tugas geologi lingkungan
TRANSCRIPT
TUGAS
GEOLOGI LINGKUNGAN (PENGARUH TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA)
SAMPAH TERHADAP KUALITAS AIR SEKITAR TPA BUKIT
PINANG, KOTA SAMARINDA)
Rony Octa Prabowo 1107045075
Abdul Razak 1107045077
Andi Sutriawan W 1107045078
FISIKA KONSENTRASI GEOFISIKA GEOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah
SWT. Tuhan semesta alam karena atas limpahan rahmat, hidayah serta
pertolonganNya sehingga kami dapat menyelesaikan Peper Geologi Lingkungan
ini tepat pada waktunya.
Peper Geologi Lingkungan ini disusun berdasarkan dari data yang telah
dilakukan. Adapun judul yang kami bahas di dalam Peper ini ”Pengaruh Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terhadap Kualitas Air Sekitar TPA Bukit
Pinang, Kota Samarinda” dimana semua data ini diharapkan nantinya dapat
dijadikan sebagai materi tambahan untuk mempelajari materi dengan tingkat yang
lebih tinggi lagi.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Piter
Lepong, M.Si dan Kadek Subagiada, S.Si, M.Si yang telah menjadi dosen
pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing kami
dalam melakukan seluruh data ini.
Kekurangan dalam segala hal tentu ada. Kami berlapang dada dan dengan
tangan terbuka akan menerima kritik saran serta tegur sapa yang bersifat
membangun demi kesempurnaan Peper Geologi Lingkungan ini untuk kemajuan
bersama. Hal demikian bahkan sangat kami nantikan datangnya dari semua pihak
Akhirnya hanya kepada Allah SWT. Kami memohon pertolongan dan
perlindunganNya, semoga laporan ini membawa berkah dan manfaat bagi kita
semua.
Samarinda, 26 Oktober 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakekatnya manusia merupakan bagian dari alam. Dalam
melangsungkan kegiatan kehidupan, manusia secara otomatis tidak dapat
melepaskan diri dari ketergantungnya pada lingkungan alam. Paham ekosentris
menganggap bahwa manusia adalah bagian dari alam dan tunduk pada hukum-
hukum alam. Sekali manusia menentang sunnah lingkungan, maka sejak itu
mereka layaknya mendeklarasikan kerusakan alam dan jaringannya dalam waktu
yang lama. Oleh karena itu sejatinya dalam melakukan eksploitasi sumber daya
alam, manusia seharusnya memperhatikan dan memprioritaskan keseimbangan
alam.
Dalam hukum ekologis, setiap gangguan keseimbangan ekosistem akan
selalu mengarah pada proses keseimbangan kembali (re-equilibrium process).
Adanya hubungan-hubungan timbal balik antara manusia sebagai komponen
biotik dengan komponen abiotik yang saling berinteraksi dan saling
mempengaruhi akan membentuk sebuah keseimbangan. Inilah yang kemudian
disebut dengan keseimbangan ekologis.
Fenomena yang terjadi sekarang ini, kelihatannya pendekatan lingkungan
menjadi semakin terbelakang ditengah derasnya arus pembangunan yang bergeser
kearah globalisasi. Akibatnya sejumlah dampak yang merugikan muncul berkaitan
dengan sistem ekonomi yang berlandaskan pada prinsip-prinsip global dan sudah
pasti, secara keseluruhan korban utama adalah kerusakan lingkungan melalui
eksploitasi sumber daya alam. Terkadang manusia pura-pura lupa bahwa selain
dapat dimanfaatkan, dalam dalam hal ini lingkungan juga perlu dijaga
kelestariannya.
Banjir sebagai salah satu akibat dari menurunnya kualitas ekosistem
hanyalah akibat kecil dari perilaku dan hasil kerja manusia dalam memberlakukan
dan mengelola sumber daya alam dan lingkungan. Banyak perilaku manusia yang
hanya mementingkan diri sendiri untuk memenuhi nafsu perut dan kekuasaan,
tanpa mencoba mengembangkan nalar empati kepada alam lingkungannya.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui kualitas air tanah yang ada di tempat penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sejarah Umum TPA Bukit Pinang
Tempat pembuangan akhir (TPA) Bukit Pinang adalah tempat
pembuangan akhir sampah kota Samrinda yang terletak di kecamatan Samarinda
Ulu Kelurahan Bukit Pinang, Desa Air Putih dengan jarak + 5 Km dari pusat
kota. Lokasi TPA seluas 9,5 (lima) Ha berupa jurang dengan kedalaman + 15 s/d
30 meter, TPA Bukit Pinang menjadi salah satu pusat tempat dimana seluruh sisa
atau buangan dari kegiatan masyarakat Samarinda.
