proposal fix.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk Indonesia semakin meningkat, seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk Indonesia maka semakin bertambah pula kebutuhan
pokok masyarakat dalam bahan bangunan untuk perumahan, maka perlu penyediaan
bahan bangunan dalam jumlah yang cukup, baik dalam kualitas maupun
kuantitas, serta harganya terjangkau oleh daya beli rakyat. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut berbagai alternatif dapat dilakukan diantaranya adalah dengan
aneka usaha peningkatan bahan limbah anorganik maupun limbah pertanian.
Potensi Iimbah pertanian di Indonesia cukup besar. Salah satunya adalah jerami
padi.
Jerami merupakan batang padi yang terdiri dari batang, pucuk, kelopak
daun, daun dan kaya akan serat kasar. Serat jerami padi merupakan satu limbah
lignoselulosa yang tiap tahun di hasilkan secara melimpah di Indonesia. Limbah ini
belum dimanfaatkan secara efektif. Sebagian kecil saja dari limbah ini yang telah
dimanfaatkan seperti untuk pembuatan kertas dan pengganti makanan ternak.
Sebagian besar masih dimusnahkan dengan cara pembakaran. Cara ini terus menerus
mendapat kritikan karena dapat menambah polusi udara. Potensi jerami padi lebih
ekonomis, ramah lingkungan, dan beratnya cukup ringan. Selain itu serat jerami padi
berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui, yang tidak akan habis pada
suatu saat nanti, sehingga terjamin ketersediaannya.
1
Jerami padi juga dapat digunakan sebagai peredam suara.
Kandungan Serat Jerami
Panjang serat 1.1 - 1.5 mm
Diamater 9 - 13 µm
Kadar selulosa 33 - 38 %
Kadar lignin 17-19%
Kadar pentose 27 - 32 %
Kadar Abu 6 - 8 %
Serat kasar 29.2%
Silika ( SiO2) 12 - 16 %
Tabel 1. Kandungan serat jerami padi
Beton pada dasarnya merupakan material komposit yang terdiri dari beberapa
komponen yaitu semen, air, agregat halus dan agregat kasar. Terkadang banyak
digunakan bahan tambahan kimiawi ataupun fisikal pada perbandingan tertentu,
sampai menjadi satu kesatuan yang homogen. Campuran tersebut akan mengeras
seperti batuan. Pengerasan terjadi karena peristiwa reaksi kimia antara semen dengan
air. Pada tugas akhir ini beton yang dipakai adalah beton ringan, umumnya kekuatan
tekan beton ringan untuk umur 28 hari berkisar antara 20,68 – 27,58 MPa, untuk
beton precast dan press tress umumnya 34,47 MPa. Beton ringan yang digunakan
adalah beton ringan struktural. Beton ringan struktural adalah beton yang dibentuk
dari agregat ringan atau campuran agregat kasar ringan dan pasir alam sebagai
pengganti agregat halus ringan. Pada umur 28 hari beton ini mempunyai kekuatan
tekan lebih dari 24,8 MPa bahkan ada beberapa yang menghasilkan kekuatan tekan
lebih dari 41,3 MPa. Beton ini digunakan untuk membuat bagian-bagian yang
bersifat structural, memiliki insulasi, tetapi lebih baik dari pada beton normal.
2
Prinsip yang dapat diterapkan untuk mengatasi kebisingan pada bangunan
adalah dengan menggunakan elemen yang memiliki tingkat insulasi suara yang baik
(tinggi), diantaranya dengan penggunaan elemen bangunan yang tebal, berat, masif
namun sekaligus lunak. Jerami kering, secara alamiah adalah batang kering yang di
dalamnya berisi udara. Secara individual atau satu persatu, batang jerami tidak akan
mampu memenuhi tugasnya sebagai bahan dengan tingkat insulasi yang tinggi,
namun penggabungan beberapa batang jerami menjadi satu ikatan misalnya, akan
menghasilkan suatu elemen yang tebal dan memiliki rongga udara di dalamnya.
Penggunaan prinsip insulasi suara pada dinding akan lebih efektif mengurangi
perambatan suara dari pada penggunaan lantai atau plafon ganda.
Adapun tugas akhir saya didasari oleh 3 (tiga) penelitian :
1. “Analisa kekuatan serat jerami padi sebagai bahan pengganti batako”
tahun 2009 oleh Andi Saidah dan Baso Cante. Dalam jurnal ini
dijelaskan bahwa serat jerami padi dipakai sebagai bahan pengganti
batako dengan memberikan variasi penambahan serat jerami dari 5%,
10%, 15%, dan 20%. Dalam jurnal ini yang diuji adalah kuat tekan
dan pelapukan beton dimana benda uji yang dipakai adalah kubus
dengan ukuran 15 x 15 cm. Dari hasil pengujian dengan penambahan
serat jerami padi diperoleh kuat tekan beton dengan variasi 5% serat
pendek memiliki harga kekuatan tekan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan variasi 5% serat panjang pada umur 28 hari. Sedangkan pada
uji pelapukan variasi serat 15% serat pendek pada umur 90 hari serat
tidak mengalami pelapukan yang dapat mempengaruhi kekuatan
beton.
