelit Farmasi Pusat dengan buku cito yang dimiliki
gudang.
Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit pusat disusun dengan sistem
First Expired First Out (FEFO) atau First In First Out (FIFO). Perbekalan
farmasi disusun menurut jenisnya, yaitu obat, alat kesehatan dan B3.
Penyimpanan obat disusun sesuai kriteria berikut :
a. Disusun secara alfabetis.
b. Berdasarkan bentuk sediaan: oral, injeksi, cairan infus, sirup/drop, obat luar.
c. Obat generik atau merk dagang.
d. Obat dengan penyimpanan khusus :
1) Termolabil, disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2°-8° C.
2) Obat sitostatika, ditempeli stiker ungu untuk obat kanker.
3) High Alert, di lemari berbeda yang dibatasi dengan lakban merah dan
ditempeli stiker High Alert hingga kemasan primer obat.
4) Narkotika, di dalam lemari kayu khusus dengan kunci ganda.
5) Psikotropika, di dalam lemari kayu khusus.
e. Obat mahal.
f. Obat dengan penyimpanan terpisah : sediaan nutrisi dan obat ASKES.
Berbeda dengan obat, penyimpanan alat kesehatan dilakukan berdasarkan
jenis dan fungsinya. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan proses penyiapan
alat kesehatan. Penyimpanan B3 dilakukan dalam lemari tahan api. Kegiatan SO
untuk semua perbekalan farmasi di Satelit Farmasi Pusat dilakukan setiap enam
bulan sekali. Kualitas perbekalan farmasi yang disimpan harus selalu dijaga
melalui pengecekan suhu penyimpanan satu kali sehari untuk ruangan dan tiga
kali sehari untuk lemari pendingin, pengecekan perbekalan farmasi yang
mendekati kedaluwarsa dalam jangka waktu 6 bulan dan penempelan stiker
kuning pada sediaan farmasi dengan masa kedaluwarsa kurang dari 3 bulan.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
75
Universitas Indonesia
Pendistribusian perbekalan farmasi yang dilakukan di Satelit Farmasi
Pusat untuk pasien rawat inap adalah dengan sistem peresepan individu.
Perbekalan farmasi yang telah disiapkan akan diambil oleh petugas dari masing-
masing unit kerja. Khusus obat kemoterapi yang telah disiapkan akan
didistribusikan oleh petugas dari Satelit Farmasi Pusat ke unit produksi tempat
dilakukannya dispensing obat kemoterapi. Pasien hemodialisa yang menggunakan
cairan dianeal diberikan injeksi untuk kebutuhan satu bulan, sedangkan pasien
yang tidak menggunakan cairan dianeal cukup diberikan obat untuk keperluan
satu minggu dan tergantung pada keperluan pemakaian. Pasien rawat jalan
diberikan jumlah obat sesuai dengan jumlah yang tertulis pada resep dan biasanya
untuk pemakaian obat selama satu minggu.
Resep yang diterima Satelit Farmasi Pusat rata-rata 250 lembar per hari.
Resep yang dilayani berupa resep manual dan resep elektronik (EHR). Unit kerja
yang memberikan resep berbentuk EHR adalah BCH, ULB dan PJT. Resep yang
datang, terutama untuk pasien jaminan, akan diverifikasi terlebih dahulu.
Verifikasi resep meliputi verifikasi administratif, farmasetik, dan kelengkapan
lainnya, seperti syarat jaminan khusus untuk pasien jaminan pemerintah, kuitansi
untuk semua pasien, protokol dan jadwal terapi khusus untuk pasien kemoterapi,
dan hasil lab khusus untuk pasien pengguna obat mahal dan antibiotik lini 2 dan 3.
Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui sistem IT.
Setelah dimasukkan dan diberi harga, resep diberikan kepada petugas satelit
lainnya untuk di-dispense. Bagi pasien yang membayar secara tunai, dapat
langsung membayar kepada petugas satelit, sedangkan pasien jaminan wajib
menyerahkan resep asli dan kelengkapan jaminan lainnya kepada petugas satelit.
Petugas satelit yang melakukan dispensing mengambil obat dengan jenis
dan jumlah yang sesuai dan mencatatnya pada kartu stok. Selain dispensing obat,
Satelit Farmasi Pusat juga menerima resep racikan. Obat racikan diracik di ruang
racik secara manual dengan kertas perkamen khusus. Obat diberi label dan
dikemas. Kemudian obat diberikan oleh petugas setelah dilakukan pengecekan
terhadap kesesuaian jenis dan jumlah obat terhadap resep. Obat diberikan kepada
pasien disertai pemberian informasi tentang penggunaan obat.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
76
Universitas Indonesia
Kendala yang dihadapi di Satelit Farmasi Pusat salah satunya adalah
penyusunan obat di rak penyimpanan yang masih bertumpuk ke belakang
sehingga kotak obat seringkali saling menghalangi. Hal ini dapat menyulitkan
petugas dalam mencari obat. Untuk mengatasinya, dapat dilakukan penyusunan
kotak obat secara bertingkat sehingga kotak obat tidak saling menghalangi satu
sama lain. Selain itu, kendala yang ditemukan adalah proses verifikasi resep untuk
aspek kesesuaian klinis yang pelaksanaannya masih terbatas karena hanya
terdapat 1 Apoteker di satelit ini yang tugasnya masih terfokus pada pelaksanaan
manajemen. Verifikasi resep dan pemberian informasi obat sebagian besar
dilakukan oleh AA. Dalam hal ini, Apoteker klinis akan diperlukan untuk
pelaksanaan verifikasi resep dan pemberian informasi obat kepada pasien yang
lebih komprehensif.
Beberapa unit kerja masih menggunakan resep manual dalam peresepan ke
Satelit Farmasi Pusat. Penggunaan resep manual ini memiliki kekurangan, yaitu
memungkinkan terjadinya kesalahan pembacaan resep oleh petugas satelit dan
memperlambat proses pelayanan resep. Oleh karena itu, penggunaan resep
elektronik (EHR) diharapkan dapat segera diaplikasikan di seluruh unit kerja
sehingga dapat mengatasi masalah tersebut.
4.7 Sub Instalasi Produksi
Sub Instalasi Produksi merupakan salah satu fasilitas kegiatan pengadaan
perbekalan farmasi di RSCM. Perlunya diadakan kegiatan produksi ini adalah
untuk memenuhi permintaan sediaan di RSCM yang memiliki kriteria, antara
lain:
a. sediaan dengan formula khusus,
b. sediaan dengan kemasan yang lebih kecil (repacking),
c. sediaan yang tidak ada di pasaran,
d. sediaan dengan harga yang lebih murah,
e. produk yang harus selalu dibuat segar, dan
f. sediaan untuk keperluan penelitian.
Sub Instalasi Produksi melayani produksi sediaan farmasi dan pelayanan
aseptic dispensing. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan di RSCM terdiri dari
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
77
Universitas Indonesia
sediaan steril dan non-steril. Lokasi untuk pelayanan aseptic dispensing di RSCM,
antara lain terdapat di :
a. Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3: melakukan pencampuran obat suntik
(IV admixture) (4 AA), pencampuran obat kemoterapi (3 AA + 1 pekarya),
dan repacking sediaan serbuk steril (2 AA).
b. Perinatologi : melakukan pencampuran obat suntik (IV admixture) dan TPN
(6 AA).
c. Gedung A lantai 8: melakukan pencampuran obat kemoterapi (4AA).
d. Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA): melakukan pencampuran obat
kemoterapi (2 AA).
Sumber daya manusia (SDM) yang terdapat di Sub Instalasi Produksi,
terdiri dari 2 Apoteker, 21 AA, dan 4 pekarya. Sub Instalasi Produksi beroperasi
dalam 2 shift dari jam 08.00 – 20.00 WIB dari hari Senin hingga Sabtu.
Sub Instalasi Produksi di gedung CMU 2 lantai 3 memiliki fasilitas untuk
melaksanakan kegiatan produksi agar selalu sesuai standar dan terjamin mutunya.
