tugas evaluatif fix

53
EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DI PT. CARREFOUR INDONESIA MEDAN Diajukan oleh : MITA NOVIANTY 090902041 DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Upload: saut-siahaan

Post on 29-Oct-2015

62 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

EVALUASI PELAKSANAAN

PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

DI PT. CARREFOUR INDONESIA MEDAN

Diajukan oleh :

MITA NOVIANTY

090902041

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan sektor ketenagakerjaan sebagai bagian dari upaya

pembangunan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu bagian yang

tidak terpisahkan dari pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan

UUD 1945. Pembangunan SDM diarahkan pada peningkatan harkat, martabat dan

kemampuan manusiawi serta kepercayaan diri sendiri dalam rangka mewujudkan

masyarakat sejahtera, adil, dan makmur baik material maupun spiritual. Peran

serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat. Demikian

pula halnya penggunaan teknologi di berbagai sektor kegiatan usaha yang dapat

mengakibatkan semakin tingginya resiko yang dapat mengancam keselamatan,

kesehatan dan kesejahteraantenaga kerja. Dalam hal ini perlu upaya peningkatan

perlindungan tenaga kerja yang dapat memberikan ketenangan kerja sehingga

dapat memberikan kontribusi positif terhadap produktivitas tenaga kerja.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan perlindungan

tenaga kerja adalah meminimalkan resiko-resiko buruk yang bisa saja terjadi.

Dalam hal ini perlu adanya pengetahuan mengenai resikoresiko yang ada. Resiko-

resiko yang menimpa tenaga kerja tersebut dapat terjadi sewaktu-waktu baik pada

waktu kerja maupun di luar kerja demi tuntutan perusahaan. Resiko yang

menimpa tenaga kerja dapat menimbulkan cacat sebahagian, cacat seumur hidup,

bahkan dapat menimbulkan kematian.

Mengingat cepatnya arus globalisasi seiring dengan peningkatan kemajuan

teknologi rancang bangun, perekayasaan suatu alat, selain memberikan nilai

tambah juga akan memberikan dampak negatif terhadap timbulnya bahaya

1

kecelakaan kerja yang selalu mengintai tenaga kerja maupun masyarakat di

lingkungan kerjanya. Tenaga kerja akan bersedia memberikan waktu dan

tenaganya pada suatu lingkungan kerja jika pemenuhan kebutuhannya

diperhatikan. Salah satu kebutuhan itu adalah jaminan sosial, dimana nantinya

tenaga kerja dapat bekerja dengan aman dan sehat.

Perlindungan dan pemeliharaan jaminan sosial tenaga kerjaselanjutnya

disebut Jamsostek- diselenggarakan dalam bentuk program jaminan sosial tenaga

kerja yang bersifat mendasar dengan berasaskan usaha bersama, kekeluargaan,

dan gotong royong. Sebagaimana terkandung dalam jiwa dan semangat Pancasila

dan UUD 1945. Perlindungan tenaga kerja mewajibkan pengusaha memikul

tanggung jawab memberikan jaminan sosial bagi tenaga kerja. Perlindungan kerja

melalui program jaminan sosial tidak semata-mata diperuntukan bagi tenaga kerja

itu sendiri, tetapi diperuntukan pula bagi keluarganya pada saat terjadi resiko-

resiko seperti misalnya kecelakaan kerja, sakit, meninggal dunia dan hari tua

(Ramli, 1997: 2 ).

Partisipasi PT Jamsostek (Persero) dalam membudayakan keselamatan dan

kesehatan kerja (K-3) di Indonesia merupakan komitmen untuk menangani

berbagai permasalahan dalam mengurangi angka kecelakaan kerja dan penyakit

akibat kerja. Peran tenaga kerja, khususnya di sektor formal, dalam pembangunan

nasional terus meningkat dengan segala tantangan dan risikonya. Oleh karena itu,

tenaga kerja perlu diberikan perlindungan dan kesejahteraan, sehingga bisa

menjadi garda terdepan dalam rangka meningkatkan produktivitas nasional. Di

Indonesia, penyelenggaraan jaminan sosial diselenggarakan oleh badan

penyelenggara berstatus badan usaha milik negara (BUMN) yang dibentuk

berlandaskan peraturan dan perundang-undangan. PT Jamsostek (Persero) sendiri

ditunjuk sebagai badan penyelenggara jaminan sosial berdasarkan Undang-

2

Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dalam

melaksanakan fungsi dan tugasnya, PT Jamsostek mengutamakan pelayanan

kepada tenaga kerja yang menjadi peserta. Tentunya dalam rangka memberikan

perlindungan terhadap segala risiko saat bekerja, sekaligus memberikan

kesejahteraan bagi tenaga kerja dan keluarganya khususnya.

Seiring perjalanan program publik tersebut, masih banyak dijumpai

berbagai masalah sehingga program yang diharapkan memberikan ketenangan

bagi tenaga kerja beserta keluarganya ternyata menimbulkan kekecewaan justru

pada saat mereka membutuhkan pelayanan. Masalah-masalah tersebut akhirnya

menjadi dasar kekecewaan para peserta, kemudian ketidakpercayaan pada

program Jamsostek juga pada akhirnya dapat menimbulkan pemutusan

kepesertaan atau keluar dari program tersebut, yang pada titik akhir adalah

menurunnya produktivitas kinerja di suatu instansi, lembaga, perusahaan atau

yang lainnya.

Pada pertengahan Mei 2006, sekitar 30 ribu buruh yang tergabung dalam

Koalisi Buruh Menggugat melakukan demonstrasi menuntut Pemerintah

memperbaiki nasib buruh. Aksi buruh mendapat pengawalan ketat aparat

keamanan. Sesekali, helikopter kepolisian mengawasi aksi buruh di kawasan

Bundaran Hotel Indonesia. Isu penolakan revisi UU Ketenagakerjaan sebenarnya

sudah lama diusung oleh buruh. Dalam aksi memperingati May Day 1 Mei ini,

buruh juga menyinggung masalah Jamsostek. Uang yang dikumpulkan Jamsostek

dari para pekerja dinilai tidak dipergunakan semestinya untuk kepentingan buruh.

Padahal, jumlah uang yang dikumpulkan mencapai miliaran rupiah. Kaum buruh

ingin dana tersebut dikembalikan untuk tujuan peningkatan kesejahteraan buruh.

