kata pengantar - nadyaafina.files.wordpress.com viewkata pengantar. puji sukur kehadirat tuhan yang...

114
KATA PENGANTAR Puji sukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya lah makalah ini dapat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah pada junjungan nabi besar Rasulullah SAW, yang telah mengantarkan kita semua pada zaman yang tercerahkan dengan penuh hikmah dan rahmat-Nya. Pada kesempatan ini penyusun juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Muhammad Nuskhi, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Pemberdayaan Masyarakat, karena atas bimbingannya secara tidak langsung sangat membantu dalam penyelesaian paper ini. Paper ini berisikan tentang informasi mengenai pendidikan orang dewasa, pembangunan social dan komunitas, serta analisis dinamika kelompok. Penyusun juga sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekeliruan sehingga menjauhkannya pada i

Upload: vanthuan

Post on 05-May-2018

236 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Puji sukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya lah makalah ini dapat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah pada junjungan nabi besar Rasulullah SAW, yang telah mengantarkan kita semua pada zaman yang tercerahkan dengan penuh hikmah dan rahmat-Nya. Pada kesempatan ini penyusun juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Muhammad Nuskhi, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Pemberdayaan Masyarakat, karena atas bimbingannya secara tidak langsung sangat membantu dalam penyelesaian paper ini.

Paper ini berisikan tentang informasi mengenai pendidikan orang dewasa, pembangunan social dan komunitas, serta analisis dinamika kelompok. Penyusun juga sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekeliruan sehingga menjauhkannya pada kesempurnaan. Oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritikan kepada semua pihak yang sifatnya membangun untuk dijadikan masukan dalam penyusunan paper-paper selanjutnya. Akhir kata, penyusun mengucapkan mohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Namun selain itu saya juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penyusun.

Purwokerto, 1 Desember 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiI.PENDAHULUAN11.1 Latar belakang11.2 Tujuan2II.FAKTOR PENGHAMBAT PENDIDIKAN ORANG DEWASA DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT32.1Pengertian Pendidikan Orang Dewasa32.2 Hambatan Pendidikan Orang Dewasa42.2.1Hambatan Fisiologis42.2.2Hambatan Psikologis102.3Perilaku yang Menghambat Pendidikan Orang Dewasa19III.PERBANDINGAN PEMBANGUNAN SOSIAL DENGAN PEMBANGUNAN KOMUNITAS BERDASARKAN CIRI KHUSUS243.1Pembangunan Sosial243.1.1 Bertolak belakang dari hak asasi manusia243.1.2 Pendekatan aspectual (Pembangunan social merupakan salah satu aspek pembangunan nasional)253.1.3 Sasaran biasanya lapisan bawah / kaum melarat, subsistem263.1.4 Umumnya bermotif karitas / perikemanusiaan273.1.5 Umumnya digerakan dari atas / luar masyarakat bersangkutan283.1.6 Sasaran dititik beratkan pada individu293.1.7 Umumnya memiliki maksud kuratif, terapeutikal dan rehabilitative303.1.8 Akibat 7, kegiatan pembangunan bersifat incidental/kasustik313.1.9 Umumnya satu perkotaan323.2 Pembangunan Komunitas333.2.1 Bertolak dari konsep komunitas333.2.2 Pendekatan societal (Seluruh aspek kehidupan komunitas mendapat perhatian)343.2.3 Sasarannya seluruh masyarakat dari yang tertinggi sampai terendah353.2.4 Umumnya bermotif pendidikan, agar suatu saat berkembang berdasar kekuatan sendiri363.2. 5 Diharap digerakan oleh komunitas itu sendiri tanpa atau dengan bantuan pihak lain373.2.6 Sasarannya komunitas383.2.7 Bertujuan membangkitkan kemampuan untuk berkembang sendiri393.2.8 Sistematik, terus menerus403.2.9 Umumnya di pedesaan, di dunia ketiga juga di daerah perkotaan41IV.ANALISA DINAMIKA KELOMPOK NAHDLATUL ULAMA (NU) DITINJAU DARI ASPEK PSIKOSOSIAL424.1 Tujuan kelompok424.2 Jenjang Sosial434.3 Peran kedudukan444.4 Kekuasaan (kewenangan yang memungkinkan seseorang menggerakan orang lain untuk mencapai tujuan)454.5 Kepercayaan (sesuatu yang diyakini bersama-sama untuk mencapai tujuan)464.6 Sanksi474.7 Norma (aturan tidak tertulis yang harus ditaati anggota)484.8 Perasaan (tanggapan emosional dari anggota kepada kelompok)494.9 Fasilitas (segala sesuatu yang memiliki nilai untuk mencapai tujuan)504.10 Tegangan dan tekanan (tegangan berasal dari dalam, tekanan berasal dari luar)514.11 Pembinaan dan pemeliharaan kelompok524.12 Keefektifan kelompok534.13 Agenda terselubung (tujuan yang diketahui anggota, tetapi tidak tertulis)544.14 Kesimpulan dari analisis:55V.KESIMPULAN DAN SARAN56DAFTAR PUSTAKA57VI.LAMPIRAN62

I.

ii

II. PENDAHULUAN1.1 Latar belakang

Pendidikan untuk orang dewasa merupakan konsep pendidikan yang perlu mendapat perhatian saat ini. Tidak selamanya kita berbicara dan mengulas di pendidikan murid sekolah yang relatif berusia muda. Faktanya, banyak orang dewasa yang harus mendapatkan pendidikan nonformal, contohnya dalam bentuk keterampilan, kursus, dan pemberdayaan. Konsep pendidikan orang dewasa, tentu sangat berbeda dengan pendidikan anak-anak ataupun remaja. Pendidikan orang dewasa sangat berpengaruh terhadap pemberdayaan masyarakat. Hal ini dikarenakan kebanyakan sasaran dari pemberdayaan masyarakat itu sendiri adalah orang dewasa. (Asmin, 2000).

Pembangunan sosial adalah sebuah proses perubahan sosial yang dirancang agar dapat memajukan suatu populasi manusia yang secara keseluruhan diberdayakan (Midgley, 1995).Menurut Sanders (1966), pembangunan masyarakat (Community Development) adalah perpaduan atau persenyawaan dari dua bentuk kekuatan dalam masyarakat. Kedua pembangunan ini pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yakni mengembangkan suatu lingkup masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut. Namun, kedua pembangunan ini memiliki unsur-unsur penyusun yang berbeda satu sama lain. Hal inilah yang dibahas dalam paper ini.

Dinamika Kelompok berasal dari kata dinamika dan kelompok. Dinamika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) berati tenaga yang menggerakkan atau semangat. Sedangkan kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi dan saling mempengaruhi untuk mencapai suatu tujuan bersama (Stoner & Wankel, 1986). Jenkins dalam Suyatna (1982) mendefinisikan dinamika kelompok sebagai kekuatan-kekuatan yang terdapat di dalam maupun di lingkungan kelompok yang akan menentukan perilaku anggota-anggota kelompok dan perilaku kelompok yang bersangkutan, untuk bertindak atau melaksanakan kegiatan-kegiatan demi tercapainya tujuan bersama yang merupakan tujuan kelompok tersebut. Dinamika suatu kelompok tentu adalah sesuatu yang diharapkan dalam suatu organisasi. Baik itu organisasi formal, maupun nonformal. Hal ini menunjukkan atau menilai tingkat kesuksesan organisasi tersebut dalam membina persatuan dan kesatuan anggotanya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki dari kelompok tersebut. Oleh karena itu, dalam paper ini membahas aspek-aspek apa saja yang dapat dijadikan parameter dinamika suatu kelompok.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui pengertian dan faktor penghambat pendidikan orang dewasa dalam pembangunan masyarakat.

2. Mengetahui perbandingan pembangunan sosial dengan pembangunan komunitas berdasarkan ciri khusus.

3. Mengetahui dinamika kelompok Nahdlatul Ulama (NU) ditinjau dari aspek psikososial.

III. FAKTOR PENGHAMBAT PENDIDIKAN ORANG DEWASA DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT

3.1 Pengertian Pendidikan Orang Dewasa

Menurut UNESCO dalam Suprijatno (2008) mendefinisikan pendidikan orang dewasa berikut ini : Keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan apapun isi, tingkatan, metodenya, baik formal atau tidak, yang melanjutkan maupun menggantikan pendidikan semula di sekolah, akademi dan universitas serta latihan kerja, yang membuat orang yang dianggap dewasa oleh masyarakat mengembangkan kemampuannya, memperkaya pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi teknis atau profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap dan perilakunya dalam persfektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasi dalam pengembangan sosial, ekonomi, dan budaya yang seimbang dan bebas.

Pendidikan orang dewasa adalah apa yang dipelajari pelajar, bukan apa yang diajarkan pengajar. Artinya, hasil akhir yang dinilai adalah apa yang diperoleh orang dewasa dan pertemuan pendidikan/pelatihan, bukan apa yang dilalukukan pengajar, pelatih atau penceramah dalam pertemuannya (Yuniarto, 2011).

Pendidikan orang dewasa itu sendirimenurut Bryson adalah semua aktivitas pendidikan yang dilakukan oleh orang dewasadalam kehidupan sehari-hari yang hanyamenggunakan sebagian waktu dan tenaganyauntuk mendapatkan tambahan intelektual (Suprijanto, 2008:13).

2.2 Hambatan Pendidikan Orang Dewasa2.2.1 Hambatan Fisiologis

a.) Titik dekat penglihatan mulai menjauh

Dengan bertambahnya usia, titik-dekat penglihatan, atau titik terdekat yang dapat dilihat secara jelas, mulai bergerak makin jauh. Pada usia 20 tahun seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya, namun pada usia 40 tahun titik dekat penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm. Pada orang tua, rabun dekat merupakan bagian dari proses penuaan yang secara alamiah dialami oleh hampir semua orang. Penderita akan menemukan perubahan kemampuan penglihatan dekatnya pertama kali pada pertengahan usia empat puluhan (Verner dan Davidson dalam Lunandi, 1987).

Faktor penyebab :

Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah, yang disebabkan gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreus humor. Perubahan komposisi kornea dan lensa yang mengakibatkan kekuatan refraksi menurun akan menjadi gangguan yang menyebabkan hipermetropi (Koto, 2012).

Contoh :

Saat membaca, penderita harus menjauhkan bahan bacaan agar dapat melihat dengan jelas. Penderita juga akan sulit dalam melakukan kegiatan yang membutuhkan ketelitian tinggi.

b.) Titik jauh penglihatan mulai berkurang, mulai pendek

Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan mulai pendek, dimana titik jauh mata bergeser mendekat memakai lensa plus (Sitohang, 2009). Hipermetrop merupakan keadaan dimana kekuatan pembiasan sinar pada mata tidak cukup kuat untuk memfokuskan sinar pada bintik kuning (macula lutea), sehingga mata menfokuskan sinar di belakang retina.Hipermetropia merupakan kelainan refraksi dimana dalam keadaan mata istirahat semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda pada jarak tak terhingga dibiaskan dibelakang retina, dan sinar-sinar divergen yang datang dari benda-benda yang jaraknya dekat dibiaskan lebih jauh lagi di belakang retina. 2,9(Wilson, 2005).

Faktor penyebab:

Fokus panjang bola mata yang lebih pendek. Akibat focus bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan difokuskan di belakang retina atau selaput jala. (Wilson, 2005).

Contoh:

Saat membaca, penderita harus mendekatkan bahan bacaan agar dapat melihat dengan jelas. Penderita juga akan sulit dalam melakukan kegiatan yang membutuhkan ketelitian tinggi.

c.) Perlu penerangan lebih banyak

Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja dapat melihat objek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu Kemampuan seseorang untuk melihat makin berkurang (melemah) sejalan dengan meningkatnya usia. Seseorang yang berusia sekitar 20 tahun dapat dengan mudah membaca pada ruangan yang diterangi lampu 40 watt atau setara dengan itu. Namun bagi mereka yang berusia 40 tahun, membutuhkan intensitas cahaya sekitar 60 100 watt (Rachman, 2010).

