responsi anemia aplastik

67
BAB I PENDAHULUAN Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. 1,2,3 Konsep mengenai anemia aplastik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988 oleh Paul Ehrlich. Ia melaporkan seorang wanita muda yang pucat dan panas dengan ulserasi gusi, menorrhagia, anemia berat dan leukopenia. Sewaktu dilakukan autopsi ditemukan tidak ada sumsum tulang yang aktif, dan Ehrlich kemudian menghubungkannya dengan adanya penekanan pada fungsi sumsum tulang. Pada tahun 1904, Chauffard memperkenalkan istilah anemia aplastik. 1,2,4 Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. 2 Insidensi anemia aplastik diperkirakan lebih sering terjadi dinegara Timur dibanding negara Barat. Peningkatan insiden mungkin berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan terhadap bahan kimia toksik dibandingkan faktor genetik. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya peningkatan insiden pada penduduk Asia yang tinggal di Amerika. Penelitian yang dilakukan 1

Upload: sinthu

Post on 11-Jan-2016

22 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

anemia aplastik

TRANSCRIPT

Page 1: Responsi Anemia aplastik

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan

komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang.

Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami

pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih,

dan trombosit.1,2,3

Konsep mengenai anemia aplastik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988 oleh Paul

Ehrlich. Ia melaporkan seorang wanita muda yang pucat dan panas dengan ulserasi gusi,

menorrhagia, anemia berat dan leukopenia. Sewaktu dilakukan autopsi ditemukan tidak ada

sumsum tulang yang aktif, dan Ehrlich kemudian menghubungkannya dengan adanya penekanan

pada fungsi sumsum tulang. Pada tahun 1904, Chauffard memperkenalkan istilah anemia

aplastik.1,2,4

Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus

persejuta penduduk pertahun.2 Insidensi anemia aplastik diperkirakan lebih sering terjadi

dinegara Timur dibanding negara Barat. Peningkatan insiden mungkin berhubungan dengan

faktor lingkungan seperti peningkatan paparan terhadap bahan kimia toksik dibandingkan faktor

genetik. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya peningkatan insiden pada penduduk Asia yang

tinggal di Amerika. Penelitian yang dilakukan di Thailand menunjukkan peningkatan paparan

dengan pestisida sebagai etiologi yang tersering.3,5

Ketersediaan obat-obat yang dapat diperjualbelikan dengan bebas merupakan salah satu

faktor resiko peningkatan insiden. Obat-obat seperti kloramfenikol terbukti dapat mensupresi

sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum

tulang sehingga diperkirakan menjadi penyebab tingginya insiden.6

Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif, gejala objektif,

pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala subjektif dan objektif merupakan

manifestasi pansitopenia yang terjadi. Namun, gejala dapat bervariasi dan tergantung dari sel

mana yang mengalami depresi paling berat. Diagnosa pasti anemia aplastik adalah berdasarkan

pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang. Penegakkan diagnosa secara dini sangatlah

1

Page 2: Responsi Anemia aplastik

penting sebab semakin dini penyakit ini didiagnosis kemungkinan sembuh secara spontan atau

parsial semakin besar.6,7

Hampir semua kasus anemia aplastik berkembang ke kematian bila tidak dilakukan

pengobatan. Angka kelangsungan hidup tergantung seberapa berat penyakit saat didiagnosis, dan

bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.8 Semakin berat hipoplasia yang terjadi maka

prognosis akan semakin jelek. Dengan transplantasi tulang kelangsungan hidup 15 tahun dapat

mencapai 69% sedangkan dengan pengobatan imunosupresif mencapai 38%.9

Mengingat kasus anemia aplastik ini memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang

cukup tinggi dan pentingnya diagnosis lebih dini diharapkan tinjauan pustaka ini dapat menjadi

salah satu sumber referensi.

