tugas akhir pendidikan teknologi agroindustri
DESCRIPTION
tugas akhir membahas tentang budidaya tanamanTRANSCRIPT
Efektivitas Perlakuan Dosis Pemupukan Terhadap Pertumbuhan Bibit Cabai (Capsicum
annuum L.) Antara Benih Curah, dalam Kemasan, dan Hasil Ekstraksi Langsung
JUJUK JUHARIAH
Program Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri Fakultas Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui korelasi perlakuan dosis pemupukan terhadap hasil uji mutu kecambah dan pertumbuhan bibit cabai (Capsicum annuum) antara benih curah, dalam kemasan, dan hasil ekstraksi langsung. Percobaan ini dilakukan di area kampus Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Pertanian Cianjur dari tanggal 13 Januari 2012 s/d 10 Maret 2012. Metode eksperimen yang digunakan adalah rancangan acak kelompok pola faktorial. Faktor pertama adalah jenis benih yaitu : benih curah (A), dalam kemasan (B), dan hasil ekstraksi langsung (C). Faktor kedua adalah dosis pemupukan menggunakan NPK “Mutiara” (16:16:16) yaitu : 5 gr/l (X), 10 gr/l (Y), 15 gr/l (Z). Parameter yang diamati meliputi daya berkecambah, jumlah tanaman hidup, tinggi tanaman, dan jumlah daun. Hasilnya menunjukkan bahwa daya berkecambah benih curah 91,25%, benih dalam kemasan dan hasil ekstraksi langsung 95,5%. Setelah dibibitkan dan diberi perlakuan pemupukan, diperoleh hasil bahwa pemupukan dengan dosis 5 gr/l menunjukkan rata-rata pertumbuhan paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemupukan dengan dosis 5 gr/l paling efektif diberikan pada stadia bibit.
Kata Kunci : efektivitas, benih, dosis pupuk, pertumbuhan bibit
ABSTRACT
Purpose of this experiment was to determine the correlation of the results of the treatment dose fertilizing quality test germination and growth of seedlings chilli (Capsicum annuum) between seed bulk, in containers, and extracted immediately. The experiment was conducted in the area of the campus Vocational Education Development Center for Agriculture (VEDCA) Cianjur from the date of January 13, 2012 - March 10, 2012. Experimental method used was factorial randomized block design. The first factor is the type of seeds are: bulk seed (A), in the box (B), and the direct of extraction (C). The second factor is the dose of NPK "mutiara" fertilizer (16:16:16) as follows: 5 g/l (X), 10 g / l (Y), 15 g/l (Z). Parameters observed include germination, the number of live plants, plant height and number of leaves. The results showed that the bulk of seed germination 91.25%, the seeds in containers and immediately extracted 95.5%. After planting and treated fertilizing, fertilizing with the result that a dose of 5 g/l showed an average of the highest growth compared to other treatments. It can be concluded that fertilization with a dose of 5 g/l is most effectively delivered at seedling stadia.
Keywords: effectiveness, bulk seed, seed in containers, seeds extracted directly, fertilizer dose 5 g / l, 10 g / l, 15 g / l, seed growth
PENDAHULUAN
Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman hortikultura yang sering
dibudidayakan oleh banyak petani di Indonesia, karena merupakan salah satu komoditas
sayuran yang mempunyai nilai ekonomi cukup penting. Salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan usaha tani cabai merah adalah ketersediaan benih bermutu tinggi. Untuk
mendapatkan benih tersebut, selain diperlukan benih sumber dengan mutu genetik tinggi,
perlu diperhatikan juga cara budidaya tanaman yang optimal, pemeliharaan, panen, pasca
panen, dan penyimpanan benih yang baik.
Penanganan benih cabai sangat berpengaruh terhadap mutu benih yang dihasilkan.
Salah satunya adalah cara ekstraksi benih yang digunakan dan pengemasan serta
penyimpanan benihya. Cara ekstraksi yang benar akan memperkecil tingkat kerusakan dan
meningkatkan rendemen dalam produksi benih. Dalam penyimpanan hendaknya juga harus
memperhatikan karakteristik benih yang disimpan begitu juga dengan kemasan yang
digunakan. Hal ini dimaksudkan agar selama penyimpanan tidak mempengaruhi atau
menurunkan mutu, terutama kadar air dan viabilitas benihnya.
