lap. kasus ca. recti diobaaaa
DESCRIPTION
nnnTRANSCRIPT
BAB I
STATUS PASIEN
1.1 Identitas pasien
Nama : Ny. s
Umur : 52 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ciawi
Agama : Islam
Tanggal MRS : 21 mei 2015
1.2 Anamnesa
1.2.1 Keluhan Utama
Benjolan di anus
1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
1.2.3 Pasien datang ke RSUD Tasikmalaya dengan keluhan benjolan di anus
sejak 8 bulan SMRS. Mulanya benjolan kecil tapi lama kelamaan menjadi
besar,pasien mengatakan benjolannya kadang-kadang berdarah dan terasa
sakit,sakitnya berkurang jika pasien berbaring dalam posisi miring.Pasien
mengatakan BAB sehari 2 kali,berwarna kehitaman,berlendir,kadang
disertai sedikit darah menetes.Nafsu makan tidak ada ,Pasien mengeluh
lemah badan,BAK tidak ada keluhan
1.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mempunyai riwayat susah BAB sejak lama,kadang-kadang BAB
mencret,berwarna kehitaman dan berlendir.
1.2.5 Anamnesa tambahan
-Pasien belum pernah sakit seperti ini.
-Di keluarga tidak ada riwayat penyakit seperti ini.
-Pasien belum pernah mengalami operasi sebelumnya.
-Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi
terhadap makanan ataupun obat-obatan.
-Pasien tidak punya riwayat penyakit DM,hipertensi,ginjal,liver
Pemeriksaan Fisik
1.2.6 Pemeriksaan umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Vital Sign :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
HR : 85x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,8oC
Status Generalis :
Kepala : Normocephali
: Mata : Konjungtiva Anemis -/-, sclera ikterik -/-
Thorax :
Paru-paru
Vocal fremitus Hemithorak kiri dan kanan
tidak sama
Perkusi : pekak
Wh (-/-)
Rh (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk cembung
Palpasi : Nyeri tekan Tidak ada
Auskultasi : Bising usus (+)
Status Lokalis :
o Inspeksi: Terlihat benjolan pada anus berdimater 7 cm warna
kemerahan dan ada bagian berwarna kekuningan disertai benjolan-
benjolan berukuran kecil.
o Rectal toucher ; berbenjol-benjol
spinkter ani kuat
ampula kolaps
rapuh
pada handscoon ada darah
1.3 Pemeriksaan Penunjang
Hematologi
Hb : 12 gr/dl
Lekosit : 15.000 /ml
trombosit : 400.000 /ml
Faal Hati/jantung
Tgl 21/5/2015
Albumin ; 1,81
Globulin 3,62
Tgl 23/5/2015
Albumin ; 1,85
protein total 4,90
Globulin ; 3,0
Tgl 24/5/2015
Protein total ; 4,83
Albumin ; 1,93
Globulin ; 2,90
Tgl 26/5/2015
Protein ; 5,09
Albumin ; 2,88
Globulin 3,01
Tgl 28/5/2015
protein ; 6,32
albumin ; 2,92
Globulin ; 3,40
Tgl 29/5/2015
Albumin ; 3,09
Protein ; 6,25
Globulin ; 3,14
Na ; 146
K ; 2,9
Ca ; 1,38
Tgl 30/5/2015
Na ; 146
K ; 3,2
ca ; 1,33
DIAGNOSA KERJA
susp. Ca recti 1/3 distal
Rencana tindakan
Colostomy
Biopsy massa rectum
Pasien dijadwalkan operasi pada tanggal 4 juni 2015 namun dibatalkan.
Alasannya :
-VBS kiri dan kanan tidak sama, susp.efusi pleura
-Imbalance elektrolit hipokalemi
-Untuk saat ini ASA IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Epidemiologi
Kanker kolorektal adalah kanker usus yang tersebar di berbagai Negara
Dunia. Prevalensinya berbeda-beda.Pravalensi tinggi di Amerika Serikat,
Australia, newzeland, Scandinavia dan eropa barat, jarang di Asia,Afrika dan
Amerika Selatan.
Di Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh kanker yang sering dilaporkan.
Perbedaan pravalensi ini memperlihatkan adanya pengaruh lingkungan pada
kejadian dan pertumbuhan kanker tersebut.
Bukti yang mendukung adanya hubungan tersebut yaitu meningkatnya
prevalensi kanker pada immigrant dari Negara dengan prevalensi kanker rendah
ke Negara dengan pravalensi kanker tinggi. Misalnya penduduk Jepang atau
Afrika yang bermigrasi ke Amerika.
