tm 3

30
Nazza R Ramdhagama 1102014190 Sasbel LI 1. MM PJR 1.1 Definisi 1.2 Epidemiologi 1.3 Etiologi 1.4 Klasifikasi 1.5 Patogenesis 1.6 Manifestasi 1.7 D & DD 1.8 Tata Laksana 1.9 Pencegahan 1.10 Komplikasi 1.11 Prognosis

Upload: nazzarramdhagama

Post on 27-Jan-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dd

TRANSCRIPT

Page 1: TM 3

Nazza R Ramdhagama1102014190

Sasbel

LI 1. MM PJR1.1 Definisi1.2 Epidemiologi1.3 Etiologi1.4 Klasifikasi1.5 Patogenesis1.6 Manifestasi1.7 D & DD1.8 Tata Laksana1.9 Pencegahan1.10 Komplikasi1.11 Prognosis

Page 2: TM 3

LI 1. MM PJR

LO 1.1 Definisi

Penyakit Jantung Rematik adalah kelainan jantung akut atau kronis yang terjadi karena hasil dari demam rematik. Biasanya menyerang pada bagian katup dan dapat mengarah kepada kelainan pada katup jantung yaitu penyempitan atau kerusakan pada katup secara permanen. Khasnya, kerusakan terjadi pada katup mitral, katup aorta, atau keduanya.

LO 1.2 Epidemiologi

Menurut Institut Jantung, Paru-paru dan Darah Nasional Amerika Serikat (National Heart, Lung and Blood Institute), penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu, baik pria maupun wanita di Amerika Serikat, dimana jumlah kematian akibat penyakit ini mencapai lebih dari 500.000 jiwa setiap tahunnya. Di Indonesia sebanyak 80.812 penderita di suatu Rumah Sakit, diantaranya 2.836 adalah penderita penyakit kardiovaskuler yang terdiri dari 43.2% penyakit jantung, 30.1% hipertensi, 14.5% demam rematik dan rematik jantung, 8.4% penyakit jantung bawaan, 2.5% jantung pulmonair dan 1.3% radang katup jantung. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar 7.2% berdasarkan wawancara, sementara berdasarkan riwayat diagnosis tenaga kesehatan hanya ditemukan sebesar 0.9%. cakupan kasus jantung yang sudah didiagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar 12.5% dari semua responden yang mempunyai gejala subjektif menyerupai gejala penyakit jantung. Prevalensi penyakit jantung menurut provinsi, berkisar antara 2.6% di Lampung sampai 12.6% di NAD

LO 1.3 Etiologi

Infeksi Streptococcus beta-hemoliticus grup A. Streptococcus β-hemolyticus dikelompokkan menjadi beberapa kelompok serologis berdasarkan antigen polisakarida dinding sel. Kelompok serologis grup A (Streptococcus pyogenes) dapat dikelompokkan lagi menjadi 130 jenis M types, dan bertanggung jawab terhadap sebagian besar infeksi pada manusia. Hanya faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus grup A yang dihubungkan dengan etiopatogenesis demam rematik dan penyakit jantung rematik. Streptococcus grup A merupakan kuman utama penyebab faringitis, dengan puncak insiden pada anak-anak usia -15 tahun.

ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikkan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap streptococcus, maka pada 95 % kasus demam reumatik / penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap streptococcus.

Page 3: TM 3

Faktor-faktor pada individu :1. Faktor genetikAdanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus

2. Jenis kelaminDemam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.

3. Golongan etnik dan rasData di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.

4. UmurUmur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.

5. Keadaan gizi dan lain-lainKeadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.

6. Reaksi autoimunDari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever

Faktor-faktor lingkungan :1. Keadaan sosial ekonomi yang burukMungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.

2. Iklim dan geografi

Page 4: TM 3

Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.

3. CuacaPerubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

LO 1.4 Klasifikasi

Menurut perjalanan penyakit Stadium I

Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman beta-Streptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran napas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

Stadium II

Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

Stadium III

Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor) demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

Stadium IV

Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

Menurut Jenis Penyakit Insufisiensi Mitral (Regurgitasi Mitral)

Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masa anak-anak dan remaja dengan PJR kronik. Pada keadaan ini bisa juga terjadi pemendekan katup, sehingga daun katup tidak dapat tertutup dengan sempurna.

Page 5: TM 3

Penutupan katup mitral yang tidak sempurna menyebabkan terjadinya regurgitasi darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistol. Pada kelainan ringan tidak terdapat kardiomegali, karena beban volume maupun kerja jantung kiri tidak bertambah secara bermakna. Hal ini bisa dikatakan bahwa insufisiensi mitral merupakan klasifikasi ringan, karena tidak terdapat kardiomegali yang merupakan salah satu gejala gagal jantung.Tanda-tanda fisik insufisiensi mitral utama tergantung pada keparahannya. Pada penyakit ringan,tanda-tanda gagal jantung tidak akan ada. Pada insufisiensi berat, terdapat tanda-tanda gagal jantung kongestif kronis, meliputi kelelahan, lemah, berat badan turun, pucat.

