tutorial malaria
DESCRIPTION
malariaTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat menyusun laporan tutorial
blok 9 ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Di sini kami membahas sebuah kasus yang kemudian dipecahkan secara kelompok
berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis,
meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik
pembelajaran.
Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok, teks
book, media internet.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa, orang tua, tutor, dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril
maupun materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.
Palembang, 06 Juli 2012
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
A. SKENARIO 3
B. Klarifikasi Istilah 3
C. Identifikasi Masalah 4
D. Analisis Masalah 5
E. Keterkaitan Antar Masalah 28
F. Identifikasi Topik Pembelajaran (Learning Issues) 29
G. Sintesis 29
H. Kerangka Konsep 59
I. Kesimpulan 60
DAFTAR PUSTAKA 61
2
A. SKENARIO
Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal di
daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit
kepala dan mual-mual. Setelah berkonsultasi ke dokter Puskesmas, ia diberi obat
antimalaria klorokuin dan obat simptomatis lainnya serta dilakukan pemeriksaan apusan
darah perifer tipis dan tebal. Walaupun telah minum obat klorokuin sesuai petunjuk
dokter, namun gejala-gejalanya tidak berkurang. Hasil pemeriksaan laboratorium
menyatakan Plasmodium falciparum (+++).
B. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Transmigran: Orang yang berpindah dari satu daerah ke daerah lain.
2. Demam: Suhu badan lebih tinggi dari normal (37oC) karena sakit.
3. Klorokuin: Obat anti amuba dan anti-inflamasi yang dipakai dalam pengobatan
malaria, giardiasis, amebiasis ekstraintestinal, lupus eritematosus, dan arthritis
rematoid; juga dipakai dalam bentuk garam hidroklorida dan garam fosfat.
4. Mual: Sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada epigastrium
dan abdomen, dengan kecendrungan untuk muntah.
5. Pemeriksaan Apusan Darah: Pemeriksaan darah yang menilai berbagai unsure sel
darah seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit serta mencari adanya parasit.
6. Pemeriksaan Apusan Darah Tipis: Preparat membutuhkan sedikit darah dengan
melihat perubahan pada eritrosit.
7. Pemeriksaan Apusan Darah Tebal: Preparat darah dengan melihat darah secara
keseluruhan.
8. Plasmodium falciparum: Suatu parasit protozoa yang menyebabkan malaria pada
manusia, bersifat parasit pada sel darah manusia.
9. Menggigil: Tubuh bergetar secara involunter.
10. Obat Simptomatis: Obat yang mengatasi gejala-gejala yang muncul.
3
C. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal
di daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai
sakit kepala dan mual-mual.
2. Tuan Budi diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis tapi gejala tidak
berkurang walau obat telah diminum sesuai petunjuk dokter.
3. Dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal dengan hasil Plasmodium
falciparum (+++).
No. Kenyataan Kesesuaian Konsen
1. Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal
Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal di daerah Amaroppa
Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat
disertai sakit kepala dan mual-mual.
TSH
2. Tuan Budi diberi obat antimalaria klorokuin dan obat
simptomatis tapi gejala tidak berkurang walau obat
telah diminum sesuai petunjuk dokter.
TSH VVV
3. Dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan
tebal dengan hasil Plasmodium falciparum (+++).
TSH
4
D. ANALISIS MASALAH
Masalah 1
Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal
di daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit
kepala dan mual-mual.
1. Jelaskan mekanisme dari demam dan menggigil! (sesuai skenario)
Jawab:
Demam merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan
yang mengancam keadaan fisiologis tubuh.
Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan
oleh “zat toksis (racun)” yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi
karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu
sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya
serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali
dengan masuknya “racun” kedalam tubuh kita. Contoh “racun” yang paling mudah
5
adalah mikroorganisme penyebab sakit. Mikroorganisme (MO) yang masuk ke dalam
tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin/racun tertentu yang dikenal sebagai pirogen
eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan
mencegahnya yakni dengan memerintahkan “tentara pertahanan tubuh” antara lain
berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan
adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengelurkan “senjata”
berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya interleukin 1/ IL-
1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan
merangsang sel-sel endotel hipotalamus (sel penyusun hipotalamus) untuk
mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat bisa keluar
dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Proses selanjutnya adalah, asam
arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran
prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun berkat bantuan dan campur
tangan dari enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin ternyata akan
mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya,
hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu
normal). suhu di luar tubuh sekarang berada dibawa dari suhu dalam tubuh dalam
artian disini terjadi peningkatan suhu dalam tubuh, keadaan ini memberikan ketidak
seimbangan diluar dan di dalam tubuh dan akibatnya terjadilah respon dingin/
menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh
yang lebih banyak atau dapat diberikan selimut.. Literature lainyya menjelaskan
bahwa kontraksi otot (menggigil) memberikan dampak berupa penurunan suplai darah
ke jaringan. Dengan demikian tubuh akan mengeluarkan panas berupa keringat .
Adanya perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang “setting” hipotalamus
yang mengalami gangguan oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam
atau febris. Demam yang tinggi pada nantinya akan menimbulkan manifestasi klinik
(akibat) berupa kejang (umumnya dialami oleh bayi atau anak-anak yang disebut
dengan kejang demam) Dengan memahami mekanisme sederhana dari proses
terjadinya demam diatas, maka salah satu tindakan pengobatan yang sering kita
lakukan adalah mengompres kepala dan meminum obat penurun panas misal yang
sangat familiar adalah parasetamol.
Proses terjadinya berkeringat juga dijelaskan dalam literatur lain bahwa pemeriksaan
mikroskropis malaria membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
6
Seperti Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam
memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi
dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi
spesies parasit. Disini dapat disimpulkan bahwa terjadi proses peralihan suhu dalam
tubuh dan diluar, yang dimana proses ini merupakan suhu tinggi dalam tubuh menjadi
rendah akhirnya secara tidak langsung tubuh akan mengeluarkan panasnya berupa
berkeringat.
2. Jelaskan mekanisme dari berkeringat! (sesuai skenario)
Jawab:
Berkeringat terjadi akibat munculnya demam atau peningkatan suhu tubuh dari nilai
normal. Peningkatan suhu tubuh dari nilai normal ini akan menyebabkan produksi
keringat sebagai upaya tubuh untuk mengeluarkan panas dari tubuh sehingga menjaga
suhu inti tubuh tetap dalam batasan normal.
Pada keadaan demam, hipotalamus akan meningkatkan batas normal suhu tubuh dari
nilai normal, pada saat ini suhu inti tubuh yang normal akan menjadi lebih rendah dari
batas suhu tubuh hipotalamus, dan pada saat ini tubuh akan melakukan usaha
memparoleh panas, salah satunya melalui menggigil. Akan tetapi, ketika hipotalamus
mulai berusaha menurunkan batas suhu tubuh kembali, suhu tubuh pada saat ini akan
berada di atas batas suhu yang ditetapkan oleh hipotalamus dan oleh sebab itu akan,
tubuh akan berusaha mengeluarkan panas dari dalam tubuh salah satunya melalui
pengeluaran keringat.
3. Jelaskan mekanisme dari sakit kepala! (sesuai skenario)
Jawab:
Mekanisme :
infeksi Plasmodium →melepaskan toksin malaria (GPI) →m’aktivasi makrofag
→menskresikan IL 12 → mengaktivasi sel Th → mensekresikan IL 3 → m’aktivasi
sel mast → menskresikan PAF → m’aktivasi faktor Hagemann → sintesis bradikinin
→ merangsang serabut saraf (di otak) →nyeri → SAKIT KEPALA
7
Atau :
infeksi Plasmodium →melepaskan toksin malaria (GPI) →m’aktivasi makrofag → ∑
TNF α >> →menstimulasi sel” otak → m’sintesis NO (Nitrit oksida) → SAKIT
KEPALA
Terdapat tiga mekanisme lain terjadinya sakit kepala :
1. NO yang meningkat karena IL-1&TNF yang tinggi akibat toksin dari
plasmodium.
2. merozoit yang keluar dari RBC yang pecah, memacu produksi prostaglandin dan
bradikinin yang bisa merangsang reseptor nyeri di kepala ( prostaglandin mediator
kimiawi sensitivasi nyeri kepala)
3. akibat iritasi serebral yang bersifat sementara.
Ada juga kemungkinan lain yang bisa menyebabkan sakit kepala sesuai dengan
skenario ini:
Plasmodium falciparum dapat merusak membrane eritrosit sehingga terjadi rupture
eritrosit secara besar-besaran. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya anemia
hemolitik, normositik dan normokrom. Anemia tersebut menyebabkan terjadinya
hipoksia di otak yang dapat mengakibatkan adanya perubahan cairan intracranial,
sehingga terjadi nyeri kepala.
4. Jelaskan mekanisme dari mual-mual! (sesuai skenario)
Jawab:
MUAL ( NAUSEA )
Mekanisme :
infeksi Plasmodium →melepaskan toksin malaria (GPI) →m’aktivasi makrofag
→menskresikan IL 12 → mengaktivasi sel Th → mensekresikan IL 3 →
m’aktivasi sel mast → menskresikan H2 → peningkatan sekresi As. Lambung →
NAUSEA
8
ABDOMINAL DISCOMFORT
rasa tidak nyaman pada saluran cerna (nausea) dan splenomegali → abdominal
discomfort.
SPLENOMEGALI
Mekanisme :
manusia → digigit nyamuk Anopheles ♀ → sporozoit →menuju sel parenkim
hati, terjadi fase aseksual ( Skizogoni Eksoeritrosit ) → skizont → merozoit →ke
sel RES limpa → difagositosis serta difiltrasi → limpa menghitam & mengeras
karena timbunan pigmen EP dan jaringan ikat >> → splenomegali
5. Apa hubungan letak geografis suatu daerah dan kondisi lingkungannya dengan
gejala penyakit yang dialami Tuan Budi?
Jawab:
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di tiga desa yaitu Desa Keboireng wilayah
Kecamatan Besuki Kabupaten Tulungagung dan Desa Prigi serta Desa Tasikmadu
yang termasuk wilayah Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek yang merupakan
daerah endemik malaria didapatkan beberapa faktor lingkungan sebagai berikut:
Dari aspek topografi wilayah tersebut merupakan daerah pantai hingga
pegunungan. Sebagian besar wilayah berupa hutan yang merupakan batas antar
desa dan digunakan sebagai mata pencaharian penduduk.
Keadaan lingkungan sekitar di wilayah penelitian berupa pantai, lagun, sungai,
kolam atau rawa, parit, sawah dan hutan. Tempat tersebut berpotensi sebagai
tempat hidup nyamuk Anopheles.
Suhu udara rata-rata di wilayah penelitian selama tahun 2006 adalah sebesar
25,7°C. Menurut Gunawan (2000), suhu yang mempengaruhi perkembangan
parasit dalam nyamuk sekitar 20ºC dan 30ºC.
Tingkat kelembapan 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan
nyamuk hidup (Gunawan, 2000). Kelembapan udara di wilayah penelitian berada
9
di atas kelembapan minimal untuk kehidupan nyamuk, sehingga kemungkinan
nyamuk untuk bertahan hidup adalah besar.
Kecepatan angin di wilayah penelitian tidak menghambat penerbangan nyamuk.
Menurut Depkes RI (2004), kecepatan angin yang dapat menghambat
penerbangan nyamuk adalah 11-14 meter/detik atau 25-31 mil/jam. Hal ini dapat
mengakibatkan nyamuk bebas terbang ke daerah yang lainnya.
Curah hujan mempengaruhi penyebaran malaria dengan menyediakan tempat bagi
nyamuk Anopheles untuk berkembang biak dan disertai peningkatan kelembaban
udara rata-rata juga dapat mendukung untuk bertahan hidup.
Faktor lingkungan fisik yang melibatkan oleh kegiatan manusia yang berpengaruh
terhadap penularan penyakit malaria adalah konstruksi rumah, terutama jenis
dinding, langit-langit dan penggunaan kasa. Konstruksi dengan dinding rumah
yang tidak tertutup rapat memungkinkan terjadinya penularan penyakit malaria.
Aspek lingkungan biologis yang dapat berpengaruh terhadap penularan malaria
adalah keberadaan hewan ternak, vegetasi dan predator alami nyamuk yang ada di
daerah penelitian. Harijanto (2000) berpendapat bahwa apabila jumlah ternak
berkurang maka nyamuk akan beralih menggigit manusia, sehingga nyamuk
zoofilik menjadi antrofilik.
Masalah 2
Tuan Budi diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis tapi gejala tidak
berkurang walau obat telah diminum sesuai petunjuk dokter.
1. Bagaimana mekanisme kerja obat klorokuin?
Jawab:
Plasmodium memiliki vakuola makanan yang berfungsi sebagai lisosom sekunder
pada pH asam(5.0-6.0).nah hemoglobin yang terdapat dalam sitoplasma sel darah
merah dimakan oleh parasit melalui mekanisme endositosis dan masuk ke dalam
vakuola makanan.Di dalam vakuola makanan,hemoglobin mengalami degradasi yang
tujuannya untuk membentuk asam asam amino yang diiperlukan uuntuk sintesis
protein oleh plasmodium.
10
Ada 2 anggapan mengenai kinerja klorokuin dalam vakuola makanan plasmodium
tersebut:
- Teori Feriprotoporpin
Energi yang dihasilkan oleh plasmodium falciparum berasal dari hemoglobin sel
darah merah yang dihancurkan dalam vakuola makanan. Seharusnya hemoglobin akan
berdegradasi menjadi heme yang mengandung cincin porfirin disebut Fe (II)-
protoporfirin IX (FP) yang bersifat toksik dan jika terkena memban sel plasmodium
dapat melisisikan membran sel plasmodium tsb. Tetapi,melalui mekanisme
pertahanan tubuh dari plasmodium itu sendiri,heme akan mengalami detokfisasi
menjadi hemozoin(pigmen malaria) yang bersifat non toksik. Nah Klorokuin yang
masuk dalam tubuh mengikat heme yang mengandung feriprotoporpin sebelum
menjadi hemozoin dan membentuk FP-Klorokuin kompleks dan bersifat toksik yang
mengganggu metabolisme plasmodium sehingga parasit menjadi mati.