Lebih dari 600.000 pekerja formal di Sumatera Utara belum terlindungi

jaminan sosial tenaga kerja. Salah satu penyebabnya adalah lemahnya sosialisasi

3

Program Jamsostek kepada pekerja dan perusahaan. Masalah ini ditambah lagi

lemahnya penegakan hukum terhadap para pengusaha yang melanggar ketentuan

ketenagakerjaan. Data PT Jamsostek menunjukkan, jumlah perusahaan di Sumut

mencapai 11.000 dengan jumlah pekerja lima juta orang. Sebanyak satu juta orang

buruh di sektor formal (perusahaan yang mempunyai status hukum) dan empat

juta sisanya di sektor informal. Sejauh ini sebanyak 376.000 pekerja formal di

Sumut yang terdaftar di Jamsostek. Sementara jumlah pekerja informal di Sumut

yang belum terdaftar di Jamsostek jauh lebih banyak lagi, mencapai empat juta

orang (http://www.tpkb.blogspot.com)

Kepala Kantor Wilayah I PT Jamsostek Sumatera Utara, mengatakan,

kebanyakan perusahaan yang belum melindungi tenaga kerjanya adalah

perusahaan kecil dengan jumlah tenaga kerja 10 orang ke bawah. Masih banyak

anggapan bahwa Jamsostek seperti asuransi yang pengurusannya berbelit-belit.

Banyak pula yang masih beranggapan Jamsostek hanya potongan gaji tanpa

diketahui manfaatnya. April 2009 terdapat 2.291 perusahaan yang tercatat di

Jamsostek Sumut dari 5.428 perusahaan hingga yang terdaftar menunggak

pembayaran jamsostek dengan nilai tunggakan Rp 91,6 miliar. Dari jumlah itu,

sebanyak 645 perusahaan menunggak satu hingga tiga bulan dengan nilai

tunggakan Rp 7,9 miliar dan 219 perusahaan menunggak empat hingga enam

bulan senilai Rp 1,6 miliar (http://wwwtpkb.blogspot.com).

Salah satu perusahaan di Sumut yang bekerja sama dengan PT. Jamsostek

adalah PT. Carrefour Indonesia Medan. Carrefour pertama kali berdiri pada 1962

di Sainte-Geneviève-des-Bois, dekat Paris, Perancis dan sekarang total gerainya

sekitar 15.000 dengan karyawan sekitar 700.000 di seluruh dunia

(http://www.ngobrolaja.com). Carrefour memulai sejarahnya di Indonesia pada

bulan Oktober 1998 dengan membuka unit pertama di daerah Cempaka Putih,

4

Jakarta Pusat. Di penghujung tahun 1999 Carrefour melakukan akuisisi dengan

Promodes, sebuah induk perusahaan Continent yang juga merupakan sebuah

paserba dari Prancis. Carrefour dan Promodes sepakat melakukan penggabungan

atas semua usahanya di seluruh dunia, sehingga membentuk suatu grup usaha ritel

terbesar kedua di dunia dengan memakai nama Carrefour. Carrefour Indonesia

saat ini memiliki 84 gerai yang tersebar di Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar,

Yogyakarta, Semarang, Palembang, Makasar dan Medan. Gerai Carrefour di kota

Medan terdapat di dua lokasi, yaitu di Plaza Medan Fair dan di lokasi perumahan

Citra Garden, Padang Bulan. Carrefour Citra Garden merupakan gerai yang ke 76

yang berdiri pada tanggal 6 November 2009. Dengan memiliki 174 orang

karyawan, dengan staf administrasi berjumlah 40 orang, maintence dan teknisi

berjumlah 40 orang, security 48 orang dan cleaning service 46 orang.

Dari prasurvei yang dilakukan sebelumnya, diketahui 174 karyawan diatas

terdata sebagai peserta jamsostek akan tetapi tidak keseluruhan dari karyawan

atau peserta tersebut menggunakan fasilitas dari jamsostek. Dari 10 orang peserta

jamsostek yang diteliti, ternyata 8 peserta diantaranya tidak menggunakan fasilitas

tersebut dengan alasan terlalu rumitnya pengurusan untuk menggunakan fasilitas

itu. Hal itu dikarenakan adanya perbedaan tingkat pemahaman masing-masing

karyawan mengenai sistem administratif yang berlaku di PT. Jamsostek.

Berangkat dari kondisi yang telah diuraikan, Peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian berkenaan dengan pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja serta melihat

sejauh mana keberhasilan pelaksanaan program tersebut. Untuk itu Peneliti

mengangkat permasalahan yang dirangkum dalam penelitian sebuah karya ilmiah

berbentuk skripsi dengan judul: “Evaluasi Pelaksanaan Program Jaminan

Sosial Tenaga Kerja di PT. Carrefour Indonesia Medan”.

5

1.2 Perumusan Masalah

Menurut Suryabrata (2008: 17), perumusan masalah dibuat setelah

masalah diidentifikasi dan dipilih. Perumusan ini penting, karena hasilnya akan

menjadi penuntun bagi langkah – langkah selanjutnya. Berdasarkan uraian latar

belakang, maka yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut:

“Bagaimana pelaksanaan program jaminan sosial tenaga kerja di PT.

Carrefour Indonesia Medan? “

1.3 Pembatasan Penelitian

Pembatasan dalam penelitian ini adalah :

a. Evaluasi yang ingin dilakukan adalah berikaitan dengan pelaksanaan

Program Jamsostek yang berfokus pada: Jaminan Kecelakaan Kerja,

Jaminan Kesehatan, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Kematian.

b. Objek penelitian adalah karyawan dan sekaligus peserta yang pernah

menggunakan fasilitas PT. Jamsostek.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

Mengetahui pelaksanaan program jaminan sosial tenaga kerja di PT. Carrefour

Indonesia Medan.