TPA Bukit Pinang didirikan dengan pertimbangan untuk digunakan
sebagai tempat menampung jumlah sampah kota yang terus bertambah dari tahun
ke tahun. Hingga sekarang TPA Bukit Pinang masih menggunakan metoda open
dumping, dimana sampah dibongkar dari truck dan ditimbun di bibir jurang
kemudian didorong dengan tracktor untuk diratakan (control landfill).
Masalah sampah merupakan salah satu isu utama yang timbul di setiap
kota di Indonesia termasuk kota Samarinda. Sampah perkotaan merupakan salah
satu persoalan rumit yang dihadapi oleh pengelola kota dalam menyediakan
sarana dan prasarana perkotaan. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang
tinggi disertai kemajuan tingkat perekonomian, maka akan sangat mempengaruhi
peningkatan jumlah timbunan sampah pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Sehingga apabila tidak dikelola dengan baik akan mempengaruhi tingkat
kebersihan dan mencemari lingkungan yang pada akhirnya akan menurunkan
tingkat kesehatan masyarakat.
Penimbunan sampah di dalam Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan
mengalami proses penguraian secara kimia dan biokimia. Ketika air hujan dan air
permukaan meresap kedalam timbunan sampah maka akan menghasilkan cairan
rembesan dengan kandungan polutan dan kebutuhan oksigen yang sangat tinggi
yang disebut dengan leachate. Leachate atau air luruhan sampah merupakan
tirisan cairan sampah hasil ekstrasi bahan terlarut maupun tersuspensi. Pada
umumnya leachate terdiri atas senyawa-senyawa kimia hasil dekomposisi sampah
dan air yang masuk dalam timbulan sampah. Air tersebut dapat berasal dari air
hujan, saluran drainase, air tanah atau dari sumber lain di sekitar lokasi Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) (Martono,1996).
Leachate dapat merembes melalui tanah dan dimungkinkan pula akan
mencemari air tanah yang ada di lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pada
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bukit Pinang yang digunakan untuk
penimbunan sampah terjadi proses dekomposisi biologi dan ditambah pula
masuknya air eksternal kedalam bak timbunan sampah yang kemudian membawa
zat-zat berbahaya keluar dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan cara
meresap ke dalam tanah atau mengalir di permukaan menuju badan air penerima
(sungai) dan dapat menyebabkan turunnya kualitas air di sekitar Tempat
Pembuangan Akhir (TPA).
Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bukit Pinang kota Samarinda
leachate yang dihasilkan hanya di olah menggunakan setlingpond yaitu bak
penampung yang terdiri lima bak lalu setelah itu leachate di buang ke badan air
(sungai) di sekitar tanpa melalui pengolahan selanjutnya seperti flokulasi,
koagulasi, dan lain-lain. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa terhadap kualitas
air di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bukit Pinang kota Samarinda
Kalimantan Timur.
Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan
mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa
spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan
biologis (Sitepoe, 1997).
2. Upaya Pengeloalan Leachate pada TPA Bukit Pinang
Pada TPA Bukit Pinang upaya Pengolaan Leachate dilakukan dengan
sistem gravitasi dimana Leachate dari tempat yang lebih tinggi secara gravitasi
dialirkan ke saluran umum yang letaknya lebih rendah (Inlet), air lindi yang
mengalir di tampung pada unit sedimentasi yang merupakan peralatan yang
berfungsi untuk memisahkan solid dan liquid dari suspensi untuk menghasilkan
air yang lebih jernih dan konsentrasi lumpur yang lebih kental melalui
pengendapan secara gravitasi, pada TPA Bukit Pinang unit ini terdapat lima bak
sedimentasi. Setelah lumpur mengendap air lindi langsung di buang (outlet) ke
badan anak sungai di sekitar TPA tanpa pengolahan lebih selanjutnya seperti
flokulasi, filtrasi, aerasi dan lain-lain.
