anisa j3l208123

Upload: annisa-baraba

Post on 06-Jul-2015

2.354 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

i

ABSTRAKANISA. Analisis Lengkap Asam Askorbat sebagai Bahan Baku Suplemen Makanan Di PT Bayer Indonesia Cabang Cimanggis. Dibimbing oleh BUDI ARIFIN dan SANNARIA MARPAUNG. Mutu produk akan sangat ditentukan oleh mutu bahan bakunya. Oleh sebab itu, pengujian terhadap setiap bahan baku sangat penting dilakukan. Asam askorbat merupakan salah satu bahan baku utama pada produk suplemen makanan yang diproduksi oleh PT Bayer Indonesia. Analisis lengkap asam askorbat bertujuan menjamin agar produk suplemen yang diperoleh aman dan bermutu sesuai dengan kriteria yang dianjurkan oleh Farmakope Eropa. Hasil pengujian menunjukkan asam askorbat berbentuk kristal putih dengan titik lebur 189.2 C dan mudah larut dalam sampai 10% (b/v). Larutan asam askorbat jernih, dengan nilai pH dan kekeruhan berturut-turut 2.27 dan 0.335 NTU (untuk larutan 5%[b/v]) serta nilai rotasi optis +20.97 (untuk larutan 10%[b/v]). Kemurnian asam askorbat juga sangat tinggi dengan kadar asam askorbat 100.07%, sedangkan pengotor logam berat < 1ppm, kadar Cu 0.25 ppm, kadar Fe 0.04 ppm, dan kadar abu sulfat tidak terdeteksi. Spektrum inframerah transformasi Fourier juga sesuai dengan standar. Semua hasil pengujian ini memenuhi standar Farmakope Eropa, maka dapat disimpulkan bahwa bahan baku asam askorbat di PT Bayer Indonesia bermutu baik dan layak digunakan.

ABSTRACTANISA. Complete Analysis of Ascorbic Acid as Raw Material of Food Supplement In PT Bayer Indonesia Cimanggis Plant. Under direction by BUDI ARIFIN and SANNARIA MARPAUNG. The product quality will be largely determined by the quality of their raw materials. Therefore, testing of each raw material are essential. Ascorbic acid is one of the main raw materials in food supplement products manufactured by PT Bayer Indonesia. Complete analysis of ascorbic acid aimed at ensuring product and quality of the supplement product in accordance with the criteria recommended by European Pharmacopoeia. The result showed that ascorbic acid was white crystalline with melting point of 189.2 C ang readily soluble in water up to 10% (w/v). Ascorbic acids solution was transparent, with pH and turbidity values of 2.27 and 0.335 NTU, respectively (for 5% [w/v] solution) and optical rotation values of +20.97 (for 10% [w/v] solution). The ascorbic acid also had high purity, its ascorbic acids content was 100.07%, whereas the heavy metal content was less than 1 ppm, the Cu content 0.25 ppm, the Fe content 0.04 ppm, and undetectable sulphate-ash content. Fourier transform infrared spectrum also matched with standar. All of these result fulfilled the European Pharmacopeia standard, so it could be concluded that ascorbic acid raw material in PT Bayer Indonesia was good quality and fit for use.

ii

ANALISIS LENGKAP ASAM ASKORBAT SEBAGAI BAHAN BAKU SUPLEMEN MAKANAN DI PT BAYER INDONESIA CABANG CIMANGGIS

ANISA

Laporan Praktik Kerja Lapangan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Diploma Keahlian Analisis Kimia

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

iii

Judul Nama NIM Program Keahlian

: Analisis Lengkap Asam Askorbat sebagai Bahan Baku Suplemen Makanan di PT Bayer Indonesia Cabang Cimanggis : Anisa : J3L208123 : Analisis Kimia

Menyetujui, Pembimbing Institusi Pembimbing Lapangan

Budi Arifin, M.Si NIP 19830109 2006 04 1 004

Sannaria Marpaung, Apt

Mengetahui, Direktur Program Diploma Koordinator Program Keahlian

Prof. Dr. Ir. M. Zairin Junior, M.Sc NIP 19590218 198601 1 001

Armi Wulanawati, M.Si NIP 19690725 2000 03 2 001

Tanggal Lulus:

iv

PRAKATAPuji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan.Judul yang dipilih dalam praktik kerja lapangan yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2011ini ialah Analisis Lengkap Asam Askorbat sebagai Bahan Baku Suplemen Makanan di PT Bayer Indonesia Cabang Cimanggis. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Armi Wulanawati,M.Si sebagai koordinatorprogram keahlian Analisis Kimia Diploma IPB, Bapak Budi Arifin, M.Si selaku pembimbing institusi dan Ibu Sannaria Marpaung, Apt selaku pembimbing lapangan. Di samping itu penulis juga berterima kasih kepada Bapak Ichsan Kurniawan, Ibu Pika Dinar dan seluruh staf Laboratorium Bahan Baku Departemen Quality Control PT Bayer Indonesia yang telah membantu selama PKL berlangsung. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Arnis Farida Kusuma, Khairinnisa, Yulia Ayu Lestari, Rifki Haryadi, Resty Nur Anggraeni, dan teman-teman Analisis Kimia angkatan 45 atas kebersamaan dan dukungan yang diberikan selama ini. Semoga laporan tugas akhir ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2011

Anisa

v

RIWAYAT HIDUPPenulis dilahirkan di Depok pada tanggal 6 Agustus 1987. Penulis merupakan anak kelima dari enam bersaudara pasangan Abdullah Baraba dan Rosidah Bazghefan. Pendidikan yang terakhir ditempuh penulis ialah Sekolah Menengah Kejuruan Analisis Kimia Tunas Harapan Jakarta Timur. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan kuliah dan menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor Diploma 3 Program Keahlian Analisis Kimia melalui jalur tes (reguler). Penulis berkesempatan melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Laboratorium Bahan Baku Departemen Quality Control PTBayer Indonesia Cabang Cimanggis, Depok.

vi

DAFTAR ISIHalaman DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii I II PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 KEADAAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah dan Perkembangan PT Bayer Indonesia......................................... 2 2.2 Manajemen Laboratorium .............................................................................. 3 2.3 Produk-produk PT Bayer Indonesia Cabang Cimanggis ........................... 3 TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Suplemen Makanan ......................................................................................... 4 3.2 Asam Askorbat ................................................................................................ 5 3.3 Teori Alat.......................................................................................................... 6 3.4 Prinsip Percobaan ............................................................................................ 8 BAHAN DAN METODE 4.1 Alat dan Bahan ................................................................................................. 10 4.2 Metode Percobaan ......................................................................................... 10 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 14 SIMPULAN DAN SARAN 6.1Simpulan .......................................................................................................... 21 6.2 Saran ................................................................................................................ 21 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 22 LAMPIRAN ................................................................................................ 23

