tugas uas 10-52, bab 2 bab 3 halaman dirubah

75
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang pasal 9 (1), UU 23/2002 menyebutkan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Selain itu pula dalam konverensi PBB yang telah ditetapkan pada tahun 1989 mengatakan bahwa anak memiliki sepuluh hak yang paling utama yaitu, hak untuk bermain, hak untuk pendidikan, hak untuk perlindungan, hak untuk mendapatkan nama, hak untuk mendapatkan status kebangsaan, hak untuk mendapatkan makanan, hak untuk mendapatkan akes kesehatan, hak untuk mendapatkan 1

Upload: dini-sahid-1975

Post on 24-Jun-2015

476 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Undang-undang pasal 9 (1), UU 23/2002 menyebutkan

bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam

rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan

minat dan bakatnya. Selain itu pula dalam konverensi PBB yang telah

ditetapkan pada tahun 1989 mengatakan bahwa anak memiliki sepuluh hak

yang paling utama yaitu, hak untuk bermain, hak untuk pendidikan, hak

untuk perlindungan, hak untuk mendapatkan nama, hak untuk mendapatkan

status kebangsaan, hak untuk mendapatkan makanan, hak untuk

mendapatkan akes kesehatan, hak untuk mendapatkan rekreasi, hak untuk

kesamaan, dan hak memiliki peran dalam pembangunan.

Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga,

masyarakat maupun suatu bangsa. Bagaimana kondisi anak pada saat ini,

sangat menentukan kondisi keluarga, masyarakat dan bangsa di masa

depan. Dengan demikian, apabila anak hidup serba berkecukupan, baik

secara fisik-organis maupun psiko-sosialnya, maka SDM di masa depan

1

Page 2: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

2

dapat dipastikan cukup berkualitas. Manusia yang berkualitas, antara lain

memiliki kriteria : cerdas, kreatif, mandiri, berakhlak mulia dan setia kawan.

Hanya dengan SDM yang demikian itu suatu bangsa akan mampu bersaing

dengan bangsa lain dalam era kehidupan global.

Anak akan tumbuh dan berkembang menjadi SDM yang berkualitas,

apabila berbagai kebutuhannya dapat dipenuhi dengan wajar, baik

kebutuhan fisik, emosional maupun sosial. Singgih D. Gunarso (1992)

membagi jenis kebutuhan dasar anak menjadi dua, yaitu kebutuhan

fisiologis-organis dan kebutuhan psikis dan sosial. Kebutuhan fisiologis-

organis adalah kebutuhan pokok, karena terkait langsung dengan

pertumbuhan fisik dan kelangsungan hidup anak. Termasuk ke dalam jenis

kebutuhan ini adalah makan, pakaian, tempat tinggal dan kesehatan. Apabila

kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi, maka akan menyebabkan terjadinya

gangguan pada kondisi fisik dan kesehatan anak. Menurut S.C. Utami

Munandar (1995), perkembangan kecerdasan, kreativitas dan kemandirian

berkaitan erat dan saling menguatkan, yang akan menentukan kualitas

manusia pembangunan di masa depan. Dengan demikian, dampak dari tidak

terpenuhinya kebutuhan fisiologis-organis anak ditandai dengan buruknya

kualitas SDM masa depan, baik secara fisik maupun tingkat kecerdasannya.

Kemudian psikis dan sosial adalah jenis kebutuhan yang berkaitan dengan

perkembangan emosional dan kepribadian anak. Termasuk ke dalam

kebutuhan psikis dan social adalah kebutuhan kasih sayang, rasa aman,

perlindungan, jauh dari perasaan takut, kecemasan, kebebasan menyatakan

Page 3: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

3

diri, mengadakan hubungan dengan sesama teman, pergaulan dan harga

diri.

Hal inilah yang terjadi pada anak-anak Indonesia yang orang tuanya

bekerja sebagai buruh kelapa sawit di Sabah, Malaysia Timur. Mereka

melakukan migrasi dari daerah tertinggal yang ada di Indonesia ke wilayah

timur Malaysia hanya untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik agar

mereka dapat memenuhi kebutuhan keluarganya dengan layak. Pekerjaan

apapun akan mereka ambil demi mencari sesuap nasi. Salah satunya adalah

dengan menjadi buruh kelapa sawit itu. Pekerja kelapa sawit yang

notabenenya diupah dengan gaji yang sedikit dan terikat kontrak antara

sepuluh tahun hingga dua puluh tahun menjadikan imigran tersebut tidak

memiliki pilihan selain tinggal di Negara migrasi selama berpuluh-puluh tahun

dan otomatis mereka berkeluarga hingga memiliki berbagai generasi, hal

inilah yang menyebabkan anak imigran tidak memiliki warga Negara yang

sah, yang mereka tahu hanyalah mereka sebagian dari warga Negara

Malaysia keturunan Indonesia, inilah yang terjadi di Sabah Malaysia Timur,

seperti yang dituturkan oleh Dadang Hermawan selaku Kepala Sekolah

Indonesia Kota Kinabalu.

Pengaruh latar belakang pendidikan orang tua TKI-lah yang

menyebabkan anak kurang dapat mengenyam pendidikan yang selayaknya

dibutuhkan bagi anak Indonesia. Dari sekitar 380 anak yang berada di SIKK,

hampir 90% berasal dari keluarga ekonomi kebawah, dan rata-rata orang tua

mereka bekerja sebagai buruh kelapa sawit. Dadang Hermawan

Page 4: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

4

menyebutkan bahwa rata-rata orang tua mereka memang berasal dari etnis

bugis dan flores, dan uniknya lagi mereka berasal dari daerah yang sangat

pelosok sehingga orang tua mereka pun tidak melek akan pendidikan seperti

layaknya orang yang ada di daerah maju. Rata-rata dari orang tua yang ada

di SIKK bernasib sama dengan anak-anaknya, yaitu mereka belum pernah

mengenyam pendidikan, atau bahkan tidak sama sekali mampu membaca

dan menulis. Hal inilah yang menjadi bukti akan kesadaran pentingnya

pendidikan sangat minim sekali, mereka lebih senang jika menyuruh anak

mereka untuk bekerja membantu keluarganya untuk dapat menyambung

hidup sekeluarga.

Faktanya, ada 5 juta TKI Indonesia, baik legal maupun ilegal yang

mengadu nasib di sana. Ironisnya, tak semua anak-anak TKI tersebut punya

kesempatan menimba ilmu di sekolah. Padahal, sebagai generasi penerus

bangsa, anak-anak itu wajib menuntut ilmu setinggi-tingginya. Saat ini,

sekitar 24.199 anak usia sekolah jenjang pendidikan dasar yang terlunta-

lunta. Banyak anak-anak TKI yang berusia sekitar 13 tahun hingga saat ini

tidak dapat membaca (http://ruleerico.blogspot.com/2009/12/24200-anak-tki-

di-malaysia-perlu_2244.html, diakes tanggal 1 Maret 2010).

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Berry (2007)

menyebutkan bahwa masalah yang dialami oleh anak imigran adalah masih

kentalnya budaya dan norma-norma yang dianut oleh imigran dari negara

asalnya, selain itu juga proses akulturasi budaya Negara tujuan

Page 5: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

5

menyebabkan anak imigran menemukan banyak kesulitan untuk bisa

bertahan hidup di Negara tujuannya tersebut.

Keberhasilan anak imigran di bidang aka demik juga didukung oleh

adanya kehadiran orang tua, anak imigran yang sukses di sekolah pasti

memiliki orang tua yang bertanggung jawab dalam migrasi keluarga mereka

ke Negara tujuan. Selain itu keahlian, motivasi, dan stimulasi dari orang tua

juga merupakan kunci keberhasilan mengembangkan kesuksesan anak di

Negara tujuan (Card, 2205; Chiswick & DebBurman, 2004; Feliciano, 2001).

Hambatan yang mereka temui yang dapat menyebabkan lemahnya

anak imigran untuk dapat berprestasi di Negara tujuannya yaitu rendahnya

penghasilan yang diterima oleh orangtuanya, kurang mengerti dengan gaya

pengasuhan dari Negara tujuannya, buruknya penguasaan bahasa Negara

migrasi tersebut, dan kurang perhatiannya orang tua pada program

pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah anaknya tersebut (Coll &

Magnuson, 1997).

Anak imigran mungkin akan menghadapi hambatan yang

berhubungan dengan kemiskinan, walaupun beberapa orang tua akan

meminta bantuan kepada saudara terdekat yang memiliki akademis yang

tinggi sebagai factor pendorong dalam kesempatan untuk pendidikan anak-

anak mereka. Untuk orang tua imigran lainnya, pendidikan bertaraf rendah

akan menjadikan factor resiko bagi prestasi anak mereka. Struktur dalam

keluarga akan menambah tingkat kesulitan dengan taraf yang lebih tinggi

Page 6: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

6

dari kedua orang tua yang imigran daripada keluarga yang bukan imigran

(Fernandez, 2004).

