nadyaafina.files.wordpress.com · web viewada empat indikator penting dalam melihat berjalannya...
TRANSCRIPT
Afina Nadya ZaharaH1K013040
Ilmu Kelautan
Dinamika Organisasi Nahdlatul Ulama (NU) Melalui Analis Pendekatan Psikososial
1. Tujuan kelompok
Menurut Mardikanto dalam Andarwati et al. (2012) tujuan kelompok merupakan
hasil akhir yang ingin dicapai, baik berupa suatu obyek atau keadaan serta
keinginankeinginan lain yang diinginkan dan dapat memuaskan semua anggota
kelompok yang bersangkutan. Adanya kejelasan tujuan kelompok akan sangat
berpengaruh terhadap perilaku atau tindakan anggota kelompok, sebab kejelasan
tujuan akan memotivasi angota untuk terus berusaha mencapai tujuan.
Tingkat kedinamisan kelompok berdasarkan pendekatan sosiologis tergantung
beberapa faktor. Salah satu fakornya adalah tjuan kelompok Tujuan kelompok, yaitu
apa yang ingin dicapai oleh kelompok, dilihat dilihat kaitannya dengan tujuan-tujuan
individu (anggota). Tujuan yang tidak jelas dan tidak formal dinyatakan, sering
menyebabkan kekaburan bagi anggota dan tidak memotivasi anggota untuk bergelut
dalam kegiatannya (Djoni dkk dalam Diniyati, 2012).
Nahdlatul 'Ulama (Kebangkitan 'Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam),
disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam besar di Indonesia yang berdiri pada 31
Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. Menegakkan
ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah-tengah kehidupan
masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2. Jenjang Sosial
Jenjang soial atau dapat dikatakan sebagai struktur kelompok merupakan suatu
pola yang teratur tentang bentuk tata hubungan antara individu-individu kelompok
yangsekaligus menggabarkan kedudukan dan peran masing-masing dalam upaya
pencapaian kelompok. Ketidakjelasan mengenai struktur kelompok akan berpengaruh
terhadap ketidak jelasan kedudukan, peran, hak, kewajiban dan kekuasaan masing-
masing anggota, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak mungkin dapat berlangsung
secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan kelompok. (Andarwati et al., 2012).
Jenjang sosial adalah segala sesuatu yang menyangkut kedudukan dalam
kelompok serta prestasi yang menyertai. Contohnya adalah pemberian status anggota
kehormatan. Anggota kehormatan ialah orang yang diangkat sebagai anggota khusus
oleh perkumpulan karena jasa orang tersebut (Wahid, 2008).
Jenjang sosial yang terdapat dalam organisais Nahdlatul 'Ulama terdiri dari
anggota biasa, anggota luar biasa dan anggota kehormatan. Anggota biasa: setiap
WNI yang beragama Islam, menganut faham Ahlusunnah wal Jamaah dan menurut
salah satu Mazhab Empat. sudah aqil baligh, menyetujui aqidah. asas. tujuan, usaha-
usaha serta sanggup melaksanakan semua keputusan Nahdlatul Ulama. Anggota luar
biasa : setiap orang yang beragama Islam, menganut faham Ahlusunnah wal Jamaah
dan menu rut salah satu Mazhab Empat, sudah aqil baligh. menyetujui aqidah. asas.
tujuan dan usaha-usaha NU. namun yang bersangkutan berdomisili secara tetap di
luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Anggota kehormatan: setiap
orang yang bukan anggota biasa atau anggota luar biasa yang dinyatakan telah berjasa
kepada Nahdlatul Ulama dan ditetapkan dalam keputusan Pengurus Besar
3. Peran kedudukan
Peranan kedudukan, yaitu hirarki hak dan kewajiban yang harus dilakukan
oleh komponen kelompok karena menempati posisi tertentudalam kelompok.
Setiap kedudukan memiliki seperangkat peranan yang harus dilaksanakan oleh
orang yang bersangkutan. Ada empat indikator penting dalam melihat berjalannya
kepemimpinan dari ketua kelompok, yaitu dilihat dari segi: (1) kekuatan keahlian,
(2) kekuatan rujukan, (3) pembawa aspirasi, dan (4) menjadi patner ager
pembaharu (Yunasaf, 2005).
