tutorial

33
Laboratorium / SMF Kedokteran Pediatri Tutorial Klinik Program Pendidikan Dokter Universitas Mulawarman RSUD A.W.Sjahranie Samarinda INFEKSI NOSOKOMIAL Disusun oleh: Yusuf Taqwa Muladi Asih Nor Utami Pembimbing: dr. William , Sp. A 1

Upload: yusuftaqwamuladi

Post on 04-Dec-2015

213 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

infeksi

TRANSCRIPT

Laboratorium / SMF Kedokteran Pediatri Tutorial Klinik

Program Pendidikan Dokter Universitas Mulawarman

RSUD A.W.Sjahranie Samarinda

INFEKSI NOSOKOMIAL

Disusun oleh:

Yusuf Taqwa Muladi

Asih Nor Utami

Pembimbing:

dr. William , Sp. A

Dipresentasikan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan KlinikLaboratorium/SMF Kedokteran Pediatri

FK UNMULSamarinda

September 2015

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit (hospital aquired

infection) atau infeksi yang timbul atau terjadi lebih dari 48 jam perawatan pada pasien rawat

inap. Pada suatu rumah sakit yang mempunyai ICU, angka infeksi nosokomialnya lebih

tinggi dibanding yang tidak mempunyai ICU. 1,2,3

Infeksi nosokomial terjadi di seluruh dunia, baik di negara sedang berkembang maupun

negara maju. Berbagai penelitian yang dilakukan di seluruh dunia menunjukkan bahwa

infeksi nosokomial merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas.1 Selain itu, infeksi

nosokomial dapat menambah keparahan penyakit dan stres emosional yang mengurangi

kualitas hidup pasien. Bertambahnya lama hari perawatan, penggunaan obat dan pemeriksaan

laboratorium karena adanya infeksi nosokomial menyebabkan peningkatan biaya perawatan

pasien.4,5

Penularan dapat terjadi melalui cara silang (cross infection) dari satu pasien kepada

pasien yang lainnya atau infeksi diri sendiri di mana kuman sudah ada pada pasien kemudian

melalui suatu migrasi (gesekan) pindah tempat dan di tempat yang baru menyebabkan infeksi

(self infection atau auto infection). Terjadinya infeksi nosokomial dipengaruhi

oleh banyak faktor (multifaktorial), baik faktor yang ada dalam diri

penderita sendiri, maupun faktor yang berada di sekitarnya. Setiap faktor-

faktor tersebut hendaknya dicermati, diwaspadai, dan dianggap

berpotensi. Dengan mengenal faktor-faktor yang berpengaruh merupakan

modal awal upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial. 6

Saat ini, angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan patokan pelayan RS.

Mengingat petugas kesehatan juga dapat menjadi faktor penyebab dari infeksi nosokomial

maka sebagai petugas kesehatan kita harus mengetahui faktor penyebab dan cara pencegahan

dari infeksi nosokomial tersebut.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi

Istilah nosokomial berasal dari bahasa Yunani yaitu nosokomeion yang berarti rumah

sakit (nosos = penyakit, komeo = merawat). Infeksi nosokomial atau biasa disebut dengan

hospital-acquired infections dapat diartikan infeksi yang berasal atau terjadi di rumah sakit.

Infeksi yang timbul dalam kurun waktu lebih dari 48 jam setelah dirawat di rumah sakit

sampai dengan 30 hari lepas rawat dianggap sebagai infeksi nosokomial.1,2,3.

Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai

suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang

tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu

dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial ini dapat

berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh

mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat

baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen

(cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu

pasien ke pasien lainnya.7

Suatu infeksi pada pasien dapat dinyatakan sebagai infeksi nosokomial bila memenuhi

beberapa kriteria :

1. Pada waktu pasien mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda klinis infeksi

tersebut.

2. Pada waktu pasien mulai dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam masa inkubasi

infeksi tersebut.

3. Tanda klinis infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 48 jam sejak mulai

perawatan.

4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa infeksi sebelumnya. 8,9

1.2. Epidemiologi

Studi prevalensi pada tahun 1987 yang dilakukan dengan bantuan World Health

Organization (WHO) pada 55 rumah sakit di 14 negara yang mewakili 4 wilayah WHO

(Eropa, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat) mendapatkan rerata 8,7%

3

pasien rumah sakit mengalami infeksi nosokomial. Dari hasil survei tersebut didapatkan

frekuensi tertinggi infeksi nosokomial dilaporkan oleh rumah sakit di wilayah Mediterania

Timur dan Asia Tenggara berturut-turut 11,8% dan 10,0%, sedangkan prevalensi di wilayah

Eropa dan Pasifik Barat berturutturut 7,7% dan 9,0%. 4,5

Penelitian oleh Lynch dkk. pada tahun 1997 memperoleh prevalensi terkecil infeksi

nosokomial yang ditemukan pada beberapa negara di Eropa dan Amerika berkisar kurang

dari 1%, sedangkan prevalensi tertinggi ditemukan pada negara di Asia, Amerika Latin,

Afrika bagian Sahara sebesar 40%.5

Di Italia, sekitar 6,7% pasien rawat inap mengalami infeksi nosokomial pada tahun