Faktor Penyebab:

Faktor penerangan atau luminansi adalah banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan objek.Jumlah sumber cahaya yang tersedia juga mempengaruhi kepekaan mata terhadap warna tertentu. Tingkat luminansi juga akan mempengaruhi kemampuan mata melihat objek gambar dan pada usia tua diperlukan intensitas penerangan lebih besar untuk melihat objek gambar. Semakin besar luminansi dari sebuah objek, rincian objek yang dapat dilihat oleh mata juga akan semakin bertambah (Dyer dan Morris, 1990).

Contoh :

Pemberian penyuluhan pada kelompok lansia sebaiknyadilakukan di ruang terbuka dan pada pagi atau siang hari. Karena hal tersebut dapat membantu mereka untuk melihat lebih jelas, dibandingkan pada saat sore atau malam hari.

d.) Kontras warna cenderung ke arah merah, diatasi dengan kontras warna pada alat peragaan.

Kemampuan membedakan warna-warni spectrum makin berkurang sejalan dengan meningkatnya usia. Seseorang yang berusia sekitar 20 tahun dapat dengan mudah membedakan warnawarni lembut yang hijau dari yang biru,dan sebagainya. Sedangkan bagi mereka yang berusia sekitar 40 tahun hanya dapat membedakan warna warni yang menyolok seperti; hitam, biru, hijau,merah. Pada usia tua, kornea mata menjadi kuning sehingga cahaya yang masuk kedalam indera penglihatan menjadi tersaring dan cenderung kearahwarna merah (Rachman, 2010).

Faktor penyebab :

Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa mata, sehingga cahaya yang masuk agak terasing. Akibatnya ialah kurang dapat dibedakannya warna-warna-warna lembut. Untuk jelasnya perlu digunakan warna-warna cerah yang kontras utuk alat-alat peraga. Pada usia ini, keadaan lensa kristalin berada dalam kondisi dimana elastisitasnya telah banyak berkurang sehingga menjadi lebih kaku dan menimbulkan hambatan terhadap proses akomodasi, karena proses ini utamanya adalah dengan mengubah bentuk lensa kristalin menjadi lebih cembung (Sitohang, 2009).

Contoh:

Pada saat memasuki usia 50 atau 60 tahun, kebanyakan orang sudah bisa membedakan warna biru, ungu, maupun hijau.

e.) Pendengaran berkurang

Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran dalam kemampuannya membedakan nada secara tajam pada tiap dasawarsa dalam hidupnya. Pria cenderung lebih cepat mundur dalam hal ini daripada wanita. Hanya 11 persen dari orang berusia 20 tahun yang mengalami kurang pendengaran. Sampai 51 persen dari orang yang berusia 70 tahun ditemukan mengalami kurang pendengaran (Asmin, 2009). Gangguan pendengaran merupakan suatu keadaan yang menyertai lanjutnya usia. Dengan makin lanjutnya usia terjadi degenerasi primer di organ corti berupa hilangnya sel epitel syaraf yang di mulai pada usia pertengahan (Vander Cammen, 1991). Kehilangan pendengaran pada lansia disebut presbikusis.fenonema tersebut sebagai suatu penyakitsimetris bilateral pada pendengaran yang berkembang secara progresif lambat terutama memengaruhi nada tinggi dan dihubungkan dengan penuaan (Rees and Deekert, 1990).

Faktor penyebab:

Pada lansia, struktur di telinga menjadi kurang elastis.Rambut-rambut halus rusak dan kurang mampu merespon gelombang suara.Gangguan pendengaran dapat berkembang selama beberapa tahun.(Rees and Deekert, 1990).

Contoh :

Suara-suara terdengar seperti bergumam, sehingga lansia sulit untuk mengerti pembicaraan, sulit mendengar pembicaraan di sekitarnya, terutama jika berada di tempat dengan latar belakang suara yang ramai.

f.) Perbedaan bunyi makin berkurang

Kemampuan seseorang untuk membedakan nada suara rendah dari yang tinggi, suara latar belakang dari suara utama, makin menurun sejalan dengan meningkatnya usia. Seseorang yang berusia sekitar 20 tahun dapat membedakan dengan jelas tiap jenis dan tingkatan nada suara. Setelah berusia sekitar 40 tahun orang dewasa mengalami kesulitan untuk menangkap tuturan melalui alat elektronika seperti mikrofon, radio, televisi, dan rekaman kaset (Legiman, 2013).

Faktor penyebab :

Penurunan fisiologi pendengaran disebabkan penurunan kepekaan terhadap frekuensi yang berbeda seiring dengan pertambahan usiaterutama rentang frekuens iyang didengar. Iapun juga menguatkan melaluiteori frekuensi tentang pendengaran bahwa area yang berbeda dari membrane basila rmerespon frekuensi yang berbeda pula, hal tersebut karena keseluruhan membrane basilar bertindak sebagai microphone,bergetar sebagai suatu keseluruhan respon terhadap suatu suara (Feldman, 2012).

Contoh :

Pada usia lanjut sulit bicara orang lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkapnya, dan bunyi sampingan dan suara di latar belakangnya bagai menyatu dengan bicara orang. Makin sukar pula membedakan bunyi konsonan seperti t, g, b, c, dan d.

2.2.2 Hambatan Psikologis

a.) Orang dewasa tidak diajar namun dimotivasi

Banyak orang dewasa yang merasa sudah tua yakin bahwa mereka lebih sukar dilatih. Mereka kurang bisa menyesuaikan diri dengan perubahan dan terlalu tua untuk belajar. Sifat ini akan lebih menekan apabila mereka diperlakukan seperti anak-anak. Orang tua yang diperlakukan seperti anak-anak akan menimbulkan banyak masalah seperti motivasi yang rendah, serta bakan dan pengalaman mereka tidak dapat dimanfaatkan dan dikembangkan (Legiman, 2013).

Faktor penyebab :

Motif adalah faktor yang menyebabkan individu bertingkah laku atau bersikap tertentu. Ekspektasi atau harapan adalah adanya kekuatan dari kecenderungan untuk bekerja secara benar tergantung pada kekuatan dari pengharapan bahwa kerja akan diikuti dengan pemberian jaminan, fasilitas dan lingkungan atau outcome yang menarik. Insentif adalah perangsang yang menjadikan sebab berlangsungnya kegiatan, memelihara kegiatan agar mengarah langsung kepada satu tujuan yang lebih baik dari yang lain.

Contoh :

Memotivasi orang lain salah satunya dengan tampil semangat dan optimis. Selain itu juga dapat dilakukan dengan menujukkan kepercayaan diri yang tinggi agar orang yang dimotivasi merasa percaya dan yakin bahwa apa yang dimotivasikan kepada dirinya adalah benar.

b.) Pesan berhubungan dengan kebutuhan

Salah satu prinsip belajar orang dewasa adalah belajar karena adanya suatu kebutuhan. Kebutuhan yang paling dasar adalah kebutuhan fisik atau sandang / pangan. Sebelum seseorang merasakan kebutuhan fisik berupa sandang, pangan, dan papan, maka setiap individu belum membutuhkan atau merasakan apa yang dinamakan sebagai harga diri. Setelah kebutuhan dasar itu terpenuhi, maka seseorang perlu rasa aman jauh dari rasa takut, kecemasan, dan kekhawatiran. Apabila rasa aman telah terpenuhi, maka setiap individu butuh penghargaan terhadap hak azasi dirinya yang diakui oleh setiap individu di luar dirinya. Jika kesemuanya itu terpenuhi barulah individu itu merasakan mempunyai harga diri(Lunandi dalam Bambang 2010).

Faktor penyebab :

Pendidikan orang dewasa yang memiliki harga diri dan jati dirinya membutuhkan pengakuan, dan itu akan sangat berpengaruh dalam proses belajarnya. Dengan mengetahui kebutuhan orang dewasa sebagai peserta kegiatan pendidikan/pelatihan, maka akan dapat dengan mudah dan dapat ditentukan kondisi belajar yang harus disediakan, isi materi apa yang harus diberikan, strategi, teknik serta metode apa yang cocok digunakan.

Contoh:

Penyampaian pesan kepada masyarakat pesisir mengenai pengolaha ikan lebih dibutuhkan dibandingkan kepada masyarakat yang berada di pegunugan.

c.) Belajar menyakitkan karena harus meninggalkan kebiasaan dan cara berfikir lama

Orang dewasa seolah-olah sudah yakin terhadap apa yang pernah dipelajari, sehingga cinderung untuk menolak hal-hal yang sifatnya baru. Mereka sulit menerima gagasan, konsep, metode, dan prinsip yang baru. Hal ini yang menyebabkan mereka bertindak secara otoriter sebagai cara untuk mempertahankan diri (Dimyati, 2010).

Faktor penyebab :

Kemampuan berpikir luwes atau fleksibel (flexibility) Merupakan kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi persoalan, orang yang kreatif adalah orang yang kreatif dalam berpikir, mereka dapat dengan mudah meninggalkan cara berpikir yang lama dan menggantikan dengan cara berpikir yang baru. Diperlukan kemampuan untuk tidak terpaku pada pola pemikiran yang lama. Hal ini bisa dilakukan dengan fleksibilitas yang spontan dan adaptif. Fleksibilitas spontan adalah kemampuan untuk menyampaikan berbagai macam ide tentang apa saja tanpa rasa takut salah. Sedangkan fleksibilitas adaptif adalah kemampuan untuk menyampaikan berbagai macam ide tentang apa saja tetapi masih memperhatikan kebenaran ide tersebut (Munandar, 2014).

Contoh :

Memberikan suatu ilmu kepada Orang dewasa agar mampu membuat diri mereka menjadi kreatif dan berpikir modern.

d.) Belajar adalah mengalami sesuatu, bukan dimarahi atau digurui

Lee Cronbach dalam Muchlis (2011) mengungkapkan bahwa belajar merupakan perubahan prilaku sebagai hasil dari pengalaman. Karena itu, menurutnya sebaik-baik belajar adalah dengan mengalami sesuatu, bukan digurui atau dimarahi. Mengalami sesuatu yaitu dengan mempergunakan panca inderanya-mata untuk mengamati, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium, lidah untuk merasa, kulit juga untuk merasakan sesuatu, sehingga diharapkan seorang pembelajar mampu membaca, mengamati, meniru, dan kemudian mengolahnya.

Faktor penyebab:

Orang dewasa sebagai siswa dalam kegiatan belajar tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah tradisional. Oleh sebab itu, harus dipahami bahwa, orang dewasa yang tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri. Kematangan psikologi orang dewasa sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri sendiri ini mendorong timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam (Asmin, 2009).

Contoh:

Dengan memberikan orang dewasa kesempatan untuk menceritakan setiap pengalamannya sebagai materi pembelajaran.

e.) Belajar adalah khas dan bersifat individual (remediasi / orang per orang)

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya (Djamarah, 1999).

Faktor penyebab:

Sifat belajar bagi orang dewasa adalah bersifat subjektif dan unik, maka terlepas dari benar atau salahnya, segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang dewasa. Namun demikian, pembelajaran orang dewasa perlu pula mendapatkan kepercayaan dari pembimbingnya, dan pada akhirnya mereka harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaandiri tersebut, maka suasana belajar yang kondusif tak akan pernah terwujud (Asmin, 2009).

Contoh:

Murid-murid SLB mempunyai cara tersendiri untuk belajar dari pada murid-murid dari sekolah biasa. Maka diperluksn pengajaran dengan cara dan metode yang berbeda

f.) Sumber terkaya untuk bahan belajar terdapat pada pengalaman

Pengalaman merupakan sumber terkaya dalam pembelajaran sehingga orang dewasa semakin kaya akan pengalaman dan termotivasi untuk melakukan upaya peningkatan hidup. Dengan belajar orang dewasa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak lagi, sehingga belajar bagi orang dewasa lebih fokus pada peningkatan pengalaman hidup tidak hanya pada pencarian ijazah saja.Sifat belajar orang dewasa bersifat subyektif dan unik, hal itulah yang membuat orang dewasa untuk semakin berupaya semaksimal mungkin dalam belajar, sehingga apa yang menjadi harapan dapat tercapai (Sujarwo, 2010).

