tipus rapi2

11
FISIOLOGI HATI Hati merupakan organ terbesar pada tubuh yang melakukan fungsi berbeda dan saling berhubungan. Hati memiliki kemampuan dalam detoksifikasi dan ekskresi berbagai obat-obatan, penyaringan dan penyimpan darah, pembentukan empedu, penyimpan vitamin dan besi, pembentukan faktor koagulasi,dan fungsi metabolisme. 1 Komponen struktural utama hati adalah sel-sel hati (hepatosit).Hepatosit melaksanakan fungsi endokrin mapun eksokrin. Fungsi endokrin hepatosit yaitu epatosit mengandung glikogen yang merupakan timbunan glukosa, dimana glikogen akan dimobilisasi jika kadar glukosa darah turun di bawah normal sehingga hepatosit dapat mempertahankan kestabilan kadar glukosa darah. Hepatosit melakukan sintesis protein untuk keperluannya sendiri, hepatosit juga menghasilkan berbagai protein plasma untuk dihantarkan. Sekresi empedu merupakan fungsi eksokrin karena hepatosit meningkatkan ambilan, transformasi dan ekskresi komponen darah ke dalam kanalikuli biliaris. Hepatosit juga bertanggung jawab untuk mengubah lipid dan asam amino menjadi glukosa melalui proses enzimatik yang disebut glukoneogenesis. 2 Sebagaimana kita ketahui bahwa hepatosit dari hati memiliki banyak kegunaan, sehingga hati akan memiliki kerentanan terhadap fungsi toksikologinya jika terjadi

Upload: juzt-zhara

Post on 31-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

tipus

TRANSCRIPT

Page 1: tipus rapi2

FISIOLOGI HATI

Hati merupakan organ terbesar pada tubuh yang melakukan fungsi berbeda

dan saling berhubungan. Hati memiliki kemampuan dalam detoksifikasi dan

ekskresi berbagai obat-obatan, penyaringan dan penyimpan darah, pembentukan

empedu, penyimpan vitamin dan besi, pembentukan faktor koagulasi,dan fungsi

metabolisme.1

Komponen struktural utama hati adalah sel-sel hati (hepatosit).Hepatosit

melaksanakan fungsi endokrin mapun eksokrin. Fungsi endokrin hepatosit yaitu

epatosit mengandung glikogen yang merupakan timbunan glukosa, dimana

glikogen akan dimobilisasi jika kadar glukosa darah turun di bawah normal

sehingga hepatosit dapat mempertahankan kestabilan kadar glukosa darah.

Hepatosit melakukan sintesis protein untuk keperluannya sendiri, hepatosit juga

menghasilkan berbagai protein plasma untuk dihantarkan. Sekresi empedu

merupakan fungsi eksokrin karena hepatosit meningkatkan ambilan, transformasi

dan ekskresi komponen darah ke dalam kanalikuli biliaris. Hepatosit juga

bertanggung jawab untuk mengubah lipid dan asam amino menjadi glukosa

melalui proses enzimatik yang disebut glukoneogenesis.2

Sebagaimana kita ketahui bahwa hepatosit dari hati memiliki banyak

kegunaan, sehingga hati akan memiliki kerentanan terhadap fungsi toksikologinya

jika terjadi gangguan terhadap hepatositnya. Dalam toksikologi, hati dipersulit

oleh berbagai kerusaka. Hati sering menjadi organ sasaran karena sebagian besar

toksikan memasuki tubuh melalui sistem gastrointestinal, setelah diserap, toksikan

dibawa vena porta ke hati. Hati mempunyai banyak tempat pengikatan. Kadar

enzim yang memetabolisme xenobiotik dalam hati juga tinggi (terutama sitokrom

P-450). Hal tersebut membuat sebagian besar toksikan menjadi kurang toksik dan

lebih mudah larut dalam air, sehingga lebih mudah dieksresikan.Namun, dalam

beberapa kasus, toksikan diaktifkan sehingga dapat menginduksi lesi. Lesi hati

bersifat sentrilobuler banyak dihubungkan dengan kadar sitokrom P-450 yang

lebih tinggi (Zimmerman, 1982). Selain itu, kadar glutation yang relatif rendah

Page 2: tipus rapi2

dibandingkan dengan kadar glutation di bagian lain dari hati, dapat juga berperan

mengaktifkan toksikan (Smith et al. 1979). Toksikan dapat menyebabkan

berbagai jenis efek toksik pada berbagai organel dalam sel hati, seperti

perlemakan hati (steatosis) akibat rusaknya pelepasan trigliserid hati ke plasma,

nekrosis, kolestasis, dan sirosis (Lu, 1995).