2000 (sekitar 450.000 – 700.000 pasien), yang menyebabkan kematian pada 4500 – 7000. Di

Perancis, prevalensi infeksi nosokomial sebesar 6,87% pada tahun 2001 dan meningkat

menjadi 7,5% pada tahun 2006. 1 Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit

di DKI Jakarta pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat

infeksi nosokomial. 10

Penelitian WHO dan lainnya menunjukkan bahwa prevalensi tertinggi infeksi

nosokomial terjadi pada unit rawat intensif/ ICU, bangsal bedah, dan ortopedi; lebih dari 30%

infeksi nosokomial terjadi di ICU. 3,4,5,11 Infeksi nosokomial tersering adalah infeksi pada

luka operasi, infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas bawah, dan infeksi pada aliran

darah. 4,11

1.3. Pembagian Infeksi Nosokomial

Menurut sistem National Nosocomial InfectionsSurveillance (NNIS) dari Centers for

Diseases Controland Prevention (CDC) tahun 1994, ada 13 lokasi utama dan 48 lokasi

spesifik infeksi nosokomial. 9

Tabel 1. Daftar kode lokasi utama infeksi nosokomial dan lokasi spesifik infeksi nosokomial pada kulit dan jaringan lunak.9

4

1. Infeksi Saluran Kemih

Merupakan infeksi nosokomial yg paling sering terjadi. Sekitar 80% infeksi saluran

kemih ini berhubungan dengan pemasangan kateter. Infeksi saluran kemih jarang

menyebabkan kematian dibandingkan infeksi nosokomial lainnya. Tetapi kadang - kadang

dapat menyebabkan bakterimia dan kematian. Infeksi biasanya ditentukan oleh kriteria secara

mikrobiologi. Positif apabila kultur urin = 10 mikroorganisme / ml, dengan maksimum dari

dua isolat spesies bakteri. Bakteri dapat berasal dari flora normal saluran cerna , misalnya E.

coli ataupun didapat dari rumah sakit, misalnya Klebsiella multiresisten.1

2. Infeksi Luka Operasi (SSI)

Infeksi nosokomial yang sering terjadi, insiden bervariasi, dari 0,5 sampai 15 %,

tergantung tipe operasi dan penyakit yang mendasarinya. Hal ini merupakan masalah yang

signifikan, karena memberikan dampak pada biaya rumah sakit yang semakin besar, dan

bertambah lamanya masa inap setelah operasi. Kriteria dari infeksi luka infeksi ini yaitu

ditemukan discharge purulen disekitar luka atau insisi dari drain atau sellulitis yang meluas

dari luka. Infeksi biasanya didapat ketika operasi baik secara eksogen ( dari udara, dari alat

kesehatan, dokter bedah dan petugas petugas lainnya), maupun endogen dari mikroorganisme

pada kulit yang diinsisi. Infeksi mikroorganisme bervariasi, tergantung tipe dan lokasi dari

operasi dan antimikroba yang diterima pasien.1

3. Pneumonia Nosokomial (VAP)

Yang paling penting adalah penggunaan ventilator pada pasien di ICU., dimana

prevalensi terjadinya pneumonia sebesar 3% perhari. Merupakan angka kejadian fatal yang

tinggi, yang dihubungkan dengan Ventilator associated Pneumonia. Mikroorganisme

berkolonisasi di saluran pernafasan bagian atas dan bronchus dan menyebabkan infeksi pada

paru ( pneumonia ). Sering merupakan endogen, tetapi dapat juga secara eksogen. Diagnosa

pneumonia berdasarkan gejala klinis dan radiologi, sputum purulen serta timbulnya demam.

Diketahui sekarang bahwa yang merupakan faktor risiko adalah tipe dan lamanya

penggunaan ventilator, beratnya kondisi pasien atau ada atau tidaknya penggunaan antibiotik

sebelumnya.1

4. Bakteremia nosokomial (BSI)

Tipe infeksi nosokomial ini merupakan proporsi kecil dari infeksi nosokomial (sekitar 5

%), tetapi angka kejadian fatal nya tinggi, lebih dari 50% untuk beberapa organisme.

Misalnya Candida spp. Infeksi mungkin kelihatan pada tempat masuknya alat intravaskular

atau pada subkutaneus dari pemasangan kateter. Organisme berkolonisasi dikateter didalam

pembuluh darah dapat menghasilkan bakteremia tanpa adanya tanda- tanda infeksi dari luar.

5

Flora normal yang sementara atau tetap pada kulit merupakan sumber infeksi. Faktor resiko

yang utama dalam mempangaruhi infeksi nosokomial ini adalah lamanya kateterisasi, level

aseptik dan pemeliharaan yang kontiniu dari kateter.1

5. Infeksi Nosokomial lainnya

Merupakan infeksi nosokomial yang ke empat tersering. Sebagai contoh, misalnya :

Infeksi pada kulit dan jaringan lunak, misalnya luka terbuka ( luka bakar dan

luka akibat berbaring lama )

Gastroenteritis merupakan infeksi nosokomial tersering pada anak anak, dimana

penyebabnya terbanyak adalah rotavirus. Untuk penyebab tersering

gastroenteritis pada orang dewasa adalah Clostridium difficile, sering terdapat

pada negara berkembang.