3
2. “Pemanfaatan jerami padi sebagai bahan substitusi pada pembuatan
panel dinding” tahun 1998 oleh Abdul rozak, Sri mudiastuti, dan Aim
Abdurachim Idris. Pada jurnal ini penelitian bertujuan untuk
mengetahui jenis panel yang nyaman dan ringan tetapi masih dalam
batas kekuatan yang telah ditentukan dan mengetahui biaya
produksi dan harga jualnya dengan pendekatan analisis ekonomi
secara sederhana. Benda uji yang dipakai pada pengujian ini
menggunakan cetakan yang terbuat dari kayu reng dengan ukuran
yang telah ditentukan yaitu 60 x 60 x 3 cm, kemudian diletakkan di
atas triplek setebal 6 mm, dan beralas plastik. Variasi penggunaan
jerami pada penelitian ini adalah 10% dan 12%. Pengujiann yang
dilakukan adalah Sifat fisik : kadar air, berat jenis, pengembangan,
dan daya serap air. Sifat mekanik : kuat tekan, kuat tarik, dan kuat
lentur. Sifat thermal : konduktivitas panas dan tahan bakar
permukaan.
3. “ Pembuatan papan komposit dari plastik daur ulang dan serbuk kayu
serta jerami sebagai filler” tahun 2011 oleh Farid Maulana, Hisbullah,
dan Iskandar. Pada penelitian ini komposit dibuat dari limbah padat
yaitu serbuk kayu, jerami, dan plastik daur ulang. Tujuan penelitian
ini adalah untuk membuat papan komposit dari bahan limbah padat
serbuk kayu, jerami sebagai filler dan plastik daur ulang jenis
polietilen sebagai matrik serta untuk mengetahui lebih detil pengaruh
variabel jenis limbah padat dan rasio berat limbah padat dan plastik
terhadap kualitas papan komposit yang dihasilkan. Pada penelitian ini
4
serbuk kayu dan jerami dihaluskan dan diayak untuk menyamakan
ukuran dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 105ºC
selama 24 jam untuk mengurangi kadar air. Pengujian yang dilakukan
pada penelitian ini adalah uji kekerasan menggunakan Rockwell
Hardness Test, uji tarik menggunakan alat Tensile Strength, dan uji
termal menggunakan DSC (Differential Scanning Calorymeter). Hasil
dari penelitian ini adalah Pada pengujian kekerasan, nilai tertinggi
terdapat pada rasio komposisi serbuk kayu dan plastik 80:20 yaitu
sebesar R79,6 dan pada rasio komposisi jerami dan plastik 80:20 yaitu
sebesar sebesar R67. Pengujian kekuatan tarik, nilai tertinggi terdapat
pada papan komposit dengan rasio komposisi serbuk kayu:plastik
(60:40) sebesar 6,86 MPa dan papan komposit dengan rasio
komposisi jerami:plastik (60:40) yaitu sebesar 3,62 MPa. Jumlah
kalor terbanyak yang dibutuhkan untuk melelehkan papan komposit
terdapat pada papan komposit dengan perbandingan komposisi serbuk
kayu: plastik daur ulang jenis HDPE 80:20 sebesar 31,19 J/g dan
papan komposit dengan perbandingan komposisi jerami: plastik daur
ulang jenis HDPE 80:20 sebesar 14,02 J/g.
1.2. Batasan Masalah
1. Mutu Beton f’c = 20 Mpa
2. Benda uji yang digunakan adalah silinder dengan ukuran diameter 15 cm
dan tinggi 30 cm untuk pengujian tekan dan tarik.
3. Benda uji yang digunakan untuk uji kebisingan mempunyai diameter 11,2
cm dan tinggi 2 cm.
5
4. Pengujian :
Kuat tekan
Kuat tarik
Kebisingan / Peredam Suara
5. Material tambahan penyusun beton terdiri dari serat jerami pendek
dengan ukuran sekitar 3 cm. Komposisi serat yang digunakan pada
masing-masing benda uji adalah 5%,10%,15% dan 20% .
1.3. Maksud Dan Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui dan memanfaatkan limbah pertanian dalam hal ini jerami
padi sebagai bahan pengisi pada beton terhadap kuat tekan, dan kuat tarik
beton.
2. Mengetahui perbedaan kuat tekan, dan kuat tarik dan peredaman suara
dari beton normal dengan beton yang ditambah dengan serat jerami padi.
1.4. Metodologi
Metode yang akan digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah uji
eksperimental di laboratorium
Adapun karakterisitik material yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Jerami padi
Jerami padi yang dugunakan adalah batang dari padi pasca panen. Jerami
padi yang digunakan pada penelitian ini adalah jerami kering. Metode
pencacahan serat jerami padi ini dilakukan secara manual, untuk
6
membuat jerami dengan serat panjang dan serat pendek dilakukan
pemotongan jerami, pemotongan jerami dilakukan dengan menggunakan
pisau atau sabit. Ukuran pemotongan serat jerami sekitar 3 cm
b. Benda uji
Dalam penelitian ini yang akan diuji adalah benda uji berbentuk silinder
dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm untuk pengujian
kebisingan digunakan benda uji tebal 2 cm dan diameter 11,2 cm.
Pengujian dilakukan setelah umur beton mencapai 28 hari. Variasi serat
jerami dan jumlah benda uji yang di digunakan dapat dilihat pada tabel.
fasvariasi
penambahan serat
jerami padi
banyaknya benda uji
jumlahTekan tarik belah kebisingan
D15 x 30 (cm)
D15 x 30 (cm)
D11,2 x 2 (cm)
0,5Beton
Normal 5 5 4 140,5 5% 5 5 4 140,5 10% 5 5 4 140,5 15% 5 5 4 140,5 20% 5 5 4 14
∑ = 70Tabel 2 . variasi serat jerami padi dan jumlah benda uji
Jadi banyaknya benda uji yang digunakan :
1. Untuk uji Kuat Tekan sebanyak 25 silinder.
2. Untuk uji Kuat Tarik Belah sebanyak 25 silinder. .
3. Untuk uji Kebisingan sebanyak 20 silinder.
7
1.5 Tempat Penelitian
Laboratorium Teknologi Beton dan Bahan Rekayasa Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara untuk pengujian tarik dan tekan. Laboratorium
Noise / Vibration Program Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara untuk pengujian kebisingan.