Dalam suatu kelompok harus terdapat struktur organisasi. Struktur organisasi
tersebut terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota. Dimana tugas
seorang ketua adalah mengkoordinir pengurus dan anggota, memimpin jalannya
rapat atau perteuan, serta bertanggungjawab atas jalannya semua kegiatan
kelompok. (Astuti, 2010).
Struktur organisasi yNahdlatul 'Ulama (NU) adalah Pengurus Besar (tingkat
Pusat), Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi), Pengurus Cabang (tingkat
Kabupaten/Kota), Majelis Wakil Cabang (tingkat Kecamatan), Pengurus Ranting
(tingkat Desa/Kelurahan). Untuk tingkat Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis
Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari: Mustasyar (Penasehat), Syuriah
(Pimpinan Tertinggi), Tanfidziyah (Pelaksana Harian), bertugas menjalankan
pelaksanaan keputusan-keputusan organisasi sesuai tingkatannya. Sedangkan,
untuk tingkat Ranting setiap kepengurusan terdiri dari:Syuriaah (Pimpinan
tertinggi) bertugas membina dan mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan
organisasi sesuai, dan Tanfidziyah (Pelaksana harian).
4. Kekuasaan (kewenangan yang memungkinkan seseorang menggerakan
orang lain untuk mencapai tujuan)
Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh pada orang lain;
artinya kemampuan untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok.
Kekuasaan juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok,
keputusan, atau kejadian. Kekuasaan tidak sama dengan wewenang, wewenang tanpa
kekuasaan atau kekuasaan tanpa wewenang akan menyebabkan konflik dalam
organisasi (Sarwono, 2005).
Kekuasaan tidak begitu saja diperoleh individu, ada sumber kekuasaan menurut
John Brench dan Bertram Raven , yaitu : (1) Kekuasaan balas jasa (reward power),
didasarkan pada kemampuan seseorang pemberi pengaruh untuk memberi
penghargaan pada orang lain; (2) Kekuasaan paksaan (coercive power), didasarkan
pada kemampuan orang untuk menghukum orang yang dipengaruhi kalau tidak
memenuhi perintah atau persyaratan; (3) Kekuasaan sah (legitimate power), diperoleh
berdasarkan hukum atau aturan tertentu (Irawati, 2004).
Peran KH Hasyim Asy'ari dalam pengembangan NU sangat penting. Pada
kenyataannya Hasyim Asy'ari bisa dipandang sebagai arsiteknya. Tokoh itu yang
menulis aturan-aturan dasar organisasi NU yang masih terus dipakai sebagai dasar
ideologi sampai kini. Beliau tidak saja berperan utama dalam mengeluarkan fatwa-
fatwa hukum mengenai berbagai masalah keagamaan yang diperdebatkan banyak
ulama, tetapi juga berperan dalam mempromosikan NU sebagai organisasi nasional.
5. Kepercayaan (sesuatu yang diyakini bersama-sama untuk mencapai tujuan)
Menurut Sopiah (2008:43) ada berbagai karakter yang melekat pada tim atau
kelompok yang sukses. Karakter-karakter tersebut adalah (1) mempunyai komitmen
terhadap tujuan bersama; (2) menegakkan tujuan spesifik; (3) kepemimpinan dan
struktur; (4) menghindari kemalasan sosial dan tanggung jawab; dan (5)
mengembangkan kepercayaan timbal-balik yang tinggi. Tim atau kelompok kinerja
tinggi dicirikan oleh kepercayaan (trust) timbal balik yang tinggi di antara anggota-
anggotanya. Artinya, para anggota meyakini akan integritas, karakter dan
kemampuan setiap anggota yang lain.
Rasa saling percaya merupakan suatu kondisi yang di dalamnya mengandung isi
moralistik, seperti kejujuran, atau konsistensi antara apa yang dikatakan oleh
seseorang dengan apa yang dilakukannya, kesungguhan dan tanggung jawab yang
dapat diandalkan, niat baik, dan tidak ada sesuatu yang disembunyikan. Dalam
hubungan saling percaya, masing-masing pihak yakin bahwa segala suatu tindakan
untuk mencapai tujuan bersama sangat diyakini akan disambut dukungan dari rekan
sekelompoknya. (Geller dalam Sulasmi, 2006).