Sinusitis dan infeksi saluran cerna lainnya, infeksi pada mata dan konjungtiva.

Endometritis dan infeksi lainnya dari organ reproduksi setelah melahirkan. 1

1.1. Mikroorganisme

Berbagai macam patogen yang berbeda dapat menyebabkan infeksi nosokomial.

Organisme tersebut menginfeksi bervariasi antara pasien yang berbeda populasi, pengaturan

perawatan kesehatan yang berbeda, fasilitas yang berbeda, dan negara-negara yang berbeda.

1. Bakteri

Ini adalah patogen nosokomial yang paling umum. Perbedaan dapat dibuat antara:

Bakteri komensal yang ditemukan pada flora normal manusia yang sehat. Bakteri

tersebut memiliki peran protektif yang signifikan untuk mencegah kolonisasi oleh

mikroorganisme patogen. Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi jika host alami

dalam kondisi tidak sehat. Misalnya, koagulase kulit stafilokokus negatif

menyebabkan infeksi saluran intravaskular dan Escherichia coli adalah penyebab

paling umum dari infeksi saluran kemih.

Bakteri patogen memiliki virulensi yang lebih besar, dan menyebabkan infeksi

(sporadis atau epidemi) tanpa memandang kondisi host. Sebagai contoh:

- Batang anaerobik Gram-positif (misalnya Clostridium) menyebabkan gangren.

- Gram-positif bakteri: Staphylococcus aureus (bakteri kulit yang berkoloni di kulit dan

hidung para staf rumah sakit dan pasien) menyebabkan berbagai infeksi paru, tulang,

jantung dan infeksi aliran darah dan sering resisten terhadap antibiotik selain itu

Streptococus beta hemolitikus juga penting.

6

- Gram-negatif bakteri: Enterobacteriacae (misalnya Escherichia coli, Proteus,

Klebsiella, Enterobacter, Serratia marcescens), mungkin berkoloni ketika pertahanan

host terganggu (penggunaan kateter, kateter kandung kemih, kanula penyisipan) dan

menyebabkan infeksi serius (daerah pembedahan, paru-paru, bakteremia, infeksi

peritoneum). Bakteri-bakteri tersebut dapat memiliki tingkat resistensi yang tinggi.

- Organisme Gram-negatif seperti Pseudomonas spp. sering terisolasi dalam air dan

tempat yang lembab. Mereka mungkin berkoloni pada saluran pencernaan pasien

yang dirawat di rumah sakit.

- Bakteri lain yang memiliki risiko yang unik di rumah sakit. Misalnya, spesies

Legionella dapat menyebabkan pneumonia (sporadis atau endemik) melalui inhalasi

aerosol yang mengandung air yang terkontaminasi (AC, kamar mandi, aerosol terapi).

2. Virus

Terdapat kemungkinan penularan nosokomial oleh bebagai virus, termasuk virus

hepatitis B dan C (transfusi,dialisis, suntikan, endoskopi), Respiratory Syncytial Virus

(RSV), rotavirus, dan enterovirus (ditularkan melalui kontak tangan ke mulut dan

melalui rute fekal-oral). Virus lain seperti cytomegalovirus, HIV, Ebola, Virus influenza,

Virus herpes simpleks, dan Virus varicella-zoster, juga dapat ditransmisikan.

3. Parasit dan jamur

Beberapa parasit (misalnya Giardia lamblia) ditularkan dengan mudah di antara

orang dewasa atau anak-anak. Beberapa jamur dan parasit lainnya adalah organisme

oportunistik dan menyebabkan infeksi selama pengobatan antibiotik diperpanjang dan

imunosupresi berat (Candida albicans, Aspergillus spp., Cryptococcus neoformans,

Cryptosporidium). Ini adalah penyebab utama infeksi sistemik pada pasien

immunocompromised. Pencemaran lingkungan oleh organisme udara seperti Aspergillus

spp. yang berasal debu dan tanah juga menjadi perhatian, terutama selama konstruksi

rumah sakit. Sarcoptes scabies (scabies) adalah ektoparasit yang telah berulang kali

menyebabkan wabah di fasilitas perawatan kesehatan.

7

Tabel 2. Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial 8

Bakteri dapat menyebabkan infeksi nosokomial dengan beberapa cara, yaitu : 1,4

1. Flora tetap atau sementara pada pasien ( infeksi endogen )

Bakteri yang merupakan flora normal dapat menyebabkan infeksi oleh karena adanya

perpindahan dari habitat alami ke luar, misalnya pindah kesaluran kemih, atau adanya

kerusakan jaringan (luka), atau pemberian antibiotik yang tidak adekuat sehingga

diikuti adanya pertumbuhan kuman yang berlebihan (C.difficile, Yeast spp). Misalnya

bakteri gram negatif pada traktus digestivus terkadang dapat menimbulkan infeksi

pada luka operasi setelah pembedahan abdominal atau infeksi saluran kemih akibat

penggunaan kateter.

2. Flora dari pasien atau petugas rumah sakit ( infeksi eksogen )

Bakteri dapat berpindah diantara pasien :

Melalui kontak langsung diantara pasien ( tangan, air ludah atau cairan tubuh

lainnya )

Melalui udara (melalui ludah atau debu yang sudah terkontaminasi oleh bakteri

pasien ).