1.6 Sistematika Penulisan
BAB. I Pendahuluan
Bab ini mencangkup latar belakang penelitian,perumusan masalah,batasan
masalah,maksud dan tujuan penelitian,tempat penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB. II dasar teori
Pada bab ini berisikan tentang dasar-dasar teori yang berkaiatan tentang
penelitian
BAB. III Metode penelitian
Pada bab ini berisikan tentang prosedur percobaan yang meliputi
pendahuluan,sistematika penelitian,peralatan,pembuatan benda uji dan
pengujian.
BAB. IV Hasil dan Pembahasan
Pada bab ini membahas tentang hasil dari percobaan kuat tekan dan tarik
belah dan menganalisis data yang diperoleh.
8
BAB. V Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh dan s
aran-saran dari penulis mengenai penelitian yang dilakukan.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Beton merupakan satu kesatuan yang homogen. Beton ini di dapatkan dengan
cara mencampur agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil), atau jenis agregat lain
dan air, dengan semen portland atau semen hidraulik yang lain, dapat juga dengan
menggunakan bahan tambahan (additive) yang bersifat kimiawi ataupun fisikal pada
perbandingan tertentu, sampai menjadi satu kesatuan yang homogen. Campuran
tersebut akan mengeras seperti batuan. Pengerasan terjadi karena peristiwa reaksi
kimia antara semen dengan air.
Beton yang sudah mengeras dapat juga dikatakan sebagai batuan tiruan,
dengan rongga – rongga antara butiran yang besar (agregat kasar atau batu pecah),
dan diisi oleh batuan kecil (agregat halus atau pasir), dan pori-pori antara agregat
halus diisi oleh semen dan air (pasta semen). Pasta semen juga berfungsi sebagai
perekat atau pengikat dalam proses pengerasan, sehingga butiran – butiran agregat
saling terekat dengan kuat sehingga terbentuklah suatu kesatuan yang padat dan
tahan lama.
Membuat beton sebenarnya tidaklah sederhana hanya sekedar mencampurkan
bahan – bahan dasarnyauntuk membentuk campuran yang plastis sebagaimana sering
terlihat pada pembuatan bangunan sederhana. Tetapi jika ingin membuat beton yang
baik dalam arti memenuhi persyaratan yang lebih ketat karena tuntutan yang lebih
tinggi, maka harus diperhitungkan dengan seksama cara –cara memperoleh adukan
10
beton segar (fresh concrete) yang baik dan menghasilkan beton keras (hardened
concrete) yang baik pula.
Kelebihan Beton :
1. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi,
2. Mampu memikul beban yang berat,
3. Tahan terhadap temperatur yang tinggi, dan
4. Biaya pemeliharaan yang kecil.
Kekurangan Beton :
1. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah,
2. Pelaksanaan pekerja membutuhkan ketelitianyang tinggi,
3. Berat
4. Daya pantul suara yang besar.
( Tri Mulyono, 2003 )
2.1.1 Beton segar (Fresh Concrete)
Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut,
dituang, dipadatkan, tidak ada kecenderungan untuk terjadi segregasi (pemisahan
kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan). Hal ini
karena segregasi maupun bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan jelek.
Tiga hal penting yang harus di perhatikan dari sifat - sifat beton segar yaitu:
11
kemudahan pengerjaan (workabilitas), pemisahan kerikil (segregation), pemisahan
air (bleeding).
2.1.1.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)
Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan atau kesulitan adukan
untuk diaduk, diangkut, dituang, dan dipadatkan.
Unsur-unsur yang mempengaruhi workabilitas yaitu :
a) Jumlah air pencampur.
Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan
(namun jumlahnya tetap diperhatikan agar tidak terjadi segregasi)
b) Kandungan semen.
Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan
adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air campuran
untuk memperoleh nilai f.a.s (faktor air semen) tetap.
c) Gradasi campuran pasir dan kerikil.
Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan
oleh peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan. Gradasi adalah
distribusi ukuran dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos
pada setiap ukuran saringan dari analisa saringan.
d) Bentuk butiran agregat kasar
Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan.
e) Cara pemadatan dan alat pemadat.
Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat
12
kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit
daripada jika dipadatkan dengan tangan.
Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump
yang didasarkan pada ASTM C 143-74. Percoban ini menggunakan corong baja
yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut
Abrams. Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan
tinggi 30 cm (disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.1.
Gambar 2.1 Kerucut Abrams
2.1.1.2 Pemisahan Kerikil( Segregation)
Beton cair bisa dipandang sebagai suatu suspensi butir agregatdi dalam
matriks mortar semen. Bila kohesi tidak cukup untuk menahan partikel dalam
suspensi maka akan terjadi segregasi. Campuran beton yang tersegregasi adalah
sukar atau tidak mungkin dituang, tidak seragam, sehingga kualitasnya jelek.
Segregasi dapat terjadi karena turunnya butiran ke bagian bawah dari beton
segar, atau terpisahnya agregat kasar dari campuran, akibat cara penuangan dan
13
pemadatan yang salah. Segregasi tidak bisa diujikan sebelumnya, hanya dapat dilihat
setelah semuanya terjadi.
Faktor – faktor yang menyebabkan segregasi adalah :
a. Ukuran partikel yang lebih besar dari 25 mm,
b. Berat jenis agregat kasar yang berbeda dengan agregat halus,
c. Kurangnya jumlah material halus dalam campuran,
d. Bentuk butir yang tidak rata dan tidak bulat,
e. Campuran yang terlalu basah atau terlalu kering.
