unfix lapsus ca recti

72
BAB I PENDAHULUAN Pada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan sebelum tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik dan industri berkembang, angka kejadian keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker kolorektal merupakan penyebab ketiga kematian dari pria dan wanita akibat kanker di Amerika Serikat. Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker. Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk. Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk, terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan 1

Upload: donald-haynes

Post on 20-Dec-2015

50 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Ca rectum

TRANSCRIPT

Page 1: Unfix Lapsus CA Recti

BAB I

PENDAHULUAN

Pada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak

diperhitungkan sebelum tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik dan

industri berkembang, angka kejadian keganasan ini meningkat. Pada saat ini,

kanker kolorektal merupakan penyebab ketiga kematian dari pria dan wanita

akibat kanker di Amerika Serikat.

Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga

angka kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat

kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker

kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker. Meskipun belum

ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan

jumlah kasus, data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk.

Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden

yang ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan

penduduk, terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara

Negara Barat dan Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal

yang ditemukan. Di Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan

sebanding antara pria dan wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia

muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan pada kolon rektosigmoid,

sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan pada pria

lebih besar daripada wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia lanjut;

dan dari kanker yang ditemukan hanya sekitar 50% yang berada pada kolon

rektosigmoid.

Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid.

Keluhan pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari

tumor. Keluhan dari lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan

penuh di abdominal, symptomatic anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan

yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat berupa perubahan pada pola defekasi,

perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.

1

Page 2: Unfix Lapsus CA Recti

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. N

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 60 tahun

Alamat : Jl. Kirangga Wirasantika Rt/Rw 12/04 Kecamatan

30 Ilir

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

No. Registrasi RS : 40-76-44

Tgl. Pemeriksaan : 12 Juli 2014

Ruang : Poli

Dokter Pemeriksa : dr. Jefri, Sp.B.KBD

Co. Assisten : Ricky Dwi Putra, S.Ked

MRS : 12 Juli 2014

2.2 Anamnesis

2.2.1 Keluhan Utama

Pasien mengaku ambeien yang tidak bisa masuk sejak 3

bulan yang lalu. Amebeien terasa keras dan sakit saat duduk

ataupun berjalan

2.2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak 1 tahun yang lalu, pasien mengatakan ambeian sudah

timbul namun bisa masuk kembali dan tidak mengeluarkan darah.

2

Page 3: Unfix Lapsus CA Recti

BAB mencret lebih dari 3x sehari. Sebelum ambeien pasien

mengeluh sering BAB keras.

± 3 bulan yang lalu pasien mengatakan ambeien tidak bisa

masuk kembali, keras, berdarah (segar) secara tiba-tiba dan nyeri.

Mual (-) muntah (-) nafsu makan menurun. BAB selalu mencret

tidak pernah normal.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal oleh

penderita

2.2.4 Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Dari keluarga tidak ada yang menderita Diabetes melitus (-),

Hipertensi (-), Jantung (-), Asma (-), Alergi obat (-).

2.2.5 Riwayat Kebiasaan

Merokok (+). Minum alkohol (-).

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital : Tekanan Darah 130/80 mmHg

Nadi 82 x/m

Pernafasan 20 x/m

Temperatur 36.3oC

2.3.1 Status Generalis

Kepala

Normocephali

Tidak tampak adanya deformitas

3

Page 4: Unfix Lapsus CA Recti

Mata

Konjungtiva anemis (+/+)

Sklera Ikterik (-/-)

Pupil isokor

Hidung

Bagian luar : tidak terdapat deformitas

NCH (-)

Leher

JVP (5-2) cm H2O

Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar

Thorax

Paru-paru

Inspeksi : simetris (kanan = kiri)

Retraksi (-/-)

Sela iga tidak melebar

Palpasi : Stemfremitus (sinistra > dextra)

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara nafas vesikuler (sinistra >dextra), wh (-/-),

ronki (-/-)

Jantung

Inspeksi : ichtus cordis tidak tampak

Palpasi : ichtus cordis teraba di ICS 6

Trill tak teraba

Perkusi : Batas atas ICS 2 linea parasternalis sinistra

Batas kanan ICS 5 1 jari dari linea parasternalis

Batas kiri ICS 6 linea axilaris anterior

Auskultasi : S1-S2 reguler, mur-mur (-), gallop (-)

4

Page 5: Unfix Lapsus CA Recti

Abdomen

Inspeksi : Datar, venektasi (-)

Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-)

Hati, Limfa tidak teraba

Auskultasi : Bising usus (+) 5x/m

Perkusi : Timpani

CVA (-)

Shifting dullnes (-)

Ekstremitas Superior

Akral dingin (-/-),Akral pucat (+/+) Oedema (-/-)

Tidak teraba pembesaran KGB di axilla

Ekstremitas Inferior

Akral dingin (-/-),Akral pucat (+/+) Oedema (-/-)

Teraba pembesaran KGB pada lipat paha kiri sebanyak 1 nodul

dengan diameter 3 cm

2.3.2 Status Lokalis

Regio : Perianal

Inspeksi :Terdapat Tumor

Palpasi :Tumor dengan ukuran 4x4cm, permukaan

berdungkul, keras, batas tidak tegas, warna serta

suhu pada daerah benjolan tidak sama dengan area

sekitar.

Rectal touche : -Tonus Sfingter ani (+), berdungkul

-Massa (+)

-Lokasi massa dari sfingter ani sampai mukosa

rectum

-Feses (-) darah (+) lendir (-)

5

Page 6: Unfix Lapsus CA Recti

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Pada tanggal 4 Juli 2014

Hemoglobin 10,0 g/dl

Leukosit 56000 /ul

Trombosit 329.000 /ul

Hematokrit 33 %

Hitung Jenis:

Basofil 0% (0-1)

Eosinoofil 4% (1-3)

N. Batang 3% (2-6)

N. Segmen 59% (50-70)

Limfosit 28% (20-40)

Monosit 8% (2-8)

Prothrombin time 11,0

APTT 37 (22-35)

Pada tanggal 14 Juli 2014

Hemoglobin 9,2 g/dl

Golongan darah : O Rhesus (+)

Rontgen Thorax

Pada tanggal 3 Juli 2014

Kesan : Cardiomegali, Gambaran Bronchiektosis, Tulang-tulang baik

2.5 Diagnosis Kerja

Carsinoma Anorektal T4N2M0

6

Page 7: Unfix Lapsus CA Recti

2.6 Diagnosis Banding

Hemorroid

2.7 Penatalaksanaan

1. IVFD NaCl 100ml + Ceftriaxone drip

2. Pro Operasi

3. Fleet enema

2.8 Prognosis

Quo ad vitam : Dubia

Quo ad functionam : Malam

2.9 Follow Up

Tanggal 15 Juni 2014

S T a k

O

Keadaan Umum :