III

IV

V VI

vii

DAFTAR TABELHalaman 1 Hasil analisis lengkap asam askorbat lot 11030252 ......................................... 14

DAFTAR GAMBARHalaman 1 Struktur asam L-askorbat dan stereoisomernya. ................................................. 5 2 Oksidasi asam L-askorbat dalam air. .................................................................. 6 3 Struktur kelat besi (III) L-askorbat. .................................................................. 18 4 Reaksi asam L-askorbat dengan logam Cu dan oksigen................................... 18 5 Reaksi asam askorbat dengan iodin.................................................................. 19

DAFTAR LAMPIRANHalaman 1 Struktur organisasi PT Bayer Indonesia Cabang Cimanggis ........................... 24 2 Skema alat spektrofotometer FTIR .................................................................. 25 3 Skema alat polarimeter ..................................................................................... 26 4 Skema alat AAS ............................................................................................... 27 5 Spektrum FTIR ................................................................................................. 28 6 Perhitungan rotasi optis dan kadar abu sulfat asam askorbat ........................... 29 7 Penentuan kadar logam berat secara kolorimetri visual ................................... 30 8 Perhitungan kadar Cu dan Fe dalam asam askorbat dengan AAS ................... 31 9 Perhitungan kadar asam askorbat dengan iodometri ........................................ 33

1

I PENDAHULUANLangkah awal program penjaminan mutu (quality assurance) ialah melalui pengawasan mutu (quality control) agar dihasilkan produk akhir yang aman dan bermutu. Pengawasan mutu dilakukan pada bahan baku, bahan kemasan, proses produksi, produk akhir, hingga tempat penyimpanan. Mutu produk akan sangat ditentukan oleh mutu bahan bakunya. Oleh sebab itu, pengujian terhadap setiap bahan baku sangat penting dilakukan. Secara spesifik, pengujian bahan baku pada produk suplemen makanan juga bertujuan menjamin tingkat kemurnian serta cemaran yang ada pada bahan baku karena hal tersebut dapat berpengaruh terhadap kandungan nutrisi dan mutu produk akhir suplemen makanan. Di PT Bayer Indonesia bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh Farmakope Eropa karena produk yang dihasilkan juga akan diekspor ke beberapa negara Asia dan Eropa. Asam askorbat merupakan salah satu bahan baku utama pada produk suplemen makanan yang diproduksi oleh PT Bayer Indonesia. Dalam praktik kerja lapangan (PKL) ini, analisis lengkap asam askorbat bertujuan menjamin agar produk suplemen yang diperoleh aman dan bermutu sesuai dengan kriteria yang dianjurkan oleh Farmakope Eropa. Kegiatan PKL dilaksanakan di Laboratorium Bahan Baku pada Departemen Quality Control PT Bayer Indonesia Cabang Cimanggis yang berlokasi di Jalan Raya Bogor Km 32, Cimanggis, Depok. PKL dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu dari tanggal 1 Maret sampai 29 April 2011.

2

II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN2.1 Sejarah dan Perkembangan PT Bayer Indonesia PT Bayer Indonesia merupakan perusahaan swasta yang bergerak di bidang obat-obatan, didirikan pada tanggal 14 Maret 1969 dengan akte notaris atas nama Elisa Pondaag No.20 yang disahkan oleh Menteri Kehakiman No. 7A5. 32. 25 tertanggal 25 Maret 1969. PT Bayer Indonesia didirikan atas dasar lisensi dari PT Bayer Actien Gen Shell Schaft sebagai perusahaan penanaman modal asing yang mula-mula sahamnya dipegang sepenuhnya oleh PT Bayer Actien Gen Shell Schaft. Pertama didirikan pada tahun 1969, PT Bayer Indonesia hanya berfungsi sebagai distributor produksi obat-obatan perusahaan Bayer negara lainnya. Pada tahun 1971, PT Bayer Indonesia mulai memproduksi obat-obatan yang digunakan untuk manusia dengan nama PT Bayer Pharma Indonesia yang berlokasi di Jalan Raya Jakarta Bogor Km 28, Cibubur. Pada tahun 1972 PT Bayer Pharma Indonesia mengembangkan lagi usahanya, yaitu dengan mendirikan PT Bayer Agro Chemical yang memproduksi obat-obatan serangga seperti insektisida dan pestisida. PT Bayer Agro Chemical ini berlokasi di kawasan Pulo Gadung. Pada tahun 1981, dengan semakin berkembangnya PT Bayer Pharma Indonesia dan PT Bayer Agro Chemical, didirikanlah PT Bayer Anyer Chemical di Gresik, Jawa Timur (sekarang sudah ditutup). PT Bayer Anyer Chemical ini memproduksi bahan-bahan pakan ternak, obat-obatan untuk hewan ternak, juga bahan baku obat yang diperlukan PT Bayer Pharma Indonesia (misalnya, Asetosal dan Piperazin). Pada bulan Mei 1982, dilakukan penggabungan (merjer) antara PT Bayer Pharma Indonesia, PT Bayer Agro Chemical, dan PT Bayer Anyer Chemical. Nama perusahaan berubah dari PT Bayer Pharma Indonesia menjadi PT Bayer Indonesia yang berlokasi di Cibubur, Jakarta Timur sampai sekarang. Pada tahun yang sama perseroan melakukan go public dan menawarkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Tahun 1997, PT Bayer Indonesia berubah nama menjadi PT Bayer Indonesia Tbk.

3

Tanggal 31 Desember 2002, PT Bayer Indonesia Tbk. melakukan divestasi usaha produk kesehatan rumah tangga setelah pemegang saham PT Bayer Indonesia Tbk. menyetujui penjualan produk kesehatan rumah tangga kepada PT Johnson Home Hygiene Products pada rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB). Pada saat yang sama perseroan membeli seluruh saham PT Aventis Crop Science Indonesia. Penggabungan usaha agrokimia dua perusahaan tersebut telah menempatkan perseroan di jajaran atas pemimpin pasar. Pada awal tahun 2005, PT Roche Divisi OTC secara resmi dibeli oleh PT Bayer Indonesia. Sejak saat itu PT Roche Indonesia di Cimanggis resmi menjadi milik PT Bayer Indonesia yang sekarang dikenal sebagai PT Bayer Indonesia Cabang Cimanggis dan sedikit demi sedikit merek dagang dari produk PT Roche diambil alih oleh PT Bayer Indonesia. Struktur organisasi PT Bayer Indonesia Cabang Cimanggis dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.2

Manajemen Laboratorium Departemen Quality Assurance/Quality Control (QA/QC) merupakan

bagian yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan menjamin produk-produk yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan Farmakope Eropa sehingga produkproduk tersebut dapat digunakan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan tersebut dilakukan melalui serangkaian proses analisis yang dilakukan di laboratorium, mulai dari bahan kemasan, bahan baku, hingga menjadi produk jadi, dan juga terhadap serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan proses produksi, seperti analisis sediaan yang sudah mengalami proses tableting dan sudah dikemas.