6

1.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis, dapat memberikan sumbangsih pemahaman ilmiah,

perbaikan ataupun modifikasi terhadap keilmuan yang dikembangkan

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

2. Secara Moril, dapat memberikan gambaran mengenai masalah yang

terjadi di masyarakat dalam rangka pembentukan kesadaran,

pengetahuan serta sikap. Sehingga dapat melakukan perbaikan-

perbaikan di PT. Carrefour Indonesia Medan, khususnya yang berkaitan

dengan kesejahteraan tenaga kerja.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Evaluasi Program

2.1.1 Pengertian Evaluasi

Pada dasarnya evaluasi merupakan suatu pemeriksaan terhadap

pelaksanaan suatu program yang telah dilakukan yang akan digunakan untuk

meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program

kedepannya agar jauh lebih baik. Dengan demikian evaluasi lebih bersifat melihat

kedepan daripada melihat kesalahan-kesalahan di masa lalu, dan diarahkan pada

upaya peningkatan kesempatan demi keberhasilan program.

Evaluasi merupakan suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai

secara objektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya

dimana hasil evaluasi tersebut dimaksudkan menjadi umpan balik untuk

perencanaan yang akan dilakukan di depan (Yusuf, 2000 : 3).

Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing

menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan

program. Secara umum, istilah evaluasi sapat disamakan dengan penaksiran

(appraisal), pemberian angka (ratting) dan penilaian (assessment) kata-kata yang

menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya.

Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi

mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada

kenyataan mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi sumbangan

pada tujuan atau sasaran, dalam hal ini dikatakan bahwa kebijakan atau program

telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa masalah-

masalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi (Dunn, 2000: 11).

8

Anderson memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil

yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung

tercapainya tujuan. Sedangkan Stufflebeam, mengungkapkan bahwa evaluasi

merupakan proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang

bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan

(dalam Arikunto, 2002: 1). Patton dan Sawicki (1991) mengklasifikasikan metoda

pendekatan yang dapat dilakukan dalam penelitian evaluasi menjadi 6 (enam)

yaitu :

a. Before and after comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian

dengan membandingkan antara kondisi sebelum dan kondisi sesudahnya suatu

kebijakan atau program diimplementasikan.

b. With and without comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian

dengan menggunakan pembandingan kondisi antara yang tidak mendapat dan

yang mendapat kebijakan atau program, yang telah di modifikasi dengan

memasukan perbandingan kriteria-kriteria yang relevan di tempat kejadian

peristiwa (TKP) dengan program terhadap suatu TKP tanpa program.

c. Actual versus planed performance comparisons, metode ini mengkaji suatu

penelitian dengan membandingkan kondisi yang ada (actual) dengan ketetapan-

ketetapan perencanaan yang ada (planned).

d. Experimental (controlled) models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian

dengan melakukan percobaan yang terkontrol/dikendalikan untuk mengetahui

kondisi yang diteliti.

e. Quasi experimental models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan

melakukan percobaan tanpa melakukan pengontrolan/pengendalian terhadap

kondisi yang diteliti.

9

f. Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian yang hanya

didasarkan pada penelitian biaya terhadap suatu rencana (Arikunto, 2002: 14 ).

Fungsi utama evaluasi, pertama memberi informasi yang valid dan dapat

dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan

kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan public. Kedua, evaluasi memberi

sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari

pemilihan tujuan dan target, nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan

mengoperasikan tujuan dan target. Nugroho (2004) mengatakan bahwa evaluasi

akan memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja

kebijakan yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan yang telah dicapai

melalui tindakan publik (Nugroho, 2004: 185) .

Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan evaluasi program adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang

bekerjanya sesuatu program pemerintah yang selanjutnya informasi tersebut

digunakan untuk menentukan alternative atau pilihan yang tepat dalam mengambil

sebuah keputusan. Dengan melakukan evaluasi maka akan ditemukan fakta

pelaksanaan kebijakan publik dilapangan yang hasilnya bisa positif ataupun

negatif. Sebuah evaluasi yang dilakukan secara professional akan menghasilkan

temuan yang obyektif yaitu temuan apa adanya; baik data, analisis dan

kesimpulannya tidak dimanipulasi yang pada akhirnya akan memberikan manfaat

kepada perumus kebikan, pembuat kebijakan dan masyarakat.

2.1.2 Pengertian Program

Program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Dengan

program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah

untuk dioperasionalkan (Jones, 1994: 296). Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya

10

kegiatan pelaksanaan karena dalam progrma tersebut telah dimuat berbagai aspek

antara lain:

1. Adanya tujuan yang ingin dicapai

2. Adanya kebijakan-kebijakan yang harus diambil dalam pencapaian tujuan itu.

3. Adanya aturan-aturan yang dipegang dan prosedur yang harus dilalui.

4. Adanya perkiraan anggran yang dibutuhkan.

5. Adanya strategi dalam pelaksanaan (Jones, 1994:296).

Unsur lain yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan progoram ialah adanya

kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang

tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan

dan adanya perubahan serta peningkatan dalam kehidupannya. Tanpa memberikan

manfaat pada kelompok orang, boleh dikatakan program tersebut telah gagal

dilaksanakan. Berhasiltidaknya suatu program dilaksanakan tergantung dari unsur

pelaksanaanya. Unsur pelaksanaan itu merupakan unsur ketiga. Pelaksana adalah

hal penting dalam mempertanggungjawabkan pengolahan maupun pengawasan

dalam pelaksanaan, baik itu organisasi ataupun perorangan (Jones, 1994: 298).

2.1.3 Jenis – Jenis Evaluasi Program

Secara umum, evaluasi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Evaluasi pada Tahap Perencanaan

Kata evaluasi sering digunakan dalam tahap perencanaan dalam rangka

mencoba memilih dan menentukan skala prioritas terhadap berbagai altenatif dan

kemungkinan terhadap cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Untuk itu diperlukan berbagai teknik yang dapat dipakai oleh perencana. Satu hal

yang patut dipertimbangkan dalam kaitan ini adalah bahwa metode-metode yang

ditempuh dalam pemilihan prioritas tidak selalu sama untuk setiap keadaan,

melainkan berbeda menurut hakekat dari permasalahannya sendiri.

