bab ii tinjuan pustaka a. penyesuaian diri 1. pengertian
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Penyesuaian Diri
1. Pengertian Penyesuaian diri
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu menjadi bagian dari
lingkungan tertentu. Disamping itu individu juga memiliki kebutuhan, harapan,
dan tuntutan didalam dirinya, yang harus diselaraskan dengan tuntutan dari
lingkungan. Jadi penyesuaian diri dapat dikatakan sebagai cara tertentu yang
dilakukan oleh individu untuk bereaksi terhadap tuntutan dalam diri maupun
situasi eksternal yang dihadapinya.
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau
personal adjustment. Membahas tentang pengertian penyesuaian diri, menurut
Schneiders (Ali dan Mohamad, 2015:173-174) dapat ditinjau dari tiga sudut
pandangyaitu ;
a. Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation)
Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi
(adaptaion). Padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada
penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Penyesuaian diri
cenderung diartikan sebagai usaha mempertahankan diri secara fisik (self-
maintenance atau survival). Penyesuaian diri diartikan sama dengan usaha
mempertahankan diri maka hanya selaras dengan keadaan fisik saja, bukan
penyesuaian dalam arti psikologis. Padahal, dalam penyesuaian diri diri
12
sesungguhnya tidak sekedar penyesuaian fisik, melainkan yang lebih
kompleks dan lebih penting lagi adalah adanya keunikan dan keberadaan
kepribadian individu dalam hubungannya dengan lingkungan.
b. Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (Conformity)
Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas,
menyiratkan bahwa disana individu seakan-akan mendapat tekanan kuat
untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku,
baik secara moral, sosial, maupun emosional. Individu selalu diarahkan
kepada tuntutan konformitas dan terancam akan tertolak dirinya manakala
perilakunya tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Norma yang berlaku pada suatu budaya tertentu tidak sama dengan norma
pada budaya lainnya sehingga tidak mungkin merumuskan serangkaian
prinsip-prinsip penyesuaian diri berdasarkan budaya yang dapat diterima
secara universal. Konsep penyesuaian diri sesungguhnya bersifat dinamis
dan tidak dapat disusun berdasarkan konformitas sosial.
c. Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (Mastery)
Sudut pandang berikutnya adalah bahwa penyesuaian diri dimaknai
sebagai usaha penguasaan (mastery), yaitu kemampuan untuk
merencanakan dan mengorganisasikan respon dalam cara-cara tertentu
sehingga konflik-konflik, kesulitan, dan frustasi tidak terjadi. Penyesuaian
diri diartikan sebagai kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri
sehingga dorongan, emosi, dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah.
Pemaknaan penyesuaian diri sebagai penguasaan (mastery) mengandung
13
kelemahan, yaitu menyamaratakan semua individu. Prinsip-prinsip penting
mengenai hakikat penyesuaian diri, yaitu sebagai berikut.
1) Setiap individu memiliki hakikat penyesuaian diri yang berbeda.
2) Penyesuaian diri sebagian besar ditentukan oleh kapasitas internal atau
kecenderungan yang telah dicapainya.
3) Penyesuaian diri juga ditentukan oleh faktor internal dalam
hubungannya dengan tuntutan lingkungan individu yang bersangkutan.
Menurut Schneiders (Agustiani, 2009:146) mengemukakan bahwa
penyesuaian diri merupakan satu proses yang mencakup respon-respon mental dan
tingkah laku, yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan,
ketegangan, konflik dan frustasi yang dialami di dalam dirinya. Penyesuaian diri
bukan merupakan suatu yang bersifat absolut atau mutlak. Tidak ada individu
yang dapat melakukan penyesuaian diri dengan sempurna. Penyesuaian diri
bersifat relatif, artinya harus dinilai dan dievaluasi sesuai dengan kapasitas
individu untuk memenuhi tuntutan terhadap dirinya.
Penyesuaian diri merupakan salah satu tugas perkembangan masa remaja
yang tersulit (Hurlock, 2016: 257). Mengacu pada seberapa jauhnya kepribadian
sesorang individu berfungsi secara efisien dalam masyarakat. Tedapat pola
perilaku tertentu yang secara karakteristik dikaitkan dengan anak yang
berpenyesuaian yang baik dan pola yang dikaitkan dengan mereka yang
berpenyesuaian buruk. Penyesuaian diri yang baik memiliki semacam harmoni
dalam, artinya mereka sewaktu-waktu ada kekecewaan dan kegagalan yang
mereka berusaha terus untuk mencapai tujuan. Mereka menganggap tujuan
14
tersebut terlalu tinggi, mereka bersedia memodifikasi tujuan agar cocok dengan
kemampuan mereka. Penyesuaian diri adalah suatu proses alamiah dan dinamis
yang bertujuan mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih
sesuai dengan kondisi lingkungannya. (Fatimah, 2008:198).
Menurut sobur (2016:449) penyesuaian diri merupakan faktor yang penting
dalam kehidupan manusia. Hidup manusia sejak lahir sampai mati tidak lain
adalah penyesuaian diri. Kelainan-kelainan kepribadian tidak lain adalah kelainan-
kelainan penyesuaian. Menunjukan kelainan-kelainan kepribadian seseorang
sering dikemukakan maladjustment, yang artinya “tidak ada penyesuaian” atau
“tidak memiliki kemampuan menyesuaiakn diri”. Jadi, misalnya seorang anak
yang mengalami hambatan-hambatan emosional sehingga anak menjadi nakal,
anak tersebut sering disebut maladjusted child. Sedangkan menurut musthafa,
penyesuaian adalah suatu proses dinamis secara terus-menerus yang bertujuan
untuk mengubah tingkah laku untuk mendapatkan hubungan yang lebih serasi
antara diri dan lingkungan.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulakan penyesuaian diri adalah
kemampuan yang dimiliki individu untuk berinteraksi dengan orang lain yang
bertujuan untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya, baik secara
pribadi ataupun sosial.
