tutorial ii

65
IKAKOM II_ PUSKESMASSETIABUDI BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. S Usia : 45 tahun Alamat : Gg Foba No 58 RT 01 RW 07 Kel Karet Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Status : Menikah Tanggal Berobat : 16 Juni 2014 ANAMNESA Autoanamnesa dilakukan tanggal 16 Juni 2014 Keluhan Utama: Pasien datang dengan keluhan lemas sejak 3 minggu yang lalu. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan merasa lemas di seluruh tubuh sehingga aktivitas sehari-hari menjadi terganggu. Lemas dirasakan hampir setiap hari terutama sejak 3 minggu terakhir ini. Pasien juga mengeluh setiap malam terbangun karena selalu ingin BAK lebih dari 5 kali, sehingga pasien menjadi sulit tidur. Pasien selalu ingin makan dan minum, setiap tukang jualan yang lewat depan rumah selalu dipanggil pasien, tetapi pasien merasa berat badan pasien tidak pernah bertambah, justru malah menurun. Pasien tidak TUTORIAL II_ DM & HIPERTENSI | 1

Upload: winda-fricilia-oktarina

Post on 19-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ikakom 2

TRANSCRIPT

Page 1: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Usia : 45 tahun

Alamat : Gg Foba No 58 RT 01 RW 07 Kel Karet

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status : Menikah

Tanggal Berobat : 16 Juni 2014

ANAMNESA

Autoanamnesa dilakukan tanggal 16 Juni 2014

Keluhan Utama:

Pasien datang dengan keluhan lemas sejak 3 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan merasa lemas di seluruh tubuh sehingga aktivitas sehari-hari menjadi

terganggu. Lemas dirasakan hampir setiap hari terutama sejak 3 minggu terakhir ini. Pasien juga

mengeluh setiap malam terbangun karena selalu ingin BAK lebih dari 5 kali, sehingga pasien

menjadi sulit tidur. Pasien selalu ingin makan dan minum, setiap tukang jualan yang lewat depan

rumah selalu dipanggil pasien, tetapi pasien merasa berat badan pasien tidak pernah

bertambah, justru malah menurun. Pasien tidak tahu BB sebelumya tetapi celana yang sering

dipakai pasien banyak yang menjadi longgar. Pasien mengatakan terkadang sering terasa seperti

baal pada kedua tungkai kaki.

Pasien menyangkal adanya demam, pasien mengeluh sering merasa pusing seperti berdenyut

jika lama bekerja seperti menyuci baju dan memasak, dan terkadang diikuti dengan pundak

terasa kaku. Pasien menyangkal adanya gangguan penglihatan, gangguan pendengaran (-),

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 1

Page 2: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

batuk (-), pilek (-), sakit tenggorokan (-), sesak napas (-), nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-),

BAB dan BAK lancar tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien mengatakan pernah mengalami hal yang sama seperti ini, dan rutin control ke puskesmas

Riwayat Hipertensi (-), DM (+) pasien didiagnosa DM sejak 6 bulan yang lalu, Asma (-).

Riwayat Penyakit Keluarga:

Pasien mengatakan Ibu pasien memiliki DM.

Riwayat Hipertensi (-), Asma (-).

Riwayat Pengobatan:

Pasien rutin berobat ke puskesmas setiabudi setiap bulan dan control gula darah. Pasien

meminum Metformin 2 x 500 mg.

Riwayat Kebiasaan:

Pasien makan tidak teratur, terkadang bisa 3 –4 kali, dan kadang 4 – 5 kali, pasien sering

mengkonsumsi gorengan, mie dan ikan asin, pasien tidak merokok ataupun mengkonsumsi

minuman beralkohol.

Riwayat Alergi:

Os menyangkal adanya alergi terhadap obat-obatan maupun makanan dan cuaca.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital : TD : 150/90 mmHg RR : 16 x/menit

Nadi : 82 x/menit Suhu : 36.30C

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 2

Page 3: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

BB : 50 kg TB : 150 cm

Status Gizi

IMT= BB(TB)2

= 50

(1.50)2=502.25

= 22,2

BB Normal 18,5-22,9

BBI = (TB - 100) - (TB - 100) x 10%

= (150 - 100) - (150 - 100) x 10%

= 50 – 5

= 45 kg

Status Generalis

Rambut : Hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-).

Hidung : Normonasi, secret (-/-), deviasi septum (-/-).

Telinga : Normotia, serumen (-/-), darah (-/-).

Mulut : Bibir lembab, lidah kotor (-).

Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat.

Thoraks :

Paru : Simetris, tidak ada otot bantu pernapasan

Vokal fremitus sama dikedua lapang paru

Sonor dikedua lapang paru

Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Cor : Ictus cordis tidak terlihat

Ictus cordis teraba di ICS IV Linea Midclavikula Sinistra

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 3

Page 4: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

BJ I, II murni, regular, gallop (-), murmur (-).

Abdomen : Cembung, supel, BU (+) normal

Timpani di 4 kuadran abdomen, shifting dullness (-)

Hepatomegali (-), splenomegali (-).

Ekstremitas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-).

PEMERIKSAAN KLINIK

DAFTAR MASALAH

DM tipe II

Hipertensi gr I

MASALAH I : DM tipe II

S : Pasien mengeluh sering BAK > 5 kali, sering makan dan sering haus, BB dirasa menurun

O : TD : 150/90 mmHg RR : 16 x/menit

Nadi : 82 x/menit Suhu : 36.30C

Hasil Laboratorium

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 4

Page 5: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Diabetes mellitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok

penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua duanya.

Planning DM Tipe II

• Edukasi

• Terapi gizi medis

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 5

Page 6: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Perhitungan

Perhitungan kebutuhan gizi penderita DM (Perkeni, 2006)

1) Kebutuhan energi

Energi Basal = BBI X 25 kkal

= 45 kg X 25 kkal

= 1125 kkal

F. aktivitas = 20% x EB

= 0.2 x 1125 kkal

= 225

F. strees = 20% x EB

= 0.1 x 1125 kkal

= 112,5

K.Umur = 5% x EB

= 0.05 x 1125 kkal

= 56,25 kkal

TEE = EB + F. Akt + F. Stress - K. umur

= 1125+225+112,5-56,25

= 1406,25 kkal

2) Kebutuhan protein

P = 15% x TEE

= 0.15 x 1406,25 kkal

= 210,93/4

= 52,73 gr

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 6

Page 7: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

3) Kebutuhan Lemak

L = 25% x TEE

= 0.25 x 1406,25 kkal

= 351,56/9

= 39,06 gr

4) Kebutuhan Karbohidrat

KH = TEE – (P x 4) + (L x 9)/4

= 1406,25 – [(52,73 x 4) + (39,06 x 9)]/4

= 1406,25 - (210,93+351,56) /4

= 1406,25 – 140,62

= 1265,63 gr

5) Kebutuhan Vitamin dan mineral ( DKGA Tahun 2005 )

Vitamin A = 500 RE

Vitamin C = 60 mg

Ca = 600 mg

Fe = 14 mg

Na = 1000-1200 mg ( Diet rendah Garam III)

• Latihan jasmani ( bersifat aerobik/berjalan kaki,sepeda sebanyak 3 – 4x/hari )

• Metformin 2 x 500 mg/hari.

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 7

Page 8: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

MASALAH II : HIPERTENSI

S : Pasien mengeluh sering pusing seperti berdenyut dan pundak terkadang terasa kaku dan

dikedua tungkai kaki terasa baal.

O : TD : 150/90 mmHg RR : 16 x/menit

Nadi : 82 x/menit Suhu : 36.30C

HIPERTENSI

Menurut JNC (Joint National Committe)8 2014 Peningkatan tekanan darah secara persisten

lebih atau sama dengan 140/90 mmHg.

