tinjuan hukum islam terhadap praktik makelar …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5570/1/zali...
TRANSCRIPT
TINJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK
MAKELAR JUAL BELI MOTOR BEKAS
(Studi Kasus di Desa Bancak Kecamatan Bancak
Kabupaten Semarang)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Imam Safari Zali
NIM : 214-13-031
PROGAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2019
ii
iii
TINJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK
MAKELAR JUAL BELI MOTOR BEKAS
(Studi Kasus di Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten
Semarang)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Imam Safari Zali
NIM : 214-13-031
PROGAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2019
iv
MOTTO
Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala
upaya dan usaha yang disertai dengan doa,
karena sesungguhnya nasib seorang manusia
tidak akan berubah dengan sendirinya tanpa
berusaha.
Jangan meremehkan seseorang yang memiliki
masa lalu buruk, bisa jadi dia mendapatkan
masa depan yang paling cerah.
(Umar bin Khattab)
ii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Ayahku Muhhammad Slamet dan Ibu Umi Nasiroh, yang selalu
memberikan semangat tiada henti dan selalu menemani dalam kondisi
apapun. Terimakasih untuk semua yang kalian berikan.
2. Kakak tercinta Nur Qhimatul Aini, yang selalu mendukung adikmu ini
untuk menggapai mimpi- mimpinya.
3. Keluarga besar yang tidak hentinya memberikan dukungan dan doa
kepadaku.
4. Temanku Windi Retnosari yang selalu setia menemaniku dalam
menyusun skripsi ini.
5. Sahabatku Iwan Ulumudin, Muhammad Koid, Faizin Tanwifi, Ali
Mahsum, Asmawi Saputra yang selalu menyemangatiku tiada henti.
6. Teman- teman Terbaiku HES 2013 terimakasih untuk 4 tahun ini,
kalian memberikan warna dalam hidupku.
7. Untuk semua orang disekitarku yang tidak bisa kusebutkan satu
persatu, terimakasih atas doa kalian.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
rahmat dan karuninnya-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai strata satu Hukum Ekonomi Syariah. Penulis menyadari tanpa bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak, mulai dari masa perkuliahan sampai dalam
penyusunannya. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih
kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Syar’iah IAIN Salatiga.
3. Ibu Evi Ariyani, SH., MH, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah
IAIN Salatiga.
4. Ibu Lutfiana Zahriani, S. H., M.H. selaku Kepala Lab. Fakultas Syari’ah IAIN
Salatiga.
5. Ibu Heni Satar Nurhaida, S.H., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta dukungannya untuk mengarahkan
saya dalam penyusunan skripsi ini.
6. Keluarga tercinta Ibu, Bapak dan saudara yang tak henti-hentinya selalu
mendoakan dan memberikan semangat.
7. Kepada semua narasumber yang berkenan memberikan informasi.
iv
ABSTRAK
Safarizali, Imam. 2019. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Makelar Jual
Beli Motor Bekas (Studi Kasus di Desa Bancak, Kecamatan Bancak,
Kabupaten Semarang). Skripsi. Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah
Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Pembimbing: Heni Satar Nurhaida, S.H.,M.Si.
Kata Kunci: Jual Beli, Praktik, Makelar.
Tidak semua manusia berkemampuan untuk menekuni segala
urusannya sendiri, ia membutuhkan pendelegasian mandat untuk
melaksanakan transaksi. Seperti halnya makelar yang berprofesi sebagai
perantara dalam jual beli motor bekas. Namun dalam praktik kinerja di
lapangan banyak berbagai bentuk cara kerja dari seorang makelar. Seperti
halnya praktik makelar dengan mengambil keuntungan berlebih yang ada
di Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang. Adapun
rumusan masalahnya adalah Bagaimana praktik makelar jual-beli motor
bekas di Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang.
Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik makelar jual-beli motor
bekas yang terjadi di Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten
Semarang.
Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian
kualitatif. Peneliti juga menggunakan pendekatan normatif sosiologis,
dengan cara meneliti bahan-bahan perpustakaan yang merupakan data
sekunder, sedangkan penelitian hukum sosiologis atau empiris dilakukan
dengan meneliti data primer yang diperoleh secara langsung di lapangan.
Penelitian ini menunjukan bahwa praktik makelar jual beli motor
bekas yang ada di Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang
jika dilihat dari jual beli yang dilakukan pembeli dan penjual tidak
masalah. Yang menjadi masalah adalah dari pihak makelar itu sendiri, hal
ini di karenakan pihak makelar mengambil keuntungan lebih tanpa
sepengetahuan dari pihak penjual dan pembeli dengan kebohongan
makelar. Oleh karena itu bisa disimpulkan jika praktik makelar jual beli
motor bekas yang ada di Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten
Semarang merupakan praktik makelar jual beli yang sifatnya gharar dan
itu artinya praktik makelar jual beli motor bekas haram.
v
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. iii
NOTA PEMBIMBING .......................................... Error! Bookmark not defined.
PENGESAHAN ..................................................... Error! Bookmark not defined.
PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................................. i
MOTTO.................................................................................................................... i
PERSEMBAHAN ................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFAR LAMPIRAN ........................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 5
D. Kegunaan Penelitian ....................................................................................... 6
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 7
F. Penegasan Istilah .......................................................................................... 10
G. Metode Penelitian ......................................................................................... 11
H. Sistematika penulisan ................................................................................... 14
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI DAN MAKELAR ......... 16
A. Jual Beli ........................................................................................................ 16
1. Definisi ...................................................................................................... 16
2. Rukun dan Syarat Sah Jual Beli ................................................................ 20
3. Macam- Macam Jual Beli Menurut Islam ................................................. 25
B. Makelar ......................................................................................................... 29
1. Definisi ...................................................................................................... 29
2. Dasar Hukum ............................................................................................ 30
vi
3. Syarat dan Rukun ...................................................................................... 36
4. Hikmah Makelar........................................................................................ 39
BAB III PRAKTIK MAKELAR DALAM MENGAMBIL KEUNTUNGAN
JUAL BELI MOTOR BEKAS DI BANCAK ...................................................... 42
A. Keadaan Masyarakat Kelurahan Bancak ...................................................... 42
1. Batas Wilayah ........................................................................................... 42
2. Keadaan Geografis dan Topografi Desa................................................... 43
3. Jumlah Luas Penduduk dan Kepadatan .................................................... 43
4. Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat .................................. 43
5. Kategori Penduduk dan Mata Pencarian Penduduk ................................. 44
6. Sejarah Singkat Berdirinya Jasa Praktik Makelar .................................... 44
B. Praktik Makelar Jual Beli Motor Bekas ....................................................... 47
1. Praktik Upah Makelar Secara Umum ........................................................ 49
2. Praktik Makelar Dalam Mengambil Keuntungan Berlebih ...................... 53
C. Bentuk Akad dalam Menentukan Keuntungan Makelar .............................. 56
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK MAKELAR .. 59
A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Makelar ....................................... 59
1. Faktor Ekonomi ........................................................................................ 59
2. Faktor Sosial Keagamaan ......................................................................... 61
3. Faktor Kebudayaan ................................................................................... 62
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Keuntungan Makelar dalam Akad
Jual Beli ............................................................................................................. 67
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 76
A. Kesimpulan .................................................................................................. 76
B. Saran ............................................................................................................ 77
C. Penutup ........................................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 79
LAMPIRAN
vii
DAFAR LAMPIRAN
1. Nota Pembimbing Skripsi
2. Surat Penunjukan Skripsi
3. Lembar Konsultasi
4. Surat Keterangan Lulus Ujian Komprehensif
5. Daftar Pedoman Wawancara
6. Foto Penulis Bersama Informan
7. Data Identitas Dari Makelar,Penjual,Pembeli
8. Daftar Nilai SKK
9. Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, manusia secara naluri
adalah makhluk yang senantiasa bergantung dan terikat serta saling
membutuhkan kepada yang lain. Karena sifat saling ketergantungan
dan tolong menolong merupakan watak dasar manusia, maka Allah
dalam hal ini memberikan batasan-batasan. Sikap saling membantu itu
harus diterapkan dalam memenuhi kebutuhan hidup diantara mereka.
Hubungan antara individu dengan lainnya, seperti pembahasan
masalah hak dan kewajiban, harta, jual beli, kerja sama dalam berbagai
bidang, pinjam meminjam, sewa menyewa, penggunaan jasa dan
kegiatan-kegiatan lainnya yang sangat diperlukan manusia dalam
kehidupan sehari-hari, diatur dalam fiqih muamalah (Hasan,2003:1).
Banyak kaum muslimin yang mempelajari muamalah,mereka
melalaikan aspek ini, sehingga tidak peduli mereka memakan barang
haram, sekalipun semakin hari usahanya kian meningkat dan
keuntungan semakin banyak (Sabiq,1987:43). Sebagaimana diketahui
jual-beli berlangsung dengan ijab dan qobul adanya rukun jual beli
(Muhammad,2010:28).
2
Islam mensyari’atkan jual-beli dengan wakil karena manusia
membutuhkannya, tidak semua manusia berkemampuan untuk
menekuni segala urusannya secara pribadi. Ia membutuhkan mandat
orang lain untuk melakukannya sebagai wakil darinya
(Sabid,1987:55).
Allah menegaskan tentang imbalan atau upah dalam Q.S. At-
Tawbah (9):105
وست ردون إل عال الغيب وقل اعملوا فسي رى اللو عملكم ورسولو والمؤمنون
هادة ف ي نبئكم با كنتم ت عملون والش
Artinya: “Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-
Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu
itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan”.
Masih banyak hal yang berkenaan dengan perihal
memperkerjakan orang guna melangsungkan jual-beli. Makelar atau
katakanlah perantara dalam perdagangan yang menjembatani penjual
dan pembeli, di zaman kita ini sangat penting artinya dibanding
dengan masa-masa yang telah lalu, karena terikatnya perhubungan
perdagangan antara pedagang kolektif dan pedagang perorangan.
Sehingga makelar dalam hal ini berperanan sangat penting.
Seorang makelar adalah orang yang bertindak sebagai
penghubung antara dua belah pihak berkepentingan
(Pendidikan,1991:618).
3
Pada praktiknya lebih banyak pada pihak-pihak yang akan
melakukan jual-beli. Dalam hal ini makelar bertugas untuk
menjembatani kepentingan antara pihak penjual dan pembeli. Namun
pada praktik kinerjanya di lapangan banyak berbagai bentuk cara kerja
dari seorang makelar. Dari yang ingin untung sendiri dengan
mengorbankan kepentingan salah satu pihak dan tidak bertanggung
jawab atas risiko yang mungkin terjadi, sampai yang profesional
dengan benar-benar menjembatani kepentingan pihak-pihak yang
dihubungkan dan dapat dipertanggung jawabkan.
Untuk menghindari jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak
diingini maka barang-barang yang akan ditawarkan dan diperlukan
harus jelas. Demikian juga dengan imbalan jasanya harus ditetapkan
bersama lebih dahulu, apalagi nilainya dalam jumlah yang besar.
Biasanya kalau nilainya besar, ditandatangani lebih dahulu
perjanjiannya di depan notaris (Hasan,2003:132-133).
Dalam penentuan imbalan, bisa jadi sesuai dengan kebiasaan
atau peraturan yang berlaku di sekitar. Bisa juga terjadi dari
kesepakatan dari kedua belah pihak, bahkan ada pula makelar yang
mendapatkan imbalan dari pihak penjual dan pembeli.
Transaksi jual beli akan terjadi jika sudah terjadi kesepakatan
antara penjual dan makelar, dalam jangka waktu itu pun penjual dan
pembeli tidak diperkenankan bertemu jika itu dikehendaki oleh
4
pembeli. Makelar hendaknya berlaku jujur, dan ikhlas menangani
tugas yang dipercayakan kepadanya.
Dengan demikian tidak akan terjadi kemungkinan ada penipuan
dan memakan harta orang lain (imbalan) dengan jalan haram
sebagaimana firman Allah dalam Q.S.An-Nisa (4):29
نكم بالباطل إل أن تكون تارةيا أي ها عن ت راض الذين آمنوا ل تأكلوا أموالكم ب ي
امنكم ول ت قت لوا أن فسكم إن اللو كان بكم رحيما
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu”.
Makelar berhak menerima imbalan setelah berhasil
memenuhi akadnya, sedangkan pihak yang menggunakan jasa
makelar harus memenuhi dengan segera memberikan imbalannya.
salah satu pendapat ulama’ yaitu Imam Syafi’i berpendapat:
“Apabila seseorang mengupah orang lain lalu keduanya saling
membenarkan bahwa antara mereka terdapat transaksi upah
mengupah, namun mereka berselisih tentang besarnya upah
pekerjaan itu, dan apabila pekerjaan belum dimulai, maka keduanya
seperti saling bersumpah lalu mencari kesepakatan baru.
Tapi apabila pekerjaan itu telah dikerjakan, maka keduanya
harus bersumpah lalu dikembalikan kepada upah yang biasa
5
diberikan bagi pekerjaan serupa: baik jumlahnya lebih besar atau
lebih sedikit dari apa yang dikatakan oleh orang yang diupah”
(Syafi’i,2008:183-184).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi
berjudul: “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK
MAKELAR JUAL BELI MOTOR BEKAS” (Studi Kasus di Dusun
Gunung Jayan Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten
Semarang).
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana praktik makelar jual beli motor bekas di Desa
Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik makelar
jual beli motor bekas yang terjadi di Desa Bancak
Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang?
C. Tujuan Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian terhadap praktik makelar
motor dengan mengambil keuntungan berlebih di Desa Bancak
Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang ditinjau dari hukum
Islam diharap dapat :
6
1. Untuk mengetahui praktik makelar jual beli motor bekas di
Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang.
2. Untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap praktik
makelar jual-beli motor bekas di Desa Bancak Kecamatan
Bancak Kabupaten Semarang.
D. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan
informasi atau penjelasan tentang praktik makelar dengan mengambil
keuntungan berlebih bagi siapa saja yang memahami kegiatan ini dan
tentunya bagi penulis sendiri dan masayarakat umumnya agar bisa
menjadikan pembelajaran serta dapat memberikan manfaat kegunan
teoritis maupun secara praktisnya.
