makalah individu morbus hansen

25
UNIVERSITAS INDONESIA PENATALAKSANAAN OKUPASI TERAPI TN. …USIA … TAHUN PADA KASUS ….. UNIT RAWAT JALAN DI RSUP DR. CIPTO MANGUNKUSUMO LAPORAN KASUS diajukan sebagai salah satu pemenuhan syarat praktek klinik II periode I oleh Restu Suwandari 1206281335 PROGRAM VOKASI RUMPUN KESEHATAN PROGRAM STUDI OKUPASI TERAPI

Upload: restu-suwandari

Post on 06-Feb-2016

77 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

morbus hansen

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Individu Morbus Hansen

UNIVERSITAS INDONESIA

PENATALAKSANAAN OKUPASI TERAPI TN. …USIA … TAHUN

PADA KASUS …..UNIT RAWAT JALAN DI RSUP DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

LAPORAN KASUS

diajukan sebagai salah satu pemenuhan syarat praktek klinik II periode I

oleh

Restu Suwandari 1206281335

PROGRAM VOKASIRUMPUN KESEHATAN

PROGRAM STUDI OKUPASI TERAPI

DepokOktober 2014

Page 2: Makalah Individu Morbus Hansen

UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM VOKASI

BIDANG STUDI KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI OKUPASI TERAPI

LEMBAR PENGESAHAN

Telah diperiksa dengan seksama makalah :

“Penatalaksanaan Okupasi Terapi pada Kasus …. ”

Pada kegiatan Praktik Klinik II Mahasiswa Program Vokasi

Universitas Indonesia

Program Studi Okupasi Terapi yang diselenggarakan pada s.d yang bertempat di

RSUP dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), disetujui oleh instruktur dan pembimbing

mahasiswa.

Disusun Oleh:

Restu Suwandari 1206281335

Demikianlah makalah Praktik Klinik II disetujui oleh pembimbing dan instruktur :

Tanggal 20 Oktober 2014

Instruktur dan Pembimbing Mahasiswa RSUP dr. Cipto Mangunkusumo

M. Syarif H, AMd.OT

NIP.

Page 3: Makalah Individu Morbus Hansen

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan

Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini. Shalawat

beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW,

kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman.

Adapun laporan kasus ini yang berjudul “….” dibuat untuk memenuhi tugas

praktek klinik II studi Okupasi Terapi, Rumpun Kesehatan, Program Vokasi

Universitas Indonesia.

Dalam penulisan Laporan Kasus ini, tidak lepas bantuan dan dorongan dari

berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Orangtua, kakak, adik dan keluarga, terimakasih untuk doa dan kasih sayang yang

selalu mengiringi setiap langkah penulis, serta dukungannya baik secara moril

maupun materil.

2. Bapak M. Syarif H, AMd.OT., Ibu Inovasi Nadhiroh, AMd.OT, Ibu Endah ,AMd.

OT, Ibu Yuni … selaku pembimbing lahan praktek klinik II di Rumah Sakit

Umum Pusat dr. Cipto Mangunkusumo yang selalu membimbing, mengarahkan

dan mendidik. Terimakasih telah memberikan ilmu, masukan, pencerahan dan

dukungannya sehingga proses pembuatan Laporan ini dapat berjalan dengan baik

dan dapat terselesaikan.

3. Segenap Dosen dan Instruktur Lapangan Praktek Klinik Okupasi Terapi (Bapak dr.

Tri Gunadi Amd.OT, S.Psi, Bapak Hermito Gideon, Amd.OT , Bapak Mahrus

As’ari, Amd. OT, Ibu Ririn Chairul J, Amd.OT , Bapak Nasron Azizan, Amd.OT,

serta seluruh dokter dan dosen yang tidak bisa disebutkan satu per satu) yang telah

memberikan ilmu yang begitu besar dan bimbingannya kepada penulis.

4. Ny. dan keluarga, selaku pasien, terimakasih atas kesediaannya dan sikap

kooperatifnya yang sangat membantu dalam pemberian informasi dan keterangan.