2.3

Produk-produk PT Bayer Indonesia Cabang Cimanggis Produk-produk yang ada di PT Bayer Indonesia Cabang Cimanggis dibagi

dalam 3 kelompok, yaitu produk farmasi yang dibuat sendiri, produk farmasi impor yang belum dikemas, dan produk farmasi yang diimpor dari pusat dan sudah siap diedarkan. Produk tersebut merupakan golongan multivitamin, suplemen makanan, psikotropika, analgesik, antipiretik, dan expectorensia.

4

III TINJAUAN PUSTAKA3.1 Suplemen Makanan Pola hidup masyarakat modern yang serba praktis merupakan sumber terjadinya ketidakseimbangan metabolisme tubuh, yang mengakibatkan tingkat imunitas rendah, risiko stres tinggi, gangguan pencernaan, dan gangguan metabolik lainnya. Tingginya cemaran yang berasal dari lingkungan sekitar seperti udara, air, dan makanan menambah buruk kondisi ini. Hal tersebut dapat menurunkan mutu hidup dan produktivitas manusia. Suplemen makanan merupakan alternatif bagi masyarakat modern untuk memenuhi asupan nutrisi harian. Kongres Undang-undang Suplemen Makanan, Kesehatan, dan Pendidikan (DSHEA) 1994 mendefinisikan suplemen makanan sebagai produk yang dikonsumsi secara oral yang mengandung bahan yang diketahui kandungannya dengan tujuan melengkapi diet harian. Bahan makanan dalam produk ini dapat mencakup vitamin, mineral, tumbuhan herbal, asam amino, serta zat-zat seperti enzim dan zat metabolit. Suplemen makanan juga dapat berupa ekstrak atau konsentrat dan dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, seperti tablet, tablet efervesen, sirup, kapsul, gel lunak, cairan, dan bubuk. Apapun bentuk-bentuk suplemen makanan tersebut, DSHEA telah menempatkannya dalam kategori khusus di bawah kategori umum makanan, bukan obat, dan mengharuskan setiap suplemen ditandai sebagai suplemen makanan (US FDA 1995). Suplemen makanan harus memenuhi semua segi yang relevan dari undang-undang makanan, yakni segi komposisi, pembuatan, dan penggunaannya. Karena itu, segala hal yang bersangkutan dengan mutu suplemen makanan harus diperhatikan, salah satunya adalah bahan baku. Bahan baku yang digunakan harus aman untuk dikonsumsi, kadar bahan aktif pada bahan baku harus diketahui kemurniannya secara akurat, dan cemaran pada bahan baku seperti logam berat atau benda asing lainnya harus dikendalikan jumlahnya. Cemaran ini dapat memengaruhi mutu bahan baku dan mengurangi umur simpannya (EHPM 2007).

5

3.2

Asam Askorbat Asam askorbat sintetik berbentuk kristal putih yang mudah larut dalam air.

Dalam keadaan kering asam askorbat cukup stabil, tetapi dalam bentuk larutan mudah rusak bila berinteraksi dengan udara (oksidasi), cahaya, dan panas. Keberadaan logam transisi seperti tembaga dan besi juga dapat merusak asam askorbat. Asam askorbat merupakan asam lemah dengan nilai pH 2, rumus molekul C6H8O6, dengan titik lebur (190 2) C dan rotasi optis +(200.5) dalam air. Asam askorbat memiliki 2 atom C kiral, yaitu pada atom karbon ke-4 dan ke5, maka memiliki 4 bentuk stereoisomer (Davies et al. 1991). Bentuk-bentuk steroisomer asam askorbat ditunjukkan pada Gambar 1. Asam L-askorbat adalah lakton (ester dari asam hidroksikarboksilat) dengan ciri gugus enediol yang bersifat reduktor kuat. Asam D-askorbat, ialah enantiomer dari asam L-askorbat, jarang ditemukan di alam. Asam L- dan asam D-isoaskorbat lebih sering digunakan sebagai bahan antioksidan pada industri daging olahan untuk mencegah oksidasi dan melindungi warna pada daging (Eitenmiller et al. 2008).

Asam L-askorbat

Asam D-askorbat

Asam L-isoaskorbat

Asam D-isoaskorbat

Gambar 1 Struktur asam L-askorbat dan stereoisomernya. (Roomi & Tsao 1998)

6

Asam askorbat dapat berperan sebagai penangkal radikal bebas. Ketika asam askorbat bereaksi dengan radikal bebas, radikal bebas akan mendapat elektron dari asam askorbat dan menjadi tidak reaktif lagi. Sebaliknya, asam askorbat akan membentuk radikal semidehidroaskorbat. Radikal ini tidak reaktif dan tidak bersifat reduktor maupun oksidator. Dua molekul radikal dapat membentuk 1 molekul asam L-askorbat dan 1 molekul dehidroaskorbat, Gambar 2 menunjukkan oksidasi asam L-askorbat menjadi asam L-dehidroaskorbat dalam air. Bentuk asam L-dehidroaskorbat adalah askorbat yang kehilangan 2 elektron, tidak stabil, dan hancur dalam cara yang sukar dijelaskan membentuk asam oksalat dan L-treonat. Baik asam L-askorbat (bentuk tereduksi) maupun Ldehidroaskorbat (bentuk teroksidasi) sama-sama mempunyai keaktifan sebagai vitamin C (Hickey & Roberts 2004).

Gambar 2 Oksidasi asam L-askorbat dalam air. (Hickey & Robert 2004)

3.3 3.3.1

Teori Alat Spektrofotometer InframerahTransformasi Fourier (FTIR) Setiap molekul memiliki harga energi tertentu. Bila suatu senyawa

menyerap energi dari sinar inframerah, maka tingkat energi di dalam molekul itu akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi. Sesuai dengan energi inframerah, akan terjadi perubahan energi vibrasi, disertai dengan perubahan energi rotasi. Vibrasi yang digunakan untuk identifikasi gugus fungsi adalah vibrasi ulur di daerah antara 4000 dan 2000 cm-1. Daerah 2000400 cm-1 biasanya sangat rumit, karena serapan vibrasi ulur maupun tekuk ada pada daerah tersebut, yang disebut daerah sidik jari (Takeuchi 2006). Skema alat dapat dilihat pada Lampiran 2.

7

Prinsip kerja spektrofotometer inframerah adalah fotometri. Sinar dari sumber sinar inframerah merupakan kombinasi dari panjang gelombang yang berbeda-beda. Sinar yang melalui interferometer akan difokuskan pada tempat sampel. Sinar yang ditransmisikan oleh sampel difokuskan ke detektor. Perubahan intensitas sinar menghasilkan suatu gelombang interferens. Gelombang ini diubah menjadi sinyal oleh detektor, diperkuat oleh penguat, lalu diubah menjadi sinyal digital. Pada sistem optik FTIR, radiasi laser diinterferensikan dengan radiasi inframerah agar sinyal radiasi inframerah diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik (Khopkar 2008).