Stenosis Mitral

Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh PJR. Perlekatan antar daun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi mitral (tidak dapat menutup sempurna) juga dapat menyebabkan stenosis mitral (tidak dapat membuka sempurna). Ini akan menyebabkan beban jantung kanan akan bertambah, sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan yang dapat menyebabkan gagal jantung kanan. Dengan terjadinya gagal jantung kanan, stenosis mitral termasuk ke dalam kondisi yang berat

Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta)

PJR menyebabkan sekitar 50% kasus regurgitasi aorta. Pada sebagian besar kasus ini terdapat penyakit katup mitralis serta stenosis aorta. Regurgitasi aorta dapat disebabkan oleh dilatasi aorta,yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan ini dapat terjadi sejak awal perjalanan penyakit akibat perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses radang rematik pada katup aorta. Insufisiensi aorta ringan bersifat asimtomatik. Oleh karena itu, insufisiensi aorta juga bisa dikatakan sebagai klasifikasi PJR yang ringan. Tetapi apabila penderita PJR memiliki insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta, maka klasifikasi tersebut dapat dikatakan sebagai klasifikasi PJR yang sedang. Hal ini dapat dikaitkan bahwa insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta memiliki peluang untuk menjadi klasifikasi berat, karena dapat menyebabkan gagal jantung.

Stenosis aorta

Stenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dimana lokasi obstruksi dapat terjadi di valvuler, supravalvuler, dan subvalvuler. Gejala-gejala stenosis aorta akan dirasakan penderita setelah penyakit berjalan lanjut termasuk gagal jantung dan kematian mendadak. Pemeriksaan fisik pada stenosis aorta yang berat didapatkan tekanan nadi menyempit dan lonjakan denyut arteri melambat.

LO 1.5 Patofisiologi

Demam rematik adalah akhir inflamasi, komplikasi non supuratif faringitis yang disebabkan oleh kelompok A- beta hemolitik streptokokus. hasil Demam rematik dari respon imun humoral dan seluler dimediasi terjadi 1-3 minggu setelah timbulnya faringitis streptokokus. Protein streptokokus menampilkan mimikri molekuler diakui oleh sistem kekebalan tubuh, terutama bakteri M-protein dan antigen jantung manusia seperti myosin dan katup endothelium. Antibodi Antimyosin mengakui laminin, sebuah protein melingkar ekstraseluler matriks alpha-helix, yang merupakan bagian dari struktur membran katup basement.

Page 6: TM 3

Katup yang paling terpengaruh oleh demam rematik, dalam rangka, adalah mitral, aorta, trikuspid, dan katup paru. Dalam kebanyakan kasus, katup mitral terlibat dengan 1 atau lebih dari yang lain 3. Pada penyakit akut, bentuk trombus kecil sepanjang garis penutupan katup. Pada penyakit kronis, ada penebalan dan fibrosis katup mengakibatkan stenosis, atau kurang umum, regurgitasi.

T-sel yang responsif terhadap streptokokus M-protein menyusup katup melalui endotelium katup, diaktifkan oleh mengikat karbohidrat antistreptococcal dengan rilis atau tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin. Keterlibatan akut jantung di rematik demam menimbulkan pancarditis, dengan peradangan miokardium, perikardium, dan endocardium. Karditis terjadi pada sekitar 40-50% dari pasien serangan pertama; . Namun, tingkat keparahan karditis akut telah dipertanyakan. Perikarditis terjadi pada 5-10% pasien dengan demam rematik; miokarditis terisolasi jarang.

LO 1.6 Manifestasi

Manifestasi demam rematik yang berhubungan dengan jantungPancarditis adalah komplikasi kedua tersering pada demam rematik (50%) dan merupakan komplikasi yang serius.Pasien mengeluh dyspnea, rasa tidak nyaman pada dada dari ringan hingga sedang, pleuritic chest pain, edema, batuk, atau orthopnea.Pada pemeriksaan fisik, carditis dapat dideteksi dengan terdengarnya murmur yang sebelumnya tidak ada dan takikardia yang tidak berhubungan dengan demam. Murmur baru atau berubahnya bunyi murmur berhubungan dengan terjadinya rheumatic valvulitis. Gejala yang berasal dari jantung meliputi gejala gagal jantung dan pericarditis.1. Murmur baru atau berubahnya bunyi murmur

Terdengarnya murmur pada demam rematik akut berhubungan dengan insufisiensi katup. Murmur yang dapat terdengar pada demam rematik akut adalah :a. Apical pansystolic murmur

Page 7: TM 3

Dengan karakteristik bernada tinggi, blowing-quality murmur yang disebabkan oleh regurgitasi mitral. Bunyi murmur ini tidak dipengaruhi oleh respirasi atau posisi pasien. Intensitas murmur biasanya 2/6 atau lebih besar.

b. Apical diastolic murmurDikenal dengan Carey-Coombs murmur. Mekanisme dari murmur ini adalah terjadinya mitral stenosis, yang disebabkan karena volume yang sangat besar saat pengisian ventrikel dikarenakan aliran regurgitasi dari katup mitral. Murmur ini dapat terdengar lebih jelas dengan menggunakan sisi bel dari stetoskop dan pada saat pasien dengan posisi miring ke kiri dan pasien menahan napas saat ekspirasi.

c. Basal diastolic murmurMurmur awal diastolic dari regurgitasi aorta, dengan karakteristik murmur bernada tinggi, decrescendo, terdengar lebih jelas pada bagian kanan atas dan midsternal pada ekspirasi dalam.