Sensorium

Tekanan darah

Nadi (x/mnt)

RR (x/mnt)

Suhu ( 0C)

Luka Operasi

Baik

Compos mentis

90/60

86x/menit berisi tegang

20x/menit

36,2

Abdomen : tenang

Perianal : Tenang

Pemeriksaan Penunjang -

Terapi IVFD RL 1000 cc

Drip ceftriaxone 2x1gr dalam NaCl 100cc

Drip Metronidazole 3x500mg

7

Page 8: Unfix Lapsus CA Recti

Inj. Ketorolac 3x1

Inj. Ranitidin 2x1

Immobilisasi

Tanggal 16 Juni 2014

S Nyeri Luka operasi

Mual (-) Muntah (-)

O

Keadaan Umum :

Sensorium

Tekanan darah

Nadi (x/mnt)

RR (x/mnt)

Suhu ( 0C)

Baik

Compos mentis

110/70

86x/menit berisi tegang

22

36,5

Abdomen : tenang

Perianal : Basah

Pemeriksaan Penunjang

Terapi IVFD RL 1000 cc/24 jam

Drip ceftriaxone 2x1gr dalam NaCl 100cc

Drip Metronidazole 3x500mg

Inj. Ketorolac 3x1

Inj. Ranitidin 2x1

Mobilisasi

Diet Bebas

Perawatan Luka

8

Page 9: Unfix Lapsus CA Recti

Tanggal 17 Juli 2014

S Tidak Nafsi Makan

Mual (-) Muntah (-)

O

Keadaan Umum :

Sensorium

Tekanan darah

Nadi (x/mnt)

RR (x/mnt)

Suhu ( 0C)

Abdomen

Baik

Compos mentis

110/70

84

22

36,2

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bu (+) Normal

Palpasi : Lemas

Nyeri Tekan (-)

Perkusi : Timpani

Pemeriksaan Penunjang

Terapi IVFD RL 1000 cc/24 jam

Drip ceftriaxone 2x1gr dalam NaCl 100cc

Drip Metronidazole 3x500mg

Inj. Ketorolac 3x1

Inj. Ranitidin 2x1

Mobilisasi

Diet Bebas

Perawatan Luka

Aff Draine

9

Page 10: Unfix Lapsus CA Recti

Bladder Traning

Tanggal 18 Juli 2014

S Muntah warna Hijau (+) Mual (+) dan tidak nafsu makan

O

Keadaan Umum :

Sensorium

Tekanan darah

Nadi (x/mnt)

RR (x/mnt)

Suhu ( 0C)

Abdomen

Sakit sedang

Compos mentis

120/80

80

22

36,3

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bu (+) Normal

Palpasi : Lemas

Nyeri Epigastrium (+)

Nyeri Tekan (-)

Perkusi : Timpani

Pemeriksaan Penunjang

Terapi IVFD RL 1000 cc/24 jam

Drip ceftriaxone 2x1gr dalam NaCl 100cc

Drip Metronidazole 3x500mg

Inj. Ketorolac 3x1

Inj. Ranitidin 2x1

Mobilisasi

Diet Bebas

10

Page 11: Unfix Lapsus CA Recti

Bladder Traning

Perawatan Stoma

Tanggal 19 Juli 2014

S Tidak Nafsu Makan

O

Keadaan Umum :

Sensorium

Tekanan darah

Nadi (x/mnt)

RR (x/mnt)

Suhu ( 0C)

Abdomen

Baik

Compos mentis

140/80

82

22

36,5

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bu (+) Normal

Palpasi : Lemas

Nyeri Epigastrium (+)

Nyeri Tekan (-)

Perkusi : Timpani

Pemeriksaan Penunjang

Terapi Aff DC

Aff Infus

Stop Obat0obatan

Mobilisasi

Tanggal 20 Juli 2014

S T a k

11

Page 12: Unfix Lapsus CA Recti

O

Keadaan Umum :

Sensorium

Tekanan darah

Nadi (x/mnt)

RR (x/mnt)

Suhu ( 0C)

Abdomen

Baik

Compos mentis

140/90

84

22

36,3

Inspeksi : Datar

Auskultasi : BU (+) meningkat

Palpasi : lemas Nyeri tekan (-)

Perkusi : Hipertimpani

Pemeriksaan Penunjang

Terapi Mobilisasi

12

Page 13: Unfix Lapsus CA Recti

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi rektum

Secara anatomis, rektum berada setinggi vertebrae sakrum ke-3 sampai

ke garis anorektal. Secara fungsional dan endoskopis, rektum dibagi menjadi

bagian ampula dan spinchter. Bagian spinchter disebut juga annulus

hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fascia coli dari fascia

supra ani. Bagian ampula terbentang dari vertebra sakrum ke-3 sampai

diafragma pelvis pada insersio muskulus levator ani. Panjang rektum berkisar

antara 10-15 cm dengan keliling 15 cm pada bagian rectosigmoid junction,

dan 35 cm pada bagian yang terluas yaitu ampula. Pada manusia, dinding

rektum terdiri dari 4 lapisan, yaitu mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler

dan longitudinal), serta lapisan serosa.8,9

13

Gambar 1. Anatomi rektum

Page 14: Unfix Lapsus CA Recti

Vaskularisasi daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis

superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior (arteri rektalis

superior) merupakan kelanjutan dari arteri mesentrika inferior, arteri ini

memiliki 2 cabang yaitu dekstra dan sinistra. Arteri hemoroidalis media (arteri

rektalis media) merupakan cabang dari arteri iliaka interna, dan arteri

hemoroidalis inferior (arteri rektalis inferior) merupakan cabang dari arteri

pudenda interna.3,8

Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis interna

dan berjalan ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior untuk

selanjutnya melalui vena lienalis dan menuju vena porta. Vena ini tidak

memiliki katup, sehingga tekanan dalam rongga perut atau intraabdominal

sangat menentukan tekanan di dalam vena tersebut. Hal inilah yang dapat

menjelaskan terjadinya hemoroid interna pada pasien-pasien dengan kebiasaan

sulit buang air besar dan sering mengejan. Vena hemoroidalis inferior

mengalirkan darah ke vena pudenda interna, untuk kemudian melalui vena

iliaka interna dan menuju sistem vena kava.3

14

Gambar 2. Vaskularisasi arteri

rektum

Page 15: Unfix Lapsus CA Recti

Gambar 3. Vaskularisasi Vena pada

RektumPersarafan rektum terdiri dari sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut

simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2,

3, dan 4 yang berfungsi mengatur emisi air mani dan ejakulasi. Sedangkan

untuk serabut parasimpatis berasal dari sakral 2, 3, dan 4 yang berfungsi

mengatur fungsi ereksi penis dan klitoris serta mengatur aliran darah ke dalam

jaringan. Hal ini menjelaskan terjadinya efek samping dari pembedahan pada

pasien-pasien dengan karsinoma rekti, yaitu berupa disfungsi ereksi dan tidak

bisa mengontrol buang air kecil atau miksi.9

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah

sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid)

dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan

sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat

yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh

dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air

besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material

di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan

15

Page 16: Unfix Lapsus CA Recti

untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material

akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali

dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan

pengerasan feses akan terjadi.

Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,

tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam

pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.

Proses defekasi terjadi baik secara disadari (volunter), maupun tidak

disadari (involunter) atau refleks. Gerakan yang mendorong feses ke arah anus

terhambat oleh adanya kontraksi tonik dari sfingter ani interna yang terdiri

dari otot polos dan sfingter ani eksterna yang terdiri dari otot rangka. Sfingter

ani eksterna diatur oleh N. Pudendus yang merupakan bagian dari saraf

somatik, sehingga ani eksterna berada di bawah pengaruh kesadaran kita

(volunter).

Proses defekasi diawali oleh terjadi refleks defekasi akibat ujung – ujung

serabut saraf rectum terangsang ketika dinding rectum teregang oleh massa

feses. Sensasi rectum ini berperan penting pada mekanisme continence dan

juga sensasi pengisian rectum merupakan bagian integral penting pada

defekasi normal. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut : pada saat

volume kolon sigmoid menjadi besar, serabut saraf akan memicu kontraksi

dengan mengosongkan isinya ke dalam rectum. Studi statistika tentang

fisiologi rectum ini mendeskripsikan tiga tipe dari kontraksi rectum yaitu : (1)

Simple contraction yang terjadi sebanyak 5 – 10 siklus/menit ; (2) Slower

contractions sebanyak 3 siklus/menit dengan amplitudo diatas 100 cmH2O ;

dan (3) Slow Propagated Contractions dengan frekuensi amplitudo tinggi.

Distensi dari rectum menstimulasi reseptor regang pada dinding rectum, lantai

pelvis dan kanalis analis. Bila feses memasuki rektum, distensi dinding rectum

mengirim signal aferent yang menyebar melalui pleksus mienterikus yang

merangsang terjadinya gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon

sigmoid dan rectum sehingga feses terdorong ke anus. Setelah gelombang

peristaltik mencapai anus, sfingter ani interna mengalami relaksasi oleh

16

Page 17: Unfix Lapsus CA Recti

adanya sinyal yang menghambat dari pleksus mienterikus; dan sfingter ani

eksterna pada saat tersebut mengalami relaksasi secara volunter,terjadilah

defekasi.Pada permulaan defekasi, terjadi peningkatan tekanan intraabdominal

oleh kontraksi otot–otot kuadratus lumborum, muskulus rectus abdominis,

muskulus obliqus interna dan eksterna, muskulus transversus abdominis dan

diafraghma.

Muskulus puborektalis yang mengelilingi anorectal junction kemudian

akan relaksasi sehingga sudut anorektal akan menjadi lurus. Perlu diingat

bahwa area anorektal membuat sudut 900 antara ampulla rekti dan kanalis

analis sehingga akan tertutup. Jadi pada saat lurus, sudut ini akan meningkat

sekitar 1300 – 1400 sehingga kanalis analis akan menjadi lurus dan feses akan

dievakuasi. Muskulus sfingter ani eksterna kemudian akan berkonstriksi dan

memanjang ke kanalis analis. Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi sfingter

ani eksterna yang berada di bawah pengaruh kesadaran ( volunteer ). Bila

defekasi ditahan, sfingter ani interna akan tertutup, rectum akan mengadakan

relaksasi untuk mengakomodasi feses yang terdapat di dalamnya. Mekanisme

volunter dari proses defekasi ini nampaknya diatur oleh susunan saraf pusat.

Setelah proses evakuasi feses selesai, terjadi Closing Reflexes. Muskulus

sfingter ani interna dan muskulus puborektalis akan berkontraksi dan sudut

anorektal akan kembali ke posisi sebelumnya. Ini memungkinkan muskulus

sfingter ani interna untuk memulihkan tonus ototnya dan menutup kanalis

analis.

3.2 Epidemiologi kanker rektum

Di dunia kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat

insiden dan mortalitas.1,11 Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden

kanker kolorektal dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 persen pria

penderita kanker terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya

mencapai 9,3 persen dari total jumlah penderita kanker.1

17

Page 18: Unfix Lapsus CA Recti

Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan

Selandia baru; sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India,

Amerika Selatan dan Arab Israel.2,12

Sekitar 135.000 kasus baru kanker kolorektal terjadi di Amerika Serikat

setiap tahunnya, dan menyebabkan angka kematian sekitar 55.000. Sepertiga

kasus ini terjadi di kolon dan 2/3 di rektum. Adenokarsinoma merupakan jenis

terbanyak (98%), jenis lainnya yaitu karsinoid (0,1%), limfoma (1,3%), dan

sarkoma (0,3%) .10

Insidensi kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga

angka kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih

banyak pada orang muda. Sekitar 75 % ditemukan di rektosigmoid. Di Negara

barat, perbandingan insiden pria : wanita = 3 : 1 dan kurang dari 50 %

ditemukan di rektosigmoid dan merupakan penyakit orang usia lanjut. 13 Pada

tahun 2002 kanker kolorektal berada pada peringkat kedua pada kasus kanker

yang dialami oleh pasien pria setelah kanker paru pada urutan pertama,

sedangkan pada pasien wanita kanker kolorektal berada pada urutan ketiga

setelah kanker payudara dan kanker leher rahim. 12. Histopatologis dari

kanker kolorektal sebesar 96% berupa adenocarcinoma, 2% karsinoma lainnya

(termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid carcinoma, dan 0,08% berupa

sarcoma, sedangkan untuk lokasinya, sebagian besar terdapat di rektum

(51,6%), diikuti oleh kolon sigmoid (18,8%), kolon descendens (8,6%), kolon

transversum (8,06%), kolon ascendens (7,8%), dan multifokal (0,28%)

Berdasarkan penelitian pada tahun 2006-2010, angka kejadian kanker

kolo rectal di RS. AWS Samarinda berjumlah 160 orang, hasil penelitian

mengenai jenis kelamin sampel, jumlah pria lebih banyak yaitu 81 orang dan

wanita 65 orang, dan untuk jenis terbanyak didapatkan hasil Adeno Ca (130

orang), Mucinous Ca (4 orang), Signet ring cell Ca (4 orang), Lymphoma (4

orang), Carcinoid cell Ca (2 orang), Sarcoma (2 orang) serta berdasarkan usia

sampel, didapatkan terbanyak pada usia 31-40 tahun.14

18

Page 19: Unfix Lapsus CA Recti

Gambar 4. Insidensi kanker di Indonesia pada tahun

20023.3Etiologi

Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa etiologi karsinoma

rectum sama seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui penyebabnya.