2. Aspek-aspek penyesuaian diri
Sesuai dengan kekhasan perkembangan fase remaja maka penyesuaian diri
dikalangan remaja pun memiliki aspek-aspek yang khas pula.Aspek-
15
aspekpenyesuaian diri remaja adalah sebagai mana dipaparkan berikut ini. (Ali
dan Mohammad, 2015:179-181).
a. Penyesuaian diri remaja terhadap peran dan identitasnya
Pesatnya perkembangan fisik dan psikis, seringkali menyebabkan remaja
mengalami krisis peran dan identitasnya. Remaja senantiasa berjuang agar
dapat memainkan perannya agar sesuai dengan perkembangan masa
peralihannya dari masa kanak-kanak menjadi dewasa. Tujuannya adalah
memperoleh identitas diri yang semakin jelas dan dapat dimengerti serta
diterima oleh lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah, ataupun
masyarakat. Penyesuaian diri remaja secara khas berupaya untuk dapat
berperan sebagai subjek yang kepribadiaanya memang berbeda dengan
anak-anak ataupun orang dewasa.
b. Penyesuaian diri remaja terhadap pendidikan
Remaja sebenarnya mengetahui bahwa untuk menjadi orang yang sukses
harus rajin belajar. Upaya pencarian identitas diri yang kuat menyebabkan
mereka seringkali lebih senang mencari kegiatan-kegiatan selain belajar
tetapi menyenangkan bersama-sama kelompoknya. Seringkali ditemui
remaja yang malas dan tidak disiplin dalam belajar. Penyesuaian diri
remaja secara khas berjuang ingin meraih sukses dalam studi, tetapi
dengan cara-cara yang menimbulkan perasaan bebas dan senang, terhindar
dari tekanan dan konflik, atau bahkan frustasi.
16
c. Penyesuaian diri remaja terhadap kehidupan seks
Remaja perlu menyesuaikan penyaluran kebutuhan seksualnya dalam
batas-batas penerimaan lingkungan sosialnya sehingga terbebas dari
kecemasan psikoseksual, tetapi juga tidak melanggar nilai-nilai moral
masyarakat dan agama. Secara khas seksual penyesuaian diri remaja dalam
konteks ini adalah mereka ingin memahami kondisi seksual dirinya dan
lawan jenisnya serta mampu bertindak untuk menyalurkan dorongan
seksualnya yang dapat dimengerti dan dibenarkan oleh norma sosial dan
agama.
d. Penyesuaian diri remaja terhadap norma sosial
Dalam kehidupan keluarga, sekolah, maupun masyarakat, tentunya
memiliki ukuran-ukuran dasar yang dijunjung tinggi mengenai apa yang
dikatakan baik atau buruk, benar atau salah, yang boleh atau tidak boleh
dilakukan, dalam bentuk norma-norma, hukum, nilai-nilai moral, sopan
santun, maupun adat istiadat. Perjuangan penyesuaian diri remaja terhadap
norma sosial adalah ingin menginteraksikan antara dorongan untuk
bertindak bebas di satu sisi, dengan tuntutan norma sosial pada masyarakat
disisi lain. Tujuannya adalah agar dapat terwujud internalisasi norma, baik
pada kelompok remaja itu sendiri, lingkungan keluarga, sekolah, maupun
masyarakat luas.
e. Penyesuaian diri remaja terhadap penggunaan waktu luang
Waktu luang remaja merupakan kesempatan untuk memenuhi dorongan
bertindak bebas. Remaja dituntut mampu menggunakan waktu luangnya
17
untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
Upaya penyesuaian diri remaja adalah melakukan penyesuaian dorongan
kebebasannya serta inisiatif dan kreativitasnya dengan kegiatan-kegiatan
yang bermanfaat. Penggunaan waktu luang akan menjunjung
pengembangan diri dan manfaat sosial.
f. Penyesuaian diri remaja terhadap penggunaan uang
Remaja juga berupaya untuk memenuhi dorongan sosial lain yang
memerlukan dukungan finansial. Remaja belum sepenuhnya mandiri,
dalam masalah finansial, mereka memperoleh jatah dari orang tua sesui
dengan kemampuan keluarganya. Perjuangan penyesuaian diri remaja
adalah berusaha untuk mampu bertindak secara proposional, melakukan
penyesuaian antara kelayakan pemenuhan kebutuhannya dengan kondisi
ekonomi orang tuanya.
g. Penyesuaian diri terhadap kecemasan, konflik, dan frustasi
Dinamika perkembangan yang sangat dinamis, remaja seringkali
dihadapkan pada kecemasan, konflik, dan frustasi. Strategi penyesuaian
diri terhadap kecemasan, konflik, dan frustasi tersebut biasanya melalui
suatu mekanisme pertahanan diri seperti kompensasi, rasionalisasi,
proyeksi, sublimasi, identifikasi, regresi, dan reaksi. Batas-batas kewajaran
dan situasi tertentu untuk sementara cara-cara tersebut memang masih
memberikan manfaat dalam upaya penyesuaian diri remaja. Cara-cara
tersebut seringkali ditempuh dan menjadi kebiasaan, hal itu akan menjadi
tidak sehat.
18
Menurut Sundari (2015;40-42) karakteristik remaja dalam penyesuaian diri
dapat dipaparkan sebagai berikut.
a. Penyesuaian terhadap keluarga (family adjustment)
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keharmonisan keluarga
terwujud bila seluruh anggota keluarga mempunyai kesadaran dan
kesanggupan memenuhi fungsinya. Tiap anggota keluarga berusaha
mengadakan penyesuaian diri dalam keluarganya, antara lain:
1) Mempunyai relasasi yang sehat dengan segenap anggota
keluarga.
2) Mempunyai solidaritas dan loyalitas keluarga serta membantu
usaha keluarga dalam mencapai tujuan tertentu.
3) Mempunyai kesadaran adanya emansipasi yang gradual serta
kemerdekaan dalam taraf kedewasaan.
4) Mempunyai kesadaran adanya otoritas orang tua.
5) Mempunyai kesadaran bertanggung jawab menjalankan aturan-
aturan larangan secara disiplin.
b. Penyesuaian diri terhadap sosial (social adjustment)
Sosial atau masyarakat merupakan kumpulan individu, keluarga,
organisasi dan lain-lainnya. Terjadi keharmonisan dalam masyarakat
harus ada kesadaran bermasyarakat. Penyesuaian terhadap masyarakat:
1) Ada kesanggupan mengadakan relasi yang sehat terhadap
masyarakat.
19
2) Ada kesanggupan bereaksi secara efektif dan harmonis
terhadap kenyataan sosial.
3) Kesanggupan menghargai dan menjalankan hukum tertulis
maupun tidak tertulis.
4) Kesanggupan menghargai orang lain mengenai hak-haknya dan
pribadinya.
5) Kesanggupan untuk bergaul dengan orang lain dalam bentuk
persahabatan.
c. Penyesuaian diri terhadap sekolah (school adjustment)
Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam
mengembangkan potensinya, terutama perkembangan intelegensi
maupun pribadinya. Sekolah harus menumbuhkan penyesuaian diri yang
baik, bersifak konstruktif, sehingga terwujud:
1) Disiplin dalam sekolah terhadap peraturan-peraturan yang ada.