Melalui petugas yang terkontaminasi melalui perawatan pasien, misalnya handuk,

pakaian, hidung dan tenggorokan, yang kemudian menjadi carrier sementara atau

permanen, yang kemudian mentransmisikan bakteri kepasien lainnya melalui

kontak langsung ketika merawat. CDC memperkirakan sekitar 36% infeksi

nosokomial infeksi dapat dicegah bila semua petugas kesehatan diberikan

pedoman khusus dalam pengkontrolan infeksi ketika merawat pasien.

Melalui objek –objek yang terkontaminasi oleh pasien, termasuk peralatan, tangan

petugas, tamu atau sumber lingkungan lain,misalnya air, cairan lainnya, makanan.

3. Flora yang berasal dari lingkungan kesehatan.

8

Beberapa tipe organisme dapat bertahan dengan baik pada lingkungan rumah sakit,

misalnya :

- Didalam air, area yang lembab, dan kadang – kadang pada produk yang steril atau

desinfektan, misalnya Pseudomonas, Acinobacter, Mycobacterium.

- Pada benda-benda seperti closet, dan peralatan yang digunakan selama perawatan

- Dalam makanan

- Dalam debu dan droplet yang umumnya berada dalam batuk atau berbicara (bakteri

yang berukuran kurang dari 10µm yang dapat bertahan dalam udara untuk beberapa

jam dan dapat dihirup seperti debu. 1,2,8

1.2. Faktor risiko

a. Antimikroba

Sebelum diperkenalkan pelatihan dasar mengenai kebersihan dan pemberian

antimikroba, hampir semua infeksi dirumah sakit berasal dari sumber luar yang

patogen (misalnya penyakit yang ditularkan melalui makanan atau udara, gangren,

tetanus atau yang lainnya), atau disebabkan oleh mikroorganisme yang bukan flora

normal dari pasien (misalnya tuberculosis). Perkembangan terapi antibiotik sebagai

terapi infeksi bakteri digunakan untuk menurunkan angka kematian dari berbagai

penyakit infeksi. Hampir semua infeksi yang didapatkan dirumah sakit disebabkan

oleh mikroorganisme yang umumnya sering terdapat pada populasi umum,

misalnya pada pasien – pasien dirumah sakit (misalnya S. aureus, Staphylococcus

Coagulase Negative, Enterococci, Enterobacteriaceae).

b. Kerentanan Pasien

Faktor – faktor yang berpengaruh pada keadaan ini adalah umur, status imun,

penyakit yang mendasarinya, serta intervensi dari terapi. Pasien yang mengalami

penyait kronik seperti tumor ganas, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, atau

AIDS, mempunyai kerentanan yang meningkat terhadap infeksi opurtunistik.

c. Faktor Lingkungan

Pasien dengan infeksi atau dengan carrier mikroorganisme patogenik merupakan

sumber potensial infeksi terhadap pasien atau pekerja dirumah sakit. Adanya

kondisi seperti ini di dalam rumah sakit, sering mengakibatkan transmisi bakteri

dari satu unit ke unit lainnya. Mikrobial mungkin mengkontaminasi alat alat, bahan

bahan yang kemudian kontak terhadap pasien .

9

d. Resistensi Bakteri

Banyak pasien yang menerima terapi antimikroba. Melalui seleksi dan adanya

perubahan elemen resistensi genetik, antibiotik menjadi emergensi dimana banyak

strain bakteri yang resisten terhadap berbagai antimikroba. Resistensi strain bakteri

menjadi menetap dan dapat berkembang menjadi endemik di rumah sakit. Banyak

strain Pneumococci, Staphylococci, Enterococci dan Tuberculosis resisten terhadap

hampir semua antimikroba yang sebelumnya efektif digunakan sebagai terapi. 1,2,8

1.3. Patogenesis

Infeksi nosokomial disebabkan oleh virus, jamur, parasit; dan bakteri merupakan

patogen paling sering pada infeksi nosokomial.1,8 Patogen tersebut harus diperiksa pada

semua pasien dengan demam yang sebelumnya dirawat karena penyakit tanpa gejala demam.8

Faktor predisposisi terjadinya infeksi nosokomial pada seseorang antara lain :

a. Status imun yang rendah (pada usia lanjut dan bayi prematur).

b. Tindakan invasif, misalnya intubasi endotrakea, pemasangan kateter, pipa saluran

bedah, dan trakeostomi.

c. Pemakaian obat imunosupresif dan antimikroba.

d. Transfusi darah berulang. 8,11

Penularan oleh patogen di rumah sakit dapat terjadi melalui beberapa cara :

1. Sumber infeksi

Penyakit menular yang berasal dari pasien, pengunjung atau petugas dan termasuk orang

yang menderita penyakit yang aktif yaitu masa inkubasi atau carrier penyakit.

2. Cara transimisi dari kuman 12

a. Melalui kontak

Penularan melalui kontak merupakan bentuk penularan yang sering dan penting

infeksi nosokomial

1) Penularan melalui kontak langsung: melibatkan kontak tubuh dengan tubuh

antara pejamu yang rentan dengan yang terinfeksi.