Klasifikasi menurut JNC VII

Planning Hipertensi

Edukasi

Diet rendah garam

Captopril 3 x 12,5 mg

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 8

Page 9: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DIABETES MELLITUS

DEFINISI

Menurut Ammerican Diabetes Assosiation (ADA) 2010, diabetes mellitus merupakan suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik yang terjadi Karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa

diabetes mellitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas

dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomic dan

kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolute atau

relatif dan gangguan fungsi insulin. Tampaknya terapat pada keluarga tertentu, berhubungan

dnegan aterosklerosis yang dipercepat, dan merupakan predisposisi untuk terjadinya kelainan

mikrovaskular spesifik seperti retinopati, nefropati dan neuropati.

Perubahan dalam diagnosis dan klasifikasi yang pernah tercetus pada tahun 1965 oleh WHO telah

terjadi pada tahun 1980 dan kemudian diperbaharui pada 1985 dan 1994. Sedang pada tahun 1997,

ADA memperbaharuinya lagi.

Para pakar di Indonesia pun bersepakan melalui PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia)

pada tahun 1993 untuk membicarakan standar pengelolaan diabetes mellitus, yang kemudian

melakukan revisi konsensus tersebut pada tahun 1998, 2002 dan 2006 dengan menyesuaikannya

dengan perkembangan baru.

EPIDEMIOLOGI

Secara epidemiologik, diabetes sering tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau terjadinya diabetes

adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada

kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi,

populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural-

tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang berubah secara epidemiologik diperkirakan adalah

bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya

aktivitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor

genetik yang berhubungan dengan DM tipe 2.

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 9

Page 10: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

A. Klasifikasi

Tabel klasifikasi etiologis DM

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut:

Autoimun

Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin

relative sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.

Tipe lain

Diabetes

melitus

gestasional

Defek genetik fungsi sel beta

Defek genetik kerja insulin

Penyakit eksokrin pancreas

Endokrinopati

Karena obat atau zat kimia

Infeksi

Sebab imunologi yang jarang

Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat

ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus

diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM,

pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah dengan cara enzimatik dengan bahan

darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan

di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantau kendali mutu secara

teratur). Walaupun demikian, sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh

(whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnosis yang

berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa

darah kapiler.

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM

dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring

bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM.

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 10

Page 11: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Pemeriksaan penyaring dilakukan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai berikut:

Usia > 45 tahun

Usia lebih muda, terutama dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >23 kg/m2,

Kebiasaan tidak aktif

Turunan pertama dari orang tua dengan DM

Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram, atau riwayat DM gestasional

Hipertensi (> 140/90)

Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl

Menderita polycystic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait

dengan resistensi insulin

Adanya riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu

(GDPT) sebelumnya

Memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau

kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT dan GDPT, sehingga dapat

ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan

sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berubah menjadi DM,

1/3 lainnya tetap TGT, dan 1/3 lainnya kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan

resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan

kelompok normal. TGT sering bertkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan

dislipidemia.

Tabel. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM

(mg/dl)

Bukan DM Belum Pasti DM DM

Kadar Glukosa

Darah Sewaktu

Plasma vena <100 100-199 > 200

Darah kapiler <90 90-199 > 200

Kadar Glukosa

Darah Puasa

Plasma vena <100 100-199 > 126

Darah kapiler <90 90-199 >100

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 11

Page 12: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia, PERKENI, 2006)

Diagnosis DM ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka

pemeriksaan glukosa plasama puasa >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.

Kedua dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh

pasien dan murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga, dengan TTGO.

Meskipun TTGO dengan beban glukosa 75 gram glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan

pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri, karena sulit untuk

dilakukan berulang-ulang.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke

dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung hasil yang diperoleh.

TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeiksaan TTGO didapatkan glukosa

plasma puasa 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dl.

GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glikosa plasma puasa

didapatkan antara 100-125 mg/dl.

Kriteria Diagnosis DM:

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl

atau

2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa >126 mg/dl

atau

3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO >200 mg/dl

Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa

Diagnosis klinis DM akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuri, polidipsi, polifagi

dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin

dikeluhkan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria serta

pruritus vulvae pada wanita. Jika keluhan khas ada, pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl

sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. hasil pemeriksaan glukosa darah puasa >126 mg/dl

juga dijadikan patokan untuk diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil

pemeriksaan glukosa darah yang baru sekali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan

diagnosis DM. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal,

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 12

Page 13: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

baik kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dl pada hari

yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca

pembebanan >200 mg/dl.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO,1994):

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti kebiasaan sehari-hari dengan karbohidrat

yang cukup dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih

tanpa gula tetap diperbolehkan

3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa

4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/KgBB (anak-anak) dilarutkan

dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu5 menit

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai

6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa

7. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

B. Penatalaksanaan

Tujuan :

1. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman

dan sehat.

2. Jangka panjang : mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati maupun

neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortilitas DM.

3. Cara : menormalkan kadar glukosa, lipid, insulin.

Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe-2 adalah terdapatnya faktor genetik,

tekanan darah, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta pankreas, maka cara-cara

untuk memperbaiki kelainan dasar yang dapat dikoreksi harus tercermin pada

langkah pengelolaan.

4. Kegiatan : mengelola pasien secara holistik, mengajarkan perawatan mandiri dan

melakukan promosi perubahan perilaku.

Langkah-langkah penatalaksanaan peenyandang diabetes:

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 13

Page 14: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, meliputi:

Riwayat penyakit

-gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratoris terdahulu termasuk A1c, hasil

pemeriksaan khusus yang telah ada terkait DM

-pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan

-riwayat tumbuh kembang pada pasien anak atau dewasa muda

-pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap

-pengobatan yang sedang dijalani

-riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemi, hipoglikemi)

-riwayat infeksi sebelumnya, terutama riwata infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis

-gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik

-faktor resiko seperti merokok, hipertensi, PJK, obesitas dan riwayat penyakit keluarga

Pemeriksaan fisik

-pengukutan TB dan BB

-pengukuran tekanan darah

-pemeriksaan funduskopi

-pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid

-pemerksaan jantung

-evaluasi nadi secara palpasi maupun engan stetoskop

-pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah termasuk jari

-pemeriksaan kulit dan pemeriksaan neurologis

-tanda-tanda penyakit lain yang apat menimbulkan DM tipe lain.

Evaluasi laboratoris/penunjang lain

-glukosa darah puasa 2 jam post prandial (GD2PP)

-A1c

-profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida)

-kreatinin serum

-albuminuri

-keton, sedimen dan protein dalam urin

-eletrokardiogram

-foto sinar-x dada

Tindakan rujukan

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 14

Page 15: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

-ke bagian mata bila diperlukan pemeriksaan mata lebih lanjut

-konsultasi keluarga berencana untuk wanita usia produktif

-konsultasi terapi gizi medis sesuai indikasi

-konsultasi dengan edukator diabetes

-konsultasi dengan spesialis kaki, spesialis perilaku atau spesialis lain sesuai indikasi

2. Evaluasi medis secara berkala

Dilakukan peeriksaan kadar glukosa darah puasa an 2 jam sesudah makan sesuai dengan

kebutuhan

Pemeriksaan A1C dilakukan setiap 3-6 bulan

Setiap satu tahun dilakukan pemeriksaan:

-jasmani lengkap

-mikroalbuminuri

-kreatinin

-albumin/globulin dan ALT

-kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida

-EKG

-foto sinar-x dada

-funduskopi

Pilar utama pengelolaan DM :

1. Edukasi

2. Perencanaan makan

3. Latihan jasmani

4. Obat-obatan

Pada dasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan disertai dengan latihan

jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4 minggu). Bila setelah itu kadar glukosa darah masih

belum dapat memenuhi kadar sasaran metabolik yang diinginkan, baru dilakukan intervensi

farmakologik dengan obat-obat anti diabetes oral atau suntikan insulin sesuai dengan indikasi.

Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, DM dengan stres berat, berat

badan yang menurun dengan cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada keadaan tertentu obat-obat

anti diabetes juga dapat digunakan sesuai dengan indikasi dan dosis menurut petunjuk dokter.

