topik vii : file · web viewkata “ethos” adalah salah satu kata yunani kuno yang masuk dalam...
TRANSCRIPT
ETHOS KERJA / PROFESI
Kata “ethos” adalah salah satu kata Yunani kuno yang masuk dalam banyak bahasa
modern dengan cara penulisan yang sesuai ejaan aslinya. Kata ini merupakan asal-usul
dar kata-kata seperti etika dan etis. Dalam Concise Oxford Dictionary (1974) ethos
disifatkan sebagai characteristic spirit of community, people or system, sebagai
susasana khas menandai suatu kelompok, bangsa atau sistem1. Kalau kita dengar kata
‘ethos kerja’ atau ‘etika profesi’ itu berarti menunjuk pada suasana khas yang menandai
kerja atau profesi. Suasana khas yang dimaksud pasti memiliki kaitan dengan konotasi
etis, yaitu suasana yang baik secara moral. Suasana yang bernuansa etis tersebut harus
menjadi semangat bagi setiap individu yang tergabung dalam kelompok kerja atau
profesi itu. Untuk lebih mengkonkritkan apa yang merupakan suasana etis yang
menandai suatu kerja atau profesi maka ethos kerja atau profesi banyak tercermin
dalam apa yang disebut ‘kode etik’ kerja atau profesi tertentu.
A. Pekerjaan dan Profesi
Antara pekerjaan dan profesi ada kaitan erat, bahkan sepintas kedengaran bahwa antara
keduanya tidak ada perbedaan. Pekerjaan sama dengan profesi dan profesi sama dengan
pekerjaan. Kalau kepada seseorang ditanyakan apa profesinya, orang tersebut akan
langsung berpikir tentang pekerjaannya. Pikiran seperti ini tidaklah salah, karena
profesi memang merupakan perkerjaan, yang ditekuni oleh seseorang. Namun
demikian, antara pekerjaan dan profesi terdapat perbedaan juga. Tidak semua pekerjaan
kita golongkan sebagai profesi, karena hal yang dikerjakan, yang kita golongkan
sebagai profesi, memiliki kekhususan.
1. Pekerjaan sebagai profesi
Kerja atau pekerjaan meliputi bidang yang sangat luas sekali, dan tidak hanya
terbatas pada bidang-bidang tertentu. Setiap hal yang dikerjakan oleh manusia
untuk menghasilkan sesuatu, dengan tingkat keterampilan dan tujuan apa saja,
dapat saja disebut sebagai pekerjaan, asal hal-hal itu memang layak untuk
dikerjakan. Namun tidak semua pekerjaan dapat digolongkan sebagai profesi.
Hanya pekerjaan tertentu, yang dilakukan sebagai kegiatan pokok, untuk
menghasilkan nafkah hidup, dan yang mengandalkan suatu keahlian, dapat disebut
sebagai profesi. Seorang professional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan
purna waktu, dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian yang
tinggi2. Dengan demikian, pekerjaan lebih luas dari profesi, sementara profesi dapat
dianggap sebagai pekerjaan tertentu, yang memiliki ciri-ciri yang tidak dituntut
harus ada dalam setiap pekerjaan pada umumnya.
Untuk membedakannya dengan jelas dari pekerjaan pada umumnya, profesi
dimengerti sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok, dengan
mengandalkan keteerampilan atau keahlian khusus, dilaksanakan sebagai sumber
utama nafkah hidup, dan dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
Dengan demikian seorang profesional adalah seorang yang melakukan pekerjaan
dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi yang dimilikinya,
meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatan itu, hidup dari situ,
dan bangga atas pekerjaannya itu3.
2. Profesi umum dan profesi khusus
Dengan pengertian profesi seperti dikemukakan di atas, maka dengan demikian
dapat dikatakan bahwa ada banyak yang dapat disebut sebagai profesi pada
umumnya. Dari berbagai profesi itu masih bisa dibedakan apa yang disebut sebagai
profesi khusus atau profesi luhur. Hal utama yang membedakan suatu profesi dari
profesi pada umumnya adalah tekanan utamanya pada pengabdian atau pelayanan
kepada masyarakat. Dengan tekanan utama pada pengabdian dan pelayanan kepada
masyarakat bukan berarti profesi khusus tidak memperhatikan nafkah bagi
hidupnya. Tetap saja bahwa orang yang menjalankan suatu profesi luhur juga
membutuhkan nafkah hidup, yang akan mereka dapatkan dari kegiatan
menjalankan profesi tersebut. Akan tetapi, yang dimaksud di sini adalah sasaran
utamanya bukanlah untuk memperoleh nafkah hidup, melainkan untuk mengabdi
dan melayani kepentingan masyarakat. Pelayanan dan pengabdian yang mereka
berikan bahkan mereka jalani atau hayati sebagai suatu panggilan4. Dan kalau itu
disebut sebagai panggilan tentulah berkaitan dengan kepercayaan atau iman akan
Tuhan atau Allah. Jadi, kegiatan menjalankan profesi khusus dihayati sebagai
panggilan dari Tuhan, yang memanggil dan menugaskan mereka untuk
menyampaikan kasih (dalam bentuk pengabdian dan pelayanan) kepada yang
membutuhkan. Nafkah hidup yang mereka terima dari kegiatan menjalankan
panggilan itu dilihat sebagai sekedar imbalan dan ucapan terimakasih dari orang-
orang yang mereka layani, sekaligus berguna untuk bisa meningkatkan pelayanan
dan pengabdian mereka kepada masyarakat.
Contoh klasik dari profesi luhur, khususnya pada awal pertama munculnya profesi
ini, dapat disebt di antaranya: dokter; penasehat hokum atau pembela di pengadilan,
rohaniwan , dan tentara5. Profesi-profesi ini muncul dalam rangkat melayani
kebutuhan masyarakat dalam berbagai masalah utama, seperti: menolong
keselamatan fisik manusia, menegakkan kebenaran hukum dan menjamin
ketertiban dan keamanan masyarakat, menolong jiwa manusia, membela
keselamatan manusia dari serbuan pihak lain, dan sebagainya. Melalui profesi-
profesi khusus, seluruh hidup mereka dipertaruhkan untuk membela kepentingan
masyarakat. Dalam kaitan dengan tugas yang sangat luhur itu maka tidak
mengherankan kalau kepada mereka dituntut kepemilikan budi yang luhur dan
akhlak yang tinggi.
Kembali kepada masalah perolehan nafkah hidup, lama kelamaan menjadi jelas
bahwa antara pengabdian kepada masyarakat dan perolehan nafkah hidup terdapat
hubungan saling mengkondisikan. ORang-orang profesional, yang dengan
sungguh-sungguh menjalankan profesinya, memberikan pelayanan terbaik kepada
masyarakat, dengan sendirinya akan mendapat tempat khusus di hati masyarakat.
Dengan pelayanan baik dan tulus yang mereka terima, maka masyarakat akan selalu
menggunakan jasa pelayanan dari orang profesional tersebut. Dan kalau klien, atau
pasien, atau apa pun namanya, datang antri untuk meminta dan menggunakan jasa
pelayanan seorang profesional, itu berarti imbalan atau ucapan terima kasih yang
akan diterima oleh professional itu juga dengan sendirinya semakin banyak. Jadi,
semakin professional seseorang (dalam arti semakin mau dan mampu menjalankan
profesinya dengan sungguh-sungguh, sebagai pengabdian, bahkan sebagai
panggilan hidup) akan semakin terjamin hidupnya. Maka, walaupun sasaran
utamanya bukan untuk mencari nafkah, melainkan untuk pelayanan kepada
masyarakat, namun ternyata, kebutuhan untuk nafkah itu dengan sendirinya
terpenuhi, bahkan bisa melimpah juga. Dan bagi seorang professional tulen, nafkah
yang semakin melimpah tersebut, dengan cara tertentu, kembali dia peruntukkan
bagi kuantitas dan kualitas pelayanannya kepada masyarakat.
B. Ciri atau Sifat yang Selalu Melekat pada Profesi
Sebagaimana telah diterangkan di atas, untuk membedakannya denga pekerjaan
pada umumnya, profesi (baik profesi umum maupun profesi khusus/luhur)
memiliki cirri-ciri atau sifat khas yang selalu menyertai pelaksanaannya. Apa yang
dikemukakan di sini merupakan cirri-ciri atau sifat-sifat umum saja yang melekat
pada pelaksanaan profesi. Itu berarti, pada tingkat operasional-praktis tidak tertutup
kemungkinan bahwa ada cirri-ciri atau perilaku tertentu yang sangat dituntut untuk
dimiliki oleh setiap orang professional. Ciri-ciri atau sifat-sifat yang melekat pada
profesi dimaksud akan dijelaskan berikut ini.
1. Adanya pengetahuan khusus
Setiap profesi, apa pun profesi itu, selalu mengandalkan adanya suatu pengetahuan
dan keterampilan atau keahlian khusus yang sangat diperlukan untuk menjalankan
tugas-tugas profesional dengan baik. Pengetahuan dan keterampilan khusus ini
umumnya tidak dimiliki oleh orang kebanyakan. Itu berarti, kaum professional
lebih tahu dan terampil dalam bidang profesi merka dibandingkan dengan orang
kebanyakan lainnya. Dengan demikian, mereka tergolong orang-orang yang
eksklusif, yang memiliki kekhususan tersendiri, di mana tidak ada sembarang orang
bisa masuk di dalamnya. Pengetahuan atau keterampilan dan keahlian khusus yang
mereka miliki biasanya diperoleh dari hasil pendidikan dan pelatihan khusus yang
sering harus dijalani dengan seleksi yang ketat dan bahkan berat, ditambah dengan
pengalaman bertahun-tahun bergelut di bidang itu. Dokter, tentara, imam, biasanya
memakan waktu yang cukup lama dan dengan seleksi ketat untuk mempersiapkan
diri menjadi seorang professional di bidang pelayanan masyarakat.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang tinggi
Setiap profesi, khususnya profesi luhur, yang selalu terkait dengan pengabdian dan
pelayanan langsung kepada masyarakat, sangat rentan akan penyalahgunaan yang
dilakukan oleh yang menjalankan profesi itu sendiri. Dalam prakteknya, terjadi
perjumpaan yang tidak seimbang, dimana pihak yang kuat berhadapan dengan
pihak yang lemah. Pihak yang kuat adalah orang professional itu sendiri (dokter,
pengacara), dan pihak yang lemah adalah klien atau pasien atau siapa saja yang
sedang mereka layani. Pihak professional, yang merupakan pihak yang kuat,
memiliki kesempatan yang begitu besar untuk menyalahgunakan profesi mereka,
untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri. Pihak yang dilayani, yang merupakan
pihak yang lemah, umumnya tidak berdaya dan tidak selalu paham apabila mereka
sedang diperdaya oleh pihak yang seharusanya bertindak sebagai penolong mereka.