Faktor predisposisi munculnya karsinoma rektum adalah polyposis familial,

defisiensi Imunologi, kolitis ulseratifa, granulomartosis dan Kolitis. Faktor

predisposisi penting lainnya yang mungkin berkaitan adalah kebiasaan makan.

Masyarakat yang dietnya rendah selulosa tapi tinggi protein hewani dan lemak,

memiliki insiden yang cukup tinggi.15

Burkitt (1971) yang dikutip oleh Price dan Wilson mengemukakan bahwa

diet rendah serat, tinggi karbohidrat refined, mengakibatkan perubahan pada flora

feces dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan

protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet

rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik

dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, masa transisi feses meningkat.

Akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus

bertambah lama.15

3.3 Patofisiologi Kanker Rektum

19

Page 20: Unfix Lapsus CA Recti

Gambar 5. Patofisiologi kanker

rektum

Pada mukosa rektum yang normal, sel-sel epitelnya akan mengalami

regenerasi setiap 6 hari. Pada keadaan patologis seperti adenoma terjadi

perubahan genetik yang mengganggu proses differensiasi dan maturasi dari

sel-sel tersebut yang dimulai dengan inaktivasi gen adenomatous polyposis

coli (APC) yang menyebabkan terjadinya replikasi tak terkontrol. Peningkatan

jumlah sel akibat replikasi tak terkontrol tersebut akan menyebabkan

terjadinya mutasi yang akan mengaktivasi K- ras onkogen dan mutasi gen p53,

hal ini akan mencegah terjadinya apoptosis dan memperpanjang hidup sel.

Kanker kolon dan rectum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul

dari lapisan epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas

dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur

sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke

dalam tubuh yang lain (paling sering ke hati).

3.4 Faktor resiko 2, 16, 17,18,19

Etiologi dari kanker rektum sendiri belum diketahui, namun beberapa

faktor resiko telah ditemukan dapat menyebabkan terjadinya kanker rektum.

Beberapa faktor resiko yang berperan antara lain:

1. Faktor genetik seperti familial adenomatous polyposis (FAP) dan

hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC).

20

Page 21: Unfix Lapsus CA Recti

Gambar 6. Familial Adenomatous

Polyposis

Gambar 7. Kolitis Ulseratif

2. Inflamatory bowel disease seperti penyakit crohn dan kolitis ulseratif.

21

Page 22: Unfix Lapsus CA Recti

Gambar 8. Crohn’s

Disease

3. Riwayat keluarga yang menderita kanker kolorektal.

4. Riwayat menderita polip, kanker ovarium, endometriosis, dan kanker

payudara.

5. Umur di atas 40 tahun.

Risiko dari kanker kolorektal meningkat bersamaan dengan usia, terutama

pada pria dan wanita berusia 50 tahun atau lebih, 1 dan hanya 3% dari

kanker kolorektal muncul pada orang dengan usia dibawah 40 tahun.2 55%

kanker terdapat pada usia ≥ 65 tahun 13

6. Diet tinggi lemak rendah serat

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah

serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada

kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak

menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal. 20

7. Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga

kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang

besar. Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko

dua setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar. 21

3.5 Deteksi dini

22

Page 23: Unfix Lapsus CA Recti

Karsinoma rekti seringkali asimptomatis dan ditemukan dalam

keadaan sudah stadium lanjut. Komite kesehatan dan penelitian Amerika

merekomendasikan skrining pada populasi-populasi dengan kriteria tertentu,

sebagai berikut:

23

Page 24: Unfix Lapsus CA Recti

3.6 Diagnosis Klinis

1. Anamnesa

Anamnesa keluhan utama dan riwayat penyakit memegang peranan yang

sangat penting dalam penegakkan diagnosis. Berikut ini merupakan gejala

yang seringkali dikeluhkan oleh pasien dengan karsinoma rekti:

1. Diare palsu atau “spurious diarrhoea”

Diare palsu merupakan keluhan BAB yang frekuensi tetapi hanya

sedikit yang keluar disertai dengan lendir dan darah serta adanya

rasa tidak puas setelah BAB. Terjadinya diare palsu oleh karena

adanya proses keganasan pada epitel kelenjar mukosa rektum,

berupa suatu massa tumor, dimana tumor akan merangsang

keinginan untuk defekasi, tetapi yang keluar hanya sedikit disertai

hasil sekresi kelenjar berupa mukus dan darah oleh karena

rapuhnya massa tumor.

2. BAB berlendir

BAB berlendir seperti halnya diare palsu merupakan manifestasi

adanya proses keganasan pada epitel kelenjar mukosa rektum dan

hal ini jarang didapatkan pada penderita hemorrhoid.

3. Feses pipih seperti kotoran kambing

Bentuk feses yang pipih seperti kotoran kambing sangat tergantung

dari bentuk makroskopis massa tumor pada rektum. Pada stadium

dini dimana tumor masih kecil dan tidak berbentuk anuler, jarang

ditemukan perubahan bentuk feses.

4. Penurunan berat badan

Penurunan berat badan pada dasarnya akan terjadi pada semua

penderita dengan keganasan, terutama pada stadium lanjut.

Penderita dengan keganasan akan mengalami perubahan

metabolisme oleh karena adanya reaksi inflamasi tumor dengan

host. Adanya peningkatan metabolisme protein, karbohidrat, dan

lemak akan menyebabkan keseimbangan energi-protein menjadi

negatif sehingga diikuti dengan penurunan berat badan. Pada

24

Page 25: Unfix Lapsus CA Recti

Tabel 1. Perbedaan gejala dan karsinoma kolorektal berdasarkan letaknya.3

karsinoma rekti dapat terjadi obstruksi parsial sehingga penderita

akan mengeluhkan perut terasa kembung dan nafsu makan

menurun. Penurunan berat badan yang terjadi biasanya ringan.

