bab ii tinjuan pustaka anemia aplastik
DESCRIPTION
tentang anemia aplastik, faktor risiko dan lain-lainTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Anemia Aplastik secara morfologis pada apusan darah tepi terlihat sel-sel
darah merah normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang, serta
limfositosis relatif dan didukung oleh biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan
yang disebut pungsi kering dengan hipoplasia yang nyata ditandai oleh penurunan
produksi eritroid, mieloid, dan megakariosit dalam sumsum tulang dan terjadi
penggantian dengan jaringan lemak, dengan tidak dijumpai adanya keganasan sistem
hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum tulang.4,7
2.2 Epidemiologi
Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta
penduduk pertahun.2 Analisis retrospektif di Amerika Serikat memperkirakan insiden
anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk pertahun.9 The
Internasional Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study dan French Study
memperkirakan ada 2 kasus persejuta orang pertahun.8 Frekuensi tertinggi anemia
aplastik terjadi pada orang berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada
usia 65 sampai 69 tahun. Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana
insiden kira-kira 7 kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di
Thailand dan 5 kasus persejuta penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di
3
Asia Timur lebih besar daripada di negara Barat belum jelas. Peningkatan insiden ini
diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan
dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti
dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di
Amerika.8
2.3 Klasifikasi
Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Klasifikasi menurut kausa2 :
1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.
2. Sekunder : bila kausanya diketahui.
3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya
anemia Fanconi
B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.8,9
Anemia aplastik berat
Anemia aplastik sangat berat
- Seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50% dengan
<30% sel hematopoietik residu, dan
- Dua dari tiga kriteria berikut :
netrofil < 0,5x109/l
trombosit <20x109 /l
retikulosit < 20x109 /l
Sama seperti anemia aplastik berat kecuali netrofil
<0,2x109/l
Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia aplastik berat
4
Anemia aplastik bukan berat atau sangat berat; dengan sumsum tulang yang hiposelular
dan memenuhi dua dari tiga kriteria berikut :
- netrofil < 1,5x109/l
- trombosit < 100x109/l
- hemoglobin <10 g/dl
2.4 Etiologi
Secara etiologi penyakit anemia aplastik ini dapat dibagi menjadi 2 golongan
besar, yaitu:
1. Anemia aplastik herediter atau anemia aplastik yang diturunkan merupakan faktor
kongenital yang ditimbulkan sindrom kegagalan sumsum tulang herediter antara
lain : sindroma Fanconi (anemia Fanconi) yang biasanya disertai dengan kelainan
bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, dan kelainan ginjal;
diskeratosis kongenital; sindrom Shwachman-Diamond; dan trombositopenia
amegakaryositik. Kelainan – kelainan ini sangat jarang ditemukan dan juga jarang
berespons terhadap terapi imunosupresif. Kegagalan sumsum tulang herediter
biasanya muncul pada usia sepuluh tahun pertama dan kerap disertai anomali fisik
(tubuh pendek, kelainan lengan, hipogonadisme, bintik-bintik café-au-lait pada
anemia Fanconi (sindroma Fanconi). Beberapa pasien mungkin mempunyai
riwayat keluarga dengan sitopenia.
5
Diskeratosis kongenital adalah sindrom kegagalan sumsum tulang diwariskan
secara klasik yang muncul dengan triad pigmentasi kulit abnormal, distrofi kuku,
dan leukoplakia mukosa.
Trombositopenia amegakaryositik diwariskan merupakan kelainan yang
ditandai oleh trombositopenia berat dan tidak adanya megakaryosit pada saat lahir.
Sebagian besar pasien mengalami missense atau nonsense mutations pada gen C-
MPL. Banyak diantara penderita trombositopenia amegakaryositik diwariskan
mengalami kegagalan sumsum tulang multilineage.1,2
Sindrom Shwachman-Diamond adalah kelainan autosomal resesif yang
ditandai dengan disfungsi eksokrin pankreas, disostosis metafiseal, dan kegagalan
sumsum tulang.
2. Anemia aplastik didapat: Timbulnya anemia aplastik didapat pada seorang anak
dapat dikarenakan oleh :
- Penggunaan obat, anemia aplastik terkait obat terjadi karena hipersensitivitas atau
penggunaan dosis obat yang berlebihan. Obat yang paling banyak menyebabkan
anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat – obatan lain yang juga sering
dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, anti-rematik, anti-tiroid, preparat
emas dan antikonvulsan, obat – obatan sitotoksik seperti mileran atau nitrosourea.