- Teori basa lemah
Menurut penjelasan di atas kan vakuola tersebut bekerja efektif di suasana asam,
klorokuin yang bekerja dalam vakuola makanan bersifat basa yang akan
meningkatkan pH organela tersebut.Perubahan pH ini akan menghambat aktifitas
yang terjadi dalam vakuola makanan sehingga metabolism plasmodium terganggu.
Keadaan ini mengakibatkan parasit ini mati
2. Bagaimana dosis pemberian atau cara pemakaian obat klorokuin?
Jawab:
Klorokuin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg dan 150 mg. berikut ini akan
dijabarkan mengenai dosis Klorokuin yang digunakan sebagai profilaksis dan
serangan akut.
1. Profilaksis (Terapi Pencegahan)
a. Anak
Klorokuin basa 5 mg/kg/minggu pada hari yang sama disetiap minggunya
(tidak lebih dari 300 mg Klorokuin basa/dosis). Pemberian ini dimulai 1-2
11
minggu sebelum berada di daerah endemik, dilanjutkan 4-6 minggu setelah
berada di daerah endemik.
b. Dewasa
Klorokuin basa 300 mg/minggu pada hari yang sama disetiap minggunya.
Pemberian ini dimulai 1-2 minggu sebelum berada di daerah endemik,
dilanjutkan 4-6 minggu setelah berada di daerah endemik.
2. Serangan Akut
a. Anak
Dosis awal Klorokuin basa 10 mg/kg, dilanjutkan dengan dosis tunggal
sebesar 5 mg/Kg yang diberikan setelah 6 jam, kemudian dosis tunggal
sebesar 5 mg/Kg/hari selama 2 hari.
b. Dewasa
Dosis awal Klorokuin basa 600 mg, dilanjutkan 6 jam kemudian dengan 300
mg, selanjutkan 300 mg/hari selama 2 hari (dosis kumulatif rata-rata 25
mg/kg Klorokuin basa).
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
100 mg klorokuin fosfat setara dengan 60 mg klorokuin; 100 mg klorokuin
hidroklorida setara dengan 80 mg klorokuin;
Pencegahan Malaria: Untuk tindakan profilaksis, terapi dimulai dari 1-2 minggu dari
awal sampai terkena malaria, dilanjutkan 4 minggu setelah terkena malaria.
Klorokuin sebaiknya diberikan satu kali seminggu pada hari yang sama tiap
minggunya.
Dosis dewasa: 300 mg 1x seminggu (500 mg klorokuin fosfat).
Dosis pediatrik, oral : 5mg/kg BB,(8,3 mg/kg kloroquin phospat) 1x seminggu.
Pada pasien yang intoleransi terhadap ESO di GI, pemberian obat bersama makanan,
dalam 2 dosis terbagi pada hari yang berbeda. Dosis pediatrik tidak boleh lebih dari
300mg/hari.
12
Jika dosis profilaksis tidak dimulai 2 minggu pada awal terkena malaria, maka pada
orang dewasa diberi loading dose 600 mg, anak 10mg/kg dalam dua dosis terbagi
selama 6 jam, dosis selajutnya seperti biasa.
Pengobatan Malaria tanpa komplikasi : Dosis Dewasa: awal 600 mg (1 g klorokuin
fosfat), dosis selanjutnya peroral 300 mg (500mg klorokuin fosfat)/6-8 jam. Dosis
berikutnya 300mg tiap 24 jam selama 2 hari. Dosis totalnya 1,5 g dalam 3 hari.
Alternatif lain : 600 mg dosis awal, hari kedua dan ketiga 300 mg. Dosis Pediatrik:
awal 10 mg/kg diikuti dengan dosis 5 mg/kg 6 jam kemudian,5mg/kg 18 jam setelah
dosis kedua dan 5mg/kg diberikan setelah dosis ketiga.
Pengobatan Malaria berat: Dewasa : awal 160-200 mg IM, dosis bisa diulang setelah
6 jam jika diperlukan. Dosis parenteral tidak boleh melebihi 800 mg (1000 mg
klorokuin hidroklorida) selama 24 jam pertama.
Dosis parenteral sebaiknya digantikan parenteral secepatnya, total dosis 1,5 g selama
3 hari.
Pemberian via parenteral mempunyai risiko tinggi bagi anak-anak sehingga
direkomendasikan pemberiannya IM (5mg/kg).
Rekomendasi WHO: pemberian untuk pediatri yaitu dosis kecil IM/injeksi s.c.
Pemberian bersama makanan dapat mengurangi ESO pada GI.
Pemberian klorokuin fosfat pada anak-anak dengan dibuat pulveres yang bisa
dicampur dengan sirup rasa coklat/cherry.
3. Mengapa setelah minum obat, gejala tidak berkurang?
Jawab:
Karena telah terjadi resistensi parasit terhadap obat antimalaria, seperti
klorokuin. Resistensi terhadap antibiotik, secara umum, dapat terjadi karena mutasi
adaptif oleh parasit itu sendiri. Hal inilah yang menyebabkan gejala tidak berkurang
walaupun obat antimalaria telah diminum sesuai petunjuk dokter.
Parasit malaria Plasmodium falciparum melakukan perlawanan dengan mengubah
genom agar resisten terhadap obat. Menurunnya sensitivitas dapat timbul akibat pengobatan
13
yang terus menerus dan tidak adekuat, sehingga terjadi adaptasi/mutasi dari parasit, di
samping itu juga diduga dibawa/ditularkan dari daerah yang resisten. Resistensi terjadi
karena mutasi gen dan mutasi ini terjadi karena tekanan obat atau penggunaan obat
dalam dosis subkuratif. Resisten parasit terhadap klorokuin terjadi karena
(1) Tempat ikatan klorokuin pada eritrosit berkurang sehingga parasit dalam eritrosit
tidak dapat dibunuh .
(2) Mutasi terjadi multigen sehingga resisten cepat terjadi.
4. Bagaimana proses yang terjadi sehingga parasit tersebut menjadi resisten
terhadap obat secara genetic? (Gen dan Kromosom)
Resistensi terhadap antibiotik, secara umum, dapat terjadi karena mutasi adaptif oleh
parasit itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan terapi antibiotik yang tidak tuntas atau
antibiotik yang disalahgunakan untuk penyakit-penyakit yang tidak tepat. Terapi
antibiotik normal membutuhkan waktu 7-10 hari (kasus tertentu 14-21 hari) agar
seluruh populasi mikroorganisme yang sangat sensitif dan sensitif sedang serta
sebagian mikroorganisme resisten dapat dibasmi. Apabila terapi antibiotik dihentikan
lebih awal, maka populasi mikroorganisme yang resisten akan meningkat dan jadi
berbalik mendominasi infeksi. Gambar berikut ini adalah mekanisme timbulnya
resistensi pada terapi antibiotik yang tidak tuntas.
14
Pada kasus malaria falciparum, yang paling berperan penting adalah resistensi parasit terhadap klorokuin. Resistensi terjadi karena parasit secara spesifik beradaptasi terhadap pengobatan klorokuin dengan mengubah susunan (mutasi) protein transporter PfCRT. Dengan perubahan pada protein ini, klorokuin tidak dapat bekerja, karena dengan sendirinya enzim proteolisis hemoglobin dan polimerase heme tidak dapat dihambat lagi.
Mekanisme resistensi obat oleh pgh1 :
Terdapat dua strain, yaitu strain resisten dan strain sensitive terhadap klorokuin.
Jumlah uptake klorokuin ke dalam vakuola makanan Plasmodium sama antara strain
sensitif dan strain resisten. Namun, dalam strain resisten terjadi over-expressed pada
pgh1 yaitu meningkatnya konsentrasi klorokuin dari vakuola makanan ke dalam
sitoplasma sebesar 40-50 kali lebih cepat dibandingkan dengan strain sensitif.
Akibatnya, terjadilah resistensi obat pada Plasmodium falciparum.
Mutasi gen pfcrt terhadap resistensi klorokuin pada kodon 76:
Resistensi terhadap klorokuin dalam Plasmodium falciparum dapat terjadi secara
multigenik dan terjadi pada gen pengkode transporter atau biasa disebut pfcrt. Gen
pfcrt ( Plasmodium Falciparum Chloroquine Resistance Transpoter) terletak pada
kromosom 7. Adanya mutasi pada gen pengkode ini, menyebabkan terjadinya mutasi
pada tranporter kedua yaitu pfmdr1. Mutasi pada pfmdr1 ini dapat memodulasi level
resistensi terhadap obat tersebut.
Mutasi gen pfmdr1:
Mutasi pada gen pengkode tranpotrter kedua ini terjadi karena terjadi mutasi gen pfcrt
sebelumnya. Mutasi ini dibedakan menjadi 2 genotip (allele), yaitu genotip K1 dan
genotip 7G8. Mutasi pada genotip K1 berupa perubahan basa tunggal pada nukleotida
ke 754, yaitu basa adenine (A) menjadi Timin (T) sehingga terjadi perubahan asam
amino dari aspargin menjadi tirosin. Sedangkan genotip 7G8 mengalami mutasi pada
nukleotida 1094,3598,3622 dan 4234. Namun, pfmdr1 bukanlah semata-mata faktor
penyebab resistensi klorokuin. Terdapat beberapa faktor lain yang berperan dalam
resistensi tersebut, seperti mutasi gen cg2 dan faktor geografi.
Mutasi gen dhps:
Gen dhps merupakan gen bifungsional karena menghasilkan protein/ enzim PPPK dan
DHPS. Gen ini terletak pada kromosom 8 dan berfungsi untuk menyandi atau
15
mengode PPPK-DHPS (207-246 AA). Mutasi pada gen ini, dapat menyebabkan
plasmodium falciparum mengalami resistensi terhadap obat antimalaria sulfadoksin.
Mutasi gen dhfr:
Gen dhfr terletak pada kromosom 4 dan berangkaian dengan gen TS. Gen ini tidak
memiliki intron dan start kodon pada gen ini dimulai pada nukleotida 49 sedangkan
stop kodonnya pada nukleotida 1873. Mutasi pada gen PPPK-DHPS ini dapat
menyebabkan resistensi silang antara Pirimetamin dan Sikloguanil dan menyebabkan
perubahan asam amino pada kodon: Ala16Val dan Ser108Asn.
5. Jelaskan efek samping konsumsi obat klorokuin!
Jawab:
Efek okular : Gangguan penglihatan : Pandangan kabur, sulit berakomodasi pernah dilaporkan terjadi; Gangguan penglihatan parah bisa terjadi jika klorokuin digunakan jangka panjang dengan dosis lebih dari 150 mg perhari; Pengobatan jangka panjang dengan dosis tinggi menyebabkan: keratopathy, transient edema, adanya pengkerakan pada epitel kornea, jika sudah parah bisa terjadi kebutaan. Reaksi kulit dan sensitivitas : Pruritus, perubahan pigmen kulit, erupsi kulit membentuk panus liken, erupsi pleomorphic kulit, sindrom Stevens-Johnson dilaporkan pernah tejadi. Perubahan warna rambut pernah terjadi dalam terapi jangka panjang (2-5 bulan). Efek pada sistem syaraf : Sakit kepala ringan dan berat, fatigue, kecemasan, ansietas, apatis, iritabilitas, agitasi, agresivitas, kebingungan, perubahan personalitas, depresi dan stimulasi fisik bisa terjadi ketika menggunakan klorokuin; Neuritis perifer dan neuropathy jarang terjadi. Neuropathy bisa terjadi pada dosis 250 mg atau lebih perhari selama beberapa minggu, dan reversibel setelah obat dihentikan. Efek kardiovaskuler : Hipotensi dan perubahan ECG (jarang) ketika klorokuin digunakan sebagai profilaktik maupun terapi malaria. Penggunaan jangka panjang pada pasien LE/RA menyebabkan terjadinya AV blok derajat III; Kardiomyophati (jarang) pada penggunaan jangka panjang. Otic efek : Otto-toksisitas (jarang), nervedeafness (biasanya irreversible) pernah dilaporkan terjadi pada terapi klorokuin dosis tinggi jangka panjang; Tinitus dan berkurangnya pendengaran pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang menerima 500 mg klorokuin 1x seminggu dalam beberapa bulan. Efek hematologi : Neutropenia, agranulositosis, neuplastik anemia, dan trombositopenia walaupun semuanya jarang terjadi. Efek lokal: Nyeri dan abses pada tempat suntikan
16
6. Apa pengaruh pengkonsumsian obat klorokuin dan obat simptomatis secara
bersamaan?
Jawab:
Pengobatan pada penyakit malaria ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi
gejala pada penderita yaitu dengan menggunakan obat simptomatis dan juga obat
yang ditujukan pada parasitnya itu sendiri yaitu obat antimalaria. Sedangkan
penggunaan kedua obat tersebut secara bersamaan tidak memiliki pengaruh satu sama
lain dikarenakan fungsinya yang berbeda.
Masalah 3
Dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal dengan hasil Plasmodium
falciparum (+++).
1. Jelaskan mekanisme pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal!
Jawab:
Pemeriksaan darah tepi (tetes tebal dan/atau hapusan tipis). Untuk menentukan jenis parasit dan nilai ambang atau kepadatan parasit (terutama penderita rawat inap) dinyatakan dalam:
Cara pemeriksaan sediaan darah tebal
Untuk melihat adanya parasit aseksual dari plasmodium malaria dapat
dilakukan dengan mengambil darah dari jari tangan penderita kemudian diletakkan
pada dek gelas dan biarkan kering, kemudian selama 5 –10 menit diwarnai dengan
pewarnaan giemsa yaitu cairan giemsa 10 % dalam larutan buffer PH 7,1. Setelah
selesai diwarnai maka sediaan darah dicuci dengan hati- hati selama 1-2 detik lalu
biarkan kering dan siap untuk diperiksa. Pemeriksaan dengan hapusan darah tebal
diperlukan untuk menghitung kepadatan parasit.