2) Pengakuan otoritas guru atau pendidik.
3) Interes terhadap mata pelajaran di sekolah.
4) Situasi dan fasilitas yang cukup, sehingga tujuan sekolah dapat
tercapai.
d. Penyesuaian diri terhadap perguruan tinggi
Perguruan tinggi merupakan tempat pendidikan tertinggi, untuk
mencapai gelar, tempat yang menyenangkan penuh kenangan.
Mahasiswa merupakan tempat yang diliputi keraguan, kecemasan
20
bahkan kegagalan. Penyesuaian diri di perguruan tinggi hampir sama di
sekolah, tetapi harus ditambah dengan:
1) Pengembangan kepribadian yang seimbang yaitu dapat
memenuhi tuntutan ilmiah, jasmani, dan rohani yang sehat serta
tanggung jawab sosial yang masak.
2) Dapat belajar menyesuaikan diri di tempat kelak bekerja.
3) Siap menghadapi persaingan, ulet dalam mengahadapi segala
persoalan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan aspek-aspek penyesuaian diri
yaitu peran dan identitasnya, kematangan emosional, kematangan sosial, dan
kognisi.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyesuaian diri
Menurut Schneider (Ali dan Mohammad, 2015:181) setidaknya ada lima
faktor yang dapat mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja, yaitu:
a. Kondisi fisik.
Seringkali kondisi fisik berpengaruh kuat terhadap proses penyesuaian
diri remaja. Aspek-aspek berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat
memengaruhi penyesuaian diri remaja adalah.
1) Hereditas dan konstitusi fisik, pengaruh hereditas terhadap
penyesuaian diri, lebih digunakan pendekatan fisik karena hereditas
dipandang lebih dekat dan tak terpisahkan dari mekanisme fisik.
21
2) Sistem utama tubuh, termasuk ke dalam sistem utama tubuuh yang
memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri adalah sistem syaraf,
kelenjar, dan otot.
3) Kesehatan fisik, kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan
penerimaan diri, percaya diri, harga diri, dan sejenisnya yang akan
menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi proses
penyesuaian diri.
b. Kepribadian
Unsur-unsur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap
penyesuaian diri adalah.
1) Kemauan dan kemapuan untuk berubah, merupakan karakteristik
kepribadian yang pengaruhnya sangat menonjol terhadap proses
penyesuaian diri. Sebagai suatu proses yang dinamis dan
berkelanjutan, penyesuaian diri membutuhkan kecenderungan
untuk berubah dalam bentuk kemauan, perilaku, sikap, dan
karakteristik sejenis lainnya.
2) Pengaturan diri, sama pentingnya dengan proses penyesuaian diri
dan pemeliharaan stabilitas mental, kemampuan untuk mengatur
diri, dan mengarahkan diri.
3) Realisasi diri, perkembangan kepribadian berjalan normal
sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, di dalamnya tersirat
potensi laten dalam bentuk sikap, tanggung jawab pengahayatan
22
nilai-nilai, penghargaan diri dan lingkungan, serta karakteristik
lainnya menuju pembentukan kepribadian dewasa.
4) Intelegensi, kemampuan pengaturan diri sesungguhnya muncul
tergantung pada kualitas dasar lainnya yang penting peranannya
dalam penyesuaian diri, yaitu kualitas intelegensi.
c. Edukasi
Termasuk unsur-unsur penting dalam edukasi atau pendidikan yang
dapat mempengaruhi penyesuaian diri inidvidu, adalah.
1) Belajar, merupakan unsur penting dalam penyesuaian diri individu
karena pada umunya respon-respons dan sifat-sifat kepribadian
yang diperlukan bagi penyesuaian diri diperoleh dan menyerap ke
dalam diri individu melalui proses belajar.
2) Pengalaman, ada dua jenis pengalaman yang memiliki nilai
signifikan terhadap proses penyesuaian diri, yaitu pengalaman yang
menyehatkan (salutary experience), dan pengalaman traumatik
(traumatic experience). Pengalaman yang menyehatkan adalah
peristiwa-peristiwa yang dialami oleh individu dan dirasakan
sebagai sesuatu yang mengenakan, mengasyikan, dan bahkan
dirasa ingin mengulangnya kembali. Sedangkan pengalaman
traumatik adalah peristiwa-peristiwa yang dialami oleh individu
dan dirasakan sebagai sesuatu yang sangat tidak mengenakan,
menyedihkan, atau bahkan sangat menyakitkan. Sehingga yang
mengalami pengalaman traumatik akan cenderung ragu-ragu,
23
kurang percaya diri, gamang, rendah diri, atau bahkan merasa takut
ketika harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru
dibandingkan dengan yang mengalami pengalaman menyehatkan.
3) Latihan, merupakan proses belajar yang dioreintasikan kepada
perolehan ketrampilan dan kebiasaan. Seseorang yang sebelumnya
memiliki penyesuaian diri yang kurang baik dan kaku, tetapi karena
melakukan latihan secara sungguh-sungguh, akhirnya lambat laun
menjadi bagus dalam setiap penyesuaian diri dengan lingkungan
baru.
4) Determinasi diri, bahwa sesungguhnya individu itu sendiri harus
mampu menentukan dirinya sendiri untuk melakukan proses
penyesuaian diri. Determinasi merupakan faktor yang sangat kuat
yang dapat digunakan untuk kebaikan atau keburukan, untuk
mencapai penyesuaian diri secara tuntas, atau bahkan merusak diri
sendiri.
d. Lingkungan.
Berbicara faktor lingkungan sebagai variabel yang berpengaruh
terhadap penyesuaian diri sudah tentu meliputi lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan masyarakat.
1) Lingkungan keluarga, merupakan lingkungan utama yang sangat
penting atau bahkan tidak ada yang lebih penting dalam kaitannya
dengan penyesuaian diri individu. Unsur-unsur di dalam keluarga,
seperti konstelasi keluarga, interaksi orang tua dan anak,
24
karakteristik keluarga, kekohesifan keluarga, dan gangguan dalam
keluarga akan berpengaruh terhadap penyesuaian diri individu.
2) Lingkungan sekolah, juga dapat menjadi kondisi yang
memungkinkan berkembangnya atau terhambatnya proses
perkembangan penyesuaian diri. Sekolah dipandang sebagai media
yang sangat berguna untuk mempengaruhi kehidupan dan
perkembangan intelektual, sosial, nilai-nilai, sikap, dan moral
siswa.
