tugas individu makalah ppkn

Download Tugas Individu Makalah PPKn

If you can't read please download the document

Upload: elfira-dyah

Post on 19-Jan-2016

36 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Tugas Individu Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu: Mohamad Anas, M. Phil

Mekanisme Pembuatan Makalah:

Tema makalah: Kluster Problem Kebangsaan, contoh:Otonomi PTN, BHMN atau BLU: Dilihat dari pemerataan pendidikan yang berkeadilan sosialWacana hukuman mati bagi koruptor: Perspektif kemanusiaan dllKluster Pengembangan Studi Kearifan Nusantara, contoh:Filosofi gotong royong dalam membendung individualismeMakna Wayang dalam membentuk karakter bangsadllKluster Kebangsaan dan Keilmuan, contoh:Teknologi dan NasionalismeAnti-humanisme dalam perkembangan teknologi: perspektif kemanusiaan PancasilaKomparasi Demokrasi permusyawaratan (musyawarah) dengan Demokrasi Dileberatif

Diketik 11/2 spasi, Time new roman jumlah minimal 5-7 hlm, cover, nama mhs, nama dosen dan referensi.Mulai dengan pendahuluan singkat, nyatakan persoalan dan berikan pandangan anda dalam perpektif pancasila, dan kesimpulan.Makalah harus dikumpulkan pada tanggal 4 Juni

Penulisan makalah sesuai dengan tata cara penulisan ilmiah

Pendahuluan

Persoalan

Kesimpulan, pandangan pribadi

DEMOKRASI DELIBERATIF

Posted by Iwan Ismi Febriyanto

DEMOKRASI DELIBERATIF :

PENERAPAN KONSEP TINDAKAN KOMUNIKATIF SEBAGAI TONGGAK TERCIPTANYA HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA PEMERINTAH DAN MASYARAKAT

Iwan Ismi Febriyanto*

ABSTRACT

The idea of good governance has successfully gained its popularity in Indonesia. The concept of Good Governance must be supported by best communication between society and government. Deliberative of democracy is one of solution from conception of Good Governance. In this paper, the writer try to collaboration implementation of deliberative of democracy with good governance principle. Its how to make government which responsibility and accountable in this country.

Key words :Democracy, Deliberative democracy, Society, Implementation of Communication.

PENDAHULUAN

Wacana tentang demokrasi tentunya memang sudah tidak asing lagi kedengarannya ditelingi kita, bagaimana demokrasi dianggap sebagai sistem yang paling ideal untuk mewujudkan suatu keadilan dan keharmonisan dalam strukturasi masyarakat disuatu negara. Karena secara pengertian teoritis, demokrasi diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang dijalankan atas nama rakyat. Artinya disini rakyat memiliki peranan yang sangat penting dalam mengelola tata pemerintahan yang ada. Menurut asal usulnya demokrasi berasal dari dua kata, yaitudemosyang berarti rakyat, dankratos/crateinyang berarti pemerintahan. Dengan demikian secara harfiah dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.[1]

Suatu bentuk pemerintah dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasar prosedur mayoritas. Demokrasi langsung (direct democracy) pada negara-kota Yunani Kuno dapat berlangsung efektif karena berlangsung dalam kondisi sederhana, wilayahnya terbatas, serta jumlah penduduk yang sedikit, dan itupun hanya berlaku untuk warga negara resmi, dimana sebagian besar penduduk merupakan budak yang tidak mempunyai hak membuat keputusan politik. Dalam negara modern, demokrasi tidak lagi bersifat langsung, tetapi bersifat demokrasi berdasar perwakilan (representative democracy).

Kita tentunya mengenal berbagai macam istilah mengenai demokrasi. Ada yang dinamakan Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Pancasila, Demokrasi Konstitusional, Demokrasi Parlementer, Demokrasi Soviet, Demokrasi Rakyat, Demokrasi Nasional, dan lain sebagainya. Ini menunujukkan bahwa disetiap negara pasti memiliki konsepan demokrasi yang berebeda. Artinya mereka berusaha untuk kemudian menyesuaikan bentuk demokrasi menurut konteks keadaan suatu masyarakatnya sendiri.