Derajat mur-mur :a. Derajat 1 : bising yang sangat lemahb. Derajat 2 : bising yang lemah tetapi mudah terdengarc. Derajat 3 : bising agak keras tetapi tidak disertai getaran

bisingd. Derajat 4 : bising cukup keras dan disertai getaran bisinge. Derajat 5 : bising sangat keras yang tetap terdengar bila

stetoskop ditempelkan sebagian saja pada dinding dadaf. Derajat 6 : bising paling keras dan tetap terdengar meskipun

stetoskop diangkat dari dinding dada2. Gagal jantung kongestif

Gagal jantung dapat terjadi sekunder karena insufisiensi katup yang berat atau myocarditis.Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda gagal jantung seperti takipnoe, orthopnea, peningkatan JVP, ronchi basah karena edema paru, gallop, edema pada ekstremitas.

3. PericarditisTerdengarnya pericardial friction rub menandakan terdapatnya pericarditis.Meningkatnya bunyi dull pada perkusi jantung, ictus cordis yang tidak terlihat, dan terdengarnya bunyi jantung yang lebih teredam dapat menunjukkan terdapatnya pericarditis. Pada keadaan darurat, jika terdapat efusi pericardial dilakukan pericardiocentesis.

Manifestasi demam rematik yang tidak berhubungan dengan jantungGejala noncardiac termasuk polyarthritis, chorea, erythema marginatum, dan nodul subkutan, selain itu nyeri abdomen, arthralgia, epistaksis, demam juga dapat didapatkan.1. Polyarthritis

Gejala yang sering dan gejala awal yang didapatkan pada demam rematik akut (pada 70-75% pasien).Karakteristik dari arthritis adalah biasanya dimulai dari sendi-sendi besar di ekstremitas

Page 8: TM 3

bagian bawah (lutut dan pergelangan kaki), yang kemudian menjalar ke sendi-sendi besar lainnya di ekstremitas atas (siku dan pergelangan tangan). Terdapat nyeri pada sendi yang terkena, bengkak, hangat, kemerahan pada kulit karena proses inflamasi dan didapatkan keterbatasan gerak pada sendi yang terkena. Arthritis ini mencapai nyeri maksimal pada 12-24 jam, yang menetap selama 2-6 hari (sangat jarang nyeri bertahan lebih dari 3 minggu), nyeri akan berkurang dengan pemberian aspirin.

2. Sydenham choreaTterjadi pada 10-30% pasien dengan demam rematik.Keluhan pasien adalah kesulitan dalam menulis, gerakan-gerakan wajah, tangan dan kaki tanpa tujuan, kelemahan yang menyeluruh, dan emosional yang labil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hyperextended joints, hipotonia, fasikulasi lidah, dan gerakan tidak bertujuan. Gejala ini akan mengalami resolusi dalam 1-2 minggu dan akan sembuh sempurna dalam 2-3 bulan.

3. Erythema marginatumDitemukan pada kira-kira 5% pasien demam rematik, berlangsung berminggu-minggu dan berbulan, tidak nyeri dan tidak gatal. Lesi eritematous dengan warna pucat pada bagian tengah dan disekelilingnya, dengan tepi yang bergelombang.

Gambar 2.3 Erythema marginatum(Binotto, 2002)

4. Subcutaneous nodulesTerjadi pada 0-8% pasien dengan demam rematik.Jika terdapat nodul, maka nodul didapatkan pada daerah siku, lutut, pergelangan kaki dan pergelangan tangan, prosesus spinosus dari vertebra.Nodul ini teraba keras, ukuran 1-2 cm, tidak melekat pada jaringan sekitarnya, dan tidak ada nyeri tekan.Nodul subkutan terjadi beberapa minggu dan mengalami resolusi dalam satu bulan. Nodul ini sangat berhubungan dengan rematik carditis, jika pada pasien tidak didapatkan gejala carditis, maka terdapatnya nodul subkutan harus dipikirkan kemungkinan lain.

Page 9: TM 3

Gambar 2.4 Subcutaneous nodules(Binotto, 2002)

Manifestasi Penyakit jantung rematikKelainan katup, tromboembolisme, dan atrial aritmia adalah gejala yang sering didapatkan.1. Stenosis mitral terjadi pada 25% pasien dengan penyakit

jantung rematik, mitral regurgitasi juga dapat terjadi pada penyakit jantung rematik.