SIROSIS HATI

Berdasarkan Riskesdas 2007, penyakit hati menempati posisi kedelapan

sebagai penyebab kematian di Indonesia, dengan persentase sebesar 5,1%.

Penyakit hati menahun di Indonesia memiliki insidensi yang sangat tinggi, jika

tidak dilakukan terapi secara adekuat, penyakit tersebut dapat berkembang

menjadi sirosis atau kanker hati. Prevalensi sirosis hati di Indonesia pada tahun

2007 sebesar 1,7%. Adapun prevalensi penyebab Sirosis hati adalah hepatitis B

30%, hepatitis C 27%. (Wiersma, 2007). Mekanisme perjalanan menjadi sirosis

dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya sebagian besar sirosis disebabkan oleh

keadaan kriptogenik dan post hepatis (pasca nekrosis), alkoholik, biliaris, kardiak,

metabolik, keturunan dan terkait obat (Siti Nurdjanah, 2009).

Infeksi HVC akut akan berlanjut menjadi kronis sekitar 85% sedangkan

20% akan berakhir dengan sirosis dan karsinoma hepatoselular. Ada mekanisme

imunologis dan apoptosis yang menyebabkan kerusakan sel hati. Pada fase akut,

reaksi cytotoxic T-cell (CTL) menyebabkan eliminasi seluruh VHC, dan pada

infeksi kronis, reaksi CTL yang lemah mampu merusak hati dan melibatkan

respon inflamasi hati tetapi tidak dapat menghilangkan VHC meskipun kerusakan

hati tetap berjalan. Adanya reaksi inflamasi melalui sitokin pro inflamasi

menyebabkan rekrutmen sel inflamasi lainnya dan menyebabkan aktivitas sel

stelata di ruang disse hati. Sel stelata yang sebelumnya berada dalam keadaan

tenang (quiscent) akan berproliferasi aktif menjadi sel miofibroblas dan

menghasilkan matriks kolagen sehingga membentuk fibrosis yang kemudian

berperan menghasilkan sitokin pro-inflamasi, yang menyebabkan fibrosis semakin

Page 3: tipus rapi2

banyak di samping menurunnya jumlah hepatosit, hingga menjadi sirosis hati (Rio

A. Gani, 2009).

Pada sirosis akibat konsumsi alkohol kronik, ada tiga lesi utama yang

diakibatkan oleh induksi alkohol, yaitu 1.) steatosis hati, dimana terjadi

penimbunan butir lemak kecil (mikrovesikel) dalam hepatosit. 2.) hepatitis

alkoholik, yang ditandai dengan pembengkakan (degenerasi balon)dan nekrosis

hepatosit akibat akumulasi lemak dan air, pembentukan badan Mallory dimana

hepatosit mengalami akumulasi badan inklusi yang degenerasi, reaksi neutrofilik

yang menyebar menembus lobulus dan berkumpul di sekitar hepatosit yang

degenerasi, serta fibrosis akibat peran sitokin; dan 3.) sirosis alkoholik akibat

perkembangan progresif fibrosis serta aktivitas regeneratif hepatosit parenkim

yang terperangkap menghasilkan nodus mikronodular, yang dalam keadaan lanjut

menjadi pola mikro dan makronodular. (Kumar, 2007)

Perlemakan hati non alkoholik (nonalcoholic fatty liver, NAFL) adalah

keadaan yang sering terjadi, namun kurang dikenal, yang disebabkan oleh

obesitas, DM dan hipertrigliseridemia, dimana 20% orang yang obesitas 40%nya

akan mengidap NAFL. Patogenesis dari NAFL disebabkan oleh dua hal penting,

yaitu penumpukan lemak di hepatosit dan resistensi insulin. Adanya peningkatan

massa jaringan lemak tubuh akan meningkatkan pelepasan asam lemak bebas

yang menumpuk dalam hepatosit, sehingga terjadi peningkatan oksidasi dan

esterifikasi lemak di mitokondria hati. Peningkatan stres oksidatif dapat

diakibatkan oleh resistensi insulin, peningkatan konsentrasi endotoksin hati,

peningkatan aktivitas un-coupling protein mitokondria, peningkatan aktivitas

sitokrom P-450 2E1, peningkatan cadangan hati dan menurunnya aktivitas

antioksidan. Stres oksidatif ini menyebabkan aktivasi sel stelata dan sitokin pro

inflamasi yang berlanjut dengan inflamasi progresif, pembengkakan hepatosit dan

kematian sel, pembentukan badan Mallory, serta fibrosis. (Irsan Hasan, 2007).