Di Indonesia sendiri, perkembangan demokrasi telah mengalami pasang surut. Selama 25 tahun berdirinya Republik Indonesia ternyata masalah pokok yang kita hadapi ialah bagaimana, dalam masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya, mempertinggi tingkat kehidupan ekonomi disamping membina suatu kehidupan sosial politik yang demokratis. Pada pokoknya masalah ini berkisar pada penyusunan suatu sistem politik di mana kepemimpinan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi sertanation building, dengan partisipasi rakyat seraya menghindarkan timbulnya diktatorisme kepemimpinan. Dan yang menjadi permasalahan sekarang adalah bagaimana membangun suatu pola partisipasi rakyat dalam upaya demokrasi yang deliberative, atau dengan kata lain bahwa rakyat pun ikut turut serta dalam mengkonstruksi setiap kebijakan yang akan dibuat oleh pemerintah.

Karena seperti yang kitahui bahwa kesiapaan masyarakat Indonesia secara keseluruhan belum sepenuhnya siap untuk kemudian menjalankan sistem demokrasi yang bersifat deliberative. Ini dipicu oleh pola pendidikan kita yang masih belum maksimal dalam upaya untuk meningktakan atau membangun wacana tentang demokrasi. Imbasnya adalah money politics yang masih merajalela, tingkat korupsi yang semakin lama semakin tak terkendali, dan lain sebagainya.

Diawal era 1996-1997 munculah salah satu konsep tentang bagaimana melakukan pengelolaan terhadap suatu negara yang baik atau lebih dikenal prinsipgood governance.Konsep tersebut dianggap oleh beberapa kalangan sebagai reformasi bentuk kepemerintahan dinegara kita yang memang pada saat zaman orde baru berada pada sistem diktatorisme. Dan formulasi inilah yang kemudian menjadi dasar dari adanya penerapan sistemgood governancedi Indonesia. Salah satu dari esensi dari prinsipgood governanceini adalah adanya hubungan timbale balik antara masyarakat dan negara dalam menjaga stabilitas suatu negara demi kesejahteraan masyarakatnya.

Nah,yang kemudian menjadi pertanyaan disini adalah bagaimana konsepan yang ideal dalam menuju suatu kepemerintahan yang demokratis dan berkeadilan ditengah berbagai problematika atau konflik baik secara vertikal maupun horizontal yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia ? Jawaban dari pertanyaan itu sendiri menurut penulis adalah dengan cara menerapkan suatu pola tindakan komunikatif antara masyarakat dengan negara dalam membangun sistem demokrasi yang deliberative agar terciptanya kesetaraan sosial ditengah masyarakat yang multikultural.

Sejarah dan Arti Demokrasi

Manusia disebut sebagai makhluk sosial yang artinya manusia tidak akan dapat hidup tanpa adanya bantuan dari orang lain di sekitarnya. Ketika kita berbicara tentang manusia sebagai sosial, maka tentunya kita akan bersinggungan dengan proses interaksi sosial, konyol ketika kita di tuntut untuk hidup bersosialisasi tetapi tidak diikuti dengan komunikasi atau interaksi. Menurut teori sosiologi, interaksi sosial adalah indikator utama dari terjadinya proses-proses sosial yang sejatinya dalam kita melakukan suatu proses dalam hidup bermasyarakat, pasti kita akan menemukan suatu konflik sosial, baik itu konflik antar pribadi maupun konflik yang orientasinya adalah bersinggungan dengan kehidupan bersama atau bermasyarakat. Tidak bisa dipungkiri bahwasannya manusia sebagai makhluk sosial juga memiliki kecenderungan atau rasa egoisme yang nantinya dapat mengganggu hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam hidup bermasyarakat.

Nah, rasa egoisme tersebutlah yang nantinya akan menimbulkan kecenderungan manusia untuk melakukan sesuatu berdasarkan kepentingan personalnya saja, dan hal tersebut nantinya akan memunculkan suatu konflik dalam hidup bermasyarakat. Ketika kita berbicara tentang konflik dalam hidup bermasyarakat, tentunya kita akan mencari sebuah solusi dimana solusi tersebut dapat meredakan atau menyelesaikan suatu konflik-konflik sosial. Dan solusi yang paling relevan untuk menyelesaikan suatu konflik dalam kehidupan bermasyarakat adalah dengan jalan bagaimana kita membentuk suatu wadah yang yang nantinya wadah tersebut diharapkan untuk bisa menampung segala aspirasi maupun kepentingan-kepentingan yang terkandung dalam rasa egoisme dari tiap-tiap individu tersebut. Disinilah yang merupakan awal munculnya ilmu-ilmu yang mempelajari tentang kehidupan bermasyarakat, salah satunya adalah ilmu politik. Menurut J.Barents, dalamIlmu politika: Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan bermasyarakat.[2]