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 15

Page 16: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat dilakukan sendiri di rumah, setelah

mendapat pelatihan khusus untuk itu.

Edukasi

Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode dimana telah terbentuk kokoh

pola gaya hidup dan perilaku. Pengelolaan mandiri diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi

aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien

dalam perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai

perubahan perilaku, membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan motivasi yang

berkenaan dengan:

Makan makanan sehat

Kegiatan jasmani secara teratur

Menggunakan obat-obat diabetes secara aman, teatur dan pada waktu-waktu yang

spesifik

Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai informasi

yang ada

Melakukan perawatan kaki secara berkala

Mengelola diabetes dengan tepat

Dapat menggunakan fasilitas perawatan kesehatan

Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah

merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses

edukasi dan memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi.

Perencanaan makan

Diabetes tipe 2 merupakan suatu penyakit dengan penyebab heterogen, sehingga tidak ada satu

cara makan khusus yang dapat mengatasi kelainan ini secara umum. Perencanaan makan harus

disesuaikan menurut masing-masing individu. Pada saat ini yang dimaksud dengan karbohidrat

adalah gula, tepung dan serat, sedang istilah gula sederhana/simpel, karbohidrat kompleks dan

karbohidrat kerja cepat tidak digunakan lagi.

Penelitian pada orang sehat maupun mereka dengan risiko diabetes mendukung akan perlunya

dimasukannya makanan yang mengandung karbohidrat terutama yang berasal dari padi-padian,

buah-buahan, dan susu rendah lemak dalam menu makanan orang dengan diabetes. Banyak faktor

yang berpengaruh pada respons glikemik makanan, termasuk didalamnya adalah macam gula:

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 16

Page 17: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

(glukosa, fruktosa, sukrosa, laktosa), bentuk tepung (amilose, amilopektin dan tepung resisten), cara

memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makanan serta komponen makanan lainnya

(lemak, protein).

Pada diabetes tipe 1 dan tipe 2, pemberian makanan yang berasal dari berbagai bentuk tepung

atau sukrosa, baik langsung maupun 6 minggu kemudian ternyata tidak mengalami perbedaan

repons glikemik, bila jumlah karbohidratnya sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah total

kalori dari makanan lebih penting daripada sumber atau macam makanannya.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal

karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:

Karbohidrat: 60-70%

Protein: 10-15%

Lemak: 20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani

untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.

Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) = Indeks Massa Tubuh (IMT).

IMT = BB(kg)/TB(m2)

Klasifikasi IMT (Asia Pasifik)

Klasifikasi IMT (Asia Pasific)

Lingkar Perut

<90cm (Pria)

<80cm (Wanita)

>90cm (Pria)

>80cm (Wanita)

Risk of co-morbidities

BB Kurang <18,5

BB Normal 18,5-22,9

BB Lebih >23,0 :

- Dengan risiko : 23,0-24,9

- Obes I : 25,0-29,9

- Obes II : ≥ 30

Rendah

Rata-rata

Meningkat

Sedang

Berat

Rata-rata

Meningkat

Sedang

Berat

Sangat berat

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 17

Page 18: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori, penentuan status gizi

memanfaatkan rumus Broca, yaitu: Berat Badan Idaman (BBI) = (TB-100) - 10%

Status gizi:

BB kurang bila BB < 90% BBI

BB normal bila BB 90-110% BBI

BB lebih bila BB 110-120% BBI

Gemuk bila BB >120% BBI

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikalikan kebutuhan kalori basal

(30 kcal/kgBB untuk laki-laki; 25 kcal/kgBB untuk wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan

kalori untuk aktivitas (10-3%); untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi sesuai dengan

kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya), koreksi status gizi (bila gemuk, dikurangi; bila kurus,

ditambah) dan kalori yang dibutuhkan menghadapi stres akut (misalnya infeksi, dsb.) sesuai dengan

kebutuhan. Untuk masa pertumbuhan (anak dan dewasa muda) serta ibu hamil diperlukan

perhitungan tersendiri.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar

untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di

antaranya. Pembagian porsi tersebut sejauh mungkin disesuaikan dengan kebiasaan pasien untuk

kepatuhan pengaturan makanan yang baik. Untuk pasien DM yang mengidap pula penyakit lain, pola

pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Perlu diingatkan bahwa pengaturan

makan pasien DM tidak berbeda dengan orang normal, kecuali jumlah kalori dan waktu makan yang

terjadwal.

Untuk kelompok sosial ekonomi rendah, makanan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75%

juga memberikan hasil yang baik.Jumlah kandungan kolesterol <300 mg/hari. Diusahakan lemak dari

sumber asam lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat + 25

g/hari. Diutamakan serat larut (soluble fibre).

Pasien DM dengan tekanan darah yang normal masih diperbolehkan mengkonsumsi garam

seperti orang sehat, kecuali bila mengalami hipertensi, harus mengurangi konsumsi garam. Pemanis

buatan dapat dipakai secukupnya. Gula sebagai bumbu masakan tetap diizin-kan. Pada keadaan

kadar glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi sukrosa (gula pasir)

sampai 5% kalori. Untuk mendapatkan kepatuhan ter- hadap pengaturan makan yang baik, adanya

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 18

Page 19: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

pengetahuan mengenai bahan penukar akan sangat membantu pasien.

Latihan jasmani

Latihan jasmani mempunyai peran yang sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes tipe 2.

Latihan jasmani dapat memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa

dan selain itu dapat pula menurunkan berat badan. Di samping kegiatan jasmani sehari-hari,

dianjurkan juga melakukan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30

menit. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah jalan atau bersepeda santai, bermain golf atau

berkebun. Bila hendak mencapai tingkat yang lebih baik dapat dilakukan kegiatan seperti, dansa,

jogging, berenang, bersepeda menanjak atau mencangkul tanah di kebun, atau dengan cara

melakukan kegiatan sebelumnya dengan waktu yang lebih panjang. Latihan jasmani sebaiknya

disesuaikan dengan umur, kondisi sosial ekonomi, budaya dan status kesegaran jasmaninya.

Obat-obatan

Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan latihan jasmani yang teratur namun

sasaran kadar glukosa darah belum tercapai dipertimbangkan penggunaan obat-obat anti diabetes

oral sesuai indikasi dan dosis menurut petunjuk dokter. Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi

kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik. Diabetes mellitus terkendali baik tidak berarti hanya

kadar glukosa darahnya saja yang baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar glukosa darah, status

gizi, tekanan darah, kadar lipid/ lemak dan A1c.

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 19

Page 20: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Kriteria Pengendalian DM (Asia Pasifik)

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah puasa (mg/dl)

Glukosa darah 2 jam (mg/dl)

80-109

110-144

110-125

145-179

>126

>180

A1c (%) <6.5 6.5 – 8 >8

Kolesterol Total (mg/dl)

Kolesterol LDL (mg/dl)

Kolesterol HDL (mg/dl)

Trigeliserida (mg/dl)

<200

<100

>45

<150

200-239

100-129

150-199

>240

>130

>200

IMT (kg/m2)18,5-22,9 23-25 >25

Tekanan darah (mmHg) <130/80 130-140/80-90 >140/90

Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi dari biasa

(puasa < 150 mg/dl, dan sesudah makan < 200 mg/dl), demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan

lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat

khusus pasien usia lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping dan

interaksi obat.

C. Farmakoterapi Pada Pengendalian Glikemi DM Tipe 2

Kegagalan pengendalian glikemi pada DM setelah melakukan perubahan gaya hidup

memerlukan intervensi farmakoterapi agar dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes atau

paling sedikit menghambatnya.

Kasus DM yang paling banyak dijumpai adalah DM tipe 2 yang umumnya mempuyai latar

belakang kelainan yang diawali dengan resistensi insulin. Awalnya resistensi insulin masih belum

menyebabkan kelainan DM secara klinis. Pada saat tersebut sel beta pancreas masih dapat

mengkompensasi keadaan ini dan terjadi hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau

baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pancreas, baru akan

terjadi DM secara klinis, ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria

DM.