2. Stenosis aorta pada penyakit jantung rematik berhubungan dengan aorta insufisiensi. Pada saat auskultasi, dapat hanya terdengar bunyi S2 saja, karena katup aorta menjadi tidak dapat bergerak sehingga tidak memproduksi suara saat katup menutup. Murmur sistolik dan murmur diastolic karena stenosis katup aorta dan insufisiensi katup dapat terdengar lebih jelas pada basis jantung.

3. Aorta regurgitasi4. Fibrosis (penebalan dan kalsifikasi katup) dapat terjadi yang

disebabkan karena pelebaran dari atrium kiri dan terdapatnya thrombus pada ruangan jantung tersebut. Pada auskultasi, S1 terdengar meningkat tetapi akan meredup jika penebalan katup semakin parah. P2 akan meningkat, dan didapatkan splitting dari S2 dan bunyinya terdengar menurun jika terjadi pulmonary hypertension.

5. Thromboembolism terjadi sebagai akibat komplikasi dari mitral stenosis. Terjadi karena atrium kiri berdilatasi, cardiac output menurun, dan pasien dengan atrial fibrilasi. Kejadian thromboembolism dapat menurun dengan pemberian antikoagulan.

6. Aritmia atrial berhubungan dengan pelebaran dari atrium kiri (karena kelainan katup mitral).

LO 1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Page 10: TM 3

Pemeriksaan fisik

Page 11: TM 3

1. Pemeriksaan tanda vital

Pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah,frekuensi pernapasan,denyut nadi,berat badan,tinggi badan. Pemeriksaan tanda vital pada pasien ini berfungsi untuk mengetahui kondisi umum dari pasien. Pada penderita demam jantung rematik dengan komplikasi yang parah seperti insufisiensi mitral akan didapatkan tanda-tanda gagal jantung yaitu dispneadan mungkin juga terjadi denyut nadi yang cepat untuk mengkompesasi kekurangan aliran darah yang masuk ke aorta. Beberapa kelainan dari tanda vital juga akan diketemukan pada penyakit jantung rematik dengan komplikasi yang lain. Berat badan dan tinggi badan juga merupakan suatu pertanda penting untuk membedakan suatu penyakit jantung bawaan maupun didapat. Sebagian besar penyakit jantung bawaan akan menunjukkan keterlambatan tumbuh kembang dari anak terserbut.

2. inspeksi

- Memperhatikan gerakan-gerakan lain pada dindingdada

Pada pemeriksaan inspeksi perlu diperhatikan adanya sesak napas,pernapasan cuping hidung,sianosis,pembengkakan pada sendi,melihat apakah denyut jantung terlihat di permukaan kulit atau tidak. Adanya pernapasan cuping hidung,sianosis merupakan pertanada adanya gejala dari gagal jantung ataupun kelainan dari pada jantung. Pembengkakan sendi merupakan salah satu kriteria major jones sehingga patut menjadi perhatian utama untuk mendiagnosis penyakit jantung rematik. Denyut jantung yang terlihat juga dapat terjadi karena beberapa sebab, mungkin terjadi karena terjadi kardiomegali yang cukup besar atau anak tersebut sangat kurus.

3. Palpasi

-Meraba denyut jantung

Palpasi berguna untuk menekan sendi, dimana pada arthritis yang disebabkan oleh demam rematik akan terjadi sakit. Palpasi juga penting untuk memeriksa nodul subkutan, nodul subkutan pada demam jantung rematik dapat digerakan dan tidak sakit. Pemeriksaan palpasi yang tidak kalah penting adalah menentukan ukuran dari hati. Ukuran dari hati akan membesar apabila terjadi gagal jantung kanan yang merupakan salah satu komplikasi lanjut dari penyakit jantung rematik.

4. Perkusi

- Mengetahui batas-batas jantung

Perkusi berguna untuk memeriksa apakah adanya perbesaran dari jantung. Pada penderita kronis akan terjadi perbesaran jantung karena efek kompensasi.

5. auskultasi

-Mendengarkan bunyi-bunyi jantung

Pada pemerikssaan auskultasi berguna untuk mencari suara patologis dari jantung. Pada penderita jantung rematik biasanya ditemukan murmur holosistolik yang merupakan akibat dari insufisiensi katup mitral dan mungkin pada penderita yang lebih lanjut disebabkan oleh insufisiensi katup trikuspidalis. Pada pemeriksaan auskultasi juga mungkin ditemukan suara jantung ketiga yang disebabkan

Page 12: TM 3

keterlambatan penutupan atau percepatan penutupan dari katup-katup jantung. Yang paling sering adalah kecepatan penutupan dari katup aorta yang disebabkan oleh insufisiensi dari katup mitral

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratoriuma. Kultur tenggorokan

Temuan kultur tenggorokan untuk Streptococcus β hemolitic grup A biasanya negatif dengan gejala saat demam rematik atau penyakit jantung rematik muncul. Upaya harus dilakukan untuk mengisolasi organisme sebelum memulai terapi antibiotik untuk membantu mengkonfirmasi diagnosis dari faringitis streptokokus.