Fasilitas disesuaikan dengan kegiatan produksi yang dilakukan dalam ruangan
tersebut. Terdapat beberapa ruangan di dalamnya, yaitu :
a. Ruang karantina sebagai tempat alat yang baru masuk untuk disimpan
sebelum digunakan pada proses produksi.
b. Ruang pencucian sebagai tempat pembersihan alat dan kemasan yang
digunakan dalam proses produksi.
c. Ruang bahan baku sebagai tempat disimpannya bahan baku obat yang
digunakan dalam proses produksi. Penyimpanan bahan baku disimpan
berdasarkan rute penggunaannya, yaitu bahan baku untuk sediaan oral dan
obat luar.
d. Ruang peracikan sediaan farmasi non-steril yang terdiri dari ruangan tempat
dilakukannya peracikan obat oral dan peracikan sediaan obat luar.
e. Ruang produksi steril sebagai tempat dilakukannya kegiatan produksi steril
dan repacking.
f. Ruang uji mutu sebagai tempat dilakukannya kegiatan pengujian kualitas
produk yang dihasilkan.
g. Ruang penyiapan aseptik, terdiri dari:
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
78
Universitas Indonesia
1) Ruang Sitostatika, merupakan ruangan tempat dilakukannya peracikan
dan pencampuran (dispensing) obat-obat kemoterapi. Prinsip tekanan
dalam ruangan ini adalah tekanan negatif sehingga tekanan dari luar
ruangan lebih besar dari tekanan di dalam ruangan. Dengan prinsip
seperti ini, diharapkan zat-zat yang bersifat sitostatik tidak menyebar
keluar ruangan sehingga petugas yang di luar ruang ini terhindar dari
efek paparan obat sitostatika.
2) Ruang Obat Suntik dan Nutrisi Parenteral, merupakan ruangan tempat
dilakukan peracikan dan pencampuran (dispensing) sediaan obat suntik
atau nutrisi parenteral. Prinsip tekanan dalam ruangan adalah tekanan
positif sehingga tekanan dalam ruangan lebih besar disbanding luar
ruangan. Hal ini bertujuan agar ruangan dalam tidak terkontaminasi dari
partikel yang terdapat di luar ruangan.
Produksi steril dan non-steril yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi
menghasilkan sekitar 60 jenis sediaan. Produk steril yang diproduksi, antara lain
sediaan salep kemicetin, kloramfenikol tulle, dan metilen blue. Sementara itu,
produk non-steril yang dapat diproduksi sekitar 55 jenis. Contoh sediaan non-
steril yang dihasilkan, yaitu sediaan obat oral seperti kapsul dan serbuk bungkus,
sediaan obat luar, seperti salep dan salicyl talk, handrub, alkohol 70%, dan
povidone iodin. Sediaan yang rutin diproduksi setiap bulannya berjumlah 40 jenis.
PKPA yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi berlokasi di gedung
CMU 2 lantai 3 dan berlangsung selama tiga hari. Beberapa kegiatan yang diamati
dan diikuti mahasiswa, antara lain :
a. Mengamati kegiatan rekonstitusi obat sitostatika
Alur pelayanan dispensing obat kemoterapi yang dilakukan di Sub
Instalasi Produksi dimulai dari penerimaan resep dan obat kemoterapi dari pihak
satelit farmasi oleh petugas rekonstitusi obat sitostatika. Resep kemoterapi
berbeda dengan resep obat lainnya, yakni berupa Formulir Pelayanan
Pencampuran Obat Sitostatika Instalasi Farmasi. Selain itu, untuk menghindari
terjadinya kesalahan dispensing, formulir juga dilengkapi dengan protokol
kemoterapi yang ditulis oleh dokter. Petugas di Depo Sitostatika melakukan
skrining resep dengan memeriksa kesesuaian pasien dan dosis obat untuk
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
79
Universitas Indonesia
menjamin keamanan pasien. Petugas juga memeriksa obat-obatan yang diserahkan
beserta cairan infus dan spuit yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah yang tertulis
dalam formulir permintaan rekonstitusi. Apabila pasien tidak segera melakukan
kemoterapi, maka obat disimpan di Depo Stostatika sebagai obat titipan pasien.
Persiapan pencampuran obat sitostatika meliputi penyiapan cairan, obat
sitostatika, dan spuit sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Selain itu, juga
dilakukan pembuatan etiket yang berisi nama pasien, Nomor Rekam Medik
(NRM), jumlah obat yang dioplos beserta jumlah cairan pelarutnya, rute
pemberian, tanggal dan waktu pembuatan, serta tanggal dan waktu kedaluwarsa.
Seluruh obat, cairan, spuit, dan etiket yang diperlukan ditempatkan di dalam kotak
obat dan didistribusikan melalui pass box yang terhubung ke dalam ruang steril
tempat penyiapan obat secara aseptis. Sebelum dilakukan pencampuran, petugas
harus menggunakan APD terlebih dahulu sesuai ketentuan yang berlaku untuk
menjamin sterilitas produk yang dihasilkan dan keamanan bagi petugas sendiri.
Persiapan tersebut meliputi pemakaian gown dan APD lainnya, seperti penutup
kepala, sarung tangan steril, masker N95, penutup mata (goggle), dan penutup
kaki. Sarung tangan yang digunakan untuk prosedur aseptis adalah rangkap dua,
sarung tangan yang kedua digunakan petugas setelah masuk ke dalam ruang steril.
Selanjutnya, petugas masuk ke dalam ruang steril tempat pencampuran
yang di dalamnya terdapat Biological Safety Cabinet (BSC) dilengkapi dengan
Laminar Air Flow (LAF) vertikal. Sebelum proses pencampuran, perlu dilakukan
pembersihan area kerja agar tercipta lingkungan yang aseptik dengan cara
mengelap bagian dalam BSC dengan gerakan searah, serta mengelap kemasan
obat, cairan, dan spuit yang akan dimasukkan ke dalam BSC dengan mengunakan
alcohol swab. Perlu disiapkan juga tempat pembuangan khusus limbah sitostatika
dan peralatan lain yang dibutuhkan, seperti beaker glass. Sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, pencampuran obat sitostatika dilakukan di ruang steril dalam BSC
serta dikerjakan dengan hati-hati dan teliti.
Setelah selesai direkonstitusi, sediaan sitostatika ditempeli etiket dan label
obat sitostatika. Pelabelan dan pemberian etiket juga dilakukan di dalam ruang
steril. Khusus obat yang tidak tahan cahaya, obat dikemas menggunakan
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
80
Universitas Indonesia
aluminium foil. Sediaan akhir yang selesai dikerjakan diletakkan kembali ke
dalam kotak khusus dan dikeluarkan dari ruang steril melalui pass box.
b. Mengamati proses aseptic dispensing
Mahasiswa mengamati kegiatan aseptic dispensing sediaan parenteral
berupa KCl premix dan kegiatan repacking sediaan serbuk steril. Alur yang
dilakukan pada aseptic dispensing adalah pengecekan permintaan yang dilakukan
secara online. Jika terdapat permintaan, akan dilakukan pengisian form
permintaan yang telah disediakan. Kemudian, disiapkan bahan-bahan lain yang
akan digunakan. Proses dispensing dilakukan di ruang aseptik dengan tekanan
udara positif. Dalam ruangan tersebut, dilakukan pengemasan dan pemberian
etiket pada sediaan yang telah siap. Obat yang telah siap akan diantarkan oleh
pekarya ke satelit atau unit kerja yang memesan sediaan tersebut.
c. Mencari literatur pembuatan larutan bilas lambung sebelum endoskopi dan
menguji formulasi sediaan yang dirancang
Pencarian literatur ini dilakukan untuk merancang formulasi larutan bilas
lambung yang sesuai dengan kriteria dan dapat diproduksi di RSCM. Setelah
didapatkan formula yang sesuai, dibuat sediaan sesuai dengan formula tersebut.
Dilakukan juga evaluasi sediaan agar didapat sediaan yang baik dan dapat
dikonsumsi.
d. QC (quality control) pada proses pembuatan hand rub
Proses QC dilakukan untuk mengontrol mutu sediaan produk agar sesuai
dengan standar dan pengerjaan sesuai Standar Prosedur Operasional (SOP).
Mahasiswa ikut melakukan QC pada proses pembuatan hand rub sesuai dengan
prosedur yang terdapat pada formulir QC. Proses pembuatan hand rub yang
teramati telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
e. Repacking pembuatan sediaan povidone iodin
Proses repacking dilakukan untuk mengemas kembali sediaan menjadi
kemasan yang lebih kecil dan ekonomis.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
81
Universitas Indonesia
f. Pembuatan sirup omeprazole
Sirup omeprazole merupakan sediaan yang waktu kestabilan sediaannya
pendek. Selain itu, sediaan sirup ini tidak tersedian di pasaran sehingga produksi
sirup omeprazole ini dapat memenuhi kebutuhan penggunaannya di RSCM.
