trauma abd

52
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Abdomen Abdomen merupakan bagian dari batang tubuh yang terletak di antara thorax dan pelvis. Batas abdomen sebenarnya di atas lebih tinggi daripada yang tampak dari luar karena diafragma cembung ke atas. Batas di depan adalah otot-otot perut, di lateral adalah otot-otot perut dan os ileum, di belakang adalah otot-otot punggung, crus diaphragma dan columna vertebralis (lumbal), dan di bawah adalah pelvis dan ligamenta inguinalia. 3 Pada anatomi permukaan, batas atasnya adalah apertura thoracis inferior dan batas bawahnya symphysis ossis pubis, ligamenta inguinalia, crista iliaca dan os sacrum. Ke arah bawah abdomen menyatu dengan daerah pelvis dan ke atas menonjol ke daerah thorax sampai setinggi sela iga V. Dalam pembahasan, abdomen dibagi menjadi dinding abdomen dan rongga abdomen beserta isinya. 3 Abdomen memiliki dinding muskulotendinous, kecuali bagian posterior, dimana dinding abdomen termasuk vertebra lumbar dan diskus intervertebralis. Dinding abdomen menutupi cavum/rongga abdomen, yang berisi cavum 2

Upload: mahohara

Post on 05-Dec-2015

126 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

trauma abdomen

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Abdomen

Abdomen merupakan bagian dari batang tubuh yang terletak di antara thorax

dan pelvis. Batas abdomen sebenarnya di atas lebih tinggi daripada yang tampak dari

luar karena diafragma cembung ke atas. Batas di depan adalah otot-otot perut, di

lateral adalah otot-otot perut dan os ileum, di belakang adalah otot-otot punggung,

crus diaphragma dan columna vertebralis (lumbal), dan di bawah adalah pelvis dan

ligamenta inguinalia.3

Pada anatomi permukaan, batas atasnya adalah apertura thoracis inferior dan

batas bawahnya symphysis ossis pubis, ligamenta inguinalia, crista iliaca dan os

sacrum. Ke arah bawah abdomen menyatu dengan daerah pelvis dan ke atas menonjol

ke daerah thorax sampai setinggi sela iga V. Dalam pembahasan, abdomen dibagi

menjadi dinding abdomen dan rongga abdomen beserta isinya. 3

Abdomen memiliki dinding muskulotendinous, kecuali bagian posterior,

dimana dinding abdomen termasuk vertebra lumbar dan diskus intervertebralis.

Dinding abdomen menutupi cavum/rongga abdomen, yang berisi cavum peritoneum

dan sebagian besar organ (visera) sistem pencernaan dan sebagian sistem urogenital. 4

Gambar 1. Cavum Thoracis dan Abdominopelvis 4

2

2.1.1 Dinding Abdomen

Dinding abdomen dibagi menjadi dinding anterior, lateral kanan dan kiri (flank),

dan dinding posterior. Batas antara anterior dan lateral tidak jelas sehingga istilah

anterolateral lebih sering digunakan. Selain itu, beberapa struktur otot dan saraf ada

yang terletak di dinding anterior dan lateral. Dinding anterolateral bagian superior

dibatasi oleh costa 7-10 dan processus xyphoideus, batas inferior oleh ligament

inguinalis dan tulang pelvis.

1. Dinding anterior abdomen

Terdiri dari kulit, jaringan subkutan (fascia superfisialis), otot, dan aponeurosis,

fascia profundus, extraperitoneal fat, dan peritoneum parietal. Sekitar 40% dinding

depan abdomen dibentuk oleh otot (5). Fascia superfisialis dapat dibagi menjadi

lapisan luar (fascia Camperi) dan lapisan dalam (fascia Scarpae). Fascia Camperi

berhubungan dengan lemak superfisial yang meliputi bagian tubuh lain dan mungkin

sangat tebal (8 cm atau lebih pada pasien obesitas). Fascia Scarpae merupakan

stratum membranosum tipis. Fascia profunda pada dinding anterior abdomen hanya

merupakan lapisan tipis jaringan ikat yang menutupi otot-otot.. Fascia profunda

terletak tepat di sebelah profunda stratum membranosum fascia superfisialis. 4

Otot-otot dinding anterior abdomen terdiri atas tiga lapisan otot yang lebar, tipis,

dan di depan berubah menjadi aponeurosis. Otot-otot tersebut dari luar ke dalam yaitu

musculus obliquus externus abdominis, musculus obliquus internus abdominis, dan

musculus transversus abdominis. Sebagai tambahan, pada masing-masing sisi garis

tengah bagian anterior terdapat sebuah otot vertikal yang lebar, yaitu musculus rectus

abdominis. Fungsi otot-otot dinding anterolateral, antara lain : membentuk pertahanan

kuat untuk dinding anterolateral dan untuk proteksi viscera abdominal dari cedera.4

Fascia transversalis merupakan lapisan fascia tipis yang membatasi musculus

transversus abdominis dan melanjutkan diri sebagai lapisan yang sama yang melapisi

3

diafragma dan musculus iliacus. Fascia transversalis merupakan lapisan yang

berkesinambungan yang melapisi rongga abdomen dan rongga pelvis.5

Lemak extraperitoneal merupakan selapis tipis jaringan ikat yang mengandung

lemak dalam jumlah yang bervariasi dan terletak di antara fascia transversalis dan

peritoneum parietale.5

Peritoneum parietale merupakan membrana serosa tipis dan melanjutkan diri ke

bawah dengan peritoneum parietale yang melapisi rongga pelvis.5

Vaskularisasi dinding abdomen berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal

diperoleh perdarahan dari cabang aa. intercostalis VI – XII dan a. epigastrika

superior. Dari kaudal terdapat a. sircumfleksa superfisialis, a. pudenda eksterna dan

a. epigastrika inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan insisi abdomen

secara horizontal maupun vertikal tidak akan menimbulkan gangguan vaskularisasi

daerah di sekitarnya. Inervasi dinding abdomen berasal dari n. thorakalis VI – XII dan

n. lumbalis I.5

Gambar 2. Dinding Anterior Abdomen 6

4

Gambar 3. Isi Abdomen dan Lapisan Dinding Anterolateral. 4

2. Dinding posterior abdomen

Dinding posterior abdomen dibentuk di garis tengah oleh lima vertebrae lumbalis

dan diskus intervertebralisnya; di lateral oleh 12 costae, bagian atas os coxae,

musculus psoas mayor, musculus quadratus lumborum, dan aponeurosis origo

musculus transversus abdominis. Musculus iliacus terletak pada bagian atas os coxae.

Bagian ini dipersarafi oleh plexus lumbalis. Musculus psoas mayor berfungsi

melakukan fleksi tungkai atas pada articulatio coxae terhadap tubuh atau jika tungkai

atas difiksasi, otot ini memfleksikan badan terhadap tungkai atas seperti pada waktu

duduk dari posisi berbaring.5

5

Gambar 4. Dinding Posterior Abdomen dan isinya. 4

2.1.2 Cavum Abdomen

Cavum abdomen dibagi menjadi 3 bagian, yaitu Cavum peritoneum, cavum

pelvis dan retroperitoneum:

1.Cavum peritoneum

Merupakan rongga yang dikelilingi oleh peritonium parietalis. Berdasarkan

ketinggiannya kavum peritoneum dibagi menjadi bagian atas dan bawah. Bagian atas

dilindungi oleh bagian bawah toraks yang berupa diafragma, sternum, 6 kosta

terbawah, dan kolumna vertebralis. Berisi hepar, lien, gaster, colon transversum.