Untuk mengurangi kecenderungan segregasi maka diusahakan air yang diberikan
sedikit mungkin, adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian yang terlalu
besar dan cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti cara-
cara yang betul.
2.1.1.3 Pemisahan Air (Bleeding)
Perdarahan sering terjadi setelah beton dituang dalam acuan. Bisa dilihat
dengan terbentuknya lapisan air pada permukaan beton. Karena berat jenis semen
lebih dari 3 kali berat jenis air maka butir semen dalam pasta, terutama yang cair,
cenderung turun. Pada beton yang normal dengan konsistensi yang cukup, bleeding
terjadi secara bertahap dengan rembesan seragam pada seluruh permukaan. Namun
pada campuran yang kurus (lean) dan basah, akan membentuk saluran sehingga air
bisa mengalir dengan cukup cepat untuk mengangkut butir semen halus ke atas.
Perdarahan bisa dikurangi dengan menambah semen, memakai semen dengan
butir halus, atau menambah pengisi halus (filler) seperti pozzolan. Sayangnya semua
upaya di atas akan menambah susut pengeringan dan retak. Yang paling efektif
14
adalah dengan mengurangi air sambil mempertahankan kelecakan dengan memakai
air entrainment. ( Paul Nugraha, Antoni, 2007)
2.1.2 Beton Keras
Perilaku mekanik beton keras merupakan kemampuan beton di dalam
memikul beban pada struktur bangunan. Kinerja beton keras yang baik ditunjukkan
oleh kuat tekan beton yang tinggi, kuat tarik yang lebih baik, perilaku yang lebih
daktail, kekedapan air dan udara, ketahanan terhadap sulfat dn klorida, penyusutan
rendah dan keawetan jangka panjang.
2.1.2.1 Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton merupakan kekuatan tekan maksimum yang dapat dipikul
beton persatuan luas. Kuat tekan beton normal antara 20 – 40 MPa. Kuat tekan beton
dipengaruhi oleh : faktor air semen (water cement ratio = w/c), sifat dan jenis
agregat, jenis campuran, kelecakan (workability), perawatan (curing) beton dan
umur beton.
1. Faktor Air semen
Faktor air semen (water cement ratio = w/c) sangat mempengaruhi
kuat tekan beton. Semakin kecil nilai w/c nya maka jumlah airnya sedikit
yang akan menghasilkan kuat tekan beton yang besar.
D.A Abrams pada tahun 1918 menyatakan bahwa untuk material yang
diberikan, kekuatan beton hanya tergantung pada satu faktor saja, yaitu faktor
air semen dari pasta. Ini dinyatakan dengan rumus :
15
f ' c= A
B(w
c)
Dimana : f ' c = kuat tekan pada umur tertentu
A = Konstanta Empiris
B = Konstanta tergantung sifat semen, dan
w/c = Faktor air semen.
Duff dan Abrams (1919) meneliti hubungan antara faktor air
semen dengan kekuatan beton pada umur 28 hari dengan uji silinder yang
dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama
masa perkembangannya (Tri Mulyono, 2003)
2. Sifat dan jenis agregat
Sifat dan jenis agregat yang digunakan juga berpengaruh terhadap
kuat tekan beton. Semakin tinggi tingkat kekerasan agregat yang digunakan
akan dihasilkan kuat tekan beton yang tinggi. Selain itu susunan besar butiran
agregat yang baik dan tidak seragam dapat memungkinkan terjadinya
16
interaksi antar butir sehingga rongga antar agregat dalam kondisi optimum
yang menghasilkan beton padat dan kuat tekan yang tinggi.
3. Jenis Campuran
Jenis campuran beton akan mempengaruhi kuat tekan beton. Jumlah
pasta semen harus cukup untuk melumasi seluruh permukaan butiran agregat
dan mengisi rongga-rongga diantara agregat sehingga dihasilkan beton
dengan kuat tekan yang diinginkan.
4. Perawatan (curing)
Untuk memperoleh beton dengan kekuatan seperti yang diinginkan,
maka beton yang masih muda perlu dilakukan perawatan dengan tujuan agar
proses hidrasi pada semen berjalan dengan sempurna. Pada proses hidrasi
semen dibutuhkan kondisi dengan kelembaban tertentu. Apabila beton terlalu
cepat mengering, akan timbul retak-retak pada permukaannya. Retak-retak ini
akan menyebabkan kekuatan beton turun, juga akibat kegagalan mencapai
reaksi hidrasi kimiawi penuh.
5. Umur Beton
Kuat tekan beton mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya umur beton. Kuat tekan beton dianggap mencapai 100 %
setelah beton berumur 28 hari. Menurut SNI T-15-1991, perkembangan
kekuatan beton dengan bahan pengikat PC type 1 berdasarkan umur beton
disajikan pada Tabel 2.1 sebagai berikut:
17
2.1.2.2 Kuat Tarik Beton
Salah satu kelemahan beton adalah mempunyai kuat tarik yang sangat
kecil dibandingkan dengan kuat tekannya yaitu 10%–15% f’c. Kuat tarik
beton berpengaruh terhadap kemampuan beton di dalam mengatasi retak awal
sebelum dibebani. Pengujian terhadap Kekuatan tarik beton dapat dilakukan
dengan cara:
1. Pengujian tarik langsung,untuk menguji tarik langsung pada spesimen
silinder maupun prisma dilakukan dengan menempelkan benda uji
pada suatu pelat besi dengan lem epoxy. Tepi benda uji harus
digergaji dengan gerinda intan untuk menghilangkan pengaruh
pengecoran atau vibrasi. Beban kecepatan 0,005 MPa/detik sampai
runtuh.