2) Penularan melalui kontak tidak langsung: melibatkan kontak pada pejamu

yang rentan dengan benda yang terkontaminasi misalnya jarum suntik,

pakaian, dan sarung tangan.

b. Penularan melalui droplet, terjadi ketika individu yang terinfeksi batuk, bersin,

berbicara, atau melalui prosedur medis tertentu, misalnya bronkoskopi.

10

c. Penularan melalui udara yang mengandung mikroorganisme yang mengalami

evaporasi, atau partikel debu yang mengandung agen infeksius. Mikroorganisme yang

terbawa melalui udara dapat terhirup pejamu yang rentan yang berada pada ruangan

yang sama atau pada jarak yang jauh dari sumber infeksi. Sebagai contoh

mikroorganisme Legionella, Mycobacterium tuberculosis, Rubeola, dan virus

varisela.

d. Penularan melalui makanan, air, obat-obatan dan peralatan yang terkontaminasi.

e. Penularan melalui vektor, misalnya nyamuk, lalat, tikus, dan kutu.1,9

3. Host atau manusia yang rentan

Host atau manusia yang rentan adalah orang yang terkena sasaran penyakit menular,

kondisi host dipengaruhi oleh daya tahan tubuh terhadap penyakit, keadan gizi, pola hidup.

Semakin rentan seseorang maka semakin mudah dia terkena penyakit, demikian pula

sebaliknya semakin kuat daya tahan tubuh seseorang maka semakin sulit terkena penyakit

menular.

Berbagai faktor luar (faktor ekstrinsik) dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Faktor Ekstrinsik Terjadinya Infeksi Nosokomial11

Menurut Darmadi (2008) selain faktor ekstrinsik yang telah dijabarkan, terdapat faktor-

faktor lain yang juga berperan memberi peluang timbulnya infeksi nosokomial, faktor-faktor

tersebut adalah sebagai berikut : 6

1. Faktor-faktor yang ada pada diri penderita (faktor intrinsik) seperti umur, jenis

kelamin, kondisi umum penderita, risiko terapi, atau adanya penyakit lain yang

11

menyertai penyakit dasar (multipatologi) beserta komplikasinya. Faktor-faktor ini

merupakan presdiposisi.

2. Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan, menurunnya standard pelayanan

perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan.

3. Faktor mikroba patogen seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat kemampuan

merusak jaringan, lamanya pemaparan antara sumber penularan (reservoir) dengan

penderita.

Berikut gambaran faktor-faktor yang berpengaruh pada terjadinya infeksi nosokomial :

Gambar 2.2. Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial

Mikroba patogen agar dapat menimbulkan penyakit infeksi harus bertemu penjamu

yang rentan dan melalui tiga tahap. Tahap pertama mikroba patogen bergerak menuju ke

penjamu / penderita dengan mekanisme penyebaran (mode of transmission) terdiri dari

penularan langsung dan tidak langsung. 6

Penularan langsung : melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas, keluarga /

pengunjung, dan penderita lainnya. Kemungkinan lain berupa darah saat transfusi darah.

12

Penularan tidak langsung : vehicle-borne yatu penyebaran / penularan mikroba patogen

melalui benda-benda mati seperti peralatan medis, bahan-bahan / material medis, atau

peralatan lainnya. Tindakan invasif seperti pemasangan kateter, vena pungsi, tindakan

pembedahan, proses dan tindakan medis lain berisiko untuk terjadinya infeksi nosokomial.

Vector-borne yaitu penyebaran / penularan mikroba patogen dengan perantara seperti

serangga. Luka terbuka, jaringan nekrosis, luka bakar, dan gangren adalah kasus-kasus yang

rentan dihinggapi lalat. Food-borne yaitu penyebaran / penularan mikroba patogen melalui

makanan dan minuman yang disajikan untuk penderita. Water-borne yaitu penyebaran /

penularan mikroba patogen melalui air, namun kemungkinannya kecil sekali karena air di

rumah sakit biasanya sudah melalui uji baku. Air-borne yaitu penyebaran / penularan

mikroba patogen melalui udara, peluang terjadinya infeksi melalui cara ini cukup tinggi

karena ruangan / bangsal yang tertutup secara teknis kurang baik ventilasi dan

pencahayaannya.

Dari semua kemungkinan penyebaran / penularan mikroba patogen, maka penyebab

infeksi nosokomial yang paling sering dilaporkan adalah tindakan invasif melalui

penggunaan berbagai instrumen medis (vehicle-borne).

Tahap kedua adalah upaya dari mikroba patogen untuk menginvasi ke jaringan/ organ

penjamu (pasien) dengan cara mencari akses masuk (port d’entrée) seperti adanya

kerusakan / lesi kulit atau mukosa dari rongga hidung, mulut, orifisium uretra, dan

sebagainya.

Tahap ketiga adalah mikroba patogen berkembang biak (melakukan multiplikasi)

disertai dengan tindakan destruktif terhadap jaringan, walaupun ada upaya perlawanan dari

penjamu. Akibatnya terjadilah reaksi infeksi yang mengakibatkan perubahan morfologis dan

gangguan fisiologis jaringan.