1. (-) SD tidak di temukan parasit dalam 100 LP;
2. (+) SD ditemukan 1-10 parasit/100 LP;
3. (++) SD ditemukan 11-100 parasit/100 LP;
4. (+++) SD ditemukan 1-10 parasit/1 LP;
17
5. (++++) SD ditemukan >10 parasit/1 LP
Cara pemeriksaan sediaan darah tipis
Sediaan darah tipis berguna untuk mengindentifikasi jenis parasit
malaria(P. vivax atau P. falcifarum atau P. malariae atau P. ovale). Cara pengecatan sama dengan pemeriksaan darah tebal namun sebelum di
cat sedian darah difiksasi dulu dengan metanol murni.
Alat:1. Preparat tipis/ thin filmboleh difiksasi dengan methanol2. Preparat Tebal ( Thick Film)Tidak boleh difiksasi tetapi harus dengan
hemoluse ( Rbc dihancurkan dengan H2O/ ledeng 1 cc/ 20 Tetes jadi terlihat pucat sehingga parasit dan leukosit saja yang hanya kelihatan inti jadi mudah dilihat
3. Jarum special/ khusus4. Giemsa: Buffer = 1 tetes , Ph= 7,2 (giemsa tahan 20- 24 jam)
Cara Kerja1. Ambil salah satu jari pasien ( tangan kiri, jari telunjuk/tengah/manis) hindari
jempol2. Antiseptic/ alcohol 70%3. Pijat jari agar konstriksi4. Tekan jari dan tusuk dengan jarum special/khusus5. Saat darah keluar, buang darah pertama yang keluar karena mengandung
jaringan yang ikut sehingga dikhawatirkan akan merusak preparat , jadi tetesan darah yang kedua yang diambil kemudian diteteskan dipreparat
6. Tetesan ke 2 jadikan 1/3 usap denagan preparat lainnya secara proksimal kedistal sehingga membentuk preparat tipis/ thin
7. Tetesan ke3 ambil jadikan melingkar searah jarum jam, melebar. Sebarkan namun tidak ada ruangan kosong dan terbentuk preparat tebal
8. Tunggu 5 menit, biarkan kering sambil mengerjakan giemsa9. Masukkan Buffer ph=7,2. 3 cc/ 60 tetes dan giemsa 3 tetes pada tabung
reaksi karena masing-masing preparat akan diberi 1 cc/ 20 tetes10. Tutup tabung reaksi dan aduk 7 kali supaya homogen dan jangan dikocok
karena akan muncul gelembung11. Setelah 5 menit tadi preparat thin/ tipis kita fiksasi dengan methanol
sebanyak 15-20 tetes sampai tertutup semua12. Sedangkan preparat thick/tebal kita hemoluse deng H2O/ ledeng/ aquades
15-20 tetes sampai tertutup semua13. Masing-massing tunggu 20 menit lagi. 14. Kemudian tumpahkan isi dengan campuran (giemsa+buffer) tadi yang dalam
tabung reaksi15. Cuci kedua preparat16. Preparat bisa diamati dibawah mikroskop
Note: jaukan dari sinar matahari, pastikan preparat bersih dengan cara dibakar terlebih dahulu
18
Dari pemeriksaan mikroskopik tersebut dapat di bedakan morfologi dari spesies
Plasmodium
Plasmodium Vivax
Eritrosit membesar pucat dan mengandung Schaffner’dot, trofozoid muda
berbentuk ameboid ( bentuk vivax) hemozoin terdapat berkelompok di tengah
tfozoit. Skizon yang matang membagi dirinya menjdai 14-24 merozit. Bisa juga
ditemukan bentuk-bentuk gametosit jantan dan gametosit betina yang tampak
oval. Hampir menutup ½ -3/4 eritrosit yang dihuninya.
Plasmodium Malariae
Eritrosit tidak membesar trfozoit matang berbentuk pita atau komet, kadang
terdapat Ziemann’s dot dalam eritrosit skizon dengan 6-12 merozoit dan
merozoit tersebut tersusun roset. Juga bisa dijumpai gametoit jantan dan betina
dengan sitoplasma yang hampir bulat.
Plasmodium falciparum
Eritrosit tidak membesar, trofozoid muda( bentuk cincin) banyak sekali didapat
bentuk-bentuk accole (seperti cincin atau seperti burung terbang di tepi eritrosit)
dan infeksi multiple, pigmen hemozoin (pigmen parasit) tampak padat bewarna
coklat tua. Skizon muda dan tua/matang jarang didapat didaerah darah tepi
terdapat 20-32 merozoit.
2. Jelaskan interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium!
Jawab:
Untuk menentukan jenis parasit dan nilai ambang atau kepadatan parasit (terutama
penderita rawat inap) dinyatakan dalam:
1. Tetes tebal. (-) SD tidak di temukan parasit dalam 100 LP; (+) SD ditemukan 1-
10 parasit/100 LP; (++) SD ditemukan 11-100 parasit/100 LP; (+++) SD
ditemukan 1-10 parasit/1 LP; (++++) SD ditemukan >10 parasit/1 LP
2. Hapusan tipis. Preparat hapusan tipis di utamakan untuk melihat jenis
spesiesnya (P. vivax atau P. falcifarum atau P. malariae atau P. ovale)
19
Bila dilihat dari skenario maka, Plasmodium falciparum (+++) menunjukkan bahwa
pada satu lapang pandang sel darah ditemukan adanya 1-10 parasit atau dalam 100
lapang pandang sel darah ditemukan adanya 100-1000 parasit.
3. Jelaskan siklus hidup Plasmodium falciparum!
Jawab:
Siklus Hidup Plasmodium
Patogensis (siklus hidup parasit plasmodium)
1. Sporozoit dikeluarkan dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles betina dan
disuntikkan ke dalam kulit pada waktu nyamuk menggigit manusia. Sporozoit
“berkelana” mengikuti aliran darah dan akhirnya masuk ke dalam hepar. Di
dalam hepar, parasit tadi matang dan menjadi skizon jaringan. Parasit
kemudian dikeluarkan ke dalam aliran darah dalam bentuk merozoit dan
menyebabkan infeksi simptomatis karena parasit menyerang dan
menghancurkan eritrosit. P. vivax dan P. ovale mampu “bersembunyi”
(dormant) di dalam hepar dan disebut sebagai hipnozoit. P. vivax dan P. ovale
dapat menyebabkan relapsing malaria. Selama di dalam aliran darah, merozoit
menyerang eritrosit dan mematangkan diri menjadi bentuk cincin, trofozoit,
dan skizon. Skizon melisis eritrosit sambil melengkapi proses maturasinya dan
mengeluarkan generasi merozoit berikutnya yang akan menyerbu eritrosit yang
belum terinfeksi.
2. Di dalam eritrosit, beberapa parasit berdiferensiasi menjadi bentuk seksual
(gametosit jantan dan Betina. Apabila parasit tadi dihisap oleh nyamuk
Anopheles betina, gametosit jantan akan kehilangan flagelum dan berubah
menjadi gamet jantan. Gamet jantan akan memfertilisasi gamet betina dan
akan menghasilkan zigot. Zigot menginvasi usus nyamuk dan berkembang
menjadi ookista (oocyst). Ookista matur memproduksi sporozoit. Sporozoit
bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan akan mengulangi siklus.
20
Masa Inkubasi Parasit
a. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan
malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
b. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai
perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan
menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam).
c. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria
quartana/malariae (demam tiap hari empat).
d. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia
dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan
dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.
Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies
plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale
11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari
(Mansjoer, 2001).
4. Bagaimana proses perkembangbiakan plasmodium falciparum dalam tubuh
manusia?
Jawab:
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan
nyamuk anopheles betina
21
Siklus hidup Plasmodium malaria :
1. Fase seksual eksogen (sporogoni) dalam tubuh nyamuk.
2. Fase aseksual (skizogoni) dalam tubuh hospes perantara/manusia
a. daur dalam darah (skizogoni eritrosit)
b. daur dalam sel parenkim hati/stadium jaringan (skizogoni ekso-eritrosit).
a. Siklus hidup pada manusia
Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang
ada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama
kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan
menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri
dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer
yang berlangsung selama kurang lebih dua minggu.
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah,
parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit).
Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang
terinfeksi skizon pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah
merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3
siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan
membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.
b. Siklus pada anopheles betina
Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit,
di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi
zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding
lambung nyamuk. Di ruas dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista
dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap
ditularkan kepada manusia.
22
Masa tunas paling pendek dijumpai pada malaria falciparum, yang terpanjang pada
malaria kuartana (Plasmodium malariae).Pada malaria yang alami, yang penularannya
melalui gigitan nyamuk, masa tunas adalah 12hari untuk malaria falciparum, 14 hari
untuk malaria vivax, 28 hari untuk malaria kuartana,dan 17 hari untuk malaria ovale
5. Jelaskan mekanisme penginfeksian Plasmodium falciparum ke dalam tubuh
manusia!
Jawab:
Plasmodium falciparum dibawa oleh nyamuk Anopheles. Dari 400 spesies Anopheles
lebih, hanya 30-40 dapat mengirimkan malaria. Infeksi dimulai, ketika nyamuk betina yang
menyuntikkan (dalam air liur nya) "sporozoit" (satu bentuk dari P. falciparum) ke dalam kulit
manusia saat mengambil makan darah. Sporozoite Sebuah perjalanan (dalam aliran darah)
ke dalam hati di mana ia menyerang sel hati. Menjadi matang menjadi "skizon" (sel induk)
yang memproduksi 30.000-40.000 "merozoit" (sel anak) dalam waktu enam hari. Para
merozoit meledak dan menyerang sel-sel darah merah. Dalam dua hari satu merozoit berubah
menjadi trofozoit, kemudian menjadi skizon dan akhirnya 8-24 merozoit baru meledak dari
skizon dan sel merah karena pecah. Kemudian merozoit menyerang sel darah merah baru. P.
falciparum dapat mencegah sel darah merah yang terinfeksi dari pergi ke limpa (organ mana
sel-sel merah tua dan rusak dihancurkan) dengan mengirimkan perekat protein pada membran
sel dari sel merah. Protein yang membuat sel darah merah menempel pada dinding pembuluh
darah kecil. Ini menjadi ancaman untuk host manusia sejak sel-sel merah mengelompok
dapat membuat penyumbatan dalam sistem sirkulasi.
23
Merozoit juga dapat berkembang menjadi "gametocyte" yang merupakan tahap yang
dapat menginfeksi nyamuk. Ada dua macam gametosit: laki-laki (mikrogamet) dan
perempuan (makrogamet). Mereka bisa dicerna oleh nyamuk, ketika minum darah yang
terinfeksi. Di dalam midgut nyamuk, gametosit jantan dan betina bergabung menjadi "zigot"
yang kemudian berkembang menjadi "ookinetes." Para ookinetes motil menembus dinding
midgut dan berkembang menjadi "ookista." Kista akhirnya melepaskan sporozoit, yang
bermigrasi ke kelenjar ludah di mana mereka mendapatkan disuntikkan ke manusia.
Perkembangan di dalam nyamuk membutuhkan waktu sekitar dua minggu dan hanya setelah
waktu yang dapat nyamuk menularkan penyakit. P. falciparum tidak dapat menyelesaikan
siklus hidupnya pada suhu di bawah 20 ° C.
http://www.parasitesinhumans.org/plasmodium-falciparum-malaria.html
Siklus Sel
Parasit malaria mempunyai siklus hidup yang kompleks. Pengorganisasian siklus sel
selama fase shcizogony erythrocytic sangat berbeda dengan siklus sel pada sel
mamalia atau yeast. Siklus selular fase G1, S, G2 dan M seperti yang ditemukan pada
sel lainnya tidak ditemukan pada sel parasit malaria (plasmodium). Proliferasi sel
parasit (plasmodium) termasuk pembelahan nukleus berada pada fase schizont,
sedangkan mekanisme segregasi organele dan morfogenesis sel anak terjadi pada fase
24
merozoit (Doerig et.al. 2008). Seperti halnya pada organisme lainnya, sikus sel pada
sel parasit malaria juga dipengaruhi oleh protein-protein yang memicu terjadi fase-
fase maturasi pada sel parasit.
Cyclin-dependent Kinases (CDK) berperan penting dalam perkembangan siklus sel
pada semua sel eukariotik. CDK telah diteliti sebagai target pengembangan obat yang
potensial dalam pengobatan kanker, penyakit infeksi, kardiovaskular dan gangguan
saraf. (Padmanaban, et.al, 2007). Pada Plasmodium falciparum, telah diidentifikasi
lebih dari tujuh protein kinase yang berhubungan dengan CDK dan empat cyclin
protein (Doerig et.al. 2008; Padmanaban, et..al, 2007). Diantara CDK yang ditemukan
pada P. Faciparum, Pfmrk memiliki kesamaan yang tinggi dengan CDK7 dan
mekanisme kerja Pfmrk adalah dengan cara berasosiasi dengan Pfcyc-1 untuk
memfosforilasi gugus karboksil pada RNA Polimerase II. Sampai saat ini beberapa
obat malaria yang diketahui dapat menghambat siklus sel parasit (plasmodium) antara
lain adalah quinolinone dan oxindole.
6. Jelaskan epidemiologi Plasmodium falciparum!
Jawab:
Epidemiologi penyakit malaria adalah ilmu yang mempelajari penyebaran malaria, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam masyarakat. Kata epidemiologi berasal dari bahasa yunani, Epi artinya pada, Demos artinya penduduk, Logos artinya ilmu.
Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API). Hal ini sehubungan dengan kebijakan Kementerian Kesehatan mengenai penggunaan satu indikator untuk mengukur angka kejadian malaria, yaitu dengan API.
Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi.