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 20

Page 21: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Dengan dasar pengetahuan ini, dapat diperkirakan bahwa dalam mengelola DM tipe 2,

pemilihan penggunaan intervensi farmakologik sangat tergantung pada fase mana diagnosis DM

ditegakkan yaitu sesuai dengan kelainan yang terjadi pada saat tersebut seperti:

Resistensi insulin pada jaringan lemak, otot dan hati

Kenaikan produksi glukosa oleh hati

Kekurangan sekresi insulin oleh pankreas

Macam-macam obat anti hiperglikemik oral

1. Golongan insulin sensitizing

Biguanid

Yang banyak dipakai saat ini adalah metformin. Metformin terdapat dalam konsentrasi

yang tinggi di usus dan hati, tidak dometabolisme, tapi secara cepat dikeluarkan melalui

ginjal. Karena cepatnya proses tersebut, maka metformin diberikan 2-3x/hari kecuali dalam

bentuk extended release. Pengobatan dengan dosis maksimal dapat menurunkan A1c 1-2%.

Efek samping yang terjadi adalah asidosis laktat, dan sebaiknya tidak digunkaan apada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal (creatinin >1,3 mg/dl pada perempuan dan >1,5 mg/dl

pada laki-laki) atau pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung, serta harus diberikan

dengan hati-hati pada lansia.

Mekanisme kerja. Metformin menurunkan kadar glukosa darah melalui pengaruhnya

terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi

glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga

menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat absorbsi glukosa di usus seusai

makan. Setelah diberikan peroral, metformin akan mencapai kadar tertinggi dalam darah

setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh.

Metformin akan menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak menyebabkan hipoglikemi,

sehingga tidak dinyatakan sebagai obat hipoglikemik, tapi sebagai obat anti hiperglikemik.

Pada pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea, hipoglikemik bisa terjadi akibat pengaruh

sulfonilurea. Pada keadaan tunggal metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah

sampai 20% dan konsentrasi insulin plasma pada keadaan basal juga turun. Metformin tidak

menyebabkan kenaikan berat badan seperti pada penggunaan sulfonilurea.

Pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea sudah dapat dianjurkan sejak awal

pengelolaan diabetes dan hanya 50% pasien DM tipe 2 yang kemudian dapat dikendalikan

dengan pengobatan tunggal metformin atau sulfonilurea sampai dosis maksimal.

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 21

Page 22: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Kombinasi insulin dengan metformin dapat dipertimbangkan pada pasien gemuk dengan

kadar glikemia yang sukar dikendalikan. Kombinasi insulin dengan sulfonilurea lebih baik

daripada kombinasi insulin dengan metformin. Peneliti lain ada yang mendapatkan

kombinasi insulin dengan metformin lebih baik daripada hanya insulin saja.

Efek samping gastrointestinal sering ditemukan pada pemakaian awal metformin dan

bisa dikurangi dengan memberikan obat dimulai dengan dosis rendah dan diberikan

bersamaan dengan makanan.

Disamping berpengaruh pada glukosa darah, metformin juga ber[pengaruh pada

komponen lain resistensi insulin yaitu lipid, tekanan darah dan plasminogen activator

inhibitor (PAI-I).

Penggunaan dalam klinik. Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi dan sebagai

kombinasi dengan SU, repaglinid, nateglinid, penghambat alfa glikosidase dan glitazone.

Efektivitas insulin menurunkan kadar glukosa pada orang gemuk sebanding dengan SU.

Karena kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan berat badan

dan memperbaiki profil lipid, maka metformin sebagai monoterapi pada awal pengelolaan

DM pada orang gemuk dengan dislipidemi dan resistensi insulin berat merupakan pilihan

pertama. Bila monoterapi tidak berhasil, dapat dilakukan kombinasi dengan SU atau obat

anti diabetik lain.

Glitazone

Golongan Thiazolidinediones atau glitazone adalah golongan obat yang juga memiliki

efek farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas insulin. Obat ini dapat diberikan secara

oral, kimiawi maupun fungsional tidak berhubungan dengan obat oral lainnya. Monoterapi

dengan glitazon dapat memperbaiki konsentrasi glukosa darah puasa hingga 59-80 mg/dl

dan A1c 1,4-2,6% dibanding dengan plasebo.

Mekanisme kerja. Glitazon merupakan agonist peroxisome proliferator-activated

receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di

dalam jaringan target kerja insulin seperti jaringan adiposa, otot skelet dan hati, sedang

reseptor pada organ tersebut merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposit

dan kerja insulin.

Glitazone dapat merangsang ekspresi beberapa protein yang dapat memperbaiki

sensitivitas insulin dan memprebaiki glikemia (GLUT-1, GLUT-4, dll) selain itu dapat

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 22

Page 23: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

mempengaruhi ekspresi dan pelepasan mediator resistensi insulin, seperti TNF alfa, leptin,

dll.

Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi terjadi setelah 1-2 jam dan

makanan tidak tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini.

Penggunaan dalam klinik.. Rosiglitazone dan pioglitazon dapat digunakan sebagai

monoterapi maupun kombinasi dengan metformin dan sekretagok insulin.

2. Golongan sekretagok insulin

Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemi dengan cara stimulasi sekresi insulin

oleh sel beta pankreas. Golongan ini meliputi sulfonilurea dan glinid.

Sulfonilurea

Sulfonilurea telah digunakan untuk pengobatan DM tipe 2 sejak tahun 1950-an. Obat ini

digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan DM dimulai. Terutama bila

konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan sekresi insulin.

Mekanisme kerja. Efek hipoglikemi sulfonilurea adalah dengan merangsang channel K

yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Bila sulfonilurea terikat pada reseptor

channel tersebut, maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya

penurunan permeabilitas K pada membran sel beta, terjadi depolarisasi membran dan

membuka channel Ca tergantung voltase, dan penyebabkan peningkatan Ca intrasel, ion Ca

akan terikat pada Calmodulin dan menyebabkan eksositosis granul yang mengandung

insulin.

Golongna ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin

yang tersmpan. Karena itu hanay bermanfaat pada pasien yang masih dapat mengeluarkan

insulin.

Untuk mengurangi hipoglikemi terutama pada pasien tua, dipilih obat yang masa

kerjanya paling singkat. Obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang sebaiknya tidak dipakai

pada usia lanjut. Selain pada orang tua, hipoglikemi juga sering terjadi pada pasien gagal

ginjal, gangguan fungsi hati berat dan pasien dengan asupan makanan yang kurang dan jika

digunakan bersama obat sulfa.

Glibenklamid menurunkan glukosa darah puasa lebih besar (36%) daripada glukosa

setelah makan (21%).

Penggunaan dalam klinik. Pada pemakaian sulfonilurea umumnya selalu dimulai dengan

dosis rendah, untuk menghindari kemungkinan hipoglikemi. Bila kadar glukosa darah sangat

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 23

Page 24: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

tinggi dapat diberikan sulfonilurea dengan dosis yang lebih besar dengan perhatian khusus

bahwa beberapa hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan dalam satu minggu

sudah terjadi penurunan kadar glukosa yang cukup bermakna

Dosis permulaan tergantung pada beratnya hiperglikemi. Bila konsentrasi glukosa puasa

<200 mg/dl sebaiknya dimulai dengan dosis kecil dan dititrasi bertahap setelah 1-2 minggu

sehingga tercapai kadar GDP 90-130 mg/dl. Bila GDP >200 mg/dl bisa diberikan dosis awal

yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan ½ jam sebelum makan karena diserap dengan

baik. Pada obat yang diberikan satu kali setiap hari sebaiknya diberikan saat makan pagi atau

saat makan porsi besar.

Kombinasi sulfonilurea dengan insulin lebih baik daripada insulin sendiri dan dosis

insulin yang dibutuhkan pun lebih rendah.