Selain itu, para filsuf pada zaman yunani kuno seperti Plato dan Aristoteles juga mempunyai persepsi bahwasannya politik adalah sebuah usaha untuk mencapai masayarakat politik yang terbaik. Dan persepsi tersebut tigaskan kembali oleh Peter Merkl, dia mengatakan:Politik dalam bentuk yang paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang yang baik dan berkeadilan.[3]Namun politik itu sejatinya hanyalah sebuah metode atau sekedar ilmu yang masih bersifat abstrak, oleh karena itu, untuk mengimplementasikan sebuah metode atau ajaran yang masih bersifat abstrak tersebut dibutuhkanlah sebuah badan atau lembaga khusus yang orientasinya di harapkan mampu untuk menjadi tempat pengimplementasian ilmu politik secara konkrit. Dan salah satu tempat untuk mengimplementasikan ilmu politik adalah negara, karena negara itu mempunyai pengertian sebagai tempat berkumpulnya suatu masyarakat dalam skala yang sangat besar yang fungsinya adalah untuk mengatur, menjaga, dan menstabilisasikan berbagai kepentingan untuk semua elemen masyarakat.

Namun dalam kenyataannya dan yang menjadi masalah yang sangat sering terjadi adalah bahwasannya terkadang negara juga tidak bisa menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Nah, disinilah timbul pertanyaan mengenai bentuk negara yang bagaimanakah yang ideal untuk mencapai suatu kesejahteraan tersebut?. Jawaban yang paling benar adalah relative, karena masing-masing bentuk suatu negara itu pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, jadi kita tidak akan bisa menjustice bahwasannya bentuk negara ini salah, atau bentuk negara yang lainnya itu benar. Dan yang bisa menjawab pertanyaan itu sebenarnya adalah zaman.Contoh ketika pada zaman sebelum zaman yunani kuno, banyak negara-negara di dunia yang masih memakai model bentuk negara kerajaan atau monarki, termasuk Indonesia.

Mungkin pada saat itu, bentuk monarki masih relevan untuk di pakai dalam suatu negara dalam menyelesaikan suatu masalah. Karena seperti kita ketahui, salah satu ciri dari bentuk monarki adalah adanya kekuasaan absolut atau mutlak dati seorang raja. Dan karena pada saat itu masyarakatnya masih belum tersentuh arus modernisasi dan belum banyak yang berpikir kritis, maka yang terjadi adalah mereka sangat patuh dan taat pada rajanya tanpa adanya pembelaan atau pengkritisan terhadap kebijakan yang terapkan oleh raja tersebut. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan meningkatnya daya pikir seseorang dalam segala bidang kehidupan, sistem atau bentuk negara tersebut sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan dalam menjalankan fungsi negara sebagai mestinya.

Kemudian muncullah sebuah konsep yang dimana di dalam konsep tersebut terkandung suatu kebebasan untuk mengeluarkan pendapat atau ikut serta dalam pengambilan keputusan dalam menetapkan suatu kebijakan yang nantinya akan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Dan konsep tersebut bernama DEMOKRASI.Istilah demokrasi itu sendiri muncul pada zaman Yunani kuno, tepatnya pertengahan abad ke 5 dan ke 4 SM.

Konsep demokrasi ini muncul karena banyak bangsa-bangsa di Eropa yang merasakan sulit dan pahitnya pemerintahan bila di pegang oleh satu orang atau satu golongan tertentu saja, sehingga dibuat sebuah konsep dimana kekuasaan itu harus di pisahke dalam beberapa lembaga sebagaimana dikemukakan oleh beberapa ilmuan atau ahli, diantaranya, Montesquieu, John Locke, Gabriel Almond, Abdul Kadir Audah, Frank J. Goodnow, Van Vollen Hoven dan lain-lain.