Umumnya, produksi sirup ini tidak banyak dan hanya diproduksi sesuai dengan
permintaan pada saat itu agar kestabilan obat tetap terjaga.
g. Pengisian kapsul
Pengisian kapsul yang dilakukan adalah pengisian kapsul CaCO3. Sebelum
pengerjaan dilakukan, area kerja dan peralatan yang akan digunakan dibersihkan
menggunakan alkohol. Proses pengisian kapsul dilakukan dengan menggunakan
alat. Setelahnya, kapsul dimasukkan ke dalam wadah dan diberi etiket berisi nama
obat, jumlah sediaan, tanggal pembuatan, dan tanggal kedaluwarsa. Selain itu,
dilakukan juga uji mutu terhadap kapsul yang diperoleh, antara lain melalui uji
visual dan pengujian keseragaman bobot kapsul.
h. Mengemas serbuk KCl dan Kalium Fosfat.
Selain diisikan ke dalam kapsul, kedua serbuk tersebut juga dapat
langsung dikemas menggunakan kertas perkamen. Dalam proses pengemasan,
harus diperhatikan kebersihan tempat, peralatan, dan tangan petugas pengemas.
Proses pembagian serbuk dilakukan secara manual dan sesuai perkiraan petugas
sehingga dituntut ketelitian dan ketepatan dalam pelaksanaannya. Setelah
pengemasan selesai, sediaan dimasukkan ke dalam plastik dan diberi etiket.
Secara keseluruhan, kegiatan produksi yang dilaksanakan di Sub Instalasi
Produksi telah sesuai dengan prosedur dan telah memanfaatkan sumber daya yang
ada dengan maksimal. Meskipun demikian, masih ditemui adanya beberapa
kendala, seperti kurangnya tenaga AA untuk melakukan proses produksi non-
steril sehingga beberapa proses pembuatan dibantu pelaksanaannya oleh pekarya
di bawah pengawasan AA yang ada. Selain itu, AA yang ada terkadang
diperbantukan juga ke lokasi aseptic dispensing lain yang sedang membutuhkan
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
82
Universitas Indonesia
sehingga AA yang bertugas di CMU 2 semakin berkurang. Proses pengawasan
mutu juga belum dapat dilakukan dengan maksimal pada semua proses produksi
karena keterbatasan tenaga yang berkompetensi untuk itu. Oleh karena itu, perlu
diadakan penambahan AA untuk mengatasi masalah tersebut.
Pada proses pengemasan serbuk KCl juga terdapat kendala akibat
penggunaan kemasan yang masih konvensional, yaitu dengan kertas perkamen.
Sebaiknya, digunakan kertas puyer khusus yang dapat disegel menggunakan
mesin press seperti yang telah digunakan di beberapa satelit farmasi lain di RSCM
agar pengemasan lebih praktis dan efisien serta menjamin keamanan serbuk dari
kemungkinan tercecer saat proses pengemasan.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
83 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Apoteker di rumah sakit berperan sebagai pelaksana pelayanan
kefarmasian yang mencakup kegiatan manajemen dan pelayanan farmasi klinik.
Dari segi manajemen, Apoteker bertugas untuk memastikan bahwa perbekalan
farmasi yang memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kesehatan di
rumah sakit selalu tersedia. Dari segi klinis, Apoteker bertugas untuk memantau
pengobatan pasien serta memberikan informasi yang diperlukan demi tercapainya
tujuan pengobatan pasien dengan mengutamakan patient safety. Selain itu,
Apoteker juga berperan sebagai seorang manajer yang bertugas melakukan
pengelolaan sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana, serta
berkontribusi dalam upaya peningkatan pendapatan rumah sakit.
Pelaksanaan pelayanan kefarmasian di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
sudah cukup memenuhi persyaratan pelayanan kefarmasian dari Kementerian
Kesehatan RI dan standar akreditasi internasional dari Joint Commission
International. Akan tetapi, masih ditemui adanya aspek pelayanan yang belum
dilakukan secara maksimal karena faktor keterbatasan jumlah SDM dan beberapa
fasilitas penunjang.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
84
Universitas Indonesia
5.2 Saran
Berdasarkan pengamatan kami selama PKPA, berikut beberapa saran yang
dapat kami sampaikan:
a. Gudang Perbekalan Farmasi Pusat
1) Selalu memperbarui daftar nama obat yang terdapat di dalam kulkas agar
memudahkan pada saat pencarian obat-obat tersebut.
2) Membuat daftar nama obat-obat yang terdapat di dalam lemari pendingin
dan ditempelkan di setiap pintu lemari pendingin tersebut.
3) Menerjemahkan MSDS yang masih menggunakan bahasa asing ke dalam
Bahasa Indonesia agar memudahkan pegawai dalam memahami isi dari
MSDS tersebut dan dapat meningkatkan keselamatan pegawai.
4) Menempelkan stiker high alert, sitostatik, dan LASA secara teliti.
b. Instalasi Gawat Darurat (IGD)
1) Menambah jumlah pekarya di satelit farmasi IGD yang tugasnya
berfokus pada pemeliharaan kebersihan rak penyimpanan perbekalan
farmasi di satelit.
2) Menyediakan printer etiket untuk mempercepat dan mempermudah
proses dispensing obat di satelit farmasi.
3) Menyediakan daftar keterangan cara penggunaan obat (sebelum atau
sesudah makan) sebagai panduan bagi Asisten Apoteker dalam
melengkapi keterangan pada etiket saat proses dispensing obat.
c. Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A)
1) Informasi obat yang tertera dalam etiket mencantumkan cara penggunaan
obat (sebelum/setelah makan) agar pasien tidak salah dalam penggunaan
obat.
2) Kegiatan PIO aktif dapat dilakukan secara lebih rutin dan tidak hanya
ditujukan bagi pasien dan petugas medis RSCM, tetapi juga dapat
bermanfaat bagi pengunjung RSCM, misalnya pembuatan leaflet yang
berisi informasi terkait penyakit HIV yang diberikan saat peringatan hari
HIV sedunia.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
85
Universitas Indonesia
3) Membuat sistem alarm di komputer sebagai pengingat bagi perbekalan
farmasi yang hampir kosong sehingga apoteker atau Asisten Apoteker
dapat segera membuat defekta perbekalan farmasi tersebut. Hal ini juga
berarti dapat mengurangi waktu tunggu dari permintaan perbekalan
farmasi tersebut ketika dibutuhkan segera/cito.
d. Satelit Intensive Care Unit (ICU)
1) Mengadakan pengeras suara untuk memudahkan petugas agar mudah
memanggil pasien.
2) Menambah fasilitas tangga untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja.
3) Mengadakan peresepan online untuk memudahkan dispensing obat dan
meminimalisir terjadinya medication error.
4) Menambah Asisten Apoteker untuk mengoptimalkan kinerja kefarmasian
dan dan meminimalisir terjadinya medication error di ICU. Idealnya
sekurang-kurangnya terdapat dua Asisten Apoteker untuk shif pagi, dua
Asisten Apoteker untuk shift siang, dan dua Asisten Apoteker untuk shift
malam.
5) Menambah wadah obat karena masih ada beberapa obat yang tersimpan
dalam satu wadah obat.
e. Satelit Kirana
1) Depo lantai 3 tidak menggunakan kartu stok dan hanya memakai kertas
catatan untuk mendokumentasi seluruh perbekalan farmasi yang keluar
karena arus permintaan dan kegiatan di OK yang berjalan cepat. Untuk
ke depannya, dapat dibuatkan buku khusus berisi nama perbekalan
farmasi, jumlah, nama pasien, inisial nama penulis yang menyerahkan
perbekalan farmasi supaya tidak tercecer dan data tidak hilang.
2) Pengambilan perbekalan farmasi dari gudang juga dimasukkan ke buku
ini sebagai stok sehingga setiap kegiatan tetap dapat terdokumentasikan
dengan baik.