Karena diafragma dapat naik sampai ruang interkostal 4 saat ekspirasi maksimal,

maka fraktur / luka tembus pada daerah ini harus dipikirkan terjadinya cidera organ

intra abdomen. Abdomen bawah berisi usus halus dan kolon sigmoid. 6

2. Cavum pelvis

6

Dikelilingi tulang pelvis yang berada di kaudal lipatan peritoneum. Menutupi

rektum, vesika urinaria, dan genitalia interna wanita. Sama seperti daerah

torakoabdominal, pemeriksaan untuk mengetahui cedera pada struktur pelvis

dipersulit oleh tulang-tulang diatasnya.6

3. Retroperitoneum

Merupakan rongga areolar di belakang peritoneum parietalis yang dibatasi oleh

peritoneum parietalis, kolumna vertebralis, diafragma, otot pelvis. Berisi organ padat

seperti ren, glandula suprarenalis, pankreas, dan organ berongga retroperitoneal

seperti duodenum pars II -III, rektum, kolon askenden dan kolon desenden. 6

Gambar 5. Pembagian Zona Retroperitoneal 9

Kelainan retroperitoneal sangat sulit mendeteksinya. Karena problem diatas

7

retroperitoneal dibagi menjadi 3 zona. Zona I disebut centromedial retroperitoneal,

suatu daerah sentral antara hiatus diafragmatika sampai promontorium. Struktur yang

penting ialah aorta, vena kava inferior, vena renalis proksimal, vena porta, pankreas

dan duodenum. Zone II disebut flank retroperitoneal, meliputi flank kiri dan kanan

berisi ren kiri dan kanan, ureter suprapelvis, dan kolon askenden dan deskenden.

Zone III disebut pelvic retroperitoneal meliputi daerah pelvis yang berisi rektum,

buli-buli, ureter distal dan organ reproduksi wanita. Inervasi dinding abdomen oleh

nervi (nn). torakalis ke- 8–12. Nervus torakalis ke- 8 setinggi margo kostalis, n.

torakalis ke-10 setinggi umbilikus, n. torakalis ke-12 setinggi suprainguinal. ). 7,8

Insisi yang dibuat hendaknya mempertimbangkan arah paralel jalan saraf.

Peritoneum parietalis yang menutup dinding abdomen depan sangat kaya saraf

somatik sementara peritoneum yang menutup pelvis sangat sedikit saraf somatik

sehingga iritasi peritoneum pelvis pasien sulit menentukan lokalisasi nyeri.

Peritoneum diafragmatika pars sentralis disarafi n. spinalis C5 sehingga iritasi pars

sentralis diafragma mempunyai nyeri alih di bahu ( kehr sign). 6

Cavum abdomen dibagi menjadi 9 regio untuk melokalisasi organ abdomen

atau area nyeri, yaitu : regio hipokondriaka dextra, lumbar (lateral) dextra, inguinal

dextra, epigastrium, umbilikal, pubik (hipogastrika), hipokondriaka sinistra, lumbar

(lateral) sinistra, inguinal sinistra. 9 regio tersebut dibagi oleh 4 garis, yaitu 2 garis

horizontal (garis subkostal dan transtubekular) dan 2 garis vertikal (garis

midclavikular). Isi masing-masing regio :

Hipokondrium kanan Epigastrium Hipokondrium kiri

Lobus kanan dari hepar

Kantung empedu

Sebagian dari duodenum

Fleksura hepatik dari

kolon

Sebagian dari ginjal kanan

Kelenjar suprarenal kanan

Pilorus gaster

Duodenum

Pankreas

Sebagian dari hepar

Lambung

Lien

Bagian kaudal dari

pankreas

Fleksura lienalis dari kolon

Kutub atas dari ginjal kiri

Kelenjar suprarenal kiri

Lumbal kanan Umbilikal Lumbal kiri

Kolon asendens Omentum Kolon desendens

8

Bagian bawah dari ginjal

kanan

Sebagian daru duodenum

dan jejunum

Mesenterium

Bagian bawah dari

duodenum

Jejunum dan ileum

Bagian bawah dari ginjal

kiri

Sebagian jejunum dan

ileum

Inguinal kanan Hipogastrium Inguinal kiri

Sekum

Apendiks

Bagian akhir dari ileum

Ureter kanan

Ileum

Kandung kemih

Uterus (pada kehamilan)

Kolon sigmoid

Ureter kiri

Ovarium kiri

Gambar 6. Regio Abdomen 6

9

2.2 Trauma Abdomen

2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tipe Trauma (abdominal trauma)

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu:

a. Trauma Tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum.

Trauma tumpul abdomen merupakan Mekanisme tersering pada trauma abdomen

yang memiliki tingkat mortalitas sekitar 10-30%. Mekanisme trauma tumpul

abdomen bisa merupakan kompresi langsung pada benda yang terfiksir yan berakibat

pada cedera pada organ solid seperti hepar maupun lien. Luka tumpul pada abdomen

juga bisa gaya deselerasi dengan robeknya organ dan pembuluh darah mereka di

daerah yang relative terfiksir dalam daerah perut. Hal ini terutama berlaku arteri pada

hepar dan ginjal. Organ berongga (small intestine) dapat ruptur akibat meningkatnya

tekanan intraluminal. Adapun organ yang sering mengalami cedera adalah Lien (40-

55%), Hepar (35-45%), Organ berongga (20%), Retroperitoneal (15%).10

b. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum.

Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

Secara umum, penderita dengan luka tembak pada abdomen secara definitive akan

dirawat di kamar operasi. Pada kasus ini, penderia memiliki tingkat mortalitas antara

5-15% akibat energi yang lebih besar yang diterima organ intra abdomen. 10

Tingkat mortalitas pada luka tusuk reatif lebih rendah (1-2%), kecuali jika

terjadi penetrasi benda tajam ke pembuluh darah ataupun organ mayor seperti hepar,

penderita akan tampak syok seketika. Pada beberapa penderita, kasus ini dapat

berkembang menjadi hal yang mengancam nyawa seperti pada kondisi peritonitis

dalam beberapa jam atau hari. 10

10

Perlu dibedakan antara penetrasi trauma dengan low velocity dan high velocity

karena terdapat perbedaan pada tingkat keparahan cedera, penanganan dan

prognosisnya. Cedera akibat trauma high velocity menyebabkan kerusakan yang

parah akibat laserasi secara langsung, produksi dari shock wave, dan kavitasi

sementara. Sedangkan pada cedera dengan low velocity (pisau, pistol) hanya

menyebabkan laserasi langsung dan seringnya tidak terdapat cedera intraabdomen

signifikan yang membutuhkan pemebedahan. Walaupun banyak fasilitas kesehatan

yang merekomendasikan laparotomy rutin, kenyataannya banyak fasilitas kesehatan

yang memilih tindakan non-operatif. 11

Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar, bergantung jauhnya

perjalanaan peluru, besar energi kinetik maupun kemungkinan pantulan peluru oleh

organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Organ padat akan mengalami

kerusakan yang lebih luas akibat energi yang ditimbulkan oleh peluru tipe high

velocity.11

Mortalitas terjadi pada 30% korban luka tusuk abdomen yang menderita infeksi

abdomen mayor. Faktor risiko paling penting adalah adanya cedera pada organ

berongga, dimana luka pada kolon menyebabkan insidensi infeksi tertinggi relatif

terhadap cedera organ intraabdomen. Cedera pada pankreas dan hati secara signifikan

meningkatkan risiko infeksi ketika berkombinasi dengan cedera organ berongga.