Glinid

Sekretagok insulin yang baru, bukan merupakan sulfonilurea. Kerjanya juga melalui

reseptor sulfonilurea, memiliki kemiripan struktur dengan sulfonilurea namun berbeda

efeknya. Repaglinid dan nateglinid keduanya diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian

secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati hingga diberikan 2-3

x/hari. Repaglinid bisa menurunkan kadar glukosa darah puasa mesk masa paruhnya singkat

karena menempel pada reseptor sulfonilurea. Nateglinid mempunyai masa tinggal yang lebih

singkat dan tidak menurunkan kadar glukosa darah puasa. Keduanya merupakan sekretagok

yang khusus menurunkan kadar glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik yang

minimal. Kekuatan untuk menurunkan kadar A1c tidak begitu kuat.

3. Penghambat alfa glukosida

Obat ini menghambat enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat

meurunkan penyerapan glukosa dan menurukan hiperglikemi postprandial. Obat ini bekerja

di lumen usus, tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak berpengaruh pada kadar insulin.

Acarbose merupakan penghambat kuat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada

dinding enterosit yang terletak pada bagian proksimal usus halus. Secara klinis akan terjadi

hambatan pembentukan monosakarida intraluminal, menghambat dan memperpajang

peningkatan glukosa darah postprandial dan mempengaruhi respon insulin plasma. Ebagai

monoterapi tidak dapat merangsang sekresi insuli dan tidak menyebabkan hipoglikemi. Efek

samping pada GI tract seperti meteorismus, flatulence dan diare.

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 24

Page 25: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Penggunaan dalam klinik bisa digunakan sebagai monoterapi atau kombinasidengan

insulin, metformin, glitazone, atau sulfonilurea. Untuk efek maksimal, obat harus diberikan

segera saat makan utama. Monoterapi dengan acarbose menurunkan rata-rata glukosa

postprandial 40-60 mg/dl dan GDP10-20 mg/dl, A1c sebesar 0,5-1%. Dengan terapi

kombinasi dengan sulfonilurea, metformin atau insulin, acarbose bisa menurunkan lebih

banyak A1c sebesar 0,3-0,5% dan rata-rata glukosa post prandial 20-30 mg/dl dari keadaan

sebelumnya.

D. Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus

Pengaruh fisiologis insulin dan indikasi penggunaannya

a. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel beta dari pulau langerhans pankreas. Isulin

dibentuk dari proinsulin yang kemudian distimulasi terutama oleh peningkatan kadar glukosa

darah.

b. Insulin memiliki beberapa pengaruh terhadap jaringan tubuh yaitu menstimulasi pemasukan

asam amino ke dalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan

penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin juga

menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel ntuk digunakan sebagai sumber energi dan

membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati.

c. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas sedangkan insulin eksogen

adalah insulin yang disuntikka dan merupakan suatu produk farmasi.

Indikasi terapi insulin

a. Semua orang dengan DM tipe 1.

b. Orang dengan DM tipe 2 tertentu mungkin memerlukan insulin bila terapi jenis lain tidak

dapat mengendalikan kadar glukosa darah atau bila mengalami stres fisiologis seperti pada

tindakan pembedahan.

c. Orang dengan DM gestasi membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat mengendalikan

kadar glukosa darah.

d. Pada DM dengan ketoasidosis.

e. Pasien DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori,

untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan

insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama

periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 25

Page 26: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

f. Pada pasien DM dengan komplikasi akut berupa koma hiperosmolar non ketotik

Tipe-tipe insulin

4 tipe insulin yang diproduksi dikategorikan berdasarkan awal kerja, puncak kerja dan lama

kerjanya:

Sediaan insulin Awal kerja

(jam)

Puncak kerja

(jam)

Lama kerja

Insulin analog, kerja sangat cepat

(ultra-rapid-acting)

Insulin glulisin (Apidra)

Insulin aspart (Novo rapid)

Insulin lispro (Humalog)

0,2-0,5

0,2-0,5

0,2-0,5

0,5-2

0,5-2

0,5-2

Insulin kerja menengah

(intermediate-acting)

NPH Insulatard

Humulin N

1,5-4 4-10

Insulin kerja pendek

(short-acting)

Reguler (Human) Humulin

R/actrapid

0,5-1 2-3

Insulin kerja panjang

(long-acting)

Insulin glargine (lantus)

Insulin detemir (levemir)

1-3

1-3

Tanpa puncak

Insulin campuran

Kerja cepat dan menengah

70% NPH/30% reguler (Mixtard, Humulin

70/30)

70% NPH/30% analog rapid

(Novomix)

0,5-1

0,5-1

3-12

3-12

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 26

Page 27: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Memulai alur pemberian insulin

Pada pasien DM tipe 1 terapi insulin dapat diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan.

Pada pasien ini terapi yang dianjurkan adalah injeksi harian multipel untuk mencapai kendali

kadar glukosayang baik. Selain itu pemberian bisa juga dilakukan dengan pompa insulin.

Menurut PERKENI 2006 dan Konsensus ADA-EASD tahun 2006, sebagai pegangan, jika kadar

glukosa darah tidak terkontrol dengan baik (A1c>6,5%) dalam jangka awaktu 3 bulan dengan 2

obat oral, maka sudah ada indikasi untuk memulai terapi kombinasi obat antidiabetik oral dan

insulin.

Penyulit DM :

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun

Penyulit akut:

1. Ketoasidosis diabetik

2. Hiperosmolar non ketotik

3. Hipoglikemia

Penyulit menahun:

1. Makroangiopati:

pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner)

pembuluh darah tepi

pembuluh darah otak (stroke)

2. Mikroangiopati:

retinopati diabetik

nefropati diabetik

Neuropati

3. Rentan infeksi, misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan infeksi saluran kemih

4. Kaki diabetik (gabungan sampai dengan 4)

5. Disfungsi Ereksi

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 27

Page 28: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

HIPERTENSI

Definisi.

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi diklasifikasikan

atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-10%). Dikatakan hipertensi primer

bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi

sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer

(sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat .

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa

terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2.

KLASIFIKASI TEKANAN DARAH menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD

Normal <120 dan <80

Prahipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi Derajat 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi Derajat 2 >160 atau >100

TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik

Krisis Hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan

kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Pada umumnya krisis hipertensi

terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat anti hipertensi.

Krisis hipertensi meliputi dua kelompok yaitu :

a. Hipertensi darurat (emergency hypertension) : di mana selain tekanan darah yang sangat

tinggi terdapat kelainan atau kerusakan target organ yang bersifat progresif, sehingga

tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit sampai jam) agar dapat

mencegah / membatasi kerusakan target organ

b. Hipertensi mendesak ( urgency hypertension) : di mana terdapat tekanan darah yang sangat

tinggi tetapi tidak disertai kelainan / kerusakan organ target yang progresif, sehingga

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 28

Page 29: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai

hari)

Epidemiologi

Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia lanjut,

maka jumlah usia pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah, di mana baik

hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolic sering timbul pada lebih dari

separuh orang yang berusia >65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus

meningkat, dalam decade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi (pola kurva mendatar),

pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien hipertensi.

Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap, sebagian besar berasal dari negara-negara yang

sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan

bahwa dari tahun 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti

terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika , dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES III

tahun 1988-1991.

Etiologi.

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi esensial atau

hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.

1) Hipertensi esensial

Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga

hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik,

lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na,

peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol,

merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 – 50 tahun .

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 29

Page 30: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

2) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik

diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme

primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan

kehamilan, dan lain – lain .