Penyakit ini dapat menyerang pria dan wanita. Jarang ditemukan pada
kelompok usia kurang dari 40 tahun, banyak ditemukan pada kelompok pada usia
diatas 50 tahun. Pada tahun 1995 Amerika Cancer Society memperkirakan
terdapat 138.000 kasus baru kanker kolorektal, 70% diantaranya berasal dari
kolon dan 30% sisanya berasal dari rectum dan 55.000 diantaranya meninggal.
Dalam dua decade terakhir ini di Amerika dilaporkan terjadi perbaikan
angka harapan hidup penderita kanker kolorektal. Perbaikan harapan hidup ini
kemungkinan dikarenakan telah terjadi perbaikan pada teknik operasi, adanya
kemoterapi ajuvan, radioterapi, dan deteksi awal.
Secara umum angka harapan hidup 5 tahun kanker kolorektal meningkat
dari 46% menjadi 62%.Angka harapan hidup 5 tahun menurut stadiumnya
berturut-turut 92% bila penyakit masih terbatas local, 64% bila telah terjadi
metastses ke kelenjar regional dan hanya 7% bila telah terjadi metastasis jauh.
A. Definisi
Kanker kolon sebagaimana sifat kanker lainnya, memiliki sifat dapat
tumbuh dengan relatif cepat, dapat menyusup atau mengakar (infiltrasi) ke
jaringan disekitarnya serta merusaknya, dapat menyebar jauh melalui
kelenjar getah bening maupun pembuluh darah ke organ yang jauh dari
tempat asalnya tumbuh, seperti ke liver atau ke paru-paru, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan baik.
B. Patofisiologi
Jenis utama pada kanker kolorektal adalah adenokarsinoma, yang
sebelumnya dicetuskan dengan polip adenomatosa, dapat tumbuh pada
mukosa colon yang normal. Penelitian yang dilakukan oleh Bert
Vogelstein, dkk lebih dari 20 tahun yang lalu berhasil mengidentifikasikan
alterasi genetic yang terpenting, dimana akan berkembang menjadi kanker
kolorektal.
Pada awalnya terjadi peningkatan gen APC (adenomatosa poliposis
coli), dimana bersifat mutasi individual oleh familial adenomatosa
poliposis (FAP). Protein yang mengkode target gen APC dengan
mendegradasi beta-catenin, suatu komponen protein transkripsional
kompleks yang mengaktivasi growth-promoting onkogen, seperti cyclin
D1 atau c-myc. Mutasi APC dan beta-catenin sering teridentifikasi pada
kanker koloretal yang bersifat sporadic.
Perubahan metilasi DNA dapat terjadi pada stadium polip. Kanker
kolorektal dan polip mengalami ketidakstabilan metilasi genomic DNA,
dengan hipometilasi global dan regional. Hipometilasi dapat meningkatkan
aktivasi onkogen, dimana hipometilasi dapat meningkatkan tumor supresor
gen. ras mutasi gen umumnya dapat terjadi pada polip yang besar, yang
akan mempengaruhi pertumbuhan onkogen polip.
Delesi kromosom 18q dapat dihubungkan pada pertumbuhan kanker yang
bersifat lanjut. Delesi kromosom ini meningkatkan target DPC4 (suatu gen
delesi pada kanker pancreas dan meningkatkan factor transforming-growth
[TGF]-beta pada jalur penanda growth-inhibitor) dan DCC (suatu gen
delesi pada kanker kolon). Kehilangan kromosom 17p dan mutasi gen
tumor supresi p53 terjadi pada keadaan lanjut kanker kolon. Overexpresi
Bc12 akan meningkatkan inhibisi kematian sel, hal ini terjadi pada
perkembangan kanker kolorektal. Delesi 18q akan terdeteksi pada stadium
kanker kolon Dukes B, dimana akan terjadi peningkatan rekurensi
pembedahan, dan pada penelitian akan lebih baik jika dilakukan
kemoterapi adjuvant.
Predisposisi terjadinya kanker kolon lainnya, yaitu hereditary
nonpoliposis kanker kolon, dimana terjadi mutasi beberapa gen, yang
meningkatkan mismatch repair DNA, termasuk MSH2, MLH1 dan MLH1
dan PMS2. ras mutasi gen akan terdeteksi pada feses pasien dengan
kanker kolorektal.