Penggunaan antibiotik dalam pencegahan infeksi ini didasarkan pada 3 hal, yakni

pilihan agen antibiotik, durasi penggunaan antibiotik, dan dosis optimal antibiotik.11

Berdasarkan jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :

1. Pada organ padat seperti hepar dan lien dengan gejala utama perdarahan.

2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama

adalah peritonitis.

11

Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :

a. Organ Intraperitoneal

Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hepar, lien, lambung,

colon transversum, usus halus, dan colon sigmoid.

Ruptur Hepar

Gambar 7: Liver Injuries 11

Hepar merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat rata –

rata 1.500 gram. Permukaan hepar diliputi oleh peritoneum visceralis kecuali pada

bagian posterior yang melekat langsung pada diafragma. Di bawah peritoneum

terdapat jaringan ikat padat yang disebut sebagai kapsula glisson yang meliputi

seluruh permukaan hepar. Hepar memiliki kapasitas cadangan yang besar dan hanya

membutuhkan 10% jaringan yang berfungsi untuk tetap mempertahankan fungsinya.

Proses regenerasi memerlukan waktu 5 minggu.Hepar dapat mengalami laserasi

dikarenakan trauma tumpul ataupun trauma tembus. Hepar merupakan organ yang

sering mengalami laserasi, sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit untuk

didiagnosis. Pada trauma tumpul abdomen dengan ruptur hepar sering ditemukan

adanya fraktur costa VII – IX. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri pada

abdomen kuadran kanan atas. nyeri tekan dan defence muskuler tidak akan tampak

sampai perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum (± 2 jam

post trauma). Kecurigaan laserasi hepar pada trauma tumpul abdomen apabila

12

terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Jika keadaan umum pasien baik,

dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya menunjukkan adanya laserasi.

Jika kondisi pasien syok, atau pasien trauma dengan kegawatan dapat dilakukan

laparotomi untuk melihat perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya cairan empedu

pada lavase peritoneal menandakan adanya trauma pada saluran empedu.12

Gambar 8: Hepatic Injury Grading Scale 13

• Ruptur Lien

Gambar 9: Lien Injury 11

Lien merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi trauma

tumpul abdomen. Ruptur lien merupakan kondisi yang membahayakan jiwa karena

adanya perdarahan yang hebat. Lien terletak tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat

yang rentan untuk mengalami perlukaan. Lien membantu tubuh kita untuk melawan

13

infeksi yang ada di dalam tubuh dan menyaring semua material yang tidak

dibutuhkan lagi dalam tubuh seperti sel tubuh yang sudah rusak. Lien juga

memproduksi sel darah merah dan berbagai jenis dari sel darah putih. Robeknya lien

menyebabkan banyaknya darah yang ada di rongga abdomen. Ruptur pada lien

biasanya disebabkan hantaman pada abdomen kiri atas atau abdomen kiri bawah.

Kejadian yang paling sering meyebabkan ruptur lien adalah kecelakaan olahraga,

perkelahian dan kecelakaan mobil. Perlukaan pada lien akan menjadi robeknya lien

segera setelah terjadi trauma pada abdomen.

Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena perdarahan.

Kecurigaan terjadinya ruptur lien dengan ditemukan adanya fraktur costa IX dan X

kiri, atau saat abdomen kuadran kiri atas terasa sakit serta ditemui takikardi. Biasanya

pasien juga mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak termanifestasi pada jam

pertama atau jam kedua setelah terjadi trauma. Tanda peritoneal seperti nyeri tekan

dan defans muskuler akan muncul setelah terjadi perdarahan yang mengiritasi

peritoneum. Semua pasien dengan gejala takikardi atau hipotensi dan nyeri pada

abdomen kuadran kiri atas harus dicurigai terdapat ruptur lien sampai dapat diperiksa

lebih lanjut.12

Penegakan diagnosis dengan menggunakan CT scan. Ruptur pada lien dapat

diatasi dengan splenectomy, yaitu pembedahan dengan pengangkatan lien. Walaupun

manusia tetap bisa hidup tanpa lien, tapi pengangkatan lien dapat berakibat mudahnya

infeksi masuk dalam tubuh sehingga setelah pengangkatan lien dianjurkan melakukan

vaksinasi terutama terhadap pneumonia dan flu dan juga diberikan antibiotik sebagai

usaha preventif terhadap terjadinya infeksi.12

14

Gambar 10: Grades of Slenic Injury 11

Ruptur Usus Halus

Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena trauma tumpul

menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan gejala ‘burning

epigastric pain’ yang diikuti dengan nyeri tekan dan defans muskuler pada abdomen.

Perdarahan pada usus besar dan usus halus akan diikuti dengan gejala peritonitis

secara umum pada jam berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari

biasanya bergejala adanya nyeri pada bagian punggung.12

Diagnosis ruptur usus ditegakkan dengan ditemukannya udara bebas dalam

pemeriksaan rontgen abdomen. Sedangkan pada pasien dengan perlukaan pada usus

dua belas jari dan colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada Rontgen

abdomen dengan ditemukannya udara dalam retroperitoneal.12

b. Organ Retroperitoneal

Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta, dan vena cava.

Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik.

Evaluasi regio ini memerlukan CT scan, angiografi, dan intravenous pyelogram.

15

Ruptur Ginjal

Trauma pada ginjal biasanya terjadi karena jatuh dan kecelakaan kendaraan

bermotor. Dicurigai terjadi trauma pada ginjal dengan adanya fraktur pada costa ke

XI – XII. Jika terjadi hematuri, lokasi perlukaan harus segera ditentukan. Laserasi

pada ginjal dapat berdarah secara ekstensif ke dalam ruang retroperitonial. Gejala

klinis : Pada ruptur ginjal biasanya terjadi nyeri saat inspirasi di abdomen dan

flank, dan tendensi CVA. Hematuri yang hebat hampir selalu timbul, tapi pada

mikroscopic hematuri juga dapat menunjukkan adanya ruptur pada ginjal.

