tipus endo2

10
PEMBAHASAN Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi Parsial Bacillus sp. Bacillus merupakan kelompok bakteri yang banyak ditemukan pada habitat tanah. Kelompok bakteri ini diperkirakan terdapat sangat melimpah di tanah sehingga isolasi dilakukan dengan metode pengenceran secara berseri hingga 10 -6 . Isolasi Bacillus sp. sedikit berbeda dengan isolasi bakteri tanah lainnya di mana suspensi tanah dalam larutan garam 0.85% dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 80 0 C selama 10 menit. Hal ini bertujuan untuk menapis Bacillus sp. dari bakteri lain yang tidak membentuk endospora. Bakteri yang tidak membentuk endospora umumnya tidak mampu bertahan pada suhu yang relatif tinggi tersebut. Karakterisasi fisiologi parsial meliputi pewarnaan gram, pewarnaan endospora, dan uji katalase menunjukkan bahwa isolat yang diperoleh merupakan bakteri gram positif yang berbentuk batang, mampu membentuk endospora dan bersifat katalase positif. Bacillus merupakan bakteri yang termasuk kelompok gram positif, memiliki dinding sel yang mengandung 90% lapisan peptidoglikan dengan polisakarida berupa asam tekoat yang tertanam di dalam dinding sel. Bacillus dapat membentuk endospora pada kondisi lingkungan yang kritis termasuk keterbatasan nutrisi misalnya kekurangan karbon dan nitrogen tetapi tidak akan membentuk endospora saat sel sedang membelah secara eksponensial. Untuk itu pewarnaan endospora hanya dapat dilakukan paling tidak setelah isolat berumur lebih dari 48 jam. Struktur endospora dapat tetap bertahan terhadap radiasi, suhu, kekeringan, asam, desinfektan serta dapat dorman dalam waktu yang lama. Kemampuan Bacillus membentuk endospora sangat menguntungkan bagi bakteri tanah terkait dengan habitatnya atau kondisi lingkungan yang selalu berubah dan tidak menguntungkan. Hal ini merupakan nilai tambah sehingga bakteri ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hayati ataupun sebagai agens pengendali hayati yang stabil. Struktur spora dapat bertahan dan tetap dapat melepaskan metabolit aktifnya pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan sehingga memungkinkan untuk membuat formulasi produk yang stabil (Kloepper et al. 1999). Bacillus termasuk bakteri aerob atau fakultatif aerob yang menggunakan oksigen sebagai penerima elektron terakhir pada respirasi

Upload: ahmad-zainul-hasan

Post on 28-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

endo

TRANSCRIPT

Page 1: Tipus endo2

PEMBAHASAN

Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi Parsial Bacillus sp.

Bacillus merupakan kelompok bakteri yang banyak ditemukan pada habitat

tanah. Kelompok bakteri ini diperkirakan terdapat sangat melimpah di tanah

sehingga isolasi dilakukan dengan metode pengenceran secara berseri hingga 10-6.

Isolasi Bacillus sp. sedikit berbeda dengan isolasi bakteri tanah lainnya di mana

suspensi tanah dalam larutan garam 0.85% dipanaskan terlebih dahulu pada suhu

800C selama 10 menit. Hal ini bertujuan untuk menapis Bacillus sp. dari bakteri

lain yang tidak membentuk endospora. Bakteri yang tidak membentuk endospora

umumnya tidak mampu bertahan pada suhu yang relatif tinggi tersebut.

Karakterisasi fisiologi parsial meliputi pewarnaan gram, pewarnaan endospora,

dan uji katalase menunjukkan bahwa isolat yang diperoleh merupakan bakteri

gram positif yang berbentuk batang, mampu membentuk endospora dan bersifat

katalase positif.