Menurut perarturan Malaysia tentang ketenaga kerjaan asing,

Malaysia melarang anak tenaga kerja asing illegal bersekolah di sekolah

kebangsaan atau sekolah yang dimiliki pemerintah. Hal ini menyebabkan

seluruh anak buruh yang ada di seluruh Malaysia terancam tidak bisa

mengecap pendidikan. Oleh karena itu banyak sekali dijumpai khususnya di

daerah Sabah anak yang tidak mengenal membaca dan menulis atau buta

aksara. Namun semenjak 17 Maret 2009, pemerintah Indonesia bekerja

sama dengan pemerintah Malaysia menandatangani Joint Statement

mengenai kerja sama antara kedua belah pihak di bidang pendidikan,

dimana Malaysia menyetujui adanya pengadaan lembaga pendidikan resmi

baik formal maupun non-formal di wilayah Sabah, Malaysia Timur.

Dari perjanjian di atas maka pemerintah Indonesia membuka Sekolah

Indonesia Kota Kinabalu yang difokuskan memberikan pelayanan pendidikan

untuk anak Tenaga Kerja Indonesia yang berada di kawasan Sabah.

Berdasarkan SK Mendiknas Tahun 2008 SIKK didirikan dalam rangka

memberikan akses pendidikan terhadap anak-anak Indonesia yang tinggal di

Sabah baik melalui pendidikan Formal maupun Non-Formal. Hal ini

didasarkan data dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia Kota Kinabalu

bahwa anak-anak Indonesia yang berada pada usia sekolah berkisar 24.199

anak. Dari jumlah tersebut sekitar 9.000 telah ditangani melalui NGO

International HUMANA dan unsur-unsur masyarakat yang berada di Sabah-

Page 7: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

7

Malaysia (http://www.sikk.edu.my/?page_id=21, diakses pada tanggal 1

Maret 2010).

Namun kendala banyak ditemui ketika sekolah Indonesia kota

kinabalu itu mulai dirintis menurut Dadang Hermawan selaku kepala sekolah

SIKK, salah satunya adalah hampir sekitar 8% dari jumlah keseluruhan siswa

kelas 1 hingga kelas 6 SD mengalami kesulitan dalam membaca, hal ini

sangat berpengaruh terhadap prestasi mereka di sekolah. Dan rata-rata anak

yang kesulitan membaca ini sudah berumur lebih dari 12 tahun atau bahkan

ada yang 15 tahun namun belum bisa merangkai kata dengan benar. Dari

data yang diperoleh kesulitan membaca yang dialami anak SIKK terbagi

menjad dua klasifiasi, yaitu anak yang benar-benar tidak bisa membaca

sama sekali dan anak yang sudah mengenal huruf tapi belum bisa

memahami arti dari bacaan tersebut. Rentang kelasnya sangat bervariasi

sekali antara kelas 3 SD hingga kelas 6 SD.

Faktor social ekonomi keluarga termasuk pemasukan rumah tangga,

pendidikan non-formal, dan struktur keluarga adalah kunci indicator dari

ekonomi dan sumber psikologi sering dihubungkan dengan pendidikan anak

(Foster, 2002; Fotruba-Dr Zal,2006;Yung, Linver dan Brooks- gunn, 2002) ,

selain itu factor social ekonomi keluarga menjadi bagian dari rasa atau etnis

dalam mendapatkan prestasi akademik (Conger et al., 2002; G. Duncan dan

Brooks Gunn, 1997; G. Duncan & Magnuson, 2005; Jeencks & Philips,

1998).

Page 8: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

8

Bayangkan saja anak-anak TKI yang berada di perkebunan sawit

membutuhkan waktu sekitar dua jam untuk dapat sampai ke sekolah

Indonesia, selain itu karena terbatasnya sarana dan prasarana rata-rata

siswa-siswa Sekolah Indonesia tersebut belum mampu membaca ataupun

menulis dengan lancar padahal mereka sudah duduk di bangku kelas 3 SD

(http://www.sikk.edu.my, diakses tanggal 11 Februari 2009). Hal inilah yang

menjadi pokok permasalahan dari siswa siswi yang berada di daerah

terpencil.

Membaca adalah kemampuan yang mutlak dimiliki oleh setiap

manusia. Dengan membaca kita bisa tahu beragam informasi dan wawasan

dari buku, surat kabar, atau media lainnya. Membaca bukanlah sekadar

tentang pengenalan huruf dan kata. Dennison menyebutkan dalam bukunya

Brain Gym in Me (2008), Dennison juga mendefinisikan bahwa membaca

adalah penulisan kembali teks secara aktif dimana pembaca secara

bersamaan menguraikan kata-kata dan mendengarkan dirinya sendiri

bercerita. Membaca adalah satu permainan tebak-tebakan secara terpelajar

dimana pikiran mengantisipasi apa yang akan terjadi, namu menunggu untuk

melihat apakah tebakannya betul. Jika mata, telinga, gerakan dan rasa

sentuhan si pembaca semakin relaks dan terkoordinasi, dia akan semakin

mampu meneliti informasinya untuk mendukung tebakannya. Perhatian

adalah kemampuan pembaca untuk mengetahui kemana ia akan pergi,

sehingga akal sehatnya dapat mendukung perjalanannya dan bukannya

malah menjauhkannya.

Page 9: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

9

Dalam risetnya yang dilakukan oleh Dennison (2008), ia

mengemukakan bahwa proses membaca seseorang –bagaimana dia

mempertautkan tubuh, mata, dan telinganya dengan halaman buku- dapat

memengaruhi tidak hanya tingkat stress visualnya, tetapi juga

kemampuannya untuk berkonsentrasi, berpikir, dan mengingat,

mengorganisasikan informasi, atau berkomunikasi dengan orang lain. Lebih

jauh lagi Dennison (2008) menyimpulkan bahwa orang yang tidak

mempunyai keterampilan fisik tertentu dalam membaca dapat mengalami

ketegangan-ketegangan otot –misalnya di leher, bahu, atau pinggul- yang

dapat memengaruhi tingkat gula darah, sistem autoimun, dan bukan

kesehatannya selama hidup.

Secara umum sebab-sebab kurang lancarnya membaca dapat

berasal dari beberapa faktor. Djamarah (2002:201) mengelompokkannya ke

dalam dua kategori, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

adalah faktor penyebab yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri.

Penyebab yang muncul dari dalam diri antara lain bisa bersifat:

1. kognitif (ranah cipta), seperti: rendahnya kapasitas intelektual/

inteligensi siswa,

2. afektif (ranah rasa), seperti: labilnya emosi dan sikap, dan

3. psikomotor (ranah karsa), seperti: terganggunya alat-alat indra

penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga)

Page 10: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

10

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar, yang meliputi

semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas

belajar siswa. Faktor lingkungan ini meliputi:

1. lingkungan keluarga, contohnya: kurangnya ketersediaan

waktu orang tua dalam mengarahkan anak untuk dapat belajar

membaca.

2. lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: jarak

antara rumah dengan sekolah yang jauh dan terbatasnya

fasilitas untuk belajar mengajar.

3. lingkungan sekolah, contohnya: kurangnya guru-guru yang

berkompeten dalam proses belajar mengajar.

Seiring ungkapan yang dikemukakan oleh Peter Kline, penulis The

Everyday Genius bahwa “Learning is most effective when it’s fun” (Dryden &

Jeannette, 2001), maka penelitian ini mencoba memperkenalkan suatu teknik

yang dapat membantu kreativitas guru dalam menciptakan suasana belajar

yang menyenangkan. Menyenangkan dalam hal ini berarti anak berada

dalam keadaan yang sangat rileks, tidak ada sama sekali ketegangan yang

mengancam dirinya baik fisik maupun non fisik. Keadaan tersebut akan

memberikan kenyamanan tersendiri bagi siswa dalam belajar dan akan

melapangkan jalan bagi siswa dalam mendayagunakan seluruh potensi yang

dimilikinya. Dalam kondisi tersebut, situasi belajar akan menjadi kondusif,

siswa akan kerasan tinggal di kelas dan motivasi belajar akan meningkat.

Oleh karena itu dirasa program Brain Gym sangat diperlukan, karena Brain

Page 11: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

11

Gym adalah suatu kegiatan yang terdiri dari berbagai macam gerakan

menyenangkan untuk meningkatkan kemampuan belajar seseorang dengan

menggunakan keseluruhan otak. Rangkaian gerakan pada keseluruhan

senam otak dibuat untuk merangsang seluruh bagian otak, baik otak kanan,

otak kiri, otak depan maupun otak belakang secara sinergis

(http://kikil.com/health-center/t-optimalkan-kecerdasan-dengan-brain-gym-

16594.htm).

Senam otak (Brain Gym) ditemukan oleh Paul E.Dennison, Ph.D dan

istrinya Gail E. Dennison sebagai bagian dari Educational-Kinesiology.

Senam otak adalah bagian dari Edu-K yang menekankan gerakan tubuh

untuk menyelaraskan fusngi dan penggunaan otak. Rangkaian gerakan-

gerakan dalam senam otak bisa mengordinasikan tubuh dan otak. Senam

otak terdiri dari beberapa gerakan sederhana yang dapat memudahkan

kegiatan belajar dan mengatasi gangguan-gangguan belajar pada anak.

Gerakan-gerakan dalam senam otak dilakukan dengan intensitas yang cepat

dan menarik sehingga dapat meningkatkan semangat anak setelah

melakukan rangkaian gerakan senam otak ini (Gunadi, 2009).

Kerja sama antara otak kanan dan otak kiri mutlak diperlukan oleh

anak agar potensi dan tumbuh kembang otaknya menjadi optimal.