3) Perlu adanya sosialisasi aturan minum tiap obat yang terdapat di depo
farmasi lantai tersebut, khususnya obat oral karena terkait dengan
pengobatan dan kesembuhan pasien
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
86
Universitas Indonesia
f. Sub Instalasi Produksi
1) Perlu penambahan Asisten Apoteker pada Sub Instalasi Produksi karena
kurangnya tenaga Asisten Apoteker untuk melakukan proses produksi
non steril sehingga beberapa proses pembuatan ada yang dilakukan oleh
pekarya. Selain itu Asisten Apoteker yang ada terkadang diperbantukan
ke lokasi aseptic dispensing lain yang lebih membutuhkan sehingga
Asisten Apoteker yang bertugas di CMU 2 semakin berkurang. Proses
pengawasan mutu juga tidak bisa dilakukan dengan maksimal disemua
proses produksi karena keterbatasan tenaga yang berkompetensi untuk
itu.
2) Pada saat mengemas serbuk KCl sebaiknya digunakan kertas puyer
khusus yang dapat disegel menggunakan mesin press seperti yang telah
digunakan di beberapa satelit farmasi lain di RSCM agar pengemasan
lebih praktis dan efisien serta menjamin keamanan serbuk dari
kemungkinan tercecer saat proses pengemasan.
g. Satelit Farmasi Pusat
1) Penyusunan obat masih menumpuk ke belakang sehingga kotak obat
dapat saling menghalangi, hal ini dapat menyulitkan petugas dalam
mencari obat. Solusinya, dapat dilakukan penyusunan dengan
menggunakan kotak obat disusun bertingkat sehingga kotak obat tidak
saling menghalangi satu sama lain.
2) Verifikasi klinis untuk di satelit pusat masih terbatas dilakukan karena
apoteker yang hanya terdiri dari satu orang masih terfokus dalam
pelaksanaan manajemen. Verifikasi resep dan pemberian informasi obat
sebagian besar dilakukan oleh Asisten Apoteker. Perlu penambahan
Apoteker klinis dalam hal verifikasi resep dan pemberian informasi obat
kepada pasien yang lebih komprehensif.
3) Beberapa unit kerja masih menggunakan resep manual dalam peresepan.
Penggunaan resep manual memiliki kekurangan, yaitu kesalahan
membaca resep dan memperlambat proses pelayanan resep. Oleh karena
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
87
Universitas Indonesia
itu, penggunaan resep elektronik (EHR) diharapkan segera diaplikasikan
di seluruh unit kerja sehingga dapat mempercepat proses pelayanan
resep.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
88 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Pengelolaan
Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI
No. 1197/ Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang No.36 tahun 2009
tentang Kesehatan.Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang No.44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit. Jakarta.
Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
89
Lampiran 1.Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Direktur Utama
Direktur Medik dan Keperawatan
Departemen
Instalasi Farmasi
UPT
Direktur Pengembangan dan
Pemasaran
Instalasi promkes
UPJM
Direktur Keuangan
Bagian Anggaran
Bagian Perbendaharaan
Bagian Akuntansi
Direktur SDM dan Pendidikan
Bagian Diklat
Bagian SDM
Bagian Hukor
Instalasi Pendidikan
Direktur Umum dan Operasional
Bagian Administrasi
Bagian Aset dan Inventaris
Bagian Teknik Pemeliharaan Sarana dan Prasarana
Instalasi Medik
ULP
Unit Utilitas
Komite Medik, Komite Etik, PPIRS,
Komite Mutu
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
90
Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi
Kepala Instalasi Farmasi
Kepala Subinstalasi Perbekalan Farmasi
Kepala Subinstalasi Produksi
Kepala Subinstalasi Farmasi Klinis dan
Pendidikan Pelatihan Pengembangan
Kepala Subinstalasi Administrasi dan
Keuangan
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
91
Lampiran 3. Struktur Organisasi Sub Instalasi Produksi
Kepala Instalasi Farmasi
Kepala Sub Instalasi Produksi
Penanggung Jawab
Produksi Steril dan Non Steril
Pelaksana Produksi Non Steril
Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Serbuk
Penanggung Jawab Aseptik Dispensing
Pelaksana Pencampuran Obat
Sitostatika
Pelaksana Pencampuran Obat
Suntik
Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Cair
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
92
Lampiran 4. Contoh Etiket
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
93
Lampiran 5. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
94
Lampiran 6. Contoh Blanko Kartu Stok
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
95
Lampiran 7. Formulir Konseling Obat Pasien Pulang
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
96
Lampiran 8. Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
97
Lampiran 9. Formulir Medication History Taking Pasien
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PERBANDINGAN PENGGUNAAN PERBEKALAN
FARMASI DI KAMAR OPERASI DENGAN PAKET OPERASI
MATA PADA DIVISI GLAUKOMA DAN KORNEA KIRANA
SELAMA BULAN JULI-DESEMBER 2012
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ANISA PRIMA HILMI, S.Far 1206197192
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JULI 2013
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………….. …….. i
DAFTAR ISI……………………………………………….………. ii
DAFTAR TABEL………………………………………………….. iii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………… iv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………… v
BAB 1. PENDAHULUAN………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………… ……. 1
1.2 Tujuan…………………………………………………… ……. 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………………………………… . 3
2.1 Definisi Perbekalan Farmasi ………………………………… 3
2.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit …………… 3
BAB 3. METODE PENGKAJIAN………………………………... 13
3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian………………………………… 13
3.2 Metode Pengkajian…….……………………………………… 13
3.3 Sampel Pengkajian……………………………………………. 13
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………… ... 14
4.1 Hasil…………….…………. ………………………………… 14
4.2 Pembahasan………….. ……………………………………… 16
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………… 18
5.1 Kesimpulan…………………….……………………………... 18
5.2 Saran………………… ……………………………………... 18
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………… 19
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jumlah dan persentase perbekalan farmasi pada paket operasi
tindakan trabekulektomi Divisi Glaukoma yang digunakan
pasien............................................................................................. 14
Tabel 4.2 Jumlah dan persentase perbekalan farmasi pada paket operasi
tindakan secondary implant Divisi Kornea yang digunakan
pasien................................................................................................. 14
Tabel 4.3 Jenis ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang digunakan
pasien dengan paket operasi…………… ...................................... 15
Tabel 4.4 Jumlah dan persentase ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang
digunakan pasien dengan paket operasi…………………… ........ 15
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Diagram persentase ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang
digunakan pasien dengan paket operasi ........................................ 15
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
v Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perbandingan perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan
trabekulektomi dengan perbekalan farmasi yang digunakan
pasien di ruang operasi…………………………. .......................... 20
Lampiran 2. Perbandingan perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan
secondary implant dengan perbekalan farmasi yang digunakan
pasien di ruang operasi .................................................................. 22
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pekerjaan kefarmasiaan adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian meliputi pengadaan sediaan farmasi, produksi
sediaan farmasi, distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan pelayanan sediaan
farmasi (Peraturan Pemerintah RI No. 51Tahun 2009).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian/unit/divisi atau
fasilitas di Rumah Sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan
kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu. Tugas utama IFRS
adalah pengelolaan yang mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita hingga pengendalian
semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan oleh pasien rawat inap,
rawat jalan maupun semua unit di rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan
tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita
dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dengan biaya minimal. IFRS juga
bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan
terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai
bagian/unit diagnosa dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan
rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih baik
(Siregar, 2004).
Biaya yang diserap untuk penyediaan perbekalann farmasi merupakan
komponen terbesar dari pengeluaran rumah sakit. Belanja perbekalan farmasi di
rumah sakit dapat menyerap sekitar 40-50 % dari biaya keseluruhan rumah sakit.
Belanja yang demikian besar, tentunya harus dikelola dengan efektif dan efisien.
karena dana untuk obat di rumah sakit tidak selalu sesuai dengan kebutuhan.
Pengelolaan perbekalan farmasi yang efisien dan efektif akan meningkatkan
pemanfaatan anggaran yang tersedia. Hal tersebut juga itu diharapkan dapat
berpengaruh terhadap peningkatan cakupan dan mutu pelayanan kefarmasian yang
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
2
Universitas Indonesia
akan bermanfaat bagi peningkatan mutu pelayanan rumah sakit (Departemen
Kesehatan RI, 2008).
Pelayanan kesehatan mata di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusomo berpusat
di gedung Kirana yang melayani rawat jalan pasien mata, operasi mata dan lasik.