2. Pengujian tarik belah (pengujian tarik beton tak langsung) dengan
menggunakan “Split cylinder test”. Dengan membelah silinder beton
terjadi pengalihan tegangan tarik melalui bidang tempat kedudukan
salah satu silinder dan silinder beton tersebut terbelah sepanjang
diameter yang dibebaninya. Tegangan tarik tidak langsung dihitung
dengan persamaan :
T=2 Pπld
18
Umur beton
(hari)3 7 14 21 28 90 365
PC Type 10.4
40.65 0.88 0.95 1.0 - -
Dimana : T = kuat tarik beton (MPa)
P = beban hancur (N)
l = Panjang spesimen (mm)
d = diameter spesimen (mm)
2.1.2.3 Uji peredaman suara
Kebisingan merupakan suara yang tidak dikehendaki, kebisingan yaitu bunyi
yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan atau
semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi
dan atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran. peredam suara adalah bahan yang dapat mengurangi kebocoran suara
di sebuah ruangan.
Uji peredaman suara atau uji kebisingan ini dilakukan dengan menggunakan
alat impedance tube dengan ASTM 1050, ISO 10543-2:1998.
Sumber kebisingan dalam pengendalian kebisingan lingkungan dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a) Bising interior,
Bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga atau mesin
mesin gedung yang antara lain disebabkan oleh radio, televisi, alat-alat
musik, dan juga bising yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang ada
digedung tersebut seperti kipas angin, motor kompresor pendingin, pencuci
piring dan lain-lain.
b) Bising eksterior,
Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut,
maupun udara, dan alat-alat konstruksi.
19
Sifat suatu kebisingan ditentukan oleh intensitas suara, frekuensi suara, dan
waktu terjadinya kebisingan.
Reduksi Faktor-Faktor alami penyebab kebisingan, yakni :
a) Jarak
Gelombang bunyi memerlukan waktu untuk merambat. Dalam kasus
di permukaan bumi, gelombang bunyi merambat melalui udara.
Dalam perjalanannya, gelombang bunyi akan mengalami penurunan
intensitas karena gesekan dengan udara.
b) Serapan Udara
Udara mempunyai massa. Udara mengisi ruang kosong diatas bumi
dan digunakan oleh suara untuk merambat. Namun adanya udara juga
sebagai penghambat gelombang suara. Gelombang suara akan
mengalami gesekan dengan udara. Udara yang kering akan lebih
menyerap udara daripada udara lembab, karena adanya uap air akan
memperkecil gesekan antara gelombang bunyi dengan massa udara.
udara yang bersuhu rendah akan lebih menyerap suara daripada udara
bersuhu tinggi, karena suhu rendah membuat udara menjadi lebih
rapat sehingga gesekan terhadap gelombang bunyi akan lebih besar.
c) Angin
Arah angin akan mempengaruhi besarnya frekuensi bunyi yang
diterima oleh pendengar. Arah angin yang menuju pendengar akan
mengakibatkan suara terdengar lebih keras, begitu juga sebaliknya.
d) Permukaan Bumi
20
Permukaan bumi yang berupa tanah dan rumput, merupakan barrier
yang sangat alami. Suara yang datang akan terserap langsung.
Sebaliknya, permukaan yang tertutup aspal jalan atau konblok akan
langsung memantulkan bunyi.
Bahan peredam suara untuk mengurangi kebisingan dapat menggunakan
bahan-bahan jadi yang sudah ada ataupun membuatnya sendiri, diantara bahan-bahan
yang sudah ada tersebut antara lain adalah bahan berpori, resonator dan panel (Lee,
2003), sementara material yang sering digunakan adalah glasswool dan rockwool,
namun dapat juga diganti dengan gabus maupun bahan yang berkomposisi serat.
Kualitas dari bahan peredam suara ditunjukkan dengan harga α (koefisien
penyerapan bahan terhadap bunyi), semakin besar α maka semakin baik digunakan
sebagai peredam suara. Nilai α berkisar antara 0 sampai 1, jika α bernilai 0, artinya
tidak ada bunyi yang diserap, sedangkan jika α bernilai 1 artinya 100% bunyi yang
datang diserap oleh bahan.
Material komposit alami (indigenous materials) seperti serat batang kelapa
sawit (oil palm frond fiber), sekam padi (rice husk), serabut kelapa (coconut fiber),
eceng gondok (eichhornia crassipes), dan serat nenas mempunyai potensi komersial
yang sangat baik untuk dimanfaatkan sebagai material pengganti komposit serat kaca
(glass fiber). Hal ini dikarenakan harga yang relative rendah, proses yang sederhana
dan juga jumlahnya yang melimpah di sekitar lingkungan kita
Serat-serat yang telah digunakan dan diteliti untuk meredam kebisingan
(bunyi) antara lain serat bamboo, jerami, sabut kelapa. Dalam penelitian ini
menggunakan jerami padi sebagai tambahan di dalam campuran beton sebagai benda
uji pada uji peredaman suara atau kebisingan.