Bacillus merupakan bakteri yang termasuk kelompok gram positif, memiliki

dinding sel yang mengandung 90% lapisan peptidoglikan dengan polisakarida

berupa asam tekoat yang tertanam di dalam dinding sel. Bacillus dapat

membentuk endospora pada kondisi lingkungan yang kritis termasuk keterbatasan

nutrisi misalnya kekurangan karbon dan nitrogen tetapi tidak akan membentuk

endospora saat sel sedang membelah secara eksponensial. Untuk itu pewarnaan

endospora hanya dapat dilakukan paling tidak setelah isolat berumur lebih dari 48

jam. Struktur endospora dapat tetap bertahan terhadap radiasi, suhu, kekeringan,

asam, desinfektan serta dapat dorman dalam waktu yang lama.

Kemampuan Bacillus membentuk endospora sangat menguntungkan bagi

bakteri tanah terkait dengan habitatnya atau kondisi lingkungan yang selalu

berubah dan tidak menguntungkan. Hal ini merupakan nilai tambah sehingga

bakteri ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hayati ataupun sebagai agens

pengendali hayati yang stabil. Struktur spora dapat bertahan dan tetap dapat

melepaskan metabolit aktifnya pada kondisi lingkungan yang tidak

menguntungkan sehingga memungkinkan untuk membuat formulasi produk yang

stabil (Kloepper et al. 1999). Bacillus termasuk bakteri aerob atau fakultatif aerob

yang menggunakan oksigen sebagai penerima elektron terakhir pada respirasi

Page 2: Tipus endo2

30

selnya. Produk akhir sampingan dari metabolisme tersebut berupa hidrogen

peroksida yang bersifat toksik. Bacillus memiliki enzim katalase yang mampu

mengubah peroksida menjadi air dan oksigen sehingga tidak bersifat toksik.

Karakter Bacillus sp. sebagai PGPR

Compant et al. (2005) melaporkan bahwa Bacillus sp mempunyai banyak

potensi yaitu mampu memproduksi IAA, melarutkan fosfat, mensekresi siderofor

dan berperan sebagai agen biokontrol dengan menginduksi sistem kekebalan

tanaman serta menghasilkan antibiotik. Salah satu hormon yang sangat penting

bagi pertumbuhan tanaman adalah auksin atau indole acetic acid (IAA). Hormon

ini memainkan peran penting pada mekanisme ekspansi sel yaitu pada saat inisiasi

akar, pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel serta sebagai agen atau

pembawa sinyal dalam respons tumbuhan. Leveau dan Lindow (2005)

menyatakan bahwa IAA merupakan hormon auksin pertama yang mengontrol

berbagai proses fisiologis penting meliputi pertumbuhan, pembelahan sel,

diferensiasi jaringan dan respons terhadap cahaya dan gravitasi. Namun demikian

mungkin tumbuhan tidak dapat mensintesis IAA dalam jumlah yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan pertumbuhannya yang optimal, sehingga adanya pemberian

auksin dapat memacu pemanjangan akar, meski hanya pada konsentrasi yang

sangat rendah (10-13 M hingga 10-7 M bergantung pada spesies dan umur tanaman)

(Salisbury & Ross 1992).

Secara umum ada tiga jalur pembentukan IAA yaitu jalur IPyA (Indole-3-

Pyruvic Acid), jalur TAM (Tryptamine) dan jalur IAN (Indole-3-Acetonitril).

Namun hanya dua jalur saja yang terdapat pada bakteri yaitu jalur TAM dan

IPyA. Jalur IPyA diketahui bersifat inducible oleh senyawa triptofan. Triptofan

merupakan prekursor utama dalam biosintesis IAA. Adanya penambahan triptofan

diketahui dapat meningkatkan biosintesis IAA melalui jalur IPyA pada

Enterobacter, Rhizobium phaseoli, Bradyrhizobium japonicum, dan Azospirillum

brasilense (Patten & Glick 2000). Produksi IAA akan meningkat sesuai dengan

peningkatan konsentrasi triptofan dari 1 – 100 μg / ml (Ahmad et al 2004). Pada

penelitian ini uji kemampuan bakteri dalam memproduksi IAA ditambahkan

prekursor L-tripfofan (L-trp) pada media kultur yang digunakan untuk

Page 3: Tipus endo2

31

pertumbuhannya. Selanjutnya pada filtrat hasil sentrifugasi ditambahkan reagen

Salkowski dengan perbandingan filtrat dengan reagen adalah 1:1 dan

diinkubasikan pada ruang gelap. Inkubasi dilakukan di ruang gelap karena pada

produksi IAA saat pembentukan asam indol piruvat oleh bakteri peka terhadap

cahaya.

