tugas fitokimia bu lika fix.docx
TRANSCRIPT
TUGAS MAKALAH FITOKIMIA
ISOLASI ALKALOID
Disusun Oleh:
Febrina R.Isman 10-49 Neny Arisandy 10-85
Fannia Inayati 10-53 Dwi Novita W 10-86
Hidayatul Ulyah 10-55 Fadilah 10-87
Dewi Gayatri 10-57 Novanda Asri Isnaini 10-89
Eva Setyorini10-59 Siska Dewi Kurniawati10-91
Anggelina Ujung 10-69 Liliana A.I.K 11-24
Indrawijayanti 10-70 Zulviyati 11-38
Ingerit Damayanti10-71 Putri Eka Maryani 11-50.
Ika Ria Lestari 10-78
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah
dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu. Indonesia
dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, memiliki lebih kurang 30.000
spesies tumbuhan dan 940 spesies diantaranya termasuk tumbuhan berkhasiat.
Tumbuhan tersebut menghasilkan metabolit sekunder dengan struktur molekul
dan aktifitas biologi yang beraneka ragam serta memiliki potensi yang sangat baik
untuk dikembangkan menjadi obat berbagai macam penyakit.
Salah satu metabolit sekunder yang sering digunakan sebagai agen terapi
adalah alkaloid. Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder terbanyak yang
memiliki atom nitrogen, yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan dan hewan.
Sebagian besar senyawa alkaloid bersumber dari tumbuh-tumbuhan, terutama
angiosperm. Lebih dari 20% spesies angiosperm mengandung alkaloid. Alkaloid
dapat ditemukan pada berbagai bagian tanaman, seperti bunga, biji, daun, ranting,
akar dan kulit batang (Hartati, 2010).
Ekstrak alkaloid beberapa jenis tanaman maupun hewan dilaporkan
memiliki fungsi medis dalam bidang kesehatan. Taksol, alkaloid dari Taxus
brevifolia merupakan suatu bahan aktif yang mempunyai aktivitas antitumor.
Alkaloid dari Hunteria umbellata dapat berfungsi sebagai zat antipiretik dan
analgesik. Sementara itu, campothechin, alkaloid dari Nothapodytes nimmoniana
Graham dan alkaloid dari Gelsemium sempervirens dapat berfungsi sebagai zat
anti kanker (Hartati, 2010).
Tingginya senyawa aktif yang memiliki efek farmakologis membutuhkan
perhatian khusus untuk dikembangkan. Isolasi senyawa dari tanaman dapat
digunakan sebagai informasi untuk mengembangkan bahan baku alternatif untuk
pengobatan berbagai macam jenis penyakit.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumber Alkaloid
Menurut Cordell (1981), sebagian besar sumber alkaloid adalah tanaman
berbunga ( angiospermae). Pada tahun-tahun berikut nya penemuan sejumlah
besar alkaloid terdapat pada hewan, serangga, organisme laut, mikroorganisme
dan tanaman rendah. Beberapa contoh yang terdapat pada berbagai sumber
muskopiridin dari sebangsa rusa, kastoramin dari sejenis musang Kanada, turunan
pirrol , feromon seks serangga, saksitoksin, neurotoksik konstituen dari
Gonyanlax catenell, pirosiamin dari bakterium Pseudomonas aeruginosa,
khanoklavin dari sebangsa cendawan Claviceps purpurea, dan likopodin dari
genus lumut Lycopodium.
Karena alkaloid sebagai suatu kelompok senyawa yang terdapat sebagian
besar pada tanaman berbunga, maka para ilmuwan sangat tertarik pada
sistematikka aturan tanaman (Matsych, 1987 dalam Pranata, 1997). Berdasarkan
sistem Engler dalam tanaman tinggi terdapat 60 order. Sekitar 34 dari padanya
mengandung alkaloid. Menurut Cordell (1981) dalam Pranata (1997), kebanyakan
famili tanaman yang mengandung alkaloid yang penting adalah Liliaceae,
Solanaceae, dan Rubiaceae. Famili tanaman yang tidak lazim mengandung
alkaloid adalah Papaveraceae.
Pada tanaman yang mengandung alkaloid, alkaloid mungkin terlokasi
dalam jumlah yang tinggi pada bagian tanaman tertentu. Sebagai contoh reserpin
terkonsentrasipada akar Ranvolfia sp., quinin terdapat pada kulit Chinchona
ledgeriana, dan morfin terdapat pada getah atau lateks Papaver samniferum.