Menurut Kartasapoetra (2003), pengemasan benih bertujuan untuk melindungi fisik
benih agar daya tumbuh dan daya berkecambahnya tetap serta tanpa ada penyimpangan-
penyimpangan dari lembaganya atau tetap tumbuh secara normal. Menurut Salam (2011),
tujuan lain dari pengemasan benih adalah untuk mempertahankan persentase viabilitas benih,
mempertahankan kadar air benih, mengurangi deraan alam, memudahkan dalam
penyimpanan benih dengan kondisi yang memadai sesuai dengan karakteristik benih,
memudahkan pengelolaan benih, dan memudahkan transportasi benih waktu pemasaran.
Benih cabai yang bermutu adalah benih yang telah memenuhi syarat mutu yang
ditetapkan. Berdasarkan SNI 01-7006-2004 spesifikasi persyaratan mutu di laboratorium
salah satunya adalah daya berkecambah minimum benih cabai kelas benih sebar adalah 75%.
Pengujian daya berkecambah bertujuan untuk menentukan potensi perkecambahan maksimal
suatu lot benih, yang selanjutnya dapat digunakan untuk membandingkan mutu benih dari
lot-lot yang berbeda serta untuk menduga nilai pertanaman di lapang (Balai Besar PPMB-
TPH, 2010).
Menurut Kartasapoetra (2003), pada saat kematangan fisiologis, benih memiliki
viabilitas dan vigor yang maksimal. Tingkat viabilitas dan vigor benih pada waktu
penyimpanan akan memberikan kesempatan mudah atau tidaknya benih terkena faktor
pengaruh pada penyimpanan. Tingkat vigor awal benih berpengaruh terhadap tingkat vigor
benih cabai, dan menunjukkan perbedaan yang nyata antara status mutu fisiologis awal
dengan akhir benih yang dihasilkan. Status mutu fisiologis benih awal yang baik maka akan
menghasilkan pertumbuhan tanaman yang baik di lapangan, dan memberikan mutu akhir
setelah pertanaman (Prihastuti, dkk., 2004).
Berdasarkan keterangan dari beberapa produsen benih cabai, karakteristik masyarakat
pengguna benih cabai berbeda-beda. Ada konsumen yang menghendaki benih cabai yang
berlabel, tanpa label, dan yang masih segar hasil ekstraksi. Beberapa macam benih tersebut
tentu memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Oleh sebab itu perlu dilakukan percobaan
yang dapat menunjukkan efektivitas perlakuan dosis pemupukan terhadap hasil uji mutu daya
berkecambah dan pertumbuhan bibit cabai antara benih curah, dalam kemasan, dan hasil
ekstraksi langsung.
Menurut Copeland (1977) dalam Kartasapoetra (2003), kemasan dan umur simpan
benih berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih. Vigor benih akan lebih cepat
mengalami penurunan dibanding viabilitasnya. Sehingga dapat terjadi kemampuan dan
kelangsungan tumbuh masih besar sedangkan vigornya telah mengalami banyak penurunan.
Jadi benih yang viabilitasnya baik (mampu berkecambah), belum tentu memiliki vigor yang
baik juga (tumbuh menjadi bibit yang baik). Oleh sebab itu, perlu diketahui tingkat vigor
awal suatu benih sebelum ditanam. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan
mengetahui hubungan mutu kecambah terhadap pertumbuhan bibit cabai, antara benih curah,
dalam kemasan, dan hasil ekstraksi langsung. Dengan menggunakan benih yang sama dengan
pengujian daya berkecambah, kemudian dilakukan pembibitan tanaman cabai dengan tiga
dosis perlakuan pemupukan yaitu menggunakan NPK 5 gram/liter, 10 gram/liter, dan 15
gram/liter. Tanaman kemudian dipelihara sampai bibit siap tanam ke lapangan.
Adapun kriteria benih yang dipergunakan dalam pengujian daya berkecambah dan
pembibitan dengan tiga dosis pemupukan adalah tiga jenis benih cabai dari produsen yang
sama, sebagai berikut :
1. Benih cabai dalam kemasan, yaitu benih cabai yang telah selesai proses produksi, telah
melalui pengujian mutu, sudah disimpan dalam kemasan dan berlabel hasil uji yang
memenuhi syarat untuk didistribusikan.