Dalam situasi yang tidak seimbang tersebut maka sangat besar resikonya (secara
moral, materi, kehormatan) apabila kaum professional tidak memiliki standar moral
yang tinggi, berada di atas rata-rata yang dimiliki orang kebanyakan. Tindakan
malpraktek, pemutarbalikan fakta, manipulasi data, yang dilakukan oleh dokter,
pengacara, akuntan dan sebagainya, adalah bentuk-bentuk nyata pelanggaran moral
profesi. Salah satu senjata (moral) yang biasa digunakan untuk memelihara standar
moral yang tinggi ini adalah dengan adanya kode etik untuk setiap profesi,
umpamanya kode etik kedokteran, kode etik pengacara, kode etik jurnalistik, kode
etik akuntan, dan sebagainya.
3. Pengabdian pada kepentingan masyarakat
Setiap profesi, khususnya profesi luhur, menempatkan kepentingan masyarakat di
atas kepentingan pribadinya. Kenyataan bahwa hanya merekalah yang memiliki
kemampuan, keahlian dan keterampilan di bidang itu telah membuat mereka terikat
tanggung jawab, untuk menggunakan apa yang mereka miliki itu demi pengabdian
kepada masyarakat, yang umumnya tidak memiliki kemampuan dan keahlian
seperti itu. Ini adalah sebuah panggilan yang ditujukan pada kehendak mereka
untuk mau mengabdikan diri bagi kepentingan masyarakat. Maka, suatu
pemahaman yang sama sekali salah apabila seseorang mau mengikuti masa
persiapan yang begitu panjang dan melelahkan untuk menjadi seorang professional,
khususnya dalam bidang profesi luhur, terutama didorong oleh keinginan untuk
meraih keuntungan bagi diri sendiri, umpamanya untuk memperkaya diri sendiri.
Seharusnya, sejak awal, ketika seseorang hendak mejatuhkan pilihan mau
mengikuti sungguh memiliki persiapan (pendidikan dan pelatihan) tertentu,
sungguh-sungguh memiliki motivasi yang jelas dan luhur, bahwa dia masuk kesana
terutama masuk ke sana terutama adalah untuk bisa memiliki kemampuan memadai
sebagai abdi dan pelayan masyarakat. Motivasi awal inilah yang harus dimurnikan
dan diperkuat, sehingga ketika tiba waktunya, mereka menjalankan profesi mereka
sesuai dengan motivasi luhur tersebut. Sangat disayangkan, dimana banyak
kenyataan terjadi, bahwa jasa pelayanan mereka, yang semula sangat mempunyai
konotasi luhur, banyak berubah menjadi sebuah barang dagangan, dan sangat
materialistis.
4. Memerlukan izin khusus
Khususnya untuk suatu profesi luhur biasanya diperlukan suatu izin khusus untuk
bisa menjalankannya. Ini terkait dengan kenyataan yang sangat jelas bahwa profesi
yang mereka jalankan menyangkut kepentingan masyarakat banyak. Kepentingan
yang dimaksud di sini sangat berkaitan dengan nilai-nilai dasar bagi manusia
berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup, martabat kemanusiaan, dan
sebagainya. Berhubung taruhannya sangat tinggi sekali, maka untuk menjalankan
suatu profesi tersebut harus ada izin khusus, untuk memastikan bahwa yang
bersangkutan telah memenuhi syarat untuk bisa mengemban amanat luhur yang
terkandung dalam profesi itu. Dengan persyaratan izin ini maka tidak sembarangan
orang bisa menjalankan profesi tersebut. Ini dimaksudkan untuk menjaga agar
masyarakat tidak menjadi korban dari pelaksanaan profesi oleh seorang yang tidak
professional. Maka, kalaupun izin sudah diberikan, hal itu tidak mutlak berlaku
untuk selamanya. Izin tersebut akan senantiasa ditinjau kembali oleh pihak yang
memberikan, di mana izin itu bisa saja dicabut apabila ternyata yang bersangkutan
tidak menjalankan profesi tadi sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana
tercantum secara mengikat dalam izin itu.
5. Menjadi anggota dari suatu organisasi profesi
Setiap orang yang ingin dan memenuhi syarat untuk memulai praktek menjalankan
suatu profesi, khususnya profesi luhur, akan bergabung dengan kelompok profesi
itu, dan menjadi salah seorang anggota darinya. Tujuan dari hal ini tidak lain adalah
untuk menjaga keluhuran profesi itu sendiri. Dengan penggabungan tersebut
diharapkan setiap anggota setiap anggota dari kelompok profesi dapat saling
mendorong dan menguatkan untuk menjunjung tinggi kepemilikan standar moral
yang tinggi, agar kode etik tidak dilanggar, pengabdian dan pelayanan kepada
masyarakat tidak luntur, dan mendapatkan suatu wadah untuk mendiskusikan
berbagai hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas pelaksanaan profesi mereka.
Organisasi profesi menjadi semacam ‘polisi moral’ bagi para anggota profesi itu,
yang mengikat dan mempersatukan mereka semua. Itulah sebabnya apabila salah
seorang dari mereka melakukan kecurangna dalam menjalankan profesinya, maka
seluruh kelompok profesi itu ikut tercemar. Seorang dokter yang salah memberikan
obat atau kesalahan praktek lalin, maka seluruh profesi dokter ikut tercemar.
SEorang polisi atau tentara menyeleweng, umpamanya melanggar kode etik
profesi, maka seluruh profesi itu akan dicaci maki oleh masyarakat. Dan demikian
seterusnya, untuk setiap pelanggaran yang dilakukan oleh salah seorng saja dari
anggota suatu profesi, maka dampaknya akan mengenai profesi itu secara
keseluruhan.
C. Keutamaan dan Ethos
Keutamaan dan ethos sama-sama berkonotasi baik secara moral, dengan demikian
memiliki kaitan erat satu sama lain. Namun, ada juga perbedaan penting di
antaranya. Keutamaan selalu merupakan suatu ciri individual, sedangkan ethos
lebih menunjuk pada kelompok. Keutamaan membuat manusia secara pribadi
menjadi baik secara moral, dan bukan orang tuanya atau anak-anaknya, atau orang
lain lagi, kecuali mereka sendiri memiliki juga keutamaan itu. Jadi tidak ada
keutamaan sebagai kelompok, walau masing-masing anggotanya memiliki
keutamaan. Artinya, yang berkeutamaan adalah pribadi dan bukan kelompok.
Umpamanya, keutamaan kejujuran, suatu perusahaan bisa disebut jujur bukan
sebagai perusahaan, tetapi karena semua karyawannya memiliki kejujuran sebagai
keutamaan6. Namun demikian, sejalan dengan keutamaan yang merupakan ciri khas
individu itu, terdapat juga suatu karateristik yang membuat kelompok menjadi baik
dalam arti moral justru sebagai kelompok, itulah yang kita sebut sebagai ‘ethos’.
1. Keutamaan
Keutamaan (Inggris: virtue;, Latin: virtus) adalah disposisi watak yang dimiliki
oleh seseorang dan yang memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara
moral. Orang yang memiliki keutamaan untuk hal-hal tertentu, akan memudahkan
orang itu untuk melakukan itu untuk melakukan hal-hal tertentu itu. Untuk lebih
menjelaskan apa itu keutamaan baiklah mengikuti keterangan berikut ini7:
- Keutamaan adalah suatu disposisi, artinya, suatu kecenderungan tetap. Itu tidak
berarti bahwa keutamaan tidak bisa hilang, walau hal itu tidak mudah terjadi.
Artinya, kalau suatu dorongan ke arah kebaikan tertentu yang ada pada
seseorang dengan mudah bisa hilang, maka bisa jadi bahwa hal itu belum
menjadi suatu keutamaan bagi dia. Keutamaan adalah sifat watak yang ditandai
stabilitas. Maka sifat watak yang berubah-ubah, hari ini begini, besok lain lagi,
pasti tidak merupakan keutamaan. Perlu ditambahkan juga bahwa keutamaan
tidak mencakup semua sifat-sifat baik (seperti kesehatan, kepandaian, daya
konsentrasi yang kuat, dan sebagainya). Keutamaan bagi kita sama saja dengan
keutamaan moral, yakni kecenderungan untuk bertingkah laku baik secara
moral.
- Keutamaan berkaitan dengan kehendak, suatu disposisi watak yang membuat
kehendak tetap cenderung kea rah yang tertentu. Keutamaan itu menggerakkan
kehendak kita kea rah tertentu. Umpamanya kerendahan hati, sebagai
keutamaan, akan menggerakkan kehendak dan kemauan ke arah tertentu,
umpamanya untuk tidak menonjolkan diri dalam semua situasi yang dihadapi.
Dengan demikian, maka untuk sesuatu perbuatan yang dikehendaki, sangatlah
penting untuk memperhatikan maksud atau motivasi yang melatarbelakanginya.
Perilaku berkeutamaan harus selalu disertai oleh maksud atau motif yang baik
dan terpuji. Dengan menekankan pentingnya motivasi, maka perbuatan atau
tindakan yang dilandasi dengan maksud yang baik, tetap merupakan kebaikan,
kendati orang lain menilainya sebagai kurang baik. Orang lain tidak selalu bisa
melihat maksud baik yang melandasi setiap tindakan seseorang.
- Keutamaan diperoleh melalui jalan membiasakan diri, dan karena itu
merupakan hasil latihan. Jadi, keutamaan tidak dimiliki sejak lahir, tetapi
terbentuk selama suatu proses pembiasaan dan latihan yang cukup panjang
dimana pendidikan memegang peranan penting, yang disertai dengan upaya
korektif dan merupakan perjuangan melawan arus.
- Keutamaan perlu dibedakan dengan keterampilan, walau keterampilan memiliki
kesamaan dengan keutamaan, yakni diperoleh melalui latihan, bahkan juga
berciri korektif. Di samping kesamaan, terdapat juga perbedaan penting, di
antaranya:
Pertama: Dari jenis perbuatan, keutamaan mempunyai lingkup jauh lebih
luas daripada keterampilan. Keterampilan hanya memungkinkan orang
untuk melakukan jenis perbuatan yang tertentu, sedang keutamaan tidak
terbatas pada satu jenis perbuatan saja. Keutamaan keberanian, kerendahan
hati, dan sebagainya, dapat saja diperlihatkan dalam setiap bidang atau
kegiatan yang sedang kita jalankan.
Kedua:Walau keutamaan dan keterampilan sama-sama berciri korektif, tapi
dalam hal ini ada perbedaan juga. Dalam hal keterampilan, kesulitan itu
bersifat teknis, sehingga dengan keberhasilan mengatasinya maka kesulitan
teknis tadi selesai. Dalam hal keutamaan, kesulitan itu berkaitan dengan
kehendak. Umpamanya, kalau kita menghadapi bahaya, kita cenderung
melarikan diri. Masalah ini diatasi dengan keberanian, yang membuat
kehendak kita mampu bertahan dan tidak akan melarikan diri.