Menyeimbangkan kinerja belahan otak bukanlah hal yang mustahil. Bila kerja

sama antara otak kiri dan otak kanan kurang baik, gerakan seseorang

cenderung kaku dan terkadang yang mereka katakan berbeda dengan yang

Page 12: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

12

mereka maksudkan. Kerja sama otak yang buruk juga dapat menjadi salah

satu penyebab anak mengalami kesulitan membaca dan menulis.

Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia.

Secara teoritis, membaca adalah suatu proses rumit yang melibatkan

aktivitas auditif (pendengaran) dan visual (penglihatan), untuk memperoleh

makna dari simbol berupa huruf atau kata. Aktivitas membaca meliputi 2

proses, yaitu proses membaca teknis dan proses memahami bacaan. Proses

memahami bacaan merupakan kemampuan anak untuk menangkap makna

kata yang tercetak. Pada waktu melihat tulisan “adik minum”, anak tahu

bahwa yang minum bukan ayah, atau adik dalam tulisan itu tidak sedang

makan. Penguasaan kosakata sangat penting dalam memahami kata-kata

dalam bacaan (Grainger, 2003). Dalam buku yang dikarang oleh Denisson

mengenai Brain Gym, ia menyampaikan bahwa ada beberapa gerakan yang

memang ditujukan untuk membaca yaitu pompa betis, lambaian kaki, dan

pasang kuda-kuda, hal ini bertujuan untuk memusatkan perhatian melibatkan

antisipasi dan internalisasi bahasa.

Upaya-upaya dalam menuntaskan buta huruf pada anak yang

bermasalah ini sudah sering dilakukan. Salah satunya adalah dengan cara

pengayaan yang dilakukan oleh guru-guru setelah jam pelajaran berakhir,

namun tetap saja ada kendala yang berarti. Yang menjadi penyebab adalah

phoneme yang dipakai di Malaysia mengacu pada bahasa Inggris, seperti

abjad A mereka sebut Ai, B mereka sebut Bi, dan sebagainya. Mereka

terbiasa memakai phoneme Negara mereka tinggal sebagai bahasa sehari-

Page 13: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

13

hari mereka. Dan ini sangat menyulitkan murid-murid untuk dapat belajar

membaca. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui apakah gerakan-

gerakan Brain Gym ini dapat memengaruhi pemahaman anak dalam

membaca.

Berdasarkan dari uraian di atas, maka rumusan masalah yang peneliti

ajukan adalah apakah ada pengaruh antara pelatihan Brain Gym dengan

pemahaman membaca pada murid Sekolah Indonesia Kota Kinabalu. Oleh

karena itu maka pnelitian ini berjudul “Pengaruh Pelatihan Brain Gym

terhadap pemahaman membaca pada anak kelas 4 hingga 6 SD Sekolah

Indonesia Kota Kinabalu”.

B. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pelatihan Brain Gym terhadap

pemahaman membaca pada anak kelas 4 hingga 6 SD Sekolah Indonesia

Kota Kinabalu.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis :

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pengetahuan pada umumnya, dan

pengembangan pengetahuan yang sejenis khususnya

Page 14: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

14

yang berhubungan dengan psikologi perkembangan dan

psikologi pendidikan.

b. Dapat memberikan sumbangan pengetahuan untuk

berbagai macam jenis upaya-upaya terapi dalam

mengatasi kesulitan membaca.

2. Manfaat Praktis :

a. Bagi orang tua, sebagai panduan untuk memberikan

latihan senam otak yang dapat mengoptimalkan

kecerdasan anak yang dapat diaplikasikan di rumah.

b. Bagi pendidik, sebagai bantuan atau alternative dalam

mengatasi masalah kesulitan membaca yang sering

dialami oleh sekolah-sekolah terpencil.

c. Bagi masyarakat, sebagai informasi untuk

menyeimbangkan antara otak kanan dengan otak kiri.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian BrainGym yang menunjang kemampuan akademik telah

banyak dilakukan, seperti kemampuan berhitung, A Study on Brain

Gym® and Its Effects on Mathematics : “Creating a Win-Win Situation in

a Canadian Grade School.” Liz Jones Twomey, Ontario, Canada.

[Between 1997 and 2000, mathematics scores went from 33 percent to

92 percent.] From Brain Gym® Journal, Nov. 2002, Volume XVI, No. 3.

Karena proses belajar selalu melibatkan proses kognitif, maka penelitian

Page 15: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

15

Brain Gym® juga telah dilakukan untuk meningkatkan daya ingat.

Penelitian tentang “Pengaruh BrainGym® untuk Meningkatkan Daya

Ingat Siswa Taman Kanak-kanak” Pratiwi, 2008, telah memberikan hasil

adanya peningkatan perhatian dan respon yang lebih cepat serta

peningkatan kemampuan untuk menangani kompleksitas aktivitas belajar.

Penelitian mengenai Pengaruh Brain gym® terhadap pemahaman

membaca pernah dilakukan di Luar Negeri, yaitu salah satunya yang

diteliti oleh Stacey P. Bundens (2000) dengan judul brain gym and its

effect on the reading comprehension of third grade students with learning

disabilities, dengan 14 subjek yang mengalami kesulitan belajar, dan

hasilnya ditemukan bahwa ada pengaruh antara pemberian gerakan

brain gym terhadap pemahaman membaca pada anak yang mengalami

gangguan belajar.

Selain itu di dalam negeri sendiri pernah diteliti mengenai

pengaruh Brain Gym terhadap kecakapan Berhitung pada anak Sekolah

Dasar yang diteliti oleh Prihastuti (2006), dan hasilnya ditemukan bahwa

efek pemberian perlakuan Brain Gym pada siswa Kelas 3 SD Percobaan

2 Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta cukup efektif.

1. Keaslian topik

Sebelumnya pernah dilakukan penelitian mengenai

pemahaman dalam membaca yang pernah dilakukan oleh

P. Bundens yang dilakukan pada tahun 2002, dengan

judul brain gym and its effect on the reading

Page 16: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

16

comprehension of third grade students with learning

disabilities. Jadi topic penelitian yang penulis lakukan

adalah replikasi dari penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya.

2. Keaslian teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan

penelitian yang ada sebelumnya, dimana disini penulis

menggunakan teori pemahaman membaca dari Allyn dan

Bacon. Jadi teori penelitian ini dapat dikatakan asli.

3. Keaslian alat ukur

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur pemahaman

membaca adalah dengan menggunakan tes kemampuan

membaca pemahaman. Alat ukur ini merupakan alat ukur

yang bersifat modifikasi, dimana tes terdahulunya pernah

diuji cobakan oleh Eva Agustina pada anak kelas VI SD

Kudus.

4. Keaslian subjek penelitian

Karakteristik subjek dalam penilitian ini belum pernah di

teliti sebelumnya, karena pada penelitian ini mengambil

subjek murid kelas 4 hingga 6 SD yang mengalami

gangguan dalam memahami bacaan yang berada di SIKK

Malaysia, maka dapat dikatakan subjek dalam penelitian

ini adalah asli.

Page 17: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PEMAHAMAN MEMBACA

I. Definisi Pemahaman Membaca

Berkembangnya beraneka ragam pengertian membaca

dilatarbelakangi oleh dua hal yaitu suatu kenyataan bahwa membaca adalah

sesuatu yang rumit dan faktor teori atau pendekatan yang digunakan (Oka,

1983:13). Sedangkan penganut teori persepsi menganggap membaca

sebagai mempersepsi yaitu memberikan respon bermakna kepada simbol-

simbol grafis yang telah dikenal. Pendapat dari sisi linguistik juga

menjelaskan bahwa membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan

pembacaan sandi (a recording dan decoding process). Pembacaan sandi

(decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan

makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan

tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang bermakna (Anderson dan Tarigan,

1994:7).

Membaca pun dapat diartikan suatu metode yang dipergunakan untuk

berkomunikasi dengan diri sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain,

1

Page 18: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

18

yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada

lambanglambang tertulis. Kemampuan untuk melihat lambang-lambang

tertulis dan mengubahnya adalah melalui fonik agar membaca lisan phonics-

suatu metode pengajaran membaca, ucapan ejaan berdasarkan interpretasi

fonetik terhadap ejaan biasa) ( Anderson dan Tarigan, 1994:8).

Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan

banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan

aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses

visual membaca merupakan proses menerjemahkan symbol tulis (huruf) ke

dalam kata-kata lisan. Sebagai suatu proses berpikir, membaca mencakup

aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis,

dan pemahaman kreatif. Pengenalan kata bisa berupa aktivtas membaca

kata-kata dengan menggunakan kamus (Crawley dan Mountain, 1995).

Membaca (reading) adalah kemampuan untuk memahami diskursus

tertulis. Membaca membutuhkan penguasaan aturan dasar dalam fonologi,

morfologi, sintaksis, dan semantic. Anak yang kemampuan tata bahasanya

buruk, baik dalam konteks bicara atau mendengar dan tidak memahami apa

maksud dari ucapan “mobil itu diseruduk oleh truk”, maka ia juga tidak akan

memahami maknanya ketika pernyataan itu dalam bentuk tulisan. Apabila

anak tidak bisa menentukan kepada siapa acuan dari suatu kata ganti, maka

ia tak akan mampu memperoleh pemahaman dari membaca (Santrock,

2004).

Page 19: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

19

Tiga istilah sering digunakan untuk memberikan komponen dasar dari

proses membaca, yaitu recording, decoding, dan meaning. Recording

merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan

bunyi-bunyinya sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan, sedangkan

proses decoding (penyandian) merujuk pada proses penerjemahan

rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Proses recording dan decoding

biasanya berlangsung pada kelas-kelas awal, yaitu SD kelas (I, II, dan III)

yang dikenal dengan istilah membaca permulaan. Penekanan membaca

pada tahap ini ialah proses perceptual, yaitu pengenalan korespondensi

rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa. Sementara itu proses

memahami makana (meaning) lebih ditekankan di kelas-kelas tinggi SD

(Syafi`ie, 1999).

Di samping keterampilan decoding, pembaca juga harus memiliki

keterampilan memahami makna (meaning). Pemahaman makna berlangsung

melalui berbagai tingkat, mulai dari tingkat pemahaman literal sampai kepada

pemahaman interpretative, kreatif, dan evaluative. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa membaca merupakan gabungan proses perseptual dan

kognitif, seperti dikemukakan oleh Crawley dan Mountain (1995).

Menurut pandangan tersebut, membaca sebagai proses visual

merupakan proses menerjemahkan symbol tulis ke dalam bunyi. Sebagai

suatu proses berpikir, membaca mencakup pengenalan kata, pemahaman

literal, interpretasi, membaca kritis (critical reading), dan membaca kreatif

(creative reading). Membaca sebagai proses linguistic, schemata pembaca

Page 20: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

20

membantunya membangun makna, sedangkan fonologis, semantic, dan fitur

sintaksis membantunya mengkomunikasikan dan menginterpretasikan

pesan-pesan. Proses metakognitif melibatkan perencanaan, pembetulan

suatu strategi, pemonitoran, dan pengevaluasian. Pembaca pada tahap ini

mengidentifikasi tugas membaca untuk membentuk strategi membaca yang

sesuai, memonitor pemahamannya, dan menilai hasilnya.

Sedangkan Klein, dkk. (1996) mengemukakan bahwa definisi

membaca mencakup (1) membaca merupakan suatu proses, (2) membaca

adalah strategis, dan (3) membaca merupakan interaktif. Membaca

merupakan suatu proses dimaksudkan informasi dari teks dan pengetahuan

yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam

membentuk makna.

Membaca juga merupakan suatu strategis. Pembaca yang efektif

menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan

konteks dalam rangka mengkonstruk makna ketika membaca. Strategi ini

bervariasi sesuai dengan jenis teks dan tujuan membaca.

Membaca adalah interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks

tergantung pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang

bermanfaat, akan menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks

yang dibaca seseorang harus mudah dipahami (readable) sehingga terjadi

interaksi antara pembaca dan teks.

Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk

memahami yang tersirat dari yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung

Page 21: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

21

dalam kata-kata yang tertulis. Tingkatan hubungan antara makna yang

hendak dikemukakan oleh penulis demgan interpretasi pembaca turut

menentukan kecepatan membaca pula. Makna bacaan tidak terletak pada

halaman tertulis tetapi berada pada pikiran pembaca (Tarigan, 1994:8).

Membaca pemahaman adalah merupakan sejenis membaca yang

bertujuan untuk memahami menurut cara dalam Wiryodijoyo (1989 : 1),

membaca pemahaman adalah 2 tingkat proses penerjemahan dan

pemahaman, pengarang menulis kode dan pembaca mengartikan kode.

Sedangkan menurut Zints dalam Wiryodijoyo (1989 : 11) adalah

kemampuan menerjemahkan kata-kata penulis sehingga menimbulkan

pikiran pikiran atau ide-ide yang berguna bagi pembaca, seperti yang

terkandung dalam bacaan.

Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa ada banyak definisi

membaca. Namun untuk pembahasan selanjutnya, pengertian membaca dan

pemahaman membaca akan dibahas dari sudut pandang sistem pengolahan

kognitif. Berdasarkan sudut pandang ini, proses membaca dijabarkan

sebagai usaha untuk memperoleh makna bacaan yang diarahkan oleh: (a)

pengetahuan seseorang yang telah disimpan dalam ingatan jangka

panjangnya, dan (b) informasi yang didapat dari bacaan.

Menurut RAND, institusi non-profit yang membantu dalam penelitian-

penelitian ilmiah di Amerika menyebutkan bahwa, pemahaman membaca

atau reading comprehension adalah proses stimulant dimana terjadi

Page 22: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

22

penambahan dan pembentukan arti melalui interaksi dan keterlibatan pada

bahasa tulisan (Snow, 2002, p. 11).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman

adalah suatu proses membaca yang bertujuan untuk memahami ide-ide

bacaan. Jadi dalam kegiatan ini pembaca tidak hanya dituntut untuk tahu isi

bacaan namun memahami isi bacaan, memahami artinya mengerti, mampu

menafsirkan, menganalisis, mengartikan dan meramalkan atau

mengevaluasi.

II. Aspek-aspek Pemahaman Membaca

Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang

dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (high order). Aspek ini

mencakup :

1. Memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal,

retorikal);

2. Memahami signifikansi atau makna ( a. l. maksud dari

tujuan pengarang, relevansi/keadaan kebudayaan, dan

reaksi pembaca).

3. Evaluasi atau penilaian (isi, bentuk);

4. Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah

disesuaikan dengan keadaan (Broughton dalam Tarigan,

1994).

Page 23: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

23

Ada dua aspek penting dalam membaca pemahaman, yaitu aspek

struktural dan aspek fungsional. Aspek struktural akan diperkuat bila

seseorang memiliki pengetahuan awal (prior knowledge) yang berkaitan erat

dengan topik bacaan. Misal seorang penggemar dan pemain sepak bola

akan mudah sekali memahami bacaan mengenai olahraga sepak bola.

Aspek fungsional akan diperkuat bila seseorang memiliki sasaran dalam

membaca dan trampil menggunakan aneka variasi strategi membaca. Aspek

struktural dan fungsional akan meningkat dengan bertambahnya usia anak.

Anak yang lebih tua akan lebih baik pemahaman bacaannya sebab mereka

memiliki pengetahuan awal yang lebih sistematis, kerangka pikir jenis bacaan

yang beraneka ragam dan pengetahuan strategi membaca yang lebih

lengkap (Allyn & Bacon, 2002).

Pada dasarnya kegiatan membaca terdiri atas dua bagian, yaitu

proses dan produk (Syafie`ie, 1993, Burns dkk., 1996). Proses membaca

mencakup sembilan aspek untuk menghasilkan produk.

a. Proses Membaca

Membaca merupakan proses yang kompleks. Proses ini

melibatkan jumlah kegiatan fisik dan mental. Menurut Burns

dkk. (1977:7), proses membaca terdiri dari sembilan aspek

yaitu sensori, perseptual, urutan, pengalaman, pikiran,

pembelajaran, asosiasi, sikap, dan gagasan.

Page 24: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

24

1) Proses membaca dimulai dengan sensori visual

yang diperoleh melalui ungkapan simbol-simbol

grafis melalui indra penglihatan.

2) Kegiatan berikutnya adalah tindakan perseptual,

yaitu aktivitas mengenal suatu kata sampai pada

suatu makna berdasarkan pengalaman yang lalu.

Kegiatan persepsi melibatkan kesan sensori yang

masuk ke otak, ketika seseorang membaca otak

menerima gambaran kata-kata, kemudian

mengungkapkannya dari halaman cetak

berdasarkan pengalaman pembaca sebelumnya.

3) Aspek urutan dalam proses membaca merupakan

kegiatan mengikuti rangkaian tulisan yang tersusun

secara linear, yang umumnya tampil pada satu

halaman dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah

(Burns dkk., 1996).

4) Pengalaman merupakan aspek penting dalam

proses membaca. Anak-anak yang mempunyai

pengalaman yang banyak akan mempunyai

kesempatan yang lebih luas dalam mengembangkan

pemahaman kosa kata dan konsep yang mereka

hadapi dalam membaca dibandingkan dengan anak-

anak yang mempunyai pengalaman terbatas.

Page 25: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

25

5) Membaca merupakan proses berpikir. Untuk dapat

memahami bacaan, pembaca terlebih dahulu harus

memahami kata-kata dan kalimat yang dihadapinya

melalui proses asosiasi dan eksperimental

sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

6) Mengenal hubungan antara simbol dengan bunyi

bahasa dan makna merupakan aspek asosiasi

dalam membaca. Anak-anak belajar

menghubungkan simbol-simbol grafis dengan bunyi

bahasa dan makna.

7) Aspek afektif merupakan proses membaca yang

berkenaan dengan kegiatan memusatkan perhatian,

membangkitkan kegemaran membaca, dan

menumbuhkan motivasi membaca ketika sedang

membaca (Burns dkk., 1996).

8) Aspek pembelajaran hendaknya dapat dilakukan

oleh guru dengan cara membimbing siswanya

dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang

memungkinkan mereka bisa meningkatkan

kemampuan berpikirnya.

9) Aspek kesembilan adalah aspek pemberian

gagasan. Aspek gagasan dimulai dengan

penggunaan sensori dan perseptual dengan latar

Page 26: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

26

belakang pengalaman dan tanggapan afektif serta

membangun makna teks yang dibacanya secara

pribadi. Makna dibangun berdasarkan pada teks

yang dibacanya, tetapi tidak seluruhnya ditemui

dalam teks.

b. Produk Membaca

Produk membaca merupakan komunikasi dari pemikiran dan

emosi antara penulis dan pembaca. Komunikasi juga bisa

terjadi dari konstruksi pembaca melalui intergasi pengetahuan

yang telah dimiliki pembaca dengan informasi yang disajikan

dalam teks.

Lebih lanjut Burns, dkk. (1996) mengemukakan bahwa strategi

pengenalan kata, sebagian bagian dari aspek asosiasi dalam

proses membaca merupakan sesuatu yang esensial.

Pemahaman membaca tidak hanya berupa aktivitas menyadi

(decoding) simbol-simbol ke dalam bunyi bahasa, tetapi juga

membangun (construct) makna ketika berinteraksi dengan

halaman cetak.

Di samping kemampuan yang dituntut dalam melaksanakan

kegiatan, berbagai aspek proses membaca pun harus dipenuhi

oleh pembaca. Aspek kesembilan akan diperoleh apabila

aspek-aspek proses membaca yang lain telah bekerja secara

harmonis.

Page 27: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

27

III. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pemahaman Membaca

Banyak faktor yang memengaruhi kemampuan membaca, baik

membaca permulaan maupun membaca lanjut (membaca pemahaman).

Faktor-faktor yang memengaruhi membaca permulaan menurut Lamb dan

Arnold (1976) ialah faktor fisiologis, intelektual, lingkungan dan psikologis.

a. Faktor fisiologis

Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan

neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan

kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak untuk

belajar, khususnya belajar membaca. Beberapa ahli

mengemukakan bahwa keterbatasan neurologis dan

kekurang matangan secara fisik merupakan salah satu

faktor yang dapat menyebabkan anak gagal dalam

meningkatkan kemampuan membaca pemahaman

mereka. dalam hal ini jika penulis melakukan observasi

pada tahap awal, kondisi fisik subjek tidak begitu menjadi

masalah, mereka terlihat normal dan tidak ada gangguan

yang berarti dari segi fisiologis.

Walaupun tidak mempunyai gangguan pada alat

penglihatannya, beberapa anak mengalami kesukaran

belajar membaca. Hal itu dapat terjadi karena belum

berkembangnya kemampuan mereka dalam membedakan

Page 28: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

28

symbol-simbol cetakan, seperti huruf-huruf, angka, dan

kata-kata.

b. Faktor intelektual

Istilah inteligensi didefinisikan oleh Heinz sebagai suatu

kegiatan berpikir yang terdiri dari pemahaman yang

esensial tentang situasi yang dberikan dan meresponnya

secara tepat (Page, dkk., 1980).

Penelitian Ehansky (1963) dan Muehl dan Forell (1973)

yang dikutip oleh Harris dan Sipay (1980) menunjukkan

bahwa secara umum ada hubungan positif antara

kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan rata-rata

peningkatan remedial membaca.

c. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan juga memengaruhi kemajuan

kemampuan membaca siswa. Faktor lingkungan itu

mencakup (1) latar belakang dan pengalaman siswa di

rumah, dan (2) social ekonomi keluarga siswa.

Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai dan

kemampuan bahasa anak. Kondisi di rumah memengaruhi

pribadi dan penyesuaian diri anak dalam masyarakat.

Kondisi itu pada gilirannya dapat membantu anak, dan

dapat juga menghalangi anak belajar membaca. Dalam

kaitannya dengan subjek pada penelitian ini, kurangnya

Page 29: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

29

perhatian orang tua terhadap anaknya mengakibatkan

anak kurang mendapat stimulasi pendidikan yang

mempengaruhi hidup subjek selanjutnya selain itu latar

belakang tempat tinggal mereka yang jauh dari pusat kota

menjadi penghambat mereka dalam mendapatkan

pendidikan. Oleh karena itu, tak heran 9 orang dalam

subjek ini sudah berumur 15 tahun tetapi belum bisa

memahami arti dari suatu bacaan.

d. Faktor psikologis

Motivasi siswa, minat membaca, dan kematangan social,

emosi, dan penyesuaian diri menjadi faktor penting dalam

memengaruhi kemajuan kemampuan membaca atau

memahami bacaan anak.

Pemahaman kita terhadap apa yang dibaca bergantung kepada

sejumlah kemampuan, kemampuan yang dimaksud adalah (Sternberg, 2006)

a. Kemampuan dalam mengakses makna kata-kata, entah

dari memori atau berdasarkan konteks.

b. Kemampuan dalam mengambil makna ide kunci dari apa

yang kita baca.

c. Kemampuan dalam pembentukan model-model mental

yang mensimulasikan situasi-situasi tertentu yang kita

baca.

Page 30: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

30

d. Kemampuan dalam melakukan penyaringan informasi

kunci dari teks, berdasarkan konteks yang kita baca dan

mengenai cara-cara yang ingin digunakan dari apa yang

kita baca.

III. Perkembangan Membaca pada Anak

Ada enam tingkatan-tingkatan kemampuan membaca anak berdasarkan usia

dan pengalaman pendidikannya, yaitu:

1. Tingkatan 0: Pre-Reading dan pseudo-reading (usia < 6 tahun)

Biasanya pada tingkatan ini anak-anak sering dibacakan buku

cerita oleh orang tuanya, sehingga anak terbiasa mengenali

huruf-huruf.

Mampu memahami buku yang berisi cerita bergambar yang

sangat sederhana, tetapi belum memahami apa yang

dibacanya.

2. Tingkatan 1: Membaca awal (initial reading) dan decoding (usia 6-

7 tahun)

Dapat menghubungkan antara suara dengan huruf.

Sudah bisa membaca buku dengan teks yang sederhana da

pendek.

3. Tingkatan 2: Konfirmasi dan kelancaran (usia 7-8 tahun)

Peningkatan perbendaharaan kata

Page 31: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

31

Membaca buku dengan kompleksitas yang lebih tinggi dari

sebelumnya

4. Tingkatan 3: Membaca untuk belajar (9-14 tahun)

Pemahaman melalui pendengaran lebih bagus daripada

pemahaman lewat membaca

Lebih senang membaca sesuai dengan minat dan hobi anak

5. Tingkatan 4: Kompleksitas (usia 14-17 tahun)

Mampu membaca buku yang lebih kompleks dalam sudut

pandang dan bentuk yang beragam.

Kemampuan dalam membaca meningkat

6. Tingkatan 5: Konstruksi dan rekonstruksi (usia 18 tahun ke atas)

Mampu mengembangkan membacanya untuk tujuan mereka

sendiri.

Mengembangkan kemampuan membaca dengan membuat

tulisan, esai, bahkan buku sendiri.

B. BRAIN GYM®

I. Metode Brain Gym®

Brain Gym® adalah serangkaian gerak sederhana yang

menyenangkan dan digunakan para murid di Educational Kinesiology

(Edu-K) untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan

menggunakan keseluruhan otak (Paul & Gail, 2004:3). Gerakan-

gerakan ini membuat ini membuat segala macam pelajaran menjadi

Page 32: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

32

lebih mudah, dan terutama sangan bermanfaat bagi kemampuan

akademik. Kata Education berasal dari kata Latin educare, yang

berarti “menarik keluar.” Kinesiology dikutip dari Bahasa Yunani

KinesisI, berarti gerakan” dan nerupakan pelajaran gerakan tubuh

manusia. Edu-K adalah suatu sistem yang memberdayakan semua

orang yang belajar, tanpa batas umur, dengan menggunakan aktivitas

gerakan-gerakan untuk menarik keluar seluruh potensi seseorang.

Biasanya pendidik mengatasi kegagalan dengan membuat

program untuk lebih memotivasi, menekankan, mengulang-ulang, dan

“memaksa” belajar. Program ini berhasil sampai tingkat tertentu.

Tetapi mengapa beberapa pelajar bisa melakukan dengan baik

sementara yang lainnya tidak? Orang mencoba terlalu keras dan

mematikan (“switch off”) mekanisme integrasi otak yang diperlikan

untuk menyerap pelajaran secara keseluruhan. Informasi diterima

oleh otak bagian belakang sebagai pesan (impress), tetapi tidak

dapat diungkapkan oleh otak bagian depan (express).

Ketidakmampuan untuk menerangkan apa yang sudah dipelajari

menyebabkan pelajar terperangkap dalam sindrom kegagalan.

Jalan keluarnya adalah belajar dengan seluruh otak, melalui

pembaruan pola bergerak dan kegiatan Brain Gym® sehingga pelajat

dapat menguasai juga bagian-bagian otak yang sebelimnya

terhambat. Perubahan belajar dan perilaku kadang-kadanf amat

cepat dan mendalam, karena para pelajar menemukan cara untuk

Page 33: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

33

menerima informasi dan pada saat yang sama dapat mengungkapkan

diri.

Olahraga adalah kegiatan nyata. Kita tidak akan menjadi

sehat dengan membaca buku saja- walaupun itu dapat membantu

kita secara teori. Buzan dalam (Gordon dan Jeannette, 2003:231)

menyarankan, “Pastikan bahwa nak-anak sedini mungkin

mendapatkan latihan sebanyak yang mereka inginkan, yang

mengandung sebanyak mungkin aktivitas fisik: tangan, kaki,

merangkak dan memanjat. Biarkan ia membuat kesal;ahannya

sehignga ia belajar dengan cara coba-coba.

Anak-anak belajar paling cepat dari pengalaman indrawi.

Olahraga sederhana dapat menumbuhkan semangat belajar pada

anak (Gordon dan Jeannette, 2003:226). Palmer mantan presiden

Masyarakat Pembelajaran Dan Pengajaran Cepat dalam (Gordon dan

Jeannette, 2003:237) menyarankan memberikan aktifitas-aktifitas

stimulasi yang didesain untuk mengaktifkan bagian-bagian otak yang

akan meningkatkan indra penglihatan, perasa, pendengaran- sebaik

kemampuan mereka menyerap pengatahuan.

II. Hakikat Brain Gym®

BrainGym dikenal sebagai pendekatan unik dalam bidang

pendidikan yang pertama kali diciptakan oleh Paul E. Dennison, Ph.D.

BrainGym adalah serangkaian gerak sederhana yang menyenangkan

dan digunakan oleh para murid di Educational Kinesiologi (Edu-K)

Page 34: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

34

untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan

menggunakan keseluruhan otak. BrainGym bermanfaat pula untuk

melatih fungsi keseimbangan dengan merangsang beberapa bagian

otak yang mengaturnya. Seperti dijelaskan Paul E. Dennison, Ph.D,

otak manusia, seperti halogram, terdiri dari tiga dimensi dengan

bagian-bagian yang saling berhubungan sebagai satu kesatuan. Akan

tetapi, otak manusia juga spesifik tugasnya di mana ketiga dimensi

tersebut dalam aplikasi gerakan BrainGym disebut dengan istilah

dimensi Lateralitas, dimensi Pemfokusan serta dimensi Pemusatan.

Fungsi gerakan BrainGym yang terkait dengan 3 dimensi otak

tersebut adalah untuk (1) menstimulasi dimensi lateralitas; (2)

meringankan dimensi pemfokusan; dan (3) merelaksasikan dimensi

Pemusatan (Dennison and Dennison, 2005).

Dimensi lateralitas terkait belahan otak kiri dan kanan.

Dimensi lateralitas akan menjelaskan kegiatan yang berhubungan

dengan komunikasi. Mengingat otak sebagai pusat kegiatan tubuh

yang akan mengaktifkan seluruh organ dan sistem tubuh melalui

pesan-pesan yang disampaikan melewati serabut syaraf secara sadar

maupun tidak sadar (Demuth, 2005), maka dalam hal ini belahan otak

kiri akan aktif jika sisi kanan tubuh digerakkan dan belahan otak

kanan akan aktif apabila sisi kiri tubuh digerakkan. Sifat ini

memungkinkan munculnya dominasi salah satu sisi.

Page 35: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

35

Upaya untuk mengintegrasikan kedua sisi tubuh (bilateral

integration) perlu selalu diupayakan agar kedua belahan otak bisa

bekerjasama dengan baik. Dalam upaya ini, program BrainGym®

mengenalkan keterampilan yang berupa gerakan-gerakan yang dapat

menstimulasi koordinasi kedua belahan otak & mengintegrasikan dua

sisi tubuh bekerjasama dengan baik. Serangkaian gerakan tersebut

dikenal sebagai gerakan “menyeberang garis tengah”. Keterampilan

melakukan gerakan ini akan merupakan kemampuan dasar

kesuksesan akademik & sebaliknya ketidakmampuan untuk

melakukan gerakan ini akan mengakibatkan apa yang disebut

“ketidakmampuan belajar” (learning disabled) atau “disleksia”.

Dimensi Pemfokusan terkait dengan bagian belakang otak (batang

otak atau brainstem) dan bagian depan otak (frontal lobes). Dimensi

pemfokusan akan menjelaskan kegiatan yang terkait dengan

pemahaman. Hambatan yang terjadi pada bagian ini akan

menghasilkan seseorang mengalami ketidakmampuan

mengekspresikan diri dengan mudah dan ketidakmampuan ikut aktif

dalam proses belajar. Anak-anak yang mengalami underfocused akan

mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian, sehingga sering

dikenal dengan sebutan “kurang perhatian”:“kurang pengertian”;

“terlambat bicara” atau “hiperaktif”. Sementara, anakanak yang

“overfocused” akan mengalami fokus-berlebihan & berusaha terlalu

keras. Gerakan-gerakan yang membantu melepaskan hambatan

Page 36: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

36

fokus dikenal sebagai gerakan “meregangkan otot”. Dimensi

Pemusatan terkait dengan sistem limbis (midbrain) dan otak besar

(cerebral cortex).

Dimensi ini menjelaskan kegiatan yang berhubungan dengan

pengorganisasian dan pengaturan. Jika terjadi hambatan pada

dimensi ini, orang akan mengalami kurang dapat konsentrasi, kurang

percaya diri, penakut, mengabaikan perasaan. Gerakan yang dapat

membantu mengatasi hambatan ini adalah gerakan-gerakan

“meningkatkan energi”. Dengan melakukan gerakan-gerakan

meningkatkan energi maka hubungan elektrik dapat diaktifkan

sehingga jaringan jalur syaraf yang memberikan informasi dari badan

ke otak atau sebaliknya dapat berfungsi baik. Juga hubungan otak

bagian bawah (sistem limbis untuk informasi emosional dengan otak

besar (cerebral cortex) tempat berpikir abstrak dapat diaktifkan.

C. Pengaruh Brain Gym® Terhadap Pemahaman Membaca

Otak memegang peranan yang sangat penting bagi kelangsungan

hidup manusia. Karena, organ yang beratnya 1400 gram dan memiliki

volume sekitar 230 cm3 ini merupakan pusat pengendali berbagai aktivitas

fisik maupun mental. Boleh dibilang, sistem kerja organ yang satu ini

memang begitu kompleks.

Otak itu sendiri merupakan kumpulan jaringan syaraf yang terlindungi

di dalam tengkorak. Jaringan syaraf yang tersusun dari bermilyar-milyar

Page 37: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

37

neuron (sel syaraf) ini terbagi menjadi dua, yakni otak besar (serebrum)

yang terdiri dari belahan otak kanan dan kiri dan otak kecil (serebelum).

Otak juga memiliki sistem komunikasi yang dapat bereaksi cepat

dalam mengorganisasikan dan merencanakan respons terhadap informasi

atau rangsangan yang masuk. Ketika informasi masuk, neuron (kesatuan

syaraf) akan "menelepon" neuron lainnya, "temannya". Mula-mula pesan

akan diterima oleh dendrit (serabut pada neuron). Lalu, impuls pesan

tersebut disalurkan melalui "kabel telepon", yakni sepanjang akson (bagian

dari neuron yang menyerupai batang). Selanjutnya, akson akan meneruskan

impuls ke sinaps, yakni serabut yang merupakan tempat pertemuan antar-

neuron yang hendak menyampaikan impuls pada neuron lain. Dari sinaps,

pesan berpindah ke dendrit yang terdapat pada neuron lain. Proses

penyampaian pesan seperti ini akan membentuk respons, ingatan atau

pikiran seseorang.

Masalahnya, seringkali informasi yang diterima otak tidak dapat

diekspresikan kembali secara utuh. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan

apa yang telah dipelajari akan menimbulkan perasaan gagal dan stres,

sehingga semangat belajar anak didik pun berkurang. Bila ia kurang belajar,

tentu prestasinya akan kian merosot dan perasaan gagal akan terus

mendera. Karena itulah, otak anak didik perlu juga diajak bersenam.

Senam otak bertujuan untuk mengaktifkan potensi belahan otak

(hemisfer) kanan dan kiri, sehingga pada akhirnya terjadi integrasi atau kerja

sama antar keduanya. Secara garis besar, hemisfer kiri digunakan untuk

Page 38: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

38

berpikir logis dan rasional, menganalisa, bicara, serta berorientasi pada

waktu dan hal-hal yang terinci. Sementara hemisfer kanan digunakan untuk

hal-hal yang intuitif, merasakan, bermusik, menari, kreatif, dan sebagainya.

Selain itu hemisfer kiri akan mengatur badan, mata dan telinga kanan, serta

hemisfer kanan akan mengontrol badan, mata dan telinga kiri. Nah, kedua

hemisfer ini "disambung" dengan corpus callosum, yakni simpul saraf

kompleks dimana terjadi transmisi informasi antar-belahan otak. Bila sirkuit-

sirkuit informasi dari kedua belahan otak cepat menyilang, maka

kemampuan belajar anak bisa "dibangkitkan". Untuk membaca dengan

lancar, menulis dengan benar, mendengarkan dan berpikir pada saat yang

sama, kita memang harus mampu "menyeberang garis tengah" yang

menghubungkan otak bagian kiri dan kanan. Itu sebabnya, anak yang

disleksia (kesulitan membaca), disgrafia (kesulitan menulis), tidak percaya

diri, cenderung menarik diri dari pergaulan, atau hiperaktif terlalu aktif),

dapat juga "diaktifkan" melalui senam otak ini.

Penelitian BrainGym yang menunjang kemampuan akademik telah

banyak dilakukan, seperti kemampuan berhitung, A Study on Brain Gym®

and Its Effects on Mathematics : “Creating a Win-Win Situation in a Canadian

Grade School.” Liz Jones Twomey, Ontario, Canada. [Between 1997 and

2000, mathematics scores went from 33 percent to 92 percent.] From Brain

Gym® Journal, Nov. 2002, Volume XVI, No. 3. Karena proses belajar selalu

melibatkan proses kognitif, maka penelitian Brain Gym® juga telah dilakukan

untuk meningkatkan daya ingat. Penelitian tentang “Pengaruh BrainGym®

Page 39: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

39

untuk Meningkatkan Daya Ingat Siswa Taman Kanak-kanak” Pratiwi, 2008,

telah memberikan hasil adanya peningkatan perhatian dan respon yang lebih

cepat serta peningkatan kemampuan untuk menangani kompleksitas

aktivitas belajar.

Demikian pula pengaruhnya pada keterampilan membaca, “The effect

of BrainGym® on Reading Abilities.” Cecilia K. Freeman (2000). Penelitian ini

menggunakan kelompok eksperimen (kelompok yang diberi perlakuan

BrainGym) dan kelompok kontrol. Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak

dalam kelompok eksperimen mengalami perbaikan dua kali dalam

kemampuan membaca, seperti yang diukur dengan tes standar, daripada

kelompok control (Dennison, Dennison, & Teplitz, 2004). Dalam penelitian

gerakan-gerakan yang dipakai oleh peneliti, yaitu gerakan- gerakan yang

berfungsi untuk mengaktifkan otak dalam meningkatkan pemahaman

seseorang dalam membaca. Gerakan-gerakan tersebut adalah gerakan yang

dapat menunjang proses decoding (penguraian) dan pemahaman kata.

Pemahaman membaca lebih mudah diterima siswa yang memiliki pengertian

tentang konteks bahasa, phonemic awareness, dan working memory.

Gerakan-gerakannya mencakup lambaian kaki (footflex), pasang kuda-kuda

(The Grounder), pompa betis (calf pump), luncuran gravitasi (gravity glider),

(Dennison and Dennison, 2005).

Bagi kebanyakan orang, hemisfer otak sebelah kiri sangat vital bagi

ujaran. Hemisfer ini mempengaruhi banyak aspek sintaksis dan beberapa

aspek semantic dari pemrosesan linguistik. Sementara hemisfer otak sebelah

Page 40: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

40

kanan menangani jumlah fungsi linguistik yang lebih terbatas wilayah

jangkauannya. Mereka mencakup pemahaman auditoris informasi semantik,

selain pemahaman dan pengekspresian beberapa aspek non-harfiah dari

penggunaan bahasa, aspek ini melibatkan infleksi vocal, gerak tubuh,

metafora, sarkasme, ironi, dan humor atau gurauan.

Pendekatan kognitif untuk membaca lebih menekankan pada

decoding dan pemahaman kata, penyusunan makna, dan pengembangan

strategi pembaca ahli. Berkenaan dengan keotomatisan pemrosesan

informasi, ketika pengenalan kata terjadi dengan cepat, maka pemahaman

akan makna juga akan terjadi dengan cepat (Stanovich, 1994). Banyak

pembaca pemula atau pembaca yang buruk tidak mengenali suatu kata

secara otomatis. Kapasitas pemrosesan mereka lebih banyak dipakai untuk

mengenali kata, sehingga mereka kekurangan kapasitas untuk memahami

kalimat. Pada gerakan pompa betis (calf pump), gerakan ini dapat

mengaktifkan otak belakang dan otak depan, menigkatkan kemampuan

berkomunikasi dan memberikan tanggapan serta meningkatkan kemampuan

menuntaskan suatu tugas.

Salah satu faktor yang membatasi pemahaman membaca anak

adalah jumlah informasi yang dapat mereka simpan dalam “memori kerja”

(working memory) pada satu waktu (Bjorklund, 2001). Adalah penting untuk

mempertahankan informasi dalam working memory ini selama mungkin

sehingga setiap kata baru dalam suatu bagian bisa diinterpretasikan dengan

kata dan konsep yang mendahuluinya. Anak-anak yang kompeten dalam

Page 41: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

41

membaca memiliki kapasitas working memory yang besar ketimbang anak

yang mengalami masalah dalam membaca. Gerakan lambaian kaki (footflex)

dapat mengaktifkan memory sehingga membantu menyampaikan apa yang

diketahui terhadap informasi-informasi yang ada di otak, gerakan ini juga

bermanfaat untu membuka otak bahasa yaitu yang berada di hemisfer kiri.

Gerakan Pasang Kuda-Kuda adalah kegiatan gerakan meregangkan

otot yang membuat rileks kelompok otot ileopsoas. Otot-otot ini menegang

karena duduk lama atau stres di daerah pelvis; yang membatasi gerakan dan

kelenturan. Ketegangan ini pada pinggul menimbulkan kekauan sacrum,

memperpendek bernapas, dan mengganggu gerakan tulang kepala.

Kelompok otot ileopsoas merupakan salah satu bagian terpenting tubuh

karena berfungsi menstabilkan dan merupakan kelompok otot dasar bagi

tubuh; kelenturannya penting bagi keseimbangan koordinasi seluruh tubuh,

dan fokus tubuh. Gerakan Pasang Kuda-Kuda adalah menyebrangi garis

tengah partisipasi, pemusatan dan pasang kuda-kuda, pengaturan,

pernapasan yang lebih baik, kesadaran ruang gerak, merelaksasi seluruh

tubuh dan penglihatan rileks (Paul & Gail, 2004:41)

Dalam pendekatan kognitif, teks mengandung makna yang harus

dipahami atau dikonstruksi oleh pembaca, bukan sekadar diuraikan.

Pembaca secara aktif mengkonstruksi makna ini dengan menggunakan

pengetahuan yang sudah mereka punya dan dengan pengetahuan tentang

kata dan bagaimana kata-kata itu dihubungkan (Heilman, Blair, & Rupley,

2002). Oleh karena itu, gerakan yang cocok untuk koordinasi pengetahuan

Page 42: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

42

dengan kata-kata adalah luncuran gravitasi atau gravity glider, dimana dalam

gerakan luncuran gravitasi ini akan mengaktifkan otak untuk meningkatkan

keseimbangan, koordinasi dan penglihatan. Gerakan ini juga akan

menunjang kemampuan akademik untuk pemikiran abstrak, berhitung

dengan mencongak, serta memudahkan pemahaman waktu membaca.

Mendasarkan pada pemikiran bahwa untuk melakukan aktivitas

belajar, perlu adanya suatu persiapan, maka menurut Dennison, Paul E

(2008) para siswa perlu dipersiapkan dengan PACE. PACE dalam arti kata

Positif, Aktif, Clear dan Energetik, merupakan empat keadaan yang

diperlukan untuk belajar mandiri dengan menggunakan keseluruhan otak.

Setiap orang memiliki irama kecepatan belajar yang unik PACE untuk belajar

secara optimal. Empat gerakan BrainGym® yang menunjang penemuan

irama belajar PACE adalah sebagai berikut. a.

a. Positif: Kait Rileks (hook-ups) Gerakan kait rileks akan

memilihkan keseimbangan setelah mengalami

ketegangan dan stres emosional atau stres berasal

dari lingkungan. Gerakan ini akan membantu siswa

untuk meningkatkan konsentrasi dan berpikir positif.

Gerakan ini akan menghubungkan semua energi

dalam badan dan merangsang pengaliran energi yang

terhambat.

b. Aktif: Gerakan Silang (cross crawl) Gerakan silang

mengaktifkan bagian otak kiri dan kanan bersamaan.

Page 43: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

43

Gerakan ini sangat menunjang kegiatan belajar siswa,

di mana aktivitas belajar akan menjadi mudah dan

siswa akan mudah menerima hal-hal baru. Aktivitas

belajar akan menjadi mudah karena gerakan silang

akan mengaktifkan dua belahan otak dapat bekerja

sama, sehingga siswa akan belajar dengan

menggunakan keseluruhan otak. Belajar dengan

menggunakan keseluruhan otak akan memungkinkan

hasil yang optimal.

c. Clear : Saklar Otak (brain buttons) Gerakan sekelar

otak meningkatkan peredaran darah yang kaya

oksigen ke otak. Gerakan ini dilakukan untuk

mempersiapkan siswa agar bisa berpikir jernih dan

tenang, karena gerakan sakelar otak akan membantu

meningkatkan aliran peredaran darah ke otak,

meningkatkan koordinasi dua belahan otak dan

meningkatkan keseimbangan badan. Gerakan mata

yang sebelumnya terhambat diaktifkan.

d. Energetis : Air (water) “Minum air” merupakan gerakan

untuk mengawali kegiatan belajar. Gerakan ini

dilakukan karena air sebagai media penghantar yang

meningkatkan potensi listrik melalui membran sel dan

Page 44: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

44

yang paling dibutuhkan untuk menjamin fungsi jaringan

syaraf.

Dengan minum air, para siswa cukup berenergi untuk belajar,

mengingat semua aktivitas tubuh memerlukan air. Jika kebutuhan air dalam

tubuh cukup, maka akan membantu pengaliran energi ke otak sehingga otak

akan menjalankan fungsinya secara optimal dan tidak akan terjadi dehidrasi.