Diagnosis, membedakan antara laserasi ginjal dengan memar pada ginjal dapat

dilakukan dengan pemeriksaan IVP atau CT scan.8

Jika suatu pengujian kontras seperti aortogram dibutuhkan karena adanya

alasan tertentu, ginjal dapat dinilai selama proses pengujian tersebut. Laserasi pada

ginjal akan memperlihatkan adanya kebocoran pada zat warna, sedangkan pada

ginjal yang memar akan tampak gambaran normal atau adanya gambaran warna

kemerahan pada stroma ginjal. Tidak adanya visualisasi pada ginjal dapat

menunjukkan adanya ruptur yang berat atau putusnya tangkai ginjal.8

Gambar 11: Renal Injury Grading Scale 13

Ruptur Pankreas

16

Trauma pada pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus

diketahui dengan eksplorasi pada pembedahan. Perlukaan harus dicurigai setelah

terjadinya trauma pada bagian tengah abdomen, contohnya pada benturan stang

sepeda motor atau benturan setir mobil. Perlukaan pada pankreas memiliki tingkat

kematian yang tinggi. Perlukaan pada duodenum atau saluran kandung empedu

juga memiliki tingkat kematian yang tinggi.8

Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma yang terjadi pada

abdomen. Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri pada bagian atas dan

pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke punggung. Beberapa jam setelah

perlukaan, trauma pada pankreas dapat terlihat dengan adanya gejala iritasi

peritonial. Diagnosis, penentuan amilase serum biasanya tidak terlalu membantu

dalam proses akut. Pemeriksaan CT scan dapat menetapkan diagnosis. Kasus yang

meragukan dapat diperiksa dengan menggunakan ERCP (Endoscopic Retrogade

Canulation of the Pancreas) ketika perlukaan yang lain telah dalam keadaan stabil.

Terapi, penanganan dapat berupa tindakan operatif atau konservatif, tergantung

dari tingkat keparahan trauma, dan adanya gambaran dari trauma lain yang

berhubungan. Konsultasi pembedahan merupakan tindakan yang wajib dilakukan.8

Ruptur Ureter 

Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi menimbulkan luka yang

mematikan. Trauma sering kali tak dikenali pada saat pasien datang atau pada

pasien dengan multipel trauma. Kecurigaan adanya cedera ureter bisa ditemukan

dengan adanya hematuria pasca trauma. Mekanisme trauma tumpul pada ureter

dapat terjadi karena keadaan tiba-tiba dari deselerasi/ akselerasi yang berkaitan

dengan hiperekstensi, benturan langsung pada Lumbal 2 – 3, gerakan tiba-tiba dari

ginjal sehingga terjadi gerakan naik turun pada ureter yang menyebabkan

terjadinya tarikan pada ureteropelvic junction.9

Pada pasien dengan kecurigaan trauma tumpul ureter biasanya didapatkan

gambaran nyeri yang hebat dan adanya multipel trauma. Gambaran syok timbul

pada 53% kasus, yang menandakan terjadinya perdarahan lebih dari 2000 cc.

Diagnosis dari trauma tumpul ureter seringkali terlambat diketahui karena

17

seringnya ditemukan trauma lain, sehingga tingkat kecurigaan tertinggi ditetapkan

pada trauma dengan gejala yang jelas. Pilihan terapi yang tepat tergantung pada

lokasi, jenis trauma, waktu kejadian, kondisi pasien, dan prognosis penyelamatan.

Hal terpenting dalam pemilihan tindakan operasi adalah mengetahui dengan pasti

fungsi ginjal yang kontralateral dengan lokasi trauma.9

Robek pada duodenum biasanya ditemukan pada pengemudi yang tidak

menggunakan sabuk pengaman dan terlibat dalam tabrakan. Kendaraan bermotor

secara frontal atau penderita yang terkena pukulan langsung diperut misalnya dari

pegangan sepeda

Gambar 12: Duodenal Injury 11

Trauma Vaskuler

Kerusakan organ akan menentukan gejala yang muncul. Perdarahan

didefinisikan kehilangan akut volume darah akibat terbukanya vasa baik

pembuluh darah yang terdapat pada suatu organ maupun pembuluh darah aorta

abdominalis dan vena cava inferior beserta cabang - cabangnya.1

Bila vena yang terkena maka jaringan sekitar sering menjadi tampon. Bila

ruptur parsial dinding arteri perdarahan akan terus menerus. Sementara ruptur

total arteri perdarahan sering berhenti sendiri.1

Kompensasi utama berupa peningkatan aktivitas simpatis, pelepasan

hormone stres, mobilisasi cairan, dan konservasi cairan dan elektrolit oleh

ginjal. Respon terhadap hipovolemik sangat rumit karena melibatkan

18

pergeseran cairan antar kompartemen. Respon fisiologis tubuh ditujukan untuk

mempertahankan perfusi dan oksigenasi ke serebral dan jantung.1

Bila tubuh tidak mampu kompensasi maka akan jatuh ke dalam shock.

Perdarahan masif menimbulkan syok hipovolumik. Kegagalan mekanisme

kompensasi menyebabkan kematian. Tanpa intervensi akan muncul trimodal

peak death time. Puncak kematian pada awal trauma bila terjadi perdarahan

hebat, puncak kedua terjadi terjadi pada satu sampai beberapa jam karena

dekompensasi progresif, dan puncak ketiga terjadi beberapa hari sampai

minggu karena sepsis dan gagal organ.1

Volume darah dewasa 7% dari berat badan sedang anak 8-9% berat

badan. Prosentase kehilangan darah ini digunakan untuk klasifikasi perdarahan

seperti terlihat dalam tabel 2.3.1 :

Grade I II III IVKehilangan darah(ml)

< 750 750-1500 1500-2000 >2000

Kehilangan voldarah (%)

< 15% 15% - 30% 30% - 40% >40%

Nadi <100 >100 >120 >140Tekanan darah normal Normal menurun menurunTekanan nadi normal/naik Menurun menurun menurunFrekuensiPernapasan

14-20 20-30 30-40 >40

Produksi urine(ml/jam)

>30 20-30 1-15 tidak berarti

CNS/Status mental sedikit cemas

agak cemas cemas/bingung

bingung,lesulethargic

Rehidrasi Kristaloid kristaloid kristaloid darah3 : 1

kristaloiddarah3 : 1

19

2.2.2 Etiologi

Trauma kendaraan bermotor adalah penyebab terbanyak trauma tumpul

abdomen pada masyarakat. Tabrakan antar kendaraan dan antara kendaraan dengan

pejalan kaki tercatat sebanyak 50-75% kasus. Penyebab lain adalah jatuh, kecelakaan

industrial atau rekreasional, pukulan tangan maupun tendangan kaki. Penyebab yang

jarang adalah trauma iatrogenik saat resusitasi kardiopulmonar, manual thrust untuk

membersihkan jalan nafas dan manuver Heimlich 10.