Sebanyak 45 isolat diketahui dapat memproduksi IAA dengan konsentrasi

yang berbeda-beda (Tabel 1). Isolat Cr 55 diketahui memproduksi IAA paling

tinggi yaitu 44.66 ppm sedangkan isolat Cr 72 memproduksi IAA pada

konsentrasi yang paling rendah yaitu 0.06 ppm. Adanya perbedaan konsentrasi

IAA yang diproduksi oleh isolat dimungkinkan karena perbedaan kemampuan

bakteri dalam memanfaatkan triptofan yang ada atau karena perbedaan jalur atau

mekanisme dalam memproduksi IAA. Adanya perbedaan dalam memproduksi

IAA oleh bakteri dimungkinkan karena pengaruh perbedaan aktifitas enzim

indolpiruvat dekarboksilase yang terkait dengan tingkat ekspresi gen ipcd yang

menyandikan struktur protein tersebut. Konsentrasi IAA yang dihasilkan oleh

bakteri juga bergantung kepada aktifitas dan jumlah sel, ketersediaan nutrisi dan

substrat L-trp dalam media.

Fosfat di dalam tanah sebagian besar terdapat dalam bentuk terikat dengan

kation logam sehingga tidak dapat diambil oleh tanaman. Fosfat merupakan

nutrisi penting bagi tanaman di mana sejumlah besar fosfat yang diabsorbsi dari

tanah digunakan untuk menghasilkan ATP yang dibutuhkan untuk fiksasi nitrogen

(Dey et al. 2004). Kemampuan suatu isolat bakteri sebagai pemacu pertumbuhan

tanaman juga dapat ditinjau dari kemampuannya melarutkan fosfat. Beberapa

cendawan dan bakteri termasuk Bacillus diketahui dapat melarutkan fosfat.

Pelarutan fosfat oleh bakteri misalnya B. subtilis dan B. amyloliquifaciens terjadi

karena aktifitas fosfatase dan fitase (enzim yang melarutkan fosfat organik yang

sukar larut/fitat). Menurut Premono (1998) peranan mikrob dalam melarutkan

fosfat terkait dengan produksi asam organik oleh aktifitas mikrob. Premono juga

menambahkan adanya beberapa teori yang terkait dengan pelarutan fosfat oleh

aktifitas antimikrob antara lain (i) pelepasan ortofosfat dari kompleks logam – P

melalui pembentukan kompleks logam organik, (ii) persaingan anion organik dan

ortofosfat pada tapak jerapan koloid tanah yang bermuatan positif dan (iii)

Page 4: Tipus endo2

32

perubahan muatan tapak jerapan oleh ligan organik. Selanjutnya fosfat yang telah

terlepas dari kationnya berupa ion ortofosfat HPO4- atau PO4

2- dapat diambil oleh

tanaman. Sebanyak 36 isolat mampu melarutkan fosfat dengan kemampuan yang

berbeda-beda terlihat dari luas zona bening yang terbentuk di sekeliling koloni

bakteri (Gambar 3). Isolat Cr 80 dan Cr 91 diketahui memiliki kemampuan

melarutkan fosfat yang paling tinggi. Adanya kemampuan melarutkan fosfat yang

berbeda ini mungkin terkait dengan jenis asam organik yang disintesis oleh

bakteri yang mungkin memiliki kecocokan ataupun efektifitas dalam memutuskan

ikatan pada kompleks kation logam dengan anion fosfat.