Kuatnya organisasi Muslimat NU menghadapi hambatan dan tantangan ditopang
oleh dimensi modal sosial "rasa percaya". Kepercayaan antar anggota, kepercayaan
anggota kepada pemimpinnnya dan sebaliknya kepercayaan pemimpinnya kepada
anggotanya dalam tubuh Muslimat NU menjadi faktor penentu "berjalannya" sistem
organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Kepercayaanlah yang kemudian
mendasari masing-masing anggota bergerak, berpartisipasi dan bertanggung jawab
membawa Muslimat NU sebagai organisasi, tidak sekedar "pengajian keagamaan".
6. Sanksi
Sanksi merupakan sistem penghargaan atau hukuman terhadap perilaku kelompok
atau anggota kelompok. Aspek persaingan untuk maju harus terus dimotivasi.
Sebaiknya, penghargaan untuk anggota perlu diberikan dan ditingkatkan, begitu pula
dengan adanya sanksi dan hukuman yang tegas dan jelas wajib diberlakukan sehingga
kelompok dapat berjalan dengan baik (Andarwati t al., 2012).
Edwin Hollander dalam Budiarto (2005) mengembangkan konsep Idiosyncrasy
credits ini untuk menjelaskan reaksi positif kelompok terhadap minoritas yang mana
mendahului ketidaksepakatan pendapat dengan konformitas. Penghargaan atau credits
terakumulasikan oleh interaksi anggota itu sendiri yang secara tipikal adalah anggota
yang berkontribusi kepada progress dari sebuah pencapaian tujuan kelompok.
Hollander juga menegaskan bahwa tanpa adanya pencapaian penghargaan atau credits
yang tinggi terlebih dahulu sebelum orang yang tidak setuju tersebut menghadapi
mayoritas.
Sanksi dalam NU diatur dalam Peraturan Organisasi Nahdlatul Ulama Nomor :
001/Konbes/09/2012 BAB VI Pasal 15 yang berisi: (1) Pelanggaran terhadap semua
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Organisasi ini dikenakan sanksi organisasi;(2)
Pemberlakuan sanksi dilakukan oleh Pengurus Nahdlatul Ulama pada tingkat yang
berwenang melalui tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, 13 dan 14; (3)
Sanksi berupa peringatan tertulis dan atau pemberhentian pengurus diatur melalui
Peraturan Organisasi tentang Tata Cara Penggantian Pengurus.
7. Norma (aturan tidak tertulis yang harus ditaati anggota)
Ciri-ciri utama kelompok yaitu memiliki ikatan yang nyata, interaksi dan
interrelasi sesama anggotanya, struktur dan pembagian tugas yang jelas, kaidah-
kaidah atau norma-normatertentu yang disepakati bersama dan keinginan dan tujuan
bersama. Norma ialah perilaku standar yang dapat diterima oleh sistem atau
kelompok (Wahid, 2008).
Norma adalah persetujuan atau perjanjian tentang bagaimana orang-orang dalam
suatu kelompok berperilaku satu dengan lainnya. Kadang-kadang norma oelh para
sosiolog disebut juga dengan ‘hukum’ (law) ataupun ‘aturan’ (rule), yaitu perilaku-
perilaku apa saja yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan dalam suatu
kelompok. Ada tiga kategori norma kelompok, yaitu norma sosial, prosedural dan
tugas. Norma sosial mengatur hubungan di antara para nggota kelompok. Sedangkan
norma procedural menguraikan dengan lebih rinci bagaimana kelompok harus. Dari
norma tugas memusatkan perhatian pada bagaimana suatu pekerjaan
harusdilaksanakan (Effendi, 2007).
Selain rasa percaya, sumber modal sosial Muslimat NU yang memiliki kekuatan
menggerakkan adalah nilai atau norma. Norma yang memiliki kaitan dengan modal
sosial adalah nilai bersama yang mengatur perilaku individu dalam suatu masyarakat
atau kelompok. Sebagai organisasi otonom, Muslimat NU dapat mengikat anggotanya
dengan norma informal yang dapat mengembangkan kerjasama antar individu, antar
anggota Muslimat NU. Norma yang merupakan sumber modal sosial dalam Muslimat
NU ini tersusun dari norma resiprositas antar anggota.