Dua pertiga dari luka tusukan menembus peritoneum, dengan 50-75% dari

pasien ini memiliki cedera pembuluh darah atau organ solid yang signifikan. Luka

tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%) dan kolon

(20%). Luka tusukan lebih sering di sebelah kiri (penyerang dominan kanan) dan di

kuadran atas. Dalam 30% dari luka tusuk perut, ada 30% diiringi penetrasi rongga

toraks. Cedera diafragma menjadi perheparan khusus dalam kasus ini. Kematian telah

dilaporkan pada 5% dari cedera tusukan serius. 19

Senjata api menyebabkan insiden tinggi (90%) pada peritoneum / cedera organ

solid yang serius, dengan tingkat kematian 10-30%. Luka tembak paling sering

mengenai usus halus (50%), kolon (40%), hepar (30%), dan pembuluh darah

abdominal (25%).19

2.2.3 Patofisiologi

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan

lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka

beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik  dari

kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan 

dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat

benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan

menimbulkan disrupsi jaringan.6

20

Trauma juga tergantung pada elastisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.

Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang

sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya

walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua

keadaan tersebut. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya

yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus

dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap

permukaan benturan.6

Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya cedera organ intra abdominal yang

disebabkan beberapa mekanisme :

1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya

tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya

tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun

organ berongga.

2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan

vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.

3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya

robek pada organ dan pedikel vaskuler.

Trauma tembus dapat berupa luka tembak (shotgunwound) dan luka tusuk

(stabwound) yang menimbulkan pola kerusakan berbeda. Insiden tersering adalah

tembakan dengan perbandingan 4 :1.1

1. Luka Tusuk

Luka tusuk menyebabkan cedera pada jaringan yang secara langsung dilewati

oleh benda tajam tersebut. Lokasi anatomi, jumlah, tipe, ukuran dan arah tusukan

sangat penting untuk memprediksi kemungkinan organ yang terkena dan beratnya

cedera. Organ tersering yang terkena trauma tembus benda tajam adalah intestinum

tenue (29%), hepar (28%), dan colon (23%).1,8

Pola cedera trauma tembus mengikuti alur benda dan melibatkan struktur yang

21

berdekatan, seperti terlihat pada tabel 2.2. Kerusakan jaringan hanya sebesar diameter

benda yang menembus. Organ yang cidera tergantung alur yang dilewati sesuai

anatomi. 1,8

Tabel 2.2. Pola Cedera Organ pada Luka Tusuk

Organ yang terkena Organ yang mungkin terkait

Hepar Diafragma

Vena porta CBD, arteri hepatika

Arteri mesenterika superior Pankreas, a. renalis sinistra, aorta

abdome

Lien Diafragma, gaster

Gaster Pankreas, lien

Duodenum Pankreas, vena kava, CBD

Rektum Buli-buli

2. Luka Tembak

Cedera organ pada luka tembak berbeda dengan cedera akibat luka tusuk. Peluru

dengan kecepatan tinggi mengakibatkan terbentuknya kavitas temporer dan merusak

jaringan yang lebih luas sehingga mengakibatkan cedera yang lebih berat dibanding

luka tusuk yang hanya merusak pada alur benda saja. Dapat mengenai intestinum

tenue (50%), colon (40%), hepar (30%), dan vaskuler intra abdomen (25%).1,8

Biomekanika kerusakan jaringan akibat tembakan tidak terlepas dari hukum

energi. Besar kerusakan jaringan dipengaruhi oleh besar energi kinetik dari proyektil,

karakteristik jaringan dan bagaimana energi diserap oleh jaringan. Luka tembak

dibagi menjadi 2 macam, yaitu peluru kecepatan tinggi / energi besar yaitu

berkecepatan di atas 2000 feet/ second (600 m/detik) dan peluru kecepatan

rendah/energi kecil (dibawah kecepatan 2000 feet/second). Proyektil menembus

jaringan akan menimbulkan laserasi, terputus atau kontusio.1,8

Luka akibat peluru dijelaskan dengan menerangkan terjadinya kavitas. Luka

tembak selain seluas diameter peluru, juga ditambah diameter putaran sehingga

22

menimbulkan suatu kavitas. Ada 2 macam kavitas yaitu kavitas permanen dan kavitas

temporer. Kavitas permanen disebabkan diameter peluru. Kavitas temporer

disebabkan pergeseran sentrifugal dinding kavitas akibat serapan energi ke jaringan.

Kavitas ini berada di area efek ledakan (blast effect).1,8

2.2.4 Diagnosis Trauma Abdomen

1. Anamnesis

Riwayat trauma merupakan faktor penting yang berhubungan dengan pasien

trauma tumpul abdomen, khususnya yang berhubungan dengan kecelakaan kendaraan

bermotor perlu digali lebih lanjut, baik itu dari pasien, keluarga, saksi, ataupun polisi

dan paramedis. Hal-hal tersebut mencakup :

a. Proses kecelakaan dan kerusakan kendaraan.

b. Waktu pembebasan (evakuasi) yang dibutuhkan.

c. Apakah pasien meninggal.

d. Apakah pasien terlempar dari kendaraan.

e. Bagaimana fungsi peralatan keselamatan seperti sabuk pengaman dan airbags.

f. Apakah pasien dalam pengaruh obat atau alkohol.

g. Apakah ada cidera kepala atau tulang belakang.

h. Apakah ada masalah psikiatri.

Pada pasien anak, perlu digali apakah ada riwayat gangguan koagulasi atau

penggunaan obat-obat anti platelet (seperti pada defek jantung congenital) karena

dapat meningkatkan resiko perdarahan pada cedera intra abdomen.

Juga diungkap faktor yang mempengaruhi penyakit atau tindakan, meliputi

riwayat alergi (allergies), obat yang biasa dipakai atau diberikan sebelumnya

(medication), riwayat penyakit sebelumnya (past medical history), makan/minum

terakhir (last meal / other intake), dan hal-hal yang mempengaruhi kondisi pasien

seperti lingkungan dingin (Event and enviroment leading to presentation). Untuk

memudahkan dapat disingkat AMPLE. 10

2. Pemeriksaan Fisik

23

Trauma tumpul abdomen akan muncul dalam manifestasi yang

sangat bervariasi, mulai dari pasien dengan vital sign normal dan keluhan minor

hingga pasien dengan shock berat. Bisa saja pasien datang dengan gejala awal yang

ringan walaupun sebenarnya terdapat cedera intraabdominal yang parah. Jika didapati

bukti cedera extraabdominal, harus dicurigai adanya cedera intraabdominal,

walaupun hemodinamik  pasien stabil dan tidak ada keluhan abdominal. Pada pasien

dengan hemodinamik yang tidak stabil, resusitasi dan penilaian harus dilakukan

segera. Pemeriksaan fisik abdomen harus dilakukan secara teliti dan sistematis,

dengan urutan inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi. Penemuannya positif dan

negatif harus dicatat dengan teliti dalam rekam medik.10

a. Inspeksi

Baju penderita harus dibuka semua untuk memudahkan penilaian. Perut depan

dan belakang, dan juga bagian bawah dada dan perineum, harus diperiksa apakah ada

goresan, robekan, ekimosis, luka tembus, benda asing yang tertancap, keluarnya

omentum atau usus kecil, dan status hamil. Seat belt sign dengan tanda kontusio atau

abrasi pada abdomen bagian bawah, biasanya sangat berhubungan dengan cedera

intraperitoneal. Adanya distensi abdominal, yang biasanya berhubungan

dengan pneumoperitoneum, dilatasi gaster, atau ileus sebagai akibat dari iritasi

peritoneal merupakan hal penting yang harus diperheparkan. Adanya kebiruan yang

melibatkan regio flank, punggung bagian bawah (Grey Turner sign) menandakan

adanya perdarahan retroperitoneal yang melibatkan pankreas, ginjal, atau fraktur

pelvis. Kebiruan di sekitar umbilicus (Cullen sign) menandakan adanya perdarahan

peritoneal biasanya selalu melibatkan perdarahan pankreas, akan tetapi tanda-tanda

ini biasanya baru didapati setelah beberapa jam atau hari. Fraktur costa yang

melibatkan dada bagian bawah, biasanya berhubungan dengan cedera lien atau liver.10

b. Auskultasi

Mendengarkan bising usus. Baik pada perdarahan maupun pada peritonitis dan

ada darah intraperitonium yang bebas atau bocor, bising usus akan melemah. Cedera