1. Secara teoritis
a. Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana
keilmuan mengenai hukum muamalah terutama dibidang
jual beli dan praktik makelar.
b. Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi refensi bagi
penelitian-penelitian selanjutnya yang tentu lebih
mendalam, khususnya mengenai permasalahan-
permasalahan dalam bidang hukum ekonomi syar’ah.
7
2. Secara praktis
a. Dengan adanya penelitian diharapkan dapat memberi
kontribusi yang berguna khususnya bagi penjual dan
pembeli agar tidak dirugikan oleh pihak makelar yang ada
di Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang.
b. Bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian skripsi ini, peneliti bukanlah
yang pertama membahas tentang praktik makelar jual beli motor
bekas dengan menganbil upah berlebih. Namun, penelitian ini juga
bukan dupliksi atau pengulangan dari penelitian-penelitian
terdahulu.
Adapun beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang
dapat penulisan pakai sebagai rujukan serta kaitannya dengan
pokok permasalahan yang penulis kemukakan di antaranya:
1. Yustina Oktaviani, (2011) “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
praktik Makelar Pada Jual Beli Mobil Bekas Di Oto Bursa
Maospati”. Di dalam skripsi ini dia membahas tentang
bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap akad makelar dalam
jual beli mobil bekas di OTO Bursa Maospati dan bagaimana
tinjauan hukum Islam terhadap keuntungan yang diperoleh
makelar dalam jual beli mobil di OTO bursa Maospati.
Kemudian hasil penelitian beliau ialah, tata cara akad di dalam
8
jual beli mobil di OTO bursa maospati sudah sesuai dengan
akad dalam ijarah, karena sudah terpenuhi syarat dan rukunnya,
sedangkan akad samsarah ala samsarah tidak dibolehkan
karena adanya dua akad dalam satu transaksi. Dan penentuan
keuntungan dalam jual beli mobil di OTO bursa Maospati
dengan cara ditentukan sendiri sudah sesuai dengan hukum
Islam, karena dikembalikan kepada urf (adat kebiasaan),
sedangkan penentuan keuntungan dari samsarah ala samsarah
tidak sah menurut hukum Islam.
2. Abdul Ghafur (2009) dengan judul “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Praktik Gadai Motor Melalui Makelar Di Desa
Gadung Driyorejo”. Di dalam skripsi ini dia membahas tentang
pelaksaan gadai melalui makelar sebagai mediator antara
peminjam dan pengadai, dan bertanggung jawab penuh atas
barang gadainya jika terjadi perselisihan karena keduanya (dari
peminjam dan pengadai). Prosesnya sangat mudah yaitu hanya
dengan ucapan dan kepercayaan, kemudian jangka waktu
pengembalian pinjaman juga ditetapkan, akan tetapi waktu
penetapan tersebut hanya sebuah ungkapan seoarang rahin
untuk menyakinkan hati murtahin agar tidak kuatir dengan
marhun bih yang telah di berikannya, ungkapan tersebut
menurut orang Jawa disebut “semayan”. Sehingga ketika masa
pengembalian pinjaman telah jatuh tempo,
9
si peminjam rahin terkadang tidak dapat mengembalikan
pinjaman tepat waktu, ukurannya adalah ketika peminjam
mempunyai uang untuk mengambil barangnya, dan jika
pengadai menginginkan uangnya kembali pada saat waktu
tersebut, maka disini makelar mengambil penegasan dan
memberikan solusinya yaitu barang gadai tersebut dilempar
(dialihkan) lagi pada orang lain, jika pengadai membutuhkan
uangnya, dan untuk biaya perawatan terhadap barang gadai
ditanggung oleh peminjam. Sehingga mayoritas akibat
kerusakan barang gadai sering membuat peminjam mengalami
kerugian meskipun tidak mengakibatkan kerusakan. Terkadang
salah satu pihak saja yang diuntungkan dan terkadang juga
keduanya tidak ada yang dirugikan.
3. Harun Ramto (2009) dengan judul “Perantara Pedagang Efek
Dalam Pasar” di dalam skripsi ini dia membahas tentang
investor menginvestasikan dananya di pasar modal, tidak biasa
langsung masuk ke dalamnya, melainkan harus melalui
perantara pedagang efek. Dalam pasar modal dikenal istilah
pialang atau broker. Pialang sebagai perantara antara investor
jual dan investor beli mendapatkan penghasilan dari komisi
atau selisih harga jual saham dengan harga beli saham, yang
besar kecilnya komisi sesuai dengan perjanjian awal perantara
dengan investor. Profesi sebagai pialang riskan terhadap
10
perilaku-perilaku, yang mengarah kepada hal-hal yang tidak
dibenarkan dalam Hukum Islam yaitu mengenai etika bisnis.
Dari beberapa penelitian di atas, tampak belum ada yang
membahas tentang secara jelas mengenai praktik makelar jual
beli motor bekas dengan meninjaunya melalui hukum Islam.
Pada penelitian pertama menekankan dua akad dalam satu
transaksi pada Oto Bursa Maospati, kemudian pada penelitian
kedua menekankan pada praktik gadai motor melalui makelar,
kemudian pada penelitian ketiga menekankan pada perantara
pada bursa efek. Sedangkan penelitian yang ingin peneliti
lakukan ialah mengenai praktik makelar jual beli motor di Desa
Bancak Kecamatan Bancak kemudian menganalisanya melalui
hukum Islam.
F. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi salah pengertian dalam pemahaman
penelitian yang penulis teliti, maka dipandang perlu untuk menjelaskan
beberapa istilah yang ada hubungannya dengan judul penelitian ini
yaitu antara lain :
1. Hukum Islam adalah peraturan-peraturan dan ketentuan-
ketentuan yang disyariatkan oleh Allah kepada hamba-Nya
untuk diakui dan diyakini serta mengikat untuk semua yang
beragama Islam (Rohidin,2016:5).
11
2. Jual-beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau
barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua
belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain
menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang
telah dibenarkan oleh syara’ dan disepakati (Ali,2011:42).
3. Makelar menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah
prantara perdagangan (antara penjual dan pembeli) yaitu orang
yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli, untuk orang
lain dengan dasar mendapatkan upah atau komisi atas jasa
pekerja tersebut, makelar dalam bahasa Arab di sebut
samsarah yang berarti perantara perdagangan atau perantara
antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual-beli.
G. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian dan pendekatan
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah
penelitian kualitatif karena penelitian kualitatif bersifat
membangun mengembangkan dan menemukan teori-teori
sosial (Moleong,2010:80).
Selanjutnya peneliti juga menggunakan pendekatan
normatif sosiologis, pendekatan normatif dilakukan dengan
cara meneliti bahan-bahan perpustakan yang merupakan data
sekunder yang juga disebut sebagai penemuan hukum
perpustakaan, sedangkan metode penelitian hukum sosiologis
12
atau empiris dilakukan dengan meneliti data primer yang
diperoleh secara langsung. Peneliti akan melakukan wawancara
kepada beberapa sumber diantaranya Makelar yang mengambil
keuntungan berlebih penjual dan pembeli yang ada di Desa
Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang.
2. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini berlokasi di Dusun Gunung Jayan
Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang.
3. Subjek penelitian
Subjek penelitian ini adalah dari para makelar, penjual dan
pembeli.
4. Sumber data
a) Sumber data primer
Data primer, atau data tangan pertama adalah data
yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan
wawancara dari pihak penjual pembeli dan makelar yang
melakukan praktik jual beli. Dalam hal ini, penulis ingin
memperoleh data berupa praktik makelar jual beli motor
bekas di Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten
Semarang melalui makelar atau pembeli dan penjual.
b) Sumber data sekunder
13
Sumber data yang bersifat untuk melengkapi sumber
data primer meliputi buku-buku, arsip dan hasil penelitian
lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
5. Teknik pengumpulan data
a) Wawancara
Metode wawancara digunakan penulis untuk
mendapatkan informasi yang akurat terkait praktik makelar
jual beli motor bekas dengan mengambil keuntungan
berlebih di Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten
Semarang. Penulis berkomunikasi langsung dengan pihak
yang bersangkutan melalui tanya jawab lisan tentang garis
besar pokok-pokok permasalahan yang ingin diteliti
(Moleong,2009).
Adapun informan yang di wawancarai dalam penelitian
adalah pelaku makelar itu sendiri, dari pihak penjual dan
pembeli di Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten
Semarang.
b) Observasi
Observasi adalah mengamati dan mendengar dalam
rangka memahami, mencari jawab, mencari bukti terhadap
fenomena (perilaku, kejadian-kejadian, keadan, benda, dan
simbol-simbol tertentu) selama beberapa waktu tanpa
mempengaruhi fenomena yang di observasi, dengan
14
mencatat, merekam memotret fenomena tersebut guna
penemuan data analisis. Dengan tujuan untuk menemukan
hasil dari pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap gejala yang tanpak pada objek (Suprayogo,2001).
Observasi dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan
secara sistematik terhadap gejala-gejala dalam obyek
penelitian (Damanuri,2010:78). Peneliti turun langsung ke
lapangan, membuat catatan lapangan dan menulis secara
singkat peristiwa-peristiwa penting terkait praktik makelar
jual-beli motor bekas dengan mengambil keuntungan
berlebih.
H. Sistematika penulisan
Agar diperoleh peneltian yang sistematis, terarah mudah di
pahami dan dapat di mengerti oleh para pembaca pada umumnya,
maka penulisan menyajikan karya ilmiah ini kedalam bentuk
sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab yaitu sebagai berikut:
Bab Pertama adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah yang berisi alasan penelitian yang diteliti, rumusan masalah
terdiri dari pernyataan masalah dan rumusan penelitian, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian,
dan sistematika penulisan.
15
Bab Kedua merupakan tinjauan hukum Islam tentang
pengertian makelar yang meliputi, dasar hukum makelar dalam Islam,
rukun dan syarat makelar dalam pandangan Islam, dan hikmah dari
makelar.
Bab Ketiga hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum
lokasi penelitian, bagaimana praktik mengambil keuntungan dalam
praktik makelar kemudian bagaimana keuntungan dalam praktik
makelar motor di Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten
Semarang, dan bagaimana akad dalam transaksi praktik makelar.
Bab Keempat pembahasan berisi tentang analisis hukum Islam
terhadap mengambil keuntungan dalam praktik makelar dan analisis
hukum islam terhadap akad jual beli yang terjadi pada praktik makelar
di Desa Bancak dalam menentukan keuntungan.
Bab Kelima adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
16
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI DAN MAKELAR
A. Jual Beli
1. Definisi
Dalam bahasa arab kata jual (al-bay’) dan kata beli (sharayih)
merupakan dua kata yang berlawanan artinya, akan tetapi orang Arab
biasa menggunakan ungkapan jual beli dengan satu kata, yaitu Jual beli
(al- bay’) secara bahasa artinya memindahkan hak milik terhadap benda
dengan akad saling mengganti. Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah pasal 20 ayat 1 Bay’ adalah jual beli antara benda dengan
benda, atau pertukaran benda dengan uang. Secara terminology, jual
beli di artikan dengan tukar menukar harta secara suka sama suka atau
peralihan pemilikan dengan cara penggantian menurut bentuk yang
dibolehkan (Syarifuddin,2003:192-193).
Menurut pengertian syari’at, yang dimaksud dengan jual beli
adalah pertukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan milik
dengan ganti yang dapat dibenarkan (yaitu berupa alat tukar yang sah)
(Lubis,1994:33). Menurut H. Sulaiman Rasjid (1994:278) jual beli
adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara
yang tertentu (akad).
Ulama Sayyid Sabiq (1987:44-45 ) mendefinisikan bahwa jual
beli ialah pertukaran harta dengan harta atas dasar saling merelakan
atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan. Dalam
17
definisi tersebut harta dan milik, dengan ganti dan dapat dibenarkan.
Yang dimaksud harta dalam definisi di atas yaitu segala yang dimiliki
dan bermanfaat, maka dikecualikan yang bukan milik dan tidak
bermanfaat. Yang dimaksud dengan ganti agar dapat dibedakan dengan
hibah (pemberian), sedangkan yang dimaksud dapat dibenarkan
(ma’dzun fih) agar dapat dibedakan dengan jual beli yang terlarang.
Ada yang mendefinisikan jual beli sebagai kepemilikan terhadap
harta atau manfaat untuk selamanya dengan bayaran harta. Ada juga
yang mengartikan jual-beli merupakan tukar menukar suatu barang
dengan barang lain yang berbeda dengan cara tertentu (aqad) (Azam,
2010: 23).
Jual beli menurut syara’ memiliki beberapa pengertian menurut
beberapa imam madzab, diantaranya:
1. Menurut Hanafiyah, jual beli adalah tukar menukar harta
dengan harta menurut cara yang khusus harta mencakup dzat
atau uang.
2. Menurut syafi’iyah, jual beli adalah suatu akad yang
mengandung tukar menukar harta dengan harta dengan syarat
yang akan diuraikan nanti untuk memperoleh kepemilikan atas
beanda atau manfaat untuk waktu selamanya.
3. Menurut Malikiyah, jual beli adalah akad Muawadhah atau
timbal balik atas selain manfaat dan bukan pula untuk
menikmati kesenangan.
18
4. Menurut Hambali, jual beli adalah tukar menukar harta dengan
harta atau tukar menukar manfaat yang mubah dengan manfaat
yang mubah untuk waktu selamanya, bukan riba tau bukan
utang.
Jual beli diperbolehkan dalam al-Qur’an, sunnah dan
ijma’umat. Adapun dalil dalam al-Qur’an Surah:
1. Q.S. Al-Baqarah ( 2 ):275
يطن من ٱلمس ٱلذين يأكلون ٱلرب وا ل ي قومون إل كما ي قوم ٱلذى ي تخبطو ٱلش
ا ٱلب يع مثل ٱلرب وا وأحل ٱللو ٱلب يع وحرم ٱلرب وا فمن جاءه لك بأن هم قالو إن ۥذ
ن ربو موعظة ب ۥما سلف وأمره ۥفٱنت هى ف لو ۦم ئك أصح إل ٱللو ومن عاد فأول
لدون ٱلنار ىم فيها خ
Artinya: “orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jualbeli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), Maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya”.