Dalam pemenuhan kebutuhan perbekalan farmasi di gedung Kirana, terdapat depo
farmasi yang menyediakan perbekalan farmasi bagi pasien rawat jalan maupun
perbekalan farmasi untuk operasi mata. Distribusi perbekalan farmasi untuk
operasi mata dilakukan dengan sistem paket operasi mata sesuai dengan unit
tindakan yang akan diterima pasien, misalnya pada Divisi Glaukoma dan Kornea.
Penentuan perbekalan farmasi yang masuk ke dalam paket tersebut berdasarkan
kesepakatan antara tenaga medis yang melayani operasi mata. Pada
pelaksanaannya diruang operasi, perbekalan farmasi yang ada dalam paket tidak
semuanya digunakan ataupun ada perbekalan farmasi yang kurang. Oleh sebab itu
pada tugas khusus ini akan dianalisis kesesuain perbekalan farmasi yang telah
disiapkan dalam bentuk paket untuk operasi mata dengan penggunaan yang
sebenarnya di ruang operasi pada Divisi Glaukoma dan Kornea Kirana. Hal
tersebut penting mengingat tugas Apoteker dalam pengelolaan perbekalan farmasi
harus efektif dan efisien bagi pasien dan rumah sakit.
1.2. TUJUAN
Mengevaluasi kesesuaian penggunaan perbekalan farmasi di kamar operasi
dengan paket operasi mata yang telah ditentukan pada Divisi Galukoma dan
Kornea Kirana selama bulan Juli - Desember 2012.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Perbekalan Farmasi
Perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan
obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis (Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004).
2.2. Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit
Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan
farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari perencanaan sampai
evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi
(Departemen Kesehatan RI, 2008). Fungsi dari pengelolaan perbekalan farmasi
adalah (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) :
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan pelayanan
rumah sakit.
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang
telah dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan
yang berlaku.
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian.
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah
sakit.
2.2.1. Perencanaan
Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan
dalam proses pengadaan perbekalan farmasidi rumah sakit. Tujuan perencanaan
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
4
Universitas Indonesia
perbekalan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai
dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tahapan
perencanaan kebutuhan farmasi meliputi (Departemen Kesehatan RI, 2008) :
1. Pemilihan
Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi
benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit
di rumah sakit. Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas masing-masing rumah sakit,
Formularium RS, Formularium Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin,
Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek).
2. Kompilasi Penggunaan
Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui
penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan
selama setahun dan sebagai pembanding bagi stok optimum.
3. Perhitungan Kebutuhan
Perhitungan kebutuhan obat dilakukan untuk menghindari masalah
kekosongan obat atau kelebihan obat. Metode yang biasa digunakan dalam
perhitungan kebutuhan obat, antara lain (Departemen Kesehatan RI, 2008) :
a. Metode Konsumsi
Secara umum, metode konsumsi biasanya menggunakan data konsumsi obat
individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan
data konsumsi tahun sebelumnya. Dasarnya adalah data riil konsumsi obat per
periode yang lalu dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.
b. Metode Morbiditas
Metode morbiditas menggunakan data jumlah pasien pengguna fasilitas
kesehatan yang ada dan tingkat morbiditas (frekuensi masalah kesehatan yang
umum) untuk membuat rencana kesehatan obat yang dibutuhkan. Dasarnya
adalah jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan. Metode
morbiditas membutuhkan sebuah daftar tentang masalah kesehatan umum,
sebuah daftar obat-obatan yang penting mencakup terapi untuk masalah-
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
5
Universitas Indonesia
masalah tersebut dan satu set pengobatan standar untuk tujuan perhitungan
(berdasarkan pada praktek rata-rata atau pedoman pengobatan).
c. Metode kombinasi
Pada kasus tertentu digunakan metode morbiditas/epidemiologi, selain itu
dihitung dengan menggunakan metode konsumsi. Misalnya metode morbiditas
digunakan untuk meghitung obat-obat yang digunakan untuk kasus demam
berdarah berdasarkan angka prevalensinya, sisanya dihitung dengan
menggunakan metode konsumsi.
4. Evaluasi Perencanaan
Berdasarkan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi untuk tahun yang
akan datang, diperoleh jumlah kebutuhan dan idealnya diikuti dengan evaluasi.
Evaluasi dapat dilakukan dengan cara/teknik seperti analisis nilai ABC untuk
evaluasi aspek ekonomi, kriteria VEN untuk evaluasi aspek medik/terapi,
kombinasi ABC dan VEN, dan revisi daftar perbekalan farmasi.
2.2.2. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi/pembuatan sediaan
farmasi dan sumbangan/droping/hibah. Tujuan pengadaan untuk mendapatkan
perbekalan farmasi dengan harga layak, dengan mutu yang baik, pengiriman
barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan
tenaga dan waktu berlebihan (Departemen Kesehatan RI, 2008).
1. Pembelian
Pembelian adalah rangakaian proses pengadaan untuk mendapatkan
perbekalan farmasi. Terdapat empat metode pada proses pembelian, yaitu
(Departemen Kesehatan RI, 2008) :
a. Pelelangan (tender) terbuka
Metode tender terbuka berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga, metode ini lebih
menguntungkan. Pelaksanaan tender terbuka memerlukan staf yang kuat, waktu
yang lama serta perhatian penuh.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
6
Universitas Indonesia
b. Tender terbatas
Metode tender terbatas sering disebut sebagai lelang tertutup. Tender dilakukan
pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik.
Harga masih dapat dikendalikan serta tenaga dan beban kerja lebih ringan bila
dibandingkan dengan lelang terbuka.
c. Pembelian dengan tawar-menawar
Metode ini dilakukan bila item tidak penting, tidak banyak dan biasanya
dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu.
d. Pembelian langsung
Metode pembelian langsung digunakan untuk pembelian dalam jumlah kecil
dan barang harus segera tersedia. Harga barang yang ditentukan relatif lebih
mahal.
2. Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan mengemas
kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah
(Departemen Kesehatan RI, 2008) :
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus.
b. Sediaan farmasi dengan harga murah.
c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil.
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran.
e. Sediaan farmasi untuk penelitian.
f. Sediaan nutrisi parenteral.
g. Rekonstruksi sediaan obat kanker.
h. Sediaan farmasi yang harus dibuat baru.
Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas,
kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses
dan produk untuk semua sediaan yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah
dan pengemasan yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus
terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk) (Departemen
Kesehatan RI, 2008).
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
7
Universitas Indonesia
3. Sumbangan/droping/hibah
Pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/sumbangan mengikuti kaidah
umum pengelolaan perbekalan farmasi reguler. Perbekalan farmasi yang tersisa
dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan di saat situasi normal
(Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.2.3. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian. Staf farmasi merupakan bagian
dari tim penerimaan perbekalan farmasi. Pedoman dalam penerimaan perbekalan
farmasi (Departemen Kesehatan RI, 2008):
a. Setiap produk jadi yang telah di produksi oleh pabrik harus mempunyai
certificate of analyse (CA).
b. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk kategori bahan-
bahan berbahaya.
c. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin
(CO).
2.2.4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan
penyimpanan (Departemen Kesehatan RI, 2008):
a. Memelihara mutu sediaan farmasi
b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
c. Menjaga ketersediaan
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut
bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO, dan
disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi
sesuai kebutuhan. Penyimpanan sebaiknya dilakukan dengan memperpendek jarak
gudang dengan depo agar efisien (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
8
Universitas Indonesia
2.2.5. Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah
sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan
rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan dari pendistribusian
adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu,
jenis dan jumlah. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk
dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan (Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 1197 Tahun 2004) :
a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada.
b. Metode sentralisasi atau desentralisasi.
c. Sistem total floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi.
Beberapa kategori sistem pendistribusian perbekalan farmasi adalah :
1. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (Total Floor Stock)
Pada sistem total floor stock, sejumlah perbekalan farmasi disimpan dalam
ruang rawat untuk memenuhi kebutuhan di ruang tersebut. Pendistribusian
perbekalan farmasi menjadi tanggung jawab perawat ruangan. Perbekalan yang
disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala oleh
petugas farmasi (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004).
Keuntungan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004):
a. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi penderita.
b. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS.
c. Pengurangan penyalinan kembali order obat.
d. Pengurangan jumlah personel IFRS yang diperlukan.
Kelemahan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004):
a. Kesalahan obat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh apoteker.
b. Persediaan obat di unit perawat meningkat.
c. Meningkatnya bahaya karena kerusakan dan kehilangan obat.
d. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat.