24

pada struktur berdekatan seperti tulang iga, tulang belakang atau panggul juga dapat

menyebabkan bising usus melemah, sehingga tidak adanya bising usus bukan berarti

pasti ada cedera intra abdomen.10

c. Palpasi

Tujuan palpasi adalah untuk mendapatkan apakah didapati nyeri serta

menentukan lokasi nyeri tekan superfisial, nyeri tekan dalam, atau nyeri lepas tekan.

Nyeri lepas tekan biasanya menandakan adanya peritonitis yang timbul akibat adanya

darah atau isi usus. Darah di dalam kavum abdomen akan merangsang peritoneum

dan menimbulkan rasa nyeri. Menilai stabilitas pelvis untuk mengetahui adanya

fraktur pelvis dan pemeriksaan rektum (colok dubur) untuk menilai respon tonus

sphinter, posisi prostat dan untuk menentukan apakah ada tulang panggul yang patah.

Colok dubur dapat mengevaluasi adanya perdarahan akibat trauma pada colon.(0

d. Perkusi

Untuk mengetahui adakah cairan bebas dengan cara Shifting Dullness dan

apakah redup hepar menghilang atau berkurang. Perkusi juga dapat menunjukkan

adanya bunyi timpani di kuadran atas akibat dari dilatasi lambung akut atau bunyi

redup bila ada hemoperitoneum.10

Walaupun melalui pemeriksaan fisik dapat dideteksi cedera intraperitoneal,

keakuratan pemeriksaan fisik pada pasien dengan trauma tumpul abdomen hanya

berkisar antara 55–65%. Tidak adanya tanda dan gejala yang ditemukan dalam

pemeriksaan fisik tidak menyingkirkan adanya cedera yang serius, sehingga

diperlukan pemeriksaan yang lebih spesifik lagi untuk menghindarkan missed injury.

Walaupun tidak ditemukan tanda dan gejala, adanya perubahan sensoris atau cedera

extraabdominal yang disertai nyeri pada pasien trauma tumpul abdomen harus lebih

mengarahkan kepada cedera intrabdominal. Lebih dari 10% pasien dengan cedera

kepala tertutup, disertai dengan cedera intraabdominal, dan 7% pasien trauma tumpul

25

dengan cedera extraabdominal memiliki cedera intraabdominal, walaupun tanpa

disertai rasa nyeri.10

e. Evaluasi trauma tajam

Sebagian besar kasus luka tembak ditangani dengan laparotomi eksplorasi

karena insiden cedera intraperitoneal bisa mencapai 95%. Luka tembak yang

tangensial sering tidak betul-betul tangensial, dan trauma akibat ledakan bisa

mengakibatkan cedera intraperitoneal walaupun tanpa adanya luka masuk. Luka

tusukan pisau biasanya ditangani lebih selektif, akan tetapi 30% kasus mengalami

cedera intraperitoneal. Semua kasus luka tembak ataupun luka tusuk dengan

hemodinamik yang tidak stabil harus di laparotomi segera. 18

Bila ada kecurigaan bahwa luka tusuk yang terjadi sifatnya superfisial dan

nampaknya tidak menembus lapisan otot dinding abdomen, biasanya ahli bedah yang

berpengalaman akan mencoba untuk melakukan eksplorasi luka terlebih dahulu untuk

menentukan kedalamannya. Prosedur ini tidak dilakukan untuk luka sejenis diatas iga

karena kemungkinan pneumotoraks yang terjadi, dan juga untuk pasien dengan tanda

peritonitis ataupun hipotensi. Akan tetapi, karena 25-33% luka tusuk di abdomen

anterior tidak menembus peritoneum, laparotomi pada pasien seperti ini menjadi

kurang produktif. Dengan kondisi steril, anestesi lokal disuntikkan dan jalur luka

diikuti sampai ditemukan ujungnya. Bila terbukti peritoneum tembus, pasien

mengaiami risiko lebih besar untuk cedera intraabdominal, dan banyak ahli bedah

menganggap ini sudah indikasi untuk melaksanakan laparotomi. Setiap pasien yang

sulit kita eksplorasi secara lokal karena gemuk, tidak kooperatif maupun karena

perdarahan jaringan lunak yang mengaburkan penilaian kita harus dirawat untuk

evaluasi ulang ataupun kalau perlu untuk laparotomi. 18

3. Pemeriksaan Penunjang

26

Suatu pemeriksaan diagnostik dengan ketelitian yang tinggi adalah syarat

paling penting dalam kesuksesan penanganan dari penderita dengan multipel

trauma.11

a. Blood typing

Pada pasien trauma harus dilakukan pengecekan golongan darah dan cross-

match sebagai antisipasi jika sewaktu-waktu diperlukan transfusi, terlebih pada

pasien dengan perdarahan yang mengancam jiwa.

b. Hematokrit

Hematokrit dapat berguna sebagai dasar penilaian pada pasien trauma abdomen,

terlebih jika diukur secara berkala untuk melihat perdarahan yang

terus berlangsung.

c. Hitung leukosit

Pada trauma tumpul abdomen akut, hitung leukosit tidak spesifik. Ephinefrin

yang dilepaskan tubuh pada saat trauma dapat meningkatkan jumlah leukosit

mencapai 12000-20000/mm3 dengan pergeseran ke kiri yang moderat.

d. Enzim pankreas

Kadar amilase dan lipase dalam serum tidak terlalu memiliki arti penting

untuk menunjang diagnostik. Kadar amilase dan lipase yang normal dalam serum

tidak dapat menyingkirkan kecurigaan adanya trauma pankreas. Peningkatan

mungkin mengarah pada cedera pankreas, tapi juga mungkin dari cedera abdomen

non pankreas. Jika ada kecurigaan cedera pankreas, masih diperlukan pemeriksaan

lebih lanjut, misal CT scan.

e. Tes fungsi hepar

Cedera hepar bisa meningkatkan kadar transaminase dalam serum, akan

tetapi peningkatan ini tidak akan terjadi pada konstitusi minor. Pasien denagn

27

komorbid seperti pada pasien dengan alcohol induced liver disease bisa memiliki

kadar transaminase yang abnormal.

f. Urinalisis

Gross hematuri mengarah pada adanya cedera ginjal serius dan membutuhkan

investigasi yang lebih lanjut. Diperlukan juga pemeriksaan terhadap adanya

hematuri mikro yang dapat mengindikasikan cedera serius. Oleh karena itu,

penting dilakukan pemeriksaan mikroskopik atau urinalisis dipstick pada semua

pasien trauma tumpul abdomen. Adanya nyeri abdomen dan hematuri memiliki

tingkat sensitifitas 64% dan 94% spesifik untuk cedera intraabdominal yang telah

dibuktikan melalui CT scan.