25
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
Gambar 1. Peta Stratifikasi Malaria 2008
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
Gambar 2. Peta Stratifikasi Malaria 2009
26
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
Gambar 3. API per 100.000 Penduduk per provinsi Tahun 2009
Plasmodium penyebab malaria yang ada di Indonesia terdapat beberapa jenis yaitu plasmodium falsifarum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium ovale dan yang mix atau campuran.
Pada tahun 2009 penyebab malaria yang tertinggi adalah plasmodium vivax (55,8%), kemudian plasmodium falsifarum, sedangkan plasmodium ovale tidak dilaporkan. Data ini berbeda dengan data riskesdas 2010, yang mendapatkan 86,4% penyebab malaria adalah plasmodium falsifarum, dan plasmodium vivax sebanyak 6,9%.
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
Gambar 4. Plasmodium Penyebab Malaria Tahun 2009
27
E. KETERKAITAN ANTAR MASALAH
28
Tuan Budi, 30 tahun bertransmigrasi dari Jawa Tengah ke Amaroppa Papua
Terinfeksi Plasmodium falciparum
Terkena Malaria
Muncul gejala seperti demam dan menggigil,
berkeringat, sakit kepala dan mual-mual
Pemeriksaan Apusan Darah
Minum obat antimalaria klorokuin dan Obat simptomatis
lainnya
Plasmodium falciparum (+++)
Gejala tidak berkurang
F. IDENTIFIKASI TOPIK PEMBELAJARAN (LEARNING ISSUE)
1. Malaria
2. Plasmodium falciparum
3. Mutasi Gen dan Resistensi
4. Pemeriksaan Apusan Darah
5. Klorokuin
G. SINTESIS
Malaria
DEFINISI
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam
darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan
splenomegali. Dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat
berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal
sebagai malaria berat.
ETIOLOGI
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa intraseluler dari
genus plasmodium. Empat spesies dari plasmodium menyebabkan malaria pada
manusia antara lain: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale
dan Plasmodium malariae.
Plasmodium falciparum adalah infeksi yang paling serius dan yang sering memberi
komplikasi malaria berat antara lain malaria serebral dengan angka kematian tinggi.
Penyebab paling sering dari kematian khususnya pada anak-anak dan orang dewasa
yang non-imun adalah malaria serebral.
29
MASA INKUBASI
Masa inkubasi untuk P. falciparum adalah 7-12 hari, P. ovale dan P. vivax 10-14 hari,
dan P. malariae 4-6 minggu. Lama periode prodromal 3-5 hari dengan tanda-tanda
penyakit apatis, seperti nyeri kepala dan mual, anoreksia, rasa letih dan sakit.
Kemudian timbul serangan malaria primer yang khas seperti menggigil dan rasa
sangan dingin disusul dengan panas dan demam sangat tinggi yang disertai keringan
belimpah.
Serangan panas dingin terdiri dari tiga fase, yaitu:
Fase dingin berlangsung dari 30 menit sampai 1 jam karena timbulnya
penyempitan pembuluh (vasokontriksi). Penderita menggigil karena merasa
sangat dingin dan suhu badan meningkat sampai 410 C.
Fase panas segera menyusul pada saat tubuh merasa sangat panas selam kira-
kira 2-6 jam. Pada fase ini penderita sering mengigau (delirium).
Fase keringat kemudian menyusul. Pada fase ini penderita merasa sangat letih
dan ingin tidur.
SIKLUS HIDUP PARASIT.
Pada umumnya semua jenis plasmodium memiliki siklus hidup yang sama, yaitu
sebagian didalam tubuh manusia (siklus aseksual) dan dalam tubuh Anopheles (siklus
seksual)
30
1) Siklus aseksual dapat dipecah dalam dua bagian, yaitu :
a. Siklus hati. Penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit menyengat
manusia dan dengan ludahnya menyuntikan “sporozoit” kedalam peredaran darah
yang untuk selanjutnya bermukim dalam sel-sel parenchym dalam hati. Nyamuk
jantan tidak menyengat karena hanya hidup dari tumbuh-tumbuhan.
b. Siklus darah (siklus eritrosit). Dari hati sebagian merozoit memasuki sel-sel darah
merah dan berkembang disini menjadi trofozoit. Dalam eritrosit terjadi pembelahan
aseksual pula (schizogoni).
2) Siklus seksual.
Setelah beberapa siklus, sebagian morozoit dalam eritrosit dapat berkembang menjadi
bentuk-bentuk seksual betina dan jantan. Gametosit ini tidak berkembang lagi dan
akan mati bila dihisap oleh anopheles betina. Di dalam lambung nyamuk, terjadi
penggabungan (pembuahan) dari gametosis jantan dan betina menjadi zigot, yang
kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi ookista. Dalam
waktu tiga minggu terjelma banyak sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah
nyamuk. Bila nyamuk (betina) ini menyengat manusia, lengkaplah siklus hidup
parasit. Dengan ini jelaslah bahwa gametosit merupakan sumber penularan baru.
31
GAMBARAN KLINIS
Penderita malaria falciparum yang non imun bila diagnosa terlambat, penundaan
terapi, absorbsi gagal karena muntah-muntah, resisten OAM, dalam 3-7 hari setelah
panas, dapat menuntun cepat masuk dalam koma. Keadaan akan memburuk cepat
dengan nyeri kepala yang bertambah dan penurunan derajat kesadaran dari letargi,
sopor sampai koma. Kesadaran menurun dinilai dengan GCS yang dimodifikasi 8
senilai dengan sopor dan anak-anak dinilai skor dari Balantere : somnolen atau delir
disertai disfungsi serebral.
Pada dewasa kesadaran menurun setelah beberapa hari klinis malaria dan anak-anak
lebih pendek dibawah 2 hari. Lama koma pada dewasa umumnya 2-3 hari sedangkan
anak-anak pulih kesadaran lebih cepat setelah mendapat pengobatan.
Pada kesadaran memburuk atau koma lebih dalam disertai dekortikasi, deserebrasi,
opistotonus, tekanan intrakranial meningkat, perdarahan retina, angka kematian
tinggi.
Pada penurunan kesadaran penderita malaria serebral harus disingkirkan
kemungkinan hipoglikemik syok, asidosis metabolik berat, gagal ginjal, sepsis gram
negatif atau radang otak yang dapat terjadi bersamaan. Pada anak sering dijumpai
tekanan intrakranial meningkat tetapi pada orang dewasa jarang.
Gejala motorik seperti tremor, myoclonus, chorea, athetosis dapat dijumpai, tapi
hemiparesis, cortical blindness dan ataxia cerebelar jarang. Gejala rangsangan
meningeal jarang. Kejang biasanya kejang umum juga kejang fokal terutama pada
anak. Hipoglikemi sering terjadi pada anak, wanita hamil, hiperparasitemia, malaria
sangat berat dan sementara dalam pengobatan kina. Hipoglikemia dapat terjadi pada
penderita mulai pulih walaupun sementara infus dxtrose 5 %. Hipoglikemia
disebabkan konsumsi glukosa oleh parasit dalam jumlah besar untuk kebutuhan
metabolismenya dan sementara pengobatan kina. Kina menstimulasi sekresi insulin.
Malaria serebral sering sisertai dengan bentuk lain malaria berat. Pada anak sering
terjadi hipoglikemia, kejang, dan anemia berat. Pada orang dewasa sering terjadi
gagal ginjal akut, ikterus, dan udema paru. Biasanya suatu pertanda buruk, perdarahan
32
kulit dan intestinal jarang. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi karena kateter, infeksi
nosokomial atau kemungkinan bakteremia. Bila terjadi hipotensi berat, kemungkinan
disebabkan : sepsis gram negatif, udema paru, metabolik asidosis, perdarahn
gastrointestinal, hipovolemia dan ruptur limpa.
LABORATORIUM
a. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan sediaan darah tebal dan hapusan darah tipis dapat ditemukan parasit
plasmodium. Pemeriksaan ini dapat menghitung jumlah parasit dan identifikasi jenis
parasit. Bila hasil Θ, diulangi tiap 6-12 jam.
b. QBC ( semi quantitative buffy coat)
Prinsip dasar: tes fluoresensi yaitu adanya protein plasmodium yang dapat mengikat
acridine orange akan mengidentifikasikan eritrosit terinfeksi plasmodium. Tes QBC
adalah cepat tapi tidak dapat membedakan jenis plasmodium dan hitung parasit.
c. Rapid Manual Test
RMT adalah cara mendeteksi antigen P. Falsiparum dengan menggunakan dipstick.
Hasilnya segera diketahui dalam 10 menit. Sensitifitasnya 73,3 % dan spesifutasnya
82,5 %.
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Adalah pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit
plasmodium dalam darah. Amat efektif untuk mendeteksi jenis plasmodium penderita
walaupun parasitemia rendah.3
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis malaria serebral
1. Penderita berasal dari daerah endemis atau berada di daerah endemis
2. Demam atau riwayat demam yang tinggi
3. Adanya manifestasi serebral berupa penurunan kesadaran dengan atau tanpa gejala
neurologis lain, sedangkan kemungkinan penyebab lain telah disingkirkan.
4. Ditemukan parasit malaria dalam sediaan darah tepi
5. Tidak ditemukan kelainan cairan serebrospinal yang berarti
33
DIAGNOSIS BANDING
1. Demam Tifoid. Mempunyai banyak persamaan dengan gejala-gejalanya. Masih
bisa dibedakan dengan adanya gejala stomatitis dengan lidah tifoid yang khas, batuk-
batuk, meterorismus, dan bradikardi relatif yang kadang-kadang ditemukan pada
demam tifoid. Kultur darah untuk salmonella pada minggu pertama kadang-kadang
bisa membantu diagnosis. Widal bisa positif mulai minggu kedua, dianjurkan
pemeriksaan berulang pada titer yang masih rendah untuk membantu diagnosis.
Kemungkinan adanya infeksi ganda antara malaria dan demam tifoid kadang-kadang
kita temukan juga.
2. Septikemia. Perlu dicari sumber infeksi dari sistem pernapasan, saluran kencing,
dan genitalia, saluran makanan dan otak.
3. Ensefalitis & Meningitis. Dapat disebabkan oleh bakteri spesifik maupun oleh
virus. Kelainan dalam pemeriksaan cairan lumbal akan membantu diagnosis
4. Dengue Hemoragik Fever/ DSS. Pola panas yang berbentuk pelana disertai syok
dan tanda tanda perdarahan yang khas akan membantu diagnosis walaupun
trombositopenia dapat juga terjadi pada malaria palsifarum namun jarang sekali
memberikan gejala perdarahan. Hematokrit akan membantu diagnosis.
5. Abses hati amubik. Hepatomegali yang sangat nyeri dan jarang sekali disertai
ikterus dan kenaikan enzim SGOT dan SGPT akan membantu diagnosis. Fosfatase
alkalis dan gamma GT kadang-kadang akan meningkat. USG akan membantu deteksi
abses hati dengan tepat.
PEMERIKSAAN DARAH TEPI
1. Pilih spreader yang tepinya rata
2. Pilih kaca obyek bersih & kering
3. Satu 1 tetes darah 1-1,5 cm. Tengah satu sisi kaca obyek (kanan), lihat gambar di
bawah ini:
34
4. Tarik spreader mundur menyentuh tetesan darah, membentuk sudut 25-30°, lihat
contoh gambar di bawah ini:
1. Setelah tetesan darah melebar (± 3 cm), dorong kaca penggeser, ke arah depan
cepat
6. Digeser sampai darah habis tergeser (apusan kurang lebih 3 cm panjangnya. Waktu
menggeser tekanan stabil, sudut 25-30 derajat, lihat contoh gambar di bawah ini:
7. Keringkan di udara, beri identitas di daerah yang tebal.
35
Penilaian Kualitas Preparat:
* Lebar x panjang kira-kira 2,5 x 3 cm
* Ada bagian yang tebal dan tipis.
- Terlalu tebal: sel-sel eritrosit menutupi satu sama lain sehingga mempersulit
penilaian
- Terlalu tipis: sel-sel akan kehilangan bentuk bikonkafitasnya terutama daerah tepi
* Ekor tidak seperti bendera robek
* Preparat tidak berlubang
* Preparat tidak terputus-putus
* Lihat contoh preparat yang bagus atau layak dibaca di bawah ini:
* Contoh preparat yang tidak layak atau tidak bisa dibaca:
* Tidak layak karena:
- preparat berlubang
- preparat terputus-putus
OAM (OBAT ANTI MALARIA)
Kerja anti malaria :
Klorokuin merupakan skizontisid darah yang sangat efektif dan merupakan 4-aminokuinolon
yg digunakan secara meluas untuk mencegah atau mengakhiri serangan malaria vivax,
36
malaria ovale, atau falciparum yang sensitive. Obat ini cukup efektif untuk gametosit P.
vivax, P. ovale, dan P. malariae tetapi tidak untuk P. falciparum. Klorokuin tidak aktif pada
plasmodium stadium preeritrositik dan tidak mempunyai efek radikal terhadap P. vivax atau
P. ovale karena obat ini tidak mengeliminasi stadium hati yang menetap dari parasit tersebut.
Mekanisme kerja antimalaria :
Mekanisme kerja antimalaria yang pasti belum diketahui. Klorokuin dapat bekerja dengan
menghambat sintesis enzimatik DNA dan RNA pada mamalia dan sel protozoa atau dengan
membentuk suatu kompleks dengan DNA yang mencegah replikasi atau transkripsi ke RNA.
Dalam parasit, obat ini berkumpul dalam vakuola dan meningkatkan pH organela ini, yang
mempengaruhi kemampuan parasit untuk memetabolisme dan menggunakan Hb sel darah
merah. Gangguan dengan metabolism fosfolipid dalam parasit pernah dicoba. Toksisitas
selektif terhadap parasit malaria bergantung pada mekanisme yang mengumpulkan klorokuin
dalam sel yang terinfeksi. Konsentrasi klorokuin dalam eritrosit normal adalah 10-20 kali
dalam plasma, dalam eritrosit yang terinfeksi, konsentrasinya kira-kira 25 kali eritrosit
normal.