5. Teman-teman kelompok Praktek Klinik II, Putri Dirgantara dan Nurwulan

Salamah. Terima Kasih untuk kerjasama dan dukungan yang begitu besar selama

satu bulan Praktek Klinik di RSUP Persahabatan.

Page 4: Makalah Individu Morbus Hansen

6. Teman-teman Okupasi Terapi UI angkatan 2012, terimakasih atas segala

kerjasamanya, dukungan dan kebersamaannya.

7. dr. Siti Chandra ., Sp.KFR untuk bimbingannya selama menjalankan Praktek

Klinik di RSUP Persahabatan.

8. Staff dan karyawan-karyawan kampus, terimakasih telah banyak membantu

mengenai segala teknis pendidikan.

9. Orang-orang yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih untuk

segala doa, bantuan dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna, kepada para

pembaca agar memberi kritik dan saran untuk menyempurnakan laporan ini. Akhir

kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu serta wawasan

pembaca.

Depok, Oktober 2014

Penulis

Page 5: Makalah Individu Morbus Hansen

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Definisi .....................................................................................

B. Prevalensi ...................................................................................

C. Etiologi .......................................................................................

D. Gejala ..........................................................................................

E. Prognosis ……………………………………………….………

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengumpulan Data ....................................................................

B. Kesimpulan Problematik Okupasional.......................................

C. Prioritas Masalah .......................................................................

D. Program Terapi ..........................................................................

E. Intervensi OT ..............................................................................

F. Home Program ..........................................................................

G. Evaluasi .....................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................

B. Saran ...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ ..

LAMPIRAN

Page 6: Makalah Individu Morbus Hansen

BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi

A.1. Okupasi Terapi

Okupasi Terapi adalah bentuk layanan masyarakat atau pasien yang

mengalami gangguan fisik dan atau mental dengan menggunakan aktivitas

bermakna ( okupasi ) untuk meningkatkan kemandirian individu dalam area

aktivitas kehidupan sehari – hari, produktivitas, dan pemanfaatan waktu

luang dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Menurut kementrian kesehatan Republik Indonesia, Okupasi Terapi

adalah Profesi kesehatan yang menangani pasien / klien dengan gangguan

fisik dan atau mental yang bersifat sementara atau menetap.

A.2. Pemeriksaan

A.3. Morbus Hansen

Penyakit kusta (Morbus Hansen, Leprosy) adalah penyakit kronis yang

disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama

menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut,

saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan

testis kecuali susunan saraf pusat. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi

dapat asimtomatik, namun sebagian kecil memperlihatkan gejala dan

mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat, khususnya pada tangan dan

kaki.

Klasifikasi

Setelah seseorang didiagnosis menderita kusta, maka untuk tahap selanjutnya

harus ditetapkan tipe atau klasifikasinya. Penyakit kusta dapat diklasifikasikan

Page 7: Makalah Individu Morbus Hansen

berdasarkan manifestasi klinis (jumlah lesi, jumlah saraf yang terganggu), hasil

pemeriksaan bakteriologi, pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan imunologi.

Klasifikasi bertujuan untuk:

A. Menentukan rejimen pengobatan, prognosis dan komplikasi.

B. Perencanaan operasional, seperti menemukan pasien-pasien yang

menularkan dan memiliki nilai epidemiologi yang tinggi sebagai target utama

pengobatan.

C. Identifikasi pasien yang kemungkinan besar akan menderita cacat

Terdapat banyak jenis klasifikasi penyakit kusta diantaranya adalah klasifikasi

Madrid, klasifikasi Ridley-Jopling, klasifikasi India dan klasifikasi menurut WHO.

A. Klasifikasi Internasional: klasifikasi Madrid (1953)

Pada klasifikasi ini penyakit kusta dibagi atas Indeterminate (I),

Tuberculoid (T), Borderline-Dimorphous (B), Lepromatous (L). Klasifikasi ini

merupakan klasifikasi paling sederhana berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan

bakteriologis, dan pemeriksaan histopatologi, sesuai rekomendasi dari International

Leprosy Associationdi Madrid tahun 1953.