2. Sistem Resep Perorangan (Resep Individual)
Pada distribusi dengan sistem resep individual, perbekalan farmasi
diberikan kepada pasien sesuai dengan yang tertulis di resep. Pendistribusian
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
9
Universitas Indonesia
perbekalan farmasi dengan sistem resep individual dilakukan melalui instalasi
farmasi (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004).
Keuntungan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004):
a. Resep/order dikaji langsung oleh apoteker.
b. Ada interaksi antara apoteker, dokter, dan perawat.
c. Ada pengendalian persediaan.
Kelemahan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004) :
a. Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat.
b. Obat dapat terlambat sampai ke pasien.
c. Masih memerlukan tenaga perawat untuk menyiapkan obat sebelum diberikan
ke pasien.
d. Kehilangan dan kesalahan penggunaan obat masih cukup besar karena tidak
adanya proses pengawasan ganda.
3. Sistem Unit Dosis
Pada sistem unit dosis, pendistribusian obat dilakukan melalui resep
perorangan yang disiapkan, diberikan/digunakan, dan dibayar dalam unit untuk
penggunaan satu kali dosis (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun
2004). Penyiapan dan pengendalian obat dilakukan oleh instalasi farmasi untuk
tiap waktu penggunaan dalam sehari. Selanjutnya, obat diserahkan kepada
perawat untuk diberikan ke pasien. Sistem unit dosis hanya dapat dilakukan untuk
pasien rawat inap bukan untuk pasien rawat jalan (Siregar, 2004).
Keuntungan dari sistem ini adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008):
a. Pasien hanya membayar obat yang telah dipakainya.
b. Peniadaan kelebihan obat/ yang tidak terpakai di ruang perawatan.
c. Semua obat disiapkan oleh farmasi sehingga perawat mempunyai waktu yang
lebih untuk merawat pasien.
d. Menciptakan sistem pengawasan ganda yaitu oleh farmasi ketika membaca
resep dokter, sebelum dan sesudah menyiapkan obat serta oleh perawat ketika
membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan obat kepada pasien. Hal
ini akan mengurangi kesalahan pengobatan (medication error).
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
10
Universitas Indonesia
e. Memperbesar kesempatan komunikasi antara farmasi, perawat dan dokter serta
pasien.
f. Memungkinkan farmasi mempunyai profil farmasi penderita yang dibutuhkan
untuk Drug Use Review (pengkajian penggunan obat).
g. Mempermudah pengendalian dan pemantauan penggunaan persediaan farmasi.
Kelemahan dari sistem ini adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) :
a. Membutuhkan banyak tenaga farmasi.
b. Meningkatkan biaya operasional.
4. Sistem Distribusi Kombinasi
Sistem distribusi kombinasi adalah sistem distribusi yang menerapkan
sistem resep perorangan (resep individu) dan sistempersediaan di ruangan yang
terbatas. Perbekalan farmasi yang yang disediakan di ruangan adalah perbekalan
farmasi yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan
biasanya perbekalan farmasi yang harganya murah. Keuntungan dari sistem
distribusi kombinasi adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) :
a. Semua resep/prder dikaji langsung oleh apoteker.
b. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker, dokter, perawat
pasien/keluarga pasien.
c. Perbekalan farmasi yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien.
2.2.6. Pengendalian
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang
telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan / kekosongan
obat di unit-unit pelayanan. Kegiatan pengendalian mencakup :
a. Memperkirakan / menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah
stok ini disebut stok kerja.
b. Menentukan stok optimum dan stok pengaman.
c. Menentukan waktu tunggu (leadtime), yaitu waktu yang diperlukan dari mulai
pemesanan sampai obat diterima (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
11
Universitas Indonesia
2.2.7. Penghapusan
Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan
farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi
standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada
pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tujuan dari penghapusan
adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat
dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan
mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi resiko terjadi penggunaan
obat yang tidak memenuhi standar (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.2.8. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor
transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS.
Pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi
adanya mutu obat yang tidak memenuhi standar dan harus ditarik dari peredaran.
Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun manual.
Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan adalah kartu stok dan
kartu stok induk. Manfaat informasi yang dari pencatatan yaitu dapat dengan
cepat mengetahui jumlah persediaan perbekalan farmasi, membantu dalam
pelaporan, informasi untuk perencanaan, pengadaan dan distribusi, pengendalian
persediaan, pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian
dan sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IFRS (Departemen Kesehatan RI,
2008).
Pelaporan merupakan kumpulan catatan dan pendataan kegiatan
administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang
disajiakan kepada pihak yang berkepentingan. Tujuan dari pelaporan adalah
(Departemen Kesehatan RI, 2008) :
a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi
b. Tersedianya informasi yang akurat
c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan
d. Tersedianya data yang lengkap untuk membuat perencanaan.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
12
Universitas Indonesia
2.2.9. Monitoring dan evaluasi
Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan
perbekalan farmasi di rumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring
dan evaluasi (monev). Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai masukan guna
penyusunan perencanaan dan pengambilan keputusan. Pelaksanaan monev dapat
dilakukan secara periodik dan berjenjang. Keberhasilan monev ditentukan oleh
supervisor maupun alat yang digunakan. Tujuan dari monev adalah meningkatkan
produktivitas para pengelola perbekalan farmasi di rumah sakit agar dapat
ditingkatkan secara optimum (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
13 Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENGKAJIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian
Pengambilan data perbekalan farmasi yang digunakan pasien operasi mata
pada Divisi Glaukoma dan Kornea dilakukan di Gedung Kirana RSCM pada
tanggal 6-8 Mei 2013.
3.2 Metode Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan menganalisis data secara retrospektif. Data
yang digunakan adalah data penggunaan perbekalan farmasi pasien yang diambil
melalui sistem IT Teramedik dan data Biaya Paket Operasi Divisi Glaukoma dan
Kornea Kirana tahun 2012.
3.3 Sampel Pengkajian
Pasien yang menjalankan operasi mata pada Divisi Glaukoma dan Kornea
periode Juli - Desember 2012. Jumlah pasien yang dijadikan sampel yaitu 5 orang
yang menggunakan paket pada tindakan trabekulektomi Divisi Glaukoma dan
tindakan secondary implant Divisi Kornea. Pengambilan sampel tersebut
berdasarkan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan di Kirana dari bulan
Juli sampai dengan Desember 2012.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
14 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan hasil analisis diperoleh ketidaksesuaian antara penggunaan
perbekalan farmasi di kamar operasi dengan paket operasi mata tindakan
trabekulektomi Divisi Glaukoma dan tindakan secondary implant Divisi Kornea.
Persentase perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan trabekulektomi Divisi
Glaukoma yang digunakan pasien berkisar antara 23 % sampai 46 % dari 39 item
(lihat Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Jumlah dan persentase perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan
trabekulektomi Divisi Glaukoma yang digunakan pasien.
No Pasien Jumlah Persentase
1. An. IA 10 26 %
2. Tn. GB 12 31 %
3. Ny. S 12 31 %
4. Ny. LM 9 23 %
5. Tn S 18 46 %
Persentase perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan secondary
implant Divisi Kornea yang digunakan pasien berkisar antara 11% sampai 44 %
dari 36 item (lihat Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Jumlah dan persentase perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan
secondary implant Divisi Kornea yang digunakan pasien.
No Pasien Jumlah Persentase
1. Tn. MF 4 11 %
2. Ny. SA 15 42 %
3. Ny. R 10 28 %
4. An. CO 17 47 %
5. An. S 16 44 %
Jenis ketidaksesuaian yang terjadi dari penggunaan perbekalan farmasi
diatas dapat dikelompokkan menjadi perbekalan farmasi yang tidak tersedia dalam
paket, tetapi dibutuhkan pasien dan perbekalan farmasi yang telah disediakan
dalam paket tetapi tidak digunakan pasien. Semua sampel pasien mengalami
minimal salah satu dari jenis ketidaksesuaian tersebut (lihat Tabel 4.3).
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
15
Universitas Indonesia
Tabel 4.3 Jenis ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang digunakan pasien
dengan paket operasi.