Karakter PGPR yang juga dimiliki oleh Bacillus adalah mampu

memproduksi siderofor. Menurut Nawangsih (2006) hasil deteksi pada beberapa

galur Pseudomonas fluorescens, B. subtilis, dan B. cereus positif menghasilkan

siderofor. Siderofor merupakan molekul atau ligan pengkelat besi ferric (Fe3+)

yang diproduksi oleh bakteri saat kondisi konsentrasi besi di alam rendah pada

kondisi tanah netral dan alkalin. Sebanyak 43 isolat bakteri yang berhasil diisolasi

dalam penelitian ini memiliki kemampuan yang berbeda dalam memproduksi

siderofor. Adanya produksi siderofor diketahui dari terbentuknya zona berwarna

kuning oranye jernih di sekeliling koloni bakteri. Perubahan warna media agar-

agar CAS yang mengandung pewarna CAS, Fe3+ dan HDTMA menandakan

terbentuknya kompleks siderofor - Fe3+ dalam larutan CAS kemudian CAS bebas

dilepaskan ke media yang diperlihatkan dengan terjadinya perubahan warna hijau

kebiruan menjadi kuning oranye jernih.

Menurut Miethke et al. (2006) pada B. subtilis terdapat siderofor berupa

chatecholate trilactone yang disekresi pada saat kondisi besi terbatas dan

bacilibactin (BB) untuk pengambilan sisa besi ferric di alam. Mekanisme

pengambilan kompleks ferri-BB dimediatori oleh FeuABC transporter dan oleh

trilactone hidrolase. Kompleks tersebut akan dihidrolisis dan akan dilepaskan besi

ke dalam sitoplasma. Menurut Compant et al. (2005) siderofor pada berbagai

bakteri memiliki kemampuan berbeda dalam mengkelat besi, namun pada

umumnya digunakan untuk menekan cendawan patogenik yang mempunyai

afinitas siderofor rendah. Adanya pengambilan besi oleh bakteri PGPR ini dapat

bertindak sebagai pesaing (competitor) bagi mikrob fitopatogen. Adanya

Page 5: Tipus endo2

33

competitor fitopatogen ini tentunya menguntungkan bagi kesehatan tanaman.

Tanaman sendiri hanya memerlukan unsur besi dalam jumlah yang lebih rendah

daripada mikroorganisme sehingga tidak terpengaruh terhadap pengambilan besi

oleh mikroorganisme. Beberapa tanaman dapat mengikat bakteri kompleks besi –

siderofor, mengangkutnya masuk ke tanaman kemudian besi dilepas dari siderofor

dan tersedia bagi tanaman (Gray & Smith 2005).

Selanjutnya ke-45 isolat yang memproduksi IAA diuji kemampuannya

dalam memacu pertumbuhan kecambah kedelai kultivar Slamet. Namun sebelum

telaah pertumbuhan dilakukan harus diketahui apakah inokulasi isolat tersebut

memicu reaksi hipersensitif bagi tanaman melalui uji hipersensitivitas. Sebagian

besar bakteri patogen dapat menginduksi respons hipersensitif ketika diinjeksikan

ke dalam jaringan tanaman yang bukan inangnya. Beberapa bakteri non patogen

dan patogen mungkin akan membentuk struktur seperti kantong tetapi tidak

merangsang respons hipersensitif pada tanaman (Lelliot & Stead 1987). Apabila

isolat bakteri yang diinjeksikan pada daun tembakau merangsang reaksi

hipersensitif maka isolat tersebut tidak dapat digunakan sebagai inokulan untuk

pemacuan pertumbuhan tanaman.

Pada uji hipersensitif ini digunakan daun tanaman tembakau karena tanaman

ini merupakan tanaman model yang telah diketahui secara lengkap sekuen gennya

termasuk gen yang menyandikan resistensi tanaman juga ruang di antara

pembuluh daunnya lebar sehingga relatif mudah untuk menginfiltrasikan suspensi

isolat. Selain itu tanaman tembakau mudah dibudidayakan dan dipelihara.