19
2. Q.S. An-Nisa ( 4 ) : 29
نكم بالباطل إل أن تكون تارة عن يا أي ها الذين آمنوا ل تأكلوا أموالكم ب ي
أن فسكم إن اللو كان بكم رحيمات راض منكم ول ت قت لوا
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu, dan
janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Riba adalah haram dan jual beli adalah halal. Jadi tidak semua
akad jual beli adalah haram sebagaimana yang disangkakan oleh
sebagian orang berdasarkan ayat di atas. Supaya usaha jual beli itu
berlangsung menurut cara yang dihalalkan, maka harus mengikuti
ketetuan yang telah ditentukan. Ketentuan itu disebut rukun dan syarat
jual beli. Jual beli menurut KUH Perdata pasal 1457 adalah suatu
perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga
yang telah diperjanjikan. Perkataan jual beli menunjukan bahwa dari
satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak yang
lain dinamakan membeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang
bertimbal balik itu adalah sesuai dengan istilah Belanda “koop en
verkoop” yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu
20
“verkoop” (menjual) sedang yang lainya “koopt” (membeli) (Subekti,
2001:2).
Jual beli adalah suatu perjanjian konsensuil artinya ia sudah di
lahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah (mengikat atau mempunyai
kekuatan hukum) pada detik tercapainya sepakat antara penjual dan
pembeli mengenai unsur- unsur yang pokok yaitu barang dan harga,
biarpun jual beli itu mengenai barang yang tidak bergerak, sifat
konsensuil jual beli ditegaskan dalam pasal 1458 yang berbunyi: jual
beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak sewaktu mereka
telah mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu
belum diserahkan maupun harganya belum disepakati (Subekti,1987:
20).
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli
ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara ridho di antara kedua belah pihak, yang satu
menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan
perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.
2. Rukun dan Syarat Sah Jual Beli
Didalam jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus
dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’.
Menurut hukum Islam rukun dan syarat jual beli meliputi:
21
1. Adanya barang yang diperjual belikan, Syarat-syarat yang terkait
dengan barang yang di perjualbelikan sebagai berikut (Syarifudin,
2005: 196-198).
a. Barangnya bersih, yang dimaksud adalah barang yang
diperjual belikan bukanlah benda yang dikualifikasikan
sebagai benda najis atau yang diharamkan seperti arak,
anjing, babi, dan yang lainya.
b. Dapat dimanfaatkan yang dimaksud adalah tentunya sanga
relatif sebab pada hakikatnya seluruh barang yang dijadikan
sebagai objek jual beli menrupakan barang yang dapat
demanfaatkan seperti untuk dikonsumsi, dinikmati
keindahannya, dinikmati suaranya serta digunakan untuk
keperluan yang bermanfaat.
c. Milik orang yang melakukan akad maksudnya bahwa orang
yang melakukan jual beli sesuatu barang adalah pemilik sah
barang tersebut telah mendapat ijin dari pemilik sah barang
tersebut.
d. Mampu menyerahkan maksudnya bahwa penjual sebagai
pemilik atau kuasa dapat menyerahkan barang yang
dijadikan sebagai objek jual beli sesuai dengan bentuk dan
jumlah yang diperjanjikan pada waktu penyerahan barang
kepada pembeli.
22
e. Mengetahui apabila dalam suatu jual beli keadaan barang
dan jumlah harganya tidak diketahui maka perjanjian jual
beli tidak sah sebab bisa jadi perjanjian tersebut
mengandung unsur penipuan.
f. Barang yang diakadkan berada di tangan.
g. Menyangkut perjanjian jual beli atas suatu barang yang
belum berada ditangan itu dilarang sebab bisa jadi barang
tersebut rusak atau tidak dapat diserahkan sebagaimana
telah diperjanjikan.
2. Adanya nilai tukar pengganti barang, nilai tukar barang yang dijual
(untuk zaman sekarang adalah uang), para ulama fiqh membedakan
nilai tukar menjadi dua yakni al-tsaman dengan al-si’r.Menurut
mereka, al-tsaman adalah harga pasar yang berlaku di tengah-
tengah masyarakat secara aktual, sedangkan al-si’r adalah modal
barang yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke
konsumen (pemakai). Dengan demikian, harga barang itu ada dua,
yaitu harga antar pedagang dan harga antar pedagang dan
konsumen (harga dipasar) (Ihsan,2008:35).
3. Lafal atau Ijab-Qabul, jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab
dan qabul dilakukan sebab ijab dan qabul menunjukan kerelaan.
Pada dasarnya ijab dan qabul dilakukan dengan lisan, tetapi kalau
tidak mungkin, misalnya bisu atau yang lainya boleh ijab qabul
23
dengan surat menyurat yang mengandung arti ijab dan kabul
(Suhendi,2008:70).
Menurut sayyid Sabiq dalam buku Fiqh Sunnah ijab merupakan
ungkapan awal yang diucapakan oleh salah satu dari dua pihak
yang melakuakn akad, dan qabuladalah pihak yang kedua (Sabiq,
2006:121).
Para ulama sepakat untuk mengecualikan kewajiban ijab qabul
itu terhadap objek jual beli yang bernilai kecil yang biasa
berlangsung dalam memenuhi kebutuhan sehari hari, seperti jual
beli sebungkus rokok. Untuk maksud ini, sudah dianggap bila
penjual telah menunjukkan barangnya dan pembeli telah
menunjukkan uangnya. Cara seperti ini disebut dengan mu’atah.
Misalnya membeli minuman kaleng di mesin otomatis dimana si
pembeli telah memasukkan uang koinnya ke dalam lubang yang
disediakan dan penjual melalui mesinnya telah menyodorkan
minuman kaleng tersebut sesuai dengan pesanannya
(Syarifudin,2003:195).
4. Adanya orang yang berakad, para ulama fiqh sepakat bahwa orang
melakukan akad jual beli itu harus memenuhi syarat, yaitu :
a. Berakal sehat, oleh sebab itu seorang penjual dan pembeli
harus memiliki akal yang sehat agar dapat melakukan
transaksi jual beli dengan keadaan sadar. Jual beli yang
dilakukan anak kecil yang belum berakal dan orang gila,
24
hukumnya tidak sah meskipun harta yang dijual merupakan
hartanya sendiri (Sudarsono,2001:74).
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. An-Nisa’ (4) : 5
فهاء أموالكم الت جعل اللو لكم قياما وارزقوىم فيها ول ت ؤتوا الس
واكسوىم وقولوا لم ق ول معروفا
Artinya:“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-
orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang
dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah
mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu)
dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang
baik”.
b. Atas dasar suka sama suka, yaitu dalam melakukan jual
beli salah satu pihak tidak melakukan suatu tekanan atau
paksaan kepada pihak lainya, sehingga pihak lain tersebut
melakukan perbuatan jual beli bukan lagi disebabkan oleh
kemaunya sendiri, tetapi adanya unsur paksaan. Jual beli
yang demikian itu tidak sah.
c. Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda,
maksudnya seorang tidak dapat bertindak dalam waktu
yang bersamaan sebagai penjual sekaligus sebagai pembeli.
Secara konvensional saat terjadinya jual beli unsur-unsur
pokok jual-beli adalah barang dan harga. Jual beli itu sudah
dilahirkan pada detik tercapainya kata “sepakat” mengenai barang
25
dan harga, begitu kedua belah pihak setuju maka lahirlah perjanjian
jual beli yang sah (Subekti:1995:2).
Jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 yang
berbunyi “jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak
sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum
diserahkan maupun harganya belum dibayar”.
3. Macam- Macam Jual Beli Menurut Islam
Ditinjau dari segi hukumnya jual beli dibedakan menjadi tiga
yaitu jual beli Shahih, Bathil, dan Fasid.
1. Jual beli Shahih
Dikatakan jual beli shalih karena jual beli tersebut sesuai
dengan ketentuan syara’, yaitu terpenuhinya syarat dan rukun jual
beli yang telah ditentukan.
2. Jual beli Fasid
Menurut ulama Hanafi yang dikutip dari buku Hukum
Perikatan Islam di Indonesia bahwa jual beli jual beli fasid dan jual
beli batal itu berbeda.
Apabila kerusakan- kerusakan dalam jual beli terkait dengan
barang yang dijualbelikan, maka hukumnya batal, misalnya jual
beli benda-benda haram. Apabila kerusakan- kerusakan itu pada
jual beli menyangkut harga barang dan boleh diperbaiki, maka jual
beli dinamakan fasid. Namun jumhur ulama tidak membedakan
antara kedua jenis jual beli tersebut (Dewi,2005:108).
26
Fasid menurut jumhur ulama merupakan sinonim dari batal
yaitu tidak cukup dan syarat suatu perbuatan. Hal ini berlaku pada
bidang ibadah dan muamalah. Sedangkan menurut ulama mahzab
Hanafi yang dikutib dalam buku Hukum Perikatan Islam di
Indonesia, bahwa fasid dalam ibadah dengan muamalah itu
berbeda. Dalam bidang muamalah, fasid diartikan sebagai tidak
cukup syarat pada perbuatan. Menurut mahzab Syafi’i fasid berarti
tidak dianggap dan tidak diperhitungkan suatu perbuatan
sebagaimana mestinya, sebagai akibat dari kekurangan (cacat)
padanya (Dewi,2005:109).
Menurut Imam Hanafi bahwa muamalah yang fasid pada
hakikatnya tetap dianggap sah, sedangkan yang dirusak atau tidak
sah adalah sifatnya, yang termasuk jual beli fasid antaran lain
(Dewi,2005:117).
a. Jual-beli al- majhul Yaitu jual-beli diamana barang atau
bendanya secara global tidak diketahui kejelasan itu bersifat
menyeluruh. Tetapi apabila sifat ketidak jelasanya sedikit,
maka jual belinya sah karena itu tidak akan membawa
perselisihan. Ulama Hanafi mengatakan sebagai tolak ukur
untuk unsur majhul diserahkan sepenuhnya kepada urf
(kebiasaan yang berlaku bagi pedagang dan pembeli).
27
b. Jual-beli yang dikaitan dengan suatu syarat jual-beli yang
dikaitakan dengan syarat misalnya ucapan penjual kepada
pembeli, “saya jual sepeda saya ini kepada anda bulan depan
setelah gajian”. Jual beli seperti ini batal menurut jumhur dan
fasid menurut ulama Hanafi. Menurut ulama Hanafi, jual beli
ini dianggap sah pada saat syaratnya terpenuhi atau tenggang
waktu yang disebutkan dalam akad jatuh tempo. Artinya jual
beli itu baru sah apabila masa ditentukan “bulan depan” itu
telah jatuh tempo.
c. Menjual barang yang tidak ada ditempat atau tidak dapat
diserahkan pada saat jual beli berlangsung, sehingga tidak
dapat dilihat oleh pembeli. Menurut ulama Maliki jual-beli
seperti ini diperbolehkan apabila sifat- sifatnya disebutkan,
dengan syaratsifat- sifatnya tdak akan berbah sampai barang
diserahkan. Sedangkan ulama Hambali menyatakan, jual beli
itu sah apabila pihak Pembeli mempunyai hak khiyar ru‟ yah
(sampai melihat barang itu), ulama Syafi’i menyatakan jual
beli itu batil secara mutlak.
3. Jual-beli bathil
Yaitu jual beli yang salah satu rukunya tidak terpenuhi atau jual
beli itu pada dasarnya dan sifatnya tidak disyari’atkan (Hasan,
2003:128). Jual beli yang dilarang oleh syariah atau dianggap bathil
(Syarifudin,2005:201-208), diantaranya:
28
a. Jual-beli gharar
Jual-beli gharar adalah jual beli yang mengandung unsur
penipuan dan pengkianatan, baik karena ketidakjelasan dalam
objek jual-beli atau ketidak pastian dalam cara pelaksanaannya.
Hukum jual beli ini adalah haram, alasan haramnya jual beli ini
adalah karena ketidak pastian dalam objek, baik barang, uang
atau cara transaksisnya itu sendiri. Karena larangan dalam hal
ini langsung menyentuh essensi jual belinya, maka disamping
haram hukumnya, transaksi itu juga tidak sah.
b. Jual-beli mulaqih
Jual-beli mulaqih adalah jual-beli barang yang menjadi objeknya
adalah hewan yang masih berada dalam bibit jantan sebelum
bersetubuhnya dengan betina. Alasan pelarangan jual beli ini
adalah karena objek yang diperjual belikan tidak berada
ditempat akad dan tidak dapat pula dijelaskan kualitas dan
kuantitasnya. Ketidak jelasan ini menimbulkan ketidak relaan
pihak- pihak yang melakukan transaksi jual beli.
c. Jual-beli mudhamin
Jual-beli mudhamin adalah transaksi jual-beli yang objeknya
adalah hewan yang masih berada dalam induknya. Alasan tidak
diperbolehkannya jual-beli ini adalah karena tidak jelasnya
objek dalam jua-beli. Meskipun sudah tampak wujudnya, tetapi
tidak dapat diserahkan dalam jual beli dan belum pasti pula
29
keadaan dari objek tersebut apakah hewan tersebut akan lahir
dalam keadaan hidup atau dalam keadaan mati.
d. Jual-beli hushah atau lemparan batu.
Jual-beli hushah mempunyai beberapa arti. Diantaranya adalah
jual-beli suatu barang yang terkena lemparan batu yang
disediakan dengan harga tertentu. Arti lain dari jual beli ini
adalah jual beli tanah dengan harga yang sudah ditentukan, yang
luasanya sejauh yang dapat dikenai oleh batu yang dilemparkan.
Hukum jual beli seperti ini adalah haram.
B. Makelar
1. Definisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia makelar adalah
perantara perdagangan antara penjual dan pembeli yaitu orang yang
menjualkan barang atau mencarikan pembeli, untuk orang lain dengan
dasar mendapatkan upah atau komisi atas jasa pekerja yang di lakukan
(Pustaka,1991:618).
Sedangkan makelar dalam bahasa Arab disebut samsarah yang
berarti perantara perdagangan atau perantara antara penjual dan
pembeli untuk memudahkan jual-beli (Zuhdi,1993:122).
Lebih lanjut Samsarah adalah kosa kata bahasa Persia yang
telah diadopsi menjadi bahasa Arab yang berarti sebuah profesi dalam
menengahi dua kepentingan atau pihak yang berbeda dengan
kompensasi berupa upah (ujrah) dalam menyelesaikan suatu transaksi.
30
Sesuai dengan pasal 76 s/d 85 KUHD (kitab undang-undang
hukum dagang), makelar adalah suatu pihak yang menyelenggarakan
bisnis dengan melakukan perbuatan menutup persetujuan atas nama
diri pribadi atau perusahaan sendiri, tapi atas amanah dan tanggungan
atau jaminan pihak lain dan dengan menerima upah, kompensasi,
komisi, aau provisi tertentu.
