transplantasi sel induk
TRANSCRIPT
TRANSPLANTASI SEL INDUK
UNTUK MENGOBATI LEUKEMIA
Disusun Oleh :
Jessie Elviasari
113015125
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA
2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan hidayahnya maka Makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup
sederhana. Dalam Makalah ini akan menguraikan bagaimana penyembuhan
penyakit leukemia menggunakan transplantasi sel induk. Dan tersusunnya
Makalah ini berkat adanya saran dan bantuan. Oleh sebab itu dalam kesempatan
ini pembuat Karya Tulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas bantuan dan bimbingannya kepada Dosen Pembimbing.
Dengan adanya Makalah ini saya berharap agar dapat bermanfaat bagi
saya dan pembaca, saya juga menyadari dalam Makalah ini memiliki banyak
kekurangan-kekurangan mengenai isi maupun penulisan dan masih jauh dari
kesempurnaan. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih atas bantuan yang
telah diberikan oleh semua pihak kepada saya.
Samarinda, Oktober 2010
Hormat saya,
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan Penulis.................................................................................................2
BAB II ISI
A. Pengertian Leukemia dan Sel Induk................................................................
B. Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih...............................................
C. Patofisiologi.....................................................................................................
D. Jenis-jenis Leukemia ......................................................................................
E. Gejala Leukemia..............................................................................................
F. Teori Dasar Transplantasi Sel Induk...............................................................
G. Prinsip Kerja Transplantasi Sel Induk untuk Leukemia..................................
H. Protokol untuk Kultur Sel Induk.....................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................
B. Saran................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Istilah leukemia mencakup keganasan yang terjadi pada sel-sel darah
putih, sel-sel darah merah (erythroleukimia) atau elemen lainnya pada darah,
dan sumsum tulang belakang (Dewi Mulyani, 2010).
Sumsum tulang penderita leukemia akan membuat sel darah putih yang
abnormal. Tidak seperti sel darah normal, sel-sel abnormal tersebut tidak mati
ketika seharusnya mati. Sel-sel tersebut tetap memproduksi sel darah putih, sel
darah merah dan trombosit normal. Hal inilah yang menyebabkan kesulitan
bagi sel-sel darah normal untuk melakukan pekerjaan seharusnya (Dewi
Mulyani, 2010).
Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai kurang lebih
33% dari keganasan pediatric. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) berjumlah
kira-kira 75% dari semua kasus,dengan insidensi tertinggi pada umur 4 tahun.
Leukemia Myeloid Akut (LMA) berjumlah kira-kira 20% dari leukemia,
dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun meningkat sedikit
pada masa remaja. Leukemia sisanya adalah bentuk kronis; Leukemia
Limfositik Kronis(LLK) jarang ditemukan pada anak (Dewi Mulyani, 2010).
Sel induk terus menjadi topik penting dalam ilmu. Antusiasme untuk
penelitian transplantasi sel induk berhubungan dengan potensi besar sel induk
untuk mengobati berbagai penyakit besar, terutama yang telah morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. Berdasarkan uraian diatas maka perlu diketahui tentang
penyakit leukemia dan cara pengobatannya yaitu menggunakan transplantasi
sel induk.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan Makalah yang berjudul “Transplantasi Sel Induk
Untuk Mengobati Leukemia” yaitu adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih,
2. Untuk mengetahui Patofisiologi Leukimia,
3. Untuk mengetahui Jenis-jenis Leukemia,
4. Untuk mengetahui Gejala Leukemia,
5. Untuk mengetahui Teori Dasar Transplantasi Sel Induk,
6. Untuk mengetahui Prinsip Kerja Transplantasi Sel Induk untuk Leukemia,
7. Untuk mengetahui Protokol untuk Kultur Sel Induk.
C. Rumusan Masalah
Sebagai kelengkapan rumusan masalah mengenai “Transplantasi Sel Induk
Untuk Mengobati Leukemia” yaitu:
1. Apa Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih?
2. Bagaimana Patofisiologi Leukimia?
3. Apa saja Jenis-jenis Leukemia?
4. Apa saja Gejala Leukemia?
5. Bagaimana Teori Dasar Transplantasi Sel Induk?
6. Bagaimana Prinsip Kerja Transplantasi Sel Induk untuk Leukemia?
7. Bagaimana Protokol untuk Kultur Sel Induk?
BAB II
ISI
A. Pengertian Leukemia dan Sel Induk
a. Pengertian Leukemia
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk
darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi. Sifat khas leukemia adalah
proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum
tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi
proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non
hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit
(Reeves, 2001).