- Senyawa kimia berupa benzene yang paling terkenal dapat menyebabkan anemia
aplastik, dan juga insektisida (organofosfat).
- Penyakit infeksi yang bisa menyebabkan anemia aplastik sementara atau
permanen, yakni virus Epstein-Barr, virus Haemophillus influenza A, tuberkulosis
6
milier, Cytomegalovirus (CMV) yang dapat menekan produksi sel sumsum tulang
melalui gangguan pada sel – sel stroma sumsum tulang, Human Immunodeficiency
virus (HIV) yang berkembang menjadi Acquired Immuno-Deficiency Syndrome
(AIDS), virus hepatitis non-A, non-B dan non-C, infeksi parvovirus.
- Terapi radiasi dengan radioaktif dan pemakaian sinar Rontgen.
- Faktor iatrogenik akibat transfusion – associated graft-versus-host disease.1,2
Jika pada seorang pasien tidak diketahui penyebab anemia aplastiknya, maka
pasien tersebut akan digolongkan ke dalam kelompok anemia aplastik idiopatik. 1,2
2.5 Manifestasi Klinis
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang
timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan
menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe
d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen
lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi
peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik
bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan
pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ.7 Pada kebanyakan
pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau
pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.1
7
Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin
Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi perdarahan, fatigue dan vertigo
merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan.
Pemeriksaan fisik pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pucat
adalah hal yang paling sering ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan
pendarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali, yang
sebabnya bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkan
splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan
limfadenopati justru meragukan diagnosis.2
2.6 Diagnosis
Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah dan pemeriksaan
sumsum tulang. Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan.
Anemia yang terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-
tanda regenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi
menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-kadang pula dapat ditemukan
makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.2
Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih
menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat
pada lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan trombosit
kurang dari 20.000/mm3 menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang
dari 200/mm3 menandakan anemia aplastik sangat berat.2,1
8
Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal.
Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit
bukan merupakan gambaran klasik anemia aplastik yang didapat (acquired aplastic
anemia). Pada beberapa keadaan, pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang
berkurang sehingga diagnosisnya menjadi red sel aplasia atau amegakariositik
trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini produksi sel darah lain juga akan
berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu sehingga diagnosis anemia
aplastik dapat ditegakkan.1
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya
memanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya
trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak dan mungkin
ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.2
Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis, termasuk
erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe
serum biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi
Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.1
Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan
daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit,
sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan
kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini.
Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah
9
hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat ditemukan normoseluler
atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah.8
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran
hiposelular. Aspirasi dapat memberikan kesan hiposelular akibat kesalahan teknis
(misalnya terdilusi dengan darah perifer), atau dapat terlihat hiperseluler karena area
fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum tulang ulangan dan biopsi
dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis.8,10
Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30%
sel pada individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20% pada
individu yang berumur lebih dari 60 tahun.1
International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila
selularitas sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari
30% sel hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.8
2.7 Penatalaksanaan
Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat
granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan
kondisi yang potensial mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan
pasien8,11. Penentuan terapi lini pertama bergantung pada umur pasien, ketersediaan
donor dengan HLA yang identik dan sebagian tergantung keparahan dari penyakit.11
Manajemen Awal Anemia Aplastik8
10
Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga
menjadi penyebab anemia aplastik.
Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.
Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang
dibutuhkan.
Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.
Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik
tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan
kurang dan infeksi ada (misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur)
pertimbangkan transfusi granulosit dari donor yang belum mendapat terapi G-
CSF.
Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan
histocompatibilitas pasien, orang tua dan saudara kandung pasien.
Terapi standar pilihan pertama untuk anemia aplastik meliputi transplantasi
sumsum tulang dari donor saudara dengan HLA (Human Leukocyte Antigen) yang
identik atau terapi imunosupresi dengan kombinasi ATG (antithymocyte globulin)
dan Siklosporin A.11
a. Pengobatan Suportif15
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed
red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien
dengan penyakit kardiovaskular.
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3.
Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah
11
20.000/mm3 sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak.
Transfusi trombosit konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti
terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok
HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).
Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak
dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup
leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.
b. Terapi Imunosupresif
Terapi lini pertama menggunakan imunosuppresi di indikasikan pada pasien
yang tidak cocok diterapi dengan donor transplantasi sumsum tulang keluarga. Ini
termasuk juga pasien dengan ketergantungan transfusi, pasien anemia aplastik,
anemia aplastik berat atau sangat berat yang berusia >40 tahun atau yang lebih muda
dengan anemia aplastik berat atau sangat berat namun tidak punya donor dengan
HLA yang cocok.12
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin
(ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). Terapi
imunosupresif menggunakan kombinasi ATG dan siklosporin A, dihubungkan
dengan tingkat respon 60%-80%, dengan angka harapan hidup dalam 5 tahun sekitar
75%.11 Pemberian ATG atau ALG diindikasikan pada2 :
- Anemia aplastik bukan berat
- Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
12
- Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat
pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari
200/mm3
Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi
ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.2
Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat aktivasi dan
proliferasi preurosir limfosit sitotoksik. Namun Respon pada penggunaan ATG/CSA
kuda sebesar 75% pada anak-anak dilaporkan dari berbagai penelitian. Respon
Hematologi adalah prediktor terkuat untuk harapan hidup jangka panjang setelah
terapi imunosupresi, dengan pemulihan yang bermakna dihubungkan dengan outcome
harapan hidup jangka panjang terbaik.12
Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi
imunosupresif. Pernyataan ini didasarkan karena stem sel hematopoiesis memiliki
kadar aldehid dehidrogenase yang tinggi dan relatif resisten terhadap siklofosfamid.
Dengan dasar tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat imunosupresif
daripada myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai terapi lini pertama tidak jelas
sebab toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari pada kombinasi ATG dan
siklosporin.8 Pemberian dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk
imunosupresif yang mencegah relaps.
Bagaimanapun imunosupressi adalah terapi yang tidak sempurna. Sekitar
sepertiga pasien gagal berespon bahkan sering rendah hitung darahnya. Komplikasi
13
lambat meliputi relapsnya pansitopenia dan munculnya penyakit hematologi yang
serupa seperti myelodisplasia.13
c. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia
aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA.
Transplantasi untuk Anemia Aplastik dari donor keluarga dengan HLA yang identik
telah menunjukkan peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, dengan angka
kesempatan penyembuhan jangka panjang sebesar 75-80%. Masalah yang belum
terpecahkan adalah angka kegagalan donor sebesar 4%-14% dan GVHD (gratf versus
Host), GVHD berat akut yang tampaknya berkurang kejadianya saat ini dan GVHD
Kronis masih terjadi pada sekitar 30%-40% pasien yang ditransplantasi.11
Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang
lebih baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif.13 Akan tetapi
survival pasien yang menerima transplantasi sumsum tulang namun telah
mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek daripada pasien yang belum
mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.8,14
2.8 Prognosis
Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit. Jumlah
absolut netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah netrofil kurang
dari 500/l (0,5x109/liter) dipertimbangkan sebagai anemia aplastik berat dan jumlah
netrofil kurang dari 200/l (0,2x109/liter) dikaitkan dengan respon buruk terhadap
14
imunoterapi dan prognosis yang jelek bila transplantasi sumsum tulang allogenik
tidak tersedia. Anak-anak memiliki respon yang lebih baik daripada orang dewasa.
Outcome pada pasien dengan anemia aplastik telah secara substansial
meningkat karena peningkatan perawatan suportif. Riwayat alami anemia aplastik
menunjukkan bahwa sebanyak 20% dari pasien secara spontan dapat pulih dengan
perawatan suportif.9
Angka harapan hidup selama 5 tahun untuk pasien yang mendapat terapi
imunosupresi adalah 75%. Tingkat bagi mereka yang menerima BMT dari donor
saudara kandung yang cocok lebih besar dari 90%. Namun, dalam kasus
imunosupresi berisiko untuk terjadinya kekambuhan dan penyakit klonal lambat
seperti PNH, MDS dan leukimia.9
Penyebab utama morbiditas dan mortalitas akibat anemia aplastik meliputi
infeksi dan perdarahan. Pasien yang menjalani BMT memiliki masalah tambahan
yang terkait dengan toksisitas dari pengkondisian regimen dan GVHD.
Dengan imunosupresi, anemia aplastik pada kurang lebih sepertiga dari pasien tidak
merespon.9
15