3) Lingkungan masyarakat, juga menjadi faktor yang dapat
berpengaruh terhadap perkembangan penyesuaian diri. Konsistensi
nilai-nilai, sikap, aturan-aturan, norma, moral, dan perilaku
masyarakat tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap proses
perkembangan penyesuaian dirinya.
e. Agama dan Budaya
Agama memberikan sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktik-praktik
yang memberikan makna sangat mendalam, tujuan, serta kestabilan dan
keseimbangan hidup individu. Faktor agama memiliki sumbangan yang
berarti terhadap penyesuaian diri individu. Selain agama, budaya juga
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan individu.
Adanya karakteristik budaya yang diwariskan kepada individu melalui
berbagai media dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Menurut Soeparwoto, (dalam Kumalasari.2011:23) faktor penyesuaian diri
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
25
a. Faktor internal
1) Motif, yaitu motif-motif sosial seperti motif berafiliasi, motif
berprestasi dan motif mendominasi.
2) Konsep diri remaja, yaitu bagaimana remaja memandang dirinya
sendiri, baik dari aspek fisik, psikologis, sosial maupun aspek
akademik. Remaja dengan konsep diri tinggi akan lebih memiliki
kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri yang menyenangkan
dibanding remaja dengan konsep diri rendah, pesimis ataupun
kurang yakin terhadap dirinya.
3) Persepsi remaja, yaitu pengamatan dan penilaian remaja terhadap
objek, peristiwa dan kehidupan, baik melalui proses kognisi maupun
afeksi untuk membentuk konsep tentang objek tertentu.
4) Sikap remaja, yaitu kecenderungan remaja untuk berperilaku positif
atau negatif. Remaja yang bersikap positif terhadap segala sesuatu
yang dihadapi akan lebih memiliki peluang untuk melakukan
penyesuaian diri yang baik dari pada remaja yang sering bersikap
negatif.
5) Intelegensi dan minat, intelegensi merupakan modal untuk menalar.
Manganalisis, sehingga dapat menjadi dasar dalam melakukan
penyesuaian diri. Ditambah faktor minat, pengaruhnya akan lebih
nyata bila remaja telah memiliki minat terhadap sesuatu, maka
proses penyesuaian diri akan lebih cepat.
26
6) Kepribadian, pada prinsipnya tipe kepribadian ekstrovert akan lebih
lentur dan dinamis, sehingga lebih mudah melakukan penyesuaian
diri dibanding tipe kepribadian introvert yang cenderung kaku dan
statis.
b. Faktor eksternal
1) Keluarga terutama pola asuh orang tua, pada dasarnya pola asuh
demokratis dengan suasana keterbukaan akan lebih memberikan
peluang bagi remaja untuk melakukan proses penyesuaian diri secara
efektif.
2) Kondisi sekolah, kondisi sekolah yang sehat akan memberikan
landasan kepada remaja untuk dapat bertindak dalam penyesuaian
diri secara harmonis.
3) Kelompok sebaya, hampir setiap remaja memiliki teman-teman
sebaya dalam bentuk kelompok. Kelompok teman sebaya ini ada
yang menguntungkan pengembangan proses penyesuaian diri tetapi
ada pula yang justru menghambat proses penyesuaian diri remaja.
4) Prasangka sosial, adanya kecenderungan sebagian masyarakat yang
menaruh prasangka terhadap para remaja, misalnya memberi label
remaja negatif, nakal, sukar diatur, suka menentang orang tua dan
lainlain, prasangka semacam itu jelas akan menjadi kendala dalam
proses penyesuaian diri remaja.
5) Hukum dan norma sosial, bila suatu masyarakat benar-benar
konsekuen menegakkan hukum dan norma-norma yang berlaku
27
maka akan mengembangkan remaja-remaja yang baik penyesuaian
dirinya.
Shcneiders (Agustiani, 2009:147) penyesuaian diri yang dilakukan oleh
individu dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu sebagai berikut:
a. Faktor kondisi fisik, yang meliputi faktor keturunan, kesehatan, bentuk
tubuh dan hal-hal lain yang berkaitan dengan fisik.
b. Faktor perkembangan dan kematangan, yang meliputi perkembangan
intelektual, sosial, moral, dan kematangan emosional.
c. Faktor psikologis, yaitu faktor-faktor pengalaman individu, frustasi dan
konflik yang dialami, dan kondisi-kondisi psikologis seseorang dalam
penyesuaian diri.
d. Faktor lingkungan, yaitu kondisi yang ada pada lingkungan, seperti
kondisi keluarga, kondisi rumah.
e. Faktor budaya, termasuk adat istiadat dan agama yang turut
mempengaruhi penyesuaian diri seseorang
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan faktor-faktor penyesuaian diri
yaitu adanya faktor internal yang berdasarkan pada diri sendiri, Remaja dengan
konsep diri tinggi akan lebih memiliki kemampuan untuk melakukan penyesuaian
diri yang menyenangkan dibanding remaja dengan konsep diri rendah, pesimis
ataupun kurang yakin terhadap dirinya. Faktor eksternal yang berdasarkan dari
lingkungan dia tempat tinggal, kelompok teman sebaya ini ada yang
menguntungkan pengembangan proses penyesuaian diri tetapi ada pula yang
justru menghambat proses penyesuaian diri remaja.
28
B. Dukungan Sosial Teman Sebaya
1. Pengertian dukungan sosial teman sebaya
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendirian tanpa bantuan
orang lain. Kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan), kebutuhan sosial
(pergaulan, pengakuan, sekolah, pekerjaan) dan kebutuhan psikis termasuk rasa
ingin tahu, rasa aman, perasaan religiusitas, tidak mungkin terpenuhin tanpa
bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah, baik
ringan maupun berat. Pada saat seperti itu seseorang akan mencari dukungan
sosial dari orang sekitarnya, sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan
dicintai.
Menurut Sarason (Azizah, 2011:97) mengatakan bahwa dukungan sosial
adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dan orang-orang yang dapat diandalkan,
menghargai dan menyayangi kita. Pendapat lain mengatakan dukungan sosial
sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan
sikap menerima kondisinya, dukungan sosial tersebut diperoleh dan individu
maupun kelompok. Dukungan sosial mencakup dua hal yaitu jumlah sumber
dukungan sosial yang tersedia dan merupakan persepsi individu terhadap sejumlah
orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan
berdasarkan kuantitas), dan tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang
diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi
(pendekatan berdasarkan kualitas).
29
Oktaviana (dalam Mulia.dkk.2014:2) mengatakan bahwa dukungan sosial
bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi individu
seperti keluarga, teman dekat, pasangan hidup, rekan kerja, tetangga dan saudara.