3.3.2

pH-Meter Cara paling baik menentukan derajat keasaman suatu zat adalah dengan

menggunakan instrumen pH-meter yang didasarkan perbedaan pengukuran tegangan listrik. Untuk mengukur pH dengan metode ini digunakan 2 buah elektrode, yaitu elektrode penunjuk dan elektrode pembanding. Potensial elektrode penunjuk bergantung pada nilai pH larutan, biasanya elektrode kaca, sedangkan potensial elektrode pembanding selalu tetap dan tidak bergantung pada pH larutan, contohnya elektrode kalomel (Svehla 1990).

3.3.3

Turbidimeter Turbidimeter adalah alat pengukur kekeruhan larutan. Prinsip dasar alat ini

adalah besarnya cahaya yang dihamburkan sebanding dengan jumlah suspensi pada analit. Turbiditas merupakan sifat optis cairan yang menunjukkan kejernihan dan kekeruhan yang disebabkan dispersi sinar. Semakin tinggi konsentrasi fase terdispersi, semakin besarjumlah cahaya yang tersebar (Khopkar 2008).

3.3.4 Polarimeter Prinsip kerja alat polarimeter adalah sinar yang datang dari sumber cahaya akan dilewatkan melalui prisma polarisator (polarizer), kemudian diteruskan ke sel yang berisi larutan. Sinar terpolarisasi yang telah dibelokkan oleh contoh akhirnya menuju prisma penganalisis (analizer) tempat sudut putaran optis diamati dan diukur (Khopkar 2008). Skema alat dapat dilihat pada Lampiran 3.

8

3.3.5

Spektroskopi Serapan Atom (AAS) Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom menyerap

cahaya pada panjang gelombang tertentu bergantung pada sifat unsurnya, dan mengalami transisi elektronik yang bersifat spesifik. Atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Berdasarkan hubungan antara konsentrasi dan absorbans, hukum Lambert-Beer dapat digunakan jika sumbernya monokromatis. Pada AAS, panjang gelombang garis absorpsi resonans identik dengan garis emisi disebabkan keserasian transisinya. Untuk itu, diperlukan sumber radiasi yang mengemisikan sinar pada panjang gelombang tepatsama dengan pada proses absorpsinya. Dengan cara ini, efek pelebaran puncak dapat dihindarkan. Sumber radiasi tersebut dikenal sebagai lampu katode berongga(Khopkar 2008).Skema alat ditunjukkan pada Lampiran 4.

3.4 3.4.1

Prinsip Percobaan Prinsip Penentuan Kadar Abu Sulfat Abu adalah unsur-unsur mineral anorganik yang tertinggal setelah contoh

diarangkan sampai bebas karbon dan air. Oksida logam tidak akan hilang dengan pemijaran dalam muffle. Dengan penambahan asam sulfat pekat, akan terbentuk senyawa sulfat. Kadarnya dapat diperoleh dengan membandingkan bobot abu dengan bobot contoh (Ismail 2000).

3.4.2 Prinsip Penentuan Logam Berat Prinsip penentuan logam berat pada sampel asam askorbat adalah kolorimetri visual. Larutan sampel dibandingkan dengan larutan standar Pb 1 ppm secara visual, dengan penambahan tioasetamida dalam suasana asam. Tioasetamida akan membebaskan H2S yang akan bereaksi dengan ion Pb2+ membentuk PbS yang berwarna hitam (Svehla 1990).

3.4.3

Prinsip Penentuan Kadar Asam Askorbat secara Iodometri Kadar asam askorbat dapat ditetapkan dengan cara titrasi iodometri dengan

I2 sebagai penitar. Asam askorbat dalam contoh yang bersifat sebagai reduktor akan teroksidasi oleh I2 dalam suasana asam membentuk asam dehidroaskorbat,

9

dan I2 akan tereduksi membentuk asam iodida. Indikator yang digunakan adalah kanji, yang akan membentuk kompleks berwarna biru dengan kelebihan iodin pada titik akhir titrasi (Winarno 1992).

10

IV BAHAN DAN METODE4.1 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada percobaan ialah polarisasi automatis Atago AP300, spektrofotometer Varian 640 IR, radas untuk titik leleh Mettler FP6, Turbidimeter 2100 AN,781 ion meter, rapid incinerator, AAS Varian 220 F.716 Dosimat, neraca analitik, serta alat-alat kaca yang lazim di laboratorium. Bahan yang digunakan pada percobaan ialah air distilasi, larutan standar kuning kecokelatan 7 (BY7), HCl 37%, I20.1 N, Na2S2O30.1 N, KIO3, KI, indikator kanji, CH3COOH 12%, HNO3 0.1 M, larutan standar Fe 1000 ppm, larutan standar Cu 1000 ppm, KBr, H2SO4 98%, larutan standar Pb 1000 ppm, bufer pH 3.5, dan tioasetamida.

4.2

Metode Percobaan Metode dan standar analisis lengkap asam askorbat menggunakan

ketetapan Farmakope Eropa. Berdasarkan Farmakope Eropa terdapat 20 parameter yang harus dipenuhi oleh asam askorbat untuk dapat digunakan sebagai bahan baku suplemen makanan. Empat belas diantaranya diuji dalam PKL ini dengan mengacu pada prosedur yang telah ditetapkan oleh Farmakope Eropa, sedangkan 6 parameter lainnya yaitu pengotor C, D, E, total pengotor, residu metanol, dan residu etanol tidak dilakukan dan mengacu pada nilai yang telah tercantum pada certificate of analysis (CoA) yang diberikan oleh pemasok bahan baku.

4.2.1 Uji Pendahuluan Uji pendahuluan asam askorbat meliputi pengujian fisik secara bahan visual, yaitu bentuk,warna, kelarutan dalam air, dan warna larutan sampel. Sebanyak 5 g sampel ditimbang dan dilarutkan dengan air distilasi bebas karbon dioksida ke dalam labu takar 50 mL, lalu diamati kelarutannya. Warna larutan dibandingkan dengan larutan standar BY7 (kuning kecokelatan) secara visual. Pembacaan FTIR dilakukan dengan spektrofotometer Varian 640 IR menggunakan aplikasi variant resolution pro. Dipilih menu variant resolution prolalu menu method editor, akan keluar kotak dialog untuk mengatur nama

11

spektrum, jumlah pemayaran, jumlah resolusi yang ingin digunakan, dan tipe pembacaan hasil. Lempeng latar belakangdimasukkan ke dalam wadah yang tersedia pada alat FTIR lalu pada kotak dialog yang sudah diatur dipilih background, instrumen akan membaca latar belakang. Apabila hasil pembacaan latar belakang sudah tampil di layar komputer dipilih menu analysis kemudian variant search lalu search. Dengan menekan tombol done, hasil pembacaan akan tersimpan secara automatis. Preparasi sampel dilakukan dengan cara menggerus 1 mg sampel asam askorbat dengan 0.3 g KBr hingga halus dan homogen, lalu campuran dimasukkan pada lempeng dan ditekan agar permukaannya rata. Lempeng kemudian dipasang pada wadah yang tersedia dan dimasukkan ke dalam spektrofotometer. Setelah itu, Menu method editor dipilih, akan keluar kotak dialog untuk mengatur nama spektrum, jumlah pemayaran, jumlah resolusi yang ingin digunakan, dan tipe pembacaan hasil. Setelah itu, menu scan dipilih dan instrumen akan membaca sampel. Setelah hasil pembacaan sampel tampil di layar komputer, dipilih menu analysis kemudian variant search lalu search. Tombol done selanjutnya dipilih, dan hasil pembacaan akan tersimpan secara automatis. Spektrum sampel ini dibandingkan dengan standar kristal asam askorbat.