Menurut Suripin (2002) mekanisme masuknya leachate masuk ke lapisan
air tanah, terutama air tanah dangkal (sumur) melalui proses sebagai berikut:
leachate ditemukan pada lapisan tanah yang digunakan sebagai open dumping,
yaitu kira-kira berjarak 2 meter di bawah permukaan tanah secara khusus, bila
leachate masuk dengan cara infiltrasi di tanah, segera permukaan tanah dijenuhi
air. Akibat adanya faktor seperti air hujan, mempercepat leachate masuk ke
lapisan tanah yaitu zona aerasi yang mempunyai kedalaman 10 meter di bawah
permukaan tanah (Sugiharto,1987), lalu akibat banyaknya leachate yang terbentuk
menyebabkan leachate masuk ke lapisan air tanah dangkal atau lapisan air tanah
jenuh dan di lapisan tanah jenuh tersebut, air yang terkumpul bercampur dengan
leachate dimana di air tanah dangkal ini dimanfaatkan untuk sumber air minum
melalui sumur-sumur dangkal.
3. Timbulan Sampah
Timbulan sampah di Kota Samarinda beasal dari enam kecamatan yaitu
Samarinda Ilir, Samarinda Ulu, Samarinda Utara, Samarinda Seberang, Sungai
Kunjang dan Palaran. Timbulan sampah perhari dan per bulan dapat di lihat
berturut-turut pada Tabel 1 dan Tabel 2.
4. Sumber Sampah
Timbulan sampah kota Samarinda berasal dari beberapa sumber kegiatan
dan aktivitas masyarakat pada umumnya seiring dengan kemajuan industri
pembangunan di era globalisasi ini, seperti terlihat pada Tabel 3.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan melakukan
pengamatan dan penilaian langsung kepada tempat yang di teliti. Penelitian ini
dilakukan di TPA Bukit Pinang, Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.
Pengambilan sampel leachate diambil pada 2 lokasi; yaitu inlet dan pada
saluran outlet. Sampel air sungai di ambil di dua titik yaitu di ±50 m dari hilir
sungai dan ±50 m dari hulu sungai, dimana parameter yang akan di amati adalah
sebagai berikut: Temperature, pH, Dissolved Oksigen, Biochemical Oxygen
Demand (BOD), Total Suspended Solid, Turbiditas, Ammonia, Oil Grease dan
Bakteri E. Coli.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik seperti :
1. Observasi adalah pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan
terhadap gejala atau peristiwa yang diselidiki pada objek penelitian. Pada
penelitian ini, observasi digunakan untuk mengamati secara langsung faktor-
faktor yang berpengaruh dari TPA yang salah satunya adalah kulitas air.
2. Pengambilan sampel dan pengukuran kualitas air dilakukan pada setiap lokasi,
dengan menggunakan botol sampel kaca dan diberi pengawet sesuai
peruntukannya. Sampel selanjutnya di bawa ke laboratorium untuk dianalisa
lebih lanjut. Untuk parameter insitu seperti DO, temperatur dan pH langsung
di analisa pada saat pengambilan.
Analisis laboratorium dilakukan setelah sampel air yang ada didalam botol
terisi air penuh, tidak boleh terdapat gelembung udara dan diberi bahan pengawet
berupa Asam Sulfat untuk parameter BOD, kemudian ditutup dengan
menggunakan penutup yang rapat udara. Langkah selanjutnya air sampel yang
telah diambil untuk diujikan tidak boleh melebihi batas waktu yang telah
ditentukan yaitu 72 jam setelah pengambilan. Analisa sampel dilakukan di Lab.
Sucofindo Samarinda.
1. Pengukuran Kualitas Air Inlet dan Oulet TPA
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air pada inlet dan oulet TPA Bukit
Pinang, pada setiap lokasi sampling analisa diperoleh hasil kualitas air yang
hampir sama, seperti terlihat pada Tabel 4, dimana nilai rata-rata kualitas air pada
inlet dan outlet TPA Bukit Pinang Samarinda.