Teman dekat merupakan sumber dukungan sosial yang utama bagi remaja karena
dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama mengalami
Sarason dan Sarason (dalam Marni dan Rudy,2015:2) mengemukakan
bahwa dukungan sosial adalah dukungan yang didapat dari keakraban sosial
(teman, keluarga, anak ataupun orang lain) berupa pemberian informasi, nasehat
verbal atau non verbal, bantuan nyata atau tidak nyata, tindakan yang bermanfaat
sosial dan efek perilaku bagi penerima yang akan melindungi diri dari perilaku
yang negatif. Pendapat lain dukungan sosial adalah mengadakan atau
menyediakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang lain, serta memberikan
dorongan atau pengobatan semangat dan nasehat kepada orang lain dalam satu
situasi dalam mengambil keputusan.
Roberts & Gilbert (dalam Kusrini dan Nanik, 2014) dukungan sosial dapat
dianggap sebagai sesuatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh
dari orang lain yang dapat dipercaya. Dari keadaan tersebut individu akan
mengetahui bahwa orang lain memperhatikan, menghargai, dan mencintainya.
Dukungan sosial adalah suatu pemikiran terbaik sebagai suatu konstruk
multidimensional yang terdiri dari komponen fungsional dan struktur.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosialadalah
dukungan yang berupa pemberian informasi, dipercaya dan adanya ketersediaan
30
orang-orang yang terdekat dengan individu yang memberikan rasa senang dan
nyaman.
Menurut Bandura (Gunarsa dan Yulia.2012:238) masa remaja menjadi suatu
pertentangan dan pemberontakan karena terlalu menitik beratkan pada ungkapan-
ungkapan bebas dan ringan dari ketidakpatuhan. Remaja merupakan masa
peralihan antara masa anak dan masa dewasa, yakni antara 12 sampai 21 tahun.
Masa remaja mulai pada saat timbulnya perubahan-perubahan berkaitan dengan
tanda-tanda kedewasaan fisik.
Menurut Mussen dkk (Desmita, 2015:194) masa remaja adalah suatu periode
kehidupan dimana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan
secara efisien mencapai puncaknya. Menurut pendapat tokoh lain perkembangan
kehidupan sosial remaja juga ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh
teman sebaya dalam kehidupan mereka. Sebagian besar waktunya dihabiskan
untuk berhubungan atau bergaul dengan teman-teman sebaya mereka.
persahabatan remaja erat kaitannya dengan perubahan aspek-aspek pengendalian
psikologis yang berhubungan dengan kecintaan pada diri sendiri dan munculnya
phallic conflicts. Pada prinsipnya teman sebaya mempunyai arti penting bagi
kehidupan remaja.
Menurut Santrock (2011:446) sebagian besar anak-anak, menjadi populer
bersama teman sebayanya merupakan motivator yang kuat. Diawal masa remaja,
remaja biasanya memilih untuk memiliki beberapa sahabat yang lebih intens dan
akrab dibandingkan anak kecil. Pendapat tokoh lain, teman sebaya sangat penting
untuk memenuhi kebutuhan sosial, kebutuhan akan intimasi meningkat dimasa
31
remaja awal, dan memotivasi remaja mencari sahabat. Jika remaja gagal untuk
menempa persahabatan yang akrab, mereka akan menurun. Remaja tergantung
pada kawan-kawan daripada orang tua untuk memenuhi kebutuhan mereka atas
kebersamaan, kentetraman hati, dan intimasi.
Menurut Piaget (dalam Ananda dan dian, 2015:300) dukungan sosial teman
sebaya memiliki fungsi sebagai dukungan ego, dimana persahabatan menyediakan
harapan atau dukungan, dorongan dan umpan balik yang dapat membantu
mempertahankan kesan atas dirinya sebagai seorang individu yang mampu,
berharga, dan menarik.
Menurut Rahmawan (dalam Mulia, 2014:2) dukungan teman sebaya
merupakan sumber dukungan sosial yang utama bagi remaja karena dapat
memberikan rasa senang dan dukungan selama mengalami suatu permasalahan
dan penerimaan yang diperoleh dari pergaulan dapat menimbulkan rasa
kebermaknaan hidup pada remaja.
Menurut Sarafino (dalam Sasmita dan Rustika, 2015:282) teman sebaya
merupakan sumber dukungan emosional penting sepanjang transisi masa remaja.
Dukungan sosial teman sebaya adalah dukungan yang diberikan kepada individu
oleh kelompok sebayanya berupa kenyamanan secara fisik dan psikologis
sehingga individu merasa dicintai, diperhatikan, dihargai sebagai bagian dari
kelompok sosial. Dukungan tersebut berupa empati, kasih sayang, perhatian,
penghargaan positif, dan nasihat. Kondisi seperti itu akan memberikan individu
32
rasa penerimaan, kehangatan dan pengertian sehingga dapat membantu individu
meningkatkan kemampuan dalam menghadapi masalahnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan dukungan sosial teman sebaya
adalah dukungan yang berasal dari teman dekat yang berupa empati, kasih sayang,
perhatian, dan dapat memberikan informasi terkait hal apa yang harus dilakukan
remaja dalam upaya bersosialisasi dengan baik pada lingkungannya.
2. Aspek-aspek dukungan sosial teman sebaya
House (Mahmudi, 2014:188) membedakan empat aspek atau dimensi
dukungan sosial teman sebaya:
a. Dukungan emosional: mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan, seperti umpan balik dan
penegasan.
b. Dukungan penghargaan: terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan)
positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan
atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang-
orang lain, seperti orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk
keadaannya (menambah penghargaan diri).
c. Dukungan instrumental: mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang-
orang memberi pinjaman uang kepada orang itu atau menolong dengan
pekerjaan pada waktu mengalami stress.
d. Dukungan informatif: mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk,
saran-sara atau umpan balik.
33
Untuk menjelaskan konsep dukungan sosial teman sebaya, kebanyakan
penelitian sependapat untuk membedakan aspek-aspek yang berlainan. Sarafino
(dalam Jarmitia, dkk. 2016:64) membagi dukungan sosial teman sebayaantara
lain:
a. Dukungan instrumental yaitu penyediaan materi yang dapat memberikan
pertolongan langsung seperti memberikan sesuatu pelayanan dan
dukungan yang berupa uang atau barang.
b. Dukungan informasional yaitu mendapatkan saran dan menerima
nasehat untuk pemecahan masalah.
c. Dukungan emosional yaitu mendapatkan perhatian dan empati.
d. Dukungan penghargaan yaitu penilaian positif terhadap ide‐ide, perasaan
dan performa diri sendiri dari orang lain, dorongan untuk maju.
e. Dukungan dari kelompok sosial, individu merasa menjadi anggota dari
suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat, rasa memiliki,
diperhatikan, dan aktivitas sosial dengan kelompok, dengan demikian
individu akan merasa senasib.