B. Klasifikasi Ridley-Jopling (1966)

Pada klasifikasi ini penyakit kusta adalah suatu spektrum klinis mulai dari

daya kekebalan tubuhnya rendah pada suatu sisi sampai mereka yang memiliki

kekebalan yang tinggi terhadap M.leprae di sisi yang lainnya. Kekebalan seluler (cell

mediated imunity = CMI) seseorang yang akan menentukan apakah dia akan

menderita kusta apabila individu tersebut mendapat infeksi M.leprae dan tipe kusta

yang akan dideritanya pada spektrum penyakit kusta. Sistem klasifikasi ini banyak

digunakan pada penelitian penyakit kusta, karena bisa menjelaskan hubungan antara

interaksi kuman dengan respon imunologi seseorang, terutama respon imun seluler

spesifik.

Kelima tipe kusta menurut Ridley-Jopling adalah tipe Lepromatous (LL), tipe

Borderline Lepromatous (BL), tipe Mid Borderline (BB), tipe Borderline

Tuberculoid (BT), dan tipe Tuberculoid (T).

C. Klasfikasi menurut WHO

Pada tahun 1982, WHO mengembangkan klasifikasi untuk memudahkan

pengobatan di lapangan. Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi

menjadi 2 tipe yaitu tipe Pausibasiler (PB) dan tipe Multibasiler (MB). Sampai saat ini

Departemen Kesehatan Indonesia menerapkan klasifikasi menurut WHO sebagai

Page 8: Makalah Individu Morbus Hansen

pedoman pengobatan penderita kusta. Dasar dari klasifikasi ini berdasarkan

manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan bakteriologi.

B. Prevalensi

Sampai saat ini epidemiologi penyakit kusta belum sepenuhnya

diketahui secara pasti. Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia terutama di

daerah tropis dan subtropis. Dapat menyerang semua umur, frekuensi

tertinggi pada kelompok umur antara 30-50 tahun dan lebih sering mengenai

laki-laki daripada wanita. Menurut WHO (2002), diantara 122 negara yang

endemik pada tahun 1985 dijumpai 107 negara telah mencapai target

eliminasi kusta dibawah 1 per 10.000 penduduk pada tahun 2000. Pada tahun

2006 WHO mencatat masih ada 15 negara yang melaporkan 1000 atau lebih

penderita baru selama tahun 2006. Lima belas negara ini mempunyai

kontribusi 94% dari seluruh penderita baru didunia. Indonesia menempati

urutan prevalensi ketiga setelah India, dan Brazil.

Di Indonesia penderita kusta terdapat hampir pada seluruh provinsi

dengan pola penyebaran yang tidak merata. Meskipun pada pertengahan

tahun 2000 Indonesia secara nasional sudah mencapai eliminasi kusta namun

pada tahun tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 terjadi peningkatan

penderita kusta baru. Pada tahun 2006 jumlah penderita kusta baru di

Indonesia sebanyak 17.921 orang. Propinsi terbanyak melaporkan penderita

kusta baru adalah Maluku, Papua, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan

dengan prevalensi lebih besar dari 20 per 100.000 penduduk.

Pada tahun 2010, tercatat 17.012 kasus baru kusta di Indonesia dengan angka

prevalensi 7,22 per 100.000 penduduk sedangkan pada tahun 2011, tercatat

Page 9: Makalah Individu Morbus Hansen

19.371 kasus baru kusta di Indonesia dengan angka prevalensi 8,03 per

100.000 penduduk.

C. Etiologi

Kuman penyebab penyakit kusta adalah M. leprae yang ditemukan

oleh GH Armauer Hansen, seorang sarjana dari Norwegia pada tahun 1873.

Kuman ini bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8 mikron

dan lebar 0,2 - 0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-

satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat

dikultur dalam media buatan. Kuman ini juga dapat menyebabkan infeksi

sistemik pada binatang armadillo.