Faktor penyebab:

Orang dewasa kurang bisa mengambil suatu pembelajaran baru dari seseorang maka diperlukan pengalaman dari orang dewasa untuk suatu pembelajaran. Kebersamaan dalam kelompok tidak selalu harus sama dalam pribadi, sebab akan sangat membosankan kalau saja suasana yang seakan hanya mengakui satu kebenaran tanpa adanya kritik yang memperlihatkan perbedaan tersebut. Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan, latar belakang kebudayaan, dan pengalaman masa lampau masing-masing individu dapat memberi warna yang berbeda pada setiap keputusan yang diambil (Asmin, 2009).

Contoh :

Dalam suatu pembelajaran orang dewasa diajak untuk menceritakan pengalamannya dalam suatu kegiatan.

g.) Belajar adalah suatu proses intelektual dan emosional.

Masa dewasa dicirikan dengan penurunan intelektual, karena adanya proses penuaan yang dialami setiap orang. John Horn berpendapat bahwa beberapa kemampuan memang menurun, sementara kemampuan lainnya tidak. Horn menyatakan bahwa kecerdasan yang mengkristal (crystallized intelligence) yaitu sekumpulan informasi dan kemampuan-kemampuan verbal yang dimiliki individu meningkat, seiring dengan peningkatan usia. Sedangkan kecerdasan yang mengalir (fluid intelligence) yaitu kemampuan seseorang untuk berpikir abstrak menurun secara pasti sejak masa dewasa madya. (Weschler dalam Setyabudi, 2011).

Faktor penyebab :

Setiap orang harus dapat berfikir secara intelek dan mampu mengendalikan emosinya. Selain itu kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesusksesan, sedangkan yang lainya adalah sumbangan faktor kekuatan- kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan mengembangkan diri, kemampuan mengembangkan motivasi, kemampuan mengembangkan pengaturan diri, kemampuan mengembangkan empati, dan kemampuan mengembangkan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain.

Contoh:

Diadakan diskusi antar kelompok, dan debat antar kelompok

h.) Belajar adalah hasil kerjasama antar manusia.

Burton (dalam Ahmad Rohani, 2004: 25) berpendapat bahwa group process atau proses kelompok yaitu cara individu mengadakan relasi dan kerjasama dengan individu lain untuk mencapai tujuan bersama. Kemampuan bekerjasama sangat diperlukan karena kita merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk saling tolong menolong. Kemampuan bekerjasama ini akan sangat bermanfaat dalam dunia kerja dan kehidupan masyarakat nanti (Anita Lie, 2008:43).

Faktor penyebab :

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam kehidupannnya. Perubahan perilaku dalam hal kerjasama dalam berbagai kegiatan, merupakan hasil dari adanya perubahan setelah adanya proses belajar, yakni proses perubahan sikap yang tadinya tidak percaya diri menjadi perubahan kepercayaan diri secara penuh dengan menambah pengetahuan atau keterampilannya. Perubahan perilaku terjadi karena adanya perubahan (penambahan) pengetahuan atau keterampilan serta adanya perubahan sikap mental yang sangat jelas, dalam hal pendidikan orang dewasa tidak cukup hanya dengan memberi tambahan pengetahuan, tetapi harus dibekali juga dengan rasa percaya yang kuat dalam pribadinya

Contoh:

Prestasi dengan mendapatkan adipura pada suatu lingkungan masyarakat merupakan keberhasilan dari kerja sama.

i.) Beluajar adalah proses evolusi

Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses evolusi. Artinya penerimaan ilmu tidak dapat dipaksakan sekaligus begitu saja, tetapi dapat dilakukan secara bertahap melalui suatu urutan proses tertentu. Dalam kegiatan pendidikan, umumnya pendidik menentukan secara jauh mengenai materi pengetahuan dan keterampilan yang akan disajikan. Mereka mengatur isi (materi) ke dalam unit-unit, kemudian memilih alat yang paling efisien untuk menyampai unit-unit dari materi tersebut, misalnya ceramah, membaca, pekerjaan laboratorium, film, mendengar kaset dan lain-lain. (Nursalam, 2003).

Faktor penyebab:

Penerimaan ilmu tidak dapat dipaksakan sekaligus begitu saja, tetapi dapat dilakukan secara bertahap melalui suatu urutan proses tertentu. Dalam kegiatan pendidikan, umumnya pendidik menentukan secara jauh mengenai materi pengetahuan dan keterampilan yang akan disajikan. Mereka mengatur isi (materi) ke dalam unit-unit, kemudian memilih alat yang paling efisien untuk menyampai unit-unit dari materi tersebut.(Asmin, 2009).

Contoh :

Dalam suatu penyuluhan, dapat dilihat proses penyerapan informasi dengan cara memberikan lembaran soal yang dibagikan sebelum materi diberikan, dan diberikan kembali soal yang sama setelah pemberian materi. Kemudian kedua hasil tes tersebut dibandingkan hasilnya. Apakah terdapat peningkatan atau tidak.

2.3 Perilaku yang Menghambat Pendidikan Orang Dewasa

a.) Harapan mendapat hak baru namun yang didapat/didengar tidak sesuai dengan harapan. Timbul kebosanan.

Harapan seseorang untuk mendapatkan hal-hal baru, namun yang didapatkan ternyata tidak sesuai dengan harapan sehingga yang bersangkutan menjadi tidak respons atau tidak tertarik lagi terhadap apa yang diberikan dalam proses belajar yang sedang berlangsung (Ahmad, 2011)

Faktor penyebab :

Harapan memiliki keterkaitan erat dengan efikasi diri. Efikasi diri padasetiap orang bervariasi dari satu situasi kesituasi lain, tergantung pada kompetensi yang dibutuhkan untuk kegiatan yang berbeda; ada atau tidaknya orang lain; kompetensi yang dipersepsikan dari orang lain tersebut,terutama apabila mereka adalah kompetitor;predisposisi dari orang tersebut yang lebih condong terhadap kegagalan atas performa daripada keberhasilan; kondisi psikologis yang mendampinginya,terutama adanya rasa kelelahan,kecemasan,apatisdan ketidakberdayaan (Cervone dan Pervin, 2012).

Contoh :

Contohnya banyak dialami para mahasiswa KKN. Kebanyakan masyarakat mengharapkan mahasiswa yang datang ke daerahnya memberikan modal berupa uang untuk usaha, kenyataannya tidak semua KKN atau pemberdayaan yang dilakukan memberikan modal untuk usaha.

b.) Mendengar teori yang muluk, sehingga meragukan kemungkinan penerapan dalam praktek.

Dalam perkembangannya seseorang membuat semacam alat penampungan (reservoair) pengalaman yang kemudian akan merupakan sumber belajar yang sangat bermanfaat bagi diri sendiri mau pun bagi orang lain. Lagi pula seseorang akan menangkap arti dengan lebih baik tentang apa yang dialami daripada apabila mereka memperoleh secara pasif, oleh karena itu teknik penyampaian yang utama adalah eksperimen, percobaan-percobaan di laboratorium, diskusi, pemecahan masalah, latihan simulasi, dan praktek lapangan (Arif, 1994).

Faktor penyebab :

Ketidak selarasan antara harapan peserta didik dengan harapan penyelenggara menimbulkan keraguan. Keraguan (skeptis) tersebut biasanya sering dialami oleh penyelenggara/pendidik/penyuluh apakah materi yang di ajarkan pada peserta sesuai atau tidak dengan harapan peserta didik,hal tersebut keraguan muncul karena diawali dari kecemasan (Fiest, 2010).

Contoh :

Dalam suatu penyuluhan pada masyarakat pesisir terlalu banyak memberikan teori mengenai musim penangkapan ikan, terlebih membahas mengenai pembenihan dan penyakit ikan yang terlalu mendalam. Hal tersebut membuat masyarakat yang diberikan penyuluhan enggan untuk melakukan praktiknya.

c.)

c.) Harapan mendapatkan resep/petunjuk baru, namun harus mencari pemecahan sendiri.

Orang dewasa kecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan problem kehidupan (problem centered orientation), hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhna untuk menghadapi problem hidupnya. Pada orang dewasa perspektif waktu belajarnya lebih bersifat segera mengambil manfaat atau aplikasi diri sesuatu yang dipelajari. Pemaksaan untuk menerima salah satu sebagai yang paling tepat,paling benar,dapat menghambat proses belajar. Keraguan harus diperkenankan dalam waktu yang cukup,agar tercapai keputusan akhir yang memuaskan,dengan kata lain pendidik memberikan waktu bagi peserta didikuntukberfikir (Sitohang, 2009).

Faktor penyebab :

Prosesproses kognitif berkaitan dengan afektif dimana meliputi semua aspek psikologis,sosial,dan fisiologis dari manusia yang menyebabkan mereka berinteraksi dengan lingkungan merekadengan variasi yang lebih stabil (Fiest, 2010).

Contoh :

Dalam suatu penyuluhan, masyarakat mengharapkan mendapatkan ide beserta modal secara kontinu untuk usaha dari para penyuluh. Tetapi, pada kenyataannya penyuluh hanya membimbing untuk mendapatkan ide usaha dan mencari modal sendiri.

d.) Pesan bersifat umum, tidak spesifik.

Pesan bersifat umum, tidak spesifik terhadap suatu permasalahan maksudnya pesan yang disampaikan tidak menuju pada suatu persoalan yang mendalam, sehingga tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapai peserta. Keaktifan belajar dapat terjadi apabila pendidik dan peserta didik memiliki kesadaran penuh dan keterbukaan pikiran. Kesadaran penuh yang dimaksud adalah terjaga dan secara mental hadir dalam kegiatan pembelajaran sedangkan keterbukaan pikiran yang dimaksud adalah mampu menerima sudut pandang yang lain dalam melihat suatu hal, dalam pendidikan orang dewasa, hendak penyuluh /pendidik perlu menerangkan pada peserta didik untuk memiliki keterbukaan yang sederhana pada suatu sudut pandang sehingga peserta didik tidak melompat terlalu cepat pada kesimpulan. Cara lain agar tercapai keaktifan belajar adalah penyuluh bersikap rendah hati dan mendengarkan dengan baik apa yang peserta didik ungkapkan berdasarkan lima aturan yaitu tatap ketika ia berbicara, condongkan badan ke si pembicara dan dengarkan dengan penuh perhatian, ikuti topic pembicaraannya dan jangan memotong atau menyela, gunakan kata anda dan milik anda (Setiana, 2005).

Faktor penyebab :

Pemberdayaan biasanya dilakukan pada beberapa bidang. Sehingga masyarakat menjadi bingung dan ragu untu mengikuti yang mana.

Contoh :

Pemberia informasi dalam pemberdayaan meliputi semua aspek.

e.) Sulit menerima perubahan.

Pendidik tidak jarang menghadapi peserta didik yang sulit menerimaperubahan. Berdasarkan hal tersebut maka pendidik perlu mengubah jenis sasaran peserta didik ke pengetrap awal. Menurut King (2010) pengetrap awal yang di jadikan sasaran pendidikan adalah mereka yang mengalami perubahan fisik pada masa dewasa awal dan mereka yang mengalami perubahan fisik pada dewasa tengah.

Faktor penyebab :

Orang dewasa sering kali sudah mempunyai sikap dan keterampilan tertentu yang sudah sedemikian lama menetap dalam dirinya. Pada kondisi yang demikian, perubahan perilaku akan menjadi sulit diwujudkan. Orang dewasa sering kali merasa telah memiliki pengetahuan yang juga telah dianggapnya benar dan bermanfaat. Pengetahuan yang telah dirasakan dimiliki semacam ini, belum tentu akan secara mudah dapat digantikan dengan pengetahuan yang baru, apalagi jika pengetahuan yang baru tersebut tidak sejalan dengan yang telah ia miliki tersebut (Lunandi, 1987).