Resistensi :
Parasit yang resisten terhadap klorokuin tampaknya mengeluarkan klorokuin melalui suatu
membrane pompa P-glikoprotein yang mirip dengan resistensi sel kanker terhadap banyak
obat. Pompa dapat dihambat dan resistensi dapat diubah (in vitro) oleh beberapa obat,
termasuk verapamil dan desipramin.
Efek samping :
Gangguan saluran cerna, sakit kepala ringan, gatal, anoreksia, lesu, pandangan kabur, dan
uritikaria.
Reaksi yang terjadi : hemolisis pada pasien defisiensi G6PD, gangguan pendengaran,
bingung, psikosis, kejang, gangguan darah, reaksi kulit, dan hipotensi.
37
Plasmodium falciparum
Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad-jasad yang hidup untuk sementara
atau tetap di dalam atau pada permukaan jasad lain dengan maksud untuk mengambil
makanan sebagian atau seluruhnya dari jasad itu (parasiros = jasad yang mengambil
makanan; logos = ilmu).
Plasmodium sp pada manusia menyebabkan penyakit malaria dengan gejala demam,
anemia dan spleomegali (pembengkakan spleen). Dikenal 4 (empat) jenis plasmodium, yaitu :
1. Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana (malaria tertiana begigna).
2. Plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana
3. Plasmodium falciparum menyebabkan malaria topika (malaria tertiana
maligna).
4. Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.
Malaria menular kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. dalam siklus
hidupnya. Plasmodium sp berproduksi secara sexual (sporogoni)dan asexual (schizogon) di
dalam host yang berbeda, host dimana terjadi reproduksi sexsual, disebut host definitive
sedangakn reproduksi asexual terjadi pada host intermediate. Reproduksi sexual hasinya
disebut sporozoite sedangkan hasil reproduksi asexual disebut merozoite.
Plasmodium falciparum mempunyai sifat – sifat tertentu yag berbeda dengan species
lainnya, sehingga diklasifikasikan dalam subgenus laveran. Plasmodium falciparum
mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Haemosporodia
Divisio : Nematoda
Subdivisio : Laveran
Kelas : Spotozoa
Ordo : Haemosporidia
Genus : Plasmodium
Species : Falcifarum
A.Nama penyakit
P.falciparum menyebabkan penyakit malaria falsifarum.
B.Hospes
Manusia merupakan hospes perantara parasit ini dan nyamuk Anopheles betina
menjadi hopses definitifnya atau merupakan vektornya.
38
C.Distribusi geografik
Parasit ini ditemukan didaerah tropic, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di
Indonesia parasit ini terbesar di seluruh kepulauan.
D.Morfologi dan daur hidup
Parasit ini merupakan species yang berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya
dapat menjadi berat dan menyebabkan kematian.
Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase preritrosit saja; tidak ada
fase ekso-eritrosit. Bentuk dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizom yang berukuran ±
30 µ pada hari keempat setelah infeksi.
Jumlah morozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 bentuk cacing stadium
trofosoit muda plasmodium falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran ±1/6 diameter
eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan
bentuk accole sering ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit
(infeksi multipel). Walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan
infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang di infeksi oleh species
plasmodium lain pada manisia, kelainan-kelainan ini lebih sering ditemukan pada
Plasmodium Falciparum dan keadaan ini penting untuk membantu diagnosis species.
Bentuk cincin Plasmodium falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat
dan kadang-kadang setengah diameter eitrosit dan mungkin dapat disangka parasit
Plasmodium malariae. Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium
perkembangan siklus aseksual berikutnya pada umumnya tidak berlangsumg dalam darah
tepi, kecuali pada kasus brat (perniseosa).
Adanya skizon muda dan matang Plasmodium falciparum dalam sediaan darah tepi
berarti keadaan infeksi yang berat sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan
cepat.
Bentuk skizon muda Plasmodium falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh
adanya satu atau dua butir pigmen yang menggumpal. Pada species parasit lain pada manusia
terdapat 20 atau lebih butir pigmen pada stadium skizon yang lebih tua. Bentuk cincin da
tofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan bertahan dikapiler alat-alat dalam,
seperti otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum tulang; di tempat – tempat ini parasit
berkembang lebih lanjut.
Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara zkisogoni. Bila
skison sudah matang, akan mengisi kira-kira 2/3 eritrosit. Akhirnya membelah-belah dan
membentuk 8 – 24 morozoit, jumlah rata-rata adalah 16. skizon matang Plasmodium
39
falciparum lebih kecil dari skizon matang parasit malaria yang lain. Derajat infeksi pada jenis
malaria ini lebih tinggi dari jenis-jenis lainnya, kadang-kadang melebihi 500.000/mm3 darah.
Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata dalam alat-alat dalam dan jaringan
sehingga gejala klinik pada malaria falciparum dapat berbeda-beda. Sebagian besar kasus
berat dan fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan
menyumbat kapiler.
Pada malaria falciparum eritrosit yang diinfeksi tidak membesar selama stadium
perkembangan parasit. Eritrosit yang mengandung trofozoit tua dan skizon mempunyai titik
kasar berwarna merah (titik mauror) tersebar pada dua per tiga bagian eritrosit. Pembentukan
gametosit berlamgsung dalam alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium mudah dapat
ditentukan dalam darah tepi. Gametosis muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian
menjadi lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau
pisang sebagai gametosis matang. Gametosis untuk pertama k ali tampak dalam darah tepi
setelah beberapa generasi mengalami skizogoni biasanya kira-kira 10 hari setelah parasit
pertama kali tampak dalam darah. Gametosis betina atau makrogametosis biasanya lebih
langsing dan lebih panjang dari gametosit jantang atau mikrogametosit, dan sitoplasmanya
lebih biru dengan pulasan Romakonowsky. Intinya lebih lebih kecil dan padat, berwarna
merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametozit membentuk lebih
lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru, pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya
berwarna merah mudah, besar dan tidak padat, butir-butir pign\men disekitan plasma sekitar
inti.
Jumlah gametosit pada infeksi Falciparum berbeda-beda, kadang-kadang sampai
50.000 – 150.000/mm3 darah, jumlah ini tidak pernah dicapai oleh species Plasmodium lain
pada manusia. Walaupun skizogoni eritrosit pada Plasmodium falciparum selesai dalam
waktu 48 jam dan priodisitasnya khas terirana, sering kali pada species ini terdapat 2 atau
lebih kelompok-kelokpok parasit, dengan sporolasi yang tidak singkron, sehingga priodesitas
gejala pada penderita menjadi tidak teratur, terutama pada stadium permulaan serangan
malaria.
Siklus seksual Plasmodium falciparum dalam nyamuk sama seperti pada Plasmodium
yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 20o C, 15 – 17 hari pada suhu 23o C dan 10
– 11 hari pada suhu 25o C – 28o C. pigmen pada obkista berwarna agak hitam dan butir
butinya relative besar, membentuk pola pada kista sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya,
tetapi dapat tersusun sebagai lingkaran kecil dipusat atau sebagai garis lurus ganda. Pada hari
ke- 8 pigmen tidak tampak kecuali beberapa butir masih dapat dilihat.
40
E.Patologi dan gejala-gejala.
Masa tunas intrinsic malaria falciparum berlangsung antara 9-14 hari. Penyakitnya
mulai dengan sakit kepala, punggung dan ekstremitas, perasaan dingin, mual, muntah atau
diare ringan. Demam mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit;
diagnosis pada stadium ini tergantung dari anamosis tentang kepergian penderita ke daerah
endemic malaria sebelumnya. Penyakit berlangsung terus, sakit kepala, punggung dan
ekstremitas lebih hebat dan keadaan umum memburuk. Pada stadium ini penderita tampak
gelisah, pikau mental (mentral cunfuncion). Demam tidak teratur dan tidak menunjukkan
perodiditas yang jelas.
Ada anemia ringan dan leucopenia dengan monositosis. Pada stadium dini penyakit
penyakit dapat didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Bila
pengobatan tidak sempurna, gejala malaria pernisiosa dapat timbul secara mendadak. Istilah
ini diberikan untuk penyulit berat yang timbul secara tidak terduga pada setiap saat, bila lebih
dari 5 % eritrosit di-infeksi.
Pada malaria Falciparum ada tiga macam penyulit :
1. Malaria serebral dapat dimulai secara lambat atau mendadak setelah gejala permulaan.
2. Malaria algida menyerupai syok/renjatan waktu pembedahan.
3. gejala gastro-intestinal menyerupai disentri atau kolera.
Malaria falciparum berat adalah penyakit malaria dengam P.falciparum stadium
aseksual ditemukan di dalam darahnya, disertai salah satu bentuk gejala klinis tersebut
dibawah ini (WHO, 1990) dengan menyingkirkan penyebab lain (infeksi bakteri atau virus)
1. malaria otak dengan koma (unarousable coma)
2. anemia normositik berat
3. gagal ginjal
4. Edema paru
5. Hipoglikemia
6. Syok
7. Perdarahan spontan/DIC (disseminated intravascular coagulation)
8. kejang umum yang berulang.
9. Asidosis
10. Malaria hemoglobinuria (backwater fewer)
Manifestasi klinis lainnya (pada kelompok atau daerah didaerah tertentu) :
1. Gangguan kesadaran (rousable)
2. penderita sangat lemah (prosrated)
41
3. Hiperparasitemia
4. Ikterus (jaundice)
5. Hiperpireksia
Hemolisis intravascular secara besar-besaran dapat terjadi dan memberikan gambaran
klinis khas yang dikenal sebagai “blackwater fever” atau febris iktero-hemoglobinuria. Gejala
dimulai dengan mendadak, urin berwarna merah tua samapi hitam, muntah cairan yang
berwarna empedu, ikterus, badan cepat lemah dan morolitasnya tinggi. Pada “blackwater”
parasit sedikit sekali, kadang-kadang tidak ditemukan dalam darah tepi.
F.Diagnosis
Diagnosis malaria falcifarum dapat dibuat dengan menemukan parasit trofozoit muda
( bentuk cincin ) tanpa atau dengan stadium gametosit dalam sediaan darah tepi. Pada autopsy
dapat ditemukan pigmen dan parasit dalam kapiler otak dan alat-alat dalam.
G.Resistensi parasit malaria terhadap obat malaria.
Resistensi adalah kemampuan strain parasit untuk tetap hidup, berkembangbiak dan
menimbulkan gejala penyakit, walaupun diberi pengobatan terhadap parasit dalam dosis
standar atau dosis yang lebih tinggi yang masih dapat ditoleransi. Resistensi P.falciparum
terhadap obat malaria golongan 4 aminokuinolin (klorokuin dan amodiakuin untuk pertama
kali ditemukan pada tahun 1960 -1961 di Kolombia dan Brasil. Kemudian secara berturut-
turut ditemukan di Asia Tenggara, di Muangthai, Kamboja, Malaysia, Laos, Vietnam,
Filifina. Di Indonesia ditemukan di Kalimantan timur (1974), Irian Jaya (1976), Sumatera
Selatan (1978), Timor Timur (1974), Jawa Tengah (Jepara, 1981) dan Jawa Barat (1981).
Focus resistensi tidak mengcakup semua daerah, parasit masih sensitive dibeberapa tempat di
daerah tersebut. Bila resistensi P.Falciparum terhadap klorokuin sudah dapat dipastikan, obat
malaria lain dapat diberikan , antara lain :
1. Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis
tunggal sebanyak 2-3 tablet.
2. Kina 3 x 2 tablet selama 7 hari.
3. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/hari selama 7-10 hari, minosiklin 2 x 100
mg/hari selama 7 hari.
4. Kombinasi – kombinasi lain : kina dan tetrasiklin.
Mengapa parasit malaria menjadi resisten terhadap klorokuin, amsih belum diketahui
dengan pasti. Ada beberapa kemungkinan yaitu :
1. Mungkin parasit itu tidak mempunyai tempat (site) untuk mengikat klorokuin
sehingga obat ini tidak dapat dikonsentrasi dalam sel darah merah,
42
2. Plasmodium yang resisten mempunyai jalur biokimia (biochemical pathway) lain
untuk mengadakan sintesis asam amino sehingga dapat menghindarkan pengaruh
klorokuin,
3. Mutasi spontan dibawah tekanan otot.
Criteria untuk menentukan resistensi parasit malaria terhadap 4-aminokuinolin
dilapangan telah ditentukan oleh WHO dengan cara in vivo dan in vitro. Derajat resistensi
terhadapobat secara in vivo dapat dibagi menjadi :
S : Sensitive dengan parasit yang tetap menghilang setelah pengobatan dan diikuti
selama 4 minggu.
R I : Resistensi tingkat I dengan rekrusesensi lambat atau dini (pada minggu ke 3 sampai
ke 4 atau minggu ke 2)
R II : Resistensi tingkat II dengan jumlah parasit menurun pada tingkat I.
R III : Resistensi tingkat III dengan jumlah parasit tetap sama atau meninggi pada minggu
ke I.
Akhir akhir ini ada laporan dari beberapa Negara (Bombay India, Myanmar, Papua
Nugini, Kepulauan Solomon, Brasil) dan dari Indonesia (Pulau nias Sumatera Utara, Florest
NTT, Lembe Sulawesi Utara, Irian Jaya) mengenai P.vivax yang resistensi ditentukan dengan
cara mengukur konsentrasi klorokuin dalam darah atau serum penderita.
H.Pengobatan Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Malaria
Klasifikasi biologi obat malaria
Berdasarkan suseptibilitas berbagai stadium parasit malaria terhadap obat malaria
maka obat malaria di bagi dalam 5 golongan :
1. Skizontosida jaringan primer : proguanil, pirimetamin, dapat membasmi parasit
pra eritrosit sehingga mencegah masuknya parasit ke dalam eritrosit digunakan
sebagai profilaksis kausal.
2. Skizontosida jaringan sekunder primakuin, membasmi parasit daur eksoeritrosit
atau bentuk-bentuk jaringan P. vivax dan P. ovale dan digunakan untuk
pengobatan radikal infeksi ini sebagai obat anti relaps.