5. Perdarahan bercampur tinja

Perdarahan pada keganasan kolorektal terjadi karena adanya proses

inflamasi pada massa tumor. Sifat perdarahan yang keluar akan

bercampur dengan tinja dan berwarna kehitaman jika massa tumor

terdapat pada kolon proksimal, sedangkan darah yang keluar akan

berwarna merah segar jika lokasi massa tumor pada kolon

distal.2,22,15

Berikut ini adalah perbandingan antara karsinoma rektum dengan karsinoma

kolon kiri dan kanan:

Kolon kanan Kolon kiri Rektum

Aspek klinis Kolitis Obstruksi Proktitis

NyeriKarena

penyusupanKarena obstruksi Tenesmus

Defekasi Diare Konstipasi progresifTenesmi terus-

menerus

Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak jarang

Darah pada

fesesSamar

Samar atau

makroskopisMakroskopis

Feses Normal Normal Perubahan bentuk

Dispepsia Sering Jarang Jarang

25

Page 26: Unfix Lapsus CA Recti

Memburuknya

KUHampir selalu Lambat Lambat

Anemia Hampir selalu Lambat Lambat

Tabel 2. Ringkasan diagnosis karsinoma kolorektal.3

Kolon

kanan

Anemia dan kelemahan

Darah samar di feses

Dispepsia

Perasaan tidak enak di perut kanan bawah

Massa di perut kanan bawah

Kolon

kiri

Perubahan pola defekasi

Darah di feses

Gejala dan tanda obstruksi

Rektum Perdarahan rektum

Darah di feses

Perubahan pola defekasi

Pasca defekasi masih ada perasaan tidak puas atau

penuh

Penemuan tumor pada colok dubur

Penemuan tumor pada rektosigmoidoskopi

26

Page 27: Unfix Lapsus CA Recti

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari kemungkinan metastase seperti

pembesaran KGB atau hepatomegali. Dari pemeriksaan colok dubur dapat

diketahui : 1,7

Adanya tumor rektum

Lokasi dan jarak dari anus

Posisi tumor, melingkar / menyumbat lumen

Perlengketan dengan jaringan sekitar

3. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Ada beberapa tes yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kanker rektum,

antara lain:

1. Biopsi

Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting.

Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus

dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis

yang paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar.

Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors,

adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors.2

2. Pemeriksaan Tumor marker : CEA (Carcinoma Embryonic Antigen), CA

242, CA 19-9 2

3. uji FOBT (Faecal Occult Blood Test) untuk melihat perdarahan di

jaringan.18,22,23

4. Digital rectal examination atau biasa disebut rectal touche (colok dubur).

Sekitar 75% karsinoma rekti dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal.

Pemeriksaan dengan rektal touche akan mengenali tumor yang terletak

sekitar 10 cm dari rektum, massa akan teraba keras dan menggaung.17

27

Page 28: Unfix Lapsus CA Recti

Gambar 9. Colok dubur pada karsinoma

Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:

a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian

terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar

prostat atau ujung os coccygis.

b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek

terapi pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat

digerakkan pada lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah

mengalami ulserasi lebih dalam umumnya terjadi perlekatan dan

fiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke struktur ekstrarektal seperti

kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding

anterior uterus.

c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan

karakteristik pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau

fiksasi lesi.

5. Foto rontgen dengan barium enema yaitu cairan yang mengandung

barium, dimasukkan melalui rektum untuk kemudian dilakukan foro

rontgen.

28

Page 29: Unfix Lapsus CA Recti

Gambar 10. Foto rontgen dengan barium enema

6. Endoskopi

a. Sigmoidoskopi

yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan

sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat

sigmoidoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid,

polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.

Flexible sigmoidoscopi setiap 5 tahun dimulai pada umur 50

tahun merupakan metode yang direkomendasikan untuk screening

seseorang yang asimptomatik yang berada pada tingkatan risiko

menengah untuk menderita kanker kolon. Sebuah polip adenomatous

yang ditemukan pada flexible sigmoidoscopi merupakan indikasi

untuk dilakukannya kolonoskopi, karena meskipun kecil (<10 mm),

adenoma yang berada di distal kolon biasanya berhubungan dengan

neoplasma yang letaknya proksimal pada 6-10% pasien. 18

29

Page 30: Unfix Lapsus CA Recti

Gambar 11.

sigmoidoskopi

Gambar12. Kolonoskopi

b. Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran

seluruh mukosa kolon dan rectum Sebuah standar kolonoskopi panjangnya

dapat mencapai 160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat

untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan

keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik

daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%.2 Sebuah

kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol

perdarahan dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur

yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi

anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien.

Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis

dan manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut divertikulitis,

sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik, striktur

kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi

terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi

utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan

komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik. 18

30

Page 31: Unfix Lapsus CA Recti

7. Virtual colonoscopy (CT colonography)Kolonoskopi virtual merupakan diagnostik non-invasif yang baru,

menggunakan X-ray dan software komputer,untuk melihat dua dan tiga-

dimensi dari seluruh usus besar dan rektum untuk mendeteksi polip dan 

kanker kolorektal.14

8. Imaging Tehnik

MRI, CT scan, transrectal ultrasound merupakan bagian dari tehnik

imaging yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien

dengan kanker kolon, tetapi tehnik ini bukan merupakan screening tes.18

a. CT scan

CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker

kolon pre operatif. CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar

adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan

sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai CEA

yang meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan

mencapai 55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan

kanker kolon karena sulitnya dalam menentukan stage dari lesi sebelum

tindakan operasi. Pelvic CT scan dapat mengidentifikasi invasi tumor ke

dinding usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi pembesaran

kelanjar getah bening >1 cm pada 75% pasien.19 Penggunaan CT dengan

kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada

hepar dan daerah intraperitoneal.

31

Page 32: Unfix Lapsus CA Recti

\

b. MRI

MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan

sering digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan

menggunakan CT scan. Karena sensifitasnya yang lebih tinggi daripada

CT scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis ke

hepar.

c. Endoskopi UltraSound (EUS)

EUS secara signifikan menguatkan penilaian preoperatif dari

kedalaman invasi tumor, terlebih untuk tumor rektal. Keakurasian dari

EUS sebesar 95%, 70% untuk CT dan 60% untuk digital rektal

examination. Pada kanker rektal, kombinasi pemakaian EUS untuk melihat

adanya tumor dan digital rektal examination untuk menilai mobilitas

tumor seharusnya dapat meningkatkan ketepatan rencana dalam terapi

pembedahan dan menentukan pasien yang telah mendapatkan keuntungan

dari preoperatif kemoradiasi. Transrektal biopsi dari kelenjar limfa

perirektal bisa dilakukan di bawah bimbingan EUS.