2. Dasar Hukum
Simsar (makelar) yaitu seseorang yang menjualkan barang
orang lain atas dasar bahwa seseorang itu akan diberi upah oleh yang
punya barang sesuai dengan usahanya (Suhendi,2010:85).
Q.S. Al-A'raf ( 7 ) : 85
ره قد جاءتكم وإل مدين أخاىم شعيبا قال يا ق وم اعبدوا اللو ما لكم من إلو غي
نة من ربكم فأوفوا الكيل والميزان ول ت بخسوا ال ناس أشياءىم ول ت فسدوا ف ب ي
ر لكم إن كنتم مؤمنين الأرض ب عد إصلاحها ذلكم خي
Artinya: “Dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan,
saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku,
sembahlah Allah, sekali- kali tidak ada Tuhan bagimu
selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti
yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah
takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan
bagi manusia barang-barang takaran dan
timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan
di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang
demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu
orang- orang yang beriman".
31
Dan sesuai hadist Nabi:
:أعطوا الأجير أجره ق بل أن يف عرقو
Artinya:“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum
keringatnya kering” (HR. Ibnu Majah, shahih).
روط ف المعاملات الل باحة إل بدليل الأصل ف الش وال
Artinya:“Mu’amalah orang muslim itu sesuai dengan syarat
mereka”(HR. Ahmad, Abu Daud dan Al Hakim dari Abu
Hurairah dan Al Bukhari).
Hadits tersebut menjelaskan bahwa jangan pernah menunda-
nunda upah para pekerja, apabila mereka telah melakukan pekerjaan
maka bayarlah upah atau jerih payah mereka pada waktunya karena
Allah paling benci bagi orang yang menunda-nunda upah pekerja.
Tidak ada salahnya kalau makelar mendapatkan upah berupa uang
dalam jumlah tertentu, atau secara persentase dari keuntungannya atau
dengan cara apapun yang mereka sepakati bersama dari pihak penjual
dan makelar (Falahi,2008:37).
Bila terdapat unsur kezaliman (dzulm) dalam pemenuhan hak
dan kewajiban, seperti seseorang yang belum menyelesaikan
pekerjaannya dalam batas waktu tertentu maka ia tidak mendapat
imbalan yang sesuai dengan kerja yang telah dilakukan. Praktik
samsarah seperti ini tidak benar, karena sekalipun pekerjaan tersebut
tidak diselesaikan pada waktu yang telah ditentukan setidaknya para
32
penyewa jasa tersebut menghargai jerih payah yang dilakukan oleh
pekerja tersebut yaitu dengan membayar setengah dari total upah
pekerja.
Kehadiran makelar di tengah-tengah masyarakat, terutama
masyarakat modern sangat dibutuhkan untuk memudahkan dunia
bisnis (dalam perdagangan, pertanian, perkebunan, industri, dan lain-
lain). Sebab tidak sedikit orang yang tidak pandai tawar menawar,
tidak mengetahui cara menjual atau membeli barang yang diperlukan,
atau tidak ada waktu untuk mencari atau berhubungan langsung
dengan pembeli atau penjual.
Jelaslah, bahwa makelar merupakan profesi yang banyak
manfaatnya untuk masyarakat, terutama bagi para produsen,
konsumen, dan bagi makelar sendiri. Profesi ini dibutuhkan oleh
masyarakat sebagaimana profesi-profesi yang lain.
Menjadi makelar hukumnya halal, karena makelar yang baik
merupakan petunjuk jalan dan perantara antara penjual dan pembeli,
dan banyak mempermudah keduanya dalam melakukan perdagangan
dan mendapatkan keuntungan (Falahi:35).
Perantara perdagangan pada zaman kita ini sangat penting
artinya dibandingkan dengan masa-masa yang telah lalu, karena
terikatnya hubungan perdagangan ekspor impor, pedagang-pedagang
partai besar, dan pedagang-pedagang eceran. Dalam hal ini makelar
mempunyai peranan yang sangat penting.
33
Makelar harus bersikap jujur, ikhlas, terbuka dan tidak
melakukan penipuan dan bisnis yang haram dan syubhat. Ia berhak
menerima imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya, sedangkan
pihak yang menggunakan jasa makelar harus segera memberikan
imbalannya.
Jumlah imbalan yang harus diberikan kepada makelar adalah
menurut perjanjian, sesuai dengan Firman Allah dalam Q.S. Al-
Maidah (5):1
ر يا أي ها لى عليكم غي الذين آمنوا أوفوا بالعقود أحلت لكم بيمة الأن عام إل ما ي ت
يد وأن تم حرم إن اللو يكم ما يريد لي الص م
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad
itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang
akan di bacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan
tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang
mengerjakan haji. Sesunguhnya Allah menetapkan hukum-
hukum menurut yang dikehendakiNya”.
Pekerjaan makelar menurut pandangan Islam adalah termasuk
akad ijarah, yaitu suatu perjanjian memanfaatkan suatu barang
(Zuhdi,1994:127). Misalnya rumah, atau orang, misalnya pelayan,
atau pekerjaan seorang ahli, misalnya jasa pengacara, konsultan, dan
sebagainya dengan imbalan.
Secara lughowi Ijarah berarti upah, sewa, jasa atau imbalan.
Sedangkan secara istilah, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna
(manfaat) suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan adanya
34
pembayaran upah (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang itu sendiri (Aljaziri:74).
Hal yang harus diperhatikan dalam akad ijarah ini adalah
bahwa pembayaran oleh penyewa merupakan imbal balik dari manfaat
yang telah ia nikmati. Maka yang menjadi objek dalam akad ijarah
adalah manfaat itu sendiri, bukan bendanya. Dalam akad ijarah tidak
selamanya manfaat diperoleh dari sebuah benda, akan tetapi juga bisa
berasal dari tenaga manusia. Ijarah dalam pengertian ini bisa
disamakan dengan upah mengupah dalam masyarakat sesusai dengan
firman Allah dalam Q.S.Al-Baqarah(2):233
والوالدات ي رضعن أولدىن حولين كاملين لمن أراد أن يتم الرضاعة وعلى
والدة المولود لو رزق هن وكسوت هن بالمعروف ل تكلف ن فس إل وسعها ل تضار
هما بولدىا ول مولود لو بولده وعلى الوارث مثل ذلك فإن أرادا فصال عن ت راض من
سلمتم وتشاور فلا جناح عليهما وإن أردت أن تست رضعوا أولدكم فلا جناح عليكم إذا
ما آت يتم بالمعروف وات قوا اللو واعلموا أن اللو با ت عملون بصير
Artinya: “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat
apa yang kamu kerjakan”.
35
Dan firman Allah dalam Q.S.At-Tholaq (65) : 6
قوا عليهن وإ ن أسكنوىن من حيث سكنتم من وجدكم ول تضاروىن لتضي
كن أولت حل فأنفقوا عليهن حت يضعن حلهن فإن أرضعن لكم فآتوىن أجورىن
نكم بعروف وإن ت عاسرت فست رضع لو أخرى وأتروا ب ي
Artinya:“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu
untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu)
dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka
perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya”.
Beberapa Ayat diatas menunjukkan adanya pembolehan Al-
Qur’an terhadap orang yang diberi upah karena bekerja untuk orang
lain. Ayat-ayat tersebut secara tersurat merupakan landasan yang jelas
bahwa memberi upah orang lain yang bekerja untuk dirinya
diperkenankan. Praktek seperti ini dalam fiqih muamalah dikenal
dengan nama akad ijarah. Dilihat dari sisi obyeknya, akad ijarah
dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Ijarah manfaat (Al Ijarahala al manfaah), contoh sewa
menyewa rumah, kendaraan, pakaian dan lain-lain. Dalam hal
ini mu’jir mempunyai benda-benda tertentu dan musta’jir
butuh benda tersebut dan terjadi kesepakatan antara keduanya,
dimana mu’jir mendapatkan imbalan tertentu dari musta’jir dan
musta’jir mendapatkan manfaat dari benda tersebut.
2. Ijarah yang bersifat pekerjaan (AlIjarahalaa’mal), dengan cara
mempekerjakan seseorang untuk melakukan sesuatu. Mu’jir
36
adalah orang yang mempunyai keahlian, tenaga, jasa dan lain-
lain, kemudian musta’jir adalah pihak yang membutuhkan
keahlian, tenaga atau jasa tersebut dengan imbalan tertentu.
Mu’jir mendapatkan upah (ujrah) atas tenaga yang ia keluarkan
untuk musta’jir dan musta’jir mendapatkan tenaga atau jasa
dari mu’jir (Afandi,2009:188).
3. Rukun dan Syarat Makelar
Untuk sahnya pekerjaan makelar ini harus memenuhi
beberapa syarat antara lain sebagai berikut:
1. Persetujuan kedua belah pihak perhatikan Q.S. An-Nisa (4) : 29
نكم بالباطل إل أن تكون تارة عن يا أي ها الذين آمنوا ل تأكلوا أموالكم ب ي
كان بكم رحيما ت راض منكم ول ت قت لوا أن فسكم إن اللو
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. dan
janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
2. Obyek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat
diserahkan.Obyek akad bukan hal-hal yang maksiat atau
haram, misalnya mencarikan untuk kasino, porkas, dan
sebagainya. Dari pekerjaan seperti makelar ini dibolehkan
memungut upah (ijarah). Dijelaskan oleh Sayyid Sabiq dalam
Fiqh sunnah, para ulama’ memfatwakan tentang kebolehan
37
memungut upah yang dianggap sebagai perbuatan baik (selama
perbuatan atau pekerjaan tersebut tidak bertentangan dengan al-
Qur’an dan hadis).
Sedangkan menurut Mazhab Hanbali pekerjaan yang tidak
boleh memungut upah adalah seperti adzan, iqamah,
mengajarkan al-Qur’an, fiqh, badal haji dan puasa qadha’.
Namun, boleh mengambil upah dari pekerjaan-pekerjaan
tersebut jika termasuk pada mashalih.
Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Ibnu Hazm membolehkan
mengambil upah sebagai imbalan mengajarkan al-Qur’an dan
ilmu-ilmu karena itu termasuk jenis imbalan perbuatan yang
diketahui dan dengan tenaga yang diketahui pula. Ibnu Hazm
mengatakan bahwa pengambilan upah sebagai imbalan
mengajar al-Qur’an dan pengajaran ilmu, baik secara bulanan
maupun sekaligus karena nash yang melarang tidak ada
(Suhendi,2010:118-121).
Pekerjaan yang dilakukan itu harus yang diperbolehkan oleh
Islam dan aqad atau transaksinya berjalan sesuai dengan atau
Islam. Bila pekerjaan itu haram, sekalipun dilakukan oleh
orang non muslim juga tetap tidak diperbolehkan.
Rasulullah Muhammad saw. Sendiri diriwayatkan pernah
meminta orang Yahudi sebagai penulis dan penterjemah. Juga
pernah meminta orang musyrik sebagai petunjuk jalan. Abu
38
Bakar dan Umar Bin Khattab pernah meminta orang Nasrani
untuk menghitung harta kekayaan. Ali bin Abi Thalib diminta
oleh orang yahudi untuk menyirami kebun dengan upah tiap
satu timba sebutir kurma (RachamtSyafei).
Hak menerima upah bagi Musta’jir adalah ketika pekerjaan
selesai di kerjakan, beralasan kepada hadis yang di riwayatkan
Ibnu Majah, Rasulullah saw bersabda:
:أعطوا الأجير أجره ق بل أن يف عرقو
Artinya:“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum
keringatnya kering” (HR.Ibnu Majah,shahih).
3. Mu’jir dan Musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa-
menyewa atau upah mengupah itu baligh, berakal, cakap,
berlaku tasharuf, dan saling meridho’i.
4. Shighat ijab Kabul antara Mu’jir Musta’jir.
5. Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua pihak, baik
dalam sewa-menyewa ataupun upah-mengupah. Para ulama’
menetapkan syarat upah yaitu:
a. Berupa harta tetap yang dapat diketahui.
b. Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijarah.
39
4. Hikmah Makelar
Syari'at Islam membicarakan tentang manfaat dan hikmah
yang besar dalam hubungan antara sesama umat manusia. Apabila
ketentuan-ketentuan yang mengatur jual beli dipatuhi baik oleh
pembeli maupun penjual akan dapat menimbulkan dampak positif
bagi kedua belah pihak, antara lain:
Masing-masing pihak merasa puas, dengan adanya
kesepakatan dan kepuasan diantara penjual dan pembeli, memiliki
suatu nilai dan dikemudian hari tidak akan adanya sesuatu yang
tidak diinginkan oleh kedua belah pihak.
Penjual dan pembeli yang berlapang dada ketika
mengadakan tawar menawar akan mendapat rahmat Allah, dan
dilihat dari berbagai pembahasan, ada teori dari sementara ahli jiwa
mengatakan bahwa keinginan marah itu harus diperturutkan
sebagai penyaluran dari suatu dorongan alami yang kalau
dibanding akan merusak jiwa. Dengan adanya jual beli akan
menjauhkan orang dari memakan dan memiliki harta dengan cara
bathil (tidak benar). Manfaat jual beli untuk nafkah keluarga
Keuntungan dan laba bisnis dari seseorang muslim dapat
dipergunakan dengan sebaik-baiknya dalam memenuhi nafkah
keluarga.
40
Memberi nafkah kepada keluarga dengan ikhlas termasuk
shadaqah. Untuk melaksanakan kewajiban memberi nafkah kepada
keluarga, sandang dan papan, ialah dengan jalan usaha mencari
rizqi antara lain melalui jual beli (AgamaRI,2000:18-19).
Adapun hikmah adanya samsarah adalah dimana manusia
itu saling membutuhkan satu sama lain dalam mengisi
kehidupannya. Banyak orang yang tidak mengerti cara membeli
atau menjual barang mereka. Maka dalam keadaan demikian,
diperlukan bantuan orang lain yang berprofesi selaku samsarah
yang mengerti betul dalam hal penjualan dan pembelian barang
dengan syarat mereka akan memberi upah atau komisi kepada
makelar tersebut.