Perkembangan hepatotoksisitas akibat obat menjadi sirosis disebabkan

oleh mekanisme hati yang memetabolisme dan mendetoksifikasi obat di tubuh,

sehingga akan berpotensi mengalami kerusakan. Cedera dapat terjadi akibat

Page 4: tipus rapi2

toksisitas langsung, terjadi melalui konversi suatu xenobiotik menjadi toksin aktif

oleh hati, atau ditimbulkan oleh mekanisme imunologik. Sebagai contoh,

asetaminofen menyebabkan kerusakan hati melalui mekanisme perlemakan

makrovesikuler dan nekrosis difus atau masif. (Kumar, 2007)

Pada stadium awal sirosis (fase kompensata), lebih dari 40% pasien

asimptomatik, atau muncul gejala yang samar-samar dan tidak khas, seperti

perasaan mudah lelah, anoreksia, perut kembung, mual, dan berat badan menurun.

Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala lebih menonjol bila muncul

komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, seperti hilangnya rambut badan,

gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi, serta adanya gangguan

pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus

dengan air seni berwarna teh, muntah darah dan atau melena, dan perubahan

mental seperti sulit berkonsentrasi dan sebagainya. (Siti nurdjanah, 2007)

Penanganan yang diberikan pada sirosis dilaksanakan berdasarkan

etiologinya. Terapi spesifik pada sirosis hati dekompensata ditujukan untuk

mengurangi progresi penyakit, menghindarkan kerusakan lebih lanjut, dan

menangani komplikasi, sehingga memiliki prognosis yang buruk. Oleh sebab itu,

pencegahan sebelum terjadinya sirosis dan penanganan sirosis pada fase

kompensata sangat penting untuk diperhatikan. Bila tidak ada koma hepatik,

diberikan diet protein 1g/kgBB dan kalori 2000-3000kkal/hari. Tatalaksana pada

sirosis kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati dengan

menghilangkan etiologi dan bahan yang mencederai hati. Pada fibrosis hati,

pengobatan antifibrotik saat ini lebih diarahkan untuk mencegah peradangan

untuk mengurangi aktivitas sel stelata, agar tidak memicu pembentukan fibrosis,

mengingat fibrosis merupakan keadaan ireversibel. Selain itu, obat-obatan herbal

juga sedang dalam penelitian (siti nurdjanah, 2009).

MANGGIS

Manggis merupakan tanaman yang berasal dari wilayah tropis di kawasan

Asia Tenggara, terutama di Malaysia atau Indonesia. Buah manggis merupakan

Page 5: tipus rapi2

buah yang mempunyai banyak keunggulan dibandingkan buah lainnya. Selain itu,

kulit manggis yang dahulu hanya dibuang, ternyata menyimpan sebuah harapan

untuk dikembangkan sebagai kandidat obat. Kulit buah manggis setelah diteliti

ternyata mengandung beberapa senyawa dengan aktivitas farmakologi misalnya

mengobati penyakit kulit (Nilar et al. 2005), antiinflamasi, antihistamin,

pengobatan penyakit jantung, antibakteri, antijamur bahkan untuk pengobatan

atau terapi penyakit HIV (Chaverri, 2008).

Beberapa senyawa utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan

bertanggungjawab atas beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanton,

yang lebih dikenal dengan nama alfa mangostin dan gamma-mangostin (Jinsart,

1992). Jung et al (2006) berhasil mengidentifikasi kandungan xanton dari ekstrak

larut dalam diklorometana, yaitu 2 xanton terprenilasi teroksigenasi dan 12 xanton

lainnya. Dua senyawa xanton terprenilasi teroksigenasi adalah 8-

hidroksikudraksanton G, dan mangostingon [7-metoksi-2-(3-metil-2-butenil)-8-

(3-metil-2-okso-3-butenil)-1,3,6-trihidroksiksanton. Sedangkan keduabelas xanton

lainnya adalah : kudraksanton G,8-deoksigartanin, garsimangoson B, garsinon D,

garsinon E, gartanin, 1-isomangostin, alfamangostin, gamma-mangostin,

mangostinon, Kandungan kimia kulit manggis lainnya adalah, mangostin,

garsinon, flavonoid dan tanin. manfaat yang terkandung dalam kulit manggis

adalah

Anti Oksidan

Salah satu senyawa flavonoid dalam kulit buah manggis adalah antosianin

yang diketahui dapat berfungsi sebagai antioksidan (Jordheim, 2007).