Reaksi infeksi yang terjadi pada penjamu disebabkan adanya sifat spesifik dari

mikroba patogen tersebut, yaitu : 6,13

1. Infektivitas yaitu kemampuan mikroba patogen untuk menginvasi yang merupakan

langkah awal melakukan serangan ke penjamu melalui akses masuk yang tepat dan

selanjutnya mencari jaringan yang cocok untuk melakukan multiplikasi.

2. Virulensi yaitu langkah mikroba patogen untuk melakukan tindakan desturktif terhadap

jaringan dengan cara menggunakan enzim perusaknya, sehingga menentukan luasnya

kerusakan jaringan.

3. Antigenisitas yaitu kemampuan mikroba patogen merangsang timbulnya mekanisme

pertahanan imun melalui terbentuknya antibodi.

13

4. Toksigenisitas yaitu kemampuan mikroba patogen dalam menghasilkan toksin yang

sangat berpengaruh terhadap perjalanan penyakit.

5. Patogenisitas yaitu gabungan dari sifat infektivitas, virulensi,antigenisitas serta

toksigenitas mikroba patogen yang dinilai sebagaiderajat keganasan mikroba patogen

atau respon tubuh terhadap masuknya mikroba patogen ini.

Rantai penularan infeksi nosokomial 10

14

1.4. Gejala Klinis

Tanda dan gejala sistemik infeksi nosokomial sama dengan infeksi lainnya, yaitu

demam, takikardia, takipneu, ruam kulit, dan malaise.8 Gejala dan tanda tersebut timbul

dalam waktu 48 jam atau lebih setelah pasien di rawat di rumah sakit, atau dalam 30 hari

setelah pasien keluar dari rumah sakit.1

Sumber infeksi nosokomial dapat dicurigai jika terdapat penggunaan alat dalam

prosedur medis, sebagai contoh pemasangan pipa endotrakeal yang dapat dihubungkan

dengan sinusitis, otitis,trakeitis, dan pneumonia; pemasangan kateter intravaskular dapat

menyebabkan flebitis; kateter Foley dapat dihubungkan dengan infeksi saluran kemih oleh

karena kandida.8

1.5. Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial

Pencegahan infeksi nosokomial memerlukan rencana yang terintegrasi dan terprogram, terdiri

atas:

1. Membatasi penularan organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan,

menggunakan sarung tangan, tindakan aseptik, isolasi pasien, sterilisasi, dan

desinfeksi.

2. Mengontrol risiko penularan dari lingkungan.

3. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotik profilaksis yang tepat, nutrisi yang

cukup, dan vaksinasi.

4. Mengurangi risiko infeksi endogen dengan cara mengurangi prosedur invasif dan

menggunakan antimikroba secara optimal.

5. Pengamatan infeksi, identifikasi, dan pengendalian wabah.

6. Pencegahan infeksi pada tenaga medis.

7. Edukasi terhadap tenaga medis.14

Tindakan – tindakan pencegahan infeksi melalui 12 :

1. Kewaspadaan Standar

Kewaspadaan ini dirancang untuk perawatan bagi semua orang, petugas, pasien atau

pengunjung tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau tidak. Penerapan

ditujukan untuk mengurangi risiko penyebaran mikroorganisme dari sumber infeksi yang

diketahui ataupun tidak diketahui dalam sistem pelayanan kesehatan seperti pasien,

benda yang tercemar, jarum atau spuit yang telah digunakan. penggunaan pelindung

15

(barrier) antara mikroorganisme dengan individu baik untuk pasien atau petugas

kesehatan adalah cara yang efektif untuk mencegah penyebaran infeksi. Pelindung

berfungsi untuk memutuskan rantai penularan penyakit. Adapun komponen utama

kewaspdaan standar adalah :

a. Mencuci tangan

Mencuci tangan dengan baik merupakan unsur satu satunya yang paling efektif dan

untuk mencegah penularan infeksi. Tujuan mencuci tangan adalah untuk

menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi jumlah

mikroorganisme sementara. Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah

memeriksa dan kontak langsung dengan pasien, memakai dan melepas sarung tangan,

menyiapkan dan mengkonsumsi makanan, saat situasi yang membuat tangan menjadi

terkontaminasi,masuk dan keluar ruang isolasi. Langkah langkah mencuci tangan :

1) Basahi kedua tangan

2) Gunakan sabun

3) Gosok dengan keras seluruh bidang permukaan tangan dan jari jari bersama

sekurang kurangnya selama 10 hingga 15 detik, dengan memperhatikan bidang

dibawah kuku tangan dan diantara jari jari.

4) Bilas kedua tangan seluruhnya dengan air bersih

5) keringkan tangan dengan lap kertas atau pengering dan gunakan lap untuk

mematikan kran.

b. Memakai alat perlindungan diri.

Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata, topi, gaun,

apron dan pelindung yang lainnya. Jenis jenis alat pelindung diri :

1) Sarung tangan

Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling penting untuk

mencegah penyebaran infeksi dan melindungi tangan dari bahan yang

mengandung mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan. Sarung

tangan harus selalu diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien yang

lainnya. Langkah langkah :

Perawat membuka bungkkus sarung tangan steril dan taruh di tempat yang

bersih.

Pegang sarung tangan steril tersebut dengan tangan yang bersarung tangan

dan pasang dengan cara biasa.