Ketiga: Perbedaan berikut berhubungan erat dengan yang di atas. Karena
sifatnya teknis, keterampilan dapat diperoleh dengan membaca buku
petunjuk, mengikuti kursus dan melatih diri. Sedangkan proses memperoleh
keutamaan jauh lebih kompleks, dan tidak cukup hanya dengan membaca
buku, mengikuti kursus dan berlatih saja. Proses memperoleh keutamaan
sama kompleksnya dengan seluruh proses pendidikan, yang dijalani
seseorang tanpa henti.
Keempat: Perbedaan terakhir berkaitan dengan membuat kesalahan. Jika
orang yang mempunyai keterampilan membuat kesalahan, ia tidak akan
kehilangan keterampilannya, seandainya ia membuat kesalahan itu dengan
sengaja. Sedangkan kalau ia membuat kesalahan dengan tidak sengaja,
maka akan kehilangan klaim untuk menyebut diri sabagi orang yang
berketerampilan. Dengan keutamaan, keadaannya persis terbalik. Jika
seseorang yang berkeutamaan baik hati, dengan sengaja berbuat jahat
terhadap orang lain, maka ia tidak lagi dapat dikatakan mempunyai
keutamaan kebakan hati, sedangkan jika tanpa sengaja ia melakukan
tindakan yang menyakitkan hati orang lain, dengan itu ia belum kehilangan
kapasitas sebagai orang yang berkeutamaan.
2. Ethos
Kalau keutamaan lebih banyak dibicarakan dalam kaitan dengan individu, sebagai
yang bersifat individual, ethos justru bersangkut paut dengan kelompok, sebagai
yang berciri kelompok8. Ethos berkaitan dengan susasana etis yang menandai atau
mewarnai keberadaan sebuah kelompok. Di sini, tanda atau warna khas yang
berkonotasi baik dalam arti moral. Kelompok yang merupakan tempat di mana
ethos mernjadi ciri khas adalah kelompok kerja atau profesi. Umpamanya ethos
profesi kedokteran. Ethos dalam arti ini adalah nilai-nilai luhur dan sifat-sifat baik
yang terkandung dalam profesi medis. Ethos profesi kedokteran bisa ditelusuri
sampai ke Sumpah Hippokrates9 di zaman Yunani kuno. Sumpah yang selalu
diucapkan seorang dokter baru saat hendak mulai mengemban tugasnya memiliki
sembernya dari sumpah Hippokrates ini. “Saya akan membaktikan hidup saya guna
kepentingan perikemanusiaan”, “saya akan selalu mengutamakan kesehatan
penderita”, dan sebagainya, adalah contoh dari sumpah yang ada dalam dunia
kedokteran.
Pada umumnya, ethos suatu profesi sebagian besar tercermin dalam Kode Etik
untuk profesi itu. Ethos kedokteran, umpamanya, diharapkan akan dimiliki oleh
semua dokter justru sebagai dokter. Jadi seorang dokter mempunyai ethos
kedokteran ini sebagai dokter, bukan sebagai pribadi . Tentu alangkah baiknya, jika
di samping itu ia juga memiliki banyak keutamaan pribadi. Kalau keutamaan tetap
menyertai seseorang, lepas dari pekerjaan atau profesi tertentu merupakan tuntutan
etis kepada mereka yang bergabung dalam profesi itu dalam menjalankan profesi
mereka, secara pribadi. Jadi, tetap ada semacam paralelisme, sama-sama bernuansa
etis, antara ethos dan keutamaan, yang terdapat pada tingkat individu dan tingkat
kelompok. Dalam prakteknya, orang yang berkeutamaan akan lebih mudah
menghayati ethos kerja atau profesi, dan ethos kerja atau profesi akan membantu
menciptakan ruang dan sekaligus tantangan di mana para individu dapat
mempraktekkan dan mengembangkan keutamaan yang ada pada mereka.
D. Prinsip-prinsip Ethos Kerja Atau Profesi
1. Prinsip tanggung jawab
Orang yang bertanggung jawab bukan saja ia bisa menjawab, melainkan harus
menjawab, dalam arti harus memberi penjelasan – dan tidak bisa mengelak –
mengenai perbuatannya dan apa yang dilakukannya.
Jawaban itu harus bisa dia berikan kepada pihak yang membutuhkan jawaban, dan
itu bisa kepada dirinya sendiri, kepada masyarakat luas, dan bahkan kepada Tuhan
(kalau dia orang beragama dan beriman)10. Arti kata tanggung jawab juga dilihat
melalui kata bahasa Inggris, yakni resbonsibility. Response berarti tanggapan, dan
ability berarti kemampuan. Secara harafiah, dapat berarti kemampuan memberi
tanggapan. Dalam kaitan dengan pekerjaan, tanggung jawab dapat diartikan sebagai
kemampuan dalam menanggapi dan menyelesaikan pekerjaan yang dilakukan11.
Tanggung jawab kerja memiliki dua arah:
- terhadap pekerjaan itu dan hasil-hasilnya. Ini berarti seorang professional
diharapkan mengerjakan pekerjaannya sebaik mungkin, dengan standar di atas
rata-rata, dan dengan hasil yang sangat baik. Untuk itu diandaikan adanya
kompetensi yang prima (cirri keahlian dan keterampilan khusus), kondisi yang
prima (dari segi fisik, psikologi, ekonomis-keluarga, suasana dan ingkungan
kerja, dan sebagainya), dan bekerja secara efisien dan efektif.
- Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat
pada umumnya. Di sini kaum professional diharapkan bertanggungjawab atas
dampak dari tugasnya terhadap perusahaannya, teman sekerja, buruh,
keluarganya, masyarakat luas, lingkungan dan generasi yang akan dating.
Padanya dituntut: wajib tidak melakukan hal-hal yang merugikan kepentingan
orang lain (minimal), dan secara maksimal, didesak untuk mengusahakan hal-
hal yang berguna bagi orang lain12.
2. Prinsip otonomi
Prinsip ini menuntut kaum professional memiliki dan diberi kebebasan dalam
menjalankan profesinya. Di satu pihak seorang professional memiliki kode etik
profesinya. Tetapi di pihak lain ia tetap memiliki kebebasan dalam mengemban
profesinya, termasuk dalam mewujudkan kode etik profesinya itu dalam situasi
nyata. Otonomi, yang bisa kita artikan juga sebagai kebebasan, bukan maksudnya
bahwa kita dapat melaksanakan atau tidak melaksanakan pekerjaan semau kita,
tetapi menegaskan bahwa kita dapat mengambil inisiatif dan kreativitas serta
kebijakan yang kita kembangkan dalam menyelesaikan pekerjaan itu dapat kita
pertanggungjawabkan. Dalam kaitan dengan organisasi profesi, otonomi menuntut
agar organisasi profesi secara keseluruhan bebas dari campur tangan yang
berlebihan dari pihak luar, dari pemerintah atau dari pihak manapun juga. Ini
berkaitan dengan kenyataan bahwa yang paling tahu mengenai seluk beluk
profesinya adalah organisasi profesi itu sendiri13.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut kaum professional untuk memberikan kepada siapa saja apa
yang menjadi haknya. Ini berarti setiap orang professional tidak boleh melanggar
hak orang lain atau pihak lain, lembaga atau Negara.
E. Mengatasi Hambatan Budaya
1. Dari agraris ke industri
Salah satu masalah serius yang dialami oleh sumber daya manusia kita adalah
kekurang siapan untuk cepat menyesuaikan diri dengan duni a kerja yang sudah
banyak berubah. Perubahan yang dimaksud adalah pola dan gaya hidup yang sudah
sedemikian membudaya dalam diri bangsa kita, sebuah Negara agraris, yang
sekarang mulai berubah menjadi Negara industri berkembang14. Pola dan gaya
hidup masyarakat agraris yang banyak ditandai dengan kesederhanaan dalam
berbagai aspeknya, lebih banyak menggunakan emosi dalam menghadapi berbagai
tantangan kehidupan. SEbaliknya, dalam masyarakat industri, otaklah (ratio) yang
lebih banyak berperan dan mengandalkan ilmu.
2. Langkah penyesuaian
Sehubungan dengan peralihan yang terjadi dari masyarakat pertanian ke masyarakat
industri, maka kesenjangan berkaitan dengan pola dan gaya hidup, cara kerja dan
perolehan hasil yang diinginkan, mau tidak mau harus diatasi dengan suatu
tindakan penyesuaian. Dalam dunia pertanian, ada masa tunggu antara menanam
dan menuai (lama), dan dalam dunia industri, masa tunggu itu berlangsung antara
mulai bekerja dan saat penggajian (lebih singkat). DAlam dunia industri terdapat
semacam perang batin antara pekerja dan pengusaha, masing-masing punya
tuntutan dan tindakan yang sangat berpengaruh terhadap satu sama lain. Perang
batin yang bisa membuat emosi bergeiolak, harus diatasi dengan cara pemahaman
yang rasional. Untuk bisa mempraktekkan konsep rasional, perlu ada bimbingan,
pengarahan, pelatihan dan pendampingan bagi para pekerja, agar perubahan status
masyarakat kita dari masyarakat pertanian menjadi masyarakat industri bukan
merupakan bencana, melainkan berkat dan kesenangan. Bimbingan, pengarahan
dan pendampingan perlu diberikan untuk mengubah mindset para pekerja, agar
pengaruh kebiasaan, pola dan gaya hidup sebelumnya yang tidak baik, bisa pelan-
pelan diubah agar tidak menjadi hambatan mencapai keberhasilan. Tentu selain
pendidikan dan pelatihan, diperlukan juga pengkondisian, dari pihak pemerintah,
pengusaha (perusahaan), dan masyarakat yang sudah melampaui masa kritis
peralihan ini, agar mampu memberi contoh yang dapat membantu para pekerja.
Pembuatan aturan yang jelas dan tepat, sosialisasi yang baik atas aturan-aturan itu,
beserta penerapan sanski yang tegas dan bijaksana dalam pemberlakuannya,
merupakan salah satu kondisi yang dapat membantu pemecahan masalah.
F. Kode Etik Profesi
1. Pengertian Kode Etik
Sudah sejak lama ada usaha-usaha untuk mengatur tingkah laku seuatu kelompok
masyarakat melalui suatu ketentuan-ketentuan tertulis“Sumpah Hippokrates”
adalah salah satu contoh tertua yang bisa dipandang sebagai kode etik pertama
untuk profesi dokter15. Secara sederhana, kode etik dapat dimengerti sebagai
tingkah laku moral suatu kelompok dalam masyarakat, yang dirumuskan secara
tertulis, dan diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh anggota suatu kelompok.
2. Manfaat kode etik
Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita
dan nilai-nilai bersama16. Kode etik dapat berfungsi sebagai penyeimbang atas sisi
negatif dari suatu bahaya profesi, menjadi semacam kompas penunjuk arah moral
dan sekaligus penjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat. Dengan adanya
kode etik, kepercayaan masyarakat akan suatu profesi akan dapat diperkuat, karena
setiap klien atau pasien mempunyai kepastian bahwa kepentingannya terjamin, dan
bahwa dia tidak dirugikan, atau diperalat untuk tujuan di luar dirinya sendiri.