Contoh :

Lingkungan sekitar tempat manusia tinggal tersebut tidak mendukung proses perubahan sosial yang akan/ dapat terjadi.Adanya pengaruh dari sesama manusia atau lingkungan sekitarnya yang mengisolasi terjadinya perubahan tersebut. Misalnya adanya penolakan perubahan dari Opnion Leader, hal ini akan berpengaruh pula terhadap penyikapan oleh masyarakat lainnya.

IV. PERBANDINGAN PEMBANGUNAN SOSIAL DENGAN PEMBANGUNAN KOMUNITAS BERDASARKAN CIRI KHUSUS

4.1 Pembangunan Sosial3.1.1 Bertolak belakang dari hak asasi manusia

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia (Donnely, 2003).

Pogge dalam Ardianti (2014), memberikan rekomendasi pembangunan berbasis HAM dengan menekankan pada tiga elemen. Elemen pertama adalah individualisme, berarti dibandingkan keluarga, suku, ras, komunitas keagamaan, bangsa atau bahkan negara. Kedua, universalitas yang artinya status seorang individu sebagai sebuah unit seharusnya tidak dipengaruhi perannya sebagai seorang pria, bangsa Arya, atau ras kulit putih. Ketiga, adanya status khusus yang memiliki pengaruh secara global.

Karakteristik pembangunan Indonesia paling mutakhir dengan jelas menunjukkan berbagai ketimpangan dalam penegakan dan penghormatan HAM. Fenomena ini dapat disimak dalam beberapa hal, antara lain: (1) Menguatnya rezim modal global; (2) Dominasi negara atas pembangunan; (3) Rendahnya akses dan partisipasi publik; (4) Terabaikannya hak-hak dasar rakyat (Asgart, 2005).

3.1.2 Pendekatan aspectual (Pembangunan social merupakan salah satu aspek pembangunan nasional)

Pendekatan aspektual merupakan pendekatan yang dilalukan dengan beberapa aspek. Tetapi, pada pembangunan sosial hanya pendekatan hanya dilakukan pada satu aspek. pembangunan social memandang kemiskinan tidak secara streotif dan seragam, karena setiap daerah tidak memiliki variasi persoalan yang berbeda dan mempunyai ciri khas. Pendekatan pembangunan social sudah selayaknya mampu menampung permasalahan yang beraneka ragam oleh karena itu harus memberi peluang kepada masyarakat secara leluasa mencari solusi terhadap persoalan yang menimpa (Suratman dalam Mufizar, dkk, 2012).

Aspek global pembangunan sosial boleh dilihat dalam berbagai bidang. Alasannya ialah pembangunan sosial tidak terpisah daripada keadaan ekonomi dan poitik sebuah negara. Ringkasnya, sistem ekonmi dunia memberi kesan kepada kehidupan sosial sebuah negara (Mohd. Nain dan Md Yusoff, 2010).

Tekanan dari pembangunan sosial lebih kepada proses yang dilakukan dalam pembangunan sosial itu sendiri. Dengan demikian dalam pembangunan sosial harus dilihat tiga aspek. Tiga aspek tersebut adalah kondisi awal sebelum adanya pembangunan sosial, proses pembangunan itu sendiri yang merupakan proses perubahan sosial, dan kondisi akhir setelah perubahan sosial dilakukan (Suharto, 2008).

3.1.3 Sasaran biasanya lapisan bawah / kaum melarat, subsistem

Pitirin A. Sorokin dalam Moeis (2008) mengatakan bahwa barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga itu dalam jumlah yang sangat banyak, suatu keadaan tidak semua orang bisa demikian bahkan hanya sedikit orang yang bisa, dianggap oleh masyarakat berkedudukan tinggi atau ditempatkan pada lapisan atas masyarakat; dan mereka yang hanya sedikit sekali atau sama sekali tidak memiliki sesuatu yang berharga tersebut, dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah. Atau ditempatkan pada lapisan bawah masyarakat.

Menurut Sekretariat Jenderal DPR RI (2009), pembangunan sosial lebih berorientasi pada peningkatan kualitas hidup manusia dalam arti luas. Sasaran pelayanan pembangunan kesejahteraan sosial mencakup individu dan masyarakat dari berbagai kelas sosial ekonomi, namun sasaran utama pelayanan pembangunan sosial pada umumnya adalah mereka yang tergolong kelompok-kelompok kurang beruntung (disadvantaged groups) yang di Indonesia dikenal dengan nama Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS).

Contoh dapat diambil daripenilitian yang dilakukan oleh Prasetyo, dkk (2010). Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model dasar strategi pengentasankemiskinan yang kredibeldan akuntabel serta mudah dan murah dilakukan sendiri oleh warga miskin khyalak sasaran. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bringin yang berasasrkan data BPS merupakan salah satu daerah yang mengalami difisit status pangan, dan salah satu wilayah yang terdapat banyak jumlah warga miskinnya.

3.1.4 Umumnya bermotif karitas / perikemanusiaan

Pembangunan berperikemanusiaan dapat dicapai melalui tiga nilai inti. Pertama, nafkah hidup yang diartikan dalam pemenuhan kesejahteraan individu yang sering diukur dalam pendapatan per kapita. Kedua, bebas dari perbudakan dan dapat memilih yang diartkan dala pemenuhn kebutuhan pendidikan, kesehatan,dan kualitas hidup secara umum. Ketiga, harga diri (self-esteem dan self-respect) (Goulet dalam Todaro dan Smith, 2006).

Teori-teori tentang bentuk modal manusia dan pembangunan sumberdaya manusia memandang kemanusiaan sebagai cara untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan ketimbang sebagai tujuan atau akhir. Teori-teori ini memperhatikan kemanusiaan sebagai input pada meningkatnya suatu basil (Suharto, 2009).

Kartasasmita, Jalan Keluar bagi Kemiskinan', menyebutkan contoh upaya pemerintah sekarang untuk mengatasi kemiskinan melalui program BLT dan BOS memang merupakan langkah yang baik untuk membantu masyarakat miskin. Akan tetapi, yang lebih diperlukan untuk membantu mereka adalah tindakan langsung berupa program affirmative yang mampu membangun keberdayaan dan bukan derma atau karitas (charity) hingga terwujud kemandirian; harus dilakukan oleh masyarakat miskin sendiri dan bukan oleh orang lain untuk orang miskin; serta harus berkelanjutan (sustainable). Program seperti BLT tidak memenuhi persyaratan-persyaratan ini.

3.1.5 Umumnya digerakan dari atas / luar masyarakat bersangkutan

Pengembangan sosial yaitu proses perubahan sosial yang beraturan, berencana dan bertujuan dalam peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat secara kuantitatif dan kulitatif yang seimbang. Adanya usaha untuk mengubah kondisi sosial ekonomi masyarakat kearah kondisi yang lebih baik dengan bantuan yang dilakukan oleh pihak luar (Pramudia, 2010).

Peran pemerintah sebagai regulator diartikan sebagai tidakan pemerintah dalam membuat dan mewujudkan kebijakan, sedangkan peran pemerintah sebagai pelaksanaan diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk program atau kegiatan yang terkait dengan aspek pembangunan pedesaan yakni, terciptanya peningkatan sumber daya manusia pedesaan, peningkatan infrastruktur dan ekonomi pedesaan (Adisasmita, 2006).

Pembangunan kesejahteraan sosial sejatinya adalah segenapstrategi dan aktifitas yang dilakukan pemerintah,dunia usaha maupun civil society untuk meningkatkakualitas kehidupan manusia melalui kebijakan dan pogram yang bermitra pelayanan sosial,penyembuhan sosial, perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat (Suharto, 2005).

3.1.6 Sasaran dititik beratkan pada individu

Kesejahteraan sosial yang dicapai oleh sesuatu komuniti digambarkan oleh kedudukan atau keadaan sesuatu komuniti yang digambarkan pula oleh tahap dan taraf hidup individu, keluarga dan komuniti berkenaan. Tahap merujuk kepada apa yang dirasai, dinikmati atau dideritai oleh sesebuah komuniti. Manakala taraf pula merujuk kepada apa yang ingin dicapai oleh komuniti berkenaan. Tahap dan taraf hidup individu, keluarga dan komuniti boleh dinilai berdasarkan kepada indikator-indikator kesejahteraan sosial (Zakaria, 2004)

Pembangunan sosial melalui individu maksudnya melakukan usaha pelayanan masyarakat secara swadaya, membentuk usaha pelayanan masyarakat guna memberdayakan masyarakat. Pendekatan lebih memperhatikan pelaksanaan intervensi secara individual diantaranya dilakukan oleh salah satu perusahaan yang sudah mapan kepada keluarga yang memiliki pendapatan rendah, pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) pada sektor informal. Diharapkan dari intervensi yang dilakukan secara individual ini dapat meningkatkan kesejahteraan penerima dana karena pendapatannya dari hasil usahanya menjadi stabil (Migley dalam Suharto, dkk, 2009).

Pembangunan kesejahteraan sosial memberikan pelayanan sosial secara komprehensif dengan menempatkan penerima pelayanan (beneficiaries) sebagai manusia, baik dalam arti individu maupun kolektivitas, yang tidak terlepas dari ystem lingkungan sosiokulturalnya (Suharto, 2005).

3.1.7 Umumnya memiliki maksud kuratif, terapeutikal dan rehabilitative

Sebagai sebuah kebijakan publik, kebijakan sosial memiliki fungsi preventif (pencegahan) kuratif (penyembuhan) dan pengembangan (developmental). Kebijakan sosial merupakan ketetapan yang didesain secara kolektif untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi kuratif) dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan) sebagai wujud kewajiban negara (state obligation) dalam memenuhi hak-hak warganya (Suharto, 2005).

Kuratif yaitu tindakan ini diambil setelah terjadinya tindak penyimpangan sosial.Tindakan ini ditujukan untuk memberikan penyadaran kepada para pelaku penyimpangan agar dapat menyadari kesalahannya dan mau serta mampu memperbaiki perbuatannya, sehingga di kemudian hari tidak lagi mengulangi kesalahannya (Soetomo, 2006).

Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Dalam pengertian yang sangat luas, preventif diartikan sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat. Upaya kuratif adalah bertujuan untuk mengobati suatu hal yang telah terjadi. Sedangkan rehabilitative adalah upaya pemulihan terhadap sesuatu hal yang telah terjadi (Yuvi, 2013).

3.1.8 Akibat 7, kegiatan pembangunan bersifat incidental/kasustik

Pendekatan kasuistik adalah usaha memecahkan kasus-kasus konkrit dibidang moral dengan menerapkan prinsip-prinsip etika umum. Dalam pendekatan kausistik faktor-faktor spesifik yang menandai suatu situasi tertentu bisa sangat mempengaruhi penilaian terhadap suatu kasus. Situasi yang spesifik harus diperhitungkan dalam menerapkan prinisp etika umum (Bertens, 2003).

Kecenderungan ke arah pembuatan keputusan ke arah yang rasional oleh masyarakat itu sendiri. Partisipasi masyarakat tidak lain adalah peningkatan mutu kegotong royongan tradisional yang berdasarkan spontanitas, kesukarelaan dan bersifat insidental. Bila kondisi ini tercipta, maka akan tercipta kondisi berikutnya, yakni satu keadaan dimana masyarakat menjadi lebih bertanggung jawab terhadap segala hsil pembangunan. Dan dengan demikian, akan lahirlah kemudian apa yang tadi disebut sebagai masyarakat madani, atau civil society (Ismail, 2009).

Kecenderungan dasar dalam proses pembangunan masyarakat dewasa menekankan bahwa partisipasi sosial warga masyarakat adalah kebersamaan atau saling memberikan sumbangan akan kepentingan dan masalah-masalah bersama, yang tumbuh dari kepentingan dan perhatian individu warga masyarakat itu sendiri (Zulkarimen, 2004).

3.1.9 Umumnya satu perkotaan

Pertumbuhan kota yang cepat secara langsung berdampak pada pembangunan infrastruktur dasar dan pelayanan publik yang tentunya memerlukan pembiayaan yang sangat besar. Hal ini menuntut pemerintah kota untuk melakukan efesiensi dan efektifitas dalam pembiayaan pembangunan, karena keterbatasan pemerintah kota dalam menyediakan dana pembangunan, termasuk menetapkan sektor-sektor yang dapat diserahkan pengelolaannya kepada masyarakat sebagai bentuk partisipasi (Sutami,2009).