11

b. Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini, evaluasi adalah suatu kegiatan dengan melakukan analisa

menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding dengan rencana. Terdapat

perbedaan antara evaluasi menurut pengertian ini dengan mentoring. Mentoring

menganggap bahwa tujuan yang ingin dicapai sudah tepat dan bahwa program

tersebut direncanakan untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Mentoring melihat

apakah pelaksanaan proyek sudah sesuai dengan rencana dan bahwa rencana

tersebut sudah tepat untuk mencapai tujuan. Sedangkan evaluasi melihat sejauh

mana proyek masih tetap dapat mencapai tujuannya, apakah tujuan tersebut sudah

berubah, apakah pencapaian hasil program tersebut akan memecahkan masalah

yang ingin dipecahkan. Evaluasi juga mempertimbangkan faktor-faktor luar yang

mempengaruhi keberhasilan proyek tersebut, baik membantu atau menghambat.

c. Evaluasi pada Tahap Paska Pelaksanaan

Dari sini pengertian evaluasi hampir sama dengan pengertian pada tahap

pelaksanaan, hanya perbedaanya yang dinilai dan dianalisa bukan lagi tingkat

kemajuan pelaksanaan dibanding rencana, tetapi hasil pelaksanaan dibaning

dengan rencana yakni apakah dampak yang dihasilkan oleh pelaksanaan kegiatan

tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Nugroho, 2009: 537).

2.1.4 Tujuan Evaluasi Program

Seperti disebutkan oleh Sudjana (2006: 48), tujuan khusus evaluasi program

terdapat 6 (enam) hal, yaitu untuk :

a. Memberikan masukan bagi perencanaan program;

b. Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan dengan tindak

lanjut, perluasan atau penghentian program;

c. Memberikan masukan bagi pengambil keputusan tentang modifikasi atau

perbaikan program;

12

d. Memberikan masukan yang berkenaan dengan faktor pendukung dan

penghambat program;

e. Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan,

supervisi dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola, dan pelaksana

program;

f. Menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program pendidikan

luar sekolah.

Selanjutnya Sudjana berpendapat bahwa tujuan evaluasi adalah untuk

melayani pembuat kebijakan dengan menyajikan data yang diperlukan untuk

pengambilan keputusan secara bijaksana. Oleh karenanya evaluasi program dapat

menyajikan 5 (lima) jenis informasi dasar sebagai berikut :

a. Berbagai data yang dibutuhkan untuk menentukan apakah pelaksanaan suatu

program harus dilanjutkan.

b. Indikator-indikator tentang program-program yang paling berhasil berdasarkan

jumlah biaya yang digunakan.

c. Informasi tentang unsur-unsur setiap program dan gabungan antar unsur

program yang paling efektif berdasarkan pembiayaan yang diberikan sehingga

efisiensi pelaksanaan program dapat tercapai.

d. Informasi untuk berbagai karakteristik sasaran program-program pendidikan

sehingga para pembuat keputusan dapat menentukan tentang individu,

kelompok, lembaga atau komunitas mana yang paling menerima pengaruh dari

pelayanan setiap program.

e. Informasi tentang metode-metode baru untuk memecahkan berbagai

permasalahan yang berkaitan dengan evaluasi pengaruh program (Sudjana,

2006: 50).

13

2.1.5 Proses Evaluasi

Dalam melakukan proses evaluasi ada beberapa etik birokrasi yang perlu

diperhaikan oleh pihak-pihak yang erat hubungannya dengan tugastugas evaluasi

antara lain:

1. Semua tugas/tanggung jawab pemberi tugas/yang menerima tugas harus jelas.

2. Pengertian dan konotasi yang sering tersirat dalam evaluasi yaitu mencari

kesalahan harus dihindari.

3. Pengertian evaluasi adalah untuk membandingkan rencana denganpelaksanaan

dengan melakukan pengukuran-pengukuran kuantitatif/kualitatif jumlahitas

program secara tekhnik, maka dari itu hendaknya ukuran-ukuran kualitas dan

kuantitas tentang apa yang dimaksud dengan berhasil telah dicantumkan

sebelumnya dalam rencana program secara eksplisit.

4. Tim yang melakukan evaluasi adalah pembari saran/nasehat kepada

manajemen, sedangkan pendayagunaan saran/nasehat tersebut serta pembuat

keputusan atas dasar saran/nasehat tersebut berada di tangan manajemen

program.

5. Dalam proses pengambilan keputusan yang telah dilakukan atas datadata/

penemuan teknis perlu dikonsultasikan secermat mungkin karena menyangkut

banyak hal tentang masa depan proyek dalam kaitannya dengan program.

6. Hendaknya hubungan dan proses selalu didasari oleh suasana konstruktif dan

objektif serta menghindari analisa-analisa subjektif. Dengan demikian evaluasi

dapat diterapkan sebagai salah satu progrma yang sangat penting dalam siklus

manajemen program (Sirait,1990: 161).

14

2.2 Pengertian Perusahaaan

Perusahaan ialah suatu tempat untuk melakukan kegiatan proses produksi

barang atau jasa. Hal ini disebabkan karena kebutuhan manusia tidak bisa

digunakan secara langsung dan harus melewati sebuah proses di suatu tempat,

sehingga inti dari perusahaan ialah tempat melakukan proses sampai bisa

langsung digunakan oleh manusia. Dengan demikian dalam menghasilkan barang,

perusahaan menggabungkan beberapa faktor produksi untuk mencapi tujuan yaitu

keuntungan. Perusahaan merupakan kesatuan teknis yang bertujuan menghasilkan

barang atau jasa. Perusahaan juga disebut tempat berlangsungnya proses produksi

yang menggabungkan faktor – faktor produksi untuk menghasilkan barang dan

jasa. Orang atau lembaga yang melakukan usaha pada perusahaan disebut

pengusaha (Syadiasyh,http://syadiashare.com/pengertianperusahaan.

html:26/11/2011 pukul 14:07 wib).

Setiap perusahaan memiliki budaya tertentu yang tercermin dari perilaku

para pegawainya, kebijakan-kebijakan yang diterapkan dan peraturan-peraturan

yang harus ditaati bersama. Budaya perusahaan adalah apa yang dialami oleh

masing-masing pegawai sebagai bagian dari lingkungan bisnis tertentu. Deal &

Kennedy (1982) dalam bukunya corporate cultures, mendefinisikan empat elemen

budaya perusahaan, yaitu lingkungan bisnis, nilai-nilai, cerita-cerita

kepahlawanan, dan ritual-ritual. Mccarty dan Steck (1989) menambahkan

beberapa aspek lagi, yaitu hakekat industri, demografi para pekerja, persepsi

perusahaan, dan masalahmasalah para pegawai di perusahaan. Aspek-aspek

tersebut berbeda dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya, apakah perusahan

tersebut merupakan kantor pusat atau kantor cabang, apakah para individu yang

bekerja di perusahaan itu menyukai pekerjaannya, dan apakah para pegawai

15

mampu menyeimbangkan antara tekanan pekerjaan dan keluarga (Suharto, 2007:

96).