Patofisiologi

Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara factor-

faktor resiko. Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah :

1. Faktor resiko, seperti diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetis.

2. Sistem saraf simpatis

- Tonus simpatis

- Variasi durnal

3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi : endotel pembuluh darah

berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan interstitium juga memberikan

konstribusi akhir

4. Pengaruh system otokrin setempat yang berpengaruh pada system rennin, angiotensin, dan

aldosteron.

a. Renin

Renin adalah suatu hormone yang dikeluarkan oleh ginjal sebagai respons terhadap

penurunan tekanan darah atau penurunan konsentrasi natrium plasma. Sel-sel yang

membentuk dan mengeluarkan rennin, dan mengontrol pelepasannya, adalah sekelompok

sel nefron yang disebut apparatus jukstaglomerulus (JG). Kelompok sel ini mencakup sel-sel

otot polos mensintesis rennin dan berfungsi sebagai baroreseptor untuk memantau tekanan

darah. Sel-sel macula densa adalah bagian dari pars asendens nefron. Sel-sel ini memantau

konsentrasi natrium plasma. Sel-sel macula densa dan sel-sel arteri aferen terletak

berdekatan satu sama lain di titik di mana pars asenden tubulus distalis hampir menyentuh

glomerulus.

Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos meningkatkan pelepasan reninnya.

Apabila tekanan darah naik, maka sel-sel otot polos mengurangi pelepasan reninnya.

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 30

Page 31: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka sel-sel macula densa member sinyal kepada

sel-sel penghasil rennin untuk meningkatkan aktivitas mereka. Apabila kadar natrium

plasma meningkat, maka sel-sel macula densa member sinyal kepada sel-sel otot polos

untuk menurunkan pelepasan rennin.

Saraf simpatis juga merangsang apparatus JG untuk mengeluarkan rennin. Dengan

demikian, penurunan tekanan darah menyebabkan peningkatan rennin baik secara

langsung, melalui baroreseptor JG, dan tidak langsung melalui saraf simpatis.

Setelah dikeluarkan, rennin beredar dalam darah dan bekerja dengan mengkatalisis

penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen, menjadi angiotensin I suatu protein

yang terdiri dari 10 asam amino. Angiotensinogen dihasilkan oleh hati dan konsentrasinya di

dalam darah tinggi. Dengan demikian, pelepasan rennin adalah langkah penentu kecepatan

reaksi. Perubahan angiotensin menjadi angiotensin I berlangsung di seluruh plasma, tetapi

terutama di kapiler-kapiler paru. Angiotensin I secara cepat bereaksi dengan enzim lain yang

sudah ada di dalam darah, enzim pengubah angiotensin (angiotensin-converting enzyme,

ACE). ACE menguraikan angiotensin I menjadi angiotensin II sebuah peptide dan asam amino

b. Angiotensin II

Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang bekerja pada seluruh system vascular untuk

meningkatkan kontraksi otot polos sehingga terjadi penurunan garis tengah pembuluh dan

peningkatan resistensi perifer total (TPR). Peningkatan TPR secara langsung meningkatkan

tekanan darah sistemik. Angiotensin II juga merupakan suatu hormone kuat yang beredar

dalam darah ke kelenjar adrenal, menyebabkan sintesis hormone mineralkortikoid,

aldosteron.

c. Aldosteron

Aldosteron beredar dalam darah dan berikatan dengan sel-sel duktus pengumpul di

korteks ginjal. Pengikatan dengan aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium

dari filtrate urin dan menyebabkan natrium masuk kembali ke kapiler peritubulus.

Peningkatan reabsorbsi air sehingga volume plasma meningkat. Peningkatan volume plasma

akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung sehingga volume sekuncup dan curah

jantung meningkat. Peningkatan curah jantung, seperti peningkatan TPR, secara langsung

meningkatkan tekanan darah sistemik.

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 31

Page 32: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Rangsangan lain untuk pelepasan aldosteron, selain angiotensin II, adalah kadar kalium

plasma yang tinggi dan suatu hormone hipofisis anterior, hormone adrenokortikotropik

(ACTH). Selain mempengaruhi reabsorpsi natrium, aldosteron juga merangsang sekresi (dan

dengan demikian ekskresi) kalium dari duktus pengumpul di korteks ginjal ke dalam filtrate

urin.

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah

yang mempengaruhi rumus dasar:

Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.

Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial antara lain :

1) Curah jantung dan tahanan perifer

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap kenormalan

tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi

tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat

pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan

konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan

mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang

menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversibl.

2) Sistem Renin-Angiotensin

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi

renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan

darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion

atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik .

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I

oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur

tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin

(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang

terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif).

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 32

Page 33: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor

melalui dua jalur, yaitu:

a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di

hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume

urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh

(antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan,

volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian

instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid

yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron

akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.

Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan

ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah .

3) Sistem Saraf Otonom

Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem

saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam pempertahankan tekanan darah. Hipertensi

dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama

dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.

4) Disfungsi Endotelium

Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan pembuluh

darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida

endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis pengobatan

dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit.

5) Substansi vasoaktif

Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam mempertahankan tekanan

darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin.

Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-

angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung

dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari

ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi .

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 33

Page 34: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

6) Hiperkoagulasi

Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding pembuluh darah

(disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet,

dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin

lama akan semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan

pemberian obat anti-hipertensi .

7) Disfungsi diastolik

Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan

diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga

terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel.

Gejala Klinis

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi

esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang timbul dapat berbeda-beda.

Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi

komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung.

Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak

menunjukkan gejala selama bertahun – tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit

sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya bersifat tidak spesifik,

misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah,

telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi

tidak diketahui dan tidak dirawat dapat mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark

miokardium, stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan parawatan hipertensi dapat menurunkan

jumlah morbiditas dan mortalitas.

Pada hipertensi krisis umumnya adalah gejala organ target yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan

sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur pada edema papilla mata; sakit kepala

hebat; gangguan kesadarandan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal;

di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah pada umumnya. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan tingginya tekanan darah, gejala dan tanda keterlibatan organ target. Berikut

gambaran klinik Hipertensi Darurat.

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 34

Page 35: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Tekanan

darah

Funduskopi Status

Neurologi

Jantung Ginjal Gastrointestinal

>220/140 Perdarahan

eksudat

edema papilla

Sakit kepala,

kacau

gangguan

kesadaran,

kejang,

lateralisasi

Denyut jelas,

membesar

dekompensasi

oligouira

Uremia

Proteinuria

Mual, muntah

Faktor Resiko Hipertensi

Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui dengan jelas. Secara

umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain :

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

a. Keturunan

Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua atau salah

satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai risiko lebih besar untuk terkena

hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita hipertensi). Adanya riwayat

keluarga terhadap hipertensi dan penyakit jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya

hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun dan laki – laki dibawah 55 tahun .

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah. Sejumlah fakta

menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara umum tekanan darah pada

laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah

masa menopause yang mununjukkan adanya pengaruh hormone.

c. Umur

Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi umur seseorang

maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah semakin

menurun dengan bertambahnya umur. Sebagian besar hipertensi terjadi pada umur lebih dari 65 tahun.

Sebelum umur 55 tahun tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah umur

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 35

Page 36: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

65 tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan demikian, risiko hipertensi

bertambah dengan semakin bertambahnya umur .

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

a. Merokok

Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan darah. Menurut

penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin yang terdapat

dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat meningkatkan penggumpalan

darah dalam pembuluh darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah.

Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah baik

sistolik maupun diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian

O2 bertambah, aliran darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer .

b. Obesitas

Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan hipertensi.

Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya penambahan berat badan. Peningkatan

risiko semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada penambahan berat badan tingkat sedang.

Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung pada masing – masing individu.

Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120 / 80 mmHg akan meningkatkan risiko

terjadinya penyakit kardiovaskuler. Penurunan berat badan efektif untuk menurunkan hipertensi,

Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan .

c. Stres

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat

meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan

peninggian tekanan darah yang menetap. Pada binatang percobaan dibuktikan bahwa pajanan terhadap

stres menyebabkan binatang tersebut menjadi hipertensi .

d. Aktifitas Fisik

Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas, besar kemungkinan aktifitas fisik

efektif menurunkan tekanan darah. Aktifitas fisik membantu dengan mengontrol berat badan. Aerobik

yang cukup seperti 30 – 45 menit berjalan cepat setiap hari membantu menurunkan tekanan darah

secara langsung. Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik

hipertensi maupun normotensi .