Hasil pengukuran tersebut di bandingkan dengan baku mutu yang terdapat
di SK. Gub. Kaltim No. 26/2002 tentang Baku Mutu limbah cair bagi kegiatan
industri dan usaha lainnya dalam provinsi Kalimantan Timur. Dapat dilihat pada
Tabel 4, di atas bahwa setiap parameter rata-rata melebihi NAB dan nilai antara
inlet dan outlet tidak mengalami hasil yang signifikan. Perbedaan hasil yang tidak
signifikan ini di karenakan pengolahan IPALnya tidak maksimal, dimana pada
IPALnya hanya terdapat bak sedimentasi saja, yang pada prosesnya setelah
lumpur mengendap air lindi langsung di buang (outlet) ke badan anak sungai di
sekitar TPA tanpa pengolahan lebih selanjutnya seperti flokulasi, filtrasi, aerasi
dan lain-lain.
2. Pengukuran Kualitas Air Sumur
Untuk hasil pengukuran kualitas air sumur dapat di lihat pada Tabel 5.
Dari hasil pengukuran pada Tabel 5, terlihat bila dibandingkan dengan Peraturan
Pemerintah RI No. 82/2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemar air sumur yang melebihi dari nilai ambang batas adalah sumur-sumur
yang berada di dalam kawasan TPA yaitu sumur monitoring 01, sumur penduduk
belakang TPA dan sumur monitoring 03 hal ini dapat dilihat dari tulisan yang
berwarna merah. Sementara itu sumur-sumur yang masih layak adalah sumur-
sumur yang di luar kawasan TPA yaitu sumur pengumpul penduduk, Pak Haji dan
Ibu Edy.
Pada Tabel 5, juga dapat dilihat bahwa jarak sumur yang paling dekat
dengan sumber pencemar (TPA) ternyata memiliki kualitas air yang lebih buruk,
hal ini dapat dilihat pada sumur monitoring 03 dengan jarak 5 meter serta sumur
monitoring 01 yang berjarak 7 m, yang setiap parameternya pada tulisan biru
paling tinggi dibandingkan dengan sumur-sumur lainnya. Hal ini menunjukan
bahwa ada pengaruh jarak sumur terhadap TPA, kondisi ini diduga disebabkan
oleh faktor geologis, geografis, dan juga faktor konstruksi IPAL pada TPA yang
tidak sempurna. Pada sumur monitoring 03 tidak layak dikonsumsi untuk air
bersih namun masih bisa digunakan untuk keperluan perikanan dan pertanian.
Selain itu keberadaan sumur monitoring adalah untuk mengecek sejauh
mana pencemaran leachate yang ada pada IPAL TPA terhadap kualitas air
tanahnya sehingga menyebabkan nilai hasil pengukurannya lebih tinggi
dibandingkan dengan sumur-sumur lainnya.
3. Pengukuran Kualitas Air Pada Hulu dan Hilir TPA
Untuk hasil Rata-rata pengukuran kualitas air di hulu dan hilir TPA dapat
di lihat pada Tabel 6. Hasil pengukuran pada Tabel 6 di bandingkan dengan
Peraturan Pemerintah RI No. 82/2001 tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemar air. Jika di bandingkan dengan baku mutu nilai parameter
pada hilir melebihin ambang batas di banding hulu dengan nilai yang sangat
signifikan, sementara itu tidak terjadi perbedaan nilai yang signifikan antara
parameter kualitas air di outlet dan bagian hilir yang mengindikasikan
terpengaruhnya perairan bagian hilir oleh limbah dari outlet TPA. Perbedaan yang
sangat signifikan antara lain parameter kualitas air di bagian hulu dengan di
bagian hilir antara lain dapat dilihat pada nilai DO, TSS, Turbidity, Ammoniak,
BOD serta E. Coli, dimana nilai Dissolved Oxygen (DO) dibagian hilir 2.99 mg/L
sedang dihulunya 4.69 mg/L, sementara itu nilai Total Suspended Solids (TSS)
dibagian hilir 467 mg/L sedang dihulunya 122 mg/L, sementara nilai Turbidity
dibagian hilir 63 FTU sedang dihulunya 29 FTU, sementara itu nilai Ammoniak
(NH3) dibagian hilir 14.18 mg/L sedang dihulunya 0.58 mg/L, sementara nilai
BOD dibagian hilir 1,505 mg/L sedang dihulunya 14 mg/L, sementara nilai E.