3. Hubungan kode etik dengan etika
Dalam kaitan dengan etika, kode etik dapat dilihat sebagai produk etika terapan,
yang dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu
profesi. Kode etik merupakan perwujudan konkrit dari pemikiran atau prinsip etis
yang relevan dalam suatu profesi. Namun demikian, kode etik tidaklah
menggantikan pemikiran etis, melainkan sebaliknya selalu didampingi oleh refleksi
etis. Suatu kode etik dapat dirubah atau dibuat baru setelah terjadi penyalahgunaan
yang meresahkan masyarakat dan juga profesi itu sendiri.
4. Agar kode etik dapat berfungsi dengan baik
- Kode etik harus dibuat oleh kelompok profesi itu sendiri, bukan di drop dari
atas, dari instansi pemerintah atau instansi lain.
- Kode etik harus menjadi self-regulation (pengaturan diri) dari profesi.
Rumusannya harus muncul sebagai rangkaian niat-niat luhur, berisi perwujudan
nilai-nilai moral yang hakiki, yang ingin mereka hayati secara konkrit dan
konsisten dalam menjalankan profesi mereka
- Pelaksanaan kode etik harus tetap diawasi terus-menerus. Walau kode etik
berasal dari niat luhur mengatur diri sendiri, namun tetap saja ada kemungkinan
diabaikan atau dilanggar. Jadi, perlu adanya badan atau dewan penegak kode
etik.
BAB. V
MENGGUNAKAN WAKTU DENGAN BAIK
Dalam hidup dan dunia pekerjaan, kita memiliki waktu dengan batas-batas tertentu.
Pertanyaannya adalah bagaimana kita menggunakan waktu kerja kita yang semakin
pendek, dapat kita isi dengan kontribusi yang semakin besar, bukan saja untuk
perusahaan dan untuk diri kita sendiri, melainkan juga untuk orang-orang yang menjadi
tanggung jawab kita, bahkan untuk masyarakat yang lebih luas lagi.
A. Arti “Waktu” bagi Manusia
1. Waktu sebagai kesempatan
Waktu berarti kesempatan, yang dapat kita isi secara sadar dan bertanggungjawab.
Dalam kaitan dengan pekerjaan, waktu adalah kesempatan yang tersedia bagi kita
untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan
kepada kita untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas dan tanggungjawab yang
dipercayakan kepada kita. Dalam hal ini, waktu yang tersedia bagi kita untuk
mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan yang banyak dan beragam. Sudah banyak
pihak mengakui bahwa mengelola waktu merupakan hal utama dalam manajemen diri.
Seperti halnya kehidupan yang harus dikelola dan dikendalikan, waktu juga harus
dikelola dan dikendalikan, agar kita dapat mencapai sasaran hidup dan pekerjaan yang
telah kita tetapkan, seefektif dan seefisien mungkin1.
“Nilai hidup …bukan terletak pada panjangnya hari-hari, tetapi dari penggunaan
kita atas hari-hari itu. Seseorang bisa saja berumur panjang, tapi hanya sedikit
memperoleh dari hidup. Kebahagiaan yang kita peroleh dalam hidup, tidak
tergantung pada deretan tahun-tahun kita, tapi…pada kemauan kita”.
(Montaigne)
2. Waktu adalah hidup
Waktu sama saja dengan hidup. Bicara tentang waktu, sama dengan bicara tentang
hidup, yakni hidup yang masih bisa berbuat sesuatu, karena adanya waktu. Ketika kita
sudah kehabisan waktu, dimana kita tidak ada waktu lagi untuk bisa berbuat sesuatu,
hidup kita sudah berakhir sampai di situ. Maka, selama kita masih hidup, kita masih
punya waktu dan kesempatan. Menyia-nyiakan waktu berarti menyia-nyiakan
kesempatan2. Harus ada tanggungjawab untuk mengendalikan waktu, sehingga bisa
membawa manfaat besar bagi hubungan kita dengan Tuhan, sesama dan juga dengan
diri sendiri, bahkan dengan dunia.
“Waktu yang hilang tidak dapat ditemukan kembali” (Benjamin Franklin)
B. Manfaat Menggunakan Waktu dengan Baik
1. Menyiapkan masa depan
Setiap pekerjaan yang kita lakukan sekarang akan turut menentukan bagaimana
keadaan kita nanti. Kita bisa belajar dari apa yang dilakukan oleh semut, yang di musim
panas mencari makan dengan rajin, untuk persiapan di musim dingin yang akan datang.
Menggunakan waktu dengan baik, mengisinya dengan hal-hal yang positif dan
bermanfaat, dimaksudkan salah satunya adalah untuk mempersiapkan masa depan kita
yang lebih baik.
2. Mewariskan sesuatu kepada orang lain
Orang-orang sukses (contoh: Bill Gates, George Soros atau Konosuke Matsushita)
lebih ‘kaya’ daripada kita, padahal sama-sama diberi jatah waktu yang sama dengan
kita. Kalau ditelusuri dengan baik, sebabnya adalah mereka tidak ingin membuang-
buang waktu yang terbatas itu untuk melakukan hal-hal yang tidak berguna. Apa yang
mereka hasilkan, dan kemudian akan mereka wariskan, bukan hanya kekayaan dalam
bentuk materi, yang semakin lama bisa saja habis, atau dicuri orang, tetapi hal-hal yang
berkontribusi pada peningkatan peradaban manusia. Pepatah yang mengatakan ‘gajah
mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan jasa’, sungguh benar adanya.
Inilah yang kita maksud dengan kontribusi yang semakin besar, yang tidak selalu harus
sudah bisa dinikmati selama kita masih hidup, tetapi masih bisa juga dirasakan ketika
kita sudah tidak ada lagi (keluar dari waktu).
3. Manfaat praktis lainnya
Selain manfaat yang disebutkan di atas, beberapa manfaat praktis penggunaan waktu
yang dikelola secara baik, dapat ditambahkan berikut ini3:
- dapat mengurangi dan mengontrol jadwal/pekerjaan/aktifitas yang padat.
- Dapat melakukan sesuatu lebih banyak karena mampu menentukan prioritas
- Mempunyai energi yang lebih, karena setiap energi yang kita keluarkan sesuai
dengan kebutuhan.
- Kesempatan mencapai suatu keberhasilan akan lebih mudah karena kita mampu
melakukan pengaturan kegiatan sesuai dengan tingkat kebutuhan yang kita
miliki.
- Kita merasa lebih baik, tidak tegang, bisa rileks, bukan karena kerja menjadi
enteng, tapi karena kita sudah mempunyai peta masalah untuk diselesaikan
berdasarkan waktu yang tersedia
“Penundaan adalah pencurian terhadap waktu” (Edward Young)
3E. Widijo Hari Murdoko, “What it takes to be leader plus”, (Jakarta, Elex Media
Komputindo, 2005), hal.131
C. Membuat Perencanaan Waktu
1. Pentingnya perencanaan
Kita mengenal apa yang disebut dengan POAC (Planning, Organizing, Actuating, and
Controlling). Perencanaan menjadi kompas tempat semua orang mendasarkan
kegiatannya dan bertindak sebagai peta yang memberikan bimbingan tentang arah yang
dituju dan bagaimana mencapainya. Perencanaan yang salah atau asal-asalan bisa
membawa kearah kekacauan. Namun demikian, lebih baik memiliki rencana yang
kurang baik ketimbang tidak memiliki rencana sama sekali. Setidaknya, rencana yang
salah bisa memberi kita pelajaran berharga untuk lebih sungguh-sungguh dalam
membuat rencana-rencana berikutnya.
2. Prinsip perencanaan
Secara prinsipil, perencanaan dilakukan agar setiap kegiatan memiliki tujuan yang jelas
dan ada cara yang paling tepat dan efisien untuk mencapai tujuan tersebut. Prinsip
utama dari setiap perencanaan adalah bahawa ia ditujukan untuk pencapaian tujuan.
Dalam kaitan dengan pengelolaan waktu, perencanaan dibuat agar orang dapat
mencapai hasil optimal kendati memiliki waktu yang terbatas.
Prinsip penting lain dari perencanaan adalah bahwa perencanaan harus dibuat
berdasarkan fakta atau sesuai kenyataan. Perencanaan perlu bahkan harus diperbaharui
terus menerus supaya tetap relevan dan mampu menjawab perubahan.
3. Manfaat perencanaan
Manfaat yang paling mendasar adalah adanya tujuan yang jelas, obyektif dan rasional.
Seorang ahli mengatakan bahwa perbedaan antara orang yang berhasil dengan orang
yang gagal hanya satu, yaitu bahwa yang berhasil itu memiliki rencana, sementara yang
gagal tidak. Dengan adanya tujuan yang jelas, setiap tindakan dan kegiatan kita menjadi
terarah, teratur, dan efisien. Manfaat lainnya adalah kita bisa mendayagunakan sumber
daya yang terbatas.
Dalam penggunaan waktu, sering sekali terjadi kesalahan. PErencanaan sengaja dibuat
agar kesalahan tidak terjadi. Perencanaan dibuat agar kita tetap memiliki kendali atas
waktu kita dan tidak terbawa arus. “Good plan is hal work done”. Rencana yang bagus
sama dengan selesainya setengah dari pekerjaan.
4. Pra-perencanaan
Pra-perencanaan berfungsi memberikan input data yang dibutuhkan dalam
perencanaan. Jadi ada dua langkah inti dari perencanaan : pra-perencanaan dan
perencanaan itu sendiri. Dalam pra-perencanaan, dipersiapkan hal-hal yang diperlukan
untuk membuat perencanaan nantinya: Pertama, dengan melihat kondisi obyektif diri
kita sendiri tentang bagaimana kita menggunakan waktu kita; kedua, dengan mencatat
seluruh hal yang menyangkut diri kita saat ini, saat sebelum perencanaan. Ketiga:
dengan mengumpulkan pengetahuan yang diperlukan tentang manajemen waktu.
Keempat, dengan melihat tujuan kita sendiri. Tujuan kita harus sesuai dengan misi
hidup yang kita sudah tentukan sebelumnya, dan juga sesuai dengan keyakinan kita.
5. Perencanaan jauh dan dekat
Perencanaan biasanya dibuat berdasarkan waktu atau periode tertentu, misalkan,
mingguan atau harian. Ada juga yang berupa long term plan. Misi hidup hanya bisa
diwujudkan jika kita berkomitmen seumur hidup padanya. Untuk menterjemahkan
komitmen itu ke dalam rencana aksi yang bisa dijalankan, dibutuhkan rencana jangka
panjang. Kita harus membuat terlebih dahulu perencanaan jangka jauh, lalu
menganalisa apa saja yang harus dilakukan dalam jangka yang lebih pendek agar
rencana jauh itu bisa diwujudkan.Dengan begitu, rencana jangka pendek adalah
terjemahan sekaligus penunjang rencana jangka panjang.
6. Daftar “to-do list” dan schedule
Ada keterkaitan kuat antara daftar tindakan (to-do list) dengan jadwal (schedule).