Seperti yang telah di uraikan di atas, jelaslah bahwa
samsarah itu merupakan suatu perantara perdagangan antara
penjual dan pembeli. Pihak samsarah berhak mendapat upah (gaji)
dan berkewajiban bekerja semaksimal mungkin sehingga tidak ada
yang merasa dirugikan dalam pemenuhan hak baik dari pihak
samsarah sendiri maupun dari pihak perusahaan. Kewajiban pihak
perusahaan adalah membayar upah para pekerja (simsar) dimana
mereka telah bekerja untuk perusahaan dengan semaksimal
mungkin. Kegunaan adanya samsarah adalah untuk mencegah
adanya orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
41
Jumlah upah atau imbalan jasa juga harus dimengerti betul
oleh orang yang memakai jasa tersebut, jangan hanya semena-
mena dalam pemenuhan hak dan kewajiban, pihak pemakai jasa
harus memberikan kepada makelar yaitu menurut perjanjian yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak untuk mencegah kekeliruan
atau kezaliman dalam pemenuhan hak dan kewajiban di antara
mereka.
Makelar (samsarah) adalah hanya berfungsi menjualkan
barang orang lain dengan mengambil upah tanpa menanggung
resiko, dengan kata lain bahwa makelar (simsar) ialah penengah
antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual-beli.
Makelar yang terpercaya tidak di tuntut resiko sehubungan
dengan rusaknya atau hilangnya barang dengan tidak sengaja dan
tidak akan merugikan sebelah pihak (http//bisnisukm.com/bisnis-
makelr-peluang-usaha-potensial-html).
42
BAB III
PRAKTIK MAKELAR DALAM MENGAMBIL
KEUNTUNGAN JUAL BELI MOTOR BEKAS DI DESA
BANCAK KECAMATAN BANCAK KABUPATEN
SEMARANG
A. Keadaan Masyarakat di Desa Bancak Kecamatan Bancak
Kabupaten Semarang
Kelurahan Bancak memiliki wilayah dan batas-batas yang
didalamnya ada sejumlah penduduk. Kelurahan Bancak berada dalam
wilayah kerja camat yaitu Kecamatan Bancak dan kabupaten
Semarang. Yang hal itu desa memiliki otonom yaitu berhak mengatur
dan mengurus masyarakatnya sendiri, dan tidak bertentangan dengan
pemerintah diatasnya. Adapun mengenai profil dari masyarakat
Kelurahan Bancak itu yang diantaranya akan disebutkan sebagai
berikut:
1. Batas Wilayah
a. Sebelah utara : Desa Boto
b. Sebelah selatan : Desa Banding
c. Sebelah barat : Desa Wonokerto
d. Sebelah timur : Desa Rejosari
43
2. Keadaan Geografis dan Topografi Desa
a. Ditinjau dari geografis, Desa Bancak terletak pada
110”34’20.09” dengan 110”35’57.84” Bujur Timur dan
7”14’9.52’ sampai dengan 7’15’52.36” Lintang Selatan.
b. Dengan permukaan tersebutlah, maka tanahnya sangat
berpotensi dan produktif untuk daerah pertanian.
c. Ditinjau dari topografi, Desa Bancak berada pada kisaran
anatara 318-1.450 meter di atas permukaan laut (dpl), dengan
ketingian terendah berada di Dusun Sawit dan sebagian Dusun
Banjarsari dan tertinggi di Dusun Ngentak dan Dusun Krajan
(LPPD:2019).
3. Jumlah Luas Penduduk dan Kepadatan
a. Luas : 4.385,01 Ha
b. Jumlah Penduduk : 23.996 jiwa
c. Kepadatan : 544,8 orang/km2
4. Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat
Keadaan sosial masyarakat Desa Bancak kategori sedang,
karena ditunjang dari potensi tanah sawah yang cukup produktif.
Sehingga perkembangan warga setiap tahunnya sedang-sedang
saja. Budaya masyarakat Desa Bancak yang berlaku setiap harinya,
menggunakan adat budaya jawa dan lokal (kerja bakti, kegotong
royongan, kerja sama) dan di tunjang dengan banyak nya kesenian-
44
kesenian jawa, seperti contoh kesenian tari-tarian kuda lumping,
rodat,rebana dan lain-lain.
5. Kategori Penduduk dan Mata Pencarian Penduduk
Kategori penduduk di Desa Bancak adalah semua warga
yang ada di Desa Bancak adalah semuanya beragama Islam, dan
mata pencarian penduduk di Desa Bancak adalah sebagaian besar
menjadi petani, ada juga buruh tani, buruh serabutan lain,
pengusaha, buruh industri atau bangunan, pedagang dan lain-lain
seperti (jasa-jasa).
6. Sejarah Singkat Berdirinya Jasa Praktik Makelar di Desa
Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang
Jasa praktik makelar jual beli motor bekas merupakan jasa
yang berada di Dusun Gunung Jayan Desa Bancak Kecamatan
Bancak Kabupaten Semarang yang memberikan jasa kepada
pembeli atau penjual yang ingin di carikan motor atau di jualkan
motor, praktik jasa makelar ini didirikan oleh individu yaitu oleh
Bapak Ngadiman sejak 1995 hingga 2019, jasa makelar ini di
lakukan dengan bekerja sama dengan makelar lain untuk transakasi
jual beli motor bekas (wawancara dengan Bapak Ngadiman 11
Februari 2019).
45
Namun di sini Bapak Ngadiman tidaklah sendiri yang
memberikan jasa makelar di Dusun Gunung Jayan Desa Bancak
Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang di sini ada dua makelar
lagi yaitu Bapak Siswanto dan Bapak Syaiful Rohman.
Berikut ini adalah data-data dari identitas pihak makelar,
penjual dan pembeli sebagai berikut:
a. Pihak Makelar Pertama
Nama : Ngadiman
Tmpt tggl lahir : Kab.Semarang 22-12-1950
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Dsn G.Jayan Desa Bancak
Agama : Islam
Pekerjaan : Pekebun dan (Makelar)
b. Pihak Makelar Kedua
Nama : Siswanto
Tempat tggl lahir : Kab.Semarang 05-08-1985
Alamat : Dsn G.Jayan Desa Bancak
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
46
c. Pihak Makelar Ketiga
Nama : Syaiful Rohman
Tempat tggl lahir : Kab.Semarang 08-08-1990
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Dsn G.Jayan Desa Bancak
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasata
d. Pihak Penjual
Nama : Jamari
Tmpt tggl lahir : Kab.Semarang 05-01-1962
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Dsn G.Jayan Desa Bancak
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani dan (Penjual)
e. Pihak Pembeli
Nama : Sumali
Tmpt tggl lahir : Kab.Semarang 20-06-1972
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Dsn G.Jayan Desa Bancak
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani dan (Pembeli)
47
B. Praktik Makelar Jual Beli Motor Bekas di Bancak Desa Bancak
Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang
Untuk memaparkan sistem jual beli motor bekas melalui
makelar di Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang,
akan di jelaskan menurut narasumber, bahwa jual beli beli motor
bekas melalui makelar merupakan akad yang berbentuk lisan, kedua
belah pihak melakukan kesepakatan yaitu pihak makelar menawarkan
jasa kepada pihak penjual atau pembeli, kemudian makelar di berikan
sejumlah uang oleh pemberi kuasa atas jasa menemukan pembeli dan
atau menemukan barang motor bekas.
Menurut Bapak Jamari umur 57 tahun warga RT/RW 01/12
saat di temui di rumahnya mengatakan bahwa kegiatan jual beli
dengan menggunakan jasa makelar dilakukan karena terbatasnya
waktu dan kemampuan bagi pihak penjual dalam hal ini adalah orang
yang membutuhkan jasa makelar, dan dianggapnya lebih praktis dan
mudah. Makelar dianggap lebih mengetahui pemasaran, sehingga
disini akan dijelaskan mengapa penjual menggunakan jasa makelar
dan bagaimana upah makelar itu sendiri (wawancara Bapak Jamari
sebagai Penjual senin 11 Februari 2019).
Menurut beberapa penduduk setempat, penggunaan jasa
makelar adalah sudah menjadi hal biasa apalagi dalam penjualan yang
bernilai tinggi, seperti tanah, sawah, rumah, dan sepeda motor. Karena
makelar dianggap lebih mengetahui medan pemasaran dan pasaran.
48
Tugas mereka adalah menjembatani antara pihak yang membutuhkan
dan pihak yang ingin menjualkan barang atau penjual dan pembeli.
Dalam hal ini tugas makelar adalah mencarikan bagi pihak yang
pembeli atas apa yang pembeli butuhkan, dan bagi penjual makelar
adalah perantara dan menghubungkan atau mencarikan pembeli.
Dan selanjutnya menurut Bapak Sumali umur 47 tahun warga
RT/RW 04/12 saat di temui di rumahnya mengatakan bahwa faktor
menggunakan jasa makelar antara lain adalah
1) Mempermudah kerja dari pada penjual, dalam hal ini
makelar berlaku sebagai wakil.
2) Makelar dianggap lebih tau pasaran sehingga penjual
percaya jika dia diwakilkan dan tidak akan ada unsur
penipuan.
3) Lebih cepat mendapatkan pembeli.
Bisa jadi penjual tertipu dan mengalami kerugian karena
tidak tahu harga pasaran, disini makelar juga bertugas wajib
menanyakan jenis barang yang akan dijual, dari harga, maupun
kualitas atau kekurangan dan kelebihan (wawancara dengan Bapak
Sumali sebagai pembeli, Rabu 13 Februari 2019).
49
1. Praktik Upah Makelar Secara Umum di Desa Bancak
Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang
Dari penjelasan diatas dapat diketahui sebab dari penggunaan
jasa makelar, selanjutnya praktik makelar akan dijelaskan sebagai
berikut:
Menurut Bapak Ngadiman umur 69 tahun warga RT/RW
01/12 mengatakan bahwa tugas seorang makelar adalah banyak
mencari berita tentang penjualan atau pembelian barang dari waktu-
waktu senggangnya, biasanya mereka akan sering menyempatkan
waktu untuk saling mengunjungi rumah mereka. Dari situlah para
makelar berkumpul dan banyak membicarakan tentang penjualan
atau pembelian dari sekitar lingkungan masing-masing, mereka bisa
bekerja secara tim atau individu dan yang terkahir adalah
mendampingi atau menjembatani dua belah pihak saat transaksi,
sedangkan fungsi seoarang makelar adalah mediator dari kedua
belah pihak penjual dan pembeli saat transaksi (wawancara Bapak
Ngadiman, Sabtu 16 Februari 2019).
Selanjutnya adalah faktor mengunakan jasa makelar menurut
Bapak Siswanto umur 34 tahun warga RT/RW 03/12 di temui di
rumahnya mengatakan dianataranya penyebab penjual atau pembeli
mengunakan jasa atau tenaga makelar adalah sebagai berikut:
50
1. Mempermudah akses pencarian motor bekas.
2. Menghemat waktu (efisien waktu).
3. Lebih bersifat hati-hati karena unsur pengalaman
khususnya makelar yang jujur bisa terhindar dari unsur
penipuan.
Dari faktor di atas Bapak Siswanto Menuturkan banyak
penjual atau pembeli ketika tidak mengunakan jasa makelar dalam
membeli motor bekas merasa kesulitan mencari motor yang
diinginkan, bahkan tertipu dari seorang penjual baik masalah
harga, kualitas motor. Oleh karena itu untuk menjaga hal-hal yang
tidak diinginkan memang diperlukan pengunaan jasa makelar agar
hal yang tidak diinginkan tidak terjadi (wawancara dengan Bapak
Siswanto,Minggu 31 April 2019).
Selain itu kebiasaan warga masyarakat menggunakan jasa
makelar menjadikan mereka lebih mudah dalam mencari makelar,
jika mereka membutuhkan sesuatu, menjualkan atau ingin
membeli, mereka akan mendatangi makelar dan meminta bantuan
mereka. Mereka akan langsung mengatakan niatnya dalam mencari
atau menjual barang. Jika makelar sendiri sudah punya pandangan
barang yang dimaksud penjual atau pembeli maka dia akan
langsung mengatakan apa saja dan bagaimana jenis barang yang
dibutuhkan. Jika pihak penjual atau pembeli tertarik dengan
51
beberapa barang dari makelar, dari situlah terjadi kesepakatan
awal.
Dan menurut Bapak Syaiful Rohman umur 29 tahun warga
RT/RW 03/12 mengatakan bahwa dalam mengunakan jasa makelar
mempunyai banyak keuntungan adalah sebagai berikut:
1. Kita tidak perlu menghabiskan waktu dan tenaga karena
segala hal yang berhubungan dengan proses jual beli dan
ganti atau balik nama semua sudah di urus oleh pihak
makelar.
2. Makelar pada umumnya sudah punya daftar atau calon
pembeli dan penjual, sehingga penemuan barang atau
pembeli lebih cepat di lakukan karena tinggal mencocokan
kriteria yang dibutuhkan saja (wawancara dengan Bapak
Syaiful Rohman, Minggu 31 April 2019).
Kemudian makelar akan mencarikan dari apa yang
dibutuhkan penjual atau pembeli dan mereka akan bertemu dan
melakukan persetujuan kembali. Akan tetapi makelar akan terlebih
dulu menjelaskan bagaimana jenis barang tersebut, dan dalam hal
ini pihak pembeli, jika setuju maka akan memulai kesepakatan dari
penentuan harga dari pihak makelar. Biasanya penjual akan
menetapkan harga terlebih dulu dan makelar mengikuti sesuai
dengan pasaran, dari harga pasaran itulah makelar memaparkan
kepada pembeli.
52
Ketika sudah terjadi kesepakatan dari jual beli tersebut,
kemudian makelar mengutarakan maksud dari ketentuan atau
pemberian upah dari penjualan tersebut. Biasanya pembeli
mengikuti saja dari bagaimana upah dari makelar, karena sudah
menjadi kebiasaan dari penggunaan jasa makelar dan dianggapnya
tolong-menolong.
Akan tetapi dalam praktiknya makelar mengambil
keuntungan berlebih tanpa sepengetahuan dari pihak pembeli dan
pihak penjual dengan cara memberikan harga paten kepada
pembeli, dengan ini makelar juga memberikan harga paten ke
penjual, praktiknya adalah pembeli Bapak Sumali mendatangai
makelar Bapak Ngadiman minta di carikan sebuah sepeda motor
Supra X 125, dengan harga 8 juta, lalu makelar Bapak Ngadiman
mencari info sepeda motor Supra X 125, yang akan dijual, lalu
makelar mendapatkan penjual motor bekas yang dimiliki oleh
Bapak Jamari, penjual motor memberikan harga 9 juta kepada
makelar dengan memberikan keuntungan 1% apabila motor
tersebut terjual, lalu dari pihak makelar menghubungi pembeli
dengan memberikan harga sepeda motor tersebut dengan harga 10
juta.