8. Perasaan (tanggapan emosional dari anggota kepada kelompok)
Menurut Sarwono (2005), kelompok yang memiliki ikatan sosial-emosionalnya
tinggi cenderung mengembangka pikiran kelompok. Sebaliknya, kelompok yang
ikatannya lugas dan berdasarkan tugas belaka cenderung rendah pikiran kelompokya
(Bernthal dan Insko dalam ). Mc Dougall dalam Sarwono (2005) mendukung adanya
jiwa kelompok yang berbeda dari jiwa pribadi. periaku kelompok dapat emosional,
impulsif berciri kekerasan, tidak konsisten, dan pembuatan keputusannya ceroboh,
Akan tetapi, jiwa kelompok ini, bukanlak yag mengendalikan perlaku kelompok
karena pengendali perilaku kelompok adalah naluri emosi.
In group merupakan kelompok sosial yang dijadikan tempat oleh individu-
individunya untuk mengidentifikasikan dirinya. Out group merupakan kelompok
sosial yang oleh individunya diartikan sebagai lawan in group jelasnya kelompok
sosial di luar anggotanya disebut out group. Contohnya, istilah kita atau kami
menunjukkan adanya artikulasi in group, sedangkan mereka berartikulasi out group.
Perasaan in group atau out group didasari dengan suatu sikap yang dinamakan
etnosentris, yaitu adanya anggapan bahwa kebiasaan dalam kelompoknya merupakan
yang terbaik dibandingkan dengan kelompok lainnya. Sikap in group dan out group
dapat dilihat dari kelainan berwujud antagonisme atau antipati. Sikap in group dan
out group merupakan dasar sikap etnosentrisme yang merupakan sikap bahwa setiap
sesuatu yang merupakan produk kelompoknya dianggap paling baik dan benar
(Rubianto, 2009).
NU terlalu “streng”, terlampau keras didalam tuntutanya (esensinya) pada
anggota, mengenai kewajiban-kewajiban agama. NU didalam hal prive anggota-
anggotanya mempunyai ukuran yang berat. Didalam Anggaran Dasar NU disebutkan
kemungkian pemecatan seorang anggota berdasar atas perbuatan-perbuatan yang
tidak dapat dipertanggung jawabkan menurut ajaran Islam. Memang hal ini dirasakan
oleh orang luar sebagai hal yang menakutkan dan menghalangi diri menjadi anggota
NU. Akan tetapi bagi orang-orang yang betul-betul ingin kemajuan Islam dalam
banguna syariatnya, maka tuntutan-tuntutan NU yang berat dank eras serta “streng”
itu malah makin mendorong untuk masuk. Dan bagi orang yang telah menjadi
anggota, dirasakan sebagai batas ujian yang memelihara dinamika mereka agar tetap
terjaga baik dan ini akan berdampak pada kuatnya bangunan partai.
Konflik yang berkaitan dengan kekuasaan biasanya berlarut, panjang. Namun satu
hal yang dimiliki warga NU dalam menhadapi konflik internal, adalah
kemampuannya mengatasi konflik tersebut secara damai, sejauh mau menelusuri akar
ketegangan yang memicu. Maka ketegangan yang melanda NU selama menjelang dan
pasca Muktamar Solo ini perlu diselesaikan dengan menggunakan tradisi NU sendiri.
Bagi komunitas Nahdliyin perasaan in group (kejamaahan) sangat kental, sehingga
betapapun tingginya ketegangan mereka masih merasa sewarga, karena mereka masih
ada tiang penyangga atau tali perekat kejamaahan, sehingga ketegangan bisa diatasi.
Apalagi dalam tradisi pesantren yang mengutamakan ketawadlukan ketimbang ambisi
pribadi, lebih mengutamakan keakhiratan ketimbang yang duniawi, maka ketegangan
biasanya segera bisa diatasi sehingga tidak menimbulkan konflik terbuka.
9. Fasilitas (segala sesuatu yang memiliki nilai untuk mencapai tujuan)
Fasilitas merupakan segala sesuatu yang dapat mempermudah upaya dan
memperlanca kerja dalam rangka mencapai suatu tujuan. Fasilitas adalah sarana
untuk melancarkan dan memudahkan pelaksanaan fungsi. Pengertian lain fasilitas
adalah komponen individual dari penawaran yang mudah ditumbuhkan atau dikurangi
tanpa mengubah kualitas dan model jasa. Fasilitas juga merupakan alat untuk
membedakan program lembaga pendidikan yang satu dari pesaing yang lainnya
( Lupiyaodi, 2006 : 150 ).