Jenis dukungan yang diterima dan diperlukan orang tergantung pada
keadaan-keadaan yang bersangkutan. Dukungan instrumental akan lebih efektif
untuk kesukaran seperti kemiskinan. Dukungan informasional akan berfaedah
kalau terdapat kekurangan pengetahuan dan ketrampilan, dan dalam hal yang amat
tidak pasti tentang persoalaan yang terkait.
34
Sarafino (dalam Kusrini dan Nani, 2014:133) mengemukakan dukungan
sosial teman sebaya meliputi empat aspek, yaitu:
a. Dukungan emosional. Dukungan ini melibatkan ekspresi rasa empati
dan perhatian terhadap individu sehingga individu tersebut merasa
nyaman, dicintai dan diperhatikan. Dukungan ini meliputi perilaku
seperti memberikan perhatian dan afeksi serta bersedia mendengarkan
keluh kesah orang lain.
b. Dukungan penghargaan. Dukungan ini melibatkan ekspresi yang berupa
pernyataan setuju dan penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan dan
performa orang lain.
c. Dukungan instrumental. Dukungan ini melibatkan bantuan langsung,
misalnya yang berupa bantuan finansial atau bantuan dalam
mengerjakan tugas-tugas tertentu.
d. Dukungan informasi. Dukungan yang bersifat informasi ini dapat berupa
saran, pengarahan dan umpan balik tentang bagaimana cara
memecahkan persoalan.
Sedangkan menurut Sheridan dan Radmacher (Azizah, 2011:101)
membedakan dukungan sosial teman sebaya menjadi lima aspek, yaitu:
a. Dukungan instrumental (tangible assisstance)
Dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat
memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian
barang, makanan serta pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat
mengurangi stres karena individu dapat langsung memecahkan
35
masalahnya yang berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental
sangat diperlukan terutama dalam mengatasi masalah dengan labih
mudah.
b. Dukungan informasional
Dukungan ini melibatkan pemberian informasi, saran atau umpan
balik tentang situasi dan kondisi individu, jenis informasi seperti ini
dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah
dengan lebih mudah.
c. Dukungan emosional
Dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin,
diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga
individu dapat menghadapi masalah dengan baik. Dukungan ini sangat
penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat
terkontrol.
d. Dukungan pada harga diri
Dukungan ini berupa penghargaan positif pada individu, pemberian
semangat, persetujuan pada pendapat individu, perbandingan yang
positif dengan individu lain. Bentuk dukungan ini membantu individu
dalam membangun harga diri dan kompetensi.
e. Dukungan dari kelompok sosial
Dukungan ini akan membuat individu merasa anggota dari suatu
kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas sosial
36
dengannya. Dengan begitu individu akan merasa memiliki teman
senasib.
Dari beberapa pendapat ahli di atas aspek-aspek dukungan sosial teman
sebaya dapat disimpulkan, adanya dukungan instrumental, dukungan informasi,
dukungan emosional, dan dukungan penghargaan. Membantu setiap individu
dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya dan individu merasa dirinya
dihargai dan diterima sebagi anggota dari kelompok sosial dengan kondisi
nyaman dan mempunyai teman yang senasib.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial teman sebaya
Myers (dalam wahyuni, 2016) mengungkapkan bahwa ada tiga faktor yang
mendorong individu untuk memberikan dukungan yang positif, diantaranya :
a. Empati, yaitu merasakan kesusahan orang lain dengan tujuan
mengurangi kesusahan dan meningkatkan kesejateraan orang lain.
b. Pertukaran sosial, yaitu hubungan timbal balik dalam perilaku sosial
antara cinta, informasi, dan pelayanan. Terjadinya keseimbangan dalam
pertukaran akan menghasilkan kondisi hubungan interpersonal yang
memuaskan. Pengalaman ini membuat individu lebih percaya bahwa
orang lain akan menyediakan dukungan.
c. Norma dan nilai sosial, berfungsi sebagai pembimbing individu dalam
menjalankan kewajiban dalam kehidupannya.
Sarafino (dalam safareka, 2017) yang mengungkapkan bahwa tidak semua
individu mendapatkan dukungan sosial yang mereka butuhkan, banyak faktor
37
yang menentukan seseorang menerima dukungan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi dukungan sosial meliputi :
a. Penerima dukungan, seseorang tidak mungkin menerima dukungan
sosial jika mereka tidak ramah, tidak pernah menolong orang lain, dan
tidak membiarkan orang mengetahui bahwa dia membutuhkan bantuan.
b. Penyedia dukungan, seseorang yang seharusnya menjadi penyedia
dukungan mungkin saja tidak mempunyai seseuatu yang dibutuhkan
orang lain atau mungkin mengalami stress sehingga tidak memikirkan
orang lain atau bisa saja tidak sadar akan kebutuhan orang lain.
c. Faktor komposisi dan struktur jaringan sosial, hubungan yang dimiliki
individu dengan orang-orang dalam keluarga dan lingkungan.
Hubungan ini dapat bervariasi dalam ukuran (jumlah orang yang
berhubungan dengan individu), frekuensi hubungan (seberapa sering
individu bertemu dengan orang-orang tersebut), komposisi (apakah
orang-orang tersebut keluarga, teman, rekan kerja) dan intimasi
(kedekatan hubungan individu dan kepercayaan satu sama lain.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi
terbentuknya dukungan sosial teman sebaya adalah adanya penerima dukungan,
adanya pemberi dukungan, empati, pertukaran sosial, serta norma dan nilai sosial.
38
C. Konsep diri
1. Pengertian konsep diri
Konsep diri berasal dari abad kedua puluh dan didefinisikan secara samar
yang disamakan dengan konsep-konsep metafisik seperti “jiwa”, “keinginan”, dan
“roh”. William James adalah seorang psikolog pertama yang menguraikan tentang
konsep diri, dimana james menguraikan secara mendalam dua aspek dari diri yang
global, yaitu diri sebagai “me” dan diri sebagai “I”. Diri merupakan “me” dan “I”
secara bersamaaan. James menyebutkan bahwa diri yang empiris terdiri atas
empat komponen yang diklasifikasikan bagi rasa harga diri, yaitu diri spiritual,
diri kebenaran, diri sosial dan diri badaniah (Sobur, 2016:437). Chaplin
(2009:451) mengemukakan konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri
sendiri, penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu yang
bersangkutan.