Adanya pembangunan sosial yang bertujuan untuk menigkatkan kualitas hidup manusia, yang seharusnya merata disemua wilayah. Akan tetapi faktanya hanya dibeberapa wilayah tertentu saja terutama wilayah perkotaan, sedangkan untuk daerah yang terpencil akan jauh susah untuk diberi bntuan atau fasilitas baik itu sarana dan prasarana. Sehingga akibatnya didaerah yang terpencil kemakmurannyapun tidak terjamin, dimana kurangnya perhatiaan pemerintah sehingga daerahnya tetap menjadi daerah tertinggal (Soedjatmoko,2000).

Kesejahteraan merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat untuk dapat meleksanakan fungsi-fungsi sosialnya. kesejahteraan sosial merupakan keadaan dimana seseorang merasa nyaman,tentram,bahagia, serta dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Kesejahteraan sosial harus dibedakan dengan sejahtera. Kesejahteraan sosial dapat dihubungkan dengan pelayanan kerja social (Purwoko, 2010).

3.2 Pembangunan Komunitas3.2.1 Bertolak dari konsep komunitas

Ciri-ciri model pembangunan, antara lain; bertolak dari konsep komunitas; menganut prinsip distribusi kekuasaan yang merata; mengutamakan distribusi pelayanan yang merata kepada segenap anggota komunitas; pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan berdasarkan pada pendekatan program; peranan pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan, lebih berperan sebagai fasilitator; penekanan kegiatan pada aspek dapat lebih untuk memandirikan masyarakat (mengutamakan aspek pendidikan dalam arti luas); program kegiatannya berkesinambungan (berkelanjutan) antara satu periode ke periode berikutnya (Winardi. 2004).

Zamhariri (2008) telah menyimpulkan banyak literature dan mengusulkan empat komponen utama untuk mendefinisikan konsep komunitas. Pertama dan terutama bahwa komunitas melibatkan manusia. Wilaayah dan tempat tinggal juga menjadi elemen dalam pembangunan masyarakat. Tetapi., tidak semua penulis menambahkan wilayah, tanah, atau batas wilayah dalam definisi komunitas mereka.

Wilkinson (1986) berpendapat bahwa komunitas adalah manusia yang hidup bersama dalam ekologi setempat dengan batasan wilayah yang bias.tatapi beliau menulis kebiasaan batasan adalah tidak relevan apabila dijadikan salah satu pencaharian karakteristik utama dari suatu komunitas atau lingkungan.

3.2.2 Pendekatan societal (Seluruh aspek kehidupan komunitas mendapat perhatian)

Pembangunan Masyarakat menurut sektor tertentu seperti kesehatan, pertanian, home industry, adalah pembangunan masyarakat sebagai program. Jadi tekananya pada kegiatan Pembangunan Masyarakat sebagai suatu gerakan diartikan sebagai kegiatan yang diarahkan untuk menggerakkan warga masyarakat terhadap kegiatan, sehingga warga masyarakat itu committed, tidak netral, mereka memihak secara emosional pada kegiatan pembangunan masyarakat (Raharjo, 2006).

Pembangunan Masyarakat sebagai suatu gerakan cenderung terinstitusi, mengembangkan struktur organisasi, dan mengembangkan prosedur serta paktisi profesionalnya sendiri. (Sumadiningrat, 1999).

Seluruh aspek kehidupan komunitas mendapat perhatian. Pembangunan masyarakat ini merupakan sebagai suatu program berarti sebagai serangkaian prosedur dan substansi kegiatan. Dengan demikian tekananya terletak pada tujuan Pembangunan Masyarakat sebagai suatu program berarti sebagai serangkaian prosedur dan substansi kegiatan. Dengan melakukan prosedur itu kegiatankegiatan pembangunan masyarakat dapat dilakukan (Arifianto,2011).

3.2.3 Sasarannya seluruh masyarakat dari yang tertinggi sampai terendah

Pembangunn masyarakat menerapkan prinsip keterpaduan dimana kegiatan disusun bersama dengan menggabungkan top-down dan bottom-up serta pelaksanaan dan evaluasi oleh masyarakat dibantu pihak lain seperti pemerintah dan para ahli (Moeljarto, 1995).

Proses pembangunan selain membentuk negara modern, juga bertujuan memberi kesejahteraan kepada seluruh lapisan masyarakat Aspek pembangunan manusia ini dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks Pembangunan Manusia ini merupakan salah satu alternatif pengukuran pembangunan selain menggunakan Gross Domestic Bruto. Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak. (Lettlejhoh, 2002).

Sasarannya seluruh masyarakat, sehingga secara tidak langsung adnya pemberdayaan masyarakat untuk proses peningkatan akses, kapasitas, kapabilitas masyarakat dalam pengambilan keputusan ekonomi politik, sosial, dan budaya dalam bentuk pelimpahan kekuasaan, wewenang, tugas, dan tanggung jawab kepada masyarakat (partisipasi masyarakat) sehingga mampu mengolah dan memecahkan masalahnya sendiri (Kartasasmita, 2003).

3.2.4 Umumnya bermotif pendidikan, agar suatu saat berkembang berdasar kekuatan sendiri

Pembangunan Sosial mencakup pembangunan dibidang kesehatan, pendidikan dan perumahan, konsep tersebut dikemukakan oleh Hardimen dan Midgley, 1982 dalam bukunya Suharto, (2005:33) tentang Analisis Kebijakan Publik. Kemudian dari pendapat tersebut di atas berkembang wacana mengenai pembangunan bidang kesejahteraan sosial. Istilah ini dikalangan akademisi maupun praktisi Indonesia masih mengandung arti yang bias (Suharto, 2005).

Faktor penyebab perlunya mengembangkan tingkat pendidikan di dalam usaha untuk membangun suatu perekonomian, adalah: Pendidikan yang lebih tinggi memperluas pengetahuan masyarakat dan mempertinggi rasionalitas pemikiran mereka;Pendidikan memungkinkan masyarakat mempelajari pengetahuan-pengetahuan teknis yang diperlukan untuk memimpin dan menjalankan perusahaan-perusahaan modern dan kegiatan-kegiatan modern lainnya; Pengetahuan yang lebih baik yang diperoleh dari pendidikan menjadi perangsang untuk menciptakan pembaharuan-pembaharuan. (Silalahi, 2003).

Hal ini berarti bahwa pendidikan pada akhirnya dimaksudkan untuk mengembangkan seluruh pribadimanusia, termasuk mempersiapkan manusia sebagai anggota masyarakatnya, warganegara yang baik dan rasa persatuan (cohesiveness). Pendidikan mempunyai fungsi sebagai human resources yaitu mengembangkan kemampuannya memasuki era kehidupan baru seperti kompetitif dan employability (Iman, 2005).

3.2. 5 Diharap digerakan oleh komunitas itu sendiri tanpa atau dengan bantuan pihak lain

Penerapan konsep pembangunan yang digerakkan masyarakat harusnya mampu menjembatani proses penangulangan kemiskinan yang itu sendiri. Jika tidak, konsep pembangunan yang digerakkan masyarakat tentu tidak akan ada gunanya diterapkan dimasyarakat. Tidak ada gunanya menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan jika masyarakat miskin itu sendiri tidak dapat terentaskan dari kondisi kemiskinan yang dialaminya (Suharto, E. Dan Yuliani, 2005).

Kelompok yang terdiri dari banyak orang, antara siapa hubungannya tidak perlu didasarkan pengenalan secara pribadi dan sifatnya tidak begitu langgeng. Pada kelompok ini, diantara kelompok, terdapat hubungan tak langsung, formal, dan kurang bersifat kekeluargaan. Diantara anggota kelompok yang satu dengan yang lainnya bahkan tidak saling mengenal, dan tidak akrab, sifatnyapun tidak permanen namun memiliki tujuan yang sama (Ari, 2012).

Manfaat konsep pembangunan yang digerakkan masyarakat untuk mewujudkan tujuan upaya penanggulangan kemiskinan. Kita juga perlu menyadari tentang tujuan penerapan konsep pembangunan yang masyarakat sendiri ke dalam perikehidupan masyarakat lokal (Suhirman dan Wagiyo, 2005).

3.2.6 Sasarannya komunitas

Pembangunan sosial melalui komunitas. Dimana kelompok masyarakat secara bersama-sama berupaya mengembangkan komunitas lokalnya. Pendekatan ini dikenal dengan pendekatan komunitarian. Para pendukung strategi ini percaya bahwa warga masyarakat dan komunitasnya memiliki kesamaan kemampuan dalam mengorganisir diri mereka sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan sharing goals diantara mereka juga memanfaatkan sumbersumber lokal dan melakukan kontrol terhadap institusi lokal. Disamping itu juga dapat memanfaatkan berbagai sumber ekstemal dalam rangka mempromosikan embangunan sosial di tingkat lokal (Suharto, 2009).

Pengorganisasian komunitas adalah suatu proses yang terjadi di masyarakat dalam mengidentifikasi kebutuhan, menentukan prioritas dari kebutuhan tersebut, serta berusaha memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara gotong royong. Dengan kata lain, di mana masyarakat dapat mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhannya dan menentukan prioritas dari kebutuhan-kebutuhan tersebut (Soekidjo, 2003).

Komunitas digambarkan sebagai tempat kumpul orang dan sistem sosial. Tempat terdiri dari lingkungan fisik dan sosial, sedangkan kumpulan orang terdiri dari ganbar populasi termasuk jumlah, komposisi tingkat pendidikan, dan lain-lain. Dan sistem sosial terdiri dari interaksi individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat (Saunders, 1982).

3.2.7 Bertujuan membangkitkan kemampuan untuk berkembang sendiri

Berkembang berbagai pemikiran untuk mencari alternatif lain terhadap paradigma yang semata-mata memberi penekanan kepada pertumbuhan. penggunaan kemampuan yang telah dipunyai untuk bekerja, untuk menikmati kehidupan atau untuk aktif dalam kegiatan kebudayaan, sosial, dan politik (Taufiqullah, 2007).

Adanya pembangunan komunitas, akan mengembangkan kemampuan untuk mengkoordinasi, memanajement masyarakat atau komunitas tersebut untuk dapat mandiri dan mencapai tujuan secara bersama-sama (Kartasasmita, 2003).

Tujuan pokok pembangunan adalah memperluas pilihan-pilihan manusia Pengertian ini mempunyai dua sisi. Pertama, pembentukan kemampuan manusia seperti tercermin dalam kesehatan, pengetahuan dan keahlian yang meningkat. Kedua,penggunaan kemampuan yang telah dipunyai untuk bekerja, untuk menikmati kehidupan atau untuk aktif dalam kegiatan kebudayaan, sosial, dan politik.Menurut Edmun (2004) paradigma pembangunan manusia yang disebut sebagai sebuah konsep yang holistik mempunyai 4 unsur penting, yakni:

1. peningkatan produktivitas.

2. pemerataan kesempatan.

3. kesinambungan pembangunan.

4. pemberdayaan manusia.

Konsep ini diprakarsai dan ditunjang oleh UNDP, yang mengembangkan Indeks Pembangunan Manusia (Edmund, 2004).

3.2.8 Sistematik, terus menerus

Pendampingan adalah suatu proses pembangunan kelompok masyarakat yang dilakukan secara sistematik dan terus menerus melalui pengorganisasian dan peningkatan kemampuan sumber daya masyarakat agar mereka mampu menyatakan persoalan-persoalan dirinya sendiri dalam rangka merubah kondisi eksploitasi dan penindasan yang mereka alami (Henry, 2004).

Suatu pembangunan haruslah dijalankan secara sistematik untuk Mengkoordinasikan, mengintegrasikan, mensinkronkan dan mensinergikan. Sinergitas program merupakan aspek terpenting untuk memperkuat koordinasi pembangunan Kesejahteraan Sosial, oleh karena itu diperlukan upaya aktualisasi konkrit sinergi program pembangunan Kesejahteraan Sosial antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten / Kota, melalui kegiatan perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan Sosial (Soeharto, 2009).