Secara garis besar fasilitas atau sarana dapat dibedakan menjadi fasilitas fisik dan
fasilitas uang/non fisik. Fasilitas fisik adalah segala sesuatu yang berupa benda atau
yang dapat dibedakan, yang mempunyai peranan dalam memudahkan dan
mempelancar suatu kegiatan. Fasilitas fisik juga sering disebut fasilitas materiil.
Misalnya alat tulis-menulis, buku, komputer, OHP, kendaraan dan sebagainya.
Fasilitas non fisik adalah segala sesuatu yang bersifat mempermudah dan
memperlancar kegiatan sebagai akibat berkerjanya nilai-nilai non fisik misalnya
uang, waktu, kepercayaan dan sebagainya (Sawir, 2004).
10. Tegangan dan tekanan (tegangan berasal dari dalam, tekanan berasal dari
luar)
Tegangan merupakan suatu dorongan yang berasal dari luar kelompok. Tegangan
dapat berupa konflik antar kelompok. Faktor utama terjadinya konflik anatar
kelompok adalah persaingan, pengeompokkan sosial, dan penyerangan antar
kelompok. Persaingan terjadi karena pada dasarnya kelompok akan lebih suka
“mempunyai” dari pada “ tidak mempunyai”, dan karena itu mereka mengambil
langkah perencanaan dalam mencapai dua hasil, mencapai tujuan yang diinginkan
dan mencegah kelompok lain mendapatkan tujuannya ((Ivancevich et al.,2006).
Tekanan kelompok yaitu tekanan dalam kelompok yang menyebabkan kelompok
tersebut berusaha keras untuk mencapai tujuan kelompok. Tekanan kelompok dapat
juga diartikan sebagai segala sesuatu yang menimbulkan dorongan berbuat sesuatu
untuk tercapainya tujuan kelompok. Sistem penguatan dan hukuman yang diberikan
kepada anggota kelompok merupakan salah satu bentuk tekanan kelompok. Tekanan
kelompok diberikan kepada anggota dengan maksud untik memperkecil perbedaan-
perbedaan yang timbul dalam kelompok karena perbedaan keinginan anggota dan
dilakukan oleh orang-orang tertentu yang lebih dominan (Robins dan Judge, 2008).
Dari masa ke masa NU sering dilanda konflik, ada yang singkat ada yang
berkepanjangan, konflik yang berkaitan dengan ide biasanya lebih mudah dilerai.
Tetapi konflik yang berkaitan dengan kekuasaan biasanya berlarut, panjang. Namun
satu hal yang dimiliki warga NU dalam menhadapi konflik internal, adalah
kemampuannya mengatasi konflik tersebut secara damai, sejauh mau menelusuri akar
ketegangan yang memicu. Maka ketegangan yang melanda NU selama menjelang dan
pasca Muktamar Solo ini perlu diselesaikan dengan menggunakan tradisi NU sendiri.
Bagi komunitas Nahdliyin perasaan in group (kejamaahan) sangat kental, sehingga
betapapun tingginya ketegangan mereka masih merasa sewarga, karena mereka masih
ada tiang penyangga atau tali perekat kejamaahan, sehingga ketegangan bisa diatasi.
Apalagi dalam tradisi pesantren yang mengutamakan ketawadlukan ketimbang ambisi
pribadi, lebih mengutamakan keakhiratan ketimbang yang duniawi, maka ketegangan
biasanya segera bisa diatasi sehingga tidak menimbulkan konflik terbuka.
11. Pembinaan dan pemeliharaan kelompok
Pembinaan adalah suatu proses atau pengembangan yang mencakup urutan-urutan
pengertian, diawali dengan mendirikan, membutuhkan, memelihara pertumbuhan
tersebut yang disertai usaha-usaha perbaikan, menyempurnakan, dan
mengembangkannya. Pembinaan tersebut menyangkut kegiatan perencanaan,
pengorganisasin, pembiayaan, koordinasi, pelaksanaan, dan pengawasan suatu
pekerjaan untuk mencapai tujuan hasil yang maksimal. Pembinaan kelompok, yaitu
usaha menjaga kehidupan kelompok dan upaya-upaya meningkatkan partisipasi
anggota. (Djoni et al. dalam Diniyanti, 2012).