2

Page 3: Responsi Anemia aplastik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Anemia Aplastik

Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan

pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang.4 Pada anemia aplastik terjadi penurunan

produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia,

granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia.9 Istilah anemia aplastik sering juga

digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab apapun.

Sinonim lain yang sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia aregeneratif,

aleukia hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik toksik.1

2.2 Epidemiologi

Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2

sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun.2 Analisis retrospektif di Amerika Serikat

memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk

pertahun.9 The Internasional Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study dan French Study

memperkirakan ada 2 kasus persejuta orang pertahun.2,9 Frekuensi tertinggi anemia aplastik

terjadi pada orang berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69

tahun. Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kira-kira 7 kasus

persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta

penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur lebih besar daripada di negara

Barat belum jelas.9 Peningkatan insiden ini diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan

seperti peningkatan paparan dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik.

Hal ini terbukti dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di

Amerika.5

2.3 Klasifikasi Anemia Aplastik

Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :

3

Page 4: Responsi Anemia aplastik

A. Klasifikasi menurut kausa2 :

1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.

2. Sekunder : bila kausanya diketahui.

3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemia Fanconi

B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.3,9,10

Anemia aplastik berat

Anemia aplastik sangat berat

Anemia aplastik bukan berat

- Seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50%

dengan <30% sel hematopoietik residu, dan

- Dua dari tiga kriteria berikut :

netrofil < 0,5x109/l

trombosit <20x109 /l

retikulosit < 20x109 /l

Sama seperti anemia aplastik berat kecuali

netrofil <0,2x109/l

Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia

aplastik berat atau sangat berat; dengan sumsum

tulang yang hiposelular dan memenuhi dua dari

tiga kriteria berikut :

- netrofil < 1,5x109/l

- trombosit < 100x109/l

- hemoglobin <10 g/dl

2.4 Etiologi Anemia Aplastik

Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia. Akan tetapi,

kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak diketahui.4,11

Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus dan dengan penyakit lain (Tabel 2).

4

Page 5: Responsi Anemia aplastik

Tabel 2. Klasifikasi Etiologi Anemia aplastik.6,12

Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)

Anemia aplastik sekunder

  Radiasi

  Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

     Efek regular

       Bahan-bahan sitotoksik

       Benzene

     Reaksi Idiosinkratik

       Kloramfenikol

       NSAID

       Anti epileptik

       Emas

       Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya

  Virus

     Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)

     Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)

     Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)

     Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)

  Penyakit-penyakit Imun

     Eosinofilik fasciitis

     Hipoimunoglobulinemia

     Timoma dan carcinoma timus

     Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi

  Paroksismal nokturnal hemoglobinuria

  Kehamilan

Idiopathic aplastic anemia

5

Page 6: Responsi Anemia aplastik

Anemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)

Anemia Fanconi

   Diskeratosis kongenita

   Sindrom Shwachman-Diamond

   Disgenesis reticular

   Amegakariositik trombositopenia

   Anemia aplastik familial

   Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)

   Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)

  

2.4.1 Radiasi

Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana stem sel

dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan dengan mitosis

yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif.4,12 Bila stem sel hematopoiesis yang

terkena maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum

tulang dan menyebabkan fibrosis.2

Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan luasnya

paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat digunakan sebagai terapi

dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran

tidak mengenai sebagian besar sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh

efek radiasi tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada

dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar X). Jumlah sel darah

dapat berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan 2,5 Sv (100 dan 250 rads).

Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien

dapat meninggal disebabkan kerusakan sumsum tulang pada dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali

pasien menerima transplantasi sumsum tulang. Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi

eksterna juga dapat menyebabkan anemia aplastik.13

2.4.2 Bahan-bahan Kimia

Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan anemia aplastik

dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia yang lain seperti insektisida dan

6

Page 7: Responsi Anemia aplastik

logam berat juga berhubungan dengan anemia yang berhubungan dengan kerusakan sumsum

tulang dan pansitopenia.13

2.4.3 Obat-obatan

Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan.

Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada seseorang dengan predisposisi

genetik. Yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang

juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-

obatan sitotoksik misalnya mieleran atau nitrosourea.2

Tabel 3. Obat-obatan yang menyebabkan Anemia Aplastik9

Kategori Resiko Tinggi Resiko

Menengah

Resiko Rendah

Analgesik     Fenasetin, aspirin,

salisilamide

Anti aritmia     Kuinidin, tokainid

Anti artritis   Garam Emas Kolkisin

Anti konvulsan   Karbamazepin,

hidantoin,

felbamat

Etosuksimid,

Fenasemid, primidon,

trimethadion, sodium

valproate

Anti histamin     Klorfeniramin,

pirilamin, tripelennamin

Anti hipertensi     Captopril, methyldopa

Anti inflamasi   Penisillamin,

fenilbutazon,

oksifenbutazon

Diklofenak, ibuprofen,

indometasin, naproxen,

sulindac

Anti mikroba

 Anti bakteri   Kloramfenikol Dapsone, metisillin,

7

Page 8: Responsi Anemia aplastik

Kategori Resiko Tinggi Resiko

Menengah

Resiko Rendah

penisilin, streptomisin,

β-lactam antibiotik 

 Anti fungal     Amfoterisin, flusitosin

 Anti protozoa   Kuinakrine Klorokuin, mepakrin,

pirimetamin

Obat Anti neoplasma

 Alkylating

agen

Busulfan,

cyclophosphamide,

melphalan, nitrogen

mustard

   

 Anti metabolit Fluorourasil,

mercaptopurine,

methotrexate

   

 Antibiotik

Sitotoksik

Daunorubisin,

doxorubisin,

mitoxantrone

   

Anti platelet     Tiklopidin

Anti tiroid     Karbimazol, metimazol,

metiltiourasil, potassium

perklorat, propiltiourasil,

sodium thiosianat

Sedative dan

tranquilizer

    Klordiazepoxide,

Klorpromazine (dan

fenothiazin yang lain),

lithium, meprobamate,

metiprilon

Sulfonamid dan turunannya

8

Page 9: Responsi Anemia aplastik

Kategori Resiko Tinggi Resiko

Menengah

Resiko Rendah

 Anti bakteri     Numerous sulfonamides

 Diuretik   Acetazolamide Klorothiazide,

furosemide

 Hipoglikemik     Klorpropamide,

tolbutamide

Lain-lain     Allopurinol, interferon,

pentoxifylline

Catatan : Obat dengan dosis tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang disebut resiko

tinggi. Obat dengan 30 kasus dilaporkan menyebabkan anemia aplastik merupakan resiko

menengah dan selainnya yang lebih jarang merupakan resiko rendah.

2.4.4 Infeksi

Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis, virus Epstein-

Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling sering. Pansitopenia

berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah terinfeksi hepatitis. Walaupun anemia aplastik

jarang diakibatkan hepatitis akan tetapi terdapat hubungan antara hepatitis seronegatif fulminan

dengan anemia aplastik.. Parvovirus B19 dapat menyebabkan krisis aplasia sementara pada

penderita anemia hemolitik kongenital (sickle cell anemia, sferositosis herediter, dan lain-lain).

Pada pasien yang imunokompromise dimana gagal memproduksi neutralizing antibodi terhadap

Parvovirus suatu bentuk kronis red cell aplasia dapat terjadi.8,12,13

Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum tulang,

biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus dapat menyebabkan

kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu dengan infeksi dan sitolisis sel hematopoiesis

atau secara tidak langsung melalui induksi imun sekunder, inisiasi proses autoimun yang

menyebabkan pengurangan stem sel dan progenitor sel atau destruksi jaringan stroma

penunjang.4

9

Page 10: Responsi Anemia aplastik

2.4.5 Faktor Genetik

Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian dari

padanya diturukan menurut hukum mendell, contohnya anemia Fanconi. Anemia Fanconi

merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh hipoplasia sumsung tulang disertai

pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan

seksual, kelainan ginjal dan limpa.2

2.4.7 Anemia Aplastik pada Keadaan/Penyakit Lain

1. Pada leukemia limfoblastik akut kadang-kdang ditemukan pansitopenia dengan hipoplasia

sumsum tulang.2

2. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH).