2. Benih cabai curah, yaitu benih yang belum tuntas dalam proses produksinya, seperti belum
dilakukan sortasi, pembersihan dan sebagainya. Selain itu, benih curah juga belum melalui
proses pengujian mutu dan dikemas dalam wadah berukuran besar (bulk atau karung
besar).
3. Benih cabai hasil ekstraksi langsung, yaitu benih yang baru selesai diekstraksi, lalu
dilakukan penurunan kadar air. Kemudian langsung digunakan dalam percobaan ini, tanpa
melalui tahapan penyimpanan, pengemasan, dan pengujian mutu.
BAHAN DAN METODE
Percobaan telah dilaksanakan di Net House Kampus Pusat Pengembangan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Pertanian / VEDCA Cianjur.
Percobaan ini dilaksanakan mulai tanggal 13 Januari 2012 s/d 10 Maret 2012.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih cabai merah besar curah,
dalam kemasan, dan hasil ekstraksi langsung dari satu produsen benih, pupuk NPK “mutiara”
(16:16:16), media tanam (tanah, pupuk kandang, furadan 3G, polibag 6x8 cm), rangka
bambu, plastik sungkup, kertas koran, kertas stensil, kardus bekas, kertas tissue, alkohol, air
bersih, dan insektisida (decis 2,5 EC). Alat yang digunakan adalah cangkul, gembor, sprayer,
nampan plastik, pinset, kain strimin, gelas ukur, timbangan, bak plastik, seperangkat lampu
15 watt, beaker glass, Hot Plate, paranet, dan alat tulis.
Percobaan dilaksanakan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) pola faktorial yang menggunakan dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor
pertama adalah jenis benih cabai merah besar yaitu : benih curah (A), dalam kemasan (B),
dan hasil ekstraksi langsung (C). Faktor kedua adalah dosis pemupukan menggunakan NPK
“Mutiara” (16:16:16) yaitu : 5 gr/l (X), 10 gr/l (Y), 15 gr/l (Z). Data yang diperoleh dianalisis
secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam kemudian dilanjutkan dengan uji
beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%. Parameter yang diamati meliputi daya berkecambah,
jumlah tanaman hidup, tinggi tanaman, dan jumlah daun.
Sebagai penelitian pendahuluan, benih cabai yang ada dilakukan pengujian daya
berkecambah dengan metode Top of Paper sesuai dengan SNI 01-7006-2004. Masing-masing
benih cabai diberi perlakuan awal yaitu dengan perendaman dalam air hangat 50oC selama 5
jam, selanjutnya benih diperam dengan dibungkus kertas basah lalu ditempatkan dalam
kardus dengan penyinaran lampu 15 watt selama 4 hari. Media tanam untuk pembibitan
berupa campuran tanah, pupuk kandang, dan furadan 3G. Adapun perbandingan tanah dan
pupuk kandangnya adalah 1:1, dengan penambahan furadan sebanyak ½ kg untuk media
tanam sebanyak 1200 polibag ukuran 6x8 cm dan volume pengisian 90%. Polibag kemudian
disusun sesuai plot yang telah direncanakan dengan perlakuan dan ulangan yang telah
ditetapkan berdasarkan rancangan percobaan. Setelah 4 hari, kecambah hasil pemeraman
dipindahkan ke dalam polibag. Selama penelitian, dilakukan pemeliharaan yang meliputi
penyiraman, pembukaan sungkup, pengendalian hama, dan pemupukan sebagai perlakuan.
Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada usia 14 dan 24 hari setelah tanam (HST).
Pengamatan dilakukan pada hari ke-14, 21, dan 31 HST.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan pada benih cabai yang berasal dari
benih curah (A), benih dalam kemasan (B), dan benih hasil ekstraksi langsung (C), dengan
tiga perlakuan dosis pemupukan NPK mutiara (16:16:16) yaitu 5 gr/l (X), 10 gr/l (Y) dan 15
gr/l (Z), membuktikan bahwa terdapat beda nyata untuk semua parameter yang diamati
(jumlah tanaman hidup, tinggi tanaman, dan jumlah daun) pada pengamatan terakhir yaitu 31
HST selain pada percobaan pendahuluan (pengujian daya berkecambah).