Secara skematik struktur M. leprae terdiri dari :

A. Kapsul

Di sekeliling organisme terdapat suatu zona transparan elektron dari bahan

berbusa atau vesikular, yang diproduksi dan secara struktur khas bentuk M.

leprae . Zona transparan ini terdiri dari dua lipid, phthioceroldimycoserosate,

yang dianggap memegang peranan protektif pasif, dan suatu phenolic

glycolipid, yang terdiri dari tiga molekul gula hasil metilasi yang

dihubungkan melalui molekul fenol pada lemak (phthiocerol). Trisakarida

memberikan sifat kimia yang unik dan sifat antigenik yang spesifik terhadap

M. leprae

B. Dinding sel

Dinding sel terdiri dari dua lapis, yaitu:

a. Lapisan luar bersifat transparan elektron dan mengandung

lipopolisakarida yang terdiri dari rantai cabang arabinogalactan yang

diesterifikasi dengan rantai panjang asam mikolat , mirip dengan yang

ditemukan pada Mycobacteria lainnya.

b. Dinding dalam terdiri dari peptidoglycan: karbohidrat yang dihubungkan

melalui peptida-peptida yang memiliki rangkaian asam-amino yang

mungkin spesifik untuk M. leprae walaupun peptida ini terlalu sedikit untuk

digunakan sebagai antigen diagnostik.

Page 10: Makalah Individu Morbus Hansen

C. Membran

Tepat di bawah dinding sel, dan melekat padanya, adalah suatu membran

yang khusus untuk transport molekul-molekul kedalam dan keluar

organisme. Membran terdiri dari lipid dan protein. Protein sebagian besar

berupa enzim dan secara teori merupakan target yang baik untuk kemoterapi.

Protein ini juga dapat membentuk ‘antigen protein permukaan’ yang

diekstraksi dari dinding sel M. leprae yang sudah terganggu dan dianalisa

secara luas.

D. Sitoplasma

Bagian dalam sel mengandung granul-granul penyimpanan, material genetik

asam deoksiribonukleat (DNA), dan ribosom yang merupakan protein yang

penting dalam translasi dan multiplikasi. Analisis DNA berguna dalam

mengkonfirmasi identitas sebagaiM. leprae dari mycobacteria yang

diisolasi dari armadillo liar, dan menunjukkan bahwa M. leprae, walaupun

berbeda secara genetik, terkait erat dengan M. tuberculosisdan M.

scrofulaceum.

D. Gejala

Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama

atau tanda kardinal, yaitu:

A. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa.

Kelainan kulit/lesi yang dapat berbentuk bercak keputihan

(hypopigmentasi) atau kemerahan (erithematous) yang mati rasa

(anaesthesia).

B. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.

Gangguan fungsi saraf tepi ini biasanya akibat dari peradangan kronis

pada saraf tepi (neuritis perifer). Adapun gangguan-gangguan fungsi saraf

tepi berupa:

a. Gangguan fungsi sensoris: mati rasa.

b. Gangguan fungsi motoris: kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan

(paralise).

c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering.

C. Ditemukannya M. lepraepada pemeriksaan bakteriologis.

Page 11: Makalah Individu Morbus Hansen

E. Prognosis

Page 12: Makalah Individu Morbus Hansen

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengumpulan Data

A. Pengumpulan Data

A.1. Data Identitas Pasien

Nama :

Umur : tahun

Jenis kelamin :

Agama : Islam

Alamat/telepon :

Pekerjaan :

Hobi : -

No.Registrasi :

Diagnosis :

Kiriman dokter : dr.

Alasan rujukan :

Problem Okupasi Terapi

Motorik

Sensorik

Kognitif

Intrapersonal

Interpersonal

Self Care

Produktivitas

Waktu Luang

Page 13: Makalah Individu Morbus Hansen

Tanggal pemeriksaan:

Nama OT : Mahasiswi Restu Suwandari

Bagian / ruangan : IRM / Okupasi Terapi RSCM

A.2. Pengumpulan Data Riwayat Penyakit

A.2.a Riwayat Kondisi Sekarang

A.2.b Riwayat Penyakit Dahulu

A.2.c Riwayat Sosial Ekonomi

A.2.d Harapan

A.3. Pemeriksaan

Penampilan umum : Pasien datang ke unit okupasi terapi

TD : / mmHg

Nadi : x/menit

Berat badan : 40kg

Page 14: Makalah Individu Morbus Hansen

Komponen Aset Limitasi

Sensorik Kesadaran sensori : pasien

dalam keadaan compos

mentis.