4.2.2

Uji Karakteristik Asam Askorbat Pengukuran rotasi optis dilakukan sebagai berikut: Lima g sampel

ditimbang dan dilarutkan dengan air distilasi bebas karbon dioksida ke dalam labu takar 50 mL. Tabung polarimeter yang sudah bersih dibilas dengan larutan sampel sebanyak 3 kali. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan dimasukkan ke dalam wadah yang tersedia pada alat. Tombol read ditekan, dan dibiarkan sampai terbaca rotasi optisnya. Jika tanda panah yang terlihat pada layar berwarna hijau, alat dapat digunakan untuk sampel selanjutnya. Pengukuran rotasi optis ini dilakukan duplo menggunakan polarimeter automatis Atago AP300. Titik lebur diukur menggunakan radas Mettler FP62. Sampel dimasukkan ke dalam pipa kapiler lalu alat pengukur titik lebur diatur suhu awal 188 C dan suhu akhir 192 C. Setelah suhu alat mencapai suhu awal, pipa kapiler yang berisi

12

sampel dimasukkan kedalam wadah sampel. Suhu alat akan naik lalu titik lebur sampel akan tercetak pada mesin pencetak. Pengukuran ini dilakukan duplo. Untuk larutan uji, sebanyak 2.5 g sampel asam askorbat dilarutkan ke dalam labu takar 50 mL dengan menggunakan air distilasi bebas karbon dioksida. Larutan tersebut diukur nilai kekeruhannya dengan turbidimeter 2100 AN dan nilai pHnya dengan pH Meter 781 ion meter yang sudah dikalibrasi.

4.4.3

Penentuan Kadar Logam Kadar abu sulfat ditentukan secara gravimetri. Sebanyak 1 g sampel

ditimbang dalam cawan porselen yang sudah diketahui bobot kosongnya lalu ditambahkan 2 mL H2SO4 98%, diarangkan sampai semua asap putih hilang. Cawan lalu dipijarkan dalam pembakar rapid icinerator pada suhu 800C sampai tidak ada residu karbon yang tertinggal, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang bobot akhirnya. Pada penentuan logam berat secara visual, sebanyak 2 g sampel ditimbang dan dilarutkan dengan air distilasi ke dalam labu takar 50 mL, dikocok hingga homogen, lalu sebanyak 12 mL dipipet ke dalam tabung Nessler. Sebanyak 10 mL larutan standar Pb 1 ppm dimasukkan kedalam tabung Nessler ke-2 lalu ditambahkan 2 mL larutan uji. Tabung ke-2 ini digunakan sebagai pembanding, sedangkan blangko berisi 10 mL air distilasi dan 2 mL larutan uji. Selanjutnya ke dalam masing-masing tabung ditambahkan 4 mL bufer pH 3.5 dan 2.5 mL tioasetamida. Setelah didiamkan selama 2 menit, warna larutan uji dibandingkan dengan warna larutan standar pembanding. Penentuan kadar tembaga dan besi dengan AAS diawali dengan preparasi pelarut, standar, dan sampel. Larutan HNO3 0.1M digunakan sebagai pelarut. Standar Cu dan Fe 10 ppm dibuat dengan cara memipet 1 mL larutan standar induk Cu dan Fe (1000 ppm) kedalam labu takar 100 mL, kemudian ditera dengan air distilasi. Deret standar Cu dan Fe 0.2; 0.4; dan 0.6 ppm dibuat dengan mengencerkan lebih lanjut larutan standar Cu dan Fe 10 ppm dengan HNO3 0.1M. Deret standar dibuat sebanyak 3 kali ulangan. Untuk penentuan logam Cu, ditimbang 2 g asam askorbat dan untuk penentuan logam Fe, 5 g asam askorbat, masing-masing dimasukkan kedalam

13

labu takar 25 mL, dan ditera dengan HNO3 0.1 M. Deret standar dan sampel diukur kadar besi dan tembaganya dengan menggunakan AAS Varian 220 F.

4.4.4

Penentuan Kadar Asam Askorbat secara Iodometri Untuk standardisasi larutan Na2S2O30.1 N, 55 mg KIO3 dilarutkan dengan

70 mL air distilasi, ditambahkan 2 g KI dan 5 mL H2SO4 10%, lalu disimpan dalam ruangan gelap selama 5 menit. Campuran kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0.1 N sampai berwarna kuning terang, lalu ditambahkan satu sudip kanji dan dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0.1 N sampai warna berubah dari biru gelap menjadi tidak berwarna. Penentuan ini dilakukan triplo dengan batas simpangan baku relatif (%RSD) maksimum 0.3%. Dalam standardisasi I2, sebanyak 15 mL I2 dimasukkan ke dalam gelas piala, ditambahkan 60 mL air distilasi dan 1 mL asam asetat 12%, kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0.1 N standar sampai berwarna kuning terang. Satu sudip kanji ditambahkan lalu campuran dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0.1 N sampai warna berubah dari biru gelap menjadi tidak berwarna. Penentuan ini dilakukan triplo dengan batas %RSD maksimum 0.3%. Kadar asam askorbat ditentukan secara iodometri dari 0.15 g sampel. Ditambahkan air distilasi sebanyak 100 mL dan setelah itu, 5 mL H2SO4 10%, kemudian campuran dititrasi dengan I20.1 N standar dengan menggunakan indikator kanji. Titik akhir ditunjukkan dengan perubahan warna larutan menjadi biru yang stabil. Alat yang digunakan untuk titrasi adalah 716 Dosimat.