4. Studi Diagnostik Khusus

a. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)

Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) memiliki peran besar

pada penatalaksanaan trauma tumpul abdomen. DPL paling berguna pada pasien

yang memiliki resiko tinggi cedera organ berongga, terutama jika dari CT-scan

dan USG hanya terdeteksi sedikit cairan, dan pada pasien dengan demam yang

nyata, peritonitis, atau keduanya. Keadaan ini berlangsung selama 6-12 jam

setelah cedera organ berongga.

Secara tradisional, DPL dilakukan melalui 2 tahap, tahap pertama adalah

aspirasi darah bebas intraperitoneal (diagnostic peritoneal tap,DPT). Jika darah

yang teraspirasi 10 ml atau lebih, hentikan prosedur karena hal ini menandakan

adanya cedera intraperitoneal. Jika dari DPT tidak didapatkan darah, lakukan

peritoneal lavage dengan normal saline dan kirim segera hasilnya ke lab untuk

dievaluasi. Pasien yang memerlukan laparotomi segera merupakan satu-satunya

kontra indikasi untuk DPL atau DPT. Riwayat operasi abdomen, infeksi abdomen,

koagulopati, obesitas dan hamil trimester 2 atau 3 merupakan kontraindikasi

relatif.

28

Keuntungan DPL/DPT :

1. Triase pasien trauma multisistem dengan hemodinamik yang tidak stabil,melalui

pengeluaran perdarahan intaperitoneal

2. Dapat mendeteksi perdarahan minor pada pasien dengan hemodinamik stabil.

Kelemahan dan komplikasi DPL / DPT :

1. Infeksi lokal atau sistemik (pada kurang dari 0,3% kasus)

2. Cedera intaperitoneal

3. Positif palsu karena insersi jarum melalui dinding abdomen dengan hematoma

atau pada gangguan hemostasis.

Interpertasi DPL

Pada trauma tumpul abdomen, aspirasi darah sebanyak 10 ml atau lebih pada

DPT menunjukkan kecurigaan lebih dari 90% terhadap adanya cedera

intaperitoneal. Jika hasil lavage pasien yang dikirim ke lab menunjukkan RBC

lebih dari 100.000/mm3 maka dapat dikatakan positif untuk cedera intraabdominal.

Jika hasil aspirasi positif dan adanya peningkatan RBC pada lavage menunjukkan

adanya cedera, terutama viscera padat dan struktur vaskular, namun hal ini tidak

cuku puntuk mengindikasikan laparotomi.

Pada pasien dengan fraktur pelvis, harus diwaspadai adanya positif  palsu pada

DPL. Walaupun demikian pada lebih dari 85% kasus, pasien fraktur  pelvis dengan

aspirasi positif pada DPT mengindikasikan adanya cedera intraperitoneal. Aspirasi

negatif pada pasien fraktur pelvis dengan hemodinamik  yang tidak stabil

menunjukkan adanya perdarahan retroperitoneal, jika demikian perlu dilakukan

angiografi dengan embolisasi. Peningkatan WBC baru terjadi setelah 3–6 jam

setelah cedera, sehingga tidak terlalu penting pada interpretasi DPL. Peningkatan

amilase juga tidak spesifik dan tidak sensitif untuk cedera pankreas.(9)

29

b. Thorax Foto

Pada kecurigaan adanya perforasi usus atau peritonitis dapat dibuat foto BOF

untuk melihat adanya udara bebas di bawah diafragma, tulang vertebra dan pelvis,

bayangan otot psoas (psoas shadow). Pemeriksaan foto cervical, thorax, dan pelvis

adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan multi trauma.

Hilangnya bayangan psoas menunjukkan adanya kemungkinan cedera

retroperitoneal.11

c. CT Scan

CT merupakan prosedur diagnostik yang memerlukan transport penderita ke

scanner, pemberian kontras oral maupun intravena, dan scanning dari abdomen

atas bawah dan juga panggul. Proses ini makan waktu dan hanya digunakan pada

penderita dengan hemodinamik normal. CT-scan mampu memberikan informasi

yang berhubungan dengan cedera organ tertentu dan tingkat keparahannya, dan

juga dapat mendiagnosis cedera retroperitoneum dan organ panggul yang sukar

diakses melalui pemeriksaan fisik maupun DPL. Kontraindikasi relatif terhadap

penggunaan CT meliputi penundaan karena menunggu scanner, penderita yang

tidak kooperatif, dan alergi terhdap bahan kontras. 11

Keuntungan CT-scan :

1. Non invasive

2. Mendeteksi cedera organ dan potensial untuk penatalaksanaan non operatif

cedera hepar dan lien

3. Mendeteksi adanya perdarahan dan mengetahui dimana sumber perdarahan

4. Retroperitoneum dan columna vetebra dapat dilihat

30

5. Imaging tambahan dapat dilakukan jika diperlukan11

Kelemahan CT-scan :

1. Kurang sensitif untuk cedera pankreas, diafragma, usus, dan mesenterium

2. Diperlukan kontras intravena

3. Mahal

4. Tidak bisa dilakukan pada pasien yang tidak stabil (10).

d. USG (Ultrasonografi) 11

Metode pemeriksaan ultrasound pada kasus trauma tumpul abdomen adalah

FAST (Focused Abdominal Sonogram for Trauma). Tujuan primer dari FAST adalah

mengidentifikasi adanyan hemoperitonium pada pasien dengan kecurigaan cedera

intra-abdomen. Indikasi FAST adalah pasien yang secara hemodinamik unstable

dengan kecurigaan cedera abdomen dan pasien-pasien serupa yang juga mengalami

cedera ekstra-abdominal signifikan (ortopedi, spinal, thorax, dll.) yang memerlukan

bedah non-abdomen emergensi. 11

FAST sebaiknya dilakukan oleh ahli bedah yang hadir pada saat itu di IGD/

ICU sebagai prosedur bedside sementara resusitasi dapat terus berlangsung. FAST

direkomendasikan menggunakan 3,5 atau 5 MHz ultrasound sector transducer probe

dan gray scale ‘B mode’ ultrasound scanning. Dilakukan pemeriksaan pada 4 tempat

yaitu epigastrium, flank kanan dan kiri, dan suprasimfisis. Pada epigastrium FAST

dapat mendeteksi cairan subdiafragma dan hemoperikardium. Pada flank kanan Scan

dimulai dari sub-xiphoid region di sagittal plane. Probe kemudian digerakkan ke

kanan untuk memeriksa Morrison’s pouch (hepato-renal). Pada flank kiri dapat

mendeteksi cairan di resesus lienorenalis, lien dan ren kiri. Pada suprasimfisis dapat

mendeteksi cairan di kavum pelvis yaitu kavum Douglass (ekskavasio rektouterina)

pada wanita dan ekskavasio rektovesikalis pada pria.11

2.2.5 Penatalaksanaan

31

Initial resusicitation dan penatalaksanaan pasien trauma berdasarkan

pada protokol Advanced Trauma Life Support. Penilaian awal (Primary survey)

mengikuti pola ABCDE, yaitu Airway, Breathing, Circulation, Disability (status

neurologis), dan Exposure.