21
Pengurangan kebisingan pada sumber suara dapat dilakukan dengan
memodifikasi mesin atau menempatkan peredam pada sumber bising. Pengurangan
kebisingan pada media transmisi dapat dilakukan dengan modifikasi ruangan dan
penyusunan panel-panel partisi absorber yang baik antara sumber bising dan
manusia. Pengendalian kebisingan pada penerima dilakukan dengan memproteksi
telinga. Salah satu metode reduksi bising seperti yang telah disebutkan di atas adalah
dengan menggunakan bahan penyerap suara/absorber. Penggunaan material absorber
menjadi solusi paling baik dalam penerapan metode pengendalian bising. Selama ini
panel penyerap suara yang dikembangkan menggunakan serat absorber sintetis yang
diimpor sehingga harganya menjadi mahal. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian untuk mengembangkan material absorber yang mempunyai kualitas baik
dengan bahan baku yang terbuat dariserat alami dan tersedia melimpah di sekeliling
kita. Karakteristik akustik dan mekanis suatu material komposit dapat diketahui
dengan melakukan suatu pengujian. Pengujian akustik suatu material merupakan
suatu proses untuk menentukan sifat-sifat akustik, yang berupa koefisien penyerapan,
refleksi, impedansi, dan transmission loss suara. Untuk menghasilkan produk yang
rendah bising maka pengujian karakteristik akustik suatu material menjadi langkah
utama dalam menentukan karakteristik akustik suatu bahan. Metode yang dapat
digunakan untuk menentukan sifat akustik dari bahan komposit adalah
pengujian/penelitian dengan menggunakan tabung impedansi.
2.2.2 Bahan Penyusun Beton
2.2.3 Semen
2.2.1.1 Umum
22
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam
pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi
pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar,
sedangkan jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton
segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (hardened concrete).
Fungsi semen ialah untuk mengikat butir-butir agregat hingga membentuk
suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat.
Adapun sifat-sifat fisik semen yaitu :
a. Kehalusan Butir
Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara
umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan
dapat mengurangi bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen
bergerak ke permukaan adukan beton segar), akan tetapi menambah
kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah
terjadinya retak susut.
b. Waktu ikatan
Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sutu tahap
dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut
terhitung sejak air tercampur dengan semen. Waktu dari pencampuran
semen dengan air sampai saat kehilangan sifat keplastisannya disebut
waktu ikat awal, dan pada waktu sampai pastanya menjadi massa yang
keras disebut waktu ikat akhir. Pada semen portrland biasanya batasan
waktu ikaran semen adalah :
23
Waktu ikat awal > 60 menit
Waktu ikat akhir > 480 menit
Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton,
yaitu waktu transportasi, penuanga, pemadatan, dan perataan permukaan.
c. Panas hidrasi
Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media
perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi
membentuk media perekat ini disebut hidrasi.
d. Pengembangan volume (lechathelier)
Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon,
karena itu pengembangan beton dibatasi sebesar ± 0,8 % (A.M Neville,
1995). Akibat perbesaran volume tersebut , ruang antar partikel terdesak
dan akan timnul retak – retak.
2.2.1.2 Semen Portland
Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic
binder) yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium
silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium
sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan
utamanya.
2.2.1.3 Jenis Semen Portland
24
Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai
kualitas tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif.
Jenis Portland semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V.
a. Tipe I
semen portland untuk tujuan umum. Jenis ini paling diproduksi karena
digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi.
b. Tipe II
Semen Portland modifikasi, adalah tipe yang sifatnya setengah tipe IV
dan setengah tipe V (moderat). Belakangan lebih banyak diproduksi
sebagai pengganti tipe IV.
c. Tipe III
Semen Portland dengan kekuatan awal tinggi. Kekuatan 28 hari
umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umum
dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika
struktur harus dapat cepat dipakai.
d. Tipe IV
Semen Portland dengan panas hidrasi rendah, yang dipakai untuk
kondisi dimana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus
minimum. Misalnya pada bangunan masif seperti bendungan gravitasi
yang besar. Pertumbuhan kekuatannya lebih lambat dari pada semen
tipe I.
e. Tipe V
25
Semen Portland tahan sulfat, yang dipakai untuk menghadapi aksi
sulfat yang ganas. Umumnya dipakai di daerah di mana tanah atau
airnya memiliki kandungan sulfat yang tinggi.
Jenis- jenis semen tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda
sebagai mana tampak pada Gambar 2.3
Gambar 2.4 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe
Portland semen (Tri Mulyono, 2003)
2.2.2 Agregat
2.2.2.1 Umum
Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi
dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat
tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya
sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik
dan sifat agregat memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton.
26
Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam
atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan
berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Ukuran antara agregat
halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British Standard) atau 4.75 mm (Standar
ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm
(4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm).
Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari
40 mm.
2.2.2.2 Jenis Agregat
Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat
buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan
beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.
Dari ukurannya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat
kasar dan agregat halus.
1. Agregat Halus
Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi
dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau
lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir)
berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang
dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).
Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan oleh ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka
27
barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik. Adapun spesifikasi
tersebut adalah :
a. Susunan Butiran ( Gradasi )
Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik,
karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material
lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi
penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus
tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus.
Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :
Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2
Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9
Pasir Halus : 2.2 < FM < 2.6
Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan
ASTM C 33 – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.2 Batasan Gradasi untuk Agregat Halus
Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap
saringan
9.5 mm (3/8 in) 100
4.76 mm (No. 4) 95 – 100
2.36 mm ( No.8) 80 – 100
1.19 mm (No.16) 50 – 85
0.595 mm ( No.30 ) 25 – 60
0.300 mm (No.50) 10 – 30
28
0.150 mm (No.100) 2 – 10
b. Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ( ayakan no.200 ),
tidak boleh melebihi 5 % ( ternadap berat kering ). Apabila kadar Lumpur
melampaui 5 % maka agragat harus dicuci.
c. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )
d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan
beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna
yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder dengan batas
standarnya pada acuan No 3.
e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami
basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah,
tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam
semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan
di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari
0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.
f. Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat :
Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.
Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum
15%.