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 36

Page 37: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

e. Asupan

1) Asupan Natrium

Natrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi serum normal adalah 136

sampai 145 mEg / L, Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut dan

keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam transfusi saraf dan kontraksi otot.

Perpindahan air diantara cairan ekstraseluler dan intraseluler ditentukan oleh kekuatan osmotik.

Osmosis adalah perpindahan air menembus membran semipermiabel ke arah yang mempunyai

konsentrasi partikel tak berdifusinya lebih tinggi. Natrium klorida pada cairan ekstraseluler dan kalium

dengan zat – zat organik pada cairan intraseluler, adalah zat – zat terlarut yang tidak dapat menembus

dan sangat berperan dalam menentukan konsentrasi air pada kedua sisi membran.

Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi (3-7 gram sehari) diabsorpsi terutama di usus halus.

Mekanisme pengaturan keseimbangan volume pertama – tama tergantung pada perubahan volume

sirkulasi efektif. Volume sirkulasi efektif adalah bagian dari volume cairan ekstraseluler pada ruang

vaskular yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Pada orang sehat volume cairan ekstraseluler

umumnya berubah – ubah sesuai dengan sirkulasi efektifnya dan berbanding secara proporsional

dengan natrium tubuh total. Natrium diabsorpsi secara aktif setelah itu dibawa oleh aliran darah ke

ginjal, disini natrium disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk

mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan natrium yang jumlahnya mencapai 90-99 % dari

yang dikonsumsi, dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini diatur oleh hormon aldosteron yng

dikeluarkan kelenjar adrenal bila kadar Na darah menurun. Aldosteron merangsang ginjal untuk

mengasorpsi Na kembali. Jumlah Na dalam urin tinggi bila konsumsi tinggi dan rendah bila konsumsi

rendah.

Garam dapat memperburuk hipertensi pada orang secara genetik sensitif terhadap natrium,

misalnya seperti: orang Afrika-Amerika, lansia, dan orang hipertensi atau diabetes. Asosiasi jantung

Amerika menganjurkan setiap orang untuk membatasi asupan garam tidak lebih dari 6 gram per hari.

Pada populasi dengan asupan natrium lebih dari 6 gram per hari, tekanan darahnya meningkat lebih

cepat dengan meningkatnya umur, serta kejadian hipertensi lebih sering ditemukan.

Hubungan antara retriksi garam dan pencegahan hipertensi masih belum jelas. Namun

berdasarkan studi epidemiologi diketahui terjadi kenaikan tekanan darah ketika asupan garam

ditambah.

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 37

Page 38: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

2) Asupan Kalium

Kalium merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara kerja kalium adalah kebalikan dari

Na. konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan intraseluler,

sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah .

Sekresi kalium pada nefron ginjal dikendalikan oleh aldosteron. Peningkatan sekresi aldosteron

menyebabkan reabsorbsi natrium dan air juga ekskresi kalium. Sebaliknya penurunan sekresi aldosteron

menyebabkan ekskresi natrium dan air juga penyimpanan kalium. Rangsangan utama bagi sekresi

aldosteron adalah penurunan volume sirkulasi efektif atau penurunan kalium serum. Ekskresi kalium

juga dipengaruhi oleh keadaan asam basa dan kecepatan aliran di tubulus distal.

Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa asupan rendah kalium akan mengakibatkan

peningkatan tekanan darah dan renal vascular remodeling yang mengindikasikan terjadinya resistansi

pembuluh darah pada ginjal. Pada populasi dengan asupan tinggi kalium tekanan darah dan prevalensi

hipertensi lebih rendah dibanding dengan populasi yang mengkonsumsi rendah kalium.

3) Asupan Magnesium

Magnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap kontraksi vaskuler otot halus dan diduga

berperan sebagai vasodilator dalam regulasi tekanan darah. The Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Presure (JNC) melaporkan bahwa

terdapat hubungan timbal balik antara magnesium dan tekanan darah.

Sebagian besar penelitian klinis menyebutkan, suplementasi magnesium tidak efektif untuk mengubah

tekanan darah. Hal ini dimungkinkan karena adanya efek pengganggu dari obat anti hipertensi.

Meskipun demikian, suplementasi magnesium direkomendasikan untuk mencegah kejadian hipertensi .

Kerusakan Organ Target

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, naik secara langsung maupun secara

tidak langsung. Kerusakan organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah:

1. Penyakit ginjal kronis

2. Jantung

a. Hipertrofi ventrikel kiri

b. Angina atau infark miokardium

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 38

Page 39: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

c. Gagal jantung

3. Otak

a. Strok

b. Transient Ischemic Attack (TIA)

4. Penyakit arteri perifer

5. Retinopati.

Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat

melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung,

antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor ATI angiotensin II, stress oksidatif, down regulation

dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi

garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target,

misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-

β).

Evaluasi Hipertensi

Evaluasi hipertensi pada pasien hipertensi bertujuan untuk:

1). Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya atau menilai adanya

penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan menentukan pengobatan.

2). Mencari penyebab kenaikan tekanan darah.

3). Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular.

Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien, riwayat

penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

Anamnesis meliputi:

1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

Anamnesis pada pasien hipertensi bertujuan untuk:

1). Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya atau menilai adanya

penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan menentukan pengobatan.

2). Mencari penyebab kenaikan tekanan darah.

3). Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular.

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 39

Page 40: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien, riwayat

penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

Anamnesis meliputi:

1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

2. Indikasi adanya hipertensi sekunder

a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal

b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat-obat analgesik dan

obat/bahan lain.

c. Episoda berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)

d. Episoda lemah otot dan tetani (aldosteronisme)

3. Faktor-faktor risiko

a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien

b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya

c. Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya

d. Kebiasaan merokok

e. Pola makan

f. Kegemukan, intensitas olahraga

g. kepribadian

4. Gejala kerusakan organ

a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic attack, defisit

sensoris atau motoris

b. Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria

c. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki

d. Arteri perifer : ekstremitas dingin

5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya.

Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:

a. Tes darah rutin

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 40

Page 41: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

b. Glukosa darah (sebaiknya puasa)

c. Kolesterol total serum

d. Kolesterol LDL dan HDL serum

e. Trigliserida serum (puasa)

f. Asam urat serum

g. Kreatinin serum

h. Kalium serum

i. Hemoglobin dan hematokrit

j. Urinalisis

k. Elektrokardiogram.

Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan organ

target dapat dilakukan secara rutin, sedang pemeriksaan lainnya hanya dilakukan bila ada kecurigaan

yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien. Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan

organ target meliputi:

1. Fungsi ginjal

a. Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria/mikro-makroalbuminuria serta rasio

albumin kreatinin urin

b. Perkiraan LFG, yang untuk pasien dalam kondisi stabil dapat diperkirakan dengan menggunakan

modifikasi rumus dari Cockroft-Gault sesuai dengan anjuran National Kidney Foundation (NKF) yaitu:

Klirens Kreatinin* = (140-umur) x Berat Badan x (0,85 untuk perempuan)

72 x Kreatinin Serum

*Glomerulus Filtration Rate (GFR)/LFG dalam ml/menit/1,73m2.

Penatalaksanaan Hipertensi

Tujuan pengobatan hipertensi adalah :

Target tekanan darah <140 /90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes, gagal ginjal

proteinuria) < 130/80 mmHg

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 41

Page 42: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler

Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria

Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap factor resiko atau kondisi penyerta lainnya

seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga mencapai target terapi

masing-masing kondisi.

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis. Terapi non

farmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan

darahnya dan mengendalikan factor-faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya.