Coli dibagian hilir 6,033 jml/100 ml sedang dihulunya 102 jml/100 ml.
Pada Table 5 hasil pengukuran antara outlet dengan hilir sementara antara
outlet dengan hulu serta hulu dengan hilir, perbedaan nilainya sangat kecil, hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata hasil pengukuran antara outlet
dengan hilir TPA sementara dengan hulunya terdapat perbedaan nyata hasil
analisanya. Signifikannya perbedaan nilai parameter kualitas air antara outlet dan
hulu serta antara hilir dan hulu dapat dijadikan indikasi bahwa IPAL TPA Bukit
Pinang pengolahan leachate tidak sempurna karena langsung dibuang melalui
outlet, hal ini sangat berpengaruh pada hulu dan hilir sungai yang berada dekat
TPA dan hasil pengukuran setiap parameter air untuk analisis Dissolved Oxygen,
Total Suspended Solids, Kekeruhan, Ammoniak, Minyak, BOD dan E. Coli jauh
berbeda.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian Pengaruh Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Terhadap Kualitas Air Sekitar diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a. Leachate (air lindi) berpengaruh terhadap kualitas air sungai sekitar terutama
di bagian hilir, karena pada daerah ini merupakan daerah aliran air dari outlet
IPAL TPA Bukit Pinang yang pengolahannya tidak sempurna.
b. Kualitas air sumur gali dikawasan TPA Bukit Pinang kurang layak digunakan
sebagai baku mutu air minum sebab telah melampaui nilai ambang baku mutu.
c. Adanya pengaruh jarak sumur terhadap kulitas air yang berada dekat TPA,
yang terlihat dari hasil pengukuran sumur monitoring 03 dengan jarak 5 meter
dengan sumur monitoring 01 yang berjarak 7 m, yang setiap parameternya
paling tinggi. Kondisi ini diduga disebabkan oleh faktor geologis, geografis,
dan juga faktor konstruksi IPAL pada TPA yang tidak sempurna.
Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa secara umum kualitas air sumur
wilayah sekitar TPA tergolong buruk dan tidak layak dikonsumsi untuk air minum
namun masih bisa digunakan untuk keperluan perikanan dan pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts G, Sri Simestri Santika, 1987. Metoda Penelitian air. Surabaya. Penerbit
Usaha Nasional.
Anonim. 2003. Pedoman pengelolaan sampah bagi pelaksana. Direktorat Jenderal
Cipta Karya, Jakarta
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.
Enri Damanhuri DR.1995. ”Teknik Pembuangan Limbah”, Jurusan Teknik
Lingkungan Fakutas Teknik Sipil danPerencanaan Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 115 Tahun 2003 Tentang
Pedoman Penetuan Status Mutu Air.
Linsley, Ray, K. & Franzini, JB., 1989. Teknik Sumber Daya Air. Jakarta :
Erlangga.
Martono D H,1996, Pengendalian Air Kotor (Leachate) dari Tempat
Pembuangan akhir (TPA) Sampah, Analisis Sistem Badan Pengkajian
Penerapan Teknologi, Jakarta.
Martopo, Sugeng. 1984. Ketersediaan Dan Kebutuhan Air di Indonesia
Peraturan Menteri Kesehatan RI No 82/2001 Syarat-syarat Pengawasan Kualitas
Air. Jakarta.
Sugiharto,1987,’’Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah’’, Penerbit UI Press,Jakart
Suripin, 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi
Offset.
Sutrisno, C Totok, 2000. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta :Rineka Cipta.
Sitepoe, Mangku.1997. Air Untuk Kehidupan, Pencemaran Air Dan Usaha
Pencegahannya. Jakarta. PT. Grasindo.