b. Rapid antigen detection test Tes ini memungkinkan deteksi cepat antigen Streptococcus β hemolitic grup A dan memungkinkan diagnosis faringitis streptokokus dan inisiasi terapi antibiotik. Karena tes deteksi antigen cepat memiliki spesifisitas lebih dari 95 % tetapi sensitivitas hanya 60-90 %, kultur tenggorokan harus diperoleh dalam hubungannya dengan tes ini.

c. Antibodi AntistreptococcalGambaran klinis demam rematik dimulai pada saat kadar antibodi antistreptococcal berada di puncak demam. Dengan demikian, tes antibodi antistreptococcal berguna untuk mengkonfirmasikan Streptococcus β hemolitic grup A. Tingkat tinggi dari antibodi antistreptococcal berguna, terutama pada pasien yang hadir dengan chorea sebagai satu-satunya kriteria diagnostik. Sensitivitas untuk infeksi baru-baru ini dapat ditingkatkan dengan menguji beberapa antibodi. Titer antibodi harus diperiksa pada interval 2 minggu untuk mendeteksi titer meningkat.Antibodi antistreptococcal ekstraseluler yang paling umum diuji meliputi antistreptolysin titer O (ASTO), antideoxyribonuclease (DNAse) B, antihyaluronidase, antistreptokinase, esterase antistreptococcal, dan anti-DNA. Tes antibodi untuk komponen seluler Streptococcus β hemolitic grup A termasuk polisakarida antistreptococcal, antibodi asam antiteichoic, dan protein antibodi anti-M.Ketika puncak titer antistreptolysin O (2-3 minggu setelah timbulnya demam rematik), sensitivitas tes ini adalah 80-85 %. Anti-DNAse B memiliki sensitivitas yang sedikit lebih tinggi (90 %) untuk mendeteksi demam rematik atau glomerulonefritis akut. Hasil Antihyaluronidase sering abnormal pada pasien demam rematik dengan tingkat titer O antistreptolysin normal dan akan naik lebih awal dan bertahan lebih lama dari peningkatan titer O antistreptolysin selama demam rematik.

d. Fase akut reaktanProtein dan laju endap C-reaktif meningkat pada demam rematik karena sifat inflamasi dari penyakit. Kedua tes memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah untuk demam rematik. Mereka dapat digunakan untuk memantau resolusi peradangan, mendeteksi kekambuhan saat mengonsumsi aspirin, atau mengidentifikasi kekambuhan penyakit.

e. Antibodi reaktif jantungTropomyosin meningkat pada demam rematik akut.

f. Uji deteksi cepat untuk D8/17

Page 13: TM 3

Teknik immunofluorescence ini untuk mengidentifikasi penanda sel B D8/17 positif pada 90% pasien dengan demam rematik. Ini mungkin berguna untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko untuk terkena demam rematik.

2. Pemeriksaan radiologia. Roentgenografi dada

Kardiomegali, kongesti paru, dan temuan lain yang sesuai dengan gagal jantung dapat terlihat pada radiografi dada. Bila pasien mengalami demam dan gangguan pernapasan, radiografi dada membantu membedakan gagal jantung akibat pneumonia rematik.

b. Doppler–echocardiogramDalam penyakit jantung rematik akut, Doppler-echokardiografi mengidentifikasi dan menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Selama demam rematik akut, ventrikel kiri sering melebar. Dengan demikian, beberapa ahli jantung percaya bahwa insufisiensi katup (dari endokarditis), disfungsi miokard (dari miokarditis), adalah penyebab dominan gagal jantung pada demam rematik akut.

Pada penyakit jantung rematik kronis, echocardiography dapat digunakan untuk melacak perkembangan stenosis katup dan dapat membantu menentukan waktu untuk intervensi bedah. Cuspis dari katup yang terkena menjadi difus menebal, dengan fusi komisura dan korda tendinea. Peningkatan echodensity katup mitral dapat menandakan kalsifikasi

c. EKGPada EKG, takikardia sinus paling sering menyertai penyakit jantung rematik akut. Tidak ada korelasi antara bradikardi dan tingkat keparahan karditis.Tingkat pertama atrioventrikular (AV) block (perpanjangan interval PR) diamati pada beberapa pasien dengan penyakit jantung rematik. Kelainan ini mungkin terkait dengan peradangan miokard lokal yang melibatkan AV node atau vaskulitis yang melibatkan arteri nodal AV. Blok AV tingkat pertama adalah penemuan yang spesifik dan tidak boleh digunakan sebagai

Page 14: TM 3

kriteria untuk diagnosis penyakit jantung rematik. Keberadaannya tidak berkorelasi dengan perkembangan penyakit jantung rematik kronis.Tingkat dua (intermittent) dan tingkat tiga (lengkap) AV blok dengan perkembangan ventrikel berhenti telah dijelaskan. Blok jantung dalam pengaturan demam rematik, bagaimanapun, biasanya sembuh dengan sisa proses penyakit.Ketika demam rematik akut dikaitkan dengan perikarditis, elevasi segmen ST dapat hadir dan kebanyakan pada lead II, III, aVF, dan V4-V6.