Oksidasi merupakan suatu reaksi kimia yang mentransfer elektron dari satu zat

ke oksidator. Reaksi oksidasi dapat menghasilkan radikal bebas dan memicu

reaksi berantai, menyebabkan kerusakan sel dalam tubuh terutama hati

dikarenakan metabolit hasil detoxifikasi pada hati cenderung bersifat reaktif dan

tidak stabil. Antioksidan adalah zat yang dapat menangkal atau mencegah reaksi

oksidasi dari radikal bebas. Secara langsung, antioksidan melindungi sel dari

gangguan radikal bebas dengan mekanisme menghambat oksidasi radikal bebas.

Page 6: tipus rapi2

Dan secara tidak langsung, antioksidan menjaga fungsi sel dengan menetralisir

radikal bebas yang dapat menghambat laju asupan nutrisi dan mineral yang

dibutuhkan hati untuk kelangsungan fungsi hati (Haila, 1999; Chang, et al., 2002).

Suatu senyawa dikatakan antioksidan sangat kuat jika nilai EC50 kurang dari

50 μg/mL, kuat jika EC50 bernilai 50 - 100 μg/mL, sedang jika EC50 bernilai 100

- 150 μg/mL dan lemah jika EC50 bernilai 151-200 μg/mL (Anonim, 2005).

Berdasarkan penelitian supiyanti et al. (2010) kulit buah manggis memiliki

aktivitas antioksidan yang sangat kuat dengan nilai EC50 dibawah 50 μg/mL

yakni sebesar 8,5539 μg/mL. dengan rata-rata kadar antosianin total adalah 59,3

mg/100 gram dapat disimpulkan potensi antioksidan ekstrak kulit buah manggis

cukup tinggi

HEPATOPROTEKTOR

Hepatoprotektor dapat diartikan sebagai obat untuk terapi penyakit hati

maupun senyawa atau zat yang berkhasiat melindungi sel sekaligus memperbaiki

jaringan hati yang rusak akibat pengaruh toksik.(Dalimartha 2005). Dilihat dari

strukturnya, senyawa yang bersifat hepetoprotektor diantaranya meliputi senyawa

golongan fenilpropanoid, kumarin, lignin, minyak atsiri, terpenoid, glikosida,

flavonoid, asam organik lipid, serta senyawa nitrogen (alkaloid dan xantin).

Kemampuan senyawa sebagai hepatoprotektor ini diketahui dengan berbagai

mekanisme, di antaranya adalah dengan adanya potensi antiinflamasi, efek

koleretik dan kolekinetik yang meningkatkan regenerasi sel-sel hati dengan

meningkatkan sintesis protein, menjaga integritas membran sel, dan adanya

kemampuan sebagai antioksidan, Beberapa senyawa antioksidan alami seperti

flavonoid, terpenoid, dan steroid telah diteliti secara farmakologi memiliki

aktivitas hepatoproteksi (Murugesh et al. 2005).

Antioksidan dibedakan menjadi antioksidan endogen dan eksogen.

Antioksidan endogen/antioksidan primer terdiri atas enzim-enzim dan berbagai

senyawa yang disintesis tubuh yang bekerja dengan cara mencegah pembentukan

radikal bebas baru, contohnya adalah superoksid dismutase (SOD), glutation

Page 7: tipus rapi2

peroksidase (GPx), peroksidase/katalase, dan glutation (GSH). Antioksidan

eksogen /antioksidan sekunder dapat menangkap radikal bebas dan mencegah

reaksi berantai, contohnya adalah vitamin E, vitamin C, karoten. Antioksidan

eksogen dapat diperoleh dari makanan, buah, dan sayuran (Setiati, 2003).

EKSTRAK

Ekstraksi adalah proses penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah

obat dengan pelarut yang dipilih, dimana zat yang diinginkan larut (Ansel, 1989)

Ekstraksi kulit manggis dapat menggunakan metode maserasi, pemilihan

metode ini dikarenakan cara penyarian yang mudah, tidak melibatkan pemanasan

yang dapat menyebabkan terdekomposisinya senyawa – senyawa target, dan

praktis. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yangmengandung zat aktif

yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah

mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak, dan lain-

lain. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan

peralatan yang digunakan sederhana dan mudah.

Dengan menggunakan kombinasi pelarut metanol dan air yang dilakukan

secara remaserasi dengan variasi volume pelarut. Dihasilkan ekstrak metanol dari

1000 g serbuk simplisia kulit buah manggis seberat 166,95 g dan nilai rendemen

16,70 %. (Pradipta, 2005)