No Pasien Perbekalan farmasi
yang tidak tersedia
Perbekalan farmasi
yang tidak digunakan
1. An. IA 1 1
2. Tn. GB 1 1
3. Ny. S 0 1
4. Ny. LM 0 1
5. Tn S 1 1
6. Tn. MF 1 1
7. Ny. SA 1 1
8. Ny. R 1 1
9. An. CO 1 1
10. An. S 1 1
Jumlah 8 10
Persentase jenis ketidaksesuaian yang didapat yaitu sebanyak 44,4 %
kejadian perbekalan farmasi yang tidak tersedia dan 55, 6 % kejadian perbekalan
farmasi dalam paket yang tidak digunakan pasien (lihat Tabel. 4.4 dan Gambar
4.1).
Tabel 4.4 Jumlah dan persentase ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang
digunakan pasien dengan paket operasi.
Jenis ketidaksesuaian Jumlah Perbekalan farmasi
yang tidak tersedia
Perbekalan farmasi
yang tidak digunakan
Jumlah 8 10 18
Persentase 44.4 % 55.6 % 100 %
44,4 %55,6 %Perbekalan farmasiyang tidak tersedia
Perbekalan farmasiyang tidak digunakan
Gambar 4.1 Diagram persentase ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang
digunakan pasien dengan paket operasi.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
16
Universitas Indonesia
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis penggunaan perbekalan farmasi di kamar
operasi dengan paket operasi mata tindakan trabekulektomi Divisi Glaukoma dan
tindakan secondary implant Divisi Kornea periode Juli – Desember 2012,
didapatkan penggunaan perbekalan farmasi oleh pasien dikamar operasi kurang
dari 50 % dari jumlah item yang ada dalam paket. Pada tindakan trabekulektomi
terdapat 39 item perbekalan farmasi yang telah disediakan dalam paket.
Perbekalan farmasi dalam paket tersebut yang digunakan di kamar operasi
berkisar antara 23 % sampai 46 % dari 39 item. Pada tindakan secondary implant,
perbekalan farmasi dalam paket yang digunakan pasien berkisar antara 11%
sampai 44 % dari 36 item. Hal tersebut menandakan bahwa perbekalan farmasi
yang digunakan pasien di kamar operasi tidak sesuai dengan perbekalan farmasi
yang telah disediakan dalam paket operasi.
Jenis ketidaksesuaian yang terjadi yaitu terdapat perbekalan farmasi yang
tidak tersedia dalam paket, tetapi dibutuhkan pasien dan terdapat juga perbekalan
farmasi yang telah disediakan dalam paket tetapi tidak digunakan pasien.
Persentase jenis ketidaksesuaian yang didapat yaitu sebanyak 44,4 % kejadian
perbekalan farmasi yang tidak tersedia dan 55, 6 % kejadian perbekalan farmasi
dalam paket yang tidak digunakan pasien. Hasil analisis menunjukkan bahwa
penyediaan perbekalan farmasi dalam bentuk paket pada tindakan secondary
implant dan tindakan trabekulektomi belum efektif atau tidak sesuai dengan
kebutuhan yang pasien gunakan di ruang operasi. Hal tersebut terjadi karena
kebutuhan individu pasien yang berbeda. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi
perbedaan tersebut adalah kondisi keparahan penyakit yang diderita, usia pasien,
penyakit penyerta, respon pasien terhadap obat dan kecocokan pasien terhadap
alat kesehatan yang digunakan. Apabila perbekalan farmasi yang dibutuhkan
pasien tidak ada di dalam paket, tentu akan menyulitkan tenaga medis pelaksana
operasi untuk mendapatkannya dalam kondisi sedang berlangsungnya operasi.
Kelebihan perbekalan farmasi dari dalam paket juga menambah beban kerja.
Petugas farmasi bertambah beban kerjanya untuk menerima dan menyimpan
kembali perbekalan farmasi tersebut.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
17
Universitas Indonesia
Apoteker berperan penting dalam pengelolaan perbekalan farmasi di
rumah sakit, termasuk perbekalan farmasi paket operasi. Pengelolaan perbekalan
farmasi tersebut harus dikelola dengan baik dan sesuai kebutuhan pasien.
Apoteker dapat memberi saran kepada tim pembuat kebijakan agar sesuai dalam
menentukan perbekalan farmasi pada paket opersai mata. Data perbekalan farmasi
yang digunakan untuk paket operasi harus selalu dievaluasi dan direvisi sesuai
dengan yang digunakan di kamar operasi.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
18 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penggunaan perbekalan farmasi di kamar operasi dengan paket operasi
mata yang telah ditentukan pada Divisi Glaukoma dan Kornea Kirana selama
bulan Juli-Desember 2012 belum sesuai dengan ketersediaan dalam paket.
5.2 Saran
1. Perlu diadakan analisis kesesuaian paket operasi dengan penggunaan
perbekalan farmasi di ruang operasi untuk tindakan yang lain pada Divisi
Glaukoma dan Kornea.
2. Waktu pengambilam sampel pasien untuk analisis diperpanjang agar data yang
diperoleh lebih mewakili untuk jangka waktu yang lebih panjang
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
19 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di
Rumah Sakit. Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1197/MenKes/SK/X/2004
Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
22
1 Universitas Indonesia
Lampiran 1. Perbandingan perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan trabekulektomi dengan perbekalan farmasi yang digunakan
pasien di ruang operasi
No. Paket Operasi Obat Dan Alkes Yang Digunakan
An. IA Tn. GB Ny. S Ny. LM Tn S
1 Alkohol Swab Transamin Inj 250 Mg Water For Injection 25 Ml Xylocain 2 % 2 Ml Inj Xylocain 2 % 2 Ml Inj Occulon Hv 1.6 %
2 Adrenalin (Epineprin Inj) Ondansetron Inj 4 Mg Ikamicetin 1 % Eye Oint 0 W 9560 (benang) 0 W 9560 (benang) Aurovisc Inj 2 Ml
3 Aquadest 500 ml Otsuka
Atracurium Hameln Inj 25
Mg Aurovisc Inj 2 Ml Steril Eye Drape 100 X 70 Steril Eye Drape 100 X 70 Steril Eye Drape 100 X 70
4 Bethadine Cair Asering 500 Ml Otsuka Xylocain 2 % 2 Ml Inj Stab Knife Pe 3015
Spuit 1 Cc Tuberculin
Terumo Stab Knife Pe 3015
5 Blood Set
Verband 4 X 5 Cm
Nasional 0 W 9560 (benang)
Spuit 1 Cc Tuberculin
Terumo Spuit 10 Cc Terumo Spuit 1 Cc Tuberculin Terumo
6 Cresen Knife 2.00 Mm Vasofix Safety 24 Steril Eye Drape 100 X 70 Spuit 10 Cc Terumo Sarung Tangan Gamex No 7.5 Spuit 10 Cc Terumo
7
Cornea Knife 1.50 Mm
(Slit Angled 2.75 Mm) Vasofix Safety 22 Stab Knife Pe 3015
Sarung Tangan Gamex No
8 Sarung Tangan Gamex No 7 Slit Angled Knife 2.75 Mm
8 Dibekacin Inj Spuit 5 Cc Terumo
Spuit 1 Cc Tuberculin
Terumo
Sarung Tangan Gamex No
6.5 Mqa Eye Sponge Sarung Tangan Gamex No 7.5
9
Dop Mata/Global
Eyeshield Col White Dop
Mata Plastik
Spuit 3 Cc Terumo Spuit 10 Cc Terumo 0 Us - 1002 Lzn (benang) Global Eyeshield Col White
Dop Mata Plastik Sarung Tangan Gamex No 6.5