2.3 Pengertian Tenaga Kerja/Karyawan

Menurut Undang-Undang Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Mengenai Tenaga Kerja dalam pasal 1 dikatakan bahwa karyawan adalah

tenaga kerja yang melakukan pekerjaan dan memberikan hasil kerjanya kepada

pengusaha yang mengerjakan dimana hasil karyanya itu sesuai dengan profesi

atau pekerjaan atas dasar keahlian sebagai mata pencariannya. Senada dengan hal

tersebut menurut Undang-Undang No.14 Tahun 1969 tentang Pokok Tenaga

Kerja, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan, baik

di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Manulang, 2002: 3). Karyawan

merupakan kekayaan utama dalam suatu perusahaan, karena tanpa adanya

keikutsertaan mereka, aktifitas perusahaan tidak akan terlaksana. Beberapa

pengertian karyawan menurut para ahli:

1. Menurut Hasibuan (dalam Manulang, 2002), Karyawan adalah orang penjual

jasa (pikiran atau tenaga) dan mendapat kompensasi yang besarnya telah

ditetapkan terlebih dahulu

2. Menurut Subri (dalam Manulang, 2002), Karyawan adalah penduduk dalam

usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduuk dalam suatu

negara yang memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga

mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.

16

2.4 Jaminan Sosial Tenaga Kerja

2.4.1 Defenisi Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Wahab dalam bukunya Dana Pensiun dan Jaminan Sosial Tenagga Kerja

di Indonesia (2001: 143) mengungkapkan, jamsostek adalah suatu perlindungan

bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian

dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat

peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja,

sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Jamsostek mempunyai

beberapa aspek, yaitu:

a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi

tenaga kerja beserta keluarganya.

b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan

tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja (Ramli,

1997: 2).

Menurut Penjelasan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja, menyebutkan: “ Dengan Persetujuan DPR RI,

Pemerintah telah menetapkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang mengatur pemberian jaminan kecelakaan kerja,

jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan sebagai

perlindungan dasar bagi tenaga kerja dan keluarganya dalam menghadapi resiko-

resiko sosial-ekonomi, dan mengurangi ketidakpastian masa depan”. Sedangkan

Pasal 2 nya menyebutkan: “ Jaminan sosial Tenaga Kerja ini merupakan bagian

dari pembanguna ekonomi dan pembangunan sosial yeng telah berjalan selama

ini,

a. Pembanguna ekonomi yang ditandai dengan perkembangan mekanisasi dan

otomatisasi industri, peningkatan penggunaan sarana moneter, serta perubahan

17

keseimbangan penduduk dari pedesaan ke perkotaan, telah membawa

perombakan struktural dalam cara dan sumber kehidupan manusia. Dalam

situasi perubahan kehidupan ekonomi tersebut, program – program jaminan

sosial diperlukan utnuk melindungi tenaga kerja terhadap resikoresiko

kecelakaan, sakit, cacat, hari tua, dan meninggal dunia yang dapat

mengakibatkan turunnya biaya perawatan kesehatan.

b. Pembangunan sosial yang menimbulkan modernisasi sosial membutuhkan

kemandirian dalam segala hal, sehingga tenaga kerja tidak menggantungkan

diri pada pihak lain termasuk pada hari tua, saat memerlukan biaya perawatan

waktu sakit, dan jaminan ahli waris jika ia meninggal dunia. Selain itu, jaminan

social yang mengurangi ketidakpastian masa depan akan memberikan rasa

aman dan terjamin, sehingga akan memberikan ketenangan kerja bagi

karyawan, dan ketenangan berusaha bagi pengusaha (Kansil & Kansil, 1997:

1).

2.4.2 Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Adapun ruang lingkup jaminan sosial yang dimaksud diatur secara jelas

dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga

kerja (Ramli, 1997: 2), sebagai berikut:

1. Jaminan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja merupakan resiko yang

dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi

hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian

atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka perlu adanya

jaminan kecelakaan kerja. Mengingat gangguan mental akibat kecekaan kerja

sifatnya relatif, sehingga sulit ditetapkan derajat cacatnya, maka jaminan atau

santunan hanya diberikan dalam hal terjadi cacat mental tetap yang

18

mengakibatkan tenaga kerja yang bersangkutan tidak bisa bekerja lagi. Jaminan

Kecelakaan Kerja memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang

mengalami kecelakaan pada saat mulai berangkat bekerja sampai tiba kembali

dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja.

2. Jaminan Hari Tua

Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah karena tidak mampu lagi

bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi

tenaga kerja dan memperngaruhi ketenangan kerja sewaktu mereka bekerja,

terutama mereka yang berpenghasilan rendah. Jaminan hari tua memberika

kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan sekaligus atau berkala pada

saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau memenuhi persyaratan tersebut.

Program Jaminan Hari Tua diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua,

yang iurannya ditanggung pengusaha dan tenaga kerja. Kemanfaatan Jaminan

Hari Tua sebesar iuran yang terkumpul ditambah hasil pengembangan. Jaminan

Hari Tua akan dikembalikan / dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah

dengan hasil pengembangannya apabila tenaga kerja telah mencapai umur 55

tahun atau mengalami cacat total tetap sehingga tidak bisa bekerja lagi atau

meninggal dunia. Kemudian jika tenaga kerja mengalami pemutusan hubungan

kerja (PHK) setelah menjadi peserta minimal 5 tahun juga akan dibayarkan iuran

yang terkumpul.

3. Program Jaminan Kematian

Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan

mengakibatkan terputusnya penghasilan dan sangat berpengaruh pada kehidupan

social ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu diperlukan

jaminan kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk

biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Jaminan Kematian dibayarkan

19

kepada ahli waris tenaga kerja dari peserta yang meninggal dunia bukan karena

kecelakaan kerja, sebagai tambahan bagi jaminan hari tua yang jumlahnya belum

optimal.

4. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas

tenaga kerja, sehingga dapat melaksanakan tugas sebaikbaiknya dan meruapakan

upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karena penyembuhan

memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan pada

perseorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan

masyarakat melalui program Jamsostek (Ramli, 1997: 2).

Disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan

kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan

(preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Dengan

demikian diharapkan tercapainya derajat kesehatan tenaga kerja yang optimal

sebagai potensi yang produktif bagi pembangunan. Jaminan kesehatan selain

untuk tenaga kerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya. Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan bersifat dasar diberikan kepada tenaga kerja dan keluarga

maksimum dengan 3 orang anak (Ramli,1997: 3 ).

2.4.3 Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Penyelenggaraan program Jamsostek bersifat wajib dan dilaksanakan

dengan sistem asuransi sosial untuk menjamin solvabilitas dan kecukupan dana

guna memenuhi hak – hak peserta dan kewajiban lainnya dari Badan

Penyelenggara dengan tidak meninggalkan watak sosialnya. Program Jamsostek

diselenggarakan oleh Negara, tetapi pelaksanaannya dilakukakan oleh Badan

Penyelenggara yang ditunjuk. Dalam hal ini Menteri yang bertanggung jawab

dalam bidang ketenagakerjaan melimpahkan tugas dan wewenang

20

penyelengggaraan program tersebut kepada badan penyelenggara yang ditunjuk

itu, yakni Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dibentuk oleh undang-

undang yang berlaku. BUMN ini bertugas melaksanakan fungsinya dengan

mengutamakan pelayanan kepada peserta dalam peningkatan perlindungan dan

kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya (Wahab, 2001: 146).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang

penetapan badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, telah ditetapkan

perusahaan perseroan PT Jamsostek (sebelumnya bernama PT Asuransi Sosial

Tenaga Kerja disingkat PT Astek) sebagai badan penyelenggara tunggal program

Jamsostek yang mempunyai tugas, yaitu:

1. Mengadministrasikan kepesertaan jaminan hari tua (JHT) dan

menginvestasikan dana iuran jaminan hari tua (JHT).

2. Bertindak sebagai perusahaan asuransi jiwa yang mengelola program

jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKM), dan jaminan

pemeliharaan kesehatan (JPK) (Wahab,2001: 146).

Walaupun PT Jamsostek bertindak sebagai perusahaan asuransi jiwa, namun

PT Jamsostek tidak tunduk pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang

usaha perasuransian. Sebagai dasar hukum dari penyelenggaraan program

Jamsostek adalah:

1. Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

2. Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993 tentang penyelenggaraan program

Jamsostek.

3. Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 1995 tentang Penetapan badan

penyelenggara program jamsostek.

4. Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1996 tentang pengelolaan dan investasi

dana program Jamsostek.

21

5. Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 1997 tentang perubahan atas peraturan

pemerintah nomor 28 tahun 1996 tentang pengelolaan dan investasi dana

program Jamsostek (Wahab, 2001: 147).

Pada dasarnya program Jamsostek sebagaimana diatur dalam Undang-

undang nomor 3 tahun 1992, telah mengandung program-program jaminan social

yang secara umum dipersyaratkan dalam Konvensi International Labour

Organization (ILO) nomor 102 tahun 1992 tentanng jaminan sosial (minimum

standard). Program jaminan sosial yang ditetapkan konvensi ILO yang tidak

diliput oleh undang-undang nomor 3 tahun 1992 adalah tunjangan pengangguran

dan tunjangan keluarga (Wahab, 2001: 148).

2.4.4 Kepesertaan

Berdasarkan pasal 3 UU nomor 3 tahun 1992 tentang Jamsostek dan pasal

117 UU nomor 25 tahun 1997 tentang ketegakerjaan, setiap tenaga kerja berhak

atas jaminan sosial tenaga kerja. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja

sebanyak 10 orang, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000 sebulan,

wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek (Zulaini,

2001: 145).

Berdasarkan UU nomor 40 tahun 2004 tentang Kepesertaan dan Iuran,

pada pasal 15 ayat 1 menyatakan bahwa badan penyelenggara Jamsostek wajib

memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta dan anggota

keluarganya.

2.4.5 Iuran, Besarnya Jaminan, dan Tata Cara Pembayaran

Iuran jaminan kecelakaan kerja, iuran jaminan kematian, dan iuran

jaminan pemeliharaan kesehatan ditanggung oleh pengusaha. Kecelakaan kerja

pada dasarnya merupakan suatu resiko yang seharusnya menjadi tanggung jawab

pengusaha. Oleh karena itu, pembiayaan program ini sepenuhnya ditanggung oleh

22

pengusaha, sedangkan Jamsostek lebih menekankan kepada aspek kemanusiaan,

dimana pengusaha perlu memperhatikan nasib para pekerja dan keluarganya

(Kansil & Kansil, 1997: 43).

Pada pasal 20 tentang ketentuan – ketentuan Jamsostek dikatakan “ iuran

jaminan hari tua ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja”, sedangkan pada

pasal 21 dikatakan “ besarnya iuran, tata cara, syarat pembayaran, besarnya denda,

dan bentuk iuran program jaminan social tenaga kerja ditetapkan dengan

peraturan pemerintah”. Selanjutnya pasal 22 menegaskan:

a. Pengusaha wajib membayar iuran dan melakukan pemungutan iuran yang

menjadi kewajiban tenaga kerja melalui pemotongan upah tenaga kerja serta

membayarkan kepada Badan Penyelanggara dalam waktu yang ditetapkan

dengan peraturan pemerintah.

b. Dalam hal keterlambatan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam hal pengusaha yang telah

mempunyai itikad baik untuk membayar iuran dan mengumpulkan iuran tenaga

kerjanya, tetapi terlambat membayarkan kepada badan penyelenggara dari

waktu yang ditentukan, dapat diwajibkan membayar tambahan persentase

pembayaran yang diperhitungkan dengan keterlambatannya (Kansil & Kansil,

1997: 44). Selanjutnya, besarnya iuran program jaminan sosial tenaga kerja

menurut PP Nomor 14 Tahun 1993 pada bab 3 pasal 9 adalah sebagai berikut

( Kansil dan Kansil, 1997: 48):

Ayat 1: Besarnya iuran program jaminan sosial tenaga kerja adalah

sebagai berikut:

a. Jaminan Kecelakaan Kerja yang perincian besarnya iuran berdasarkan

kelompok jenis usaha, sebagai berikut:

Kelompok I : 0,24% dari upah sebulan;

23

Kelompok II : 0,54% dari upah sebulan;

Kelompok III : 0,89% dari upah sebulan;

Kelompok IV : 1,27% dari upah sebulan;

Kelompok V : 1,74% dari upah sebulan;

b. Jaminan hari tua, sebesar 5,70% dari upah sebulan;

c. Jaminan kematian, sebesar 0,30% dari upah sebulan;

d. Jaminan pemeliharaan kesehatan, sebesar 6% dari upah sebulan bagi tenaga

kerja yang sudah berkeluarga, dan 3% dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang

belum berkeluarga.