Contoh alkaloid dalam spesies Datura dan Nicotiana dihasilkan dalam akar tetapi
ditranslokasikan ke daun (Geissman & Crout, 1969 dalam Pranata, 1997)
2.2 Klasifikasi alkaloid
Sistem klasifikasi alkaloid yang paling banyak diterima adalah sistem klasifikasi
menurut hegnaver. Alkaloid dibagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
a. Alkaloid sesungguhnya
Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan
aktivitas fisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim
negandung nitrogen dalam cincin heterosiklis; diturunkan dari racun amino;
biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik.
b. Protoalkaloid
Protoalkaloid merupakan amino yang relatif sederhana dimana nitrogen asam
amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklis. Protoalkaloid diperoleh
berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa.
c. Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa
biasanya bersifat basa. Ada dua seri alakaloid yang paling penting dalam
kelas ini, yaitu alkaloid steroidal dan purin (Pranata, 1997).
2.3 Sifat-sifat Fisika dan Kimia
Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan kristal dengan
titik lebur tertentu. Kebnayakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa
yang kompleks, spesies aromatis berwarna contoh berberin berwarna kuning dan
betanin berwarna merah. Pada umumnya, basa bebas alkaloid hanya larut dalam
pelarut organik, meskipun pseudo dan protoalkaloid larut dalam air.
Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya
pasangan elektron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan
nitrogen bersifat melepaskan elektron seperti gugus alkil, maka ketersediaan
elektron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat basa. Sebaliknya bila
gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron seperti gugus
karbonil maka ketersediaan elektron berpasangan berkurang dan berpengaruh
pada sifat alkaloid yang netral atau bahkan asam (Pranata, 1997).
2.4 Metode yang dapat digunakan untuk isolasi
2.4.1 Metode Isolasi
Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan
dengan menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi atau gabungan
teknik tersebut. Keempat teknik kromatografi atau gabungan teknik tersebut.
Keempat teknik kromatografi tersebut adalah kromatografi kertas (KKt),
kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas cair (KGC), dan kromatografi
cair kinerja tinggi (KCKT). Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar
bergantung pada sifat kelarutan dan keatsirian senyawa yang akan dipisah. KKt
dapat digunakan terutama bagi kandungan tumbuhan yang mudah larut dalam air,
yaitu karbohidrat, asam amino, basa asam nukleat, asam organik, dan senyawa
fenolat. KLT merupakan metode pilihan untuk pemisahan semua kandungan yang
larut dalam lipid, yaitu lipid, steroid, karotenoid, kuinon sederhana dan klorofil.
Sebaliknya teknik ketiga KGC penggunaan utamanya ialah pada pemisahan
senyawa atsiri yaitu asam lemak, mono, seskuiterpen, hidrokarbon dan senyawa
belerang. Cara lain yaitu KCKT yaitu dapat memisahkan kandungan yang
keatsiriannya kecil. KCKT adalah metode yang menggabungkan koefisienan
kolom dan kecepatan analisis.
Suatu teknik lain yang pemakaiannya agak luas dalam fitokimia adalah
elektroforesis. Pada mulanya teknik ini hanya dapat digunakan untuk senyawa
yang bermuatan, yaitu asam amino, beberapa alkaloid, amina, asam organik, dan
protein. Tetapi selain itu, golongan senyawa netral tertentu (gula,fenol) dapat
diusahakan bergerak dalam medan listrik dengan mengubahnya menjadi senyawa
kompleks logam
1. Kromatografi Kertas
Satu keuntungan utama KKt adalah kemudahan dan kesederhanaanya pada
pelaksanaan pemisahan yaitu hanya pada lembaran kertas saring yang berlaku
sebagai medium pemisahan dan juga sebagai penyangga. Keuntungan lain adalah
keterulangan bilangan Rf yang besar pada kertas sehingga pengukuran Rf
merupakan parameter yang berharga dalam memaparkan senyawa tumbuhan baru.
Kromatografi pada kertas melibatkan kromatografi pembagian atau penyerapan.
Pada kromatografi pembagian, senyawa terbagi dalam pelarut alkohol yang
sebagian besar tidak bercampur dengan air (misalnya n-butanol) dan dalam air.
2. Kromatografi Lapis Tipis
Bila dibandingkan dengan KKt, kelebihan khas KLT ialah keserbagunaan,
kecepatan dan kepekaannya. Keserbagunaan KLT disebabkan oleh kenyataan
bahwa disamping selulosa , sejumlah penyerap yeng berbeda-beda dapat
disaputkan pada pelat kaca atau penyangga lain dan digunakan untuk
kromatografi. Kecepatan KLT lebih besar disebabkan oleh sifat penyerap yang
lebih padat bila disaputkan pada pelat dan merupakan keuntungan bila kita
menelaah senyawa la. Suhu ditempat masuk bil.