Sebanyak 1 ml suspensi bakteri yang dikulturkan selama 24 jam disuntikkan pada

ruang di antara pembuluh daun. Isolat yang dapat memicu reaksi hipersensitif

biasanya akan memperlihatkan gejala layu pada daun dan perubahan pada warna

daun menjadi kecoklatan dan kering. Hasil uji hipersensitivitas menunjukkan

bahwa seluruh isolat yang diuji tidak memicu reaksi hipersensitif pada daun

tembakau setelah 48 jam disuntikkan isolat sehingga tidak bersifat patogen bagi

tanaman. Oleh karena itu seluruh isolat yang memproduksi IAA dapat diuji lanjut

untuk mengetahui kemampuannya dalam pemacuan pertumbuhan tanaman.

Pada telaah pemacuan pertumbuhan menggunakan kecambah kedelai

kultivar Slamet diperoleh sebanyak 6 isolat dari 45 isolat yang memproduksi IAA

Page 6: Tipus endo2

34

mampu memacu secara signifikan pertumbuhan kecambah kedelai kultivar Slamet

meliputi peningkatan panjang akar, batang dan peningkatan jumlah akar (Tabel 2).

Isolat Cr 67, Cr 68, Cr 69, dan Cr 71 berhasil memacu pemanjangan akar primer,

isolat Cr 64, Cr 66, Cr 67, Cr 68, dan Cr 71 berhasil memacu pemanjangan batang

sedangkan isolat Cr 69 dan Cr 71 mampu memacu pembentukan akar lateral dan

sublateral. Isolat-isolat yang mampu memacu pertumbuhan tanaman tersebut

relatif memproduksi IAA justru pada konsentrasi yang rendah yaitu pada kisaran

0.81 ppm hingga 9.63 ppm.

Menurut Salisbury dan Ross (1992) pemberian auksin kepada tanaman dapat

memacu pemanjangan akar, tetapi hanya pada konsentrasi yang sangat rendah (10-

13M hingga 10-7M, bergantung pada spesies dan umur akar). Sedangkan isolat

yang memproduksi IAA yang tinggi antara lain Cr 55 (44.66 ppm), Cr 78 (32.84

ppm), Cr 84 (30.30), Cr 90 (22.79 ppm), dan Cr 91 (20.32 ppm) tidak mampu

memacu pertumbuhan kecambah kedelai. Pengaruh inokulasi dengan isolat Cr 77,

Cr 82, Cr 83, Cr 87, Cr 89, Cr 90, dan Cr 91 menyebabkan pertumbuhan panjang

akar kecambah lebih pendek daripada kontrol. Rerata panjang batang kecambah

juga lebih pendek pada kecambah yang diinokulasikan dengan isolat Cr 77 dan Cr

78 dibandingkan dengan kontrol. Jumlah akar lateral dan sublateral lebih sedikit

daripada kontrol setelah diberi perlakuan dengan isolat Cr 77, Cr 78, Cr 81, Cr 82,

Cr 83, Cr 87, Cr 89, Cr 90, dan Cr 91. Hal ini memperkuat pernyataan Husen et

al. (2006) bahwa peningkatan pertumbuhan tanaman terjadi pada pemberian IAA

dengan konsentrasi sangat rendah (0.01 μg/ml-1) sedangkan pada konsentrasi lebih

tinggi cenderung menurunkan pertumbuhan tanaman. Selain itu Glick (1995) juga

menambahkan bahwa produksi IAA yang berlebihan akan memacu hormon etilen

yang dalam konsentrasi tinggi justru menghambat perkembangan / pemanjangan

akar. Pemacuan pertumbuhan panjang akar, panjang batang dan jumlah akar

lateral dan sub lateral oleh Cr 69 terlihat pada Gambar 4.