Pencapaian umum dari pembangunan secara sistematik dan terus menerus adalah terbangunnya kelompok masyarakat yang mandiri dan sebagai tempat berhimpun masyarakat masyarakat dalam meningkatkan perekonomiannya. Hal yang harus diperhatikan dalam pembangunan secara sistematik dan terus menerus adalah cara pandang pendamping dalam melihat suatu kondisi permasalahan di dalam masyarakat (Sipahelut, 2010).

3.2.9 Umumnya di pedesaan, di dunia ketiga juga di daerah perkotaan

Melihat konsep pembangunan Desa Terpadu yang merupakan suatu strategi pembangunan yang merupakan pekembangan lebih lanjut dari strategi pembangunan desa. Dalam pembangunan desa dilakukan usaha yan intensif dengan tujuan dan kecenderungan mamberikan fokus perhatian kepada kelompok maupun daerah tertentu melalui penyampaian pelayanan, bantuan dan informasi kepada masyarakat desa (Poostchi,1986).

Upaya mewujudkan citra sejahtera, tidaklah cukup lewat penampilan ibu kota negara yang megah dan menawan. Pemerataan pembangunan di kota maupun di desa pun perlu dilakukan. Pemerintah Indonesia lewat program pembangunan nasional berupaya mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas lingkungan (Caesar, 2012).

Proses interaksi anatara wilayah pedesaan dengan wilayah perkotaan haruslah dalam konteks pembangunan interregional berimbang, dimana terjadi proses pembagian nilai tambah yang seimbang dan proporsional antara keduanya. Wilayah pedesaan harus dibangun strategi pengembangan yang sesuai dengan struktur, pendidikan, sosial, kesehatan dan lain-lain yang setara, sehingga mampu menggerakkan ekonomi pedesaan dan menciptakan nilai tambah yang dinikmati oleh pelaku lokal (Rustiadi at al, 2006:9)

V. ANALISA DINAMIKA KELOMPOK NAHDLATUL ULAMA (NU) DITINJAU DARI ASPEK PSIKOSOSIAL4.1 Tujuan kelompok

Menurut Mardikanto dalam Andarwati et al. (2012) tujuan kelompok merupakan hasil akhir yang ingin dicapai, baik berupa suatu obyek atau keadaan serta keinginankeinginan lain yang diinginkan dan dapat memuaskan semua anggota kelompok yang bersangkutan. Adanya kejelasan tujuan kelompok akan sangat berpengaruh terhadap perilaku atau tindakan anggota kelompok, sebab kejelasan tujuan akan memotivasi angota untuk terus berusaha mencapai tujuan.

Tingkat kedinamisan kelompok berdasarkan pendekatan sosiologis tergantung beberapa faktor. Salah satu fakornya adalah tjuan kelompok Tujuan kelompok, yaitu apa yang ingin dicapai oleh kelompok, dilihat dilihat kaitannya dengan tujuan-tujuan individu (anggota). Tujuan yang tidak jelas dan tidak formal dinyatakan, sering menyebabkan kekaburan bagi anggota dan tidak memotivasi anggota untuk bergelut dalam kegiatannya (Djoni dkk dalam Diniyati, 2012).

Nahdlatul 'Ulama (Kebangkitan 'Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam besar di Indonesia yang berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. Tujuan dari organisasi Nahdlatul 'Ulama adalah menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

4.2 Jenjang Sosial

Jenjang soial atau dapat dikatakan sebagai struktur kelompok merupakan suatu pola yang teratur tentang bentuk tata hubungan antara individu-individu kelompok yangsekaligus menggabarkan kedudukan dan peran masing-masing dalam upaya pencapaian kelompok. Ketidakjelasan mengenai struktur kelompok akan berpengaruh terhadap ketidak jelasan kedudukan, peran, hak, kewajiban dan kekuasaan masing-masing anggota, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak mungkin dapat berlangsung secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan kelompok. (Andarwati et al., 2012).

Jenjang sosial adalah segala sesuatu yang menyangkut kedudukan dalam kelompok serta prestasi yang menyertai. Contohnya adalah pemberian status anggota kehormatan. Anggota kehormatan ialah orang yang diangkat sebagai anggota khusus oleh perkumpulan karena jasa orang tersebut (Wahid, 2008).

Jenjang sosial yang terdapat dalam organisais Nahdlatul 'Ulama terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa dan anggota kehormatan. Anggota biasa: setiap WNI yang beragama Islam, menganut faham Ahlusunnah wal Jamaah dan menurut salah satu Mazhab Empat. sudah aqil baligh, menyetujui aqidah. asas. tujuan, usaha-usaha serta sanggup melaksanakan semua keputusan Nahdlatul Ulama. Anggota luar biasa : setiap orang yang beragama Islam, menganut faham Ahlusunnah wal Jamaah dan menu rut salah satu Mazhab Empat, sudah aqil baligh. menyetujui aqidah. asas. tujuan dan usaha-usaha NU. Namun yang bersangkutan berdomisili secara tetap di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Anggota kehormatan: setiap orang yang bukan anggota biasa atau anggota luar biasa yang dinyatakan telah berjasa kepada Nahdlatul Ulama dan ditetapkan dalam keputusan Pengurus Besar

4.3 Peran kedudukan

Peranan kedudukan, yaitu hirarki hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh komponen kelompok karena menempati posisi tertentudalam kelompok. Setiap kedudukan memiliki seperangkat peranan yang harus dilaksanakan oleh orang yang bersangkutan. Ada empat indikator penting dalam melihat berjalannya kepemimpinan dari ketua kelompok, yaitu dilihat dari segi: (1) kekuatan keahlian, (2) kekuatan rujukan, (3) pembawa aspirasi, dan (4) menjadi patner ager pembaharu (Yunasaf, 2005).

Dalam suatu kelompok harus terdapat struktur organisasi. Struktur organisasi tersebut terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota. Dimana tugas seorang ketua adalah mengkoordinir pengurus dan anggota, memimpin jalannya rapat atau perteuan, serta bertanggungjawab atas jalannya semua kegiatan kelompok. (Astuti, 2010).

Struktur organisasi Nahdlatul 'Ulama (NU) adalah Pengurus Besar (tingkat Pusat), Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi), Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota), Majelis Wakil Cabang (tingkat Kecamatan), Pengurus Ranting (tingkat Desa/Kelurahan). Untuk tingkat Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari: Mustasyar (Penasehat), Syuriah (Pimpinan Tertinggi), Tanfidziyah (Pelaksana Harian), bertugas menjalankan pelaksanaan keputusan-keputusan organisasi sesuai tingkatannya. Sedangkan, untuk tingkat Ranting setiap kepengurusan terdiri dari:Syuriaah (Pimpinan tertinggi) bertugas membina dan mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan organisasi sesuai, dan Tanfidziyah (Pelaksana harian).

4.4 Kekuasaan (kewenangan yang memungkinkan seseorang menggerakan orang lain untuk mencapai tujuan)

Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh pada orang lain; artinya kemampuan untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok. Kekuasaan juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan, atau kejadian. Kekuasaan tidak sama dengan wewenang, wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan tanpa wewenang akan menyebabkan konflik dalam organisasi (Sarwono, 2005).

Kekuasaan tidak begitu saja diperoleh individu, ada sumber kekuasaan menurut John Brench dan Bertram Raven , yaitu : (1) Kekuasaan balas jasa (reward power), didasarkan pada kemampuan seseorang pemberi pengaruh untuk memberi penghargaan pada orang lain; (2) Kekuasaan paksaan (coercive power), didasarkan pada kemampuan orang untuk menghukum orang yang dipengaruhi kalau tidak memenuhi perintah atau persyaratan; (3) Kekuasaan sah (legitimate power), diperoleh berdasarkan hukum atau aturan tertentu (Irawati, 2004).

Peran KH Hasyim Asy'ari dalam pengembangan NU sangat penting. Pada kenyataannya Hasyim Asy'ari bisa dipandang sebagai arsiteknya. Tokoh itu yang menulis aturan-aturan dasar organisasi NU yang masih terus dipakai sebagai dasar ideologi sampai kini. Beliau tidak saja berperan utama dalam mengeluarkan fatwa-fatwa hukum mengenai berbagai masalah keagamaan yang diperdebatkan banyak ulama, tetapi juga berperan dalam mempromosikan NU sebagai organisasi nasional.

4.5 Kepercayaan (sesuatu yang diyakini bersama-sama untuk mencapai tujuan)

Menurut Sopiah (2008:43) ada berbagai karakter yang melekat pada tim atau kelompok yang sukses. Karakter-karakter tersebut adalah (1) mempunyai komitmen terhadap tujuan bersama; (2) menegakkan tujuan spesifik; (3) kepemimpinan dan struktur; (4) menghindari kemalasan sosial dan tanggung jawab; dan (5) mengembangkan kepercayaan timbal-balik yang tinggi. Tim atau kelompok kinerja tinggi dicirikan oleh kepercayaan (trust) timbal balik yang tinggi di antara anggota-anggotanya. Artinya, para anggota meyakini akan integritas, karakter dan kemampuan setiap anggota yang lain.

Rasa saling percaya merupakan suatu kondisi yang di dalamnya mengandung isi moralistik, seperti kejujuran, atau konsistensi antara apa yang dikatakan oleh seseorang dengan apa yang dilakukannya, kesungguhan dan tanggung jawab yang dapat diandalkan, niat baik, dan tidak ada sesuatu yang disembunyikan. Dalam hubungan saling percaya, masing-masing pihak yakin bahwa segala suatu tindakan untuk mencapai tujuan bersama sangat diyakini akan disambut dukungan dari rekan sekelompoknya. (Geller dalam Sulasmi, 2006).

Kuatnya organisasi Muslimat NU menghadapi hambatan dan tantangan ditopang oleh dimensi modal sosial "rasa percaya". Kepercayaan antar anggota, kepercayaan anggota kepada pemimpinnnya dan sebaliknya kepercayaan pemimpinnya kepada anggotanya dalam tubuh Muslimat NU menjadi faktor penentu "berjalannya" sistem organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Kepercayaanlah yang kemudian mendasari masing-masing anggota bergerak, berpartisipasi dan bertanggung jawab membawa Muslimat NU sebagai organisasi, tidak sekedar "pengajian keagamaan".

4.6 Sanksi

Sanksi merupakan sistem penghargaan atau hukuman terhadap perilaku kelompok atau anggota kelompok. Aspek persaingan untuk maju harus terus dimotivasi. Sebaiknya, penghargaan untuk anggota perlu diberikan dan ditingkatkan, begitu pula dengan adanya sanksi dan hukuman yang tegas dan jelas wajib diberlakukan sehingga kelompok dapat berjalan dengan baik (Andarwati t al., 2012).

Edwin Hollander dalam Budiarto (2005) mengembangkan konsep Idiosyncrasy credits ini untuk menjelaskan reaksi positif kelompok terhadap minoritas yang mana mendahului ketidaksepakatan pendapat dengan konformitas. Penghargaan atau credits terakumulasikan oleh interaksi anggota itu sendiri yang secara tipikal adalah anggota yang berkontribusi kepada progress dari sebuah pencapaian tujuan kelompok. Hollander juga menegaskan bahwa tanpa adanya pencapaian penghargaan atau credits yang tinggi terlebih dahulu sebelum orang yang tidak setuju tersebut menghadapi mayoritas.

Sanksi dalam NU diatur dalam Peraturan Organisasi Nahdlatul Ulama Nomor : 001/Konbes/09/2012 BAB VI Pasal 15 yang berisi: (1) Pelanggaran terhadap semua ketentuan yang diatur dalam Peraturan Organisasi ini dikenakan sanksi organisasi;(2) Pemberlakuan sanksi dilakukan oleh Pengurus Nahdlatul Ulama pada tingkat yang berwenang melalui tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, 13 dan 14; (3) Sanksi berupa peringatan tertulis dan atau pemberhentian pengurus diatur melalui Peraturan Organisasi tentang Tata Cara Penggantian Pengurus.