3. Pemeriksaan histologyBadan Aschoff (titik perivaskular kolagen eosinophilic dikelilingi oleh

limfosit, sel plasma, dan makrofag) ditemukan dalam perikardium, daerah perivaskular miokardium, dan endokardium. Badan Aschoff memiliki gambaran granulomatous dengan titik fibrinoid dan akhirnya digantikan oleh nodul jaringan parut. Sel-sel makrofag Anitschkow yang padan dalam badan Aschoff.Dalam perikardium, eksudat fibrin dan serofibrinous dapat menghasilkan penampilan "roti dan mentega" perikarditis.

Gambar 5. Badan Aschoff http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview#aw2aab6b6

Badan aschoff menandai fase akut dari penyakit jantung rematik, atau karditis rematik, yang merupakan agregat interstitial makrofag dan limfosit, dengan kolagen nekrotik, di daerah fibrosis interstitial

Page 15: TM 3

Gambar 6. Sel Anitschkow http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview#aw2aab6b6

Anitschkow atau sel ulat berada di tengah badan Aschoff. Sel-sel ini tidak spesifik untuk demam rematik tetapi terlihat dalam berbagai kondisi. Dalam Aschoff nodul, sel-sel Anitschkow adalah makrofag, meskipun perubahan nuklear yang sama dapat terjadi pada miosit dan sel-sel jaringan ikat lainnya.

Diagnosis banding

AppendisitisUsus buntu adalah akhir dari struktur tubular dari sekum. Apendisitis

merupakan hasil dari peradangan akut usus buntu dengan gejala sakit perut yang hebat seperti yang dialami pada penyakit jantung koroner. Pada penyakit jantung rematik terjadi peradangan mikrovaskuler mesenterika akut sedangkan pada appendicitis peradangan pada appendix.

Dilatasi kardiomiopatiPenyakit progresif otot jantung yang ditandai dengan pembesaran

ruang ventrikel dan disfungsi kontraktil dengan penebalan dinding ventrikel kiri (LV). Ventrikel kanan juga dapat melebar dan disfungsional. Dilatasi Cardiomyopathy adalah penyebab paling umum ketiga gagal jantung dan alasan yang paling sering untuk transplantasi jantung. Gejala yang sering timbul yaitu kelelahan, Dyspnea saat aktivitas, sesak napas, Ortopnea hampir sama dengan penyakit jantung rematik.

CoccidioidomycosisDisebabkan oleh Coccidioides immitis, jamur asli tanah di San Joaquin

Valley of California, dan dengan C.posadasii. Gejala yang timbul seperti demam, batuk, nyeri dada, sesak napas, eritema.

Kawasaki diseasePenyakit Kawasaki (KD) adalah sindrom vaskulitis demam akut anak

usia dini, meskipun memiliki prognosis yang baik dengan pengobatan, dapat menyebabkan kematian karena adanya aneurisma arteri koroner (CAA) dalam persentase pasien yang sangat kecil. Gejalanya berupa miokarditis dan perikarditis, sama dengan penyakit jantung rematik. Namun penyakit jantung rematik tidak diderita anak usia dini seperti kawasaki disease.

Arthritis RheumatoidPoliartritis pada anak-anak dibawah 3 tahun atau lebih sering pada

artritis reumatoid, biasanya terjadi secara bersamaan pada sendi-sendi, simetris,tidak bermigrasi, kurang berespon terhadap preparat salisil dibandingkan dengan artritis pada DR. Apabila sakit bertahan lebih dari 1 minggu meskipun sudah diberi salisil + reumatoid faktor (+) diagnosis ke arah artritis reumatoid.

Sickel cell Anemia/ leukemiaTerjadi pada anak dibawah 6 bulan. Adanya penurunan Hb yang

signifikan (< 7 g/dL). Leukositosis tanpa adanya tanda-tanda radang. Peradangan pada metatarsal dan metakarpal. Splenomegali. Pada perjalanan yang kronis - kardiomegali. Diperlukan pemeriksaan pada sumsum tulang.

LO 1.7 Penatalaksanaan1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai dengan keadaan jantungnya.

Page 16: TM 3

Kelompok Klinis

Tirah baring

(minggu)

Mobilisasi bertahap (minggu)

Pengobatan

Karditis (-)Artritis (+)

2 2Salisilat : Awal : 100 mg/BB/hari selama 2 mingguLanjutan : 75 mg/BB/hari selama 4-6 minggu

Karditis(+)Kardiomegali(-) 4 4

Karditis (+)Kardiomegali (+)

6 6Awal :Prednison 2 mg/BB/hari selama 2 minggu. Diturunkan secara bertahap sampai habis selama 2 minggu.Lanjutan : salisilat 75 mg/BB/hari mulai minggu ke 3 selama 6 minggu.