Fitts (Agustiani, 2009:138-139) mengungkapkan bahwa konsep diri
merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang
merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Konsep diri
secara fenomenologis ketika individu memper-sepsikan dirinya, bereaksi terhadap
dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya,
berarti menunjukan suatu kesadaran diri dan kemampuan untuk keluar dari dirinya
sendiri untuk melihat dirinya seperti yang lakukan terhadap dunia luar dirinya.
Hurlock (2016:237) menyatakan bahwa konsep diri adalah konsep
seseorang dari siapa dan apa dia itu. Konsep ini merupakan bayangan cermin,
39
ditentukan sebagian besar oleh peran dan hubungan dengan orang lain, dan
apayang kiranya reaksi orang lain terhadapnya. Menurut Rogers (Sobur,
2016:436) konsep diri adalah bagian dasar dari ruang fenomenal yang disadari dan
disimbolkan, yaitu “aku” merupakan pusat referensi setiap pengalaman. Konsep
diri ini merupakan bagian inti dari pengalaman individu secara perlahan-lahan
dibedakan dan disimbolkan sebagai bayangan tentang diri yang mengatakan “apa
dan siapa aku sebenarnya” dan “apa sebenarnya yang harus aku perbuat”. Konsep
diri adalah kesadaran batin yang tetap, menganai pengalaman yang berhubungan
dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gambaran
diri sebagai kesan terhadap diri sendiri secara keseluruhan dan mendalam yang
diberikan secara optimal berdasar pandangan diri sendiri dan pengalaman yang
berhubungan dengan orang lain terhadap dirinya.
2. Aspek-aspek konsep diri
Menurut Fitts (Agustiani, 2009:139) konsep diri terdiri dari dua aspek
pokok, yaitu sebagai berikut:
a. Aspek internal
Yang disebut juga kerangka acuan internal adalah penilaian yang
dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia dalam
dirinya. Aspek ini terdiri dari tiga bentuk:
1) Diri identitas, merupakan aspek yang paling mendasar pada
konsep diri dan mengacu pada pertanyaan “siapakah saya?”.
40
Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-
simbol yang diberikan pada dirinya (self) oleh individu-individu
yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan
membangun identitasnya.
2) Diri pelaku, merupakan persepssi individu tentang tingkah
lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang
dilakukan oleh diri”. Diri yang adekuat akan menunjukan adanya
keserasian antara diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia
dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas
maupun diri sebagai pelaku.
3) Diri penerimaan atau penilai, berfungsi sebagai pengamat,
penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai
perantara antara diri identitas dan diri pelaku.
Ketiga bagian internal ini mempunyai peran yang berbeda-beda,
namun saling melengkapi dan berinteraksi membentuk suatu diri yang
utuh dan menyeluruh.
b. Aspek eksternal
Pada aspek eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan
dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain
diluar dirinya. Aspek eksternal yang bersifat umum bagi semua orang,
dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu:
1) Diri fisik, menyangkut persepsi sseseorang terhadap keadaan
dirinya secara fisik.
41
2) Diri etik-moral, merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya
dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika.
3) Diri pribadi, merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang
keadaan dirinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau
hubungan dengan orang lain.
4) Diri keluarga, menunjukan perasaan dan harga diri seseorang
dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga.
5) Diri sosial, merupakan penilaian individu terhadap interaksi
dirinya dengan orang lain maupun lingkungan disekitarnya,
Menurut sobur (2016:439) konsep diri terbentuk berdasarkan persepsi
seseorang tentang sikap orang lain terhadap dirinya. Pada seorang anak, mulai
belajar berpikir dan merasakan dirinya seperti apa yang telah ditentukan oleh
orang lain dalam lingkungannya. Konsep diri terbentuk atas berbagai tahapan.
Paling dasar adalah konsep diri primer, yaitu konsep yang terbentuk atas dasar
pengalamannya terhadap lingkungan terdekatnya. Konsep sebagai perannya,
aspirasi-aspirasinya ataupun tanggung jawabnya dalam kehidupan ini, banyak
ditentukan atas dasar didikan ataupun tekanan-tekanan yang datang dari orang
tuanya.
Konsep diri sekunder banyak ditentukan pula oleh konsep diri primernya.
Konsep diri primer yang dimiliki seseorang adalah ia tergolong orang yang
pendiam, penurut, tidak nakal atau tidak suka membuat keributan, ia akan
cenderung pula memilih teman bermain yang sesuai dengan konsep diri yang
sudah dimilikinya, dan teman, teman barunya itulah yang nantinya menunjang
42
terbentuknya konsep diri sekunder. Menurut Clara, konsep diri terbentuk atas dua
komponen, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif
merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya. Komponen kognitif
merupakan penjelasan dari “siapa saya” yang akan memberi gambaran tentang
diri saya. Gambaran diri tersebut akan membentuk citra diri. Sedangkan
komponen kognitif merupakan penilaian individu terhadap diri. Penilaian tersebut
akan membentuk penerimaan terhadap diri, serta penghargaan diri individu.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa komponen kognitif
merupakan data yang bersifat objektif, sedangkan komponen afektif merupakan
data yang bersifat subjektf. Didalam konsep diri tidak terlepas dari masalah
gambaran diri, citra diri, penilaian diri, penerimaan diri, serta penghargaan diri.
Menurut hurlock (2016:237) menyebutkan ada dua aspek konsep diri yaitu:
a. Aspek fisik, terdiri dari konsep yang dimiliki individu tentang
penampilannya, kesesuaian dengan seks, arti penting tubuhnya dalam
hubungan dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubunya di
mata orang lain.
b. Aspek psikologis, terdiri dari konsep inidividu tentang kemampuan dan
ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang lain.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek konsep diri
antara lain identitas, penerimaan, psikologis, kondisi fisik, dan sosial.
43
3. Faktor-faktor terbentuknya konsep diri
Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2017:282-285) pada masa terbentuknya
konsep diri seorang remaja, banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor
lingkungan, bagaimana reaksi orang lain terhadap diri atau perilakunya,
bagaimana pujian-pujian atas segala prestasi yang dibuatnya ataupun segala
hukuman atas segala kesalahan, akan membentuk suatu konsep tentang dirinya
sendiri.