Adanya pengenceran kultur yang diinokulasikan pada kecambah kacang

hijau yang ditumbuhkan secara hidroponik pada produk cair aktinomiset galur LC

(36.4 mg IAA/ml media) dan Bacillus galur D3 (52.5 mg IAA/ml media) mampu

meningkatkan panjang kecambah yang optimum setelah dilakukan pengenceran

sebanyak 20 kali (Aryantha et al. 2004). Leveau dan Lindow (2005)

Page 7: Tipus endo2

35

menambahkan bahwa akar merupakan organ tanaman yang paling sensitif

terhadap fluktuasi kadar IAA dan responsnya terhadap peningkatan jumlah IAA

eksogenous meluas dari pemanjangan akar primer, pembentukan akar lateral dan

akar adventif hingga penghentian pertumbuhan. Hal ini berarti bahwa pada telaah

pemacuan pertumbuhan sebaiknya dilakukan pengenceran untuk kultur yang

memproduksi IAA sangat tinggi. Pada proses pemacuan pertumbuhan, IAA yang

diproduksi oleh bakteri akan dimasukkan ke dalam pool auksin yang terdapat

pada tanaman. Selanjutnya hormon ini bersama hormon IAA yang diproduksi

tanaman akan bekerja memacu pembelahan sel, diferensiasi jaringan dan respons

pertumbuhan terhadap cahaya dan gravitasi (Leveau & Lindow 2005).

Produk IAA tidak berfungsi nyata bagi bakteri tetapi mungkin berperan

penting dalam interaksinya dengan tanaman inang. Menurut Bar dan Okon (1992)

konversi L-trp menjadi IAA diduga bertujuan sebagai mekanisme untuk

mereduksi toksisitas akumulasi L-trp dalam sel bakteri. Selain itu adanya

kemampuan bakteri dalam melarutkan fosfat juga berperan penting terhadap

pertumbuhan tanaman. Isolat yang secara signifikan memacu pertumbuhan

tanaman ternyata juga mampu melarutkan fosfat kecuali isolat Cr 67 sehingga

isolat itu dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk pemacuan pertumbuhan

tanaman (Tabel 3). Tabel 3 Karakteristik isolat Bacillus sp. yang mampu memacu pertumbuhan

kecambah kedelai kultivar Slamet secara signifikan

Isolat PRODUKSI Uji Uji Uji Antifungi Pemacuan Pertumbuhan IAA(ppm) Pospat Siderofor S. rolfsii R. solani Pjg Akar Pjg Btg Jml akar

Cr 64 7,560 + - - ++ 14.68b 22.49ab*) 73.53b Cr 66 3,022 + - - +++ 13.34ab 10.06a*) 62.43ab Cr 67 0.814 - + - +++ 15.55*) 11.50a*) 65.00ab Cr 68 0.865 + + - +++ 16.22a*) 10.89a*) 68.24ab Cr 69 4,317 + - - - 14.51a*) 9.57ab 78.81a*) Cr 71 9,630 + ++ - + 22.25a* 14.39a* 96.86a*)

*) Hasil pembandingan dengan uji Duncan pada taraf 95%

Kemampuan bakteri sebagai biokontrol fungi patogen akar juga

merupakan komponen penting yang harus dimiliki oleh bakteri PGPR. Beberapa

anggota genus Bacillus memiliki kemampuan untuk mensintesis antibiotik (

Madigan et al. 2000) dan protein antara lain basitrasin, mycobacilin,

Page 8: Tipus endo2

36

zwittermicin, subtilisin (pada B. subtilis) dan pumilin (pada B. pumilus). Bacillus

mensintesis 167 komponen biologi berupa molekul dengan berat molekul rendah

yang aktif melawan bakteri, fungi, protozoa dan virus (Cordovila 1993; Bottoni

&Pelluso 2003). Bottoni dan Pelluso (2003) mengemukakan bahwa pada Bacillus

sebagian anti bakteri berupa peptida yang aktif melawan bakteri gram positif

sedangkan komponen berupa polimiksin dan kholistin berfungsi aktif melawan

gram negatif. Mereka juga melaporkan bahwa B. pumilus mensintesis molekul

dengan berat molekul rendah yang dapat menghambat perkecambahan spora dan

elongasi hifa dari fungi patogen angioinvasif.