Karditis (+)Gagal jantung (+)

>6 >12

2. Eradikasi Kuman Streptokokus Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam rematik dapat ditegakkan, obat pilihan pertama (drug of choice) adalan penisilin G benzatin karena dapat diberikan dalam dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak dibawah 30 kg dan 1,2 juta unit untuk penderita diatas 30 kg. Pilihan berikutnya adalah penisilin oral 250 mg 4 kali sehari diberikan selama 10 hari. Bagi yang alergi terhadap penisilin, eritromisin 50 mg/kg/hari dalam 4 dosis terbagi selama 10 hari dapat digunakan sebagai obat eradikasi pengganti.Obat alternatif untuk terapi demam rematik adalah Amoxicillin. Dosis dewasa 500 mg PO setiap 6 jam selama 10 hari, dosis anak <12 tahun 25-50 mg/kg/hari PO dibagi 3 ata 4 kali per hari, tidak melebihi 3 g/hari, dan dosis anak >12 tahun sama seperti orang dewasa.

3. Obat Antiradang Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan atritis dan

demam. Obat ini dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam rematik memberikan respon yang cepat terhadap pemberian salisilat.

Natrium salisilat diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama 2-4 minggu kemudian diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari selama 4-6 minggu.

Aspirin dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis untuk anak-anak sebesar 15-25 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu, untuk kemudian diturunkan menjadi separuhnya; dosis untuk orang dewasa dapat mencapai 0,6-0,9 g setiap 4 jam.

Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik dengan gagal jantung. Obat ini bermanfaat meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak mempengaruhi insiden dan berat ringannya kerusakan pada jantung akibat demam rematik.

Page 17: TM 3

Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg.hari dalam 3-4 dosis terbagi selama 2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/kg.\/hari selama minggu ketiha dan selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya. Untuk menurunkan resiko terjadinya rebpund phenomenon, pada awal minggu ketiga ditambahkan aspirin 50-75 mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya.

OAINS (Naproxen), Dosis dewasa 250-500 mg PO 2 kali per hari; dapat ditingkatkan hingga 1.5g/hari. Dosis Anak-anak <2 tahun tidak diberikan, dan dosis anak >2 tahun 2.5 mg/kg/dosis PO; tidak melebihi 10 mg/kg/hari.

Neuroleptic agents (Haloperidol) diberikan untuk mengatasi Khorea yang terjadi. Haloperidol merupakan dopamine receptor blocker yang dapat digunakan untuk mengatasi gerakan spasmodik iregular dari otot wajah. Pemberian obat ini tidak selalu harus diberikan karena korea dapat sembuh dengan istirahat dan tidur tanpa pengobatan. Dosis pemberian haloperidol pada dewasa: 0.5-2 mg PO 2 atau 3 kali per hari, anak-anak <3 tahun tidak diberikan, anak-anak 3-12 tahun 0.25-0.5 mg/hari 2 atau 3 kali per hari, dan usia >12 tahun diberikan sama seperti dosis dewasa.

- Antibiotika. Penicillin VK

Farmakodinamik : menghambat biosintesis dinding sel mucopeptida.Bactericidal melawan organisme sensitif apabila konsentrasinya terpenuhi dan sangat efektif selama fase multiplikasi aktif. Konsentrasi inadekuat hanya mengakibatkan efek bakteriostatik.Farmakokinetik : dikonsumsi pada saat perut kosong. Mengalami metabolime hepatic. Dieksresi di urin.Kontraindikasi : Alergi penisilin, cephalosporin atau imipenem.Efek samping : diare, nausea, oral candidiasis, muntah, anemia.

b. Penicillin G benzathine/pencilline G procaineFarmakodinamik : mengganggu sintesis dinding sel mucopeptide pada fase multiplikasi aktif, bersifat bactericidal.Farmakokinetik : Metabolisme 30% di hati.Efek Samping : Urtikaria, serum sickness like, skin rashes.Kontraindikasi : Hipersensitivitas

c. ErythromysinFarmakodinamik : menghambat pertumbuhan bakteri dengan memblok disosiasi peptidyl tRNA dari ribosom.Farmakokinetik : ekskresi di feses, urin. Melewati plasenta dan air susu.Efek Samping : Pusing, nausea, diare, rash, muntah, pruritus.Kontraindikasi : Hepatitis, hipersensitivitas, gangguan hati.

- Agen Anti-inflamasia. Aspirin

Page 18: TM 3

Farmakodinamik : menghambat sintesis prostaglandin dengan siklooksigenase, menghambat agregasi platelet, memiliki antipiretik dan aktivitas analgesik.Farmakokinetik : Metabolisme di hati, ekskresi di urin, keringat, saliva dan feces.Efek Samping :angioedema, bronkospasme, GI pain,ulserasi, pendarahan, hepatotoksik.Kontraindikasi : hipersensitivitas aspirin atau NSAIDs.

b. PrednisoneFarmakodinamik : mengontrol atau mencegahinflamsi dengan mengontrol tigkat sintesis protein, menekan migrasi PMNs dan fibroblas.Farmakokinetik : metabolisme di hati, ekskresi di urin.Efek Samping : Alergi, anafilaksis, angioedema. Bradikardi, cardiacarrest, pembesaran jantung.Kontraindikasi : hipersensitivitas, varicella, infeksi serius yang belum terobati.