Istilah leukemia mencakup keganasan yang terjadi pada sel-sel darah
putih, sel-sel darah merah (erythroleukimia) atau elemen lainnya pada
darah, dan sumsum tulang belakang. Sumsum tulang penderita leukemia
akan membuat sel darah putih yang abnormal. Tidak seperti sel darah
normal, sel-sel abnormal tersebut tidak mati ketika seharusnya mati. Sel-sel
tersebut tetap memproduksi sel darah putih, sel darah merah dan trombosit
normal. Hal inilah yang menyebabkan kesulitan bagi sel-sel darah normal
untuk melakukan pekerjaan seharusnya (Dewi Mulyani, 2010).
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah
putih” pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan
diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik. Leukemia adalah suatu
keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu atau banyak sel di
sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada
waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala
klinis. Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang
disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk
hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas
tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara
sistemik (Smeltzer Suzanne C, 2001)
Leukemia adalah sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai
bentuk leukosit yang lain dari pada normal dengan jumlah yang berlebihan,
dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel darah putih
sirkulasinya meninggi sistemik (Smeltzer Suzanne C, 2001).
b. Pengertian Sel Induk
Sel induk adalah sel yang tidak/belum terspesialisasi yang mempunyai
2 sifat :
1. Kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel lain (differentiate). Dalam
hal ini sel induk mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel matang,
misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, sel pankreas, dan
lain-lain.
2. Kemampuan untuk memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri
(self-regenerate/self-renew). Dalam hal ini sel induk dapat membuat
salinan sel yang persis sama dengan dirinya melalui pembelahan sel.
(Virgi Saputra, 2006)
Sel induk dalam bahasa mandarin berasal dari kata “pohon”, “batang”
dan “sumber”, artinya sel induk sama seperti batang pohon yang dapat
tumbuh cabang, daun, berbunga dan berbuah. Oleh karena itu, ilmuan
menamakannya sebagai sel induk (Doenges, 1999).
Sel induk adalah sel primitif yang memiliki kemampuan memperbaru
dan potensi untuk berdiferensiasi, merupakan sel yang bersumber dari
tubuh, dalam keadaan tertentu dapat berdiferensiasi menjadi berbagai fungsi
jaringan sel maupun organ, dalam dunia medis disebut sebagai “sel multi
fungsi” (Price, 1994).
B. Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih
Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh, yaitu
berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah
putih berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm3.
Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah
putih digolongkan menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan
agranulosit (leukosit mononuklear).
1. Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma.
Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3
jenis granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil.
a. Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh
bakteri,sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai dijaringan
terinfeksi untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau agen
penyebab infeksi lainnya.
b. Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat
saat terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memasuki darah dari
sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam sebelum bermigrasi ke dalam
jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka
hidupnya.
c. Basofil
Basofil mengandung histamin untuk meningkatkan aliran darah ke
jaringan yang cedera dan heparin untuk membantu mencegah
pembekuan darah intravaskular.
(Tucker,1998)
2. Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit
terdiri dari limfosit dan monosit.
a. Limfosit
Limfosit memiliki fungsi dalam reaksi imunitas.
b. Monosit
Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel
cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme.
(Tucker, 1998)
C. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat
dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi
sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat
berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel
leukemia memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh
terhadap infeksi. Sel leukemia juga merusak produksi sel darah lain pada
sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk
menyuplai oksigen pada jaringan (Reeves, 2001).
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan
kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau
menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk
translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini,
dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen
yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal
(Reeves, 2001).
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari sel induk menjadi sel darah
putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan.
Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari
kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom
mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel
membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini
menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang
menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke
dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan
otak (Reeves, 2001).
D. Jenis-jenis Leukemia
Dibedakan menjadi 2 tipe, sebagai berikut :
1. Leukemia akut
Leukemia jenis ini ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat
cepat, mematikan, dan memburuk. Apabila tidak diobati dengan segera,
maka penderitanya dapat meninggal dalam hitungan minggua atau hari.