3. Kromatografi Gas Cair
KGC memberikan data kuantitatif maupun kualitatif senyawa tumbuhan
karena luas daerah di bawah puncak yang ditunjukkan pada kromatogram
berbanding lurus dengan konsentrasi masing-masing komponen yang berbeda
yang terdapat dalam campuran asal.
4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
KCKT dapat disamakan dengan KGC dalam hal kepekaan dan
kemampuannya menghasilkan data kuantitatif dan kualitatif dengan sekali kerja
saja. Perbedaannya adalah fase diam yang terikat pada polimer berpori terdapat
dalam kolom baja tahan karat yang bergaris tengah kecil, dan fase gerak cair
mengalir akibat tekanan yang besar. Perbedaannya utama antara KCKT dan KGC
ialah bahwa cara pertama biasanya dilakukan pada suhu kamar sehingga senyawa
tidak mendapat perlakuan yang memungkinkan terjadinya tata susun ulang termal
selama pemisahan. Tetapi, mungkin saja pengendalian suhu kolom KCKT
menguntungkan pada pemisahan kritis sehingga mungkin diperlukan selubung
yang dikendalikan dengan termostat. Kolom, yang biasanya dikemas dengan
partikel bulat kecil yang terbuat dari silika yang berlapiskan atau berkaitan dengan
fase diam, terutama peka terhadap cemaran. Dengan demikian ekstrak tumbuhan
perlu dimurnikan dan disaring sebelum disuntikkan ke dalam pangkal kolom.
BAB 3
METODE ISOLASI ALKALOID
3.1 Isolasi alkaloid dengan metode ekstraksi
Isolasi alkaloid dilakukan dengan metode ekstraksi. Bahan tanaman,
terutama bijidan daun, sering banyak mengandung lemak, lilin yang yang sangat
non polar. Karena senyawa-senyawa tersebut dipisahkan dari bahan tanaman
sebagai langkah awal dengan cara pelarutan dengan petroleum eter.
Kebanyakan alkaloid tidak larut dalam petroleum eter. Namun ekstrak
harus dicek untuk mengetahui adanya alkaloid dengan menggunakan salah satu
pereaksi pengendapan alkaloid. Bila sejumlah alkaloid larut dalam pelarut
petroleum eter, maka bahan awal ditambahkan dengan asam berair untuk
mengikat alkaloid sebagai garamnya. Setelah lemak dipisahkan, bahan tanaman
dapat dipisahkan dengan menggunakan metanol, etanol, alkohol berair atau
alkohol berair yang diasamkan. Kebanyakan alkaloid yang terdapat dalam
tanaman sebagai asam organik, dan garam-garam tersebut larut dalam etanol 95%.
Pigmen gula dan konstituensekunder organik terpisah sempurna dengan alkohol,
tetapi banyak garam-garam organik dan anorganik yang lebih kompleks hanya
terpisah sebagian.
Larutan alkohol kemudian diuapkan hinga diiperoleh sirup kental dan
residu partisi antara larutan asam berair dan pelarut organik. Pada keadaan ini
sering terjadi emulsi atau endapan. Larutan basa berair diekstrak dengan pelarut
dengan pelarut organik yang cocok biasanya kloroform atau etil asetat. Larutan
yang mengandung alkaloid dikeringkan dengan Na2SO4, disaringdan diuapkan
dalam vakum untuk mendapatkan sisa alkaloid kotor. Larutan basa berair
kemungkinan kemungkinan mengandung alkaloid kuartener dan biasnya dites
dengan pereaksi pengendapan alkaloid. Alkaloid dapat dipisahkan dari komponen
yang larut dalam air dengan pengendapan sebagai garam reineckate, berikut
disaring dan endapan kompleks direaksikan dengan aseton dan air (Gambar 1.1)
( Hartono, 1996 dalam Pranata, 1997).
Bahan tanaman
Ekstrak petroleum eter Residu
Alkaloid netral atau basa
lemah
larutan asam
Gambar 1.1 Ekstraksi bahan tanaman yang mengandung alkaloid
3.2.1 Isolasi alkaloid dengan metode KLT
Pada penelitian yang dilakukan oleh Gonzales, et al (2014) mengenai
ekstraksi dan isolasi alkaloid dari Samanea saman (pohon hujan) yang berpotensi
sebagai antiseptic, Isolasi alkaloid dilakukan dengan metode KLT. Samanea
saman (akasia) diklasifikasikan dalam keluarga kacang-kacangan (Leguminosae).
akasia yang diperoleh dikeringkan dan dihancurkan menjadi bentuk bubuk
dengan, dan disimpan di tempat yang kering, bersih wadah siap untuk
penyelidikan dan ekstraksi aktif konstituen. Tahapan yang dilakukan meliputi
tahap ekstraksi, isolasi dan pemurnian.