16

2) Masker

Masker harus cukup besar untuk menutupi mulut, hidung, bagian bawah dagu dan

jenggot. Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas

kesehatan berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau

cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan.

3) Alat pelindung mata

Alat ini untuk melindungi petugas kesehatan dari percikan darah dan cairan tubuh

lainnya dengan cara melindungi mata. Alat pelindung mata mencakup googgles,

kacamata pengaman, dan pelindung wajah.

4) Topi

Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit

dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup

besar untuk menutupi semua rambut. Meskipun top dpat memberikan sejumlah

perlindungan pada pasien tetapi tujuan utamanya adalah melindungi pemakainya

dari percikan darah atau cairan tubuh.

5) Gaun pelindung

Pemakaian gaun pelindung terutama untuk melindungi baju dan kulit petugas

kesehatan dari percikan darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi.

6) Apron

Digunakan ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan

pasien, melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah,cairan tubuh

datau sekresi.

7) Pelindung kaki

Digunakan untuk melindungi kaki dari cidera benda tajam atau benda berat yang

mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Sebaiknya menggunakan sepatu

boot atau sepatu kulit tertutup dan harus dijaga kebersihannya.

c. Kebersihan lingkungan.

Pembersihan rutin dilakukan setiap hari. Sembilan puluh persen mikroorganisme

berada dalam kotoran yang kasat mata, dimana tujuan pembersihan rutin adalah untuk

menghilangkan kotoran.

d. Pengelolaan sampah benda tajam.

Benda benda tajam sekali pakai memerlukan penanganan yang khusus karena benda -

benda ini dapat melukai petugas kesehatan dan juga masyarakat sekitarnya. Cara

pembuangan sampah benda benda tajam :

17

1) Enkapsulasi

Merupakan cara termudah membung benda benda tajam. Benda benda tajam

dikumpulkan dalam wadah anti bocor dan tahan tusuk, setelah penuh masukan

semen dan pasir sampai padat kemudian lakukan penimbunan.

2) Insenerasi

Proses dengan suhu tinggi untuk mengurangi isi dan berat sampah. Penanganan ini

untuk menangani sampah yang tidak dapat di daur ulang.

2. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi 15

Kewaspadaan berdasarkan transmisi diperuntukan bagi pasien yang menunjukan gejala

atau dicurigai terinfeksi atau mengalami kolonisasi dengan kuman yang sangat mudah

menular atau sangat patogen dimana perlu upaya pencegahan tambahan selain

kewaspadaan standar untuk memutuskan rantai penyebaran infeksi. kewaspadaan

transmisi terdiri dari 3 jenis :

a. Airborn Precautions ( kewaspadaan penularan lewat udara)

Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit melalui udara, baik

yang berupa bintik percikan di udara atau pertikel debu yang berisi agen infeksi.

Pencegahannya dengan cara :

1) Penempatan pasien

Tempatkan pasien pada ruangan dengan tekanan negatif termonitor, minimal

pergantian udara enam kali setiap jam, pembuangan udara yang keluar yang

memadai atau penggunaan filter tingkat tinggi termonitor sebelum udara beredar

ke seluruh rumah sakit, jaga agar pintu tetap tertutup dan pasien tetap dalam

ruangan, bila tidak ada ruangan tersendiri maka tempatkan pasien dalam ruangan

dengan pasien lain yang terinfeksi mikroorganisme yang sama.

2) Proteksi respirasi

Gunakan pelindung pernapasan (masker) waktu masuk ke ruangan pasien, tidak

diperbolehkan masuk ruangan pasien bagi orang yang rentan terhadap penyakit

infeksi.

3) Pengangkutan pasien

18

Batasi pemindahan pasien atau pengangkutan pasien hanya untuk hal hal yang

penting saja. Bila pemindahan atau pengangkutan pasien memang diperlukan,

hindari penyebaran infeksi dengan memberikan pasien masker chirurgis.

b. Droplet Precautions ( kewaspadaan penularan lewat droplet)

Kewaspadaan ini ditujukan untuk menurunkan penularan droplet dari kuman patogen

yang infeksius. Penularan terjadi bila partikel yang besar (diameter > 5 mikrometer)

dari orang yang terinfeksi mengenai lapisan mukosa, hidung, mulut atau konjungtiva

mata dari orang yang rentan.Droplet dapat terjadi pada waktu seseorang berbicara,

batuk, bersin ataupun pada saat pemeriksaan jalan napas seperti intubasi. Penularan

droplet memerlukan kontak yang dekat antara sumber dan penerima penularan, karena

percikan besar tidak bisa bertahan lama di udara dan hanya dapat berpindah dari dan

ke tempat yang dekat. cara pencegahannya :

1) Penempatan pasien

Pasien harus ditempatkan di ruangan tersendiri. Bila tidak ada ruangan tersendiri

maka pasien dengan mikroorganisme yang penyebab infeksi yang sama dapat di

rawat di ruang yang sama atau cohort.

2) Pemakaian masker

Masker dipakai bila berada dengan jarak kurang dari 3 kaki dari pasien.