2. Leukemia kronis
Merupakan kanker darah yang memiliki perjalanan penyakit yang tidak
begitu cepat sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama.
Leukemia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis sel darah putih yang
terinvasi, yaitu limfosit atau myeloid. Setidaknya terdapat empat jenis
leukemia umum, sebagai berikut:
a. Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL)
CLL paling sering terjadi pada orang tua yang berusia di atas 55 tahun.
Namun, terkadang diderita oleh pasien dewasa muda. Sebaliknya, hampir
tidak ada kasus pada anak-anak.
b. Chronic Myeloid Leukemia (CML)
Merupakan jenis leukemia yang sering terjadi pada orang dewasa dan
sangat sedikit terjadi pada anak-anak.
c. Acute Lymphotic Leukemia (ALL)
ALL merupakan tipe leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak,
tetapi juga ditemui pada orang dewasa terutama saat berusia 65 tahun
atau lebih.
d. Acute Myeloid Leukemia (AML)
Merupakan tipe leukemia yang lebih sering terjadi pada orang dewasa
dibandingkan anak-anak.
(Dewi Mulyani, 2010)
E. Gejala Leukemia
Gejala penderita leukemia tergantung pada jumlah sel-sel leukemia dan letak
sel-sel tersebut menumpuk didalam tubuh. Orang-orang yang menderita
leukemia kronis mungkin tidak memiliki gejala. Berikut beberapa gejala umum
leukemia kronis yang biasa ditemui :
1. Pembengkakan kelenjar getah bening di leher atau ketiak yang biasanya
tidak terasa sakit,
2. Demam atau berkeringat pada malam hari,
3. Sering terjadi infeksi,
4. Merasa lemah atau lelah,
5. Pendarahan dan mudah memar, seperti gusi berdarah, bercak keunguan
dikulit atau bintik-bintik merah kecil dibawah kulit,
6. Pembengkakan atau rasa tidak nyaman diperut. Hal ini disebabkan oleh
pembengkakan dihati atau pancreas,
7. Bobot badan turun drastis tanpa sebab yang jelas,
8. Nyeri pada tulang atau sendi.
(Dewi Mulyani, 2010)
F. Teori Dasar Transplantasi Sel Induk
Pada proses reproduksi, sebuah sel zigot terbentuk ketika satu sel sperma
dan sel telur bersatu melalui peristiwa fertilisasi. Sel zigot memiliki sifat
totipotensi (totipotent cell), yakni memiliki potensi untuk membentuk semua
sel manusia, seperti saraf, darah atau jantung. Pada awal perkembangan
embrio, pembelahan sel menghasilkan lebih banyak sel-sel dan bersifat
totipoten. Dalam beberapa hari, sel totipoten ini membelah dan membuat
replika, sehingga menghasilkan lebih banyak sel-sel totipoten. Setelah sekitar
empat hari, sel-sel mulai terspesialisasi membentuk kelompok sel yang disebut
blastokista. Blastokista merupakan massa sel induk yang berpotensi majemuk
(pluripotent cell), yang dapat membentuk semua sel dalam tubuh organisme
dan meneruskan ke spesialisasi lebih lanjut seperti membentuk sel saraf dan
jantung. Namun, sel pluripoten ini berbeda dengan sel induk totipoten, karena
sel pluripoten tidak berkembang menjadi organisme lengkap. Dengan
demikian, sel induk pluripoten dapat melakukan segala sesuatu yang totipoten
kecuali untuk menciptakan seluruh organisme. Sedangkan totipotensi sel induk
memiliki kemampuan untuk berdeferensiasi membentuk sel apapun pada tubuh
organisme termasuk jaringan embrional dan sel-sel plasenta (Surya Hidayat,
2010).