4.7 Norma (aturan tidak tertulis yang harus ditaati anggota)

Ciri-ciri utama kelompok yaitu memiliki ikatan yang nyata, interaksi dan interrelasi sesama anggotanya, struktur dan pembagian tugas yang jelas, kaidah-kaidah atau norma-normatertentu yang disepakati bersama dan keinginan dan tujuan bersama. Norma ialah perilaku standar yang dapat diterima oleh sistem atau kelompok (Wahid, 2008).

Norma adalah persetujuan atau perjanjian tentang bagaimana orang-orang dalam suatu kelompok berperilaku satu dengan lainnya. Kadang-kadang norma oelh para sosiolog disebut juga dengan hukum (law) ataupun aturan (rule), yaitu perilaku-perilaku apa saja yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan dalam suatu kelompok. Ada tiga kategori norma kelompok, yaitu norma sosial, prosedural dan tugas. Norma sosial mengatur hubungan di antara para nggota kelompok. Sedangkan norma procedural menguraikan dengan lebih rinci bagaimana kelompok harus. Dari norma tugas memusatkan perhatian pada bagaimana suatu pekerjaan harusdilaksanakan (Effendi, 2007).

Selain rasa percaya, sumber modal sosial Muslimat NU yang memiliki kekuatan menggerakkan adalah nilai atau norma. Norma yang memiliki kaitan dengan modal sosial adalah nilai bersama yang mengatur perilaku individu dalam suatu masyarakat atau kelompok. Sebagai organisasi otonom, Muslimat NU dapat mengikat anggotanya dengan norma informal yang dapat mengembangkan kerjasama antar individu, antar anggota Muslimat NU. Norma yang merupakan sumber modal sosial dalam Muslimat NU ini tersusun dari norma resiprositas antar anggota.

4.8 Perasaan (tanggapan emosional dari anggota kepada kelompok)

Menurut Sarwono (2005), kelompok yang memiliki ikatan sosial-emosionalnya tinggi cenderung mengembangka pikiran kelompok. Sebaliknya, kelompok yang ikatannya lugas dan berdasarkan tugas belaka cenderung rendah pikiran kelompokya mendukung adanya jiwa kelompok yang berbeda dari jiwa pribadi. Periaku kelompok berciri kekerasan, tidak konsisten, dan pembuatan keputusannya ceroboh. Perlu diingat pengendali perilaku kelompok adalah naluri emosi.

In group merupakan kelompok sosial yang dijadikan tempat oleh individu-individunya untuk mengidentifikasikan dirinya. Out group merupakan kelompok sosial yang oleh individunya diartikan sebagai lawan in group jelasnya kelompok sosial di luar anggotanya disebut out group. Sikap in group dan out group merupakan dasar sikap etnosentrisme yang merupakan sikap bahwa setiap sesuatu yang merupakan produk kelompoknya dianggap paling baik dan benar (Rubianto, 2009).

Konflik yang berkaitan dengan kekuasaan biasanya berlarut, panjang. Namun satu hal yang dimiliki warga NU dalam menghadapi konflik internal adalah kemampuannya mengatasi konflik tersebut secara damai. Bagi komunitas Nahdliyin perasaan in group (kejamaahan) sangat kental, sehingga betapapun tingginya ketegangan mereka masih merasa sewarga, karena mereka memiliki tiang penyangga atau tali perekat kejamaahan, sehingga ketegangan bisa diatasi. Apalagi dalam tradisi pesantren yang mengutamakan ketawadlukan ketimbang ambisi pribadi, lebih mengutamakan keakhiratan ketimbang yang duniawi, maka ketegangan biasanya segera bisa diatasi sehingga tidak menimbulkan konflik terbuka.

4.9 Fasilitas (segala sesuatu yang memiliki nilai untuk mencapai tujuan)

Fasilitas merupakan segala sesuatu yang dapat mempermudah upaya dan memperlanca kerja dalam rangka mencapai suatu tujuan. Fasilitas adalah sarana untuk melancarkan dan memudahkan pelaksanaan fungsi. Pengertian lain fasilitas adalah komponen individual dari penawaran yang mudah ditumbuhkan atau dikurangi tanpa mengubah kualitas dan model jasa. Fasilitas juga merupakan alat untuk membedakan program lembaga pendidikan yang satu dari pesaing yang lainnya ( Lupiyaodi, 2006 : 150 ).

Secara garis besar fasilitas atau sarana dapat dibedakan menjadi fasilitas fisik dan fasilitas uang/non fisik. Fasilitas fisik adalah segala sesuatu yang berupa benda atau yang dapat dibedakan, yang mempunyai peranan dalam memudahkan dan mempelancar suatu kegiatan. Fasilitas fisik juga sering disebut fasilitas materiil. Misalnya alat tulis-menulis, buku, komputer, OHP, kendaraan dan sebagainya. Fasilitas non fisik adalah segala sesuatu yang bersifat mempermudah dan memperlancar kegiatan sebagai akibat berkerjanya nilai-nilai non fisik misalnya uang, waktu, kepercayaan dan sebagainya (Sawir, 2004).

Fasilitas yang diberikan NU kepada anggota dapat berupa harta benda, kekayaan bergerak (alat transportasi, kelengkapan kantor, surat-surat berharga, dan sebagainya), hak guna bangunan maupun hak guna tanah. Di mana harta benda yang dimaksud merupakan harta benda/kekayaan milik organisasi NU atau organisasi di lingkungan NU baik yang bergerak maupun tidak bergerak yang diperoleh dari hasil pembelian, pemberian pihak lain(Hibah), permohonan hak dan atau wakaf.

4.10 Tegangan dan tekanan (tegangan berasal dari dalam, tekanan berasal dari luar)

Tegangan merupakan suatu dorongan yang berasal dari luar kelompok. Tegangan dapat berupa konflik antar kelompok. Faktor utama terjadinya konflik anatar kelompok adalah persaingan, pengeompokkan sosial, dan penyerangan antar kelompok. Persaingan terjadi karena pada dasarnya kelompok akan lebih suka mempunyai dari pada tidak mempunyai, dan karena itu mereka mengambil langkah perencanaan dalam mencapai dua hasil, mencapai tujuan yang diinginkan dan mencegah kelompok lain mendapatkan tujuannya ((Ivancevich et al.,2006).

Tekanan kelompok yaitu tekanan dalam kelompok yang menyebabkan kelompok tersebut berusaha keras untuk mencapai tujuan kelompok. Tekanan kelompok dapat juga diartikan sebagai segala sesuatu yang menimbulkan dorongan berbuat sesuatu untuk tercapainya tujuan kelompok. Sistem penguatan dan hukuman yang diberikan kepada anggota kelompok merupakan salah satu bentuk tekanan kelompok. Tekanan kelompok diberikan kepada anggota dengan maksud untik memperkecil perbedaan-perbedaan yang timbul dalam kelompok karena perbedaan keinginan anggota dan dilakukan oleh orang-orang tertentu yang lebih dominan (Robins dan Judge, 2008).

NU terlalu streng, terlampau keras didalam tuntutanya (esensinya) pada anggota, mengenai kewajiban-kewajiban agama. NU didalam hal prive anggota-anggotanya mempunyai ukuran yang berat. Didalam Anggaran Dasar NU disebutkan kemungkian pemecatan seorang anggota berdasar atas perbuatan-perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan menurut ajaran Islam.

4.11 Pembinaan dan pemeliharaan kelompok

Pembinaan adalah suatu proses atau pengembangan yang mencakup urutan-urutan pengertian, diawali dengan mendirikan, membutuhkan, memelihara pertumbuhan tersebut yang disertai usaha-usaha perbaikan, menyempurnakan, dan mengembangkannya. Pembinaan tersebut menyangkut kegiatan perencanaan, pengorganisasin, pembiayaan, koordinasi, pelaksanaan, dan pengawasan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan hasil yang maksimal. Pembinaan kelompok, yaitu usaha menjaga kehidupan kelompok dan upaya-upaya meningkatkan partisipasi anggota. (Djoni et al. dalam Diniyanti, 2012).

Pengembangan dan pemeliharaan kelompok adalah berkaitan dengan apa yang harus ada dalam kelompok. Segala apa yang harus ada dalam kelompok, antara lain pembagian tugas yang jelas, kegiatan yang terus- menerus dan teratur, ketersediaan fasilitas yang mendukung dan memadai, peningkatan partisipasi kelompok, adanya jalinan komunikasi antar kelompok, adanya pengawasan dan pengendalian kegiatan kelompok, timbulnya norma- norma kelompok, adanya proses sosialisasi kelompok, kegiatan untuk menambah anggota baru dan mempertahankan anggota yang lama (Rumanti, 2005).

Pembinaan yang dilakukan oleh pimpinan Wilayah NU Sumatera Utara pada intinya terbagi dalam 2 (dua) bidang yaitu, pertama, bidang pendalaman dan sosialisasi ajaran Islam pada pimpinan dan anggota, kedua, bidang kegiatan yang merupakan aplikasi dari ajaran Islam.

4.12 Keefektifan kelompok

Keefektifan kelompok yaitu keberhasilan kelompok untuk mencapai tujuannya, yang dapat dilihat pada tercapainya keadaan atau perubahan-perubahan (fisik maupun non fisik) yang memuaskan anggotanya. Kelompok yang efektif mempunyai tiga dasar, yaitu: aktivitas pencapaian tujuan, aktivitas memelihara kelompok secara internal, aktivitas mengubah dan mengembangkan cara meningkatkan keefektifan kelompok. Interaksi anggota kelompok yang memperlihatkan aktivitas dengan mengintegrasikan ketiga macam aktivitas dasar tersebut adalah mencerminkan bahwa kelompok tersebut berhasil atau efektif (Mardikanto dalam Susanto, 2008).

Efektifitas kelompok adalah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas kelompok dalam mencapai tujuan. Semakin banyak tujuan yang dapat dicapai, semakin banyak keberhasilan, anggota kelompok akan semakin puas. Bila anggota kelompok merasa puas kekompakan dan kedinamisan kelompok akan semakin kuat. (Huraerah dan Purwanto, 2006:62).

Keefektifan NU dapat dilihat dari prestasi yang telah didapat atas nama organisasi maupun anggotanya. Prestasi tersebut diantaranya adalah terlibat dalam Konferensi Wartawan Asia Afrika (KWAA) tokohnya H Mahbub Djunaedi, Said Budairy, setelah Djawoto kabur ke China, Pelopor Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) ,kemudian menjadi OII dengan tokohnya KH Dr Idham Chalid dan KHA Syaichu, Bersama TNI/ABRI dan kekuatan Pancasilais lain menumpas G30S/PKI. Salah satu prestasi yang didapat pada periode emas adalah Bersama TNI/ABRI dan kekuatan Pancasilais lain menumpas G30S/PKI.

4.13 Agenda terselubung (tujuan yang diketahui anggota, tetapi tidak tertulis)

Agenda terselubung merupakan perasaan yang terpendam, baik di dalam diri anggota maupun di dalam kelompok. Agenda terselubung juga bisa berupa keinginan-keinginan yang ingin dicapai oleh kelompok, tetapi tidak dinyatakan secara formal (tertulis). Maksud tersembunyi adalah emosional berupa perasaan, konflik, motif, harapan, aspirasi dan pandangan yang tidak terungkap yang dimiliki oleh anggota kelompok. Terpenuhinya maksud terselubung anggota akan mendorong semakin aktifnya anggota kelompok dalam melaksanakan tugas dan kegiatan kelompok yang akan mendorong semakin dinamisnya suatu kelompok (Mardikanto dalam Lestari, 2011).

Maksud tersembunyi dinyatakan oleh Santosa (2006) adalah program, tugas yang tidak diketahui atau disadari oleh anggota kelompok, atau berada di bawah permukaan. Maksud tersebut tidak pernah dibicarakan secara terbuka tetapi ada. Maksud tersembunyi ini saling mempengaruhi dan sama pentingnya dengan maksud-maksud dan tujuan-tujuan terbuka dan kadangkala hal tersebut merupakan motivasi yang kuat untuk pencapaian tujuan. Kelompok dapat bekerja untuk maksud-maksud terbuka dan terselubung untuk tujuan yang sama. Sumbernya bisa berasal dari anggota kelompok, pimpinan kelompok atau kelompok itu sendiri.