1. Ekstraksi Alkaloid
Ekstraksi alkaloid dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi
kontinyu menggunakan alat Soxhlet. Empat ratus gram (400 g) dari kulit kayu
ditimbang dan dikemas dalam kantong kain tipis yang berfungsi sebagai bidal
ekstraksi. Bidal itu kemudian ditempatkan ke dalam botol yang sesuai, lalu
dibasahi dengan 95% etanol. Kemudian sampel dimaserasi semalam dan
kemudian ditempatkan dalam ekstraktor Soxhlet pada hari berikutnya. Dan diberi
pelarut etanol 95% dengan jumlah yang cukup ditempatkan dalam labu pelarut
(4,8 liter). Sampel diekstraksi selama sekitar 3 - 4 jam dengan suhu ^)0C. Ekstrak
etanol disaring untuk memisahkan dengan pengotor. Ekstrak alkaloid ditambah
dengan asam klorida 1,0 N untuk melarutkan pengotor yang tidak dapat
terpisahkan dari proses penyaringan. Kemudian filtrat diambil dan ditambah
dengan Ammonia untuk menetralkan HCl dan dimasukkan dalam corong
pemisah. Dimasukkan kloroform ke dalam corong pemisah, dicampur dan
dikocok selama sekitar lima kali dan dibiarkan terpisah menjadi dua lapisan.
Lapisan bawah kloroform mengandung alkaloid dan lapisan atas bagian berair.
Tampung Lapisan Kloroform. Lapisan atas diekstraksi sampai ekstrak kloroform
terakhir. Ekstrak kloroform diuapkan dalam waterbad pada suhu 600C sampai
semi-kering.
2. Isolasi dan Pemurnian parsial Alkaloid
Dalam isolasi alkaloid digunakan Silica gel 60F254 precoated sebagai fase diam
dan toluena: aseton: etanol: amonia (40: 40: 6: 2) sebagai fase gerak.
Kromatografi lapis tipis (TLC) chamber (9 "x 4 ½") telah dilapisi dengan kertas
saring. Sistem pelarut yang digunakan disiapkan dalam botol terpisah dan jumlah
yang cukup dituangkan ke dalam ruang TLC. Ekstrak sampel dilarutkan dalam
kloroform. Dibuat jarak eluasi pada plat KLT sepanjang 10cm. Kemudian sampel
ditotolkan menggunakan pipa kapilerSetelah itu Plat dieluasi dengan fase gerak.
Hasil eluasi, plat KLT kemudian dilihat di bawah sinar UV gelombang panjang
(366 nm). Jarak dari tempat masing-masing dari titik asal diukur dan kemudian
direkam. Bintik-bintik disemprot dengan reagen Dragendorff dan kemudian
diamati. Bintik-bintik oranye menunjukkan adanya alkaloid kemudian dihitung
nilai Rf.
Kromatografi lapis tipis dapat diulang dan tempat diidentifikasi sebagai alkaloid
sekarang dapat diisolasi dari pelat KLT. Alkaloid mengandung bintik-bintik dapat
digores dan dilarutkan dalam kloroform untuk isolasi alkaloid semi-murni.
Kemudian disaring untuk menghilangkan silika gel dan filtrat ditempatkan dalam
waterbad untuk penguapan pelarut.
BAB 4
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa alkaloid dapat diisolasi dengan menggunakan berbagai macam metode
diantaranya ekstraksi, KLT, KCKT, dan KGC. Tahapan atau preparasi yang
dilakukan terhadap tanaman yang akan diisolasi alkaloidnya harus disesuaikan
berdasarkan sifat fisika kimia dari alkaloid. Setelah tahap isolasi, pemurnian
merupakan tahap yang penting untuk dilakukan untuk menjamin kualitas
kemurnian dari isolasi alkaloid.
DAFTAR PUSTAKA
Gonzales., Victoria, M. Maria., Tolentino., Angelina, G. 2014. Extraction And Isolation Of The Alkaloids From The Samanea Saman (Acacia) Bark: Its Antiseptic Potential. International Journal Of Scientific & Technology Research, 3: 119-124.
Harborne, J.B. 1987. Metodee Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Cetakan ke-2. Bandung: ITB.
Hartati, Endah. 2010. Isolasi alkaloid dari tepung gadung (Dioscorea hispida Dennst) dengan ekstraksi berbantu gelombang mikro.Tesis. Universitas Diponogor Semarang.
Pranata, F. Sinung. 1997. Isolasi alkaloid dari bahan alam (Alkaloid isolation of natural material). Biota, 2: 96-99.