3. Skizontosida darah : membasmi parasit stadium eritrosit yang berhubungan
dengan penyakit akut disertai gejala klinis.
4. Gametositosida : menghancurkan semua bentuk seksual termasuk stadium
gametosit P.falcifarum , juga mempengaruhi stadium perkembangan parasit
malaria dalam nyamuk Anopheles betina
43
5. Sporontosida : mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk
membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles
Obat-obat malaria yang ada dapat dibagi dalam 9 golongan menurut rumus kimianya :
1. Alkaloid cinchona (kina)
2. 8-aminokuinolin (primakuin)
3. 9-aminoakridin (mepakrin)
4. 4-aminokuinolin (klorokuin, amodiakuin)
5. Biguanida(proguanil)
6. Diaminopirimidin (pirimetamin, trimetoprim)
7. Sulfon dan sulfonamide
8. Antibiotic ( tetrasiklin, minosiklin, klindamisin )
9. Kuinilinmetanol dan fenantrenmetanol ( meflokuin )
Penggunaan Obat malaria
Suatu obat mempunyai beberapa kegunaan yang dapat dipengaruhi beberapa factor,
seperti spesies parasit malaria, respon terhadap obat tersebut, adanya kekebalan parsial
manusia, risiko efek toksik, ada tidaknya obat tersebut di pasaran, pilihan dan harga obat.
Penggunaan obat malaria yang utama ialah sebagai pengobatan pencegahan
(profilaksisi ), pengobatan kuratif ( terapeutik ), dan pencegahan transmisi.
1. Pengobatan pencegahan (profilaksis). Obat diberikan dengan tujuan mencegah
terjadinya infeksi atau timbulnya gejala. Semua skizontisida darah adalah obat
profilaksis klinis atau supresif dan ternyata bila pengobatan diteruskan cukup lama
, infeksi malaria dapat lenyap.
2. Pengobatan terapeutik (kuratif). Obat digunakan untuk pengobatan infeksi yang
telah ada, penanggulangan serangan akut dan pengobatan radikal. Pengobatan
serangan akut dapat dilakukan dengan skizontosida.
3. Pengobatan pencegahan transmisi. Obat yang efektif terhadap gametosit, sehingga
dapat mencegah infeksi pada nyamuk atau mempengaruhi perkembangan
sporogonik pada nyamuk adalah gametositosida atau sporontosida
Pada pemberantasan penyakit malaria, penggunaan obat secara operasional tergantung
pada tujuannya. Bila obat malaria digunakan oleh beberapa individu untuk pencegahan
infeksi, maka disebut proteksi individu atau profilaksis individu.Dalam program
pemberantasan malaria cara pengobatan yang terpenting adalah pengobatan presumtif,
pengobatan radikal, dan pengobatan missal. Pengobatan presumtif adalah pengobatan kasus
malaria pada waktu darahnya diambil untuk kemudian dikonfirmasi infeksi malarianya.
44
Pengobatan radikal dilakukan dentgan tujuan membasmi semua parasit yang ada dan
mencegah timbulnya relaps.
Pengobatan misal dilakukan di daerah dengan endemisitas tinggi. Tiap orang harus
mendapat pengobatan secara teratur dengan dosis yang telah ditentukan.
Dosis obat malaria
Dosis obat malaria tanpa keterangan khusus berarti bahwa dosis tersebut diberikan
kepada orang dewasa dengan BB kurang lebih 60 kg. Dosis tersebut dapat disesuaikan BB
( 25 mg/kg BB dosis total.
Pencegahan penyakit malaria
Menghindari gigitan nyamuk, misalnya tidur menggunakan kelambu
Mengobati semua penderita untuk menghilangkan sumber penularan
Pemberantasan nyamuk dan larvanya
Plasmodium falciparum merupakan spesies Plasmodium yang bertanggung jawab untuk 85%
kasus malaria. Plasmodium falciparum is found globally but is commonest in Africa. Plasmodium falciparum
ditemukan secara global tetapi yang paling umum di Afrika. This gives rise to acute infections that may rapidly
become life-threatening. Hal ini menimbulkan infeksi akut yang dengan cepat dapat menjadi mengancam jiwa.
Chronic infections also cause debilitating anaemia. Infeksi kronis juga menyebabkan anemia melemahkan. Tiga
spesies Plasmodium yang kurang umum dan kurang berbahaya adalah: P. , ovale, P. and malariae
dan P. . vivax. Malaria infects over 200 million people annually, mostly in poor tropical and
subtropical countries of Africa. Malaria menginfeksi lebih dari 200 juta orang setiap tahun, terutama
di negara-negara tropis dan subtropis miskin Afrika. It is the deadliest parasitic disease killing over
one million people each year. Ini adalah penyakit parasit paling mematikan menewaskan lebih satu
juta orang setiap tahun. 90 % of the deaths occur south of the Sahara desert and most are under five-
year-old children. 90% dari kematian terjadi di selatan gurun Sahara dan sebagian besar berada di
bawah lima tahun anak-anak. In addition to Africa, malaria occurs in South and Southeast Asia,
Central and South America, the Caribbean and the Middle East. Selain Afrika, malaria terjadi di Asia
Selatan dan Asia Tenggara, Amerika Tengah dan Selatan, Karibia dan Timur Tengah. Even within
tropical and subtropical areas, malaria does not usually occur at high altitudes (over 1500 meters),
during colder seasons, in countries of successful malaria programs or in deserts. Bahkan di dalam
daerah tropis dan subtropis, malaria biasanya tidak terjadi di tempat yang tinggi (lebih dari 1500
meter), selama musim dingin, di negara-negara dari program malaria berhasil atau di gurun.
Life cycle Siklus hidup
45
Plasmodium falciparum dibawa oleh nyamuk Anopheles. Dari 400 spesies Anopheles lebih,
hanya 30-40 dapat mengirimkan malaria. Infeksi dimulai, ketika nyamuk betina yang menyuntikkan
(dalam air liur nya) "sporozoit" (satu bentuk dari P. falciparum) ke dalam kulit manusia saat
mengambil makan darah. Sporozoite Sebuah perjalanan (dalam aliran darah) ke dalam hati di mana ia
menyerang sel hati. Menjadi matang menjadi "skizon" (sel induk) yang memproduksi 30.000-40.000
"merozoit" (sel anak) dalam waktu enam hari. Para merozoit meledak dan menyerang sel-sel darah
merah. Dalam dua hari satu merozoit berubah menjadi trofozoit, kemudian menjadi skizon dan
akhirnya 8-24 merozoit baru meledak dari skizon dan sel merah karena pecah. Kemudian merozoit
menyerang sel darah merah baru. P. falciparum dapat mencegah sel darah merah yang terinfeksi dari
pergi ke limpa (organ mana sel-sel merah tua dan rusak dihancurkan) dengan mengirimkan perekat
protein pada membran sel dari sel merah. Protein yang membuat sel darah merah menempel pada
dinding pembuluh darah kecil. Ini menjadi ancaman untuk host manusia sejak sel-sel merah
mengelompok dapat membuat penyumbatan dalam sistem sirkulasi.
Merozoit juga dapat berkembang menjadi "gametocyte" yang merupakan tahap yang dapat
menginfeksi nyamuk. Ada dua macam gametosit: laki-laki (mikrogamet) dan perempuan
(makrogamet). Mereka bisa dicerna oleh nyamuk, ketika minum darah yang terinfeksi. Di dalam
midgut nyamuk, gametosit jantan dan betina bergabung menjadi "zigot" yang kemudian berkembang
menjadi "ookinetes." Para ookinetes motil menembus dinding midgut dan berkembang menjadi
"ookista." Kista akhirnya melepaskan sporozoit, yang bermigrasi ke kelenjar ludah di mana mereka
mendapatkan disuntikkan ke manusia. Perkembangan di dalam nyamuk membutuhkan waktu sekitar
dua minggu dan hanya setelah waktu yang dapat nyamuk menularkan penyakit. P. falciparum tidak
dapat menyelesaikan siklus hidupnya pada suhu di bawah 20 ° C.
46
Mutasi Gen dan Resistensi
Penyebaran penyakit malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum yang
resisten terhadap pengobatan klorokuin berlangsung dengan cepat. Manifestasi in vitro pada,
strain resisten ditandai dengan meningkatnya aktifitas efflux klorokuin oleh P-glikoprotein
homolog-I (Pgh-I) pada membran vakuola makanan sebesar 40-50 kali lebih cepat
dibandingkan dengan strain sensitif. Pgh-I dianggap sebagai protein yang berhubungan secara
langsung terhadap mekanisme resistensi. Saat ini telah diidentifikasi suatu gen pada
kromosom V yang diduga menyandi protein tersebut. Gen itu dinamakan pfmdr-1 yang
homolog dengan gen multidrug resistance (MDR) pada sel tumor mamalia yang resisten
terhadap obat antitumor. Diduga terjadinya mutasi pada gen pfmdr-1 berhubungan dengan
mekanisme resistensi pada P. falciparum walaupun beberapa penelitian di lapangan
mendapatkan hasil yang berbeda, baik secara in vitro maupun in vivo. Sampai saat ini para
47
peneliti berpendapat bahwa gen pfmdr-1 saja tidak cukup untuk menimbulkan resistensi
terhadap klorokuin namun disebabkan oleh mutasi pada beberapa gen (multigenik)
Resistensi dari meflokuin dapat dideteksi dengan adanya ekspresi berlebih gen Pfmdr
1 dari Plasmodium falciparum (Pf). Copy number dari gen Pfmdr 1 dapat dideteksi dengan
menggunakan Real Time PCR. Hasil dari uji copy number kemudian dibandingkan dengan
hasil genotyping dari gen Pfmsp 2 menggunakan RFLP. Seratus dua puluh sampel darah yang
terinfeksi Pf dari Sumba, Nusa Tenggara Timur digunakan sebagai sampel untuk studi ini.
DNA dari sampel diisolasi kemudian dianalisis dengan menggunakan Real Time PCR untuk
mendeteksi kemungkinan adanya ekspresi berlebih dari PfMDR 1 yang ditunjukkan dengan
peningkatan nilai copy number gen Pfmdr1. Amplifikasi dari gen Pfmdr 1 berhasil dilakukan
sebanyak 61% dari total sampel dan amplifikasi dari gen Pfmsp 2 berhasil dilakukan
sebanyak 49% dari total sampel.Tujuh persen sampel memiliki nilai copy number =2,
sementara 93% sampel memiliki nilai copy number <2. Hasil genotyping gen Pfmsp 2
menunjukan mayoritas sampel Sumba ialah monoklonal. Dari hasil juga diketahui FC 27
lebih dominan pada sampel Sumba dibandingkan dengan 3D7. Sebaran dan nilai copy
number gen Pfmdr 1 pada sampel Sumba masih rendah, hal ini menunjukan belum adanya
potensi resisten terhadap meflokuin.
Mutasi Gen pada Plasmodium palcifarum yang menyebabkan resistensi klorokuin
Mekanisme resistensi obat oleh pgh1 :
Terdapat dua strain, yaitu strain resisten dan strain sensitive terhadap klorokuin. Jumlah
uptake klorokuin ke dalam vakuola makanan Plasmodium sama antara strain sensitif dan
strain resisten. Namun, dalam strain resisten terjadi over-expressed pada pgh1 yaitu
meningkatnya konsentrasi klorokuin dari vakuola makanan ke dalam sitoplasma sebesar 40-
50 kali lebih cepat dibandingkan dengan strain sensitif. Akibatnya, terjadilah resistensi obat
pada Plasmodium falciparum.
Mutasi gen pfcrt terhadap resistensi klorokuin:
Resistensi terhadap klorokuin dalam Plasmodium falciparum dapat terjadi secara multigenik
dan terjadi pada gen pengkode transporter atau biasa disebut pfcrt. Gen pfcrt ( Plasmodium
48
Falciparum Chloroquine Resistance Transpoter) terletak pada kromosom 7. Adanya mutasi
pada gen pengkode ini, menyebabkan terjadinya mutasi pada tranporter kedua yaitu pfmdr1.
Mutasi pada pfmdr1 ini dapat memodulasi level resistensi terhadap obat tersebut.
Mutasi gen pfmdr1:
Mutasi pada gen pengkode tranpotrter kedua ini terjadi karena terjadi mutasi gen pfcrt
sebelumnya. Mutasi ini dibedakan menjadi 2 genotip (allele), yaitu genotip K1 dan genotip
7G8. Mutasi pada genotip K1 berupa perubahan basa tunggal pada nukleotida ke 754, yaitu
basa adenine (A) menjadi Timin (T) sehingga terjadi perubahan asam amino dari aspargin
menjadi tirosin. Sedangkan genotip 7G8 mengalami mutasi pada nukleotida 1094,3598,3622
dan 4234. Namun, pfmdr1 bukanlah semata-mata faktor penyebab resistensi klorokuin.
Terdapat beberapa faktor lain yang berperan dalam resistensi tersebut, seperti mutasi gen cg2
dan faktor geografi.
Mutasi gen dhps:
Gen dhps merupakan gen bifungsional karena menghasilkan protein/ enzim PPPK dan DHPS.
Gen ini terletak pada kromosom 8 dan berfungsi untuk menyandi atau mengode PPPK-DHPS
(207-246 AA). Mutasi pada gen ini, dapat menyebabkan plasmodium falciparum mengalami
resistensi terhadap obat antimalaria sulfadoksin.
Mutasi gen dhfr:
Gen dhfr terletak pada kromosom 4 dan berangkaian dengan gen TS. Gen ini tidak memiliki
intron dan start kodon pada gen ini dimulai pada nukleotida 49 sedangkan stop kodonnya
pada nukleotida 1873. Mutasi pada gen PPPK-DHPS ini dapat menyebabkan resistensi silang
antara Pirimetamin dan Sikloguanil dan menyebabkan perubahan asam amino pada kodon:
Ala16Val dan Ser108Asn.