Pada pengujian daya berkecambah, dapat diketahui bahwa nilai daya berkecambah
pada benih curah adalah 91,25%, benih dalam kemasan 95,5%, dan benih hasil ekstraksi
langsung adalah 95,5%. Menurut Kartasapoetra (2003), pengemasan benih bertujuan untuk
melindungi fisik benih agar daya tumbuh dan daya berkecambahnya tetap serta tanpa ada
penyimpangan-penyimpangan dari lembaganya atau tetap tumbuh secara normal. Menurut
Salam (2011), tujuan lain dari pengemasan benih adalah untuk mempertahankan persentase
viabilitas benih, mempertahankan kadar air benih, mengurangi deraan alam, memudahkan
dalam penyimpanan benih dengan kondisi yang memadai sesuai dengan karakteristik benih,
memudahkan pengelolaan benih, dan memudahkan transportasi benih waktu pemasaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa benih curah yang dikemas dalam
kapasitas besar sangat memungkinkan untuk terkena pengaruh dari luar. Pada kenyataan di
lapangan yang dialami oleh penulis, pertumbuhan benih mejadi kecambah paling cepat terjadi
pada benih curah, yaitu pada saat first count (hari ke-7) sudah hampir 90% benih sudah
berkembang menjadi kecambah normal. Sedangkan pada benih dalam kemasan dan hasil
ekstraksi langsung, pertumbuhan benih menjadi kecambah normal baru terjadi pada hari ke
sembilan dan pada saat final count (hari ke-14). Sesuai dengan sifat benih yang higroskopis
dan equilibrium, maka benih yang disimpan dalam kapasitas besar akan lebih mudah untuk
menyerap air disekitarnya. Dengan penyerapan air oleh benih curah, maka aktifitas
metabolismenya sudah dimulai sejak dalam penyimpanan. Sehingga benih curah lebih cepat
berkecambah dibandingkan dengan benih dalam kemasan dan benih hasil ekstraksi langsung
yang telah diturunkan kadar airnya.
Menurut Kartasapoetra (2003), pada saat kematangan fisiologis, benih memiliki
viabilitas dan vigor yang maksimal. Tingkat viabilitas dan vigor benih pada waktu
penyimpanan akan memberikan kesempatan mudah atau tidaknya benih terkena faktor
pengaruh pada penyimpanan.
Meskipun benih curah lebih cepat berkecambah daripada benih hasil ekstraksi
langsung dan benih dalam kemasan, tetapi pada akhir masa evaluasi hasil pengujian daya
berkecambah dapat diketahui bahwa viabilitas benih curah tetap paling rendah. Hal ini
menujukkan bahwa mutu benih curah sudah lebih banyak terpengaruh oleh lingkungan
sekitar daripada benih dalam kemasan dan benih hasil ekstraksi langsung. Viabilitas benih
dalam kemasan masih tetap tinggi meskipun sudah disimpan dalam waktu relatif lama. Hal
ini disebabkan karena proses deteriorasi pada benih tersebut dikendalikan dan diperlambat
dengan pengemasan. Sedangkan viabilitas benih hasil ekstraksi langsung masih tinggi karena
belum mengalami proses metabolisme lanjutan selama penyimpanan sehingga belum terjadi
deteriorasi pada benih tersebut. Adapun data yang diperoleh dari pengamatan terakhir yaitu
pada 31 HST dapat dilihat pada tabel 1-3 berikut ini.
Tabel 1. Rata-rata hasil pengamatan jumlah tanaman hidup pada contoh benih curah, dalam kemasan, dan hasil ekstraksi langsung pada hari ke-31 setelah tanam
Dosis pupuk NPK
mutiara (16:16:16)
Jenis benihrata-rataA
(curah)B
(kemasan)C
(ekstraksi langsung)X (5 gr/l) 24,33 32,67 35,67 30,89Y (10 gr/l) 29,67 30,67 32,33 30,89Z (15 gr/l) 27,67 29,67 32,00 29,78Rata-rata 27,22 a 31,00 b 33,33 bc
Nilai BNJ = 7,99 angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak
nyata menurut BNJ pada taraf 5%
Tabel 2. Rata-rata hasil pengamatan tinggi tanaman pada contoh benih curah, dalam kemasan, dan hasil ekstraksi langsung pada hari ke-31 setelah tanam
Dosis pupuk NPK
mutiara (16:16:16)
Jenis benihrata-rataA
(curah)B
(kemasan)C
(ekstraksi langsung)X (5 gr/l) 4,99 5,86 6,19 5,68Y (10 gr/l) 5,53 6,01 6,00 5,85Z (15 gr/l) 4,87 5,33 5,58 5,26Rata-rata 5,13 a 5,73 a 5,92 a
Nilai BNJ = 1,22 angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak
nyata menurut BNJ pada taraf 5%.