- Anngiotensin converting enzyme inhibtors (ACEi)a. Enalapril

Efek samping : hipotensi, pusing, batuk, rash.Kontraindikasi : hipersensitivitas.

b. CaptoprilEfek samping : hiperkalemia, skin rash, hipotensi, palpitasi, takikardi.Kontraindikasi : hipersesitivitas ACEi, anuria.

Pedoman istirahat dan mobilisasi penderita demam rematik/penyakti jantung rematik akut (Markowitz dan Gordis, 1972)

Artritis Karditis minimal

Karditis tanpa kardiomegali

Karditis + kardiomegali

Tirah baring 2 minggu 3 minggu 6 minggu 3-6 bulan

Mobilisasi bertahap di

ruangan

2 minggu 3 minggu 6 minggu 3 bulan

Mobilisasi bertahap di luar

ruangan

3 minggu 4 minggu 3 bulan 3 bulan atau lebih

Semua kegiatan Sesudah 6-8 minggu

Sesudah 10 minggu

Sesudah 6 bulan Bervariasi

LO 1.9 Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan adalaha. Pencegahan primer : upaya pencegahan infeksi Streptokokus beta hemolitik

grup A sehingga tercegah dari penyakit demam reumatik.

Page 19: TM 3

b. Pencegahan sekunder : upaya mencegah menetapnya infesi Streptokokkus beta hemolitik grup A pada pasien bekas reumatik.Cara pengobatan pencegahan sekunder (Penicillin long acting), (Majeed H.A. dkk, 1998) :

- Bila DR dengan karditis atau PJR dilaksanakan pencegahan sekunder tersebut selama 10 tahun sesudah serangan akut sampai umur 40 tahun dan kadang-kadang diperlukan selama hidup.

- DR dengan karditis tanpa PJR dilakukan pengobatan pencegahan sekunder selama 10 tahun.

- DR saja tanpa karditis dilakukan pengobatan pencegahan selama 5 tahun sampai umur 21 tahun.

Pencegahan demam rematik meliputi pencegahan primer (primary prevention) untuk mencegah terjadinya serangan awal demam rematik dan pencegahan sekunder (secondary prevention) nuntuk mencegah terjadinya serangan ulang demam rematik.a. Primary prevention: eradikasi Streptococcus dari pharynx dengan

menggunakan benzathine peniciline single dose IM.b. Secondary prevention: AHA menyarankan pemberian 1,2 juta unit

benzathine peniciline setiap 4 minggu, atau setiap 3 minggu untuk pasien berisiko tinggi (pasien dengan penyakit jantung atau berisiko mengalami infeksi ulangan).

c. Pemberian profilaksis secara oral dapat berupa penisilin V, namun efek terapinya tidak sebaik benzathine penisilin.

LO 1.10 Komplikasi

1. Dekompensasi CordisPeristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua faktor tersebut.Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati penyakit primer.

2. PericarditisPeradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.

Stenosis Katup. Menyempitkan rongga jantung, menyebabkan berkurangnya aliran darah.Regurgitasi Jantung. Kondisi ini terjadi kebocoran pada katup, yang menyebabkan aliran darah yang abnormal tidak sesuai dengan yang semestinya.Kerusakan pada otot jantung (miokardium) Inflamasi yang berhubungan dengan demam rematik dapat memperlemah otot jantung, menyebabkan fungsi pompa menjadi berkurang.

Page 20: TM 3

Kerusakan pada katup atau jaringan jantung lainnya dapat menyebabkan keadaan seperti :Atrial fibrillation, denyut irregular dan kacau pada atrium

LO 1.11 Prognosis

Demam rematik tidak akan kambuh bila infeksi streptococcus diatasi. Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5 tahun perjalanan penyakit DR dan PJR tidak membaik bila bising organic katup tidak menghilang. Prognosis akan memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata DR akut dan payah jantung akan sembuh 30% pada tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Penyembuhan akan bertambah bila pencegahan sekunder dilakuka secara baik. Stenosis mitral tergantung pada beratnya karditis, sehingga kerusakan katup mitral selama 5 tahun pertama mempengaruhi angka kematian.

DAFTAR PUSTAKA

Afif, A. 2008. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik Permasalahan Indonesia. Medan: FK USU. http://www.usu.ac.id [Diakses tanggal 18 Desember 2013]

Brooks, Geo F. et al. (2007). Jawetz, Melnick, Adelberg Mikrobiologi Kedokteran. Ed.23. Jakarta : EGC.

Meador R.J, Russel IJ, Davidson A, et al. 2009. Acute Rheumatic Fever. http://www.emedicine.com

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4. Jakarta : EGC.Suharti, C. 2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 5. Jilid 2. Jakarta : Interna Publishing.World Health Organization (WHO). Rheumatic fever and rheumatic heart disease WHO Technical report series 923. Report of a WHO Expert Consultation Geneva, 29 October-1 November 2001. Available from : http://repository.usu.ac.id [Diakses tanggal 20 Desember 2014]