14

V HASIL DAN PEMBAHASANHasil analisis asam askorbat yang digunakan sebagai bahan baku suplemen makanan di PT. Bayer Indonesia ditunjukkan pada Tabel 1. Hasil tersebut telah memenuhi kriteria mutu asam askorbat yang ditetapkan oleh Farmakope Eropa, sebagaimana yang dipersyaratkan agar produk suplemen makanan tidak hanya didistribusikan ke Indonesia, tetapi juga dapat diekspor ke beberapa negara di Asia dan Eropa. Tabel 1 Hasil analisis lengkap asam askorbat lot 11030252 No Parameter 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Bentuk Warna Kelarutan (dalam air) Identifikasi Spektrum Inframerah Warna Larutan (10% b/v) Rotasi Optis (10% b/v) Nilai pH (5%b/v) Kekeruhan Larutan (5%b/v) Titik Lebur Kadar Abu Sulfat Logam Berat Kadar Tembaga Kadar Besi Kadar Asam Askorbat 189.2C Tidak terdeteksi < 1 ppm 0.25 ppm 0.04 ppm 100.07% < 10 ppm 5 ppm 2 ppm 99.0 100.5% 190 2C < 0.1% Jernih +20.97 2.27 0.335 NTU Sampel Kristal Putih Larut Sesuai Satuan Kristal Putih sampai agak kekuningan Larut Kristal asam askorbat BY7 +20.5 + 21.5 2.12.6 3 NTU

15

Uji pendahuluan menunjukkan bahwa sampel asam askorbat memiliki bentuk kristal, berwarna putih, dan konsentrasi sampel 5 g/50 mL atau 10% (b/v) menunjukkan kelarutan yang baik dalam air. Menurut Davies et al, (1991), asam askorbat memiliki kelarutan hingga 30 g/100 mL pada suhu 20 C, dan semua bentuk komersial asam askorbat dan garamnya larut dengan baik dalam air, kecuali bentuk ester dari asam askorbat yaitu askorbil palmitat. Warna larutan sampel pada konsentrasi 10% (b/v) dibandingkan dengan larutan standar BY7 secara visual dengan latar belakang putih agar lebih mudah dalam membandingkan warna. Larutan sampel menunjukkan warna yang lebih jernih daripada larutan pembanding. Larutan pembanding ini berisi 2.5 mL standar brownish yellow yangdilarutkan dalam 97.5 mL HCl 0.1 M. Jika larutan sampel memiliki intensitas warna yang lebih tinggi daripada larutan standar, larutan sampel diindikasikan mengandung zat-zat pengotor. Namun, pengujian secara visual ini memiliki faktor kesalahan paralaks. Untuk mengukur tingkat kejernihan larutan sampel secara teliti, larutan asam askorbat diukur dengan turbidimeter. Diperoleh hasil 0.335 NTU, yang memenuhi kriteria Farmakope Eropa. Kekeruhan menunjukkan jumlah molekul terdispersi yang dapat memantulkan cahaya (Khopkar 2008). Kekeruhan asam askorbat, menunjukkan keberadaan bahan pencemar yang tidak diinginkan, yang dapat bersumber dari proses pembuatan asam askorbat, proses pengemasan, atau dari bahan pengemas. Adanya pengotor juga dapat diketahui dari titik lebur suatu bahan. Titik lebur asam askorbat diperoleh sebesar 189.2 C, juga sesuai dengan persyaratan Farmakope Eropa, yaitu (190 2) C. Titik lebur adalah suhu ketika suatu zat mengalami perubahan bentuk dari padat menjadi cair. Kisaran titik lebur suatu bahan dapat menunjukkan kemurniannya. Pengotor cenderung menurunkan nilai titik lebur dan memperlebar rentang nilainya. Identifikasi asam askorbat dengan spektrum inframerah menghasilkan sejumlah serapan yang khas, terutama pada daerah 40003000 cm-1 yang berasal dari vibrasi ulur gugus hidroksil. Ikatan O-H pada atom karbon nomor 6 dan 5 terlihat berturut-turut pada daerah bilangan gelombang 3500 dan 3400 cm-1. Pada bilangan gelombang lebih rendah terlihat serapan di 1750 cm-1 yang disebabkan

16

vibrasi ulur C=O dari cincin lakton dan di sekitar 1680 cm-1 yang menunjukkan ikatan rangkap C=C (alkena) (Lampiran 5). Daerah sidik sulit terbaca, namun dapat dikorelasikan dengan vibrasi tertentu. Puncak pada bilangan gelombang 1300 cm-1 menunjukkan serapan dari ikatan O-H dan puncak-puncak pada bilangan gelombang 12001000 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur dari ikatan C-O pada atom karbon kedua dan atom karbon kelima. Bentuk lain cincin lakton diperkirakan muncul pada bilangan gelombang 1080 cm-1. Spektrum inframerah sampel juga dibandingkan dengan standar kristal asam askorbat (Lampiran 5). Nilai rotasi optis asam askorbat diperoleh sebesar +20.97 (Lampiran 6). Asam askorbat memiliki atom C-kiral pemutar kanan (dekstro) yang besar sudut putar jenisnya berdasarkan Farmakope Eropa ialah +20.5 sampai +21.5. Berdasarkan nilai rotasi optis, dapat ditentukan komposisi asam L-askorbat maupun asam D-askorbat yang ada pada larutan sampel. Asam askorbat yang memiliki aktivitas vitamin C adalah yang nilai rotasi optisnya (+), sedangkan bentuk enantiomernya (nilai rotasi optis (-)) hampir tidak memiliki aktivitas vitamin C (Davies et al. 1991). Nilai pH yang terukur pada sampel asam askorbat yaitu 2.27. Keasaman asam askorbat disumbangkan oleh gugus enediol yang dapat membebaskan 2 ion H+ dalam larutan berair membentuk asam dehidroaskorbat yang bersifat asam lemah, bentuk terionisasi dari asam askorbat inilah yang menjadikan asam askorbat bersifat antioksidan (Hickey & Roberts 2004). Kadar abu sulfat tidak terdeteksi (Lampiran 6). Kadar abu sulfat menunjukkan jumlah bahan anorganik dalam asam askorbat yang tidak hancur oleh proses pemanasan pada suhu di atas 800 C. Secara umum, reaksi antara sampel dan asam sulfat pekat akan menghasilkan garam-garam sulfat dan air : Sampel + H2SO4 Garam Sulfat + H2O (Ismail 2004) Molekul air dan senyawa organik akan menguap dalam bentuk gas atau asap sehingga yang tersisa dari proses pengabuan hanya oksida logam. Karena itu, kadar abu sulfat dapat menunjukkan persentase oksida logam yang juga dapat mengindikasikan kadar logam pencemar pada asam askorbat.