Pertama yang kita lakukan adalah membuat pengelompokan dan kemudian prioritas
apa saja yang bisa dilakukan dalam sehari atau seminggu. Setelah selesai dilakukan,
jadwal dibuat untuk mengatur daftar tersebut. Yang diatur bukan prioritasnya, tetapi
waktunya. Pembuatan jadwal sangat penting dilakukan agar setiap aktifitas bisa
tersusun rapid an tidak tumpang tindih. Perpaduan antara daftar tindakan dengan jadwal
pada akhirnya menjadi rencana aksi (action plan) yang membantu pencapaian tujuan,
baik itu harian maupun mingguan.
“Mengatur pada dasarnya bukanlah akhir suatu tujuan, tetapi sebuah sarana
menuju ke tujuan itu sendiri”. (Peter F. Drucker)
D. Membuat prioritas
1. Pentingnya prioritas
- Prioritas penting diketahui karena:
- masing-masing kegiatan memiliki bobot yang berbeda, ada kegiatan yang
penting, ada banyak yang tidak penting
- waktu kita terbatas, hanya ada 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan
dan 365 hari per tahun.
- kita tidak bisa berada di dua tempat sekaligus
- prioritas berhubungan dengan efektifitas dan produktifitas
2. Kendala yang sering terjadi
Dalam masalah penentuan prioritas, sering terjadi hal-hal seperti di bawah ini:
- tidak paham bobot pentingnya suatu kegiatan
- gagal melihat hubungan kegiatan dengan tujuan jauh dengan apa yang harus
dilakukan hari ini
- kecenderungan menghindari yang sulit, memilih yang mudah (bersifat bawah
sadar, terasa sebagai mekanisme otomatis, padahal bisa jadi itu hanya karena
kebiasaan yang salah).
3. Efektifitas penggunaan waktu
Ekonom Italia, Vilfredo Pareto mengamati bahwa 20% perusahaan menyumbang 80%
GNP suatu negara, sedangkan 80% perusahaan lainnya hanya menyumbang 20%
sisanya. Prinsip Pareto atau aturan 20/80 ini telah diterapkan dalam banyak bidang,
termasuk manajemen waktu4. Prinsipnya adalah 20% kegiatan menyumbang pada 80%
hasil, dari kegiatan hanya menyumbang 20% dari sisanya. Contohnya, adalah
pembuatan rencana harian, mungkin hanya butuh waktu setengah jam saja untuk itu,
tapi manfaatnya dapat dirasakan seharian, sehingga hari itu pun bisa menjadi lebih
efektif. Hal ini berlaku untuk rencana mingguan, bulanan dan tahunan.
“Hanya sekitar 1/5 dari apa yang Anda lakukan menentukan 4/5 dari apa yang
anda capai” (Jeff Davidson)
4. Menentukan skala prioritas
Ada banyak cara untuk menentukan skala prioritas, tapi intinya adalah untuk memberi
nilai pada setiap kegiatan. Nilai itu biasanya berupa huruf (A, B, C, dst) atau angka (1,
2, 3, dst) berdasarkan tingkat kepentingan yang ditetapkan oleh masing-masing orang
menurut kemauannya sendiri, sehingga kita memiliki sebuah peta kegiatan kita, dari
yang merupakan prioritas utama sampai yang terakhir.
E. Pendelegasian dan Penggunaan Waktu
Pendelegasian adalah pemindahan wewenang dan kepercayaan kepada orang lain.
1. Manfaat pendelegasian
- memungkinkan pengerjaan tugas dengan lebih efektif, memungkinkan pekerjaan
dapat diselesaikan dengan lebih cepat
- memungkinkan peningkatan produktifitas
- organisasi hanya mungkin karena adanya pendelegasian. Organisasi modern, yang
rumit dan melibatkan ribuan orang, hanya mungkin beroperasi karena adanya
pendelegasian bertingkat-tingkat; tanpa itu mustahil akan bisa berjalan.
Inti dari pendelagasian adalah memanfaatkan waktu orang lain sehingga kita tidak perlu
mengerjakan semuanya sendirian dengan waktu yang terbatas.
2. Cara pendelegasian
- meminta orang lain untuk mengerjakan sesuatu sepenuhnya
- meminta orang lain menggantikan posisi kita untuk sementara
- meminta orang lain untuk menemui seseorang
- meminta orang lain membantu sebagian pekerjaan
3. Pembatalan pendelegasian
Ada dua pertimbangan di mana pendelegasian perlu ditarik kembali:
- waktu: pendelegasian harus diperiksa secara periodik
- kualitas: setiap tugas juga memiliki ambang batas terendah dalam hal kualitas.
“Waktu selalu terbang tinggi, tanpa pernah kembali” (Virgil)
F. Kemampuan Lain yang Menunjang Efektifitas Penggunaan Waktu
1. Membaca dengan cepat
Kita perlu memilih bacaan yang benar-benar menunjang kerja atau profesi kita,
membuat kategori bacaan-bacaan yang harus dibaca berdasarkan prioritas. Dan yang
paling penting adalah mengembangkan kemampuan membaca sekilas (scanning), yaitu
dengan membaca judulnya dulu. Bila penting, kit abaca, bila tidak, kita lewatkan saja.
2. Mengelola kertas kerja
Kita perlu menyaring (screening) kertas kerja apa saja yang boleh masuk dan mana
yang terlarang. Lewat penyaringan ini akan banyak menghemat waktu, karena tidak
harus melihat kertas kerja yang tidak penting dan memaksa kita untuk membaca
bahkan mungkin meresponnya.
3. Menjawab surat kerja dengan efektif
PAda prinsipnya, surat harus dijawab, dan hal itu menyita waktu kita. Agar surat-surat
tidak menumpuk di meja, sebaiknya kita segera menjawab surat yang masuk dengan
singkat dan cepat sehingga menghemat banyak waktu.
4. Mengelola e-mail
- beri e-mail hanya kepada pihak yang berkepentingan saja
- keluar dari chat group atau milis yang tidak perlu
- lakukan cek e-mail tiga kali sehari dengan jadwal ketat dan terbatas dan langsung
hapus e-mail yang tidak perlu
BAB. VI
MELAKSANAKAN KEWAJIBAN
A. Kewajiban Karyawan terhadap Perusahaan
1. Tiga kewajiban penting karyawan
Dari sekian banyak kewajiban yang dapat disebutkan, disini kita bicarakan tiga
kewajiban penting, terutama yang mengikat secara moral, mencakup: kewajiban
ketaatan, konfidensialitas, dan loyalitas1.
a. Kewajiban ketaatan
Karyawan harus mentaati atasannya karena atasan itu mengikat seluruh anak buahnya
dalam suatu system untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepada
timnya2. Namun itu tidak berarti karyawan harus mentaati semua perintah dari atasan.
Hanya perintah-perintah yang wajar atau masuk akal3 saja yang perlu ditaati.
- karyawan tidak perlu, malah tidak boleh mematuhi perintah dari atasan yang
menyuruh dia melakukan sesuatu yang tidak bermoral.
- Karyawan tidak wajib mematuhi perintah atasan yang tidak wajar, walau dari
segi etika tidak ada keberatan, misal perintah untuk memperbaiki atap yang
bocor, memperbaiki mobil pribadi, dll
- Karyawan tidak perlu mematuhi perintah yang memang demi kepentingan
perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan penugasan yang disepakati ketika ia
menjadi karyawan di perusahaan itu.
-
b. Kewajiban konfidensialitas
Karyawan wajib menyimpan informasi perusahaan yang bersifat konfidensial (rahasia),
yaitu segala data atau informasi dari sebuah perusahaan, yang dapat digunakan oleh
pihak lain, terutama competitor untuk menghantam perusahaan tersebut4. Yang perlu
dicatat disini, kewajiban konfidensial tidak saja berlaku selama karyawan bekerja di
perusahaan itu, tetapi berlaku juga bila ia pindah kerja.
c. Kewajiban loyalitas
Loyal atau setia kepada perusahaan berarti menempatkan kepentingan perusahaan di
atas kepentingan pribadi5. Seorang karyawan harus menghindari apa saja yang bisa
merugikan kepentingan perusahaan. Karyawan tidak boleh menjalankan kegiatan
pribadi, yang bersaing dengan kepentingan perusahaan. Termasuk di dalamnya masalah
etis seperti menerima komisi atau hadiah selaku karyawan perusahaan.
TEKNISI KOMPUTER
Achmad, 25 tahun, belum menikah, bekerja sebagai teknisi di PT “Suka Melayani”,
yang bergerak di bidang komputer. Lima tahun yang lalu Achmad mendapat training
atas biaya perusahaan selama enam bulan. Dalam pekerjaannya Achmad biasanya
keliling (kantor dan rumah pribadi) untuk mereparasi computer. Achmad sering
menawarkan kepada klien untuk mereparasi computer dengan harga lebih murah; kalau
begitu, hasilnya tidak disalurkan ke perusahaan tapi langsung masuk ke kantongnya
sendiri. Hal itu ia lakukan dalam waktu kerja, tapi juga pada hari Minggu/libur6
2. Perihal melaporkan kesalahan perusahaan
Berkaitan dengan kewajiban-kewajiban di atas, satu hal menjadi pertanyaan penting:
Apakah seorang karyawan boleh melaporkan kesalahan perusahaan ke pihak luar?7.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, dapat dikatakan bahwa karyawan tidak saja
mempunyai kewajiban terhadap perusahaan, melainkan juga – seperti setiap orang –
mempunyai kewajiban terhadap masyarakat umum. Kalau pelaporang itu adalah hal
yang mendesak, maka pelaporan itu bukan hanya boleh, tapi harus dilakukan.
Agar pelaporan kesalahan perusahaan kepada pihak luar dapat dibenarkan secara moral,
maka syarat-syarat berikut harus dipenuhi.
- kesalahan perusahaan harus besar (kerugian besar ada pada pihak ketiga,
pelanggaran HAM, bertentangan dengan tujuan perusahaan).
- Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar
- Pelaporan dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian pada
pihak ketiga, HAM dan tujuan perusahaan, dan bukan karena motif lain.
- Pemecahan masalah secara intern harus ditempuh terlebih dahulu, sebelum hal
itu dibawa keluar
- Harus ada kemungkinan riil bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses,
dalam arti akan mendapat tanggapan positif
“Saat kewajiban menuntut kita, saat itulah karakter memainkan peranan
penting” Unknonwn
B. Kewajiban Perusahaan terhadap Karyawan
Dari sekian banyak kewajiban penting perusahaan terhadap karyawan, di sini akan
dibahas empat kewajiban pokok, yakni: tidak boleh mempraktekan diskriminasi,
menjamin kesehatan dan keselamatan kerja, memberikan gaji yang adil, dan tidak
boleh memberhentikan karyawan dengan sewenang-wenang8.
1. Tidak boleh mempraktekan diskriminasi
Dalam konteks perusahaan, diskriminasi terjadi apabila beberapa karyawan
diperlakukan dengan cara yang berbeda, karena alasan yang tidak relevan (misal,
perbedaan agama, ras atau jenis kelamin).