2. Agregat Kasar
Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran
yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang
besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen yang
minimal.
29
Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1. Susunan butiran (gradasi)
Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas
seperti yang terlihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991)
Ukuran Lubang Ayakan
(mm)
Persentase Lolos Kumulatif
(%)
38,10 95 – 100
19,10 35 – 70
9,52 10 – 30
4,75 0 – 5
2. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah
dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah basah,
tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam semen, yang
jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berklebihan di dalam
mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali dapat dipakai untuk
pembuatan beton dengan semen yang kadar alkalinya tidak lebih dari 0,06% atau
dengan penambahan bahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian.
3. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau
tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruk cuaca seperti terik matahari atau
hujan.
30
4. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak
boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1%
maka agregat harus dicuci.
5. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban
penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:
Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari 24% berat.
Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari 22% berat.
6. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles dimana
tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.
2.2.3 Air
Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting. Air diperlukan
untuk bereaksi dengan semen, serta sebagai bahan pelumas antar butir-butir agregat
agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Kandungan air yang rendah menyebabkan
beton sulit dikerjakan (tidak mudah mengalir), dan kandungan air yang tinggi
menyebabkan kekuatan beton akan rendah serta betonnya porous.
Air yang digunakan sebagai campuran harus bersih, tidak boleh mengandung
minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton.
Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai
berikut :
a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.
b. Tidak mengandung garam-garamm yang dapat merusak beton (asam, zat organik,
dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.
c. Tidak mengandungf klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
31
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan,
tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna
permukaan beton. Besi dan zat organis dalam air umumnya sebagai penyebab utama
pengotoran atau perubahan warna, terutama jika perawatan cukup lama.
Sumber air pada penelitian ini adalah jaringan PDAM Tirtanadi yang terdapat
di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
2.2.4 Bahan Tambahan
2.2.4.1 Umum
Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam
campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi dari bahan
ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk
pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya.
Admixture atau bahan tambah yang didefenisikan dalam Standard Definitions
of terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM C.125-
1995:61) dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19) adalah sebagai
material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau
mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Bahan
tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik dari beton misalnya
untuk dapat dengan mudah dikerjakan, mempercepat pengerasan, menambah kuat
tekan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti penghematan energi.
32
Bahan tambah biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit, dan
harus dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang justru akan dapat
memperburuk sifat beton.
Di Indonesia bahan tambah telah banyak dipergunakan. Manfaat dari
penggunaan bahan tambah ini perlu dibuktikan dengan menggunakan bahan agregat
dan jenis semen yang sama dengan bahan yang akan dipakai di lapangan. Dalam hal
ini bahan yang dipakai sebagai bahan tambah harus memenuhi ketentuan yang
diberikan oleh SNI. Untuk bahan tambah yang merupakan bahan tambah kimia harus
memenuhi syarat yang diberikan dalam ASTM C.494, “Standard Spesification for
Chemical Admixture for Concrete”.
Untuk memudahkan pengenalan dan pemilihan admixture, perlu diketahui
terlebih dahulu kategori dan penggolongannya, yaitu :
1. Air entraining Agent (ASTM C 260), yaitu bahan tambah yang ditujukan
untuk membentuk gelembung-gelembung udara berdiameter 1 mm atau lebih
kecil didalam beton atau mortar selama pencampuran, dengan maksud
mempermudah pengerjaan beton pada saat pengecoran dan menambah ketahanan
awal pada beton.
2. Chemical admixture (ASTM C 494), yaitu bahan tambah cairan kimia yang
ditambahkan untuk mengendalikan waktu pengerasan (memperlambat atau
mempercepat), mereduksi kebutuhan air, menambah kemudahan pengerjaan
beton, meningkatkan nilai slump dan sebagainya.
3. Mineral admixture (bahan tambah mineral), merupakan bahan tambah yang
dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah
33
mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton,
sehingga bahan ini cendrung bersifat penyemenan.
Keuntunganannya antara lain : memperbaiki kinerja workability, mempertinggi
kuat tekan dan keawetan beton, mengurangi porositas dan daya serap air dalam
beton. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozzolan, fly ash, slang, dan
silica fume.
4. Miscellanous admixture (bahan tambah lain), yaitu bahan tambah yang tidak
termasuk dalam ketiga kategori diatas seperti bahan tambah jenis polimer
(polypropylene, fiber mash, serat bambu, serat kelapa dan lainnya), bahan
pencegah pengaratan dan bahan tambahan untuk perekat (bonding agent).
2.2.4.2 Alasan Penggunaan Bahan Tambahan
Penggunaan bahan tambahan harus didasarkan pada alasan-alasan yang tepat
misalnya untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu pada beton. Pencapaian kekuatan
awal yang tinggi, kemudahan pekerjaan, menghemat harga beton, memperpanjang
waktu pengerasan dan pengikatan, mencegah retak dan lain sebagainya. Para
pemakai harus menyadari hasil yang diperoleh tidak akan sesuai dengan yang
diharapkan pada kondisi pembuatan beton dan bahan yang kurang baik.
Keuntungan penggunaan bahan tambah pada sifat beton, antara lain :
a. Pada beton segar (fresh concrete)
Memperkecil faktor air semen
Mengurangi penggunaan air.
Mengurangi penggunaan semen.
Memudahkan dalam pengecoran.
34
Memudahkan finishing.
b. Pada beton keras (hardened concrete)
Meningkatkan mutu beton
Kedap terhadap air (low permeability).
Meningkatkan ketahanan beton (durability).
Berat jenis beton meningkat.