1. Hal pertama yang dilakukan saat menghadapi pasien trauma dengan sebab

apapun ialah melakukan primary survey dalam rangka menyelamatkan pasien

dari ancaman jiwa segera. Semua tindakan pemeriksaan dilakukan

sesederhana mungkin dalam memastikan kondisi airway, breathing, dan

circulation (ABC) dalam kondisi aman. Pastikan jalan nafas bebas, periksa

ada tidaknya kelainan pernafasan seperti pneumothoraks atau flail chest, atasi

Syok jika ada. 1

2. Pemasangan gastric tube untuk mengurangi dilatasi gastric yang akut,

dekompresi abdomen, sebelum melakukan diagnostic peritoneal lavage dan

mengeluarkan isi abdomen sehingga mengurangi resiko aspirasi.

3. Pemasangan kateter kandung kencing untuk mengatasi retensi urin,

dekompresi kandung kemih sebelum melakukan DPL dan pemantauan

produksi urin sebagai indeks perfusi jaringan. Hepar-hepar pada keadaan

patah panggul yang tidak stabil, darah pada meatus, hematom pada skrotum,

diskolorisasi pada perineum atau floating prostat pada pemeriksaan rectal,

harus dilakukan uretrogram terlebih dahulu untuk memastikan uretra yang

utuh atau ruptur sebelum pemasangan kateter.

4. Bila jelas diketahui ada perdarahan di dalam abdomen yang didapat dalam

pemeriksaan umum (anemia shock gelisah, ada cairan bebas dalam cavum

abdomen) maka tindakannya adalah resusitasi cairan, tranfusi dan melakukan

laparotomi. Pada laparotomi akan dilakukan eksplorasi dengan prioritas organ

padat yaitu hepar dan lien, kemudian tempat lain.

a. Hepar

Bila didapatkan ruptur hepar maka dilakukan debridement dan penjahitan.

Pada kerusakan yang berat kita dapat melakukan reseksi hepar.

32

Penanganannya meliputi Pringle manuver (klem porta hepatis sampai

60 menit), ligasi arteri hepatika.

b. Lien

Pada ruptur lien diusahakan melakukan penjahitan terutama pada anak

karena lien masih diperlukan dalam sistem kekebalan. Namun bila

kerusakan berat maka dapat dilakukan partial splenektomi atau

splenektomi.

c. Ginjal

Hampir semua trauma tumpul pada ginjal ditangani secara konservatif.

Indikasi untuk eksplorasi termasuk ekspanding perirenal hematoma,

persistent renal derived hemorrhage, dan perdarahan pembuluh darah

besar renal.

Trauma tumpul, sebagian besar tidak memerlukan operasi. Terapi yang

dikerjakan pada trauma ginjal adalah :

1. Konservatif

Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada

keadaan ini dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, dan

suhu tubuh), kemungkinan adanya penambahan massa di pinggang,

adanya penambahan lingkar perut, penurunan kadar hemoglobin darah,

dan perubahan warna urine pada pemeriksaan urine serial. 1

Jika selama observasi didapatkan adanya tanda-tanda

perdarahan atau kebocoran urine yang menimbulkan infeksi, harus

segera dilakukan tindakan operasi.

2. Operasi

Operasi ditujukan pada trauma ginjal major dengan tujuan

untuk segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu

dilakukan debridement, reparasi ginjal (berupa renorafi atau

penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefroktomi

parsial bahkan nefroktomi total karena kerusakan ginjal yang berat . 11

d. Pankreas

33

Trauma pada pankreas yang tidak mengenai duktus, lakukan drainage

yang adekuat dengan atau tanpa penjahitan. Bila mengenai duktus,

lakukan distal pancreatectomy. Bila trauma mengenai corpus atau tail,

diperbolehkan melakukan drainage roux en Y atau repair duktus. Bila

trauma mengenai caput hanya dengan drainage.

e. Duodenum

- Duodenal hematome

Bila ditemukan pada saat explorasi, mobilisasi duodenum,

evakuasi hematome, lakukan hemostasis, carilah perforasi mukosa.

- Trauma duodenum

Kebanyakan dilakukan repair primer dengan atau tanpa

duodenostomy tube. Pada trauma lebih berat diperlukan reseksi,

patching serosa.

f. Usus halus

Pada perforasi usus dilakukan penjahitan primer, kecuali bila usus tidak

diharapkan hidup, misalnya robeknya pembuluh darah mesenterika yang

menyebabkan usus kebiruan karena kekurangan darah, pada keadaan ini

harus dilakukan reseksi dan anastomose usus.

g. Kolon

Pada kebanyakan trauma dilakukan repair primer atau reseksi dan

anastomosis. Kolostomi selalu dilakukan pada trauma colon kiri dengan

kontaminasi fecal, diikuti trauma lain, adanya shock atau keterlambatan

terapi.

5. Indikasi klinis laparotomi :

Laparotomi segera diperlukan setelah terjadinya trauma jika terdapat indikasi

klinis sebagai berikut :

34

1. Kehilangan darah dan hipotensi yang tidak diketahui penyebabnya,

dan pada pasien yang tidak bisa stabil setelah resusitasi, dan jika ada

kecurigaan kuat adanya cedera intrabdominal

2. Adanya tanda - tanda iritasi peritoneum

3. Bukti radiologi adanya pneumoperitoneum konsisten

4. Ruptur viscera

5. Bukti adanya ruptur diafragma

6. Jika melalui nasogastic drainage atau muntahan didapati adanya

GI bleeding yang persisten dan bermakna.1

Gambar 13: Evaluation of Abdominal Trauma 12

2.2.6 Komplikasi

1. Perdarahan lokal

35

2. Perdarahan dalam

3. Infeksi paru-paru

4. Infeksi saluran kencing

5. Infeksi intraabdominal

6. Luka infeksi : selulitis, discharge purulent luka operasi

7. Dehisence luka operasi

8. Gagal napas yang membutuhkan ventilator 6

9. Gangguan fungsi ginjal : peningkatan urea post operasi di atas 5 mmol/L.6

2.2.9 Prognosis

Mortalitas dipengaruhi besar cedera, organ yang terkena dan penanganan yang

diberikan. Pada trauma hepar mortalitas akibat trauma tumpul 25–30 %. Cedera lien

tanpa penanganan pembedahan mengakibatkan mortalitas sampai 80%, sedang bila

dilakukan pembedahan mortalitasnya hanya 1%. Mortalitas pasien yang mendapat

perawatan di rumah sakit sebesar 5-10%. Suatu studi di Australia menyebut bahwa

pada operasi trauma tumpul, trauma abdomen adalah penyebab primer kematian pada

53,4% kasus.6

36