53
2. Praktik Makelar Dalam Mengambil Keuntungan Berlebih
Dalam praktik makelar mengambil keuntungan berlebih
makelar bisa bekerja sendiri, bisa juga bekerja dengan tim, adapun
permintaan bisa terjadi dari pihak pembeli atau penjual. Pada bagian
ini untuk menjelaskan secara rinci dan detail dari kinerja seoarang
makelar baik menerima, mencarikan dan mendapatkan motor sampai
memperoleh upah dan mengambil keuntungan dari jasanya maka hal
ini dibagi menjadi 4 tahapan yaitu:
1. Tahap awal, proses jual beli
Pada tahap awal ini akan dijelaskan bagaimana proses awal
jual beli dari permintaan pembeli. Dari seorang pembeli, dalam
hal ini adalah Bapak Sumali yang mendatangi makelar Bapak
Ngadiman, mengutarakan maksudnya untuk membeli atau
mencarikan sebuah motor, dari situ Bapak Ngadiman akan
memberikan pandangan dari beberapa yang beliau ketahui.
Salah satu motor yang di miliki Bapak Jamari, yang mau di
jual dari situ terjadi kesepakatan awal yaitu memilih barang
dalam hal ini motor.
2. Tahap kedua, pelaksanaan kinerja makelar dalam mencarikan
sepeda motor.
Pada tahap kedua ini kemudian pihak makelar Bapak
Ngadiman dilain hari mendatangi Bapak Jamari dan
menanyakan kembali motor yang pernah ditawarkan untuk
54
dijual tersebut, antara makelar dan penjual sebelumnya telah
membuat kesepakatan harga terlebih dulu guna untuk
menentukan keuntungan bagi makelar itu sendiri.
3. Tahap ketiga, pihak makelar membuat kesepakatan dengan
pembeli dan penjual.
a. Pihak makelar yaitu Bapak Ngdiman memberikan
harga kembali kepada pembeli yaitu Bapak Sumali
dengan harga 8 juta, apabila terjadi kesepakatan
harga antara pembeli dan penjual, maka pembeli
akan memberikan keuntungan sebesar 2.5% kepada
makelar, karena memberikan informasi tentang
motor yang dicari oleh pembeli. Setelah terjadi
kesepakatan harga antara pembeli.
b. Maka dari situ pihak makelar kembali membuat
kesepakatan kepada penjual. Dengan ini penjual
sepeda motor juga akan memberikan keuntungan
sebesar 1%, jika motor yang terjual lewat makelar
sesuai dengan harga yang ditentukan oleh penjual,
harga yang telah disepakati adalah 9 juta.
4. Tahap keempat, selesainya kesepakatan transaksi akad jual beli
anatara penjual, pembeli dan makelar.
Pada tahap keempat ini pembelipun setuju, dari situ
pihak makelar menghubungi penjual dengan ini pihak makelar
55
meminta kepada penjual untuk mematok harga sebesar 10 juta
tanpa sepengetahuan dari pihak pembeli, dan terjadilah akad
transaksi jual beli antara pembeli dan penjual lewat makelar
(wawancara dengan Bapak Ngadiman, Bapak Jamari, Bapak
Sumali).
5. Proses berakhirnya transaksi dan pemberian keuntungan
Berakhirnya transaksi makelar adalah ketika sudah
melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawabnya dalam
mencarikan barang atau pembeli. Pekerjaan seorang makelar
tidaklah selalu lancar, terkadang makelar sudah bersusah payah
mencarikan barang yang di ingikan dari pembeli akan tetapi
tidak terjadi transaksi dan bahkan tidak mendapatkan apa-apa.
Terselesaikannya atau terpenuhinya tanggung jawab sebagai
makelar jual beli pada saat perjanjian awal dalam mendapatkan
barang yang dicari, seorang makelar dikatakan berhasil dalam
memenuhi tanggung jawabnya ketika seorang pembeli merasa
puas atas pelayanan dalam mencarikan barang.
Keuntungan makelar diberikan ketika makelar sudah
mencarikan barang, pembeli sudah mendapatkan barang, dan
penjual sudah memberikan barang dan sudah terjadi transaksi
dan kesepakatan, maka disitulah makelar berhak mendapatkan
keuntungan dari pembeli dan penjual atas jerih payahnya.
56
Sedangkan bila yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu
makelar gagal atau tidak dapat mencarikan barang, maka
mereka tidak mendapatkan upah walaupun sudah
mencarikannya.
Dengan berakhirnya transaksi jual beli dan pembeli
mendapatkan barang yang di inginkan dan penjual
mendapatkan uang yang di inginkan, makelar juga
mendapatkan keuntungan sebesar 10% dari transaksi jual beli
motor bekas tanpa sepengetahuan dari pihak pembeli dan
penjual, dengan ini makelar juga mendapat 2,5% dari pembeli
karena sudah mencarikan motor dan makelar juga
mendapatakan 1% dari penjual karena sudah mencarikan
konsumen (wawancara dengan bapak Ngadiman).
C. Bentuk Akad dalam Menentukan Keuntungan Makelar
Proses akad dalam transaksi jual beli, para pelaku
memahami dari perkataan tersebut yang terkandung maksud
sebagai sewa jasa tenaga guna memasarkan, mencari, dan
mendapatkan barang. Dari perkataan antara kedua belah pihak
baik antara penjual, pembeli atau makelar, saling mengikrarkan,
maka hal yang demikian menjadi perjanjian yang mengikat, dan
ikatan inilah yang menjadikan atau mewajibkan bagi seorang
makelar untuk menjalankan kewajiban, sebagai perantara dan
bertanggung jawab sepenuhnya dalam mencarikan barang.
57
Transaksi menjadi mengikat ketika pekerjaan selesai
dilakukan serta keuntungan telah tetap dan menjadi kewajiban bagi
penyewa untuk memberikan keuntungan atas jasa yang di berikan
oleh makelar dalam mencarikan barang. Adapun akad yang
dijadikan pengikat pada perjanjian adalah berbentuk ucapan atau
lisan dari seorang penjual kepada makelar dan pembeli kepada
makelar.
Seperti dari penjual: “saya mempunyai barang yang mau
dijual dan saya beri harga sekian, juallah barang ini terserah anda,
jika ada kelebihan maka kelebihan itu menjadi milik anda” dan sah
jika makelar menjawab “ya” sebagai kesanggupannya untuk
menjualkan barang (ucapan penjual bapak Jamari pada proses jual
beli).
Dari pembeli: “saya carikan sepeda motor, mau saya buat
anak saya buat sekolah, kalau bapak ada tolong saya perlihatkan
motornya”, kemudian makelar menjawab: “untuk komisi 2.5% jika
terjadi kesepakatan dan pembeli mengatakan “ya”, maka terjadilah
ikatan dan transaksi awal (ucapan dari pembeli bapak Sumali pada
proses jual beli).
Bentuk akad dari transaksi tersebut adalah lisan, dan
gambaran transaksi tersebut adalah dua belah pihak melakukan
kesepakatan, yaitu pihak makelar menyewakan jasa tenaganya
kepada pihak lainnya (penjual atau pembeli) dengan uang sewaan
58
tertentu yang telah disepakati, kemudian makelar mendapatkan
upah oleh pihak penyewa atas jasa tenaga makelar.
Dengan cara ketika habis masa sewa yaitu barang yang di
cari sudah di dapatkan. Pada bentuk pembayarannya tidak dengan
menggunakan uang panjer atau uang muka, melainkan ketika
selesai kesepakatan dengan adanya barang maka diikuti pula
pembayaran dari pembeli kepada penjual diserahkannya barang
dari penjual kepada pembeli, serta keuntungan bagi makelar.
59
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK
MAKELAR JUAL BELI MOTOR BEKAS DI DESA BANCAK
KECAMATAN BANCAK KABUPATEN SEMARANG
A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Makelar di Desa Bancak
Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang
Ada banyak bentuk jual beli yang bisa dilakukan oleh manusia
dalam memenuhi kebutuhannya, baik itu berupa makanan, sandang
maupun papan, dan banyak juga jenis transaksi usaha jual beli yang
mereka lakukan, ada yang berbentuk transaksi secara langsung, atau
tidak langsung. Termasuk juga yang berkembang di Desa Bancak
Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang terutama bagi para penjual
yang membutuhkan jasa makelar dalam melakukan jual beli, mereka
melakukan proses jual beli dengan bagi hasil antara pihak penjual dan
makelar. Yang sering terjadi kesalahan oleh pihak makelar yaitu
kecurangan mengambil keuntungan berlebih tanpa sepengtahuan
kedua belah pihak dalam praktik makelar jual beli motor bekas di
Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang yang meliputi
beberpa faktor diantaranya:
1. Faktor Ekonomi
Praktek jual beli dengan menggunakan jasa makelar ini
disebabkan karena faktor ekonomi yang kurang mendukung,
terutama dari pihak makelar. Dengan menjadi makelar atau
60
perantara dalam jual beli dapat membantu sedikitnya tambahan
pendapatan. Bagi para pihak dalam hal ini penjual dan pembeli
dapat melangsungkan jual beli dengan lancar. Di masa sekarang
banyak orang disibukkan dengan pekerjaan masing-masing,
sehingga ada sebagian orang yang tidak memiliki waktu untuk
menjual barangnya atau mencari barang yang diperlukan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S.Az-Zumar
(39):39 yang berbunyi:
مل قل يقوم ٱعملوا فسوف ت علمون على مكانتكم إن ع
Artinya:"Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu,
sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu
akan mengetahui”.
Sebagian orang lagi memiliki keahlian untuk memasarkan
atau menjualkan, namun tidak memiliki barang yang akan
dijualkan, sehingga untuk memudahkan kesulitan menangani
permasalahan tersebut, seperti makelar.
Dimana para pihak mendapatkan manfaat keuntungan,
makelar mendapatkan lapangan pekerjaan dan upah dari hasil
kerjaannya, sedangkan orang yang membutuhkan jasa
mendapatkan kemudahan, karena sudah ditangani oleh orang yang
mengerti betul dalam bidangnya.
61
2. Faktor Sosial Keagamaan
Mengingat manusia adalah sebagai makhluk sosial yang
tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya bantuan orang lain dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari, masyarakat Desa Bancak adalah
masyarakat yang bisa dikategorikan masyarakat yang agamis,
masih kental dengan tradisi gotong-royong, saling tolong
menolong, saling percaya antara satu sama yang lain, saling
menjalin tali silaturahmi antara sesama. Maka, praktik makelar
adalah menjadi hal yang lumrah dan merupakan proses saling
menolong dan saling percaya di antara beberapa pihak karena
sama-sama saling membutuhkan.
Akad bagi hasil yang terjadi pada praktek makelar ini
karena atas dasar tolong menolong dan saling percaya antar sesama
umat manusia dalam hal kebaikan, khususnya dalam bermuamalah.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S.Al-Maidah
(5):2 yang berbunyi:
هر الرام ول الدي ول لوا شعائر اللو ول الش يا أي ها الذين آمنوا ل ت
ين الب يت الرام ي بت غون فضلا من م ورضوانا وإذا حللتم فاصطادوا القلائد ول آم رب
وكم عن المسجد الرام أن ت عتدوا وت عاونوا على الب ول يرمنكم شنآن ق وم أن صد
ث والعدوان وات قوا ال قوى ول ت عاونوا على ال لو إن اللو شديد العقاب والت
Artinya: “Hai orang-orang beriman janganlah kamu melangar
syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melangar kehormatan
62
bulan-bulan haram, jangan menggangu binatang-
binatang had-ya dan binatang-binatang qalaa-id, dan
jangan pula mengangu orang-orang yang mengunjungi
baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan
dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan
haji maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali
kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka
menghalangi-halangi kamu dari masjidil haram,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan
tolongmenolonglahkamudalam(mengerjakan)kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertkwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya amat berat siksa-Nya”.
3. Faktor Kebudayaan
Masyarakat Desa Bancak sudah memasuki masyarakat
menengah keatas dan sebagian modern, sehingga cara berfikirnya pun
lebih memilih cara praktis dan cepat. Akan tetapi mereka masih
berpegang atau bergantung pada adat kebiasaan yang telah berlaku
sejak lama. Sebagaimana proses upah makelar ini juga disebabkan
karena faktor kebiasaan atau adat istiadat (urf). Jual beli atau
pemberian upah dengan akad prosentase sudah berlangsung sejak
lama dan tidak diketahui kapan dimulainya. Sehingga menjadi adat
istiadat yang berkembang dan tidak bisa untuk dihindari. Segala
sesuatu yang telah menjadi adat kebiasaan dalam masyarakat akan
ditetapkan sebagai suatu hukum jika adat istiadat itu tidak
bertentangan dengan syari’at Islam.
Akad bagi hasil baik dalam bentuk prosentase atau tidak, tidak
menjadi aturan tetap dalam penentuan upah makelar, semua
dikembalikan lagi kepada kesepakatan awal, baik dari pihak makelar
63
penjual ataupun dari pihak makelar pembeli. Semua itu sudah menjadi
adat kebiasaan, dan karena tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
Apabila yang terjadi adalah akad awal, akan tetapi makelar tidak bisa
memenuhi tugasnya maka tidak dapat ditetapkan sebagai hukum
karena tidak sesuai dengan syari’at Islam, dan upah makelar tidaklah
diberikan.
Pembagian Keuntungan dalam upah makelar menurut undang-
undang disebut provesi, dalam praktik hal ini disebut courtage. Untuk
menghindari jangan terjadi hal-hal yang tidak diingini, maka barang-
barang yang akan ditawarkan dan diperlukan harus jelas. Supaya tidak
timbul salah paham, begitu juga dengan imbalan jasa dan pembagian
keuntungan harus ditetapkan lebih dahulu, apalagi nilainya dalam
jumlah yang besar. Biasanya, kalau nilainya besar ditandatangani
perjanjian di hadapan notaris (Hasan,2003.132-133).