2.2.4.3 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan
Penggunaan bahan tambah di lapangan sering menimbulkan masalah-masalah
tidak terduga yang tidak mengguntungkan, karena kurangnya pengetahuan tentang
interaksi antara bahan tambahan dengan beton. Untuk mengurangi dan mencegah hal
yang tidak terduga dalam penggunaan bahan tambah tersebut, maka penggunaan
bahan tambah dalam sebuah campuran beton harus dikonfirmasikan dengan standar
yang berlaku dan yang terpenting adalah memperhatikan dan mengikuti petunjuk
dalam manualnya jika menggunakan bahan “paten” yang diperdagangkan.
a. Mempergunakan bahan tambahan sesuai dengan spesifikasi ASTM
(American Society for Testing and Materials) dan ACI (American Concrete
International).
Parameter yang ditinjau adalah :
Pengaruh pentingnya bahan tambahan pada penampilan beton.
Pengaruh samping (side effect) yang diakibatkan oleh bahan tambahan.
Banyak bahan tambahan mengubah lebih dari satu sifat beton, sehingga
kadang-kadang merugikan.
Sifat-sifat fisik bahan tambahan.
35
Konsentrasi dari komposisi bahan yang aktif, yaitu ada tidaknya
komposisi bahan yang merusak seperti klorida, sulfat, sulfide, phosfat,
juga nitrat dan amoniak dalam bahan tambahan.
Bahaya yang terjadi terhadap pemakai bahan tambahan.
Kondisi penyimpanan dan batas umur kelayakan bahan tambahan.
Persiapan dan prosedur pencampuran bahan tambahan pada beton segar.
Jumlah dosis bahan tambahan yang dianjurkan tergantung dari kondisi
struktural dan akibatnya bila dosis berlebihan.
Efek bahan tambah sangat nyata untuk mengubah karakteristik beton
misalnya FAS, tipe dan gradasi agregat, tipe dan lama pengadukan.
b. Mengikuti petunjuk yang berhubungan dengan dosis pada brosur dan
melakukan pengujian untuk mengontrol pengaruh yang didapat.
Biasanya percampuran bahan tambahan dilakukan pada saat percampuran
beton. Karena kompleksnya sifat bahan tambahan beton terhadap beton, maka
interaksi pengaruh bahan tambahan pada beton, khususnya interaksi pengaruh bahan
tambahan pada semen sulit diprediksi. Sehingga diperlukan percobaan pendahuluan
untuk menentukan pengaruhnya terhadap beton secara keseluruhan.
2.2.4.4 Jenis Admixture
2.2.4.4.1 Jerami padi
Jerami merupakan batang padi yang terdiri dari batang, pucuk,kelopak daun
dan daun (Muchji, 1982) dan kaya akan serat kasar (roughage). Kandungan Iilin,
pentosan dan lignin dari jerami pada pencetakkan dengan suhu lS0-2S0oC dapat
bertindak sebagai perekat. Penggunaan jerami campur untuk tembok mempunyai
36
keuntungan sebagai insulasi dan mudah untuk dipaku. (Stainforth,1979 dalam Budi,
1991).
Dengan sifat yang dimiliki tersebut, perlu dikembangkan penggunaan jerami
karena potensinya cukup besar dan menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Pada
penelitian ini jerami padi digunakan sebagai bahan tambah pada campuran beton
dengan harapan dapat meningkatkan sifat mekanik beton dan juga sebagai peredam
suara.
(a) (b) (c)
Gambar 2.4 : (a) Batang utama tanaman padi yang menunjukkan kondisi fisik
Jerami;
(b) Tanaman padi belum siap panen;
(c) Tanaman padi siap panen.
Adapun persyaratan jenis jerami yang baik untuk digunakan (Lacinski &
Bergeron,2000):
1. Memiliki tingkat kekeringan yang cukup (Kandungan air hanya 14 -16%
saja).Idealnya digunakan jerami hasil panen saat musim kering dan langsung
dijemur. Jangan sampai terkena hujan atau percikan air sekalipun. Jerami
yang mengandung terlalu banyak air potensial untuk tempat hidup jamur dan
serangga kecil.
2. Nampak cemerlang pada kulitnya sebagai pertanda memiliki kekuatan yang
cukup dan belum mengempis rongga udaranya. Memiliki warna kuning
37
cerah, sebagai pertanda belum lama dipanen. Bila terlalu lama disimpan
warnanya berubah menjadi pucat atau lebih tua, tergantung pada cara
penyimpanan. Masa penyimpanan yang lama dapat menyebabkan rongga
udara mengempis. Untuk mengetahui apakah jerami masih baru saja dipanen
atau lama disimpan, selain dengan jalan menunggui proses pemanenan juga
dapat diketahui melalui bau yang ditimbulkan jerami. Jerami baru panen tidak
berbau dan bila telah lama disimpan menghasilkan bau yang kurang sedap.
Cek kepadatan jerami dapat juga dilakukan dengan menumpuknya kemudian
diinjak, bila segera mengempis berarti kualitasnya kurang baik. Namun bila
mengempis sesaat kemudian kembali lagi, berarti kualitasnya baik.
3. Ketebalan (diameter rongga) jerami secara rata – rata adalah sama, oleh
karenanya yang perlu dipilih adalah panjang batang utama. Diperkirakan
dibutuhkan panjang batang utama sekitar 20 cm, setelah dibersihkan dari
cabang – cabangnya.
4. Memiliki berat yang secara rata – rata sama. Pengujian dapat dilakukan
dengan mengambil kira – kira 20-30 batang kemudian ditimbang, demikian
ambil lagi 20-30 batang yang lain kemudian ditimbang. (Mediastika,C.E,
2007)
38
39