Pemeriksaan Apusan Darah
Pemeriksaan apusan darah tepi adalah suatu cara yang sampai saat ini masih digunakan pada
pemeriksaan di laboratorium. Prinsip pemeriksaan sediaan apusan ini adalah dengan
meneteskan darah lalu dipaparkan di atas objek glass, kemudian dilakukan pengecatan dan
diperiksa dibawah mikroskop.
49
Guna pemeriksaan apusan darah :
1. Evaluasi morfologi dari sel darah tepi (eritrosit,trombosit,dan leukosit)
2. Memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit
3. Identifikasi parasit(misal : malaria. Microfilaria, dan Trypanosoma)
Persyaratan pembuatan sediaan apus :
1. Objek glass harus bersih,kering dan bebas lemak
2. Segera dibuat setelah darah diteteskan, karena jika tidak :
Persebaran sel tidak rata
Leukosit akan terkumpul pada bagian tertentu
Clumping trombosit
Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat sediaan apus :
1. Sampel darah segar dari kapiler atau vena
2. Sampel darah dengan anticoagulant Na2EDTA
3. Objek glass
4. Spreader/ deck glass
5. Larutan cat (Wright, Giemza, campuran Wright-Giemza)
Cara Kerja Pembuatan SADT :
a. Letakkan tetes kecil darah vena/kapiler pada kaca objek glass(sebaiknya menggunakan
pipet kapiler)
b. Dengan kaca objek yang lain/ spreader bentuklah sudut 30-45°,lalu geser hingga
menyentuh tetesan darah
c. Tunggu tetesan darah menyebar pada spreader
d. Dorong spreader ke depan yang akan menghasilkan lapisan tipis darah di belakangnya
e. Sediaan darah hampir selesai. Kering anginkan preparat tersebut.
f. Hasil akhir lapisan tipis pada kaca objek. Setelah dikeringkan selama 10 menit,
kemudian dapat di warnai dengan pengecatan yang sesuai (Giemsa, atau Leishman’s,
atau Field’s, dan juga Romanowsky).
Cara melakukan perhitungan pada sediaan apusan :
1. Pilih bagian yang akan dipakai (zona dimana eritrosit tersebar rata)
50
2. Mulailah menghitung sel pada pinggir atas kebawah
3. Mulailah menghitung dari bagian ekor
Pemeriksaan
o Dengan perbesaran 10 X10 : Perhatikan distribusi sel darah pada sediaan microfilaria.
o Dengan perbesaran 40X10 : Hitung jenis leukosit dan morfologi sel darah
o Dengan perbesaran 100X10 : Perhatikan terhadap parasit malaria
Pemeriksaan apusan darah perifer untuk menunjukkan ada atau tidaknya parasit malaria,
spesies dan stadium malaria, dan kepadatan parasit. Pemeriksaan satu kali dengan hasil
negatif tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah perifer tiga kali dan
hasil negatif, maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan darah tepi
dapat dilakukan melalui :
a. Apusan darah tebal.
Ini merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup
banyak dibandingkan preparat darah tipis. Preparat dinyatakan negatif bila setelah
diperiksan 200 lapang pandangan dengan pembesaran 700-1000 kali tidak ditemukan
parasit.
b. Apusan darah tipis.
Ini digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, karena bila dengan preparat darah
tebal sulit ditemukan. Bila jumlah parasit >100.000/µl darah, menandakan infeksi yang
berat.
Pemeriksaan semi kuantitatif :
(-) : tidak ada parasit dalam 100 LPB
(+) : ada 1-10 parasit dalam 100 LPB
(++) : ada 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++) : ada 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++): ada >10 parasit dalam 1 LPB
Pemeriksaan kuantitatif : jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan tebal/tipis.
Klorokuin
51
- Nama generik : Klorokuin
- Nama dagang di Indonesia: Riboquin (Dexa Medica) dan Nivaquine (Rhone Poulenc
Rorer Indonesia).
Klorokuin telah menjadi obat pilihan untuk pengobatan dan kemoprofilaksis malaria
yang disebabkan P. vivak, P. malaria, P. ovale, dan P. falcifarum yang sensitif (P. falcifarum
yang tidak resisten terhadap Klorokuin). Kloroluin dengan depat mengakhiri demam (dlam
24 – 48 jam) dan membersihkan parasitemia (48 – 72 jam) yang disebabkan oleh parasit yang
sensitif. Selain untuk pengobatan Klorokuin juga merupakan agen kemoprofilaksis yang lebih
disukai pada wilayah malaria tanpa malaria falcifarum yang resisten.Klorokuin merupakan
kontraindikasi pada pasien dengan psoriasis atau porfuria, karena berpotensi mencetuskan
serangan akut dari penderita tersebut. Secara umum, sebaiknya Klorokuin tidak digunakan
pada pasien dengan kelainan retina atau miopati. Agen antidiare kaolin dan antasida yang
mengandung kalsium dan magnesium menganggu penyerapan Klorokuin dan sebaiknya tidak
diberikan bersama-sama Klorokuin. Klorokuin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg dan 150
mg. berikut ini akan dijabarkan mengenai dosis Klorokuin yang digunakan sebagai
profilaksis dan serangan akut.
3. Profilaksis (Terapi Pencegahan)
a. Anak
Klorokuin basa 5 mg/kg/minggu pada hari yang sama disetiap minggunya (tidak lebih
dari 300 mg Klorokuin basa/dosis). Pemberian ini dimulai 1-2 minggu sebelum
berada di daerah endemik, dilanjutkan 4-6 minggu setelah berada di daerah endemik.
b. Dewasa
Klorokuin basa 300 mg/minggu pada hari yang sama disetiap minggunya. Pemberian
ini dimulai 1-2 minggu sebelum berada di daerah endemik, dilanjutkan 4-6 minggu
setelah berada di daerah endemik.
4. Serangan Akut
a. Anak
52
Dosis awal Klorokuin basa 10 mg/kg, dilanjutkan dengan dosis tunggal sebesar 5
mg/Kg yang diberikan setelah 6 jam, kemudian dosis tunggal sebesar 5 mg/Kg/hari
selama 2 hari.
b. Dewasa
Dosis awal Klorokuin basa 600 mg, dilanjutkan 6 jam kemudian dengan 300 mg,
selanjutkan 300 mg/hari selama 2 hari (dosis kumulatif rata-rata 25 mg/kg Klorokuin
basa).
Efek samping yang timbul karena penggunaan Klorokuin adalah gangguan saluran
cerna, sakit kepala, kejang, depigmentasi atau rambut rontok, reaksi kulit (ruam,
pruritis). Pemberian obat setelah makan dapat mengurangi beberapa efek yang tidak
diinginkan seperti gangguan saluran pencernaan. Reaksi yang jarang terjadi meliputi
hemolisis pada pasien yang mengalami defisiensi Glucase 6-Phosphate
Dehidrogenase (G6PD), dan hipotensi. Pemberian dosis tinggi dalam jangka panjang
pada penderita rematik akan menimbulkan ototoksisitas irreversible, retinopati,
miopati, dan neuropati perifer. Abnormalitas ini jarang dijumpai bila diberikan
dengan dosis standar mingguan untuk profilaksis.
Penggunaan Klorokuin pada penderita gangguan fungsi ginjal sebaiknya dihindari
atau dosisnya dikurangi karena Klorokuin diekskresi lewat urin. Dosis bagi pasien
gagal ginjal sebesar 50% dari dosis dewasa. Penggunaan Klorokuin pada wanita hamil
masuk dalam kategori C. Penggunaan Klorokuin tersebut, dilihat dari rasio risk and
benefit. Dosis lazim untuk dewasa dapat diberikan pada wanita hamil yang menderita
malaria ringan. Tetapi terapi radikal untuk infeksi P. ovale dan P. vivak dengan
menggunakan Primaquin harus ditunda sampai kehamilan berakhir. Sedangkan
Klorokuin harus diteruskan dengan dosis 600 mg tiap minggu selama kehamilan.
Klorokuin dapat diekskresi ke air susu, sehingga penggunaan Klorokuin pada ibu
menyusui tidak direkomendasikan.
Deskripsi - Nama & Struktur
Kimia:
C18H26ClN3- Sifat Fisikokimia : Serbuk kristal berwarna putih atau kekuningan, tidak berbau, titik
leleh antara 87-92°C.Sangat sedikit larut dalam air, larut dalam kloroform, dalam eter dan larutan asam. Simpan dalam suhu kamar
53
25°C.- Keterangan : -Golongan/Kelas Terapi Anti Infeksi Nama Dagang - Avloclor - Resochin - NevaquineIndikasi
Digunakan untuk profilaksis malaria yang disebabkan oleh P.Malariae, P.Ovale, P.Vivax, dan strain tertentu dari P.Falciparum. Terapi kuratif malaria yang disebabkan oleh P.Malariae, P.Ovale, P.Vivax, dan strain tertentu dari P.Falciparum pengobatan amoebiasis ekstraintestinal, Reumathoid Arthritis dan Lupus Erythematosus. Infeksi parasit lain (babesiosis). Penggunaan lain: pofiria cutanea tarda, polimorfis ringan, solar urticaria, sarcoidosis
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
100 mg klorokuin fosfat setara dengan 60 mg klorokuin; 100 mg klorokuin hidroklorida setara dengan 80 mg klorokuin;
Penyesuaian dosis pada gangguan ginjal: Clcr kurang dari 10 ml/menit: 50 % dosis haemodialisis.
Pencegahan Malaria: Untuk tindakan profilaksis,terapi dimulai dari 1-2 minggu dari awal sampai terkena malaria,dilanjutkan 4 minggu setelah terkena malaria.
Klorokuin sebaiknya diberikan satu kali seminggu pada hari yang sama tiap minggunya.
Dosis dewasa: 300 mg 1x seminggu (500 mg klorokuin fosfat).
Dosis pediatrik, oral : 5mg/kg BB,(8,3 mg/kg kloroquin phospat) 1x seminggu.
Pada pasien yang intoleransi terhadap ESO di GI, pemberian obat bersama makanan, dalam 2 dosis terbagi pada hari yang berbeda. Dosis pediatrik tidak boleh lebih dari 300mg/hari.
Jika dosis profilaksis tidak dimulai 2 minggu pada awal terkena malaria, maka pada orang dewasa diberi loading dose 600 mg, anak 10mg/kg dalam dua dosis terbagi selama 6 jam, dosis selajutnya seperti biasa.
Pengobatan Malaria tanpa komplikasi : Dosis Dewasa: awal 600 mg (1 g klorokuin fosfat), dosis selanjutnya peroral 300 mg (500mg klorokuin fosfat)/6-8 jam. Dosis berikutnya 300mg tiap 24 jam selama 2 hari. Dosis totalnya 1,5 g dalam 3 hari.
Alternatif lain : 600 mg dosis awal, hari kedua dan ketiga 300 mg. Dosis Pediatrik: awal 10 mg/kg diikuti dengan dosis 5 mg/kg 6 jam kemudian,5mg/kg 18 jam setelah dosis kedua dan 5mg/kg diberikan setelah dosis ketiga.
Pengobatan Malaria berat: Dewasa : awal 160-200 mg IM, dosis bisa diulang setelah 6 jam jika diperlukan. Dosis parenteral tidak boleh melebihi 800 mg (1000 mg klorokuin hidroklorida) selama 24 jam pertama.
54
Dosis parenteral sebaiknya digantikan parenteral secepatnya, total dosis 1,5 g selama 3 hari.
Pemberian via parenteral mempunyai risiko tinggi bagi anak-anak sehingga direkomendasikan pemberiannya IM (5mg/kg).
Ekstraintestinal amoebiasis:
Dosis Dewasa : 600 mg kloroquin (1g kloroquin phospat) satu kali sehari selama 2 hari, dilanjutkan 300 mg 1x sehari ± 2-3 minggu. Dosis Anak-anak:10 mg/kg (16,7 mg/kg klorokuin fosfat) 1x sehari selama 2-3 minggu.
Dosis oral maksimal 300 mg/hari.
Rheumatoid Artritis: Dosis Dewasa:150 mg (250 mg klorokuin fosfat)/hari.
Jika respon klinik tidak muncul setelah 4-6 minggu, maka pengobatan dengan klorokuin dilanjutkan selama 4 bulan. Setelah fase remisi menunjukkan perbaikan maksimum, maka dosis dikurangi.
Lupus Erythematosus: Dosis Dewasa : 150 mg (250 mg klorokuin fosfat)/hari.
Jika manifestasi sistemik dan kutaneus LE sudah berkurang, maka dosis klorokuin diturunkan secara gradual selama beberapa bulan dan obat dihentikan perlahan.
Cara pemberian: Klorokuin fosfat diberikan secara peroral, ketika pemberian peroral tidak memungkinkan maka klorokuin hidroklorida secara IM, akan tetapi pemberian IM harus diganti pemberian secara oral sesegera mungkin.
Pada pasien asma berat dapat diberikan melalui infus i.v/s.c.
Rekomendasi WHO: pemberian untuk pediatri yaitu dosis kecil IM/injeksi s.c. Pemberian bersama makanan dapat mengurangi ESO pada GI.
Pemberian klorokuin fosfat pada anak-anak dengan dibuat pulveres yang bisa dicampurdengan sirup rasa coklat/cherry.
Farmakologi
Absorbsi: Oral cepat (mendekati 89%). Distribusi: terdistribusi luas pada semua jaringan tubuh (mata, jantung, ginjal, hati dan paru-paru) dimana retensinya mengalami perpanjangan, menembus plasenta, disekresikan ke ASI.
Metabolisme: hepatik parsial T½ eliminasi 3-5 hari.
Durasi : sejumlah kecil obat tetap ditemukan di urine selama sebulan walaupun terapi sudah dihentikan.
Ekskresi melalui urine (sekitar 70% sebagai obat utuh), pengasaman urine menaikkan eliminasi.