17

Kadar logam berat pada asam askorbat ditentukan dengan menggunakan standar Pb 1 ppm sebagai pembanding. Penambahan bufer pH 3.5 bertujuan mengondisikan semua larutan baik sampel, standar pembanding, maupun blangko dalam kondisi asam. Pada kondisi asam, ion Pb2+ akan membentuk endapan hitam dengan gas hidrogen sulfida yang berasal dari penambahan tioasetamida. Reaksi yang terjadi ialah S H3CCNH2 + 2 H2O Pb2+ + S2H3CCOO- + NH4+ + H2S PbS (hitam) (Svehla 1990) Intensitas warna larutan sampel lebih rendah daripada larutan pembanding (Lampiran 7). Hal ini menunjukkan kadar Pb dalam sampel asam askorbat kurang dari 1 ppm. Plumbum atau timbel sangat berbahaya bagi lingkungan terutama bagi kesehatan manusia. Nilai ambang logam Pb dalam bahan pangan adalah 2 mg/kg (SNI 2009) sedangkan standar maksimum Pb yang dibolehkan oleh Farmakope Eropa kurang dari 10 ppm. Sumber cemaran Pb dapat berasal dari air, peralatan industri dan pipa yang banyak digunakan dalam proses produksi suatu industri (Mustaruddin 2005). Penentuan kadar tembaga dilakukan dengan AAS pada panjang gelombang 324.8 nm, sementara kadar besi ditentukan pada panjang gelombang 248.3 nm. Asam nitrat 0.1 M digunakan sebagai pelarut, standar dengan konsentrasi tembaga dan besi masing-masing 0.2, 0.4, dan 0.6 ppm. Deret standar tersebut diukur triplo dan digunakan sebagai pengoreksi kesalahan kerja. Data dapat diterima jika 3 ulangan standar menghasilkan simpangan baku relatif (% RSD) 5.0% dan nisbah absorbans standarnya tidak melebihi yang telah ditetapkan oleh Farmakope Eropa yaitu, 95105% (Lampiran 8). Kadar tembaga dalam sampel asam askorbat sebesar 0.25 ppm masih memenuhi kriteria yang dianjurkan oleh Farmakope Eropa, yaitu maksimal 5 ppm. Demikian pula kadar besi asam askorbat diperoleh sebesar 0.04 ppm. Jika kadarnya melebihi standar yang telah ditentukan, asam askorbat akan mudah rusak karena tembaga dan besi merupakan logam transisi yang berpotensi mengoksidasi asam askorbat. Kelat asam askorbat dengan logam yang bersifat

18

reduktor kuat seperti Fe(III) dan Cu(II) mudah terbentuk, dengan asam askorbat berperan sebagai ligan bidentat (Davies et al. 1991). Gambar 3 menunjukkan struktur kelat besi(III) L-askorbat yang berwarna biru, terbentuk dari 2 molekul asam askorbat dan ion Fe3+. Asam askorbat juga dapat bereaksi dengan logam tembaga sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4. Keberadaan oksigen dapat memicu reaksi yang menghasilkan dehidroaskorbat dan hidrogen peroksida yang karsinogen. Oleh sebab itu, keberadaan besi dan tembaga sangat tidak dianjurkan.

Gambar 3 Struktur kelat besi(III) L-askorbat. (Davies et al. 1991)

(Davies et al. 1991) Gambar 4 Reaksi asam L-askorbat dengan logam Cu(II) dan oksigen.

19

Keberadaan tembaga dimungkinkan berasal dari proses pembuatan asam askorbat. Asam askorbat sintetik berasal dari D-glukosa dan dalam pembuatannya melibatkan katalis logam, yaitu CuCrO2. Sementara besi yang terkandung dalam asam askorbat dapat berasal dari proses pembuatan yang menggunakan peralatan industri berbahan dasar besi (Davies et al. 1991). Walaupun tembaga dan besi dibutuhkan oleh tubuh manusia, kedua unsur ini tidak diinginkan keberadaannya dalam asam askorbat maupun suplemen makanan. Titrasi iodometri digunakan untuk penentuan kadar asam askorbat pada sampel. Titrasi ini melibatkan reaksi reduksi-oksidasi, dengan asam askorbat sebagai reduktor dan iodin sebagai oksidator. Iodin yang digunakan harus distandardisasi menggunakan Na2S2O3 standar yang juga telah distandardisasi dengan KIO3 sebagai bahan baku primernya. Data dapat diterima bila dari 3 kali perlakuan dihasilkan % RSD 0.5% (Lampiran 9). Faktor galat dari titrasi ini ialah keberadaan oksigen yang dapat mengoksidasi ion iodida menjadi iodin sehingga terjadi galat negatif. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: O2 + 4 I- + 4H+ 2 I2 + 2H2O (Day & Underwood 2002) Sampel dilarutkan dengan air bebas CO2 dan H2SO4 ditambahkan agar larutan dalam kondisi asam, sebab pada kondisi basa iodin akan bereaksi dengan air membentuk larutan asam hypoiodid dan menyebabkan volume titran terpakai lebih banyak (galat positif). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut I2 +H2O HIO + I- + H+ (Khopkar 2008) Gambar 5 menunjukkan reaksi asam askorbat dengan I2. Kanji ditambahkan sebagai indikator untuk menunjukkan titik akhir titrasi. Kelebihan I2 akan bereaksi dengan kanji membentuk kompleks berwarna biru. Kanji dapat membungkus I2 dan sukar lepas sehingga membentuk warna biru tua yang stabil.

Gambar 5 Reaksi asam askorbat dengan iodin. (Winarno 1992)

20

Kadar asam askorbat dalam sampel ialah 100.07% (Lampiran 9). Nilai ini memenuhi ketentuan Farmakope Eropa. Asam askorbat yang digunakan sebagai bahan baku suplemen makanan harus diketahui kadarnya secara akurat agar tidak terjadi kesalahan dalam menentukan dosis suplemen makanan tersebut.

21

VI SIMPULAN DAN SARAN6.1 Simpulan Asam askorbat yang digunakan sebagai bahan baku suplemen makanan di PT Bayer Indonesia bermutu baik dan layak digunakan berdasarkan standar Farmakope Eropa.

6.2

Saran Sebaiknya PT Bayer Indonesia selalu merujuk prosedur pengujian dalam

Farmakope Eropa terbaru, karena selalu dimutakhirkan setiap 3 bulan .

22

DAFTAR PUSTAKADavies M, Austin J, Partidge D. 1991. Vitamin C.Its Chemistry and Biochemistry. Cambridge: RSC. Day RA, Underwood AL. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Sopyan L, penerjemah; Wibi H, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Quantitative Analysis Sixth Edition. [EHPM] European Federation of Associations of Health Product Manufacturers. 2007. Quality Guide for Food Supplements. Brussel: EHPM. Eitenmiller R, Lin Ye, Landen W.O. 2008. Vitamin Analysis for The Health and Food Sciences second edition. London: CRC Pr. Hickey S, Robert H. 2004.Ascorbate. The Science of Vitamin C. London: Steve Hickey. Khopkar SM. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptarahardjo, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Basic Concept Of Analytical Chemistry. Mustaruddin. 2005. Model penyebaran logam berat akibat cemaran industry pada perairan umum dan pengaruhnya terhadap nilai ekonomi air: studi kasus pada Kali Cakung Dalam di Rorotan-Marunda, Jakarta Utara [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ismail K. 2000. Pengantar Analisis Gravimetri. Bogor: Pusdiklat Deperindag. Roomi M, Tsao C. 1998. Thin-Layer Chromatographic separation of isomers of ascorbic acid and dehydroascorbic acid as sodium borate complexes on silica gel and cellulose plates.J Agric Food Chem 46:1406-1409. Takeuchi Y. 2006. Buku Teks Pengantar Kimia. Ismunandar, penerjemah. Tokyo: Iwanami Shoten. Terjemahan dari: Textbook of Chemistry Introductory. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Jakarta : SNI. Svehla G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Ed ke-5. Setiono L, penerjemah. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka. Terjemahan dari: Textbook of Macro and Semimicro Inorganic Analysis. [US FDA] United States Food and Drug Administration. 1995. Dietary Supplement. Virginia: US FDA. Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