Dalam masyarakat juga berlaku kebiasaan (adat-istiadat),
bahwa imbalannya tidak ditentukan dan hanya berlaku sebagaimana
biasanya yaitu 2,5 % dari nilai transaksi. Ada juga yang berlaku 2,5 %
dari penjualan dan 2,5 % dari pembeli, itu terkadang lebih dari 2,5%
atau sebaliknya.
Supaya tidak terjadi salah paham, maka pemilik barang dan
makelar dapat mengatur suatu syarat tertentu mengenai jumlah
keuntungan yang diperoleh pihak samsarah. Boleh mengambil dalam
bentuk persentase (komisi) atau mengambil kelebihan dari harga yang
64
di tentukan oleh pemilik barang, itu semua tergantung kesepakatan
kedua belah pihak.
Islam menyukai perdamaian, jadi supaya tidak ada yang
berselisih paham maka dari itu Islam menganjurkan untuk membuat
sebuah perjanjian baik tertulis ataupun tidak tertulis supaya kerja sama
yang mereka lakukan akan bermanfaat dan memperoleh keuntungan.
Sebagai landasan hukumnya ialah hadis yang diriwayatkan
Shahih Sunan Tarmidzi, Rasulullah saw bersabda:
المسلمين إل صلحا حرم حلال أو أحل حراما والمسلمون على الصلح جائز ب ين
قال أبو عيسى ىذا حديث حسن شروطهم إل شرطا حرم حلال أو أحل حراما
صحيح
Artinya:"Perdamaian antara kaum muslimin boleh, kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram. Kaum muslimin harus
melaksanakan syarat yang mereka tetapkan, kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram" (Shahih Sunan Tarmidzi).
Maksud dari hadist di atas adalah kerja sama antara sesama
muslim itu halal kecuali kerja sama yang haram tapi dihalalkan,
seperti menjual minuman keras dan narkotika, maka dari itu mereka
harus berpegang kepada syarat-syarat yang telah ditentukan di atas
salah satunya obyek akad bukan hal-hal yang maksiat atau haram.
65
Makelar adalah pengantara perdagangan (orang yang
menjualkan barang atau mencarikan pembeli) atau perantara penjual
dan pembeli untuk memudahkan jual beli, kehadiran makelar di
tengah-tengah masyarakat, terutama masyarakat modern sangat
dibutuhkan untuk memudahkan dunia bisnis (dalam perdagangan,
pertanian, perkebunan, industri, dan lain-lain). Menjadi makelar
hukumnya halal, karena makelar yang baik merupakan petunjuk jalan
dan perantara antara penjual dan pembeli, dan banyak mempermudah
keduanya dalam melakukan perdagangan dan mendapatkan
keuntungan (Alfalahi:53).
Tidak ada salahnya kalau makelar mendapatkan upah berupa
uang dalam jumlah tertentu, atau secara persentase dari
keuntungannya atau dengan cara apapun yang mereka sepakati
bersama.
Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha
antara pihak pertama (shahibulmaal) menyediakan seluruh (100%)
modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan
usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh
pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si
pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kelalaian atau
kecurangan si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab.
66
Dijelaskan oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh sunnah, para ulama’
memfatwakan tentang kebolehan memungut upah yang dianggap
sebagai perbuatan baik (selama perbuatan atau pekerjaan tersebut
tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadis). Dalam upah (ijarah)
ada beberapa syarat dan rukun yang harus dipenuhi yaitu diantaranya ;
a. Mu’jir dan Musta’jir.
b. Shighat ijab kabul antara Mu’jir dan Musta’jir.
c. Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua pihak, baik
dalam sewa- menyewa ataupun upah-mengupah.
Para ulama’ menetapkan syarat upah yaitu:
a. Berupa harta tetap yang dapat diketahui.
b. Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijarah.
Pekerjaan yang dilakukan itu harus yang diperbolehkan oleh
Islam dan aqad atau transaksinya berjalan sesuai dengan ajaran Islam.
67
B. Analisis Hukum Islam terhadap Keuntungan Makelar Jual Beli
Motor Bekas di Desa Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten
Semarang
Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai
keuntungan berlebih dalam praktik makelar yang telah penulis
paparkan diatas, maka hukum Islam memperbolehkan atau tidak
memperbolehkan praktik makelar, karena sesuai dengan aturan yang
lazim berlaku dalam (hukum Islam), dan hukum Islam justru
memberikan arahan dalam bermuamalah, hal yang demikian itu
disebabkan oleh adanya kenyataan dalam masyarakat setempat
mengenai penggunaan jasa makelar, yang terpenting dengan tata cara
kejujuran, serta sesuai dengan hukum Islam.
Dan dari ulasan analisis di atas, maka praktik hubungan kerja
antara makelar dengan pemilik barang serta calon pembeli nya
termasuk akad ijarah. Hal yang semacam ini dapat dilihat dari bentuk
akad ijab qobul yang menunjukkan sewa-menyewa dalam jual beli
sepeda motor bekas melalui makelar. Ijab dan qobul disini menjadi
penting dalam sebuah perjanjian atau akad, yang menentukan arah
kedepannya pada suatu transaksi, baik ketika perjanjian dilangsungkan
maupun saat pelaksanaannya. Karena ijab qabul merupakan
manifestasi suka sama suka, yang keduanya terdapat kecocokan atau
kesesuaian mengalihkan hak kepemilikan atas suatu barang atau jasa
pada suatu transaksi.
68
Ijab seperti yang diketahui pada bab sebelumnya diambil dari
kata aujaba yang artinya meletakkan, dari pihak penjual yaitu
pemberian hak milik, dan qabul yaitu orang yang menerima hak milik.
Jika penjual berkata: “bi’tuka (saya jual kepadamu) buku ini dengan
ini dan ini, maka ini adalah ijab, dan ketika pihak lain berkata:
“qabiltu” (saya terima), maka ini adalah qabul.
Dan jika pembeli berkata: “Juallah kitab ini kepadaku dengan
harga begini” Lalu penjual berkata: “saya jual kepadamu”, maka yang
pertama adalah qabul dan yang kedua adalah ijab maka sah
(Muhammad,2010:29). Dari sini penulis mengatakan bahwa dalam
transaksi jual beli, permasalahan ijab qabul, ucapan pembeli boleh
didahulukan dari ucapan penjual seperti keterangan di atas, tapi dalam
permasalahan akad jual beli penjual selalu yang ber-ijab dan pembeli
menjadi penerima, baik diawalkan atau diakhirkan lafalnya.
Para ulama’ tidak berbeda pendapat tentang keabsahan jual beli
yang menggunakan shighah jual beli secara sharih (jelas dan lugas).
Karena ijab dan qabul adalah unsur pertama yang menandakan
kerelaan dua belah pihak, sehingga dalam masalah ini perlu
diungkapkan secara jelas sebagai alamat berpindahnya hak milik dari
satu ke yang lainnya, serta dalam penyebutannya (shighah) para pihak
memahami maksud dari ucapan yang dijadikan akad (shighah).
Perbedaan pendapat terjadi mengenai pemakaian kata-kata
kinayah (kiasan) dalam jual beli. Menurut beberapa waj’ah (pendapat
69
yang paling shahih), pemakaian bahasa kiasan dibolehkan. Seperti
Ucapan “saya jadikan ia milikmu dengan harga begini, atau ambillah
dengan harga begini, atau semoga Allah memberkahimu dengan
barang itu sambil berniat jual-beli.
Adapun ulama’ yang mengatakan penggunaan shighah kinayah
dalam jual-beli tidak sah, karena orang yang diajak bicara tidak tahu
apakah dia diajak bicara tentang jual-beli atau lainnya. Namun
pendapat ini tertolak karena penyebutan harga atau ganti jelas
menunjukkan jual beli, maka keberadaannya merupakan petunjuk akan
hal itu dan jika terpenuhi semua petunjuk yang mengarah kepada akad
jual-beli bisa dipastikan bahwa ia adalah akad jual beli yang sah.
Selama memang mengandung makna jual beli dan lainnya, dan
si muaqid memahami perkataan itu. Dari sini bisa dilihat bahwa
bagaimanapun bentuk dari jual beli dan macamnya mengenai akad
yang berkenaan dengan shighah, haruslah disandarkan pada objek
(ma’qudalaih) yang diakadi. Seperti jual beli dengan cara pesanan
maka bentuk akadnya adalah salam, jual-beli dengan mediator atau
orang sewaan maka dalam bentuk akad sewa menyewa (ijarah).
Baik shighah tersebut penyebutannya secara sharih dan
kinayah dengan syarat bahwa shighah haruslah jelas, adapun yang
menggunakan dengan ucapan kiasan maka ucapan tersebut
mengandung unsur jual beli dan para pelaku akad memahami maksud
dari perkataan pada saat transaksi.
70
Terkait dengan masalah ijab dan qabul ini, adalah jual beli
melalui perantara makelar (samsarah) di Desa Bancak Kecamatan
Bancak Kabupaten Semarang yaitu seseorang yang diutus untuk
menjualkan dan mencarikan barang dan pembeli atau penjual dengan
adanya keuntungan atau upah. Shighah disini dimaksudkan adalah
sebagai transaksi sewa jasa makelar, yang mana ucapan tersebut
digunakan untuk mengungkapkan maksud muta’aqidain, yakni berupa
lafal atau sesuatu yang mewakilinya, sebagai sewa jasa untuk
mempekerjakan dalam mencari barang atau pembeli dan sebaliknya.
Maka shighah yang ada dalam praktik tersebut adalah sebagai berikut:
“saya ada barang yang mau di jual, dan dengan harga sekian, maka jual
lah barang ini, selanjutnya terserah mau di jual berapa kepada
pembeli”. Kemudian makelar berkata “ya” sebagai tanda jadi.
Ucapan shighah yang semacam ini ketika penjual mengatakan
pada pihak perantara (makelar) mereka (penjual ,makelar ,dan
pembeli) memahami atau dimaksudkan sebagai sewa jasa untuk
menjualkan dan mencarikan pembeli. Dalam arti lain shighah yang di
ucapkan adalah perkataan yang menunjukkan permintaan kepada
makelar untuk menjualkan atau memasarkan barang.
Hal yang sama juga disebutkan oleh para ulama’ kontemporer
seperti Ahmad Musthafa, Ahmad Azzarqa, dan Wahbah Azzuhaili
mengatakan bahwa jual beli melalui perantara itu diperbolehkan, asal
antara ijab dan qabul sejalan (Nasrun,2007:118).
71
Dengan demikian, maka shighah yang telah diucapkan oleh
penjual kepada makelar sebagai ijab dari sewa jasa untuk
mempekerjakan dibolehkan, sebab antara mu’aqid memahami akan
ucapan sebagai persewaan, selain itu juga shighah yang semacam itu
berlaku dalam transaksi jual beli.
Dalam Hukum Islam, makelar atau samsarah termasuk akad
ijarah yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa orang lain dengan
imbalan (Zuhdi,1994:127). Dalam pelafalan sehari-hari, maka ijarah
tidak dibaca dengan hamzah berbaris di bawah atau kasrah, tetapi juga
dibaca dengan berbaris diatas atau fathah dab berbaris didepan atau
dhamah. Namun pelafalan yang populer adalah dengan berbaris bawah
atau al ijarah.
Secara bahasa ia digunakan sebagai nama bagi al-ajru yang
berarti imbalan terhadap suatu pekerjaan. Dalam bentuk lain, kata
ijarah juga dikatakan sebagai nama bagi al-ajru yang berarti upah atau
sewa. Dalam perkembangan kebahasaan kata ijarah itu dipahami
sebagai akad yaitu akad kepemilikan terhadap berbagai manfaat
dengan imbalan atau akad kepemilikan manfaat dengan imbalan.
Dari dua pengertian ini bisa ditarik bahwa ijarah adalah
transaksi yang digunakan untuk akad pemilik manfaat atau dalam kata
lain adalah transaksi pada kemanfaatan yang berasal dari makhluk atau
benda bergerak. Atau bisa dikatakan bahwa ijarah digunakan terhadap
72
manfaat yang muncul dari makhluk yang berakal, rumah, kendaraan
dan sebagainya.
Ulama’ Hanafiyah mendefinisikan ijarah adalah akad terhadap
manfaat dengan imbalan (Harun:228).
Ulama’ Malikiyahdan Hambaliyah secara tegas mengatakan
bahwa ijarah adalah jual-beli manfaat yaitu kepemilikan terhadap
sesuatu yang jelas untuk waktu yang jelas dengan imbalan yang jelas.
Sedangkan menurut ulama’ Syafi’iyah ijarah identik dengan
jual beli sebagai salah satu kepemilikan terhadap manfaat dengan
syarat-syarat tertentu. Dengan melihat definisi, inti dari pengertian
ijarah bagian dari jual beli adalah karena ia merupakan akad peralihan
kepemilikan antara pihak-pihak yang berakad.
Dalam hal ini, manfaat nonmaterial menempati posisi yang
sama dengan benda-benda material lain. Manfaat itu sendiri
merupakan objek yang sah dan dapat dimiliki baik masih hidup atau
sudah mati dengan konsekuensi, ketika manfaat itu rusak maka pihak
yang merusak berkewajiban mengganti. Imbalan atau harga manfaat
itu bisa berbentuk materi tunai dan juga berbentuk utang.
Dari berbagai pengertian diatas dapat dikatakan bahwa ijarah
adalah akad pemindahan hak guna atau barang atau jasa melalui
pembayaran upah atau sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atau barang itu sendiri.
73
Transaksi ijarah didasarkan pada adanya perpindahan manfaat.
Pada prinsipnya ia hampir sama dengan jual beli. Perbedaan antara
keduanya dapat dilihat pada dua hal utama. Selain berbeda pada objek
akad, dimana objek jual beli adalah barang kongkrit, sedang yang
menjadi objek pada ijarah adalah jasa atau manfaat, antara jual beli
dan ijarah juga berbeda pada penepatan batas waktu, dimana pada jual
beli tidak ada pembatasan waktu untuk memiliki objek transaksi,
sedang kepemilikan dalam ijarah hanya untuk batas waktu tertentu.
Untuk memberi gambaran yang komprehensif dan alasan
dalam masalah ini, penulis mengatakan ijarah sama dengan makelar
pada praktiknya yaitu kepemilikan manfaat, dimana ijarah dilakukan
pada waktu atau batas tertentu, demikian juga pada samsarah atau
makelar, ketika seorang makelar bekerja kepada pengguna jasa
makelar dengan kompensasi upah sehingga batas yang sudah
ditentukan maka makelar yang dipekerjakan tidak lagi bekerja atasnya,
kecuali jika dilakukan akad kembali sehingga ada ikatan.