C. Riwayat perjalanan penyakit
Kanker kolon dapat ditemukan dengan skrinning dan biasanya
bersifat asimptomatik. Kira-kira 50 % pasien mengeluh nyeri abdomen, 35
% pasien mengeluh adanya perubahan bowel-habit, 30 % pasien akan
mengalami occult bleeding, sedangkan 15 % pasien akan mengalami
obstruksi usus. Colon dextra lebih besar kemungkinan terjadinya
perdarahan dibandingan Colon sinistra. Pasien dengan keluarga dengan
riwayat kanker kolon, familial poliposis, atau colitis ulserativa akan
meningkatkan terjadinya kanker colon.
D. Etiologi
Hingga saat ini tidak diketahui dengan pasti apa penyebab kanker
kolorektal. Tidak dapat diterangkan, mengapa pada seseorang terkena
kanker ini sedangkan yang lain tidak. Namun yang pasti adalah bahwa
penyakit kanker kolorektal bukanlah penyakit menular. Terdapat beberapa
faktor resiko yang menyebabkan seseorang akan rentan terkena kanker
kolorektal yaitu:
• Usia, umumnya kanker kolorektal menyerang lebih sering pada
usia tua. Lebih dari 90 persen penyakit ini menimpa penderita diatas usia
50 tahun. Walaupun pada usia yang lebih muda dari 50 tahunpun dapat
saja terkena. Sekitar 3 % kanker ini menyerang penderita pada usia
dibawah 40 tahun.
• Polyp kolorektal, adalah pertumbuhan tumor pada dinding sebelah
dalam usus besar dan rektum. Sering terjadi pada usia diatas 50 tahun.
Kebanyakan polyp ini adalah tumor jinak, tetapi sebagian dapat berubah
menjadi kanker. Menemukan dan mengangkat polyp ini dapat menurunkan
resiko terjadinya kanker kolorektal.
• Riwayat kanker kolorektal pada keluarga, bila keluarga dekat yang
terkena maka resiko untuk terkena kanker ini menjadi lebih besar,
terutama bila keluarga yang terkena tersebut terserang kanker ini pada usia
muda.
• Kelainan genetik, perubahan pada gen tertentu akan meningkatkan
resiko terkena kanker kolorektal. Bentuk yang paling sering dari kelainan
gen yang dapat menyebabkan kanker ini adalah hereditary nonpolyposis
colon cancer (HNPCC), yang disebabkan adanya perubahan pada gen
HNPCC. Sekitar tiga dari empat penderita cacat gen HNPCC akan terkena
kanker kolorektal, dimana usia yang tersering saat terdiagnosis adalah
diatas usia 44 tahun.
• Pernah menderita penyakit sejenis, dapat terserang kembali dengan
penyakit yang sama untuk kedua kalinya. Demikian pula wanita yang
memiliki riwayat kanker indung telur, kanker rahim, kanker payudara
memiliki resiko yang tinggi untuk terkena kanker ini.
• Radang usus besar, berupa colitis ulceratif atau penyakit Crohn
yang menyebabkan inflamasi atau peradangan pada usus untuk jangka
waktu lama, akan meningkatkan resiko terserang kanker kolorektal.
• Diet, makanan tinggi lemak (khususnya lemak hewan) dan rendah
kalsium, folat dan rendah serat, jarang makan sayuran dan buah-buahan,
sering minum alkohol, akan meningkatkan resiko terkena kanker
kolorektal.
• Merokok, dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker ini karena
terjadi induksi oleh 5-lipoxygenase–associated angiogenic pathways.
• wanita postmenopause yang menggunakan hormone replacement
therapy.
E. Klasifikasi kanker kolon
Berdasarkan lokasi dapat dibedakan berdasarkan letak tumor, seperti kolon
kanan ataupun kolon kiri.
Diagnosa banding pada kanker kolon, seperti :
• Crohn Disease
• Diverticulitis
• Diverticulosis, Small Intestinal
• Fecal Incontinence
• Ileus
• Inflammatory Bowel Disease
• Kaposi Sarcoma
• Peritonitis and Abdominal Sepsis
• Ulcerative Colitis
• Uremia
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboraturium
Carcinoembryonic antigen
o Level preoperative carcinoembryonic antigen (CEA) level dapat
membantu manajemen klinik kanker kolorektal. CEA meningkat pada poorly
differentiated colon or rectal carcinomas.
o Jika level CEA preoperative meningkat, dapat dilakukan monitoring untuk
mengetahui adanya rekurensi, dimana CEA dapat pula meningkat jika terjadi
gangguan pada pancreas dan hepatobiliaris, dan peningkatan tidak selalu akibat
dari proses keganasan. Perlu ditunjang dengan test lain seperti CT scan dan
kolonoskopi.
Gambar normogram CEA
Antigen kanker 19-9: tumor markers lainnya yang dapat membantu dalam
penegakkan diagnosa.