Penyakit ini dapat bermanifestasi berupa anemia aplastik. Hemolisis disertai pansitopenia

mengkin termasuk kelainan PNH.2

3. Kehamilan

Kasus kehamilan dengan anemia aplastik telah pernah dilaporkan, tetapi hubungan antara dua

kondisi ini tidak jelas. Pada beberapa pasien, kehamilan mengeksaserbasi anemia aplastik

yang telah ada dimana kondisi tersebut akan membaik lagi setelah melahirkan. Pada kasus

yang lain, aplasia terjadi selama kehamilan dengan kejadian yang berulang pada kehamilan-

kehamilan berikutnya.9

2.5 Patogenesis11

Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang

diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh

ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired aplastic

anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi. Patogenesis

dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel.

10

Page 11: Responsi Anemia aplastik

Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling

sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada

penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan DNA akibat obat-obat

tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi aplasia,

myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga

mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal ini

menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi, contohnya

dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara). Mekanisme bagaimana

berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia aplastik dari sensitifitas mutagen dan kerusakan

DNA masih belum diketahui dengan pasti.

Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat disebabkan oleh

paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen ini dapat menyebabkan rantai

DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis DNA dan RNA.

Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin merupakan

mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun mekanismenya belum diketahui

benar, tampaknya T limfosit sitotoksik berperan dalam menghambat proliferasi stem sel dan

mencetuskan kematian stem sel. “Pembunuhan” langsung terhadap stem sel telah dihipotesa

terjadi melalui interaksi antara Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada

pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis).

2.6 Gejala dan Pemeriksaan Fisis Anemia Aplastik

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul

adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia

dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis,

takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia

yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan

keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu

dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ.7 Pada

kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau

pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.1

11

Page 12: Responsi Anemia aplastik

Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin Keluhan

yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel 4). Pada tabel 4 terlihat bahwa pendarahan, lemah

badan dan pusing merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan.

Tabel 4. Keluhan Pasien Anemia Apalastik (n=70)2

Jenis Keluhan %

Pendarahan

Lemah badan

Pusing

Jantung berdebar

Demam

Nafsu makan berkurang

Pucat

Sesak nafas

Penglihatan kabur

Telinga berdengung

83

80

69

36

33

29

26

23

19

13

Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada tabel 5 terlihat

bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan pendarahan ditemukan pada

lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali, yang sebabnya bermacam-macam ditemukan

pada sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun.

Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.2

Tabel 5. Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik2

Jenis Pemeriksaan Fisik %

Pucat

Pendarahan

Kulit

Gusi

Retina

100

63

34

26

20

12

Page 13: Responsi Anemia aplastik

Hidung

Saluran cerna

Vagina

Demam

Hepatomegali

Splenomegali

7

6

3

16

7

0

2.7 Pemeriksaan Penunjang

2.7.1 Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan Darah

Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia yang terjadi

bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda regenerasi. Adanya eritrosit

muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-kadang

pula dapat ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.2

Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih

menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada lebih

dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan trombosit kurang dari 20.000/mm3

menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3 menandakan anemia

aplastik sangat berat.2,9

Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal. Perubahan

kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit bukan merupakan

gambaran klasik anemia aplastik yang didapat (acquired aplastic anemia). Pada beberapa

keadaan, pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya

menjadi red sel aplasia atau amegakariositik trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini

produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu

sehingga diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan.9

Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang dan

begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya trombositopenia. Hemoglobin F meningkat

pada anemia aplastik anak dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.2

Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis, termasuk

erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe serum

13

Page 14: Responsi Anemia aplastik

biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit

yang bersirkulasi.9

b. Pemeriksaan sumsum tulang

Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang

kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag dan

sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain

daripada menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran

partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa

spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit

rendah.9

Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif maupun

kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular. Aspirasi dapat

memberikan kesan hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah perifer),

atau dapat terlihat hiperseluler karena area fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi

sumsum tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis.9,12

Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30% sel pada

individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20% pada individu yang berumur

lebih dari 60 tahun.8

International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas

sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel

hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.9

2.7.2 Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa anemia

aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang

diturunkan, karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan

MRI (Magnetic Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran

elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.

14

Page 15: Responsi Anemia aplastik

2.8 Diagnosa3,9,10

Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah dan dan pemeriksaan sumsum

tulang. Pada anemia aplastik ditemukan pansitopenia disertai sumsum tulang yang miskin

selularitas dan kaya akan sel lemak sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pansitopenia

dan hiposelularitas sumsum tulang tersebut dapat bervariasi sehingga membuat derajat anemia

aplastik (lihat tabel 1).

2.9 Diagnosa Banding

Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai dengan

pansitopenia perifer. Beberapa penyebab pansitopenia terlihat pada tabel 6.

Table 6 Penyebab Pansitopenia14

Kelainan sumsum tulang

   Anemia aplastik

   Myelodisplasia

   Leukemia akut

   Myelofibrosis

   Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia

   Anemia megaloblastik

Kelainan bukan sumsum tulang

   Hipersplenisme

   Sistemik lupus eritematosus

   Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis

Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu sindrom

myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma myelodisplasia tampak

hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat membedakan anemia aplastik dengan sindrom

15

Page 16: Responsi Anemia aplastik

myelodisplastik yaitu pada myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang abnormal

(misalnya poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-Pelger- Hüet), prekursor eritroid

sumsum tulang pada myelodisplasia menunjukkan gambaran disformik serta sideroblast yang

patologis lebih sering ditemukan pada myelodisplasia daripada anemia aplastik. Selain itu,

prekursor granulosit dapat berkurang atau terlihat granulasi abnormal dan megakariosit dapat

menunjukkan lobulasi nukleus abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler).9

Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu dengan

adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau dengan adanya sitogenetik

abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga biasanya disertai limfadenopati,

hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi.7,14

Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik. Hairy cell leukemia

dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya splenomegali dan sel limfoid abnormal

pada biopsi sumsum tulang.14

Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya disebabkan oleh sistemik

lupus eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme. Selularitas sumsum tulang yang

normoselular jelas membedakannya dengan anemia aplastik.

2.10 Penatalaksanaan

Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat granulositopenia dan

monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan kondisi yang potensial

mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien (lihat tabel 7).9

Tabel 7. Manajemen Awal Anemia Aplastik9

Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadi penyebab

anemia aplastik.

Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.

Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang dibutuhkan.

Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.

Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik tidak dapat

diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada

(misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit dari

16

Page 17: Responsi Anemia aplastik

donor yang belum mendapat terapi G-CSF.

Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan histocompatibilitas pasien,

orang tua dan saudara kandung pasien.

Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu transplantasi

stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporin dan metilprednisolon) atau

pemberian dosis tinggi siklofosfamid.9 Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi

imunosupresi atau transplantasi sumsum tulang. Faktor-faktor seperti usia pasien, adanya donor

saudara yang cocok (matched sibling donor), faktor-faktor resiko seperti infeksi aktif atau beban

transfusi harus dipertimbangkan untuk menentukan apakah pasien paling baik mendapat terapi

imunosupresif atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang lebih muda umumnya mentoleransi

transplantasi sumsum tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host

Disease). Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan terapi

imunosupresif. Suatu algoritme terapi dapat dipakai untuk panduan penatalaksanaan anemia

aplastik.15

Gambar 1. Algoritme penatalaksanaan pasien anemia aplastik berat.15

a. Pengobatan Suportif15

Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cells

sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit

kardiovaskular.

17

Page 18: Responsi Anemia aplastik

Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3. Transfusi

trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai

profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit konsentrat

berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi

sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).

Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak dianjurkan

karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup leukosit yang

ditransfusikan sangat pendek.

b. Terapi Imunosupresif

Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin (ATG)

atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau ALG diindikasikan

pada15 :

- Anemia aplastik bukan berat

- Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok

- Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan tidak

terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3

Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin melalui

koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi langsung atau

tidak langsung terhadap hemopoiesis.15

Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan

sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.15 Siklosporin juga

diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit

sitotoksik.15 Sebuah protokol pemberian ATG dapat dlihat pada tabel 8.11

18

Page 19: Responsi Anemia aplastik

Tabel 8. Protokol Pemberian ATG pada anemia aplastik11

Dosis test ATG :

ATG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc disuntikan intradermal pada lengan

dengan saline kontrol 0,1 cc disuntikkan intradermal pada lengan sebelahnya.

Bila tidak ada reaksi anafilaksis, ATG dapat diberikan.

Premedikasi untuk ATG (diberikan 30 menit sebelum ATG) :

Asetaminofen 650 mg peroral

Difenhidrahim 50 mg p.o atau intravena perbolus

Hidrokortison 50 mg intravena perbolus

Terapi ATG :

ATG 40 g/kg dalam 1000 cc NS selama 8-12 jam perhari untuk 4 hari

Obat-obat yang diberikan serentak dengan ATG :

Prednison 100 mg/mm2 peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan dengan ATG

dan dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum

sickness, tapering dosis setiap 2 minggu.

Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon maksimal

kemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih lambat. Pasien usia 50 tahun atau

lebih mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus diturunkan

bila terdapat kerusakan fungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.

Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi ATG,

siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia aplastik

berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar 46%.15

Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi imunosupresif.

Pernyataan ini didasarkan karena stem sel hematopoiesis memliki kadar aldehid dehidrogenase

yang tinggi dan relatif resisten terhadap siklofosfamid. Dengan dasar tersebut, siklofosfamid

dalam hal ini lebih bersifat imunosupresif daripada myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai

terapi lini pertama tidak jelas sebab toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari pada

kombinasi ATG dan siklosporin.9 Pemberian dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk

imunosupresif yang mencegah relaps. Namun, hal ini belum dikonfirmasi. Sampai kini, studi-

studi dengan siklofosfamid memberikan lama respon leih dari 1 tahun. Sebaliknya, 75% respon

19

Page 20: Responsi Anemia aplastik

terhadap ATG adalah dalam 3 bulan pertama dan relaps dapat terjadi dalam 1 tahun setelah

terapi ATG.15

c. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)

Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian faktor-faktor

pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid anabolik.15

Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon terhadap siklus

imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang refrakter ATG kuda tercapai

dengan siklus kedua ATG kelinci.15

Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik seperti Granulocyte-Colony

Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akan tetapi neutropenia

berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter. Peningkatan neutrofil oleh stimulating faktor ini

juga tidak bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik tidak boleh dipakai sebagai

satu-satunya modalitas terapi anemia aplastik. Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif

telah digunakan untuk terapi penyelamatan pada kasus-kasus yang refrakter dan pemberiannya

yang lama telah dikaitkan dengan pemulihan hitung darah pada beberapa pasien.11,15

Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel

induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastk ringan dan pada

anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat. Androgen digunakan sebagai terapi

penyelamatan untuk pasien yang refrakter terapi imunosupresif.9,15

d. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia aplastik berat

berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan tetapi, transplantasi sumsum

tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien yang

mempunyai saudara dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang

sebagai terapi primer belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila

mendapatkan terapi imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin meningkat pula

kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor (Graft Versus Host

Disesase/GVHD).15 Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti memiliki respon yang lebih jelek

dibandingkan pasien yang berusia muda.9,10

20

Page 21: Responsi Anemia aplastik

Gambar 2. Kelangsungan hidup pada pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang dari

donor saudara dengan HLA yang cocok hubungannya dengan umur.10

Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang lebih baik

daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif.10 Pasien dengan umur kurang dari 50

tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG) maka pemberian transplantasi sumsum

tulang dapat dipertimbangkan.15 Akan tetapi survival pasien yang menerima transplanasi sumsum

tulang namun telah mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek daripada pasien yang belum

mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.9,10

Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi selama

beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin diambil dari donor yang

bukan potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini diperlukan untuk mencegah reaksi

penolakan cangkokan (graft rejection) karena antibodi yang terbentuk akibat tansfusi.15

Kriteria respon terapi menurut kelompok European Marrow Transplantation (EBMT)

adalah sebagai berikut15 :

- Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm3 dan trombosit

sekurang-kurangnya 100.000/mm3.

- Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah 2000/mm3 dan trombosit

dibawah 100.000/mm3.

- Refrakter : tidak ada perbaikan.21

Page 22: Responsi Anemia aplastik

2.11 Prognosis9

Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit. Jumlah absolut

netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah netrofil kurang dari 500/l

(0,5x109/liter) dipertimbangkan sebagai anemia aplastik berat dan jumlah netrofil kurang dari

200/l (0,2x109/liter) dikaitkan dengan respon buruk terhadap imunoterapi dan prognosis yang

jelek bila transplantasi sumsum tulang allogenik tidak tersedia. Anak-anak memiliki respon yang

lebih baik daripada orang dewasa. Anemia aplastik konstitusional merespon sementara terhadap

androgen dan glukokortikoid akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien mendapatkan transplantasi

sumsum tulang.

Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien yang berusia

kurang dari 20 tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40 tahun dan sekitar 50% pada

pasien berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak 40% pasien yang bertahan karena

mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan menderita gangguan akibat GVHD kronik dan

resiko mendapatkan kanker sekitar 11% pada pasien usia tua atau setelah mendapatkan terapi

siklosporin sebelum transplantasi stem sel. Hasil yang terbaik didapatkan pada pasien yang

belum mendapatkan terapi imunosupresif sebelum transplantasi, belum mendapatkan dan belum

tersensitisasi dengan produk sel darah serta tidak mendapatkan iradiasi dalam hal conditioning

untuk transplantasi.

Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi kombinasi

imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa pasien setelah terapi memiliki

jumlah sel darah yang normal, banyak yang kemudian mendapatkan anemia sedang atau

trombositopenia. Penyakit ini juga akan berkembang dalam 10 tahun menjadi proxysmal

nokturnal hemoglobinuria, sindrom myelodisplastik atau akut myelogenous leukimia pada 40%

pasien yang pada mulanya memiliki respon terhadap imunosupresif. Pada 168 pasien yang

mendapatkan transplantasi sumsum tulang, hanya sekitar 69% yang bertahan selama 15 tahun

dan pada 227 pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif, hanya 38% yang bertahan dalam

15 tahun.

Pengobatan dengan dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal yang sama

dengan kombinasi ATG dan siklosporin. Namun, siklofosfamid memiliki toksisitas yang lebih

22

Page 23: Responsi Anemia aplastik

besar dan perbaikan hematologis yang lebih lambat walaupun memiliki remisi yang lebih

bertahan lama.

BAB III

KESIMPULAN

Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang disebabkan oleh kegagalan produksi

di sumsum tulang sehingga mengakibatkan penurunan komponen selular pada darah tepi yaitu

berupa keadaan pansitopenia (kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan

trombosit).

Anemia aplastik merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Insidensinya bervariasi di

seluruh dunia yaitu berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Frekuensi

tertinggi insidensi anemia aplastik adalah pada usia muda.