Dengan kata lain pemanfaatan jasa seorang makelar ketika
sudah habis batas waktu yang ditentukan maka pengguna jasa tersebut
berkewajiban memberi uang imbalan atau upah atas jasanya.
Menyewa seseorang untuk menyusukan anak, menyewa jasa
pekerjaan yang kemudian dijadikan sebagai mahar dalam pernikahan,
menyewa jasa untuk berbekam, sampai dengan adanya upah adalah
boleh, karena faedah yang diambil dari sesuatu dengan tidak
74
mengurangi pokoknya sama artinya dengan manfaat atau jasa dan yang
lebih penting adalah ketika pekerja sudah memberikan manfaat kepada
orang yang memakai jasanya diharuskan memberikan upah, karena
upah merupakan hak yang wajib ditunaikan setelah pekerjaan tersebut
selesai.
Penulis kutip dari Syekh Muhammad Bin Ibrahim bin Abdullah
At-Tuaijiri di dalam Ensiklopedi Islam Kamil, karangannya beliau
membagi ijarah kedalam dua kelompok yaitu:
1. Sewa terhadap sesuatu yang jelas diketahui seperti
perkataan: “aku sewakan kepadamu rumah ini atau mobil
ini dengan harga sekian”.
2. Sewa terhadap suatu jasa perbuatan yang diketahui dengan
jelas, seperti menyewa buruh untuk membangun dinding
atau menggarap tanah dan lain sebagainya
(Masqi,2010:936).
Pendapat Ibnu Rusyd ia mengatakan bahwa para ulama’
sepakat mengenai persewaan atau sewa menyewa ada dua macam:
pertama adalah persewaan terhadap manfaat barang yang konkrit,
yang kedua adalah persewaan terhadap manfaat-manfaat yang ada
pada tanggungan atau manfaat pekerjaan lainya yang bisa memabntu
(Muhammad,2002:83).
Dari kedua bagian yang dikemukakan oleh kedua tokoh diatas,
maka makelar (samsarah) termasuk ijarah dalam bentuk non material
75
(diketahui akan kemanfaatannya setelah makelar tersebut menjalankan
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya), atau ijarah pada jasa
pekerjaan.
Selanjutnya kalau pada jenis pertama ijarah bisa dianggap
terlaksana dengan penyerahan barang yang disewa kepada penyewa
untuk dimanfaatkan, seperti menyerahkan rumah, toko, kendaraan,
pakaian, perhiasan dan sebagainya untuk dimanfaatkan penyewa.
Sedangkan pada jenis kedua, ijarah baru bisa dianggap
terlaksana kalau pihak yang disewa atau pekerja melaksanakan
tanggung jawabnya melakukan sesuatu, seperti membuat rumah yang
dilakukan tukang, mempertemukan penjual dan pembeli untuk
melangsungkan transaksi dan mencarikan barang untuk calon pembeli,
mencarikan pembeli untuk penjual yang dilakukan makelar dan lain
sebagainya. Oleh sebab itu dengan diserahkannya barang dan
dilaksanakannya pekerjaan tersebut, pihak yang menyewakan atau
pekerja berhak mendapatkan keuntungan atau upah.
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian skripsi di atas dapat di simpulkan bahwa :
1. Praktik upah makelar yang terjadi di Desa Bancak adalah upah
makelar dapat ditentukan pada awal kesepakatan antara
makelar dengan penjual atau makelar dengan pembeli, seperti
pada saat menentukan harga dan terjadinya patokan harga dari
penjual atau pembeli. Ada pula upah makelar terjadi atas suka
rela dari penjual atau pembeli, dalam arti penambahan upah
dari prosentase sebelumnya ataupun tidak ada prosentase
khusus.
2. Dalam Islam telah di jelaskan bahwa mengambil keuntungan
jasa atas pekerjaannya itu diperbolehkan, dengan kejujuran
menunjukkan kepada seorang konsumen maupun kepada
seorang penjual orang yang akan menyewa barangnya, dari
masyarakat. Hukum dalam praktik makelar dengan mengambil
keuntungan berlebih yang terjadi di Dusun Gunung Jayan Desa
Bancak Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang adalah tidak
boleh karena ada unsur kebohongan dari pihak makelar dengan
mengatakan 10 juta kepada pembeli, padahal penjual menjual 9
juta. Oleh karena itu bisa disimpulkan jika praktik makelar jual
77
beli ini merupakan praktik makelar jual beli yang sifatnya
gharar dan itu artinya praktik makelar jual beli motor bekas ini
haram.
B. Saran
1. Kepada para pelaku jual beli hendaknya berlaku jujur antara satu
sama lain, terutama kepada pihak penjual dimana dia lah yang
lebih tau kelebihan atau kekurangan barang yang akan dia jual,
sehingga jauh dari larangan agama, dan karena makelar adalah
sarana yang menjembatani dan media untuk mempermudah
jalannya transaksi untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan
sosial.
2. Kepada pihak makelar hendaknya berlaku amanah karena telah
dipercaya sebagai wakil daripada penjual untuk melancarkan
jual beli, dan tidak melebih-lebihkan apa yang tidak seharusnya.
C. Penutup
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah
SWT, yang telah memberikan karunianya, berupa rahmat, taufiq,
hidayah dan inayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Sudah menjadi kewajiban sebagai manusia, bila dalam
penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan skripsi ini
78
adalah hasil maksimal dari penulis, sehingga dalam penyajian
skripsi ini terdapat banyak kekurangan yang harus dibenahi.
Oleh karena itu penulis harapkan ada kritik dan saran guna
untuk membangun dan memperbaiki karya ilmiah ini.
Akhirnya kepada pihak yang banyak membantu dalam
penulisan dan penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun
tidak langsung, serta moril dan spirituil penulis ucapkan banyak
terimakasih.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan bagi para
pembaca pada umumnya, amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
79
DAFTAR PUSTAKA
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam Fiqh Muamalah, Jakarta:
PT. Grafindo Persada, 2003, hlm.1
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, Bandung: PT Al Ma‟arif, 987, hlm.43
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqh
Islam, Jakarta: Amzah, 2010, cet ke-1, hlm.28.
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, Bandung: PT. Al Maarif, 1987, hlm. 55
Departemen Pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Jakarta:
Balai Pustaka, 1991, hlm. 618.
Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, Jakarta: Rajawali Press, 2003, hlm.132-133
Al Qur’an dan Terjemahnya
Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Mukhtashar Kitab al Umm fi
al Fiqh, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, hlm183-184
Leky,J.Moleong, Metode penelitian kualitatif, jakarta Bulan Bintang, 2002,hlm.7
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi
Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1991
Hadari Nawawi, Nini Martini, Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1996
80
Hadi, sutrisno. Metodologi Penelitian Research, Jakarta: Andi Offset, 1989
Hasan, Ali. M, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam Fiqh Muamalah, Jakarta:
PT. Grafindo Persada, 2003,
Haroen Nasrun, Fiqih Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007
Mas’ud, ibnu. Abidin S, zainal. Fiqih Madzhab Syafi’i edisi 2, Bandung: Pustaka
Setia, 2000
Mukhtar Yahya, Fatchur Rahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam,
cet. I, Bandung: Al Ma’arif, 1986
Pendidikan, departemen, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Jakarta:
Balai Pustaka, 1991
Saifudin Azwar, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
Soenarjo, dkk, Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta: Departemen Agama RI, 2002
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:
Rineka Cipta, 2006
Suhendi, hendi. Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali pers, 2010
Syekh Muhammad al Allamahbin Abdurrahman Ad Dimasqi, Fiqih 4 Madzhab,
Bandung: Hasyimi,2010
81
syafei, rahmat. Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001
Syafi’i, imam. Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Mukhtashar Kitab al Umm fi
al Fiqh, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta Bulan Bintang, 2002,
Zuhdi, masyfuk. MasailFiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta: Haji
Masagung, 1994
Internet
(http://bisnisukm.com/bisnis-makelar-peluang-usaha-potensial-html)
i
LAMPIRAN
NOTA PEMBIMBING SKRIPSI
ii
PENUNJUKAN PEMBIMBING
SKRIPSI
iii
NOTA PEMBIMBING
SKRIPSI
iv
LEMBAR KONSULTASI
SKRIPSI
v
vi
vii
viii
ix
KETERANGAN LULUS UJIAN
KOMPRENSIF
x
PEDOMAN WAWANCARA
A. Pedoman Wanwancara dengan Makelar
1. Apakah alasan anda untuk menjadi seorang makelar pak? Apakah
makelar itu pekerjaan utama pak?
Jawaban : “karena mau mencari nafkah dan makelar adalah pekerjaan
sampingan mas”
2. Bagaimana proses jual beli sepeda motor yang pernah anda lakukan
pak?
Jawaban : “saya menwarkan dan seandainya belum sepakat dengan
harga, saya belum mengasihkan mas”
3. Resiko apa yang mungkin bapak alami sebagai perantara?
Jawaban : “resikonya motor di bawa makelar lain dan di lempar ke
makelar lain dan motor itu belum di bayar mas”
4. Apakah ada perjanjian tertulis antara anda dengan pihak pemilik
sepeda motor maupun pihak yang mau di carikan sepeda motor pak?
a. Jika ada perjanjian tertulis itu seperti apa pak?
b. Jika tidak ada perjanjian tertulis bagaimana bapak mengikatkan diri
dengan pihak yang mengunakan jasa bapak?
Jawaban :
a. “tidak ada mas”
b. “saya hanya menyakinkan kepada orang yang mengun akan
jasa saya dengan kelengkapan surat-surat motor yang lengkap
mas”
5. Bagaimana cara bapak menawarkan sepeda motor kepada pembeli?
Jawaban : “terkadang juga ada yang menghampiri kerumah mas dan
saya juga berhubungan dengan makelar lain mas”
6. Bagaimana cara bapak mencari calon pembeli?
Jawaban : “menawarkan ke semua orang mas”
xi
7. Adakah komisi yang bapak terima sebagai makelar?
Jawaban : “pasti ada mas, kadang lebih kadang ya kurang mas”
8. Bagaimana jika bapak mendapatkan keuntungan lebih di atas harga
yang di minta pemilik motor? Apakah pemilik sepeda motor
mengetahui pak?
Jawaban : “ya itu berati rezeki saya mas dan kebanyakan pemilik
motor baik penjual maupun pembeli tidak tau mas”
9. Konflik apa yang bapak alami saat menjadi jasa makelar sepeda
motor?
Jawaban : “yang saya alami konfilk dengan makelar lain soal harga
dan motor di hutang mas”
B. Pedoman Wawancara dengan Penjual
1. Apa alasan bapak mengunakan jasa makelar?
Jawaban : “ya karena makelar itu punya chanel banyak untuk
menjualkan motor saya mas”
2. Bagaimana perjanjian bapak dengan jasa makelar?
Jawaban : “perjanjianya ya udah kenal dan saling percaya aja mas”
3. Apakah bapak mengetahui kisaran harga sepeda motor bekas?
Jawaban : “ya saya tau mas, soalnya setiap tahun sepeda motor itu
berbeda, kalau tahun motor masih muda harganya tetap mahal mas”
4. Apakah ada segi negatif yuang di lakukan makelar pak?
Jawaban : “ada mas dengan menaikan harga lebih tanpa aku ketahui
mas”
5. Saat bapak menjual sepeda motor apakah bapak memberikan patokan
harga? Apakah harganya bapak serahkan sepenuhnya kepada makelar
pak?
Jawaban : “ya mas saya memberikan harga patokan, saya tidak berani
mas, dan saya tetap memberi harga patokan”
xii
6. Apakah bapak memberikan komisi ke makelar?
Jawaban : “ya pasti itu mas”
7. Apakah bapak ada konfilk terhadap makelar?
Jawaban : “yang saya alami motor di bawa dulu dan pembayaran tidak
sesuai dengan kesepakatan mas”
C. Pedoman wawancara dengan pembeli
1. Kenapa bapak mengunakan jasa makelar?
Jawaban : “karena makelar lebih mudah dan lebih murah mas di
bandingkan dengan shorum-shorum sepeda motor”
2. Apakah bapak pernah di kecewakan oleh pihak makelar semisal motor
itu rusak dalam jangka waktu 2x24jam?
Jawaban : “saya belum pernah dio kecewakan mas”
3. Jika motor sudah di carikan oleh makelar apakah bapak memberikan
komisi?
Jawaban : “ya saya kasih mas, karena kesepakatan awal saya
memberikan komisi”
4. Apakah bapak di kasih garansi motor dari makelar?
Jawaban : “tidak ada mas”
5. Adakah konflik yang bapak alami terhadap makelar?
Jawaban : “mungkin dari pihak makelar mengambil keuntungan
berlebih mas”
xiii
FOTO BERSAMA INFORMAN
1. Foto wawancara dengan Makelar Pertama
2. Foto wawancara dengan Makelar Kedua
xiv
3. Foto wawancara dengan Makelar Ketiga
4. Foto wawancara dengan Pembeli
5. Foto waancara dengan Penjual
xv
DAFTAR IDENTITAS
1. Identitas dari Makelar pertama
2. Identitas dari Makelar kedua
3. Identitas dari Makelar ketiga
xvi
4. Identitas dari Penjual
5. Identitas dari pembeli
xvii
SURAT KETERANGAN KEAKTIFAN (SKK)
xviii
xix
xx
xxi
xxii
xxiii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Imam Safari Zali
Tempat & tanggal lahir : Kab Semarang 17-07-1995
Alamat : Dusun Gunung Jayan Desa Bancak
Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
No Telp : 082327197705
Email : [email protected]
PENDIDIKAN INFORMAL
MI DARUSSALAM BANCAK : Lulus 2007
SMP ISLAM SUDIRMAN 1 BANCAK : Lulus 2009
SMK NEGRI 1 BANCAK : Lulus 2013
PENGALAMAN ORGANISASI
Oganisasi Pemuda Gunung Jayan (OPJ) : Ketua 2013-2018
Ikatan Remaja Masjid (IRMAS) : Bendahara
Pecinta Alam
a. KURAWAPALA
b. GIE ADVENTURE
c. XVENTUR SALATIGA