Salah satu potensi sel yang banyak diteliti saat ini adalah sel induk
multipoten. Sel induk multipoten merupakan kelompok sel yang membawa
sifat-sifat yang terpisah dari sel totipoten dan sel pluripoten. Namun demikian,
sel multipoten mengandung fitur dasar yang sama dengan semua sel induk. Sel
induk multipoten memiliki kemampuan memperbarui diri dalam jangka waktu
yang lama dan dapat berdeferensiasi menjadi sel-sel khusus dengan fungsi
khusus. Contoh sel multipoten di otak dapat membentuk berbagai sel-sel saraf
dan sel glia atau hematopoetic yang dapat membentuk jenis sel darah yang
berbeda tetapi tidak dapat membentuk sel otak. Sumsum tulang belakang juga
mengandung sel induk multipoten yang dapat membentuk semua tipe sel darah,
tetapi tidak dapat membentuk sel-sel lainnya (Surya Hidayat, 2010).
Sel induk multipoten pada dasarnya merupakan hasil spesialisasi dari sel
pluripoten, dan dikenal sebagai sel mesenchymal (stem cell mesenchymal). Sel
induk multipoten ini ditemukan pada jaringan mamalia dewasa dan
diperkirakan berada di sebagian besar organ tubuh. Sel induk multipoten
berperan dalam mengganti sel yang sakit atau sel tua sepanjang hidup
seseorang. Dalam perkembangan penelitian, sel multipoten ini telah ditemukan
dapat membentuk tulang, otot, tulang rawan, lemak dan jaringan serupa lainnya
(Surya Hidayat, 2010).
Potensi lain dari sel tubuh manusia yang belum marak diteliti adalah sel
induk unipoten (unipotent cell). Sel induk unipoten ini memiliki potensi dalam
mengobati kondisi kesehatan. Sel induk unipoten mengacu pada sebuah sel
yang dapat berdeferensiasi hanya dalam satu garis sel keturunan (uni dari kata
latin “unus” yang berarti satu). Sel unipoten ditemukan dalam jaringan dewasa
dan memiliki potensi deferensiasi rendah dibandingkan dengan sel induk
totipoten, pluripoten dan multipoten. Hal ini berarti bahwa sel unipoten
memiliki kemampuan berdeferensiasi menjadi hanya satu jenis sel atau
jaringan. Namun demikian, keberadaan sel induk unipoten ini memiliki sifat
penting yang dapat memperbarui diri. Selain itu, dengan potensi diferensiasi
terbatas, sel unipoten terapeutik memiliki potensi besar untuk mengobati luka
dan penyakit pada tubuh. Sel unipoten dapat menghasilkan sel-sel sehat dan
layak untuk keperluan transplantasi (Surya Hidayat, 2010).
G. Prinsip Kerja Transplantasi Sel Induk untuk Leukemia
Transplantasi adalah pemindahan sel, jaringan maupun organ hidup dari
sesorang (donor) kepada orang lain atau (resipien) atau dari satu bagian tubuh
ke bagian tubuh lainnya, dengan tujuan mengembalikan fungsi yang telah
hilang (Surya Hidayat, 2010).
Transplantasi sel asal induk merupakan suatu prosedur pencangkokan sel
asal atau sel induk darah dari satu individu ke individu lain, atau sel induk
darah indiviud itu sendiri yang diselamatkan atau disimpan terlebih dahulu
sebelum pemberian kemotrapi dosis tinggi, utuk kemudian dicangkokkan
kepada dirinya sendiri (Surya Hidayat, 2010).
Inti dari transplantasi ini adalah adanya sel induk. Sel ini menjadi cikal
bakal sel-sel tubuh manusia. Dari sisi “fase”nya ada 2 sel induk yang banyak
digunakan dalam terapi sel induk, yaitu Embryonic stem cells (ESC) dan
Adult stem cell (ASC). ESC diperoleh dari sel-sel pada tahap blastosit (sekitar
5-7 hari setelah pembuahan), sedangkan ASC diambil dari sumsum tulang,
darah tepi dan darah tali pusat. Sebenarnya di setiap bagian tubuh terdapat sel
induk, namun dari ketiga tempat tersebut yang mudah diperoleh sel induk
(Surya Hidayat, 2010).
Kemampuan sel induk dalam hal berdiferensiasi ditentukan oleh usia sel.
Sel induk yang paling kuat dalam hal penggunaan terapi adalah tipe ESC. Sel
dalam tipe ini memiliki sifat totipotensi sel induk karena menjadi cikal bakal
baik janin (embrionik) maupun komponen pendukungnya seperti plasenta
(ekstra-embrionik) (Surya Hidayat, 2010).