Sebanyak 28 isolat diketahui mampu menghambat pertumbuhan radial

cendawan Rhizoctonia solani. Pada uji kuantitatif memperlihatkan adanya isolat

bakteri menyebabkan pertumbuhan cendawan terhenti dan menebal saat

mendekati isolat hingga terbentuk zona yang memisahkan antara cendawan

dengan isolat. Penghambatan pertumbuhan cendawan oleh biokontrol dapat

terjadi melalui mikolisis yaitu hilangnya protoplasma pada struktur dinding sel

fungi dan enzim tidak larut pada dinding sel fungi (Lim et al. 1991). Enzim-enzim

tak larut tersebut berperan pada pertumbuhan apikal, melunakkan dinding sel

selama pembentukan hifa, germinasi dan mendegradasi septa untuk mobilisasi

intisel dan fusi hifa. Akibat mikolisis ini pertumbuhan hifa menjadi terhambat.

Adanya sejumlah besar isolat yang mampu menghambat pertumbuhan

cendawan kemungkinan karena genus Bacillus mampu mensintesis berbagai

senyawa yang aktif melawan cendawan dan mampu memproduksi siderofor

sehingga bertindak sebagai competitor bagi fungi patogen akar tersebut. Adanya

yellow green florescent siderophores pada strain Pseudomonas fluorescens B10

mampu menghambat perkembangan cendawan patogen Erwinia carotovora

penyebab busuk pada kentang (Subba-Rao 1999). Selain itu kemampuan

biokontrol Bacillus didukung oleh struktur endospora yang dimilikinya sehingga

dapat bertahan dan tetap aktif melepaskan metabolit sekunder.

Sedangkan pada uji menggunakan S. rolfsii hanya ada 2 isolat diketahui

dapat menghambat pertumbuhan radial S. rolfsii. Hal ini dimungkinkan adanya

kandungan kristal oksalat pada struktur miselia yang sangat liat dan rigid sehingga

sulit didegradasi oleh bakteri biokontrol. Selain itu massa miselium memproduksi

Page 9: Tipus endo2

37

sekret berupa asam oksalat, pektinolitik, selulolitik dan enzim-enzim litik (Agrios

2004) sehingga lebih sulit dikendalikan. Kemampuan isolat dalam menghambat

pertumbuhan radial cendawan S. rolfsii dimungkinkan karena isolat mensintesis

enzim kitinase ataupun ß-1,3-glukanase untuk menghancurkan dinding sel.

Menurut Compant et al. (2005) dinding sel cendawan S. rolfsii, R.solani dan

Pythium ultimum dapat dihancurkan oleh enzim ß-1,3-glukanase yang dihasilkan

oleh B. cepacea.

Hasil uji karakterisasi PGPR pada Bacillus sp. menunjukkan bahwa empat

isolat diantara 6 isolat yang memacu pertumbuhan kecambah kedelai kultivar

Slamet yaitu isolat Cr 64, Cr 66, Cr 68, dan Cr 71 memiliki karakter yang lengkap

sebagai PGPR yaitu mampu memproduksi hormon IAA, mampu memacu

pertumbuhan tanaman tanpa menyebabkan reaksi hipersensitif, mampu

melarutkan fosfat, mampu mensintesis siderofor serta memiliki kemampuan

sebagai biokontrol fungi patogen akar tanaman kedelai R. solani.

Analisis Sekuen Gen 16S rRNA

Keragaman keenam isolat Bacillus sp. yang telah diisolasi dan diuji

kemampuannya sebagai PGPR yang memacu pertumbuhan tanaman dapat

dianalisis menggunakan pendekatan molekuler berdasarkan sekuen gen 16S

rRNA. Gen 16S rRNA memiliki daerah-daerah berbeda berupa sekuen yang

konservatif dan sekuen lainnya yang sangat variabel (Bottger 1996) dan terdapat

pada semua prokariot. DNA hasil isolasi diamplifikasi menggunakan mesin PCR

dengan primer 63f dan 1387r diperoleh panjang basa nukleotida ± 1300 pb

(Gambar 7). Selanjutnya hasil identifikasi sekuen parsial gen 16S rRNA hasil

amplifikasi menunjukkan bahwa isolat memiliki persentase homologi tertentu

terhadap isolat yang terdapat di GenBank (Tabel 4).