Argumentasi etis tentang mengapa perusahaan tidak boleh mempraktekan
diskriminasi ada beragam, karena bisa didasarkan pada beberapa teori etika yang
berbeda.
- argument utilitarisme : diskriminasi merugikan perusahaan itu sendiri. Aprbila
perusahaan lebih mengutamakan gaktor-faktir lain dalam menerima dan
menempatkan karyawan, maka akan ketinggalan dalam kompetensi global.
- Argument deontologis: diskriminasi menghina martabat dari manusia yang
didiskriminasi. Menyamakan orang dengan satu ciri saja (agama, keyakinan
politik, ras, dll), merupakan pelecehan terhadap martabat atau hak azasi
seseorang.
- argumen keadilan: diskriminasi bertentangan dengan keadilan. Keadilan
menuntut bahwa semua orang kita perlakukan dengan cara yang sama, kalau
tidak ada alasan memperlakukan mereka dengan cara yang berbeda.
- Khusus mengenai favoritisme (kecenderungan mengistimewakan orang tertentu
dalam seleksi karyawan), merupakan bentuk memperlakukan orang dengan cara
yang tidak sama, tapi favoritisme tidak terjadi karena prasangka buruk.
2. Menjamin kesehatan dan keselamatan kerja
- - keselamatan kerja: bisa terwujud bilamana tempat kerja itu aman – bebas dari
resiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan
mati. Sedangkan kesehatan kerja dapat direalisasikan kalau tempat kerja sehat –
bebas dari resiko terjadinya gangguan kesehatan atau penyakit sebagai akibat
dari keadaan di tempat kerja
- ancaman keselamatan kerja biasanya terjadi secara mendadak dan langsung
mengakibatkan kerugian nyata.
Hampir semua Negara modern mempunyai peraturan hukum guna melindungi kaum
pekerja. Kalau tidak ada, maka ada kewajiban etis bagi majikan atau yang menyediakan
pekerjaan untuk melindungi para pekerjanya dari ancaman tersebut. Alasan penting dari
kewajiban etis adalah:
- hak si pekerja: setiap pekerja berhak atas kondisi kerja yang aman
- alasan deontologist: manusia harus diperlakukan sebagai tujuan pada dirinya,
dan tidak pernah sebagai sarana belaka.
- Alasan utilitaristis: Tempat kerja yang aman dan sehat paling menguntungkan
bagi perusahaan itu sendiri, bagi masyarakat, dan bahkan bagi ekonomi Negara.
Perusahaan sering membela diri dengan alasan :
- kematian atau kerugian si pekerja tidak secara langsung disebabkan oleh
tindakan pimpuman perusahaan
- si pekerja menerima resiko kerja dengan suka rela (tahu resiko dari kerjanya)
Berkaitan dengan pekerjaan yang beresiko tinggi, sebagai pembenaran etis untuk
menerima seseorang, dan untuk menjamin bahwa si pekerja sungguh bebas, maka
beberapa syarat perlu dipenuhi dulu:
- harus tersedia pekerjaan alternative
- calon pekerja harus diberi informasi mengenai resiko apa saja yang berkaitan
dengan pekerjaan itu.
- Perusahaan harus mengupayakan dengan sebaik mungkin agar resiko-resiko
kesehatan dan keselamatan kerja bisa ditekan seminimal mungkin.
3. Memberi gaji yang adil
a) Pandangan tentang gaji yang adil
- - pandangan liberalistis: upah atau gaji merupakan imbalan atas prestasi. Dalam
pandangan ini, masalah terutama dilihat dari sudut perusahaan
- - pandangan sosialistis: menekankan bahwa gaji yang adil harus sesuai dengan
kebutuhan si pekerja
b) Pertimbangan untuk gaji yang kecil
enam faktor sebagai pertimbangan untuk menetapkan upah atau gaji yang adil:
- peraturan hukum: kesesuaiannya dengan hukum yang berlaku.
- Upah yang lazim dalam sector industri atau daerah tertentu: ini adalah sebuah
pertimbangan di mana dalam semua sector industri, gaji atau upah itu tidak
sama
- Kemampuan perusahaan: kemampuan masing-masing perusahaan berbeda satu
sama lain
- sifat khusus pekerjaan tertentu: tidak semua tugas dalam perusahaan sama
beratnya
- perbandingan dengan upah/gaji lain dalam perusahaan: kalau pekerjaan tidak
mempunyai sifat khusus yang menuntut pendidikan dan pengalaman khusus,
dan tidak mengandung resiko tertentu, maka prinsipnya gaji diberikan secara
sama
- perundingan upah yang fair: ini dimaksudkan untuk menghindari bahwa gaji
ditentukan secara sepihak, yakni oleh perusahaan
- khusus mengenai masalah senioritas dan imbalan rahasia yang hamper selalu
dipraktekkan, membutuhkan pertimbangan lain.
4. Tidak boleh memberhentikan karyawan dengan sewenang-wenang
Menurut Garrett dan Klonoski, dengan lebih konkret, kewajiban majikan dalam
memberhentikan karyawan dapat dijabarkan ke dalam tiga butir berikut:
- majikan hanya boleh memberhentikan karyawan karena alasan yang tepat
- majikan harus berpegang pada prosedur yang semestinya: selain aturan hukum
yang ada, diharapkan setiap perusahaan memiliki prosedur yang jelas mengenai
cara pemberhentian karyawan, dan bahkan perusahaan konsisten berpegang
pada aturan itu
- majikan harus membatasi akibat negative bagi karyawan sampai seminimal
mungkin
BAB. VII
MENGHAYATI BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi pada hakikatnya merupakan pondasi suatu organisasi. Jika
pondasi yang dibuat tidak cukup kokoh, maka betapapun bagusnya suatu bangunan,
pondasi itu tidak akan cukup kokoh untuk menopangnya. Suatu budaya organisasi
yang baik dapat mengarahkan, mengikat, dan memotivasi setiap individu yang
terlibat di dalamnya, untuk bersama sama berusaha menciptakan suasana yang
mendukung bagi upaya pencapaian tujuan yang diharapkan.
A. Pengertian budaya organisasi
1. Beberapa pengertian
Menurut Piti Sithi Amnui (seorang CEO Bangkok Bank), secara umum budaya
organisasi dapat diartikan sebagai “a set of basic assumption and belief that are
shared by members of an organization, being developed as they learn to cope with
problems of external adaption and internal integration”1. Webster’s Dictionary
mendefinisikannya sebagai “Behavior typical of a group or class”, yang
dikomentari lebih lanjut oleh Sithi Amnui “….it is the manifestation of group
values revealed in the common behavior pattern of the members of the group. This
is (culture) exists where a group of people can be identified as having common
objectives and a common history”.
CEO Starbucks, Howard Schult, mengatakan bahwa budaya organisasi adalah
“Kebiasaan kerja seluruh manajemen dan karyawan suatu perusahaan yang telah
diterima sebagai standar perilaku kerja, serta membuat mereka terikat secara
emosional kepada perusahaan”2
2. Pemberi arah perilaku
Organisasi atau perusahaan perlu memiliki budaya yang khas perusahaan sendiri
yang dapat memberi arah bagi setiap pekerja untuk mencapai tujuan perusahaan.
Merupakan pemahaman baru tentang organisasi perusahaan, di mana perusahaan
dipandang sebagi mempunyai budaya, yang dapat mempengaruhi sikap dan
perilaku para anggotanya.
Tujuh karateristik primer yang menangkap hakikat dari budaya suatu organisasi3.
yaitu:
- inovasi dan pengambilan resiko
- perhatian ke rincian
- orientasi hasil
- orientasi orang
- orientasi tim
- keagresifan
- kemantapan
3. Kultur dan subkultur
Kebanyakan suatu organisasi besar mempunyai suatu budaya yang dominan dan
sejumlah anak budaya4.
Budaya organisasi dikatakan sebagai budaya dominant karena memberi kepribadian
yang jelas pada sebuah organisasi, berbeda dari organisasi lainnya. Budaya
dominan merupakan keyakinan dasar, yang melandasi dan mengarahkan segala
keputusan penting kelompok atau organisasi. Intinya (core culture) menjadi pola
perilaku bersama dari sebagian besar anggota kelompok. SEdangkan anak budaya
(subkultur) adalah budaya-budaya kecil di dalam suatu organisasi.
B. Proses terjadinya budaya organisasi
1. Peran penting dari pendiri
Visi dan misi organisasi tidak terlepas dari nilai-nilai pendiri organisasi (founder).
Nilai-nilai itu harus diaktualisasikan dan menjadi napas bagi organisasi yang ada.
Founder harus menjadi a man of vision; one whose horizon is not this year, next
year, but rather 5, 10, 20, or even 100 years in the future5.
Dari pengalaman masa lalu founder, dia membangun rentetan nilai di atas mana
filosofi usaha / kerjanya diletakkan. Dia juga menjadi embodiment of values and
beliefs terhadap para anggotanya.
Sumber: Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi, jilid II, hal.303
ManajemenPuncak
Sosialisasi
Budaya organisasi
Kriteria seleksi
Filsafat dari pendiri
organisasi
2. Budaya kuat/dominan
Budaya kuat adalah budaya organisasi yang ideal, yang mempunyai dampak yang
lebih besar pada perilaku karyawan, yakni mampu mempengaruhi intensitas
perilaku. Hal ini bisa dibandingkan juga dengan rumusan lain yang mengatakan “A
strong kulture is characteristic by the organization’s core values being intensely
held, clearly ordered, and widely shared”5
Jadi, budaya yang kuat adalah yang dipegang semakin intensif, semakin mendasar
dan kukuh, semakin luas dianut, dan semakin jelas disosialisasikan dan diwariskan.
Pada kondisi lingkungan tertentu, organisasi yang tidak memiliki budaya kuat
malah menunjukkan kemampuan adaptasi yang cepat dengan lingkungan yang
kuat. Maka Kotter dan Heskett menarik kesimpulan bahwa hanya budaya organisasi
yang mendukung organisasi untuk mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan
perubahan lingkunganlah yang dapat menunjukkan kinerja yang tinggi6.
“Suatu budaya organisasi yang kuat meningkatkan konsistensi perilaku”
Stephen P. Robbins
C. Pentingnya Budaya Organisasi
1. Memberikan peneguhan
Supaya seseorang dapat menjalankan fungsinya secara efektif dalam suatu
organisasi, seseorang perlu tahu bagaimana mengerjakan atau harus melakukan
sesuatu, termasuk bagaimana berperilaku sebagai anggota organisasi, khususnya
dalam lingkungan organisasinya.