Pemeriksaan hematology, termasuk jumlah sel darah dan elektrolit, dan
pemeriksaan kimia darah. Pemeriksaan test fungsi hati, biasanya akan
meningkat apabila terjadi metastase ke hati.
Urinalysis
2. Pemeriksaan radiologi
• Foto thorax, merupakan evaluasi rutin dan dapat mengetahui stadium pada
kanker kolon jika terjadi metastase pada paru-paru.
• Computed tomographic scanning
o Abdominal atau pelvic CT scans sangat membantu dalam mendiagnosa
kanker kolon, jika terjadi metastase ke nodus limfatikus dank ke hati. Multiple
metastase ke hati merupakan inoperable untuk operasi dan kemoterapi.
o Chest CT scans dapat mengidentifikasikan adanya metastase ke hati.
Prognosis akan memburuk pada pasien dengan metastase ke hati dan paru.
o PET imaging (FDG-PET) dapat membantu dalam menentukan stadium
kanker kolorektal dan mendeteksi adanya rekurensi.
3. Prosedur pemeriksaan dengan kolonoskopi
• Kolonoskopi dilakukan dengan memasukan alat ke dalam kolon dan dapat
dilakukan untuk biopsy pada pasien dengan polip kolon.
o Pembersihan bowel yang adekuat dengan polyethylene glycol 3350
[GoLYTELY, NuLYTELY], magnesium citrate [Citroma], senna [X-Prep]) untuk
mempersiapkan pasien untuk endoscopy, colonoscopy, and barium x-ray.
o Pemeriksaan total kolonoskopi sebaiknya dikerjakan bila menemukan
polip adenoma dibagian distal kolon. Pendapat ini didasarkan pada hasil
penelitian yang menyimpulkan bahwa resiko adenokarsinoma kanker kolorektal di
bagian proksimal seesar 0,5% untuk polip tubulus berukuran ≤ 1 cm; 2,9 s/d 6,6%
pada kelompok tubulovilus, vilus polip besar didaerah kolon distal. Kemungkinan
ditemukan polip daerah proksimal akan meningkat bila ditemukan polip multipel.
o Angka kejadian polip kolon proksimal lebih besar pada penderita polip
adenoma kolon distal lanjut ( > 10% ) dibandingkan dengan penderita dengan
polip berukuran ≤ 1 cm ( < 1% ).
• Double-contrast barium enemas merupakan pemeriksaan untuk skrinning
dan diagnosa kanker kolon.
Kemampuan kombinasi pemeriksaan barium enema dan sigmoidoskopi
pada kasus perdarahan saluran cerna bawah lebih baik daripada
pemeriksaan kolonoskopi terutama untuk mendiagnosis kelainan jinak
seperti divertikel, tetapi kolonoskopi tetap lebih sensitif dan spesifik untuk
mendiagnosis
Gambar filing defek pada kanker kolon
H. Tata laksana medik
1. Kemoterapi
First-line standard therapy dari metastase kanker kolorektal, dengan
kombinasi 5-FU, leucovorin (LV), dan irinotecan (CPT11) lebih baik
daripada menggunakan 5-FU/leucovorin atau CPT11 secara tunggal. Pada
tahun 2004, therapi anti-VEGF dengan bevacizumab (Avastin)
menunjukan peningkatan survival-rate pada pasien yang mendapatkan
kombinasi Avastin dengan irinotecan, 5-FU, dan leucovorin. Kanker
kolorektal merupakan tipe kanker pertama yang berespons terhadap terapi
antiangiogenik, yang telah diteliti oleh Herb Hurwirtz, dkk. Standard
therapy untuk metastase pada kanker kolon, yaitu CPT11 plus
5-FU/leucovorin, atau lebih dikenal dengan “Saltz regimen”. Pada tahun
2005, standard therapy untuk metastase pada kanker kolon adalah IFL
dengan bevacizumab (irinotecan, 5-FU, leucovorin, Avastin).
o Agents Saltz regimen diberikan secara injeksi IV seminggu sekali
selama 4 minggu, dan dilanjutkan pada minggu ke-6.
o Diare merupakan efek samping dari regimen ini, kombinasi dari
5-FU/leucovorin/CPT11 mempunyai potensial toksisitas yang
berat, dimana akan meningkatkan dehidrasi dan kolaps pembuluh
darah.