Demokrasi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitudemosdankratos.Demosartinya rakyat, sedangkanKratosartinya adalah kekuasaan. Jadi dapat disimpulkan bahwasannya demokrasi adalah kekeuasaan berada di tangan rakyat, yang artinya rakyatlah yang menentukan atau memutuskan segala kebijakan yang akan di ambil oleh pemerintah untuk kemudian diterapkan dalam berbagai kehidupan sehari-hari.Banyak definisi-definisi mengenai demokrasi, contohnya yang di ungkapkan oleh Emha Ainun Najib atau yang lebih akrab dinpanggil dengan sebutan Cak Nun.Dia menyebutkan bahwasannya Demokrasi itu bakperawan, yang merdeka dan memerdekakan.Watak utama demokrasi adalah mempersilahkan.Bukan menolak, menyingkirkan, atau membuang. Demokrasi itu harga mati, demokrasi itu kebenaran sejati, dan demokrasi itula roiba fih,tak ada keraguan kepadanya.[4]Istilah demokrasi diperkenalkan kali pertama oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu suatu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan banyak orang (rakyat).Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia.

Selain dari para pendahulu yang menerangkan tentang bagaimana demokrasi itu dijalankan dan memang sudah lama bergelut dalam bidang politik, ada juga anggapan bahwa dari salah satu filsuf politik radikal, yaitu Alan Badiou. Badioau menolak penafsiran liberal tentang demokrasi sebagai persaingan bebas antarkelompok kepentingan atau individu, baginya, demokrasi adalah sesuatu yang sama sekali lain. Demokrasi adalah invariant komunis, atau sebut saja:egalitarianism radikal. Konsekuensinya, demokrasi bukan sekedar pengambilan keputusan secara kolektif, baik secara agregatif maupun deliberatif. Demokrasi adalah dia yang menghadirkan kesetaraan.[5]

Konsep Mengenai Demokrasi Deliberatif dengan Tindakan Komunikatif

Kata deliberasi berasal dari bahasa Latin deliberatio yang kemudian dalam bahasa Inggris menjadi deliberation.Istilah ini memiliki arti konsultasi, menimbang-nimbang, atau dalam istilah politik adalah musyawarah.[6]Pemakian istilah demokrasi memberikan makna tersendiri bagi konsep demokrasi.Istilah demokrasi deliberatif memiliki makna yang tersirat yaitu diskursus praktis, formasi opini dan aspirasi politik, serta kedaulatan rakyat sebagai prosedur.[7]

Teori demokrasi deliberatif tidak memfokuskan pandangannya dengan aturan-aturan tertentu yang mengatur warga, tetapi sebuah prosedur yang menghasilkan aturan-aturan itu.Teori ini membantu untuk bagaimana keputusan-keputusan politis diambil dan dalam kondisi bagaimanakah aturan-aturan tersebut dihasilkan sedemikian rupa sehingga warganegara mematuhi peraturan-peraturan tersebut.Dengan kata lain, demokrasi deliberatif meminati kesahihan keputusn-keputusan kolektif itu.Secara tidak langsung, opini-opini publik di sini dapat mengklaim keputusan-keputusan yang membuat warga mematuhinya.

Di dalam demokrasi deliberatif, kedaulatan rakyat dapat mengkontrol keputusan-keputusan mayoritas.Kita sebagai rakyat dapat mengkritisi keputusan-keputusan yang dibuat oleh orang-orang yang memegang mandat.Jika kita berani mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, maka secara tidak langsung kita sudah menjadi masyarakta rasional, bukan lagi masyarakat irasional. Opini publik atau aspirasi memiliki fungsi untuk mengendalikan politik formal atau kebijakan-kebijakan politik. Jika kita berani mengkritik kebijakan-kebijakan yang legal itu, secara tidak langsung kita sudah tunduk terhadap sistem.

Konsepan yang seperti inilah yang memang sekiranya patut untuk kemudian dipraktekan dalam rangka merekonstruksi kondisi politik dinegara kita. Artinya, ketika mungkin suatu opini publik sudah mulai banyak berkembang, tentunya mereka akan secara otomatis melakukan kontrol terhadap segala jenis kebijakan yang akan maupun telah ditetapkan oleh birokrasi pemerintahan. Dan inilah yang akan menjadikan upaya untuk mendemokratitasi negara Indonesia menjadi lebih baik untuk kedepannya. Namun, yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana nantinya kita harus senantiasa mencoba untuk kemudian merubah pola berpikir masyarakat yang memang masih terkesan konservatif dan belum mampu untuk berfikir jauh kedepan. Kita bisa mencoba menarik ini dengan menggunakan paradigm teori tindakan komunikatif Jurgen Habermas.