Ayat 2: Iuran jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan

pemeliharaan kesehatan ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha.

Ayat 3: Iuran jaminan hari tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b, sebesar 3,70% ditanggung oleh pengusaha dan sebesar 2% ditanggung

oleh tenaga kerja.

Ayat 4: Dasar perhitungan iuran jaminan pemeliharaan kesehatan dari

upah sebulan sebagaimana di maksud dalam ayat (1) huruf d, setinggitingginya

Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).

Sedangkan untuk Pembayaran Iuran juga diatur dalam PP Nomor 14

Tahun 1993 pada bab 3 pasal 10:

1. Iuran lanjutan wajib dibayar perusahaan setiap bulan paling lambat tanggal 15

(lima belas) bulan berikutnya, dengan melampirkan Formulir Jamsostek 2 bila

tidak terjadi perubahan upah dan jumlah tenaga kerja maupun tertanggung

peserta JPK. Formulir Jamsostek 2 dan Formulir Jamsostek 2a serta Formulir

Jamsostek pendukung lainnya bila terjadi perubahan upah, tenaga kerja

maupun tertanggung peserta JPK.

24

2. PT Jamsostek (Persero) wajib memberitahukan atau mengingatkan perusahaan

secara tertulis, paling lambat 7 (tujuh) hari setelah :

- Batas akhir pembayaran iuran bagi perusahaan belum memenuhi

kewajibannya.

- Perusahaan membayar iuran, tetapi terdapat kekurangan atau kelebihan iuran.

3. Pengusaha wajib menyelesaikan kekurangan atau kelebihan iuran dalam waktu

7 (tujuh) hari setelah diterimanya pemberitahuan dari PT Jamsostek (Persero),

selambat-lambatnya bersamaan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.

4. Pengusaha wajib membayar iuran setiap bulan secara berurutan, apabila tidak

berurutan PT Jamsostek (Persero) dapat memperhitungkan sebagian atau

seluruh iuran pada bulan berikutnya untuk melunasi iuran yang belum

dibayarkan atau kekurangan iuran bulan sebelumnya.

5. Iuran Jaminan Hari Tua dan hasil pengembangannya baru dapat dirinci dan

dihitung serta dimasukkan dalam akun individu masing-masing peserta setelah

iuran yang dibayarkan jumlahnya/ besarnya sama dengan rincian iuran tenaga

kerja (Formulir Jamsostek 2a).

6. Iuran dan atau kekurangan iuran yang belum dibayarkan oleh perusahaan

dikenakan denda sesuai ketentuan yang berlaku dan merupakan piutang PT

Jamsostek (Persero) kepada perusahaan yang bersangkutan. Dalam hal

pengusaha menunggak iuran 1 (satu) bulan maka :

1. Pengusaha wajib membayar terlebih dahulu jaminan kecelakaan kerja

dan jaminan kematian yang menjadi hak tenaga kerja.

2. Pengusaha wajib memberikan terlebih dahulu pelayanan pemeliharaan

kesehatan kepada tenaga kerja.

25

3. Badan Penyelenggara akan mengganti jaminan yang menjadi hak tenaga

kerja kepada pengusaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku setelah

pengusaha membayar seluruh tunggakan iuran beserta dendanya.

4. Permintaan penggantian jaminan yang menjadi hak tenaga kerja oleh

pengusaha kepada Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada

angka 1 (satu), tidak boleh melebihi jangka waktu 3 (tiga) bulan.

5. Badan Penyelenggara wajib membayar penggantian jaminan

sebagaimana dimaksud pada angka 4 (empat) paling lambat 7 (tujuh)

hari kerja sejak dokumen pendukung dinyatakan lengkap.

2.5 Kerangka Pemikiran

Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan

perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu

yang penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. Pentingnya

suatu jaminan kerja kepada para karyawan sangatlah mempengaruhi produktifitas

suatu perusahaan. Betapa tidak, karyawan akan merasa aman dan nyaman serta

terjamin jika dilindungi oleh jaminan-jaminan yang ada disuatu perusahaan.

Sebagai badan penyelenggara PT. Jamsostek memiliki ruang lingkup jaminan

sosial sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 pasal 6 ayat 1 yaitu

jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan

pemeliharaan kesehatan. Keberhasilan suatu program tentu saja tak lepas dari

pelaksanaan suatu program tersebut.

Dalam hal ini PT. Carrefour Indonesia Medan juga perlu memahami

pentingnya Jamsostek di Perusahaan dan serius menanggapi persoalan ini. PT.

Carrefour Indonesia Medan yang telah mengikutsertakan seluruh karyawannya

dalam kepesertaan Jamsostek, dan tentunya juga memiliki tingkat keberhasilan

dalam pelaksanaan program yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek. Tujuannya

26

adalah agar dapat diketahui sejauh mana PT. Jamsostek memberikan perlindungan

bagi karyawan PT. Carrefour Indonesia Medan dan dimaksudkan dapat menjadi

umpan balik untuk perencanaan yang akan dilakukan kedepannya. Agar

tercapainya keberhasilan program tersebut maka dalam hal ini yang menjadi

indikator keberhasilannya adalah tercapainya tujuan yang menjamin agar peserta

mendapatkan pelayanan kesehatan, santunan uang tunai apabila pekerja

mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja, tercapainya

tujuan agar peserta mendapatkan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitative, termasuk obat dan bahan medis yang

diperlukan, tercapainya tujan agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki

masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia, tercapainya

tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris

peserta yang meninggal dunia.