Tabel 1. Timbulan Sampah per Kecamatan per hari
No. Kecamatan Luas (Ha) Jumlah Jiwa Timbulan Sampah
Per hari (m3) Per tahun (m3)
1 Samarinda Ilir 13.073 113.282 283,20 103.368,00
2 Samarinda Ulu 2.987 108.208 270,52 98.739,00
3 Samarinda Utara 8.420 164.066 410,16 149.708,40
4 Samarinda
Seberang
20.487 96.034 240,10 87.636,50
5 Sungai Kunjang 6.399 95.107 237,77 86.786,05
6 Palaran 20.437 44.592 111,48 40.690,20
Jumlah 71.803 621.289 1.553,23 566.928,15
Tabel 2. Timbulan sampah kota per bulan
No. Sumber Sampah Timbunan
M3 / Th %
1. Permukiman 422.361,47 74,5
2. Lingk. Pasar 82.204,58 14,5
3. Fasilitas Umum 8.503,92 1,5
4. Pertokoan/Mall 8.503,92 1,5
5. Restoran/Rumah
Makan 8.503,92 1,5
6. Hotel/Penginapan 8.503,92 1,5
7. Sapuan jalan/
tebangan pohon 14.173,20
2,5
8. Kaw. Industri 14.173,20 2,5
Jumlah 566.928,15 100,0
Tabel 3. Sumber Timbulan Sampah
No. Sumber Sampah Timbunan
M3/Th %
1. Pemukiman 422.361,47 74,5
2. Lingkungan Pasar 82.204,58 14,5
3. Fasilitas Umum 8.503,92 1,5
4. Pertokoam/Mall 8.503,92 1,5
5. Restoran/Rumah Makan 8.503,92 1,5
6. Hotel/Penginapan 8.503,92 1,5
7. Sapuan Jalan/Tebangan Pohon 14.173,20 2,5
8. Kawasan Industri 14.173,20 2,5
9. Jumlah 566.928,15 100,0
Tabel 4. Hasil Rata-Rata Pengukuran Kualitas Air Pada Inlet dan Outlet TPA
Parameter Hasil analisa Satuan NAB
Inlet Outlet mg/L I II
PH 8,29 8,15 OC 6.0 9.0
Temperatur 32,2 31,8 mg/L 38 40
DO 2,73 2,79 mg/L 3 0
TSS 491 485 mg/L 200 400
Kekeruhan 67 67 FTU 5
NH3 15,52 15,33 mg/L 1 5
Minyak 8,14 8,05 mg/L 5 10
BOD 1.818 1.807 mg/L 50 150
E. Coli 6.767 6.567 Jml/100 ml 1.000 2.000
NAB : Keputusan Gubenur No.26 Tahun 2002
Tabel 5. Hasil Rata-Rata Pengukuran Air Sumur
Parameter Satuan
Sumur
Monitoring 03 (5
m)
Sumur
Monitoring
(7m)
Sumur I
Penduduk
Belakang
TPA (100m)
Sumur II
Pengumpul
Penduduk
(235m)
Sumur
III Pak
Haji
(280m)
Sumur
IV Bu
Edy
(360m)
NAB
I II
pH 7,34 7,28 6,62 7,21 6,87 6,55 6,0-9,0 6,0-9,0
Temperatur °C 30,7 31,0 30,8 29,1 28,3 28,8 Deviasi
3
Deviasi
3
DO mg/L 4,43 4,41 4,53 5,27 5,59 4,64 6 4
TSS mg/L 108 164 25 10 4 21 50 50
Kekeruhan FTU 25 13 8 3 1 4 5
NH3 mg/L 1,26 0,92 0,54 0,02 0,21 0,39 0,5 -
Minyak mg/L 0,60 0,51 0,33 <0,01 <0,01 0,09 1 1
BOD mg/L 52 34 21 2 1 2 2 3
E. Coli Jml/100
mL 280 257 143 26 31 80 100 1.000
Tulisan berwarna menunjukkan hasil melebihi dari NAB
NAB : PP 82 Tahun 2001
Tabel 6. Hasil Rata-Rata Pengukuran Kualitas Air Pada Hulu dan Hilir TPA
Parameter Satuan Hasil analisa NAB
Hulu Hilir I II
PH mg/L 7,34 8,00 60-9.0 6.0-9.0
Temperatur OC 30,9 30,8 Deviasi 3 Deviasi 3
DO mg/L 4,69 2,99 6 4
TSS mg/L 122 467 50 50
Kekeruhan FTU 29 63 5
NH3 mg/L 0,58 14,18 0.5 -
Minyak mg/L 0,41 7,62 1 1
BOD mg/L 14 1.505 2 3
E. Coli Jml/100 ml 102 6.033 100 1000
NAB : PP 82 Tahun 2001