23

LAMPIRAN

24

Lampiran 1 Struktur organisasi PT Bayer Indonesia Cabang Cimanggis

25

Lampiran 2 Skema alat spektrofotometer FTIR

26

Lampiran 3 Skema alat polarimeter

27

Lampiran 4 Skema alat AAS

28

Lampiran 5 Spektrum FTIR a. Sampel asam askorbat lot 11030252

b. Standar asam askorbat kristal

c. Tabel spektrum FTIR sampel dan standar asam askorbat

No a b c d e f

Bilangan Gelombang (cm-1) Sampel 3500 3400 1750 1680 1300 11501000 Standar 3540 3420 1750 1680 1300 11601000

Jenis Vibrasi Vibrasi ulur O-H Vibrasi ulur O-H Vibrasi ulur C=O Vibrasi ulur C=C Vibrasi ulur O-H Vibrasi ulur C-O

29

Lampiran 6 Perhitungan rotasi optis dan kadar abu sulfat asam askorbat a. Rotasi optis (larutan 10%[b/v]) No 1 2 Volume Labu Takar (mL) 50 50 Bobot Sampel (g) 5.00030 5.00000 Sudut Polarisasi () +4.18 +4.21 Rata-rata Contoh perhitungan (ulangan 1): Rotasi Optis = Volume labu takar Bobot sampel Panjang tabung Rotasi Optis () +20.89 +21.05 +20.97

= + 4.1850 mL 5.00030 2 dm = + 20.89 b. Kadar abu sulfat (cara gravimetri) No 1 2 Bobot Cawan Kosong (g) 29.68901 28.22899 Bobot Setelah Pijar (g) 29.68873 28.22827 Bobot Sampel (g) 1.00911 1.05932 Rata-rata Contoh perhitungan (ulangan 1): Kadar abu sulfat = Bobot setelah pijar Bobot cawan kosong 100% Bobot sampel = 29.68873 g 29.68901 g 1.00911 g = 0.00% 100% Kadar Abu Sulfat (%) Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi -

30

Lampiran 7 Penentuan kadar logam berat secara kolorimetri visual

Keterangan: (1) Sampel 1, (2) Sampel 2, (3) Blangko, (4) Standar Pb 1 ppm

31

Lampiran 8 Perhitungan kadar Cu dan Fe dalam asam askorbat dengan AAS a. Pengukuran larutan standar Cu 3 kali pengulangan Standar No 1 2 3 Cu (ppm) 0.2 0.4 0.6 1 0.0222 0.0439 0.0660 Absorbans Standar Standar Standar 2 0.0224 0.0448 0.0670 3 0.0226 0.0447 0.0668 Standar Standar Standar 1/2 99.11 97.99 98.51 2/3 99.12 100.22 100.30 3/1 101.80 101.82 101.21 % RSD 0.89 1.11 0.79

b. No 1 2

Perhitungan kadar Cu dalam asam askorbat Bobot Sampel (g) 2.00010 2.00008 Volume Labu Takar (L) 0.025 0.025 [Cu] Terbaca (g/L) 15.4 24.9 Rerata Contoh perhitungan kadar Cu dalam asam askorbat [Cu] = = = [Cu] Terbaca Volume labu takar Bobot sampel 15.4 g/L 0.025 L 2.00010 g 0.19 g/g [Cu] Pada asam askorbat (g/g) 0.19 0.31 0.25

c.

Pengukuran larutan standar Fe 3 kali pengulangan Standar Absorbans Standar Standar Standar 1 0.0123 0.0271 0.0395 2 0.0129 0.0275 0.0399 3 0.0125 0.0280 0.041 Standar Standar Standar 1/2 95.35 98.55 99.00 2/3 103.2 98.21 97.32 3/1 101.63 103.32 103.80 % RSD 2.43 1.64 1.93

No 1 2 3

Fe (ppm) 0.2 0.4 0.6

32

d. No 1 2

Perhitungan kadar Fe dalam asam askorbat Bobot Sampel (g) 5.00709 5.01276 Volume Labu Takar (L) 0.025 0.025 [Fe] Terbaca (g/L) 15.4 1.6 Rerata Contoh perhitungan kadar Fe dalam asam askorbat [Fe] = = = [Fe] Terbaca Volume labu takar Bobot sampel 15.4 g/L 0.025 L 5.00709 g 0.08 g/g [Fe] Pada asam askorbat (g/g) 0.08 7.9 10-3 0.04

33

Lampiran 9 Perhitungan kadar asam askorbat dengan iodometri a. Standardisasi Na2S2O30.1 Ndengan baku primer KIO3 No 1 2 3 Bobot KIO3 (mg) 55.56 55.53 55.55 Volume Na2S2O3 (mL) 15.438 15.428 15.422 Rata-rata %RSD b. [ Na2S2O3] (N) 0.10090 0.10091 0.10098 0.10093 0.04%

Standardisasi I2 0.1 N dengan larutan standar Na2S2O30.10093 N No 1 2 3 [Na2S2O3] (N) 0.10093 0.10093 0.10093 Volume Na2S2O3 (mL) 14.624 14.668 14.624 Rata-Rata %RSD Contoh perhitungan standardisasi Na2S2O3 N Na2S2O3 = = Bobot KIO3 35.667 Volume Na2S2O30.1 N 55.56 mg 35.667 15.438 mL Volume I2 (mL) 15 15 15 0.0984 0.0987 0.0984 0.0985 0.17% [I2] (N)

= 0.10090 N Contoh perhitungan standardisasi I2 V1 x N1(Na2S2O3) N I2 = V2 x N2(I2) = Volume Na2S2O30.10093 N [Na2S2O3] Volume I20.1 N = 14.624 mL 0.10093 N 15 mL = 0.09840 N

34

e.

Kadar asam askorbat dengan metode iodometri No 1 2 Bobot Sampel (g) 0.15075 0.15032 [I2] (N) 0.0985 0.0985 Volume I2 (mL) 17.385 17.330 Rata-rata Contoh perhitungan kadar asam askorbat % Asam askorbat = Volume I2 [I2] 0.0881 100% Bobot Sampel = 17.385 mL 0.0985 N 0.0881 100% 0.15075 g = 100.08% [As. Askorbat] (%) 100.08 100.05 100.07