27

Gambar I

Bagan Alur Pemikiran

28

Evaluasi Pelaksanaan Program

Jamsostek:

Jaminan Kecelakaan

Kerja

Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan

Jaminan Hari Tua

Jaminan Kematian

Indikator Keberhasilan :

Santunan uang tunai kecelakaan dan penyakit akibat bekerja

Menjamin pelayanan kesehatan yang promotif, kuratif, dan rehabilitative

Peserta menerima uang tunai hari tua

Mendapatkan santunan kematian yang diberikan kepada ahli waris

Karyawan PT. Carrefour Indonesia Medan

PT. Carrefour Indonesia Medan PT. Jamsostek

2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

2.6.1 Defenisi Konsep

Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena sosial, yang harus

dipahami untuk memahami kerangka acuan dalam sebuah penelitian. Defenisi

konsep adalah perumusan gejala atau permasalahan yang akan diteliti (Bungin,

2001: 40 & 57). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang

digunakan secara mendasar tentang apa yang akan diteliti serta menghindari

pemahaman yang salah yang dapat mengaburkan tujuan dari penelitian. Adapun

yang menjadi defenisi konsep yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Evaluasi adalah proses penilaian untuk menentukan sampai sejauh mana tujuan

dapat dicapai.

2. Program adalah cara yang disusun secara sistematis yang disahkan untuk

mencapai tujuan. Program merupakan pengorganisasian rencana agar lebih

mudah untuk dioperasionalkan dalam pelaksanaan di lapangan.

3. Jamsostek merupakan program pemerintah yang bertujuan memberi

perlindungan terhadap tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang

sebagai pengganti dari sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan

pelayanan sebagai akibat dari peristiwa atau keadaan yang dialami tenaga kerja

seperti kecelakaan kerja, sakit, hamil, hari tua dan meninggal dunia.

4. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik

orang atau perorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik

Negara yang mempekerjakan pekerja dengan mebayar upah atau imbalan

dalam bentuk lain

5. Karyawan adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja pada

pengusaha sebagai pemberi kerja dengan menerima upah serta jaminan sosial

yang wajar.

29

2.6.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang merupakan petujuk

tentang bagaimana suatu variabel diukur (Singarimbun, 1997: 23). Bertujuan

untuk memudahkan dalam melaksanakan penelitian dilapangan, maka perlu

operasionalisasi dari konsep-konsep yang digunakan, bertujuan untuk

menggambarkan prilaku atau gejala yang dapat diamati dengan kata-kata yang

dapat diuji dan diketahui kebenarannya. Adapun yang akan menjadi defenisi

operasionalnya adalah:

1. Jaminan Kecelakaan Kerja adalah Program yang memberikan kompensasi dan

rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat mulai

berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat

hubungan kerja.

2. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan adalah Program yang memberikan dan

mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya

peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan

pemulihan (rehabilitatif)

3. Jaminan Hari Tua adalah Program yang memberikan kepastian penerimaan

penghasilan yang dibayarkan sekaligus atau berkala pada saat tenaga kerja

mencapai usia 55 tahun atau memenuhi persyaratan tersebut. Program Jaminan

Hari Tua diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua, yang iurannya

ditanggung pengusaha dan tenaga kerja

4. Jaminan Kematian adalah upaya meringankan beban keluarga baik dalam

bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Jaminan Kematian

dibayarkan kepada ahli waris tenaga kerja dari peserta yang meninggal dunia

bukan karena kecelakaan kerja, sebagai tambahan bagi jaminan hari tua yang

jumlahnya belum optimal.

30

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian Deskriptif Evaluatif yang bersifat

summatif dimana biasanya dilaksanakan pada akhir program untuk mengukur

apakah tujuan program tersebut tercapai. (Singarimbun:1989: 5). Evaluasi yang

digunakan melalui pendekatan purposive, yakni mengkaji objek penelitian

berdasarkan pertimbangan atau penilaian tetang pengambilan suatu data dari

responden tertentu

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT. Carrefour Indonesia Medan. Alasan peneliti

memilih lokasi tersebut dikarenakan perusahaan ini merupakan salah satu

perusahaan yang melaksanakan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti dari manusia, benda,

hewan, dan tumbuhan, gejala, peristiwa, nilai-nilai atau peristiwa sebagai sumber

data yang memiliki karakter tertentu dalam suatu peristiwa. (Nawawi, 1991:61).

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh Karyawan yang bekerja di

PT. Carrefour Indonesia Medan, Carrefour Mall, Medan yang berjumlah 174

karyawan yang menerima program Jamsostek.

31

3.3.2 Sampel

Menurut Suharsimi Arikunto, sampel adalah wakil dari populasi yang

dianggap representatif atau memenuhi syarat untuk menggambarkan

keselururahan dari populasi yang diwakilinya. Sampel dalam penelitian ini adalah

semua karyawan PT. Carrefour Indonesia Medan sekaligus menjadi peserta

jamsostek yang telah mendapatkan dan menggunakan fasilitas jamsostek. Setelah

mendapatkan data peserta yang pernah menggunakan fasilitas jamsostek dari pra

survei, jumlahnya adalah 10% dari jumlah populasi, yaitu 15% dari 174 karyawan

dengan peserta yang tertentu dan jumlahnya 26 peserta. Oleh sebab itu, penarikan

sampel penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1. Teknik pengumpulan data sekunder

Dengan cara Studi Kepustakaan yakni Teknik pengumpulan data yang

menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, surat

kabar, majalah, jurnal, blog, ataupun tulisan lain yang relevansi terhadap

penelitian.

3.4.2 Teknik Pengumpulan data primer

Dengan cara Studi Lapangan yakni Pengumpulan data yang di peroleh

melalui kegiatan penelitian langsung turun ke lapangan melalui teknik :

a. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti

untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian.

b. Wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan

secara tatap muka dengan responden yang bertujuan untuk melengkapi

data yang diperoleh.

32

3.5 Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data Kuantitatif,

ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang berbagai kondisi lapangan yang

bersifat tanggapan dan pandangan terhadap pelaksanaan program dengan

pendekatan purposive. Beberapa tahap analisis yang digunakan, yaitu tahap yang

membandingkan kejadian yang dapat diterapkan pada tiap kategori, tahap

memadukan kategori beserta ciri-ciri nya, tahap membatasi lingkup jenis kategori

hasil temuan, dan tahap menulis serta memformulasikan tema-tema.

33