Drancourt et al. (2000) menyatakan bahwa identifikasi pada tingkat spesies

ditetapkan dari similaritas sekuen 16S rRNA ≥ 99% dengan sekuen yang ada pada

GenBank, identifikasi pada tingkat genus dengan similaritas ≥ 97% dan untuk

identifikasi genus baru ditetapkan dengan similaritas yang lebih rendah dari 97%.

Dari hasil analisis sekuen 16S rRNA menunjukkan bahwa isolat Cr 69 dan Cr 71

mempunyai similaritas sekuen 16S rRNA > 97%, sehingga digunakan untuk

Page 10: Tipus endo2

38

identifikasi genus Bacillus. Isolat Cr 71 memiliki persentase similaritas 99%

dengan B. shandongensis str SD sehingga dapat dinyatakan bahwa isolat Cr 71

adalah B. shandongensis str SD.

Tabel 4 Karakteristik PGPR isolat Bacillus sp. dan hasil analisis sekuen gen 16S

rRNA

Isolat Karakteristik RPTT Homologi Identitas (%)

Skor (bit)

Cr 64 IAA(7.560 ppm), melarutkan fosfat, mensintesis siderofor, anti Rhizoctonia sedang, memacu pemanjangan batang,

Bacillus sp NRS-800

92% 887

Cr 66 IAA(3.022 ppm), melarutkan fosfat, mensintesis siderofor, anti Rhizoctonia kuat, memacu pemanjangan batang

B. cereus HNR10

94% 872

Cr 67 IAA(0.814 ppm), tidak melarutkan fosfat, mensintesis siderofor, anti Rhizoctonia kuat, memacu pemanjangan akar dan batang

B pumilus str M1-9-1

94% 929

Cr 68 IAA(0.865 ppm), melarutkan fosfat, mensintesis siderofor, anti Rhizoctonia kuat, memacu pemanjangan akar dan batang

B. thuringi –ensis str FWAW

93% 941

Cr 69 IAA(4.317 ppm), melarutkan fosfat, mensintesis siderofor, memacu pemanjangan akar dan jumlah akar

B. cereus AD2

98% 1059

Cr 71 IAA(9.630 ppm), melarutkan fosfat, mensintesis siderofor, anti Rhizoctonia lemah, memacu pemanjangan akar, batang dan jumlah akar

B. shandong ensis str SD

99% 1147

Hasil pengolahan sekuen parsial gen 16S rRNA menggunakan program

NJplot diperoleh dendrogram pohon filogenetik yang memperlihatkan hubungan

kekerabatan antara isolat Bacillus dengan spesies Bacillus spp. (Gambar 8).

Keenam isolat membentuk 3 kelompok yang berbeda. Cr 64 memisah tersendiri,

isolat Cr 66, Cr 68, dan Cr 69 membentuk kelompok sendiri yang terpisah dengan

Cr 67 dan Cr 71. Masing-masing isolat memiliki jarak evolusi yang berbeda-beda

dengan spesies Bacillus spp. yang ada pada GenBank.

Keenam isolat memiliki diversitas cukup tinggi dengan masing - masing

isolat memiliki kedekatan kekerabatan pada spesies yang berbeda-beda. Diversitas

yang cukup tinggi ini dimungkinkan karena masing -masing isolat memiliki

karakter yang berbeda-beda baik dalam hal produksi IAA, sintesis siderofor dan

dalam kemampuannya sebagai biokontrol bagi fungi patogen akar. Adanya

perbedaan ini menjadikan suatu keuntungan tersendiri bila kesemua isolat

dijadikan galur inokulan maka tidak akan terjadi persaingan karena memiliki

karakter yang relatif berbeda satu sama lain.