Di samping faktor-faktor tersebut, ada pula beberapa faktor spesifik lainnya
yang berkaitan erat dengan macam konsep diri seperti apa yang akan
dikembangkan oleh seorang remaja. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah
sebagai berikut.
a. Jenis kelamin
Dorongan biologis secara bawaan menyebabkan seseorang,
berperilaku, berpikir, dan berperasaan yang berbeda antara jenis kelamin
yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan antara laki-laki dan
perempuan (dalam hal perasaan, berperilaku, dan berpikir) sudah ada
sebelum anak mampu untuk menerima latihan dari lingkungannya guna
berperan secara berbeda berdasarkan janis kelamin.
b. Harapan-harapan
Stereotip sosial mempunyai peranan penting dalam menentukan
harapan-harapan apa yang dipunyai seorang terhadap dirinya sendiri dan
mana harapan terhadap dirinya sendiri yang merupakan pencerminan
44
dari harapan-harapan orang lain terhadap dirinya. Harapan-harapan ini
penting bagi perkembangan konsep diri si remaja sendiri.
c. Suku bangsa
Dalam suatu masyarakat, umumnya terdapat suatu kelompok suku
bangsa tertentu yang dapat dikatakan sebagi minoritas. Hal ini tidak saja
menyangkut suku bangsa, tetapi juga menyangkut kelompok-kelompok
minoritas lainnya, seperti kelompok anak cacat, orang yang berekonomi
sangat lemah, ataupun remaja yang kurang berhasil dalam bidang
tertentu dibandinngkan dengan kelompok seusianya. Remaja-remaja dan
kelompok ini umumnya juga memperkembangkan suatu konsep diri
yang lebih cenderung kurang positif dibandingkan kelompok mayoritas
lainnya.
d. Nama dan pakaian
Kedua hal ini umumnya dianggap faktor yang kurang penting
dibandingkan dengan faktor-faktro lainnya, tetapi nyatanya mempunyai
pengaruh cukup penting bagi perkembangan konsep diri seorang remaja.
Nama-nama tertentu yang akhirnya menjadi bahan tertawaan dari teman-
teman akan membawa seorang remaja ke pembentukan konsep diri yang
lebih negatif. Sebaliknya, nama-nama panggilan yang bernada lebih
positif, dapat mengubah konsep diri seseorang kearah yang lebih positif
dan kemungkinan dapat meningkatkan prestasi kerjanya sesuai dengan
panggilan tersebut.
45
Fitts (Agustiani, 2009:139) konsep diri seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor sebagai berikut:
a. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan
perasaan positif dan perasaan berharga.
b. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.
c. Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi
yang sebenarnya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi konsep diri bagi remaja, perbedaan jenis kelamin, harapan-harapan,
suku bangsa, dan nama dan pakaian. Jadi dalam konsep diri seorang baik
mengenai lingkungan masyarakat, golongan suku tertentu, sekolah ataupun diri
sendiri secara tidak langsung mempengaruhi segala macam perilaku yang
ditampilkan.
46
D. Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Konsep Diri sebagai
prediktordalam Penyesuaian Diri pada Remaja yang tinggal di Panti
Asuhan
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendirian tanpa bantuan
orang lain. Kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan), kebutuhan sosial
(pergaulan, pengakuan, sekolah, pekerjaan) dan kebutuhan psikis termasuk rasa
ingin tahu, rasa aman, perasaan religiusitas, tidak mungkin terpenuhinya tanpa
bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah, baik
ringan maupun berat. Pada saat seperti itu seseorang akan mencari dukungan
sosial dari orang sekitarnya, sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan
dicintai.
Menurut Sarason (Azizah, 2011:97) mengatakan bahwa dukungan sosial
teman sebaya adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dan orang-orang yang
dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Pendapat lain mengatakan
dukungan sosial teman sebaya sebagai adanya kenyamanan, perhatian,
penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan
sosial teman sebaya tersebut diperoleh dan individu maupun kelompok. Dukungan
sosial teman sebaya mencakup dua hal yaitu jumlah sumber dukungan sosial yang
tersedia dan merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat
diandalkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan
kuantitas), dan tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima berkaitan
dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan
berdasarkan kualitas).
47
Hurlock (1999:261) menyatakan bahwa individu dengan konsep diri yang
negatif akan merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan, merasa dibenci, melawan,
bersikap negatif dan agresif. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat
pribadinya secara utuh, menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spiritual,
termasuk didalamnya adalah persepsi individu dengan orang lain maupun
lingkungannya, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek serta
tujuan, harapan dan keinginannya
Menurut Schneiders (Agustiani, 2009:146) bahwa penyesuaian diri
merupakan satu proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku,
yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan,
konflik dan frustasi yang dialami di dalam dirinya. Penyesuaian diri bukan
merupakan suatu yang bersifat absolut atau mutlak. Tidak ada individu yang dapat
melakukan penyesuaian diri dengan sempurna. Penyesuaian diri bersifat relatif,
artinya harus dinilai dan dievaluasi sesuai dengan kapasitas individu untuk
memenuhi tuntutan terhadap dirinya.
Menurut Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia
(2010:1). Undang-undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1979 pasal 2 ayat 1,
tampak jelas terlihat bahwa setiap anak berhak untuk mendapat kesejahteraan,
perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang yang baik dalam
keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang
wajar.
48
Mengingat latar belakang anak asuh yang berbeda-beda ketika masuk ke
dalam panti asuhan, untuk mempunyai kebijakan maupun cara sendiri dalam
berperan dan bertugas sebagai pengganti orang tua terlebih dalam perkembangan
moral anak. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia (2009), panti sosial
asuhan anak mempunyai tugas memberikan bimbingan, pelayanan, rehabilitasi
sosial yang bersifat kuratif, rehabilitatif, promotif dalam membentuk bimbingan
pengetahuan dasar pendidikan, fisik, mental, sosial, pelatihan ketrampilan,
resosialisasi bimbingan lanjut bagi anak yatim, piatu, dan yatim piatu yang kurang
mampu, terlantar agar potensi dan kapasitas belajarnya pulih kembali, dapat
berkembang secara wajar, serta pengkajian, pengembangan standar pelayanan dan
rujukan.
Remaja yang tinggal dipanti asuhan dihadapkan tuntutan. Kemampuan
remaja mengatur perilakunya terhadap tuntutan tersebut didasarkan pada
dukungan sosial teman sebaya dan konsep diri yang dimilikinya. Dengan
dukungan sosial teman sebaya dan konsep diri yang baik maka dapat menentukan
kemampuan penyesuaian diri dalam memenuhi berbagai tuntutan yang ada.
Apabila tidak bisa menyesuaiakan diri dengan baik dapat menimbulkan dan
kesulitan bagi remaja yang tinggal di panti asuhan itu sendiri.
49
E. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Penyesuaian Diri Remaja yang tinggal
di Panti Asuhan dapat diprediksi berdasarkan Dukungan Sosial Teman Sebaya
dan Konsep Diri.
11
11