Cara pemeriksaan Persentase

Colok dubur

Rektosigmoidoskopi

Foto kolon dengan barium

kontras

Kolonoskopi

40%

75%

90%

100%

(hampir)

32

Page 33: Unfix Lapsus CA Recti

Tabel 3. Diagnosis pasti untuk karsinoma rectum.3

4. Klasifikasi karsinoma rektum

1. Berdasarkan klasifikasi Dukes

1. Stadium 0

Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam

rektum.yaitu pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.

2. Stadium I

Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai

lapisan muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum

tapi tidak menyebar kebagian terluar dinding rektum ataupun

keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.

3. Stadium II

Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan

terdekat namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes

B rectal cancer.

4. Stadium III

Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat,

tapi tidak menyebar kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C

rectal cancer.

5. Stadium IV

Pada

stadium IV,

kanker

33

Page 34: Unfix Lapsus CA Recti

telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru, atau

ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer

Gambar 13. Stadium Ca Recti I-IV

2. Berdasarkan sistem TNM

Tabel 2. TNM/Modified Dukes Classification System*

TNM

Stadium

Modifie

d Dukes

Stadium

Deskripsi

T1 N0

M0

A Tumor terbatas pada submucosa

T2 N0

M0

B1 Tumor terbatas pada muscularis

propria

T3 N0

M0

B2 Penyebaran transmural

T2 N1

M0

C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric

T3 N1

M0

C2 T3, pembesaran kelenjar mesenteric

T4 C2 Penyebaran ke organ yang berdekatan

34

Page 35: Unfix Lapsus CA Recti

Any T,

M1

D Metastasis jauh

*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)

3.7 Penatalaksanaan

Berbagai jenis terapi dapat digunakan pada pasien dengan kanker rektum.

Tiga terapi standar yang digunakan antara lain adalah:

1. Pembedahan

Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama

untuk stadium 1 dan 2 kanker rektum, bahkan pada suspek stadium 3 juga

masih dapat dilakukan pembedahan. Seiring perkembangan ilmu

pengetahuan, sekarang sebelum dioperasi pasien diberi presurgical

treatment berupa radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi

sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan

terapi ini biasanya digunakan pada pasien dengan kanker rektum stadium

2 dan 3. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan,

meskipun sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat operasi,

beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi pasca

pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal. Adapun jenis

pembedahan yang dapat dilakukan, antara lain:

a. Eksisi lokal

Eksisi lokal jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor

dapat dihilangkan tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika

tumor ditemukan dalam bentuk polip, maka operasinya disebut

polypectomy. Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada

karsinoma terbatas. Seleksi penderita harus dilakukan dengan teliti, antara

lain dengan menggunakan endoskopi ultrasonografik untuk menentukan

tingkat penyebaran di dalam dinding rektum clan adanya kelenjar ganas

pararektal.

b. Low anterior resection (LAR)

35

Page 36: Unfix Lapsus CA Recti

Metode ini digunakan untuk lesi yang terletak di tengah atau 1/3

atas rektum. Untuk masa tumor lebih 5 cm dari anokutan dipertimbangkan

reseksi rectum rendah (LowAnteriorResection/LAR), sehingga tidak perlu

kolostomi.

Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah.

Kanker yang berada di lokasi 1/3 atas dan tengah (5 s/d 15 cm dari garis

dentate) dapat dilakukan ” restorative anterior resection” kanker 1/3 distal

rectum merupakan masalah pelik. Jarak antara pinggir bawah tumor dan

garis dentate merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan

jenis operasi.

Goligher dkk berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa

kegagalan operasi ”Low anterior resection ” akan terjadi pada kanker

rectum dengan jarak bawah rectum normal 2 cm. Angka 5 cm telah

diterima sebagai jarak keberhasilan terapi. Hasil penelitian yang dilakukan

oleh venara dkk pada 243 kasus menyimpulkan bahwa jarak lebih dari 3

cm dari garis dentate aman untuk dilakukan operasi ” Restorative

resection”. ”Colonal anastomosis” diilhami oleh hasil operasi Ravitch dan

Sabiston yang dilakukan pada kasus kolitis ulseratif. Operasi ini dapat

36

Gambar 14. A, Low anterior resection; B,C, coloanal anastomosis;

D, j pouch construction creating a reservoir.

Page 37: Unfix Lapsus CA Recti

diterapkan pada kanker rectum letak bawah, dimana teknik stapler tidak

dapat dipergunakan. Local excision dapat diterapkan untuk mengobati

kanker rectum dini yang terbukti belum memperlihatkan tanda-tanda

metastasis ke kelenjar getah bening. Operasi ini dapat dilakukan melalui

beberapa pendekatan yaitu transanal, transpinchteric atau transsacral.

Pendekatan transpinshter dan transacral memungkinkan untuk dapat

mengamati kelenjar mesorectal untuk mendeteksi kemungkinan telah

terjadi metastasis. Sedang pendekatan transanal memiliki kekurangan

untuk mengamati keterlibatan kelenjar pararektal.

Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi

dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal

atau koloanal rendah.

c. Abdominal perineal resection (Miles procedure)

Untuk masa tumor < 5 cm dari anokutan. Pengangkatan kanker

rektum biasanya dilakukan dengan reseksi abdominoperianal,

termasuk pengangkatan seluruh rectum, mesorektum dan bagian dari

otot levator ani dan dubur. Prosedur ini merupakan pengobatan yang

efektif namun mengharuskan pembuatan kolostomi permanen.

Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan

mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal

dilakukan amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-

Miles. Pada operasi ini anus turut dikeluarkan.

Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles,

rektum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk

kelenjar limf pararektum dan retroperitoneal sampai kelenjar limf

retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan

dikeluarkan seluruhnya dengan rektum melalui abdomen.

37

Page 38: Unfix Lapsus CA Recti

Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum

1. Indikasi

Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate

T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound

Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated

secara histologi

Ukuran kurang dari 3-4 cm

2. Kontraindikasi

Tumor tidak jelas

Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound

Termasuk Poorly diffrentiated secara histologi

38

Gambar 15. Abdominoperineal resection with colostomy

Page 39: Unfix Lapsus CA Recti

Gambar 14. Pembedahan pada CA Recti

2. Radiasi

Pada kasus stadium 2 dan 3, radiasi dapat mengecilkan ukuran

tumor sebelum dilakukan pembedahan, dalam hal ini radiasi berperan

sebagai preoperative treatment. Peran lainnya radioterapi adalah sebagai

terapi tambahan untuk kasus tumor lokal yang telah diangkat melalui

pembedahan dan untuk penanganan kasus metastase jauh. Jika radioterapi

pasca pembedahan dikombinasikan dengan kemoterapi, maka akan

menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan

menurunkan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastase

jauh, radiasi telah terbukti dapat mengurangi efek dari metastase tersebut

terutama pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi

paliatif pada pasien dengan tumor lokal yang unresectable.

Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal

radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung

pada tipe dan stadium dari kanker. Eksternal radiasi (external beam

therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat

diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel

kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan

yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian

radiasi hanya berlangsung beberapa menit. Internal radiasi (brachytherapy,

implant radiation) menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam tubuh

sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang menghasilkan radiasi

39

Page 40: Unfix Lapsus CA Recti

disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral, parenteral atau

implant langsung pada tumor. Internal radiasi memberikan tingkat radiasi

yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan

dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara

sementara menetap didalam tubuh.24, 25

3. Kemoterapi

Adjuvant chemotherapy digunakan untuk menangani pasien yang

tidak terbukti memiliki penyakit residual tetapi beresiko tinggi mengalami

kekambuhan. Terapi ini digunakan pada tumor yang menembus sangat

dalam atau tumor lokal yang bergerombol (stadium 2 dan 3). Terapi

standar kemoterapi tersebut adalah fluorouracil (5-FU) yang

dikombinasikan dengan leucovorin dalam waktu 6-12 bulan. Obat lain

yaitu levamisole dapat menjadi pengganti leucovorin jika tidak tersedia.

Protokol kemoterapi ini telah terbukti menurunkan angka kekambuhan

sebesar 15% dan menurunkan angka kematian sebesar 10%. 2, 18

4. Penanganan Jangka Panjang

Terdapat beberapa kontroversi tentang frekuensi pemeriksaan

follow up untuk rekurensi tumor pada pasien yang telah ditangani dengan

kanker kolon. Beberapa tenaga kesehatan telah menggunakan pendekatan

nihilistic (karena prognosis sangat jelek jika terdeteksi adanya rekurensi

dari kanker). Sekitar 70% rekurensi dari kanker terdeteksi dalam jangka

waktu 2 tahun, dan 90% terdeteksi dalam waktu 4 tahun. Pasien yang telah

ditangani dari kanker kolon mempunyai insiden yang tinggi dari

metachronous kanker kolon. Deteksi dini dan penatalaksanaan yang tepat

pada pasien ini dapat meningkatkan prognosa. Evaluasi follow up

termasuk pemeriksaan fisik, sigmoidoskopi, kolonoskopi, tes fungsi hati,

CEA, foto polos thorax, barium enema, liver scan, MRI, dan CT scan.17

Tingginya nilai CEA preoperatif biasanya akan kembali normal antara 6

minggu setelah pembedahan.2

1. Evaluasi klinik

40

Page 41: Unfix Lapsus CA Recti

Selama 5 tahun setelah tindakan pembedahan, target utama follow up

adalah untuk mendeteksi tumor primer baru. Beberapa pasien kanker

kolorektal membentuk satu atau beberapa tempat metastasis di hepar,

paru-paru, atau tempat anastomosis dimana tumor primer telah

diangkat.2

2. Rontgen

Foto rontgen terlihat sama baiknya bila dibandingkan dengan CT scan

dalam mendeteksi rekurensi.2

3. Kolonoskopi

Pasien yang mempunyai lesi obstruksi pada kolonnya harus melakukan

kolonoskopi 3 sampai 6 bulan setelah pembedahan, untuk meyakinkan

tidak adanya neoplasma yang tertinggal di kolon. Tujuan dilakukannya

endoskopi adalah untuk mendeteksi adanya metachronous tumor,

suture line rekurensi atau kolorektal adenoma. Jika obstruksi tidak ada

maka kolonoskopi dilakukan pada satu sampai tiga tahun setelah

pembedahan, jika negatif maka endoskopi dilakukan lagi dengan

interval 2-3 tahun.2

4. CEA

Meningkatnya nilai CEA menandakan diperlukannya pemeriksaaan

lebih jauh untuk mengidentifikasi tempat rekurensi, dan biasanya

sangat membantu dalam mengidentifikasi metastasis ke hepar. Jika

dicurigai adanya metastasis ke pelvis, maka MRI lebih membantu

diagnosa daripada CT scan.2

3.8 Prognosa

Stage merupakan faktor prognosis yang paling penting,.Grade

histologi secara signifikan mempengaruhi tingkat survival disamping stadium.

Pasien dengan well differentiated karsinoma (grade 1 dan 2) mempunyai 5-

year survival yang lebih baik dibandingkan dengan poor differentiated

karsinoma (grade 3 dan 4). Lokasi kanker terlihat sebagai faktor prognostik

41

Page 42: Unfix Lapsus CA Recti

yang independen. Pada stage yang sama pasien dengan tumor yang berada di

rektum mempunyai prognosa yang lebih buruk bila dibandingkan dengan

tumor yang berada di kolon.2

Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah

sebagai berikut :

a. Stadium I - 72%

b. Stadium II - 54%

c. Stadium III - 39%

d. Stadium IV - 7%

50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa

kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi

pada. Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama

setelah operasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi

termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan kemapuan untuk

memperoleh batas - batas negatif tumor. 7

42

Page 43: Unfix Lapsus CA Recti

BAB IV

ANALISA KASUS

Seorang perempuan, berusia 60 tahun, bertempat tinggal Jl. Kirangga

Wirasantika Rt/Rw 12/04 Kecamatan 30 Ilir. berkebangsaan Indonesia,

agama Islam, menjalani rawat inap di Ruang perawatan kelas 2 BARI dari

tanggal 12 Juli 2014.

Pasien mengaku ambeien yang tidak bisa masuk sejak 3 bulan yang

lalu. Amebeien terasa keras dan sakit saat duduk ataupun berjalan.

Sejak 1 tahun yang lalu, pasien mengatakan ambeian sudah timbul

namun bisa masuk kembali dan tidak mengeluarkan darah. BAB mencret lebih

dari 3x sehari. Sebelum ambeien pasien mengeluh sering BAB keras.

± 3 bulan yang lalu pasien mengatakan ambeien tidak bisa masuk

kembali, keras, berdarah (segar) secara tiba-tiba dan nyeri. Mual (-) muntah (-)

nafsu makan menurun. BAB selalu mencret tidak pernah normal.