Aplikasi transplantasi sel induk untuk leukemia dapat menggunakan sel
hematopoietic melalui transplantasi sumsum tulang belakang. Sel
hematopoietic pada perkembangannya kemudian menjadi berbagai jenis sel
darah. Di bawah sel hematopoietik masih ada sel bersfiat oligopotent misalnya
sel mieloid yang membentuk sel darah merah, trombosit, netrofil tetapi tidak
membentuk limfosit yang termasuk kelompok non-mieloid (Surya Hidayat,
2010).
Semula untuk keperluan tersebut, harus dicari donor sumsum tulang
dengan syarat ada kecocokan HLA (human leucocyte antigent). HLA terdiri
dari 6 komponen, dan antara donor dengan resipien harus sama persis. Untuk
itu sering diperoleh dari saudara kandung atau saudara kembar. Begitupun
sering sulit didapatkan, disamping kendala teknis terhadap pengambilan donor
melalui operasi. Tipe transplantasi dari donor tersebut disebut allogenik.
Perkembangan selanjutnya mengarah ke autolog dimana donor diusahakan dari
diri pasien itu sendiri. Pada kasus leukemia, diusahakan mendapatkan sel-sel
sumsum tulang yang masih sehat dari penderita (Surya Hidayat, 2010).
Sel-sel hematopoetic dari sumsum tulang belakang dibiakkan di
laboratorium sambil pasien menjalani kemoterapi dan radiasi untuk
membersihkan sumsum tulang yang menderita kanker. Selanjutnya, sel hasil
biakan dimasukkan lagi ke pasien dan diharapkan menghasilkan sel-sel darah
yang sehat. Ilustrasi proses terapi dapat disajikan pada gambar berikut ini :
Di samping sel induk dari sumsum tulang, diusahakan pula sel induk dari
darah tepi dengan teknik penyaringan tertentu. Namun tidak selalu bisa
didapatkan sampel autolog setelah terlanjur menderita sakit. Untuk itulah
berkembang ke sumber sel induk yang lebih baik yaitu dari darah tali pusat. Sel
induk dari darah tali pusat cenderung lebih baik, karena masih lebih “murni”
dari perubahan ciri genetik dari pada setelah tumbuh dewasa. Perubahan
genetik tersebut bisa terjadi oleh pengaruh infeksi ataupun faktor lingkungan
(misalnya radiasi). Darah tali pusat juga belum mengandung sel-sel imun yang
relatif matur, sehingga reaksi penolakan imunologis lebih rendah. Dengan
demikian, darah tali pusat bisa ditransplantasikan ke pasien lain (tipe allogenik)
tanpa harus mendapatkan kecocokan HLA 100%. Dilaporkan cukup 60%
sesuai sudah mampu mencegah reaksi penolakan (Surya Hidayat, 2010).
Dalam perkembangannya, tentu bukan hanya penyakit darah yang
diharapkan bisa diatasi dengan terapi sel induk. Di dalam sumsum tulang,
terdapat juga sel-sel non hematopoietik (disebut mesenchymal stem cell) yang
menjadi bakal dari tulang, tulang rawan, jaringan lemak dan jaringan ikat.
Begitu juga dalam darah tali pusat, terdapat EPC (endothelial progenitor cell)
yang menjadi bakal dari sel-sel dinding pembuluh darah. Dengan demikian,
kelainan-kelainan vaskuler diharapkan bisa diatasi dengan transplantasi sel-sel
EPC tersebut. Selanjutnya sel bakal spesifik tersebut dibiakkan dalam suatu
“matriks” khusus. Setelah berkembang kemudian di”cangkok”kan ke organ
yang mengalami kerusakan. “matriks” tersebut akan diserap dan digantikan
oleh perkembangan jaringan yang asli (Surya Hidayat, 2010).
H. Protokol untuk Kultur Sel Induk
Kultur jaringan atau kultur sel primer dapat diperoleh dengan cara
menumbuhkan sel yang berasal dari potongan jaringan atau fragmen jaringan.