Visual : pasien mampu

melihat benda sekitar.

Auditori : pasien mampu

mendengar instruksi terapis.

Gustatory : pasien mampu

merasakan rasa makanan

Olfactory : pasien mampu

mencium wangi-wangian

Taktil : pasien tidak

merasakan sentuhan pada

ujung jari – jari tangan

kanan saat dilakukan tes

…… (hiposensitif pada

palmar).

Proprioceptive : pasien

tidak mampu merasakan

gerak sendi pada jari-jari

tangan ki/ka…. saat jari

yang sakit digerakkan lalu

pasien menyebutkan

bagian jari yang

digerakkan.

Persepsi Stereognosis : dengan mata

tertutup pasien mampu

identifikasi bentuk

3dimensi dari balok,bulat

dan segitiga.

Kinesthesia : pasien mampu

mengikuti jari yang

digerakkan pada sisi yang

sehat.

Body scheme : pasien

mampu menunjukkan

anggota badan yang

dimaksud.

Diskriminasi kanan&kiri :

pasien mampu

membedakan tangan kanan

dan kiri

Konstansi bentuk : pasien

mampu paham bentuk

Posisi dalam ruang : pasien

mampu mengetahui posisi

benda di sebuah ruangan

Visual closure : pasien

mampu identifikasi objek

sebagian.

Figure ground : pasien

mampu membedakan latar

belakang (gunung) dan latar

depan (rumah) saat pasien

Tidak terdapat limitasi

Page 15: Makalah Individu Morbus Hansen

Tabel Aset dan Limitasi.

Occupational Performance Area

Total Barthel Index :

B. Ringkasan Kasus

C. Kesimpulan Problematik Okupasional

D. Prioritas Masalah

E. Program Terapi

F. Intervensi OT

G. Home Program

H. Evaluasi

Page 16: Makalah Individu Morbus Hansen

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Untuk mendukung mencapai tujuan proses terapi perlu adanya

kerjasama antara terapis, pasien dan keluarga pasien.

Saran untuk terapis :

1. Memberi motivasi kepada pasien agar mampu mencapai goal yang sudah

dibuat

2. Mengedukasi pasien agar mengulang apa yang sudah dilakukan saat terapi.

3. Mengedukasi keluarga pasien agar memberikan motivasi pada pasien

supaya mengulang apa yang sudah dilakuakn saat terapi.

4. Memberi instruksi atau arahan yang mudah dimengerti pasien.

5. Memberi aktivitas yang sesuai dengan riwayat penyakitnya, jangan terlalu

berat atau terlalu ringan.

6. Memberi waktu istirahat sesuai kondisi tubuh pasien.

7. Membuat LTG dan STG yang realistis dengan kemampuan pasien.

8. Menciptakan suasana yang kondusif, aman dan nyaman saat melakukan

kegiatan terapi.

Saran untuk pasien :

1. Menjaga kesehatan dan motivasi agar dapat mengikuti kegiatan terapi

dengan baik.

2. Konsisten dalam kegiatan terapi demi tercapainya goa yang sudah di

tentukan.

3. Pasien harus sering-sering melakukan pengulangan aktivitas yang sudah

diberikan saat terapi di rumahnya.

Saran untuk keluarga :

Page 17: Makalah Individu Morbus Hansen

1. Mengingatkan kembali pasien untuk melakukan terapi sesuai petunjuk

terapis.

2. Membantu pasien saat pasien mengulang latihan di rumah.

3. Berikan support yang penuh kepada pasien saat pasien mencoba

mengulang latihan yang telah dilakukan saat terapi.

4. Jangan perlakukan pasien seperti orang sakit yang tidak bisa apa-apa.

Coba motivasi pasien secara perlahan untuk melakukan aktivitasnya secara

mandiri.

Page 18: Makalah Individu Morbus Hansen

DAFTAR PUSTAKA

Felton Ross, W,. 1989. Penyakit Kusta Untuk Petugas Kesehatan. Jakarta : PT

Gramedia.

LAMPIRAN