Kemoterapi intrahepatic pada kanker kolon dengan metastase ke liver
dapat digunakan intrahepatic (intraarterial) chemotherapy dengan
floxuridine (FUDR), dapat digunakan pda keadaan :
o Setelah reseksi primer kanker kolon dan nodus limfatikus.
o Pilihan kedua untuk pasien dengan lesi liver multiple atau pada lesi
yang berukuran besar.
o Sclerosing cholangitis
Terapi adjuvant untuk kanker colon adalah 5-FU/leucovorin
o Pada penelitian menunjukan peningkatan survival rate pada pasien
dengan Dukes C yang mendapatkan kemoterapi adjuvant. 5-FU
digunakan secara infus setiap hari untuk 5 hari setiap 4 minggu
(Mayo Clinic regimen) dan setiap minggu untuk 6 minggu dengan
2 minggu berhenti (Roswell Park regimen).
o Kontroversial kemoterapi untuk stadium II (Dukes B), dimana
harus menentukan pasien yang dapat menerima kemoterapi seperti
(large primary tumor [T4], pathologic T3 level of invasion >15
mm, lokasi tumor pada bagian kiri, tumor yang telah mengalami
obstruksi atau perforasi, tumor poorly differentiated, invasi
perineural, dan telah menginvasi ke vena.
2. Tata laksana pembedahan pada tumor kolon
Kolosnoskopi Polipektomi
Kolonoskopi dan polipektomi merupakan langkah kuratif pada karsinoma
insitu yang berasal dari transformasi polip. Tampaknya pada keadaan ini tidak
terdapat potensi penyebaran (metastasis). Sedangkan karsinoma submukosa yang
berasal dari transformasi polip dianjurkan untuk dilakukan operasi reseksi usus.
Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa potensi metastasis ke kelenjar getah
bening sebesar 12% bilamana ditemukan proses metastases di kelenjar getah
bening tambahan pemberian terapi obat anti kanker merupakan pilihan yang
bijaksana.
Pembedahan
Operasi merupakan terapi utama kanker kolon lanjut. Tujuan dari operasi
adalah penyembuhan dan mengurangi keluhan. Operasi pengangkatan tumor pada
proses metastase tetap diperlukan dengan tujuan menghindari terjadinya
penyumbatan oleh masa tumor, atau mencegah perdarahan karena kanker.
Bilamana peluang penyembuhan kanker masih ada, banyak pilihan teknik operasi
dapat diterapkan. Namun pada dasarnya reseksi harus dapat menghasilkan batas
sayatan bebas tumor dan jaringan pericolic juga bebas tumor.
Reseksi dinyatakan kuratif apabila dicapai penurunan resiko penyebaran
lokoregional dan kekambuhan. Oleh karena itu untuk mencapai hal tersebut batas
sayatan harus lebih besar 5 cm dari batas tumor untuk kanker kolon bagian kanan,
kolon transversum, fleksure lienalis, kolon desendens dan kolon sigmoid. Untuk
daerah rectum sayatan dapat lebih pendek karena jarak dengan anus terlalu dekat.
Hal tersebut terpaksa dilakukan untuk menghindari pembuatan anus buatan.
Gambar kolektomi
Kolektomi Kanan
Tumor didaerah cecum, kolon asending, atau fleksura hepatika
memerlukan homikolektomi kanan. Hemokolektomi kanan adalah pengangkatan
daerah 5 sampai 8 cm ileum terminal, cecum, kolon asenden, fleksura hepatika
dan bagian proksimal kolon transversum. Setelah dilakukan reseksi kemudian
dilakukan penyambungan (anastomesis) antara ileum dan kolon ( side-to-side)
Kolektomi Transverse
Pengangkatan kolon transversum karena tumor didaerah colon
transversum proksimal, tengah dan distal. Operasi kolektomi transverse untuk
mengangkat tumor bagian proksimal acapkali mengalamai kesulitan. Diperlukan
operasi ekstended hemikolektomi kanan. Sedangkan bila melakukan operasi untuk
pengangkatan tumor kolon transversum bagian tengah atau distal, acap ditemukan
kesulitan pada penyambungan memerlukan tarikan dan pembebasan jaringan fasia
dibelakangnya.
Kadang diperlukan tindakan kolektomi subtotal yaitu mengangkat kolon
bagian kanan, transversum, desenden dan sigmoid. Keadaan ini dimaksudkan
untuk menjamin asupan darah ke rectum. Operasi ini juga bermanfaat pada
keadaan sumbatan total di daerah fleksura lienalis.
Kolektomi Kiri dan Sigmoid
Operasi ini dilakukan untuk mengatasi tumor di daerah puncak sigmoid, bagian
bawah sigmoid dan rektosigmoid.Potongan bagian proksimal kolon desendus atau
bagian kolon transversum disambung dengan bagian proksimal rectum.