Pengembangan dan pemeliharaan kelompok adalah berkaitan dengan “apa yang
harus ada” dalam kelompok. Segala “apa yang harus ada” dalam kelompok, antara
lain pembagian tugas yang jelas, kegiatan yang terus- menerus dan teratur,
ketersediaan fasilitas yang mendukung dan memadai, peningkatan partisipasi
kelompok, adanya jalinan komunikasi antar kelompok, adanya pengawasan dan
pengendalian kegiatan kelompok, timbulnya norma- norma kelompok, adanya proses
sosialisasi kelompok, kegiatan untuk menambah anggota baru dan mempertahankan
anggota yang lama (Rumanti, 2005).
Pembinaan yang dilakukan oleh pimpinan Wilayah NU Sumatera Utara pada
intinya terbagi dalam 2 (dua) bidang yaitu, pertama, bidang pendalaman dan
sosialisasi ajaran Islam pada pimpinan dan anggota, kedua, bidang kegiatan yang
merupakan aplikasi dari ajaran Islam.
12. Keefektifan kelompok
Keefektifan kelompok yaitu keberhasilan kelompok untuk mencapai tujuannya,
yang dapat dilihat pada tercapainya keadaan atau perubahan-perubahan (fisik maupun
non fisik) yang memuaskan anggotanya. Kelompok yang efektif mempunyai tiga
dasar, yaitu: aktivitas pencapaian tujuan, aktivitas memelihara kelompok secara
internal, aktivitas mengubah dan mengembangkan cara meningkatkan keefektifan
kelompok. Interaksi anggota kelompok yang memperlihatkan aktivitas dengan
mengintegrasikan ketiga macam aktivitas dasar tersebut adalah mencerminkan bahwa
kelompok tersebut dapat dikategorikan sebagai kelompok yang berhasil atau efektif
(Mardikanto dalam Susanto, 2008).
Efektifitas kelompok adalah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas
kelompok dalam mencapai tujuan. Semakin banyak tujuan yang dapat dicapai,
semakin banyak keberhasilan, anggota kelompok akan semakin puas. Bila anggota
kelompok merasa puas kekompakan dan kedinamisan kelompok akan semakin kuat.
Kelompok yang efektif mempunyai tiga aktivitas dasar, yaitu : aktivitas pencapaian
tujuan, aktivitas memelihara kelompok secara internal, dan aktivitas mengubah dan
mengembangkan cara meningkatkan keefektifan kelompok (Huraerah dan Purwanto,
2006:62).
13. Agenda terselubung (tujuan yang diketahui anggota, tetapi tidak tertulis)
Agenda terselubung merupakan perasaan yang terpendam, baik di dalam diri
anggota maupun di dalam kelompok. Agenda terselubung juga bisa berupa keinginan-
keinginan yang ingin dicapai oleh kelompok, tetapi tidak dinyatakan secara formal
(tertulis). Maksud tersembunyi adalah emosional berupa perasaan, konflik, motif,
harapan, aspirasi dan pandangan yang tidak terungkap yang dimiliki oleh anggota
kelompok. Terpenuhinya maksud terselubung anggota akan mendorong semakin
aktifnya anggota kelompok dalam melaksanakan tugas dan kegiatan kelompok yang
akan mendorong semakin dinamisnya suatu kelompok (Mardikanto dalam Lestari,
2011).
Maksud tersembunyi dinyatakan oleh Santosa (2006) adalah program, tugas yang
tidak diketahui atau disadari oleh anggota kelompok, atau berada di bawah
permukaan. Maksud tersebut tidak pernah dibicarakan secara terbuka tetapi ada.
Maksud tersembunyi ini saling mempengaruhi dan sama pentingnya dengan maksud-
maksud dan tujuan-tujuan terbuka dan kadangkala hal tersebut merupakan motivasi
yang kuat untuk pencapaian tujuan. Kelompok dapat bekerja untuk maksud-maksud
terbuka dan terselubung untuk tujuan yang sama. Sumbernya bisa berasal dari
anggota kelompok, pimpinan kelompok atau kelompok itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Andarwati, Siti, et al. 2012. Dinamika Kelompok Peternak Sapi Potong Binaan Universitas Gadjah Mada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Sains Peternakan. Vol. 10 (1): 43-46.
Astuti, Aini Nur. 2010. "ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK TANI DI KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO", Skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Budiarto, Yohanes. 2005. FOLLOWERSHIP : SISI LAIN KEPEMIMPINAN YANGTERLUPAKAN. Jurnal Psikologi. Vol. 3 No. 1: 2-4.