55
T max serum 1-2 jam
Stabilitas Penyimpanan
Suspensi klorokuin 10 mg/ml dibuat dengan mencampur 500 mg klorokuin fosfat (=300 mg klorokuin/tablet) dengan air steril secara geometris, tambahkan sirup cherry, campur sampai homogen sehingga volume akhir 60 ml, stabil sampai 4 minggu ketika disimpan dalam refrigator atau suhu 29ºC. Klorokuin fosfat akan mengalami perubahan warna secara lambat jika terpapar matahari. Tablet klorokuin fosfat sebaiknya disimpan pada wadah tertutup pada suhu 25ºC, masih bisa stabil pada suhu 15-30ºC. Injeksi kloroquin hidroklorida sebaiknya disimpan pada suhu kurang dari 30ºC.
Kontraindikasi
Pasien yang hipersensitivitas dengan derivat 4-amino quinolin; Kontra indikasi pada pasien dengan gangguan retinal, segera hentikan klorokuin jika terjadi gangguan penglihatan. Klorokuin jangan digunakan pada pasien psoriasis karena klorokiun dilaporkan dapat menyebabkan eksaserbasi porfiria
Efek Samping
Efek okular : Gangguan penglihatan : Pandangan kabur, sulit berakomodasi pernah dilaporkan terjadi; Gangguan penglihatan parah bisa terjadi jika klorokuin digunakan jangka panjang dengan dosis lebih dari 150 mg perhari; Pengobatan jangka panjang dengan dosis tinggi menyebabkan: keratopathy, transient edema, adanya pengkerakan pada epitel kornea, jika sudah parah bisa terjadi kebutaan. Reaksi kulit dan sensitivitas : Pruritus, perubahan pigmen kulit, erupsi kulit membentuk panus liken, erupsi pleomorphic kulit, sindrom Stevens-Johnson dilaporkan pernah tejadi. Perubahan warna rambut pernah terjadi dalam terapi jangka panjang (2-5 bulan). Efek pada sistem syaraf : Sakit kepala ringan dan berat, fatigue, kecemasan, ansietas, apatis, iritabilitas, agitasi, agresivitas, kebingungan, perubahan personalitas, depresi dan stimulasi fisik bisa terjadi ketika menggunakan klorokuin; Neuritis perifer dan neuropathy jarang terjadi. Neuropathy bisa terjadi pada dosis 250 mg atau lebih perhari selama beberapa minggu, dan reversibel setelah obat dihentikan. Efek kardiovaskuler : Hipotensi dan perubahan ECG (jarang) ketika klorokuin digunakan sebagai profilaktik maupun terapi malaria. Penggunaan jangka panjang pada pasien LE/RA menyebabkan terjadinya AV blok derajat III; Kardiomyophati (jarang) pada penggunaan jangka panjang. Otic efek : Otto-toksisitas (jarang), nervedeafness (biasanya irreversible) pernah dilaporkan terjadi pada terapi klorokuin dosis tinggi jangka panjang; Tinitus dan berkurangnya pendengaran pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang menerima 500 mg klorokuin 1x seminggu dalam beberapa bulan.
Efek hematologi : Neutropenia, agranulositosis, neuplastik anemia, dan trombositopenia walaupun semuanya jarang terjadi. Efek lokal: Nyeri dan abses pada tempat suntikan
Interaksi
- Dengan Obat Lain : Efek sitokrom P450: menghambat CYP2D6, Dengan simetidin konsentrasi klorokuin dalam serum meningkat. Kaolin dan magnesium trisilikat : menurunkan absorbsi klorokuin. Etanol : meningkatkan iritasi GI. Perubahan ECG (jarang) ketika klorokuin digunakan sebagai profilaktik maupun terapi malaria
56
- Dengan Makanan : -
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan :
Keamanan penggunaan klorokuin selama kehamilan belum pasti sehingga penggunaan klorokuin pada wanita hamil hanya jika benar-benar diperlukan. Studi pada tikus hamil menunjukkan pada klorokuin dapat menembus plasenta dan terakumulasi pada struktur melanin pada mata fetus dan tetap bertahan pada jaringan mata selama 5 bulan setelah obat habis tereliminasi dari tubuh.
Penggunaan klorokuin selama kehamilan pada dosis 250 mg 2xsehari untuk terapi LE dapat mengakibatkan berkurangnya 8 fungsi syaraf, posterior colom defect dan retardasi mental pada beberapa anak, degenerasi retina juga dilaporkan pada 2 anak yang ibunya menerima kloroquin selama kehamilan akan tetapi kloroquin telah digunakan sebagai profilaksis dan terapi malaria pada wanita hamil tanpa terbukti mempunyai efek samping dan WHO, CDC dan sebagian dokter menyatakan bahwa manfaat pada wanita hamil lebih besar dibanndingkan resiko pada fetus. Infeksi malaria pada wanita hamil dapat menjadi parah dan menaikkan resiko prematur,aborsi,lahir cacat sehingga wanita hamil sebaiknya menghindari pada endemik malaria.
Sejumlah kecil klorokuin dan desentilkloroquin terdistribusi dalam ASI.
Dosis tunggal 300/600 mg per hari secara oral selama menyusui menghasilkan kadar obat dalam ASI sebasar 0,4-0,7 % sehinggga diperlukan penyesuaian dosis.
- Terhadap Ibu Menyusui : -
- Terhadap Anak-anak : Anak-anak yang sensitif terhadap derivat 4- aminokuinolin dilaporkan mengalami akibat fatal pada pemberian klorokuin parental dosis kecil. Dosis oral untuk anak-anak harus dipantau secara ketat. Pemberian dosis untuk anak-anak harus ketat
- Terhadap Hasil Laboratorium : -
Parameter Monitoring
Pemantauan CBC, oftalmologi secara periodik perlu dilakukan pada pasien yang menerima terapi jangka panjang. Perlu dilakukan test terhadap fungsi otot, lutut, siku
Bentuk Sediaan
Injeksi Klorokuin Hidroklorida 50 mg/ml Setara Dengan 40 mg Klorokuin. Tablet Salut Film 300 mg Klorokuin
Peringatan
57
Perlu perhatian pada pasien alkoholis dan obat hepatotoksik lain pada saat penggunaan klorokuin. Perlu perhatian pada pasien defisiensi G-6- phospat dehidrogenasi. Penggunaan obat ini dapat menyebabkan kekambuhan psoriasis, porfiria, dan retinopati.
Kasus Temuan Dalam Keadaan Khusus
-
Informasi Pasien
Sebelum menggunakan obat; Kondisi yang mempengaruhi penggunaan, khususnya hipersensitifitas terhadap klorokuin maupun hidroklorokuin. Kehamilan dapat menyebabkan toksisitas pada janin saat diberikan pada ibu dalam dosis terapetik. Walaupun demikian klorokuin belum menunjukkan menyebabkan efek samping pada janin saat digunakan sebagai profilaksis malaria maupun amoebiasis hepatik. Penggunaan pada anak-anak, bayi dan anak sangat sensitif terhadap efek dari klorokuin. Masalah kesehatan lain, khususnya gagal fungsi hati, gangguan kelainan darah, gangguan kelainan neurologik atau adanya perubahan retina atau bidang visual. Kesesuaian penggunaan obat;gunakan bersama makanan atau susu utk mengurangi kemungkinan iritasi gastrointestinal.Jaga obat jauh dari jangkauan anak-anak,kejadian fatal dilaporkan terjadi dimana 300 mg klorokuin basa(1 tablet)tertelan anak umur 12 tahun. Penting untuk tidak menggunakan obat melebihi jumlah yang dianjurkan. Penting untuk tidak lupa minum obat dan memakainya sesuai jadwal reguler. Saat lupa minum obat, maka jika jadwal minum obat adalah tiap 7 hari maka diminum sesegera mungkin. Jika tiap hari, diminum sesegera mungkin, jangan diminum jika terlupa sampai hari berikutnya atau jangan menggandakan dosis. Jika lebih dari sekali sehari, diminum segera jika teringat dalam jangka waktu antara 1 jam, jangan diminum jika telah terlewat/jangan menggandakan dosis. Kesesuaian penyimpanan obat. Untuk pencegahan malaria. Mulai pengobatan 1 sampai 2 minggu sebelum memasuki area malaria untuk memastikan respon pasien dan memberi waktu untuk mengganti obat lainnya bila reaksi terjadi. Lanjutkan pengobatan selama tinggal di area & selama 4 mgg setelah meninggalkan area,periksa ke dokter secepatnya bila terjadi demam selama perjalanan atau dalam jangka waktu 2 jam setelah meninggalkan area endemik. Perhatian selama menggunakan obat ini; Kunjungan berkala ke dokter untuk memeriksa adanya masalah darah, kelemahan otot, dan pengujian penglihatan selama atau setelah terapi jangka panjang. Periksa ke dokter jika tidak ada perubahan dalam beberapa hari (atau beberapa minggu atau beberapa bulan untuk artritis). Hati-hati bila pandangan kabur, kesulitan saat membaca maupun perubahan lainnya pada penglihatan. Minum obat dengan makanan untuk merunkan GI upset. Segera laporkan bila terjadi gangguan penglihatan atau kesulitan mendengar. Obat dapat menyebabkan diare, penurunan nafsu makan, mual, nyeri perut segera periksa ke dokter jika hal tersebut terjadi dan memburuk.
Mekanisme Aksi
Klorokuin berikatan pada DNA dan RNA sehingga menghambat polimerase DNA dan RNA, mempengaruhi metabolisme dan kerusakan haemoglobin oleh parasit, menghambat efek prostaglandin, klorokuin mempengaruhi keasaman cairan sel parasit dan menaikkan pH internal sehingga menghambat pertumbuhan parasit, berpengaruh terhadap agregasi feriprotoporpirin IX pada reseptor kloroquin sehingga merusak membran parasit dan juga berpengaruh pada sintesis nulkeoprotein.
58
Monitoring Penggunaan Obat
Hitung Darah Lengkap (CBCs) (dianjurkan secara periodik selama terapi harian diperpanjang dg klorokuin, bila gangguan darah diskrasia terjadi yg bukan merupakan bagian dari penyakit yg diobati, penghentian penggunaan chloroquine harus dipertimbangkan). Pengujian oftalmologi, termasuk ketajaman visual, expert slit-lamp, funduscopic, tes bidang visual. (dianjurkan sebelum dan setidaknya setiap 3 sampai 6 bulan selama terapi harian diperpanjang, sejak dilaporkan terjadi kerusakan retina yang irreversible pada terapi jangka panjang atau dosis besar. Luka serius penglihatan diduga berkaitan dengan dosis total kumulatif lebih dari 150 mg atau 2,4 mg (basa) per kg per hari klorokuin mungkin merupakan faktor penentu yang paling penting. Setiap abnormalitas retina atau penglihatan tidak sepenuhnya dapat dijelaskan dikarenakan kesulitan pengumpulan atau opasitas kornea seharusnya dimonitor mengikuti penghentian dari terapi, sejak perubahan retina dan gangguan penglihatan dapat memburuk walaupun setelah penghentian terapi)
H. KERANGKA KONSEP
59
Infeksi yang sering dan pengobatan tidak tuntas di daerah endemik
Mutasi gen pfcrt kodon 76
Tn Budi transmigrasi dari daerah prevalensi malaria rendah ke daerah prevalensi malaria tinggi
Terinfeksi Plasmodium falciparum Strain Resisten
Fase Aseksual Merozoit mencapai densitas 50 µl
Fase Aseksual Skizogoni memecahkan SDM
Reaksi AntibodiAnemia Hemolitik normositik normokrom
I. KESIMPULAN
Tuan Budi yang merupakan seorang transmigran asal Jawa Tengah (daerah prevalensi
malaria rendah) bertransmigrasi ke Amaroppa Papua (daerah prevalensi malaria tinggi)
menderita malaria tropikana akibat terinfeksi oleh Plasmodium falciparum dengan vektornya
adalah nyamuk Anopheles betina.
60
Merangsang perubahan thermostat hipotalamus
Mual-mual Sakit Kepala
Demam
Berkeringat Menggigil
Didiagnosis MalariaHasil Pemeriksaan Apusan Darah Perifer Tipis dan Tebal:
Plasmodium falciparum (+++)
Pemberian klorokuin tapi tidak efektif
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Sry Amsunir, 1992, mikrobiologi dan parasitologi untuk perawat, Jakarta;
EGC.
Indan Entjan, 2001, mikrobiologi dan parasit untuk perawat, Bandung; Citra Aditya
Bakri.
Margono, Sri, 1998, parasitologi kodekteran, Jakarta; FKUI
J.M.Gibson,MD, 1996. Mikrobiologi dan patologi modern untuk perawat, Jakarta,
EGC
Harold W Brown, 1983, Dasar-dasar parasitologi klinik, Jakarta, PT. Gramedia.
[Anonim]. 2012. Klorokuin. (online)
(http://medicatherapy.com/index.php/content/printversion/78, diakses pada tanggal 3 Juli 2012)
Harijanto, P, Laihad, FJ, Poespoprodjo, JR. 2011. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan:
61
Epidemiologi Malaria di Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Tarigan, J. 2003. Kombinasi Kina Tetrasiklin pada Pengobatan Malaria Falciparum tanpa
Komplikasi di Daerah Resisten Multidrug Malaria. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Muchid, A, Wurjati, R, et al. 2008. Pelayanan Kefarmasian untuk Penyakit Malaria. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Sudoyo A. W. dkk, 2007. Buku Ajar – Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC
Sutanto Inge dkk., 2008. Buku Ajar – Parasitologi Kedokteran Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 8. Jilid III. Jakarta: Salemba Medika.
Guyton, Arthur C, John E. Hall, 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed. 11 .
Jakarta: EGC
Doerig C., Chakrabarti D., Meijer L. 2008. The cell cycle of the malaria parasite
plasmodium falciparum: strange ways of dinstant relatie. Paper on Miami Winter
Symposium.
Padmanaban, G., Nagaraj, V. A., Rangarajan, P. N. 2007. Drugs and Drug Targets
Against Malaria. Current Science, Vol. 92, No. 22. 10 Juni 20707.
62