Terapi nonfarmakologis terdiri dari :

Menghentikan merokok

Menurunkan berat badan berlebih

Menurunkan konsumsi alcohol berlebih

Latihan fisik

Menurunkan asupan garam

Meningkatkan konsumsi sayur dan buah serta menurunkan asupan lemak

Jenis-jenis obat hipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7 :

Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau aldosterone antagonist (Aldo Ant)

Beta Blocker (BB)

Calcium Channel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)

Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)

Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)

Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan hipertensi,

tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa factor yaitu :

Factor sosio ekonomi

Profil factor resiko kardiovaskular

Ada tidaknya kerusakan organ target

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 42

Page 43: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Ada tidaknya penyakit penyerta

Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi

Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit lain

Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam menurunkan resiko

kardiovaskular

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target tekanan darah

dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi

dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari.

Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung

pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dalam

dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah

meningkatkan dosis obat tersebut.

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :

Diuretika dan ACEI atau ARB

CCB dan ACEI atau ARB

CCB dan diuretika

AB dan BB

Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat

Indikasi Kelas Utama Obat Antihipertensi Menurut ESH

KELAS OBAT Indikasi

Diuretika (Thiazide) Gagal jantung kongestif, usia lanjut, isolated

systolic hypertension, ras Afrika

Diuretia (Loop) Insufisiensi ginjal, gagal jantung kongestif

Diuretika (anti aldosteron) Gagal jantung kongestif, pasca infark

miokardium

Penyekat ß Angina pectoris, pasca infark myocardium,

gagal jantung kongestif, kehamilan, takiaritmia

Calcium antagonist (dihydropiridine) Usia lanjut, isolated systolic hypertension,

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 43

Page 44: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

angina pectoris, penyekit pembuluh darah

perifer, aterosklerosis karotis, kehamilan

Calcium antagonist (verapamil,

diltiazem)

Angina pectoris, aterosklerosis karotis,

takikardia supraventikuler.

Penghambat ACE Gagal jantung kongestif, disfungsi ventrikel

kiri, pasca infark miokardium, non-diabetik

nefropati, nefropati DM tipe 1, proteinuria

Angiotensin II receptor antagonist (AT1-

blocker)

Nefropati DM tipe 2, mikroalbuminuria

diabetic, proteinuria, hipertrofi ventrikel kiri,

batuk karena ACEI

ɑ-Blocker Hyperplasia prostat (BPH), hiperlipidemia

Pengobatan hipertensi mendesak cukup dengan obat oral yang bekerja cepat sehingga

menurunkan tekanan darah dalam beberapa jam. Pengobatan hipertensi darurat memerlukan obat yang

segera menurunkan tekanan darah dalam menit-jam sehingga umumnya bersifat parenteral.

Obat hipertensi oral yang dipakai di Indonesia

Obat Dosis Efek Lama Kerja Perhatian Khusus

Nifepidin

5-10mg

Diulang 15 menit 5-15 menit 4-6 jam Gangguam

koroner

Captopril 12,5-25

mg

Diulang / ½ jam 15-30 menit 6-8 jam Stenosis a.renalis

Klonidin 75-150

ug

Diulang / jam 30-60 menit 8-16 jam Mulut kering,

ngantuk

Propanolol 10-40

mg

Diulang / ½ jam 15-30 menit 3-6 jam Bronkokonstriksi,

Blok jantung

Tabel obat Hipertensi Parenteral yang dipakai di Indonesia

Obat Dosis Efek Lama Kerja Perhatian Khusus

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 44

Page 45: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Klonidin IV 150 ug 6 amp per 250 cc

glukosa 5 %

mikrodrip

30-60 menit 24 jam Ensefalopati

dengan gangguan

koroner

Nitrogliserin IV 10-50 ug

100 ug/cc per

500cc

2-5 menit 5-10 menit

Nikarpidin IV 0,5 – 6

ug/kg/menit

1-5 menit 15-30 menit

Dilitiazem IV 5-15 ug/kg/menit

lalu sama 1-5

ug/kg/menit

Sama 2-3 menit

Nitropusid IV 0,25 ug/kg/menit Langsung Selang infuse

lapis perak

Kelompok Biasa Mendesak Darurat

Tekanan Darah >180/110 >180/110 >220/140

Gejala Tidak ada, kadang-kadang

sakit kepala, gelisah

Sakit kepala hebat,

sesak nafas

Sesak nafas, nyeri

dada, kacau, gangguan

kesadaran

Pem Fisik Organ target tak ada

gangguan

Gangguan organ target Ensefalopati, edema

paru, gangguan fungsi

ginjal, CVA, iskemia

jantung

Pengobatan Awasi 1-3 jam

mulai/teruskan obat oral,

naikkan dosis

Awasi 3-6 jam, obat

oral berjangka pendek

Pasang jalur intravena,

periksa laboratorium

standar, terapi obat

intravena

Rencana Periksa ulang dalam 3 hari Periksa ulang dalam 24

jam

Rawat ruangan ICU

Pemantauan

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 45

Page 46: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Pasien yang telah mendapat pengobatan harus datang kembali untuk evaluasi lanjutan dan

pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Setelah tekanan darah tercapai dan stabil,

kunjungan selanjutnya dengan interval 3-6 bulan, tetapi frekuensi kunjungan ini juga ditentukan oleh

ada tidaknya komorbiditas seperti gagal jantung, penyakit yang berhubungan seperti diabetes, dan

kebutuhan akan pemeriksaan laboratorium.

Penyebab hipertensi resisten :

1. Pengukuran tekanan darah yang tidak benar

2. Dosis belum memadai

3. Ketidakpatuhan pasien dalam penggunaan obat antihipertensi

4. Ketidakpatuhan pasien dalam memperbaiki pola hidup

Asupan alcohol berlebih

Terapi diuretika tidak cukup

Penurunan fungsi ginjal

5. Kelebihan volume cairan tubuh

Asupan garam berlebih

Terapi diuretika tidak cukup

Penurunan fungsi ginjal berjalan progesif

6. Adanya terapi lain

Masih menggunakan bahan/obat lain yang meningkatkan tekanan darah

Adanya obat lain yang mempengaruhi atau berinteraksi dengan kerja obat

antihipertensi

7. Adanya penyebab hipertensi lain / sekunder

Jika dalam 6 bulan target pengobatan (termasuk target tekanan darah) tidak tercapai, harus

dipertimbangkan untuk melakukan rujukan ke dokter spesialis. Bila selain hipertensi ada kondisi lain

seperti diabetes mellitus atau penyakit ginjal, baik American diabetes association (ADA) maupun

International society of nephrology (ISN) dan NKF menganjurkan rujukan kepada seorang dokter

yang ahli jika laju filtrasi glomerulus mencapai < 60 ml/men/1,73m², atau jika ada kesulitan dalam

mengatasi hipertensi atau hiperkalemia, serta rujukan kepada konsultan nefrologi jika laju filtrasi

glomerulus mencapai <30 ml/men/1,73m², atau lebih awal jika pasien beresiko mengalami

penurunan fungsi ginjal yang cepat atau diagnosis dan prognosis pasien diragukan.

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 46

Page 47: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama hidup. Penghentian pengobatan cepat atau

lambat akan diikuti dengan naiknya tekanan darah sampai seperti sebelum dimulai pengobatan

hipertensi. Walaupun demikian, ada kemungkinan untuk menurunkan dosis dan jumlah obat

antihipertensi secara bertahap bagi pasien yang diagnosis hipertensinya sudah pasti serta tetap

patuh terhadap pengobatan non farmakologis. Tindakan ini harus disertai dengan pengawasan

tekanan darah yang ketat.

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 47

Page 48: Tutorial II

I K A K O M I I _ P U S K E S M A S S E T I A B U D I

DAFTAR PUSTAKA

Harrison’s Manual of Medicine 18TH Edition, Section 2, Medical Emergencies

Lange CMDT 2013, Current Medical Diagnosis & Treatment, MC Graw Hill

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FKUI

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PERKENI 2006

Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 2007. Jakarta: FKUI

Gray, Huon, H. Lecture Notes Kardiologi. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta: 2002.

Sudoyo, Aru, W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi Keempat. FKUI. Jakarta: 2007.

Sherwood, Lauralee Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC. Jakarta : 2001

T U T O R I A L I I _ D M & H I P E R T E N S I | 48