Kultur sel primer juga dapat menggunakan sel dari hasil disagregasi fragmen
jaringan menggunakan enzim atau diperoleh secara mekanik. Potongan
jaringan atau sel disagregasi yang dikultur ini disebut eksplan primer. Pada
eksplan primer akan terjadi seleksi berdasarkan kemampuan sel untuk migrasi
dari eksplan dan tumbuh menjadi kultur sel primer. Pada kultur sel yang
berasal dari disagregasi jaringan, sel yang tumbuh dan melekat pada substrat
merupakan hasil seleksi dari sel-sel yang ada (Surya Hidayat, 2010).
Kultur sel primer mempunyai sifat, dapat bertahan hidup setelah
dilakukan agregasi, dan mempunyai sifat adhesif yaitu mampu melekat pada
substrat. Beberapa segi fungsi khusus sel dapat diekspresikan lebih kuat dan
jelas pada kultur sel primer, terutama setelah kultur itu menjadi konfluen. Pada
fase ini, kultur sel akan menjunjukkan morfologi yang hampir serupa dengan
jaringan asalnya (Surya Hidayat, 2010).
Setiap jenis jaringan masing-masing memerlukan kondisi lingkungan
yang berbeda, tetapi terdapat prosedur umum untuk menghasilkan kultur sel
primer, yaitu:
1. Fragmen jaringan dibersihkan dari jaringan lemak dan jaringan nekrotik
pada proses pemotongan jaringan harus dijaga agar kerusakan yang terjadi
sekecil mungkin.
2. Jika dilakukan disagregasi dengan enzim, perlu disertai sentrifugasi.
3. Jumlah sel yang ditanam jumlahnya harus cukup banyak atau lebih pekat.
4. Lebih baik menggunakan media kultur yang mengandung nutrisi tinggi,
seperti Hams F10 atau F12, atau penambahan serum dari fetus sapi.
5. Penggunaan jaringan embrional lebih baik, karena mudah dilakukan
disagregasi dan menghasilkan sel hidup dalam jumlah besar dan
berproliferasi lebih cepat dibandingkan penggunaan jaringan dewasa.
(Surya Hidayat, 2010).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hal yang dapat saya simpulkan adalah :
1. Leukemia merupakan penyakit pada darah atau sumsum tulang yang
ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari
sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid, umumnya
terjadi pada leukosit (sel darah putih). Sel-sel normal di dalam sumsum
tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal.
2. Sel induk diberi antibody agar dapat berikatan secara selektif. Yang
negative (sel tumor) dibuang sedang yang positif (sehat) dibiarkan hidup
dilaboratorium. Teknik ini disebut pencucian sel induk. Setelah melakukan
kemoterapi dan radiasi, sel induk pasien dikembalikan ke aliran darah. Sel
induk akan menuju ke tulang sumsum dan memulai proses pembentukan
darah.
3. Transplantasi sel induk dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang
rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat
disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu,
transplantasi sel induk juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang
rusak karena kanker.
B. Saran
Pada penyakit leukemia ini mempunyai berbagai cara penyembuhan atau
pengobatan salah satunya adalah hal yang saya bahas yaitu dengan
transplantasi sel induk. Kepada para peneliti agar bisa terus mengembangkan
teknologi untuk pengobatan, dan menyembuhkan para penderita.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Surya. 2010. Totipotent Stem Cell. http://www. explorestemcells.
co. uk/ cloned - numan-embryos-skin-cells.html. diakses pada tanggal 15Oktober
2011
Reeves, Charlene J et al. 2001, Medical-Surgical Nursin, Alih Bahasa Joko
Setyono Ed. I, Salemba Medika, Jakarta
Dewi mulyani, 2010, Stop Kanker, Agromedia, Jakarta
Smeltzer Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddart, Alih bahasa Agung Waluyo dkk, EGC, Jakarta
Doenges, Marilynn E. 1999. Guidelines For Planning And Documenting
Patient Care. Alih Bahasa I Made Kariasa. Ed. 3, EGC, Jakarta
Saputra, Virgi. 2006. Dasar-dasar Stem Cell dan Potensi Aplikasinya dalam
Ilmu Kedokteran. http://www.kalbe.co.id. diakses pada tanggal 19 Oktober 2011
Tucker, Susan Martin et al. 1998, Nursing Process, diagnosis, And
Outcome, Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5, EGC, Jakarta
Price, Sylvia Anderson. 1994, Clinical Concepts Of Disease Processes, Alih
Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4, Jakarta