Agenda terselebung yang dimiliki Nahdlatul Ulama sangat sulit diketahui. Hanya saja terdapat indikasi penyimpangan dari tujuannya. Di mana indikasi penyimpangannya berupa keitusertaan NU dalam politik.

4.14 Kesimpulan dari analisis:

Nahdlatul Ulama dapat dikategorikan sebagai kelompok atau organisasi yang memiliki kedinamisan yang sangat tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dari terpenuhinya dua belas poin di atas. Unsur-unsur yang menunujukkan bahwa Nahdlatul Ulama merupakan kelompok yang sangat dinamis adalah adanya tujuan kelompok, jenjang sosial, peran kedudukan, kekuasaan (kewenangan yang memungkinkan seseorang menggerakan orang lain untuk mencapai tujuan), kepercayaan (sesuatu yang diyakini bersama-sama untuk mencapai tujuan), sanksi, norma (aturan tidak tertulis yang harus ditaati anggota), perasaan (tanggapan emosional dari anggota kepada kelompok), fasilitas (segala sesuatu yang memiliki nilai untuk mencapai tujuan), tegangan dan tekanan (tegangan berasal dari dalam, tekanan berasal dari luar), pembinaan dan pemeliharaan kelompok, dan keefektifan kelompok.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pendidikan orang dewasa merupakan pendidikan apa yang dipelajari pelajar, bukan apa yang diajarkan pengajar. Hasil akhir yang dinilai adalah apa yang diperoleh orang dewasa dan pertemuan pendidikan/pelatihan, bukan apa yang dilalukukan pengajar, pelatih atau penceramah dalam pertemuannya . Faktor penghambat pendidikan orang dewasa adalah faktor fisiologis dimana kemampuan fungsi tubuh mengalami penurunan dan faktor psikologis dimana terdapat variasi pola pikir orang dewasa yang rumit.

2.

5.2 Saran

6.1

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Ahmad, Asykhiyah. 2011. Pendidikan Orang Dewasa (online).

https://www.scribd.com/doc/226929108/Pot, diakses pada 16 Oktober 2014

Andarwati, Siti, et al. 2012. Dinamika Kelompok Peternak Sapi Potong Binaan

Universitas Gadjah Mada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Sains Peternakan. Vol. 10 (1): 43-46.

Ardiana, Raisa. 2014. Belajar Dari Model India & Cina Sebagai Alternatif Solusi

Kemiskinan Dunia. Jurnal Hubungan Internasional. Nomor 1: 32.

Arifianto, S. 2011. Komunikasi Pembangunan dan Perubahan Sosial. Puslitbang

Aptika.

Asgart, Sofian M. 2005. Dari Pembangunanisme ke Penghormatan HAM. Jurnal

HAM. Vol. 3: 9-13. Bertens, Kees. 2003. Keprihatinan Moral, Telaah atas Masalah Etika. Yogyakarta: Kanisius.

Asmin, 2009. KONSEP DAN METODE PEMBELAJARAN UNTUK ORANG

DEWASA (ANDRAGOGI) (online).http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/195109141975011-AYI_OLIM/andragogi_PDF2.pdf, diakses pada 19 Oktober 2014

Astuti, Aini Nur. 2010. "ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK TANI DI

KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO", Skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Bambang, 2010. KELEMAHAN DAN KEUNGGULAN TEORI BELAJAR

ANDRAGOGI (online). http://www.oocities.org/teknologipembelajaran/andragogi.html, diakses pada 18 Oktober 2014

Budiarto, Yohanes. 2005. FOLLOWERSHIP : SISI LAIN KEPEMIMPINAN YANG

TERLUPAKAN. Jurnal Psikologi. Vol. 3 No. 1: 2-4.

Dimyati, 2010. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Lembaga Administrsi Negara.

Diniyati, Dian. 2012. DINAMIKA KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT: Studi

kasus di DesaKertayasa, Boja dan Sukorejo. Jurnal Psikologi UHT. Vol. 1: 5.

Djamarah, Syaiful Bahri. 1999. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Donnely, Jack. 2003. Universal Human Rights in Theory and Practice, Cornell

University Press, Ithaca and London, hlm. 7-21. Gunawan Sumodiningrat. 2007. Kajian Ringkas Tentang Pembangunan Manusia Indonesia. Jakarta: Kompas.

Effendi, Ridwan. 2007. Panduan Kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan

Teknologi. Bandung: CV. Yasindo Multi Aspek.

Huraerah, Abu dan Purwanto. 2006. Dinamika Kelompok: Konsep dan Aplikasi.

Bandung: Refika Aditama.

Irawati, Nisrul. 2004. Kepemimpinan Efektif, Kepemimpinan yang Mampu

Mengambil Keputusan yang Tepat. Jurnal USU Online. Vol. 1: 3-5.

Ivancevich, John M, K,Robert, dan Michael T. Matteson. 2006. Perilaku dan

ManajemenOrganisasi, Edisi Ke-7, diterjemahkan Gina Gania. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama

Kartasasmita, Ginandjar. 2003. Pemberdayaan Masyarakat. Konsep Pembangunan

Yang Berakar Pada Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Kartasasmita, Ginandjar. 2006. Jalan Keluar bagi Kemiskinan. KOMPAS. 13

September 2006.

King, Laura A., .2010. Psikologi Umum : Sebuah Pandang Apresiatif, Buku 1.

Penerjemah: Brian Marwensdy. Jakarta : Salemba Humanika

Koto, Rahman Agus. 2010. Rabun Dekat dan Rabun Jauh: Penyebab, Tips Mencegah

dan Mengatasi (online). http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/09/09/rabun-dekat-dan-rabun-jauh-penyebab-tips-mencegah-dan-mengatasi-491852.html, diakses pada 18 Oktober 2014

Legiman, 2013. PEMBELAJARAN ORANG DEWASA,

http://www.lpmpjogja.org/index.php/artikeldankaryailmiah/legiman-mpd/57-pembelajaran-orang-dewasa, diakses pada 16 Oktober 2014

Lestari, Mugi. 2011. "DINAMIKA KELOMPOK DAN KEMANDIRIAN

ANGGOTA KELOMPOK TANI DALAM BERUSAHATANI DI KECAMATAN PONCOWARNO KABUPATEN KEBUMEN PROPINSI JAWA TENGAH", Tesis, Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Lettlejhoh, Stephen. 2002. Theory Of Human Communication 7th Edition Belmount

Wadswotth.

Lie, Anita. 2007. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. PT

Grasindo. Jakarta

Lunandi, A, G. 1987. Pendidikan orang dewasa. Jakarta: Gramedia.

Lupiyaoadi, Rabat et al. 2008. Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta: PT.Salemba

Empat.

Moeis, Syarif. 2008. Bahan Ajar STRUKTUR SOSIAL: STRATIFIKASI SOSIAL.

Bandung: FPIPS UPI

Moeljarto.1995. Politik Pembangunan, Sebuah Analisis Konsep, Arah Dan

Strategi.Yogyakarta :Yogya Press.

Mohd. Nain, Ahmad ShukriandMd. Yusoff, Rosman. 2010.Konsep, teori, dimensi

& isu pembangunan.Johor Baru: Penerbit UTM

Muchlis, 2011.BELAJAR DAN MENGAJARDALAM PANDANGAN AL-GHAZL

(online), http://tadris.stainpamekasan.ac.id/index.php/jtd/article/viewFile/96/192, diakses pada 19 Oktober 2014

Mufizar, dkk. 2012. Pembangunan Sosial Masyarakat Perbatasan di Kecamatan

Sajingan Besar Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal PMIS. UniversitasTanjungpura, Pontianak.

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika.

Pramudia, Joni Rahmat. 2010. Pembangunan Masyarakat. UPI: Bandung.

Prasetyo, Eko P., dkk. 2010. Model Kaji Tindak Pembangunan Partisipatif Untuk

Pengentasan Kemiskinan dan RawanPangan Berbasis Potensi Lokal dan Ekonomi Kreatif. Universitas Negeri Semarang.

Rachman, Arief. 2010. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES

PEMBELAJARANDAN HASIL BELAJAR ORANG DEWASA (online). https://www.academia.edu/3608933/Faktor_faktor_yang_mempengaruhi_hasil_belajar_Orang_Dewasa, diakses pada 19 Oktober 2014

Raharjo, Adisasmita. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaaan. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Robbins, Stephen P, dan Judge, Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi ke-12,

diterjemahkan Diana Angelica dkk. Jakarta: Salemba Empat.

Rubianto, Beben. 2009. Radikalisme dan Perilaku Orang Kalah Dalam Perspektif

Psikologi Sosial. Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol. 1 (1): 66-67.

Rumanti, Sr. Maria Assumpta. 2005. DASAR DASAR PUBLIC RELATION Teori dan

Praktik. Jakarta: PT Grasindo.

Sekretariat Jenderal DPR RI. 2009. TANTANGAN PEMBANGUNAN SOSIAL DI

INDONESIA. Jakarta: Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi

Santosa, Slamet. 2006. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2005. Psikologi Sosial Kelompok dan Terapan. Jakarta:

Balai Pustaka.

Sawir, Agnes. 2004. Kebijakan Pendanaan dan Restrukrisasi Persahaan. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka.

Setyabudi, Iman. 2011. HUBUNGAN ANTARA ADVERSITI DAN INTELIGENSI

DENGAN KREATIVITASI Vol. 9 No.11 : 7-8.

Sitohang, Sonang. 2009. Penyuluhan Serta Peranannya Terhadap Industri Mikro Dan Kecil di Indonesia. JAMBSP Vol. 6 No. 1Oktober 2009:106128

Soedjatmoko. 2000. Dimensi Manusia dalam Pembangunan; Pilihan Karangan.

Jakarta: LP3ES.

Soetomo. 2006. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Sopiah. 2008. Perilaku Organisasi. Edisi Pertama. Yogyakarta: ANDI.

Suharto, Edi dkk. 2009. Pembangunan Sosial: Model dan Indikator. Bandung:

STKS-Press

Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian

strategis pembangunan kesejahteraan social dan pembangunan sosial. Bandung: Refika Aditama.

Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Sujarwo, 2010. STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA(PENDEKATAN

ANDRAGOGI) (online). http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Dr.%20Sujarwo,%20M.Pd./Makalah-Strategi%20Pembelajaran%20Orang%20dewasa%20(Repaired).pdf, diakses pada 17 Oktober 2014

Sulasmi, Siti. 2006. PERAN VARIABEL PERILAKU BELAJAR INOVATIF,

INTENSITAS KERJASAMA KELOMPOK, KEBERSAMAAN VISI DAN RASA SALING PERCAYA DALAM MEMBENTUK KUALITAS SINERGI. Studi Tentang Peran Variabel Perilaku Belajar. Hal: 225.

Suprijanto. 2008. Pendidikan Orang Dewasa, dari Teori Hingga Aplikasi. Jakarta:

PT. Bumi Aksara.

Susanto, Agus. 2008. "ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK TANI

HAMPARAN DI KECAMATAN DELANGGU KABUPATEN KLATEN", Skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Sutami. 2009. Partisipasi Masyarakat Pada Pembangunan Prasarana Lingkungan

Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kelurahan Marunda Jakarta Utara. Tesis Program Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota. Universitas Diponegoro. Semarang. Tidak dipublikasikan.

Todaro, Michael, P dan Smith, Stephen, C. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jakarta:

Erlangga.

Winardi. 2004. Manajemen Perubahan (Management of Change). Jakarta:

Prenada Media.

Wahid, Abd. 2008. DINAMIKA KELOMPOK TANI PADA KEGIATAN

REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DI DAS BILA WALANAE DESA LASIWALA KABUPATEN SIDRAP. Jurnal Online Unhas. Vol. 3 (2): 5.

Yunasaf,Unang. 2005. KEPEMIMPINAN KETUA KELOMPOK DAN

HUBUNG