Dengan kemampuannya membentuk perilaku pekerja, maka budaya organisasi
membawakan manfaat bagi organisasi7, di antaranya:
- menyeragamkan sikap terhadap persyaratan dan tuntutan pekerjaan
- menyamakan pengertian tentang pasaran dan hasil yang akan dicapai
- membentuk satu tatanan kerja yang tidak bertentangan dengan sasaran dan hasil
yang akan dicapai
- membuka peluang pengembangan potensi karyawan seoptimal mungkin
- membantu agar manajemen sistem kualitas dapat berperan
2. Menggali potensi diri
Budaya organisasi mempengaruhi sikap, motivasi, perilaku dan kinerja bisnis. Jadi,
budaya organisasi sudah menjadi “strategic tools”, yang berdaya saing tinggi dalam
mencapai kesuksesan sebuah bisnis. Khusus mengenai budaya organisasi yang
kuat, dapat dikatakan akan dapat memberikan hasil yang optimal, jika memiliki tiga
ciri khas sebagai berikut8:
- kuatnya budaya bukan hanya di atas kertas, melainkan secara nyata memnadu
perilaku sehari-hari karyawan.
- Budaya itu secara strategis telah sesuai dengan kondisi perusahaan
- Budaya itu tidak menghalangi perubahan tetapi mendukung perusahaan
3. Memainkan beberapa fungsi khusus
- menetapkan tapal batas; budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara
suatu organisasi dan organisasi yang lain
- membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi
- mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada
kepentingan diri individual seseorang
- meningkatkan kemantapan sistem sosial
- mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap
serta perilaku para karyawan
Gambar bagaimana budaya organisasional berdampak pada kinerja dan kepuasan :
D. Sosialisasi dan Internalisasi Budaya Organisasi
1. Tahap Sosialisasi
TErdiri dari 3 tahap : prakedatangan, perjumpaan dan metamorfosis. Tahap pertama
meliputi semua pembelajaran yang terjadi sebelum seseorang anggota baru bergabung
dengan suatu organisasi. DAlam tahap kedua karyawan baru itu melihat seperti apakah
organisasi itu sebenarnya dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan kenyataan
dapat berbeda. Dalam tahap ketiga, perubahan yang relatif tahan lama akan terjadi.
- Tahap prakedatangan: yaitu tahap dalam proses sosialisasi, di mana seseorang
karyawan baru mempersiapkan diri sebelum bergabung ke suatu organisasi,
misalnya mengikuti training di tempat lain sebelum memasuki perusahaan.
- Tahap perjumpaan: yaitu tahap dalam proses sosialisasi, di mana seorang
karyawan baru menyaksikan seperti apa sebenarnya organisasi itu dan
menghadapi kemngkinan bahwa harapan dan kenyataan dapat berbeda.
- Tahap metamorfosis: yaitu tahap dalam proses sosialisasi, di mana seorang
karyawan baru menyesuaikan diri pada nilai dan norma kelompok kerjanya.
Peran pemimpin, selain mensosialisasikan budaya organisasi, dia adalah model
peran yang mendorong anggotanya untuk mengidentifikasi dan menginternalisasi
keyakinan, nilai-nilai yang ada dalam budaya organisasi. Jadi, seorang pemimpin
harus mampu memberikan visi dan misi atau arah yang jelas kemana organisasi
akan dibawa, sehingga pemimpin diharapkan dapat menciptakan budaya yang
kondusif dalam organisasinya.
2. Proses internalisasi
Internalisasi budaya adalah proses menanamkan dan menumbuh-kembangkan suatu
nilai atau budaya menjadi bagian diri (self) orang yang bersangkutan. Jika
sosialisasi lebih ke samping (horizontal) dan lebih kuantitatif, maka internalisasi
lebih bersifat vertical dan kualitatif9. Penanaman dan penumbuh-kembangan nilai
tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik-metodik pendidikan dan pengajaran,
seprti: pendidikan, pengarahan, indoktrinasi, brain-washing, dan lain sebagainya.
Budaya kuat mempunyai dampak yang lebih besar pada perilaku karyawan, dan
harus diinternalisasikan kepada para anggotanya, sehingga dapat diwujudkan dalam
pola perilaku sehari-hari.
Apabila budaya organisasi sudah bisa diterima dan dihayati oleh pekerja berarti ia
telah menginternalisasi norma-norma dan nilai-nilai dari budaya organisasi itu,
serta menghayati kesatuan dengan kelompok kerjanya serta seluruh komunitas
organisasi.
Beberapa karateristik dari budaya organisasi yang sudah terinternalisasi dengan
baik, dapat Nampak jelas dalam diri para anggotanya10:
- it must be common: pola tingkah laku yang diinginkan hadir dalam diri
mayoritas anggota organisasi atau perusahaan
- it must be habitual: seorang pelanggan datang di counter, pelayan menatapnya
dengan senyum, sambil mengucapkan selamat pagi/siang/sore.
- It is spontaneous: teman sekerja yang sedang dalam kesuitan atau butuh
pertolongan, temannya datang, secara spontan, memberikan bantuan, tanpa
harus diminta terlebih dahulu
- It is a deeply-hel conviction: tanpa memperdebatkan lagi, semuanya yakin
bahwa mereka adalah yang terbaik, dan bahwa mereka ingin mempertahankan
dan meneruskan hal itu
- It is visible: setiap orang dalam kelompok atau perusahaan memiliki hubungan
persaudaraan yang hangat, yang terungkap melalui senyuman,salam, mau
mengambilkan kursi atau segelas minuman untuk temannya.
BAB. VIII
MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN
A. Pengertian Pelayanan
1. Dimensi-dimensi pelayanan
Umumnya pelayanan lebih bersifat intangibles, tidak dapat dilihat dan diraba,
sehingga penggunanya hanya bisa merasakan melalui pengalaman langsung.
Namun, pelayanan mencakup juga hal-hal yang tangibles, yang bisa dilihat dan
diraba, berupa dimensi fisik dari pelayanan itu sendiri. Contohnya: usaha-usaha
jasa, perbankan, asuransi, perhotelan, pariwisata, rumah sakit, lembaga pendidikan,
serta usaha jasa lainnya.
Dalam rangka melakukan survey tentang kepuasan pelanggan, Valarie A. Zeithaml1
menyebutkan adanya sepuluh criteria atau dimensi yang menjadi perhatian
pelanggan sehubungan penilaian atas kualitas pelayanan:
- tampilan (tangibles)
- keandalan (reliability)
- tanggap (responsive)
- kompetensi (competence)
- kesopanan (courtesy)
- kepercayaan (credibility)
- keamanan (security)
- keterbukaan (access)
- komunikasi (communication)
- mengerti pelanggan (understanding the customer)
Kesepuluh criteria tersebut memiliki lima dimensi (tampilan, keandalan, tanggap,
keyakinan, empati) yang memiliki arti sbb:
- tampilan : tercermin pada fasilitas fisik, gedung, peralatan, personil dan bahan
komunikasi
- keandalan: kemampuan memenuhi pelayanan yang dijanjikan secara tepat dan
terpercaya
- tanggap: kemauan untuk membantu pelanggan dengan menyediakan pelayanan
yang tepat
- keyakinan: pengetahuan dan kesopanan dari para pegawai dan kemampuan
mereka menerima kepercayaan dan kerahasiaan
- empati: perhatian individual yang diberikan oleh perusahaan kepada para
pelanggan
2. Pelayanan berkualitas
Pelayanan disebut berkualitas apabila dapat memenuhi bahkan melebihi harapan
para penggunanya. Tinggi rendahnya kualitas pelayanan sangat ditentukan pleh
pengguna jasa layanan itu sendiri.
Dari kelima dimensi yang disebutkan, dimensi non fisik, yang terdiri atas empat
dimensi, memiliki sifat dinamis serta pengaruh yang sangat besar dibandingkan
dengan dimensi fisik, yang umumnya lebih bersifat statis, namun signifikan juga.
3. Produk barang dan jasa
Industri-industri yang memproduksi dan menjual berbagai produk barang, disertai
juga oleh unsur pelayanan. PElayanan itu selalu menyertai produk barang, mulai
dari proses produksinya, tapi terutama dalam proses penyampaiannya kepada para
pembeli atau pelanggan, bahkan termasuk proses pasca pembelian barang.
B. Kesenjangan (Gap) Kualitas Pelaya1. Faktor-faktor yang mempengaruhi
harapan pelanggan1:
- komunikasi dari mulut ke mulut: harapan yang timbul di hati orang akan
kualitas pelayanan tertentu dapat disebabkan oleh apa yang ia dengar dari
teman-teman atau tetangganya
- kebutuhan pribadi: harapan dari masing-masing orang bisa berbeda-beda,
tergantung dari berbagai kondisi yang menyertainya
- pengalaman masa lalu: misal pengalaman tentang baik/buruknya pelayanan
yang pernah diterima seseorang ketika berbelanja di suatu toko tertentu
sehingga membuatnya tidak/kembali ke toko tersebut
- komunikasi eksternal: berkaitan dengan apa-apa yang disampaikan ke luar oleh
pihak perusahaan mengenai kualitas atau pelayanan lain yang mereka sediakan
Selain faktor di atas, faktor lainnya adalah masalah harga, yang bisa mempengaruhi
dan lebih menentukan keputusan seseorang untuk membeli atau tidak sebuah
produk.
2. Beberapa kesenjangan yang terjadi
Menurut pendekatan servqual dari Zeithaml, ada empat kesenjangan yang
berpotensi sebagai penyebab utama terjadinya kegagalan kualitas pelayanan.
Gambar kesenjangan kualitas pelayanan:
PELANGGANDari mulut ke mulut
Pelayanan yang diharapkan
Kebutuhan pribadiPengalaman
masa lalu
PENYEDIA
Gap 1 Gap 3
Gap 2
Sumber: Valarie A. Zeithaml, at all, Delivering Quality Service, p. 46
Kesenjangan 1: kesenjangan antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen
Kesenjangan 2: Kesenjangan antara persepsi manajemen dengan spesifikasi (standar)
kualitas pelayanan
Kesenjangan 3: Kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan dengan pelayanan
yang dihantarkan
Kesenjangan 4: Kesenjangan antara penyampaian pelayanan dengan komunikasi
eksternal
Pelayanan yang dipersepsikan
Komunikasi eksternalPenyampaian pelayanan
Spesifikasi kualitas pelayanan
Persepsi manajemen atas pelayanan yang
diharapkan pelanggan
Kesenjangan yang terjadi antara harapan dan persepsi pelanggan atas kualitas
pelayanan disebut sebagai kesenjangan 5, sekaligus sebagai kesenjangan utama, yang
terjadi karena adanya kesenjangan-kesenjangan terdahulu, yaitu kesenjangan 1 sampai
4.
3. Penyebab terjadinya kesenjangan kualitas pelayanan
- kesenjangan 1: karena manajemen tidak mengetahui dengan baik apa harapan
pelanggan
- kesenjangan 2: karena tidak memadainya komitmen manajemen terhadap
kualitas pelayanan, adanya persepsi akan ketidakmungkinan, standarisasi tugas
yang tidak memadai dan kurang atau tidak adanya penentuan tujuan yang jelas
- kesenjangan 3: karena kinerja pelayanan yang tidak sesuai standar
- kesenjangan 4: terjadi bila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan yang
dijanjikan.