Tindakan komunikatif memiliki 2 aspek, aspek teleologis yang terdapat pada perealisasian tujuan seseorang (atau dalam proses penerapan rencana tindakannya) dan aspek komunikatif yang terdapat dalam interpretasi atas situasidan tercapainya kesepakatan.[8]Dalam tindakan komunikatif, partisipan menjalankan rencananya secara kooperatif berdasarkan definisi situasi bersama. Jika definisi situasi bersama tersebut harus dinegosiasikan terlebih dahulu atau jika upaya untuk sampai pada kesepakatan dalam kerangka kerja definisi situasi bersama gagal, maka pencapaian konsensus dapat menjadi tujuan tersendiri., karena konsensus adalah syarat bagi tercapainya tujuan. Namun keberhasilan yang dicapai oleh tindakan teleologis dan konsensus yang lahir dari tercapainya pemahaman merupakan kriteria bagi apakah situasi tersebut telah dijalani dan ditanggulangi dengan baik atau belum. Oleh karen itu, syarat utama agar tindakan komunikatif bisa terbentuk adalah partisipan menjalankan rencana mereka secara kooperatif dalam situasi tindakan yang didefiniskan bersama. Sehingga mereka bisa menghindarkan diri dari dua resiko, resiko tidak tercapainya pemahaman (ketidaksepakatan atau ketidaksetujuan) dan resiko pelaksanaan rencana tindakan secara salah (resiko kegagalan).

SIMPULAN

Good Governancetidak akan berjalan sempurna ketika kesiapan masyarakat dalam hal komunikasi masih belum terbentuk secara cultural. Inilah yang menjadi masalah atau hambatan dari aktualisasi atau penerapan tentang prinsipgood governancetersebut. Itu terjadi bukan hanya pada tataran antara masyarakat dan pemerintahan, tapi juga pada bagian structural kepemerintahannya.

Hadirnya konsep mengenai demokrasi deliberative ini diharapkan mampu menopang proses aktualisasi dari prinsipgood governanceyang memang sekarang menjadi tren topic dari diskusi-diskusi publik dalam menjalankan mekanisme pemerintahan yang responsive, akuntabel, dan bertanggung jawab pada kemaslahatan masyarakat luas.

DAFTRA RUJUKAN

- Budiardjo, Miriam Prof. 2008.Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

- Ainun Najib, Emha. 2009.Demokrasi La Roiba Fih. Jakarta, Penerbit Buku Kompas.

- Hardiman, Budi F. 2009.Menuju Masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik dan Postmodernisme Menurut Jurgen Habermas. Yogyakarta, Penerbit Kanisius.

- Adian, Donny Gahral. 2011.Teori Militansi: Esai-Esai Politik Radikal.Depok, Penerbit Koekoesan.

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang

Angkatan 2010

[1]Miriam Budiardjo,Dasar-dasar ilmu politik(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2008), hlm. 105

[2]Barents,Ilmu Politik; Suatu Perkenalan Lapangan,terjemahan LM. Sitorus (Jakarta: PT Pembangunan, 1965,) hlm. 23

[3]Peter H. Merkl,Continuity and Change(New York: Harper and Row, 1967), hlm. 13

[4]Emha Ainun Najib,Demokrasi La Roiba Fih(Jakarta: Kompas Penerbit Buku, 2009) , hlm 54

[5]Donny Gahral Adian,Teori Militansi: Esai-Esai Politik Radikal(Depok: Penerbit Koekoesan; 2011), hlm. 43

[6]Fresco Budi HardimanDemokrasi Deliberatif. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2009. hlm. 128.

[7]Ibid

[8]F.Budi HardimanMenuju Masyarakat Komunikatif. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2009. hlm. 14.

https://blog.ub.ac.id/iwanisme/2012/10/08/demokrasi-deliberatif/" https://blog.ub.ac.id/iwanisme/2012/10/08/demokrasi-deliberatif/ 8oct

https://www.academia.edu/2271378/Institusionalisasi_Demokrasi_Deliberatif_di_Indonesia_Sebuah_Pencarian_Teoretik#