10 Sterile Eye Drape Sevorane 250 Ml
Sarung Tangan Gamex No
7.5 Mqa Eye Sponge Mqa Eye Sponge
11 Cendoxytrol 5cc Sedacum Inj 5 Mg
Sarung Tangan Gamex No
6.5
Global Eyeshield Col
White Dop Mata Plastik
Global Eyeshield Col White Dop
Mata Plastik
12 Cendo Floxa Mnds Leukomed Iv 5.8 X 8 Optem Cressent Knife Cressent Knife
13
Microshield Hand Rub
500 Ml Ketorollac Inj 10mg Mqa Eye Sponge Acrysoft Natural Sp Sn 60 At
14 Handschoen Steril Gamex Infus Set Terumo Mitomycin C Inj 10 Mg 0 W 9560 (benang)
15
Handschoen Non Steril
Gamex Fentanil Inj 2 Ml
Micropore Dispenser 1/2
Inchi Steril Eye Drape 100 X 70
Keterangan : Kolom yang berwarna kuning adalah perbekalan farmasi yang masuk ke dalam paket operasi
20
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
23
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Perbandingan perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan trabekulektomi dengan perbekalan farmasi yang digunakan
pasien di ruang operasi (lanjutan)
No. Paket Operasi Obat Dan Alkes Yang Digunakan
An. IA Tn. GB Ny. S Ny. LM Tn S
16 Masker Tali 0 W 9560 (benang)
Spuit 1 Cc Tuberculin
Terumo
17 Kassa Depper Steril Eye Drape 100 X 70 Spuit 10 Cc Terumo
18 Kassa Kecil Stab Knife Pe 3015
Sarung Tangan Gamex No
8
19 Visco Elastic (Hpmc) Spuit 3 Cc Terumo
Sarung Tangan Gamex No
7.5
20 Lidi Watten/Cotton Bud Spuit 1 Cc Tuberculin Terumo Optem
21 Marcain Pdf Inj 0.5 % 20 Ml Sarung Tangan Gamex No 7 Mqa Eye Sponge
22 Xylocain 2 % 2 Ml Inj Sarung Tangan Gamex No 6.5
Global Eyeshield Col
White Dop Mata Plastik
23 Vicryl 8.0 W 9560 Sangofix
24 Micropore 1" 0 Us - 1002 Lzn (benang)
25 Mqa Eye Sponge Mqa Eye Sponge
26
Nylon Spatula 10 - 0 Us - 1002
Lzn
Global Eyeshield Col White Dop
Mata Plastik
27 Opthalmic Cautery Cressent Knife
28 Oradexon (Kalmetason)
29 Pantocain 0.5 % 5 Cc
30 Bss
31 Gygazyme
32 Gygasep
33 Theralin
34 Salep Mata (Ikamicetine)
35 Spuit 1 Cc Terumo
36 Spuit 10 Cc Terumo
37 Spuit 20 Cc Terumo
38 Mitomycin C Inj 10 Mg
Keterangan : Kolom yang berwarna kuning adalah perbekalan farmasi yang masuk ke dalam paket operasi
21
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
24
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Perbandingan perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan secondary implant dengan perbekalan farmasi yang digunakan
pasien di ruang operasi
No. Paket Operasi Perbekalan Farmasi yang Digunakan
Tn. MF Ny. SA Ny. R An. CO An. S
1 Iol Water For Injection 25 Ml Occulon Hv 1.6 % Occulon Hv 1.6 % Water For Injection 25 Ml Granon Inj 1 Mg
2 Alkohol Swab Roculax Inj 50 Mg Kalmethason Inj 5 Mg Bss Medeq Prostigmin Inj
Atracurium Hameln Inj 25
Mg
3 Aquadest 500ml Kalmethason Inj 5 Mg Carbachol Inj Steril Eye Drape 100 X 70 Ondansetron Inj 4 Mg Vasofix Safety 24
4 Betadine Cair Granon Inj 1 Mg Bss Medeq Spuit 3 Cc Terumo Kalmethason Inj 5 Mg Vasofix Safety 22
5 Blood Set Ephedrin Hcl Inj 50 Mg Aurovisc Inj 2 Ml Spuit 1 Cc Tuberculin Terumo
Atracurium Hameln Inj 25
Mg Suction Catheter No 8
6 Slit Angled Knife 2.75 Mm Asering 500 Ml Otsuka Xylocain 2 % 2 Ml Inj Spuit 10 Cc Terumo Asering 500 Ml Otsuka Spuit 5 Cc Terumo
7 Cresen Knife 2.00mm Vasofix Safety 20 Steril Eye Drape 100 X 70 Slit Angled Knife 2.75 Mm Vasofix Safety 24 Spuit 3 Cc Terumo
8 Dibekacin Inj Suction Catheter No 12 Stab Knife Pe 3015 Sarung Tangan Gamex No 7.5 Spuit 5 Cc Terumo Sevorane 250 Ml
9
Global Eyeshield Col White
Dop Mata Plastik Suction Catheter No 10 Spuit 5 Cc Terumo Sarung Tangan Gamex No 6.5 Spuit 3 Cc Terumo Leukomed Iv 5.8 X 8
10 Sterile Eye Drape Spuit 5 Cc Terumo Spuit 3 Cc Terumo Optem Spuit 10 Cc Terumo Ketorollac Inj 10mg
11 Cendo Floxa Mnds Spuit 3 Cc Terumo Spuit 20 Cc Terumo Sojourn 250 Ml Infus Set Terumo
12
Microshield Handrub 500
Ml Spuit 10 Cc Terumo
Spuit 1 Cc Tuberculin
Terumo
Midazolam Hameln Inj 15
Mg Fentanil Inj 2 Ml
13 Handschoen Steril Gamex Remopain Inj 30 Mg Spuit 10 Cc Terumo
Micropore Dispenser 1
Inchi Atropin Sulfat Inj
14
Handschoen Non Steril
Sensi Glove
Micropore Dispenser 1
Inchi Slit Angled Knife 2.75 Mm
Masker Oksigen Pediatric Optiblu Inj
15 Head Caps Masker Oksigen Adult
Sarung Tangan Gamex No
7.5
Lidocain Inj Occulon Hv 1.6 %
16 Masker Tali Lidocain Inj
Sarung Tangan Gamex No
7
Leukomed Iv 5.8 X 8 Kalmethason Inj 5 Mg
17 Kassa Depper Leukomed Iv 5.8 X 8 0 Us - 1002 Lzn (benang) Ketorollac Inj 10mg Ikamicetin 1 % Eye Oint
18 Kassa Kecil Isoflurane 250 Ml Mqa Eye Sponge Infus Set Terumo Bss Medeq
19 Visco Elastic (Hpmc) Fresofol Inj 1 % 20 Ml
Micropore Dispenser 1/2
Inchi
Fentanil Inj 2 Ml Aurovisc Inj 2 Ml
Keterangan : Kolom yang berwarna kuning adalah perbekalan farmasi yang masuk ke dalam paket operasi
22
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
25
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Perbandingan perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan secondary implant dengan perbekalan farmasi yang digunakan
pasien di ruang operasi (lanjutan)
No Paket Operasi Perbekalan Farmasi yang Digunakan
Tn. MF Ny. SA Ny. R An. CO An. S
20 Lidi Watten/Cotton Bud Fentanil Inj 2 Ml Lensa Ispheric Pc 60 R Farmadol Drip 100 Ml Xylocain 2 % 2 Ml Inj
21 Micropore 1" Blood Set Terumo Blood Set Terumo Atropin Sulfat Inj Stab Knife Pe 3015
22 Mqa Eye Sponge Viscoat 0.75 Ml Spuit 5 Cc Terumo
23
Nylon Spatula 10 - 0 Us -
1002 Lzn
Kalmethason Inj 5 Mg Spuit 3 Cc Terumo
24 Opthem Ikamicetin 1 % Eye Oint Spuit 20 Cc Terumo
25 Oradexon/Kalmetaxon
Carbachol Inj
Spuit 1 Cc Tuberculin
Terumo
26 Pantocain 0.5 % 5 Cc Bss Medeq Spuit 10 Cc Terumo
27 Bss Aurovisc Inj 2 Ml Slit Angled Knife 2.75 Mm
28 Gygazyme
Steril Eye Drape 100 X 70
Sarung Tangan Gamex No
7.5
29 Gygasep
Spuit 5 Cc Terumo
Sarung Tangan Gamex No
6.5
30 Theralin Spuit 3 Cc Terumo Optem
31 Spuit 1 Cc Terumo
Spuit 1 Cc Tuberculin
Terumo Mqa Eye Sponge
32 Spuit 10 Cc Terumo Spuit 10 Cc Terumo Lensa Ispheric Pc 60 R
33 Spuit 3 Cc Terumo
Slit Angled Knife 2.75
Mm
Global Eyeshield Col White
Dop Mata Plastik
34 Spuit 5 Cc Terumo Optem
35 Spuit 20 Cc Terumo 0 Us - 1002 Lzn (benang)
36 Carbacol/Miostat Mqa Eye Sponge
37 0 W 329 (benang)
38 Lensa Ispheric pc 60 r
39
Global Eyeshield col
White Dop Mata Plastik
Keterangan : Kolom yang berwarna kuning adalah perbekalan farmasi yang masuk ke dalam paket operasi
23
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013