Untuk lebih jelasnya, penyebab terjadinya kesenjangan kualitas pelayanan dapat
dilihat pada gambar berikut:
The Extended Gaps Model of Service Quality Sumber: Valarie A. Zeithaml, at all, Delivering Quality Service, p.131
C. Pentingnya Pelayanan
Pelayanan sangat mempengaruhi banyaknya jumlah pelanggan dalam suatu
perusahaan. Pelayanan yang baik akan mampu memberikan kepuasan kepada
pelanggan, sehingga akan mampu meningkatkan citra perusahaan di mata
pelanggannya, dan dengan kepemilikan citra yang baik itu, maka segala yang dilakukan
oleh perusahaan akan mudah dipercayai dan dianggap baik oleh pelanggan. Artinya,
peranan manusia (karyawan) yang melayani pelanggan merupakan faktor utama,
karena hanya dengan manusialah pelanggan dapat berkomunikasi secara langsung dan
terbuka.
1. Pelanggan adalah raja
Seiring dengan kemajuan perekonomian, tingkat persaingan telah menjadi semakin
tinggi, sehingga hanya perusahaan yang mampu memberikan kepuasan kepada
pelanggan saja lah yang akan memperoleh simpati, dengan memperlakukan pelanggan
layaknya seorang raja.
“Tidak ada orang yang dihormati karena sesuatu yang ia terima. Penghormatan
adalah upah yang ia terima karena ia memberi”. Unknown
2. Mencari tahu harapan dan keinginan pelanggan
Cara untuk mencari tahu tingkat kepuasan pelanggan atas pelayanan yang diberikan
kepada pelanggan dapat dilakukan dengan beberapa cara (menurut Philip Kotler):
- sistem keluhan dan saran (complaint and suggestion system)
- Misal menyediakan kartu tanggapan, kotak saran
- survey kepuasan pelanggan (customer satisfication surveys)
- ghost shopping, yaitu menggaji orang untuk berpura-pura sebagai pembeli
potensial, baik terhadap produk perusahaannya maupun produk perusahaan lain
dan pesaingnya
- lost customer analysis, dilakukan dengan cara menghubungi kembali pelanggan
yang berhenti membeli produk atau lari ke pemasok lain
3. Memperkecil gap kualitas pelayanan
- mengurangi gap 1 dimana manajemen tidak mengetahui dengan baik harapan
pelanggan dengan cara melakukan riset
- mengurangi gap 2 dimana terjadi penentuan standar kualitas pelayanan yang
kurang tepat
- mengurangi gap 3, di mana terjadi kinerja yang tidak sesuai standar
- mengurangi gap 4, di mana terjadi bahwa pelayanan yang diberikan tidak sesuai
dengan yang dijanjikan
4. Memberikan kesan pertama yang baik
Pengalaman pertama seorang pelanggan sering sangat menentukan bagi
pengambilan keputusan si pelanggan untuk mau datang lagi atau tidak. Oleh karena
itu, para karyawan secara umum dan yang di front line pada khususnya, harus
berusaha agar para pembeli mendapatkan kesan pertama yang baik (moment of
truth) dan menyenangkan.
D. Pelayanan yang Baik terhadap pelanggan
1. Pelayanan sepenuh hati
Secara garis besar, hal-hal yang perlu diperhatikan dan dijalankan oleh setiap
karyawan terkait etiket pelayanan, adalah sebagai berikut1:
- selalu ingin membantu setiap keinginan dan kebutuhan pelanggan sampai tuntas
- selalu memberikan perhatian terhadap permasalahan yang dihadapi pelanggan
- sopan dan ramah dalam melayani pelanggan tanpa melakukan diskriminasi
dalam bentuk apa pun
- memiliki rasa toleransi yang tinggi dalam menghadapi setiap tindak tanduk para
pelanggan
- menjaga perasaan pelanggan agar tetap merasa tenang, nyaman dan
menimbulkan kepercayaan
- dapat menahan emosi dari setiap kasus yang dihadapi, terutama dalam melayani
pelanggan yang berperilaku kurang baik
- menyenangkan orang lain merupakan sikap yang harus ditunjukkan oleh setiap
karyawan
Selain itu, ada beberapa larangan dalam etiket pelayanan:
- dilarang berpakaian sembarangan, terutama pada saat jam kerja dan pada saat
melayani pelanggan
- dilarang melayani pelanggan atau tamu sambil makan, minum, atau merokok
atau mengunyah sesuatu seperti permen karet
- dilarang melayani pelanggan atau tamu sambil mengobrol atau becanda dengan
karyawan lain dalam kondisi apapun
- dilarang menampakkan wajah cemberut, memelas atau sedih di depan
pelanggan atau tamu
Berikut ini adalah dasar-dasar pelayanan yang harus dipahami dan diindahkan oleh
seorang karyawan front line2:
- berpakaian dan berpenampilan rapid an bersih
- percaya diri, bersikap akrab dan penuh dengan senyum
- segera menyapa bila pelanggan datang
- melayani pelanggan dalam keadaan tenang, tidak terburu-buru, sopan santun
dalam bersikap
- berbicara dengan bahasa yang baik dan benar
- bergairah dalam melayani pelanggan
- jangan menyela atau memotong pembicaraan pelanggan
- mampu meyakinkan pelanggan serta memberikan kepuasan
- apabila tidak mampu, tidak salah untuk meminta bantuan
- bila belum dapat melayani, beritahu kapan akan bisa melayani
2. Berlangsung dari awal hingga akhir
Sikap dan perilaku yang baik dari karyawan yang ditunjukkan kepada pelanggan harus
dimulai dari sejak pelanggan datang sampai dengan dia pergi.
3. Sikap dan perilaku karyawan yang mau melayani
- jujur dalam bersikap dan bertindak
- Rajin, tepat waktu dan tidak pemalas
- selalu murah senyum
- lemah lembut dan ramah
- sopan santun dan hormat dalam tutur kata
- periang, selalu ceria dan pandai bergaul
- simpatik
- fleksibel
- serius
- memiliki rasa tanggungjawab
- rasa memilik perusahaan
- suka menolong pelanggan
BAB. IX
MENINGKATKAN PROFESIONALITAS KERJA (I)
A. Perubahan Kebutuhan dan Harapan serta Cara Pemenuhannya
1. Perubahan kebutuhan dan harapan
Kebutuhan dan harapan orang akan sesuatu, akan berkembang terus, menuju ke
arah yang lebih baik atau semakin tinggi. Perubahan ke arah yang semakin tinggi
itu, tidak hanya terjadi pada produk barang atau jasa saja, melainkan juga pada
produk jasa pelayanan. Dan hanya mereka yang mampu mengikuti perkembangan
kebutuhan, harapan dan keinginan yang terus menerus berubah – serta mampu
memenuhinya – yang akan mampu bertahan dan mendapatkan kesempatan yang
baik dan berkembang.
2. Cara Pemenuhan kebutuhan dan harapan
Supaya sebuah perusahaan mampu memberikan jawaban yang tepat atas perubahan
kebutuhan dan harapan yang ada, dia harus memiliki sumber daya yang semakin
baik dan berkualitas, termasuk manusia, sebagai aset strategis dalam dunia usaha.
Di tempat-tempat kerja, masing-masing orang memiliki harapan-harapan tertentu
terhadap satu sama lain, khususnya dalam hal kerja dan hasil-hasilnya dan juga
mengenai hubungan antar manusia. Seorang bawahan perlu mengetahui setinggi
apa harapan atasannya terhadap dia, secara khusus atas hasil kerjanya. Demikian
juga seorang atasan perlu mengetahui harapan para bawahannya terhadap dia,
khususnya dalam hal pendampingan dan kepemimpinan yang mereka perlukan.
B. Faktor Pemicu Terjadinya Perubahan
1. Taraf hidup yang semakin baik
Sejalan dengan membaiknya taraf hidup seseorang, maka kebutuhan, harapan, dan
keinginannya pun ikut naik juga. KEnaikan itu bisa meliputi banyak hal, seperti
jumlah, ukuran, mode, kelengkapan aksesori, tingkat kecanggihan, cara untuk
mendapatkan, dsb.
Hal yang sama berlaku juga di tempat kerja, ada jenis usaha dan pekerjaan yang
sederhana, dan ada juga yang menuntut keahlian dan keterampilan tertentu, dan
juga kematangan pribadi yang memadai.
2. Konfigurasi tenaga kerja
Pada masa sekarang, kaum pria sudah tidak mendominasi dunia kerja. Perubahan
ini tentu terkait ke dunia pendidikan yang terbuka lebar tanpa membedakan gender.
Ini telah membuka peluang kepada kaum wanita untuk bekerja di berbagai bidang.
Dengan semakin besarnya jumlah tenaga kerja yang berpendidikan, maka seleksi
penerimaan tenaga kerja menjadi semakin ketat dan persaingan di tempat kerja pun
menjadi semakin tinggi.
3. Terobosan di bidang teknologi
Kita tahu bahwa hasil kerja dengan menggunakan teknologi akan jauh lebih baik,
lebih cepat, lebih akurat, lebih banyak dan sebagainya. Penggunaan tenaga sumber
daya manusia sudah semakin berkurang. KEnyataan ini tentu membawa masalah
tersendiri bagi tenaga-tenaga kerja yang tidak memiliki kemampuan dan
keterampilan khusus.
4. Globalisasi ekonomi
Dengan globalisasi, maka dunia sering dikatakan sebagai ‘desa global’ (global
village). Persaingan terjadi antara perusahaan-perusahaan nasional dan perusahaan-
perusahaan multinasional. Perusahaan-perusahaan multinasional memiliki cirri-ciri:
- penguasaan teknologi canggih
- modal kerja yang besar
- manajemen yang sangat professional
- penghasilan yang besar
- produk yang sangat beragam
- jumlah karyawan yang berasal dari berbagai Negara
- beroperasi di berbagai bahkan di seluruh dunia
C. Menyiapkan diri Menghadapi perubahan
Perubahan yang cepat yang terjadi di luar, banyak mempengaruhi kegiatan produksi
perusahaan. Dituntut kemampuan membaca perubahan yang ada, dan kemampuan
mengantisipasinya dengan cepat dan tepat. Perusahaan yang gagal dalam hal ini akan
cepat ditinggalkan oleh pasar.
Jangan biarkan apa yang tidak dapat anda lakukan, mengganggu apa yang dapat
anda lakukan. John Wooden
1. Meningkatkan kemampuan teknik
Seorang pekerja tidak boleh berhenti belajar, untuk mencari cara-cara terbaik dalam
memberikan apa yang terbaik dari dirinya di dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan.
Seseorang bisa meningkatkan kemampuan dirinya, baik pengetahuan teoritis maupun
keterampilan teknisnya. Dia dapat belajar sendiri, belajar dari pengalaman sendiri,
termasuk pengalaman akan kegagalan, belajar dari pengalaman orang lain, membaca
banyak buku yang berisi petunjuk-petunjuk yang berkaitan dengan bidang kerjanya
sendiri, dsb.
Berhenti berusaha merupakan jalan keluar yang permanent untuk masalah yang
sementara. Unknown
2. Meningkatkan kematangan pribadi