3) Transportasi pasien

Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk keperluan mendesak. Bila

terpaksa memindahkan pasien gunakan masker chirurgis untuk pasien.

c. Contact Precautions

Kewaspadaan yang ditujukan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita

penyakit yang secara epidemologis penting dan ditularkan melalui kontak langsung

(kontak tangan atau kulit ke kulit) yang terjadi selama perawatan rutin, atau kontak

tak langsung (persinggungan) benda di lingkungan pasien. Cara pencegahannya :

1) Penempatan pasien

Pasien harus ditempatkan di ruang tersendiri.

2) Sarung Tangan dan Cuci Tangan

Pakailah sarung tangan waktu masuk atau selama dalam ruang pasien, lepaskan

waktu akan meninggalkan ruangan, kemudian cuci dan gosok tangan dengan anti

kuman. Setelah membuka sarung tangan dan cuci tangan usahakan agar tidak

menyentuh permukaan atau barang apapun yang berpotensi terkontaminasi.

3) Pemakaian gaun

19

Pakailah gaun waktu masuk kamar pasien dan lepaskan gaun saat akan

meninggalkan ruangan. Setelah membuka gaun usahakan agar pakaian tidak lagi

menyentuh permukaan yang berpotensi terkontaminasi.

4) Transport pasien

Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk hal yang penting. Bila

terpaksa harus memindahkan keluar kamar usahakan tetap melaksanakan

precautions.

5) Perawatan lingkungan

Usahakan peralatan baik itu peralatan perawatan, peralatan yang ada disekitar

tempat tidur pasien dan permukaan lain yang sering tersentuh dibersihkan setiap

hari.

6) Peralatan Perawatan pasien

Gunakan peralatan pasien non kritis dan peralatan seperti stetoskop, tensimeter,

rektal termometer masing masing satu untuk satu atau sekelompok pasien kohort

untuk menghindari pemakaian bersama. Bila pemakaian bersama tidak dapat

dihindari maka peralatan tersebut harus selalu dibersihkan dan didesinfeksi

sebelum dipakai untuk satu atau sekelompok pasien lain.

Komponen utama kewaspadaan transmisi adalah :

a. Pemakaian sarung tangan.

b. Pemakaian Alat Perlindungan Diri.

c. Pengelolaan linen dan peralatan makan pasien.

d. Pemprosesan peralatan yang aman.

Terhadap penyakit yang menular atau kondisi yang memungkinkan tertular maka

tenaga medis harus mampu melakukan pencegahan untuk diri sendiri dan terjadinya infeksi

nosokomial. Oleh sebab itu tenaga medis dituntut harus mempunyai pengetahuan yang baik

tentang infeksi nosokomial.

DAFTAR PUSTAKA

20

1. Epidemiology of nosocomial infections. Dalam : Ducel G, Fabry J, Nicolle L, penyunting. Prevention of hospitalacquired infections, a practical guide. Edisi ke-2. Malta : World Health Organization; 2002. h. 4-8. [disitasi 11 September 2015]. Tersedia dari : www.who.int/csr/resources/publications/drugresist/en/whocdscsreph200212.pdf.

2. Bhatia A. Nosocomial infections and IV infusion systems 2004. [disitasi 11 september2015]. Tersedia dari www.expresshealthcaremgmt.com/20040915/management02.shtml.

3. Nosocomial infection. [disitasi 11 September 2015]. Tersedia dari : www.en.wikipedia.org/wiki/Nosocomial_infection

4. Introduction. Dalam : Ducel G, Fabry J, Nicolle L. penyunting. Prevention of hospital-acquired infections, a practical guide. Edisi ke-2. Malta : World Health Organization; 2002. h. 1-3. [disitasi 11 September 2015]. Tersedia dari : www.who.int/csr/resources/publications/drugresist/en/whocdscsreph200212.pdf.

5. Preventing nosocomial infections. [disitasi 11 September 2015]. Tersedia dari : www.reproline.jhu.edu/english/4morerh/4ip/IP_manual/20_Nosocomial.pdf.

6. Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial : Problematika Dan Pengendaliannya. Jakarta: Penerbit Salemba Medika

7. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI :Jakarta. 8. Nguyen QV. Hospital-acquired infections. Last updated 2009 Jan 14. [disitasi 11

September 2015] Tersedia dari : www.emedicine.medscape.com/article/967022-overview .

9. CDC definitions of nosocomial infections. [disitasi 11 September 2015]. Tersedia dari : www.medicalcollege.kku.edu.sa/pgcme/Nosocomial/CDCDefinitions.pdf.

10. Infeksi nosokomial dan kewaspadaan universal. [disitasi 11 September 2015]. Tersedia dari : www.spiritia.or.id/cst/dok/ku1.pdf.

11. Broaddus E, Fu R. Hospital-acquired infections. [disitasi 13 September 2015]. Tersedia dari : www.case.edu/med/epidbio/mphp439/Hospital_Acquired_Infections.htm.

12. Depkes RI. 2007. 13. Pratiwi, S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga14. Prevention of nosocomial infection. Dalam : Ducel G,Fabry J, Nicolle L, penyunting.

Prevention of hospitalacquired infections, a practical guide. Edisi ke-2. Malta :World Health Organization; 2002. h. 30-7. [disitasi 11 September 2015]. Tersedia dari : www.who.int/csr/resources/publications/drugresist/en/whocdscsreph200212.pdf

15. Depkes RI 2003

21