Tabel 3. Rata-rata hasil pengamatan jumlah daun pada contoh benih curah, dalam kemasan, dan hasil ekstraksi langsung pada hari ke-31 setelah tanam
Dosis pupuk NPK
mutiara (16:16:16)
Jenis benihrata-rataA
(curah)B
(kemasan)C
(ekstraksi langsung)
X (5 gr/l) 6,63 7,40 7,72 7,25 bY (10 gr/l) 6,83 7,60 7,82 7,42 bZ (15 gr/l) 6,10 6,28 7,07 6,48 aRata-rata 6,52 a 7,09 ab 7,54 b
Nilai BNJ = 0,52 berdasarkan angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah
berbeda tidak nyata menurut BNJ pada taraf 5%.
Jumlah tanaman hidup pada benih hasil ekstraksi langsung adalah paling tinggi dan
benih curah paling rendah (tabel 1). Rata-rata jumlah tanaman hidup tertinggi pada benih
dalam kemasan dan hasil ekstraksi langsung adalah dengan dosis pemberian pupuk 5 gr/l, dan
terus menurun seiring dengan penambahan dosis pemupukannya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Asih, dkk. (2003) yang menyatakan bahwa pemberian pupuk NPK dengan dosis 5
gr/l adalah paling efektif pada fase bibit cabai. Sedangkan pada benih curah, nilai rata-rata
jumlah tanaman hidup tertinggi adalah pada bibit dengan pemberian pupuk 10 gr/l. Jumlah
tanaman hidup paling rendah terjadi pada pemberian pupuk dengan dosis 5 gr/l. Hal ini
menunjukkan bahwa pupuk dengan dosis 10 gr/l paling efektif untuk mendukung kehidupan
bibit cabai. Dosis pupuk yang efektif untuk benih curah lebih tinggi daripada untuk jenis
benih yang lain, hal ini disebabkan karena bibit cabai yang berasal dari benih curah
membutuhkan unsur hara yang lebih tinggi daripada jenis benih yang lain untuk menunjang
kehidupannya. Berdasarkan parameter jumlah tanaman hidup tersebut dapat diketahui bahwa
pemberian pupuk NPK mutiara (16:16:16) paling efektif untuk benih dalam kemasan dan
hasil eksraksi langsung adalah dengan dosis 5 gr/l. Dosis pemupukan yang paling efektif
untuk benih curah adalah 10 gr/l.
Berdasarkan analisis varian, pada parameter tinggi tanaman menunjukkan beda nyata,
namun setelah diuji lanjutan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) 5% tidak menunjukkan beda
nyata. Hal ini diduga perbedaan tinggi tanaman yang terjadi pada usia 31 HST disebabkan
karena pengaruh luar yang berakibat pada pertumbuhan bibit tersebut. Berdasarkan tabel 2 di
atas dapat diketahui bahwa setiap dosis pemupukan yang diberikan pada bibit dari masing-
masing benih menunjukkan respon yang sangat bervariasi. Namun kecenderungannya adalah
pada dosis 15 gr/l justru tinggi bibitnya paling rendah dibandingkan dengan dosis pemupukan
yang lain. Hal ini diduga disebabkan karena unsur hara yang diberikan dengan dosis tinggi
justru mengakibatkan penyerapan unsur hara tidak optimal. Selain itu, tanaman yang masih
kecil belum terlalu membutuhkan banyak unsur hara dan jaringan tanaman juga belum
berkembang dengan sempurna. Maka apabila diberikan unsur hara yang dosisnya terlalu
tinggi pada tanaman kecil mengakibatkan tanaman menjadi stress sehingga pertumbuhan
terhambat.
Berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa jumlah daun pada bibit yang
berasal dari benih dalam kemasan dan benih hasil ekstraksi langsung dengan pemupukan
dosis 5 gr/l dan 10 gr/l tidak berbeda nyata menurut BNJ 5% karena sama-sama diikuti
dengan huruf “b”. Dan keempat perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Dari keempat perlakuan tersebut (benih dalam kemasan, pupuk 5 gr/l; benih dalam kemasan,
pupuk 10 gr/l; benih hasil ekstraksi langsung, pupuk 5 gr/l; benih hasil ekstraksi langsung 10
gr/l), yang memiliki nilai rata-rata tertinggi adalah benih hasil ekstraksi langsung dengan
dosis pemupukan 10 gr/l dan diikuti oleh huruf “b”. Benih hasil ekstraksi langsung dengan
pemupukan 5 gr/l, benih dalam kemasan dengan pemupukan 5 gr/l; benih dalam kemasan
dengan pemupukan 10 gr/l juga diikuti oleh huruf yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan perlakuan dosis pemupukan 5 gr/l lebih baik daripada perlakuan dengan dosis
pemupukan 10 gr/l pada parameter pengamatan jumlah daun. Kenyataan ini disebabkan
karena dengan dosis pemupukan yang lebih rendah sudah dapat menunjukkan pertumbuhan
yang tidak berbeda nyata dengan dosis pemupukan yang lebih tinggi. Selain itu juga dapat
diketahui bahwa setiap dosis pemupukan yang diberikan pada bibit dari setiap jenis benih
memberikan respon yang hampir mirip. Kemiripan tersebut dilihat dari rata-rata jumlah daun
tertinggi semua terjadi pada bibit dengan dosis pemupukan 10 gr/l, tertinggi kedua pada bibit
dengan dosis pemupukan 5 gr/l, dan paling rendah justru pada bibit dengan dosis pemupukan
15 gr/l. Kesamaan kecenderungan ini diduga karena efektivitas penyerapan unsur hara oleh
setiap tanaman dari masing-masing benih yang hampir sama. Karena perkembangan jaringan
yang belum terlalu sempurna, maka bibit belum mampu menyerap unsur hara dengan dosis
yang terlalu tinggi. Oleh sebab itu pada dosis pemupukan yang tinggi (15 gr/l) justru jumlah
daunnya lebih sedikit. Apabila dilihat dari keseluruhan parameter pengamatan yang
dilakukan, dapat diketahui bahwa tidak ada interaksi yang terjadi antara benih curah, dalam
kemasan, dan hasil ekstraksi langsung dengan tiga dosis pemupukan.
SIMPULAN
Tidak terjadi interaksi antara dua faktor (jenis benih dan dosis pemupukan) dalam
percobaan yang dilakukan. Dosis pemupukan 5 gram/liter menunjukkan rata-rata
pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan dosis pemupukan yang lain baik itu
dilihat dari jumlah tanaman hidup, tinggi tanaman dan jumlah daun. Benih hasil ekstraksi
langsung menunjukkan tingkat vigor dan viabilitas yang paling tinggi dibandingkan dengan
benih curah dan benih dalam kemasan. Umur simpan benih berpengaruh pada tingkat vigor
dan viabilitas benih. Efektivitas penyerapan unsur hara oleh bibit belum optimal pada dosis
pemupukan yang tinggi. Sehingga dosis pemupukan NPK mutiara (16:16:16) pada fase
pembibitan paling efektif adalah 5 gram/liter dengan volume 20 ml/tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
________. 2010. Metode Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Depok : Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura.
_______. 2004. SNI Benih Cabai (Capsicum spp.) Bersari Bebas Kelas Benih Sebar (BR). SNI 01-7006-2004. Badan Standardisasi Nasional.
Asih N., Abdjad, Heri Purwanto I., dan Agung Wahyudi. 2003. Cabai Hot Beauty. Jakarta : Penebar Swadaya.
Kartasapoetra, Ance G. 2003. Teknologi Benih : Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. Jakarta : Rineka Cipta.
Prihastuti, Luluk, dkk. 2004. Hubungan Mutu Fisiologis Benih di Laboratorium dan di Lapangan pada Beberapa Varietas Cabai (Capsicum annuum L.). Hasil Penelitian. Institut Pertanian Bogor.
Salam, Aminah. 2011. Pengemasan Benih. Disampaikan pada kuliah Teknologi Penyimpanan Benih di PPPPTK Pertanian Cianjur, tidak dipublikasikan.