Diniyati, Dian. 2012. DINAMIKA KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT: Studi kasus di DesaKertayasa, Boja dan Sukorejo. Jurnal Psikologi UHT. Vol. 1: 5.
Effendi, Ridwan. 2007. Panduan Kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi. Bandung: CV. Yasindo Multi Aspe.
Huraerah, Abu dan Purwanto. 2006. Dinamika Kelompok: Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama.
Irawati, Nisrul. 2004. Kepemimpinan Efektif, Kepemimpinan yang Mampu Mengambil Keputusan yang Tepat. Jurnal USU Online. Vol. 1: 3-5.
Ivancevich, John M, K,Robert, dan Michael T. Matteson. 2006. Perilaku dan ManajemenOrganisasi, Edisi Ke-7, diterjemahkan Gina Gania. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.
Lestari, Mugi. 2011. "DINAMIKA KELOMPOK DAN KEMANDIRIANANGGOTA KELOMPOK TANI DALAM BERUSAHATANI DI KECAMATAN PONCOWARNO KABUPATEN KEBUMEN PROPINSI JAWA TENGAH", Tesis, Program Studi Ilmu Penyuluhan PembangunanUniversitas Sebelas Maret Surakarta.
Lupiyaoadi, Rabat et al. 2008. Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta: PT.Salemba Empat.
Robbins, Stephen P, dan Judge, Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi ke-12, diterjemahkan Diana Angelica dkk. Jakarta: Salemba Empat.
Rubianto, Beben. 2009. Radikalisme dan Perilaku Orang Kalah Dalam PerspektifPsikologi Sosial. Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol. 1 (1): 66-67.
Rumanti, Sr. Maria Assumpta. 2005. DASAR DASAR PUBLIC RELATION Teori danPraktik. Jakarta: PT Grasindo.
Santosa, Slamet. 2006. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2005. Psikologi Sosial Kelompok dan Terapan. Jakarta: Balai Pustaka.
Sawir, Agnes. 2004. Kebijakan Pendanaan dan Restrukrisasi Persahaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasi. Edisi Pertama. Yogyakarta: ANDI.
Susanto, Agus. 2008. "ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK TANI HAMPARAN DI KECAMATAN DELANGGU KABUPATEN KLATEN", Skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Sulasmi, Siti. 2006. PERAN VARIABEL PERILAKU BELAJAR INOVATIF, INTENSITAS KERJASAMA KELOMPOK, KEBERSAMAAN VISI DAN RASA SALING PERCAYA DALAM MEMBENTUK KUALITAS SINERGI. Studi Tentang Peran Variabel Perilaku Belajar. Hal: 225.
Wahid, Abd. 2008. DINAMIKA KELOMPOK TANI PADA KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DI DAS BILA WALANAE DESA LASIWALA KABUPATEN SIDRAP. Jurnal Online Unhas. Vol. 3 (2): 5.
Yunasaf,Unang. 2005. KEPEMIMPINAN KETUA KELOMPOK DANHUBUNGANNYA DENGAN KEEFEKTIFAN KELOMPO (Kasus pada Kelompoktani Ternak Sapi Perah di Wilayah Kerja Koperasi Serba Usaha Tandangsari Sumedang). Jurnal Universitas Padjadjaran (Online). Vol. 1: 3.
Profil
Pembentukan : 31 Januari 1926Jenis : OrganisasiTujuan Keagamaan dan sosial: IslamKantor pusat : DKI Jakarta, IndonesiaWilayah layanan : IndonesiaKeanggotaan : 140 Ketua Umum Tanfidziyah : Dr. K.H. Said Aqil Siradj, MAVisi : Terwujudnya NU sebagai jamiyyah diniah ijtimaiyah
Ahlussunnah Wal Jama’ah yang mashlahat bagi umat menuju masyarakat yang sejahtera, berkeadilan, demokratis dan mandiri.
Misi : 1. Melaksanakan Dakwah Islamiyah Ahlussunnahwal Jamaah dalam membimbing umat menuju masyarakat mutamaddin
2. Memberdayakan lembaga pendidikan dan pesantren untuk meningkatkan kualitas sumber
daya insani yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta berakhlaq3. Meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan
ekonomi umat 4. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
penegakan hukum yang berkeadilan 5. Menumbuhkembangkan budaya demokrasi yang
jujur dan adil6. Mendorong kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara