tugas pip
TRANSCRIPT
KNESSET ISRAEL SETUJUI RUU KONTROVERSIAL UNTUK CAPLOK
LEMBAH YORDAN
Saya akan menuliskan mengenai tindakan kontroversial yang terjadi di dalam tubuh parlemen
Israel (Knesset). Dimana tindakan ini menuai banyak kecaman dan kontroversi tidak hanya dalam negeri
Israel sendiri bahkan luar negeri pun turut mengecam tindakan parlemen Israel tersebut.
Menteri di kabinet pemerintah Israel telah menetapkan sebuah rancangan undang-undang (RUU)
untuk mencaplok wilayah Palestina di Lembah Yordan. Penggagas RUU ini adalah Miri Regev anggota
Knesset dari partai Likud. Menurut Miri Regev dirinya mengajukan rancangan aturan tersebut atas dasar
menjaga keamanan dan diplomatik. Menurutnya Lembah Yordan adalah pengaman di wilayah perbatasan
Timur. Ini juga bertujuan dalam upaya mencegah penarikan penuh Israel dari Lembah Yordan, seperti
yang Amerika Serikat rancang rencana keamanannya kepada negosiator Israel dan Palestina awal bulan
ini. RUU ini juga memungkinkan Israel untuk membangun pemukiman Yahudi di wilayah Lembah
Yordan dan di jalan yang mengarah ke lembah tersebut. Tidak akan ada larangan untuk melakukan
konstruksi di wilayah itu, kecuali larangan disetujui oleh Parlemen Israel, Knesset.
Lembah Yordan adalah perbatasan yang berada di bawah kendali Otoritas Palestina Mahmoud
Abbas. Dengan disahkannya RUU ini, Israel akan mengklaim atau mencaplok wilayah Palestina di
lembah Yordan tersebut. Sedianya di lembah ini Israel akan membangun pemukiman yahudi. Selain itu
pemerintah Israel menganggap wilayah di Lembah Yordan sangat strategis dan menjadi aset keamanan
bagi Israel. Ini merupakan keuntungan yang di nilai sangat besar bagi Israel.
RUU ini akhirnya telah ditetapkan pada tanggal 31 desember 2013 di Tel Aviv dan banyak
sumber-sumber Israel memperkirakan, RUU itu akan menerima dukungan luas dari partai Likud, tetapi
kemungkinan akan menemui tentangan keras dari beberapa koalisi berhaluan kiri. Seperti yang terlihat
dalam penetapannya delapan menteri dalam panel Komite Legislatif mendukung RUU kontroversial
tersebut. Sementara tiga menteri lainnya menolak keras aturan itu. Berbeda dengan Perdana Menteri
Israel Benjamin Netanyahu yang mengatakan tidak akan ikut campur tangan untuk memblokir RUU, tapi
mengharapkan untuk tidak mendukungnya. Sementara Tzipi Livni selaku Ketua Komite dan Menteri
Kehakiman Israel, yang saat ini memimpin tim negosiator Israel sangat menentangnya dari awal. Sebab,
RUU tersebut dapat mengancam proses negosiasi damai antara Palestina dan Israel. Dimana menteri luar
negeri amerika serikat, john Kerry akan melakukan kunjungan ke wilayah tersebut untuk melancarkan
upaya baru dalam mendorong pembicaraan perdamaian antara kedua pihak. Tzipi Livni menganggap
RUU yang telah diajukan tidak masuk akal di saat pemerintah Israel sedang melakukan negoisasi dengan
Palestina, karena tentunya RUU ini dapat mengancam kelangsungan proses negoisasi perdamaian antara
Israel dan Palestina.
Penetapan RUU ini juga menuai banyak kecaman dari berbagai pihak, mereka menganggap
proposal dari Regev ini sebagai sebuah kebijakan populis dan tidak bertanggungjawab. Selain itu, aturan
ini bisa membuat Israel dalam bahaya. Karena Negara-negara akan marah pada Israel dan hal ini tentunya
bisa membuat Israel terisolasi dari dunia.
RUU ini sebelumnya mencuat di saat wilayah perbatasan Lebanon-Israel kembali memanas.
Dimana terjadi saling serang antara militer Israel dan kelompok militan. Pada saat itu Israel akan
membebaskan tahanan palestina. Meskipun Israel menunjukkan itikad baiknya dengan membebaskan
tahanan Palestina, Israel juga tetap mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) untuk mencaplok
permukiman Yahudi di Wilayah Palestina, Lembah Jordan, agar dapat menjadi bagian resmi dari Negara
Yahudi itu.
Tindakan pengesahan RUU ini oleh parlemen Israel telah banyak menimbulkan kontroversi sebab
jelas-jelas ini merupakan pelanggaran HAM yang berat terhadap warga Palestina. Serta mencoreng nilai
kemanusiaan yang seharusnya di junjung tinggi. Apalagi jika kita mengacu pada dasar hukum dan
undang-undang internasional yang tercantum secara eksplisit dalam Piagam Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB), yang berkomitmen untuk memenuhi, melindungi HAM serta menghormati
kebebasan pokok manusia secara universal dan di dalamnya ditegaskan secara berulang-ulang,
dalam Pasal 1 (3):
”Untuk memajukan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah-masalah internasional
dibidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan, dan menggalakan serta meningkatkan
penghormatan bagi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental bagi semua orang tanpa
pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama …”
Di sini sangat jelas tertulis bahwa hak asasi manusia begitu dihormati dan dijunjung tinggi. Ini
juga sebagai penyangkalan masyarakat internasional terhadap pelanggaran HAM. Sikap
parlemen Israel yang mengesahkan RUU ini dapat dikatakan melawan hukum internasional serta
melecehkan dan menginjak-injak hak asasi manusia. Masalah ini bukan semata-mata hanya
permasalahan antara Israel dan palestina tetapi juga melibatkan masyarakat internasional karena
menyangkut HAM. Kemudian, secara tidak langsung hal ini merupakan teguran keras bagi
masyarakat internasional khususnya PBB. Bahwa PBB tidak dapat berbuat apa-apa dalam
melawan Israel. Ini merupakan penghinaan bagi PBB selaku dewan yang mengagung-agungkan
dan menjunjung tinggi perdamaian dunia. Lebih ironisnya pelanggaran hukum ini di rancang
dalam bentuk undang-undang. Secara tidak langsung ini merupakan pelanggaran hukum yang di
buat secara resmi atau legal. Artinya dengan diamnya PBB dan masyarakat internasioanal berarti
mengakui tindakan kejahatan tersebut. PBB yang seharusnya menjadi pengayom perdamaian
dunia tidak mengambil tindakan apapun terhadap Israel terkait pengesahan RUU tersebut.
Konspirasi mungkin menjadi alasan yang paling utama sehingga pelanggaran ini dibiarkan
begitu saja tanpa ada reaksi dari pihak internasional maupun PBB.
Diluar dari segala permasalahan itu, hal utama yang menjadi fokus kita yaitu bagaimana
memperjuangkan hak-hak warga Palestina yang telah dirampas. Sebagaimana yang kita ketahui
bahwa hak-hak ini merupakan hak yang paling dasar dan harus ditegakkan serta menjadi
tanggung jawab internasional.
Saya berharap, lembaga legislative sebagai pembuat aturan-aturan seharusnya menjadi
lembaga yang mampu membuat aturan yang menciptakan perbaikan, perdamaian, dan
kesejahteraan bagi masyarakat. Bukan malah menjadi lembaga tempat penyaluran segala hawa
nafsu yang tidak baik yang justru memberikan dampak buruk bagi masyarakat.