Semakin murni air yang diminum semakin mudah pembakaran terjadi,

semakin mudah racun dikeluarkan dari badan.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, peneliti ingin

mengetahui pengaruh BrainGym® terhadap pemahaman membaca pada

anak kelas 4 hingga 6 SD di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu. Oleh karena

itu, hipotesis dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Ada perbedaan skor pemahaman membaca (reading

comprehension) siswa kelas 3 SD hingga 6 SD

Sekolah Indonesia Kota Kinabali Malaysia sebelum

diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan

BrainGym®;

b. Rata-rata skor pemahaman membaca (reading

comprehension) siswa kelas 3 SD hingga 6 SD

Sekolah Indonesia Kota Kinabalu Malaysia setelah

diberi perlakuan BrainGym® lebih tinggi daripada

sebelum diberI perlakuan BrainGym®;

Page 45: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

45

c. Bagaimanakah penilaian siswa terhadap manfaat

gerakan BrainGym®?

D. Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh yang positif antara intensitas pelatihan Brain Gym®

dengan pemahaman membaca, semakin sering siswa diberikan pelatihan

Brain Gym® maka semakin tinggi pula skor dalam pemahaman membaca,

begitu pula sebaliknya, semakin jarang siswa diberikan pelatihan Brain

Gym® maka semakin rendah pula skor dalam pemahaman membaca.

Page 46: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian

1. Pemahaman Membaca

Menurut RAND, institusi non-profit yang membantu dalam penelitian-

penelitian ilmiah di Amerika menyebutkan bahwa, pemahaman membaca

atau reading comprehension adalah proses stimulant dimana terjadi

penambahan dan pembentukan arti melalui interaksi dan keterlibatan pada

bahasa tulisan (Snow, 2002).

2. Brain Gym

Brain Gym adalah serangkaian gerak sederhana yang

menyenangkan dan digunakan para murid di Educational Kinesiology (Edu-

K) untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan menggunakan

keseluruhan otak (Paul & Gail, 2004:3).

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Pemahaman Membaca

Menurut RAND, institusi non-profit yang membantu dalam penelitian-

penelitian ilmiah di Amerika menyebutkan bahwa, pemahaman membaca

atau reading comprehension adalah proses stimulant dimana terjadi

1

Page 47: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

47

penambahan dan pembentukan arti melalui interaksi dan keterlibatan pada

bahasa tulisan (Snow, 2002).

Secara garis besarnya terdapat dua aspek penting dalam membaca :

1. Keterampilan yang bersifat mekanis yang dianggap berada pada urutan

yang lebih rendah. Aspek ini mencakup empat hal :

a. Pengenalan bentuk huruf .

b. Pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem, kata, frase, pola

klausa, kalimat dan lain-lain).

c. Pengenalan hubungan atau korespondensi pola ejaan dan

bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis).

d. Kecepatan membaca bertaraf lambat.

2. Keterampilan yang bersifat pemahaman yang dapat dianggap berada

pada urutan yang lebih tinggi. Ada empat aspek yang perlu diperhatikan,

yaitu:

a. Memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal,

retorikal).

b. Memahami signifikan atau makna (antara lain maksud dan

tujuan pengarang relevansi atau keadaan kebudayaan,

reaksi pembaca).

c. Evaluasi atau penilaian (isi dan bentuk).

d. Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah

disesuaikan dengan keadaan (Broughton dalam Tarigan,

1994:12).

Page 48: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

48

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur pemahaman membaca

adalah dengan menggunakan tes kemampuan membaca pemahaman. Alat

ukur ini merupakan alat ukur yang bersifat modifikasi, dimana tes

terdahulunya pernah diuji cobakan oleh Eva Agustina pada anak kelas VI SD

Kudus. Alat ukur ini nantinya menunjukkan semakin tinggi skor yang

diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat kemampuan pemahaman

membaca.

2. Brain Gym

Brain Gym® adalah serangkaian gerak sederhana yang

menyenangkan dan digunakan para murid di Educational Kinesiology (Edu-

K) untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan menggunakan

keseluruhan otak (Paul & Gail, 2004:3).

Brain Gym® terdiri dari gerakan- gerakan yang berfungsi untuk

mengaktifkan otak dalam meningkatkan pemahaman seseorang dalam

membaca. Gerakan-gerakan tersebut adalah gerakan yang dapat menunjang

proses decoding (penguraian) dan pemahaman kata. Pemahaman membaca

lebih mudah diterima siswa yang memiliki pengertian tentang konteks

bahasa, phonemic awareness, dan working memory. Gerakan-gerakannya

mencakup lambaian kaki (footflex), pasang kuda-kuda (The Grounder),

pompa betis (calf pump), luncuran gravitasi (gravity glider), (Dennison and

Dennison, 2005).

Page 49: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

49

Untuk memperoleh informasi tentang manfaat gerakan BrainGym®

para siswa setelah mendapatkan pengalaman belajar digunakan instrument

dalam bentuk checklist.

C. Subjek Penelitian

Yang akan menjadi subyek penelitian ini adalah orang-orang yang

memiliki karakteristik sebagai berikut, berumur lebih dari 12 tahun, duduk di

kelas 4 hingga 6 SD, baik itu laki-laki maupun perempuan, dapat mengenal

huruf, mengalami kesusahan dalam memahami bacaan, mampu

memusatkan perhatian, mampu mengerjakan tugas dalam rentang waktu

yang lama, dan tidak tremor.

D. Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan Pre-

Experimental Research Designs, yaitu jenis penelitian eksperimental yang

tidak menggunakan kelompok kontrol, hanya menggunakan satu populasi

dan pada populasi itulah perlakuan diberikan.

Sehubungan dengan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan teknik tes. Tes dimaksud adalah tes kemampuan membaca

pemahaman dan tes keterampilan berbicara.

1. Tes Kemampuan membaca pemahaman.

Page 50: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

50

Instrumen pengumpul data kemampuan membaca

pemahaman dalam penelitian ini adalah berupa tes. Siswa

diberi teks bacaan untuk dipahami atau dibaca dengan teliti,

kemudian siswa mengerjakan soal pemahaman terhadap isi

bacaan yang telah dibaca siswa. Soal pemahaman terhadap

isi bacaan berbentuk objektif pilihan ganda, yang berjumlah

30 butir soal.

Indikator uji kemampuan membaca pemahaman

berdasarkan pendapat Nurgiyantoro (1994:257) bahwa

pokok uji pengajaran membaca pemahaman adalah sebagai

berikut.

a. Memahami isi bacaan.

b. Kemampuan memahami pokok pikiran.

c. Kemampuan menyimpulkan isi bacaan

Tiap soal mempunyai empat pilihan jawaban. Peneliti

menggunakan soal objektif pilihan ganda dengan alasan:

a. objektifitas hasil penelitian sangat tinggi. Artinya

siapapun yang memberikan jawaban yang benar akan

mendapat angka yang sama.

b. Dapat menjaring lingkup uji yang luas, karena waktu

penyelesaian tiap item soal relatif singkat.

c. Skornya mudah dan sangat cepat

2. Alat Ukur Brain Gym®

Page 51: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

51

Untuk memperoleh informasi tentang manfaat gerakan

BrainGym® para siswa setelah mendapatkan pengalaman

belajar digunakan instrument dalam bentuk checklist.

Penelitian dilakukan melalui dua tahap, yaitu (1) tahap pertama,

memberikan pelatihan pada guru; (2) tahap kedua, guru mempraktekkan

hasil pelatihan kepada siswa didampingi fasilitator. Prosedur penelitian

dilakukan dengan cara memberikan rangkaian gerak Brain Gym® selama

satu bulan dengan durasi 30 menit kepada para siswa sebelum proses

belajar dimulai. Adapun rangkaian gerak Brain Gym® dipilih sesuai dengan

tujuan, yaitu gerakan-gerakan yang dapat mempengaruhi pemahaman

membaca. Gerakan gerakan tersebut meliputi lambaian kaki (footflex),

pasang kuda-kuda (The Grounder), pompa betis (calf pump), luncuran

gravitasi (gravity glider), (Dennison and Dennison, 2005).

E. Metode Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode pre-test

& post-test. Indikator keberhasilan diukur dengan adanya perubahan skor

hasil tes pemahaman membaca sebelum dan sesudah diberi perlakuan.

Analisis data untuk mengetahui pengaruh Brain Gym® terhadap pemahaman

membaca didasarkan pada uji perbedaan nilai rata-rata hasil pretest &

postest. Teknik analisis statistik yang digunakan adalah “paired-samples t-

test”. Penghitungan dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0 for

Windows. Indikator keberhasilan diukur dengan adanya perubahan skor hasil

Page 52: Tugas UAS 10-52, Bab 2 Bab 3 Halaman Dirubah

52

pretest & postest. Untuk mempertajam analisis dilakukan analisis deskriptif

tentang perubahan kondisi yang dirasakan siswa sesuai dengan manfaat

setiap gerakan Brain Gym®.

Sehubungan dengan rumusan masalah yang harus dijawab sekaligus

untuk menguji hipotesis penelitian, maka suatu peneltian perlu dilakukan

analisis data. Adapun analisis data yang penulis lakukan adalah sebagai

berikut :

1. Pengujian normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh

berdistribusi normal atau tidak.

2. Uji homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk membandingkan kesamaan pada data

sebelum treatment dan sesudah treatment.