Pada pemeriksaan fisik status generalis di dapatkan conjungtiva

anemis, kelenjar getah tidak membesar, pada thoraks untuk pulmo didapatkan

vesikuler sinistra > dextra, stemfremitus (Sinistra>dextra) karena berdasarkan

rontgen thorak didapatkan gambaran bronchiectasis. Untuk Cor didapatkan

ichtus cordis di ICS 6 saat palpasi serta batas-batas jantung yang melebar saat

diperkusi. Pada abdomen ditemukan BU (+) meningkat dan pada ekstremitas

inferior didapatkan 1 nodul dengan diameter 3 cm pada lipat paha kiri, Nyeri

tekan (-).

Pada status lokalis di regio perianal, terdapat tumor yang berukuran

4x4cm. Pada palpasi permukaan tumor berdungkul, keras, batas tidak tegas,

warna serta suhu pada daerah benjolan tidak sama dengan area sekitar. Saat

dilakukan Rectal touche, Tonus Sfingter ani (+), Massa berdungkul sampai

dengan 5cm kedalam, Lokasi maasa dari anus sampai 5 cm ke lumen rectum,

Feses(-) darah (+) lender (-).

43

Page 44: Unfix Lapsus CA Recti

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

pasien ini didiagnosa dengan Karsinoma Anorektal T4N2M0.

Penatalaksanaan pada penderita yaitu dengan Abdominal perineal resection

(Miles procedure). Prognosis pasien ini quo ad vitam adalah dubia dan quo

ad functionam adalah malam.

44

Page 45: Unfix Lapsus CA Recti

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes. 2006. Gaya hidup penyebab kolorektol, (Online), (http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=2058&Itemid=2, diakses 24 Agustus 2011).

2. Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott Willi ams & Wilkins: USA.p 201

3. Syamsuhidajat R, Jong Wim D,(eds). 2004. buku ajar Ilmu Bedah 2nd ed. EGC: jakarta.

4. WHO. 2006. The Impact of Cancer, (Online), (http://www.who.int /ncd_ surveillance/infobase/web/InfoBasePolicyMaker/reports/ReporterFullView.aspx?id=5, diakses 24 Agustus 2011).

5. Depkes. 2006. Deteksi Dini Kanker Usus Besar, (Online), (http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/KankerUsus011106.htm, diakses 24 Agustus 2011).

6. Samiadji, S. 1995. Akurasi Keluhan Berak Darah dan Penurunan Berat Badan dalam Diagnosis Karsinoma Rekti. Tesis. Semarang: FK UNDIP

7. Elizabeth., Cirincione, 2005. Rectal Cancer. Available from www.emedicine.com. (Download : 24 Agustus 2011).

8. Tim pengajar anatomi. 2001. Situs Abdominis. laboratorium anatomi histologi fakultas kedokteran universitas airlangga: surabaya.

9. Snell RS. 2004. Clinical Anatomy 7th ed. Lippincott Williams & Wilkins.USA.

10. Stewart SL, Wike JM, Kato I, Lewis DR, Michaud F. a population based study of colorectal cancer histology in United States 1998-2001. cancer, (online)2006; 107(5 suppl): American Cancer Society, (www.pubmed.com, diakses 24 Agustus 2011).

11. Kastomo DR, Soemardi A. Tindakan Bedah pada Keganasan Kolorektal Stadium Lanjut. Maj Kedokt Indon, 2005 Juli; Vol 55 No 7, p 499-500.

12. Soeripto et al. Gastro-intestinal Cancer in Indonesia. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, (Online), 2003; Vol. 4, No. 4, (http://www.apocp.org/ cancer_download/Vol4_No4/Soeripto.pdf, diakses 24 Agustus 2011).

45

Page 46: Unfix Lapsus CA Recti

13. Boyle P, Ferlay J. Cancer Incidence and Mortality in Europe 2004. Ann Oncol, (online), 2005 Mar; 16(3):481-8, (www.pubmed.com, diakses 24 Agustus 2011).

14. Mukhtar, S. 2010. Colo-rectal Cancer in A. Wahab Sjahranie General Hospital Samarinda, East Borneo. Samarinda

15. Price, S. dan Wilson, L. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC

16. Suyono S.In : Boedi Darmojo R, Pranarka K. (eds.). 2001. buku ajar Ilmu Penyakit Dalam II 3th Ed. balai penerbit FKUI: jakarta. p 24

17. Silalahi J. Antioksidan dalam Diet dan Karsinogenesis. Cermin Dunia Kedokteran, (Online), 2006; 153: 40, (diakses 24 Agustus 2011).

18. Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies.

19. Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. the New England Journal of Medicine, (online), 2003 march 6; 348:919-932, (www.pubmed.com, diakses 24 Agustus 2011).

20. Michels KB, Giovannucci E, Joshipura KJ, Rosner BA, Stampfer MJ, Fuchs CS, Colditz GA, Speizer FE, Willett WC. Prospective study of fruit and vegetable consumption and incidence of colon and rectal cancers. J Natl Cancer Inst. (online). 2001 Jun 6; 93(11):879, (www.pubmed.com, diakses 24 Agustus 2011).

21. Giovannucci E. An updated review of the epidemiological evidence that cigarette smoking increases risk of colorectal cancer. Cancer Epidemiol BiomarkersPrev. (online). 2001Jul; 10(7):725-31, (www.pubmed.com, diakses 24 Agustus 2011).

22. Hassan, Isaac., 2006. Rectal carcinoma. Available from www.emedicine.com. (Download : 24 Agustus 2011

23. Moayyedi P, Achkar E. Does fecal occult blood testing really reduce mortality? A reanalysis of systematic review data. Am J Gastroenterol. (online). 2006 Feb; 101(2): 380-4, (www.pubmed.com, diakses 24 Agustus 2011).

24. Beaumont hospitals. 2006. Colorectal Cancer, (Online), (http://www.beaumont hospi tals.com/pls/ portal30/site. Web pkg. page?xpageid=P07164, diakses 24 Agustus 2011).

46

Page 47: Unfix Lapsus CA Recti

25. Henry ford. 2006. What is Radiation Therapy?, (Online), (http://www.Henry ford.com/body. cfm?id=39201, diakses 24 Agustus 2011).

47

Page 48: Unfix Lapsus CA Recti

48

Page 49: Unfix Lapsus CA Recti

49

Page 50: Unfix Lapsus CA Recti

50

Page 51: Unfix Lapsus CA Recti

51

Page 52: Unfix Lapsus CA Recti

52

Page 53: Unfix Lapsus CA Recti

53