Anemia aplastik dapat disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan, virus, dan terkait

dengan penyakit-penyakit yang lain. Anemia aplastik juga ada yang ditururunkan seperti anemia

Fanconi. Akan tetapi, kebanyakan kasus anemia aplastik merupakan idiopatik.

Tanda dan gejala klinis anemia aplastik merupakan manifestasi dari pansitopenia yang

terjadi. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan gejala-gejala anemia antara lain lemah,

dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis

(granulositopenia) menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga

mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik.

Trombositopenia dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di

organ-organ. Gejala yang paling menonjol tergantung dari sel mana yang mengalami depresi

paling berat.

Pansitopenia perifer adalah kelainan hematologis yang utama untuk anemia aplastik.

Anemia bersifat normokrom normositer dan tidak disertai tanda-tanda regenerasi. Leukopenia

berupa grnaulositopenia. Trombosit kuantitas berkurang sedang secara kualitatif normal.

Sumsum tulang akan mengandung banyak sel lemak dan menganduk sedikit sekali sel-sel

hemopoisis. Tidak terlihat penambahan sel primitif.

23

Page 24: Responsi Anemia aplastik

Anemia aplastik bukan berat memiliki sumsum tulang yang hiposelular dan dua dari tiga

kriteria (netrofil < 1,5x109/l, trombosit < 100x109/l, hemoglobin <10 g/dl). Anemia aplastik berat

memiliki seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50% dengan <30% sel hematopoietik residu,

dan dua dari tiga kriteria (netrofil < 0,5x109/l, trombosit <20x109 /l, retikulosit < 20x109 /l).

Anemia aplastik sangat berat sama seperti anemia aplastik berat kecuali netrofil <0,2x109/l.

Pengobatan anemia aplastik dapat bersifat suportif yaitu dengan transfusi PRC dan

trombosit. Penggunaan obat-obat atau agen kimia yang diduga menjadi penyebab anemia

aplastik harus dihentikan. Pemberian antibiotik bila terjadi infeksi juga harus dilakukan untuk

memperbaiki keadaan umum pasien. Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi terapi

imunosupresif atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang lebih muda umumnya mentoleransi

transplantasi sumsum tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host

Disease). Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan terapi

imunosupresif.

Prognosis dipengaruhi banyak hal, antara lain derajat anemia aplastik, usia pasien, ada

tidaknya donor dengan HLA yang cocok untuk transplantasi sumsum tulang allogenik serta

apakah pasien telah mendapatkan terapi imunosupresif sebelum tranplantasi sumsum tulang.

24

Page 25: Responsi Anemia aplastik

BAB IV

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : MM

Umur : 37 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Bali

Agama : Hindu

Pendidikan : S1

Status Perkawinan : Belum menikah

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Alamat : Handil 5 Muara Kartanegara, Tenggarong, Bali

Tanggal MRS : 27 Juli 2015

Tanggal Pemeriksaan : 9 Agustus 2015

No RM : 14054625

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Perdarahan pada gusi

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan utama perdarahan pada gusi. Keluhan tersebut sudah

dirasakan pasien sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. Perdarahan pada gusi

diketahui saat pasien mengeluarkan air liur. Saat pasien mengeluarkan air liur terlihat air 25

Page 26: Responsi Anemia aplastik

liur bercampur dengan darah segar berwarna merah dengan volume kurang lebih 10 ml

setiap kali perdarahan terjadi. Perdarahan pada gusi ini dirasakan sangat berat oleh pasien,

karena sangat mengganggu aktifitas, sehingga membuat pasien datang berobat ke

poliklinik. Perdarahan pada gusi ini dirasakan hilang timbul, kurang lebih muncul tiga

sampai lima kali dalam sehari. Dikatakan tidak ada hal atau aktifitas yang memperberat dan

memperingan keluhan ini. Dua hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, perdarahan

dirasakan sangat banyak, namun makin lama makin berkurang dan membaik hingga saat

ini.

Pasien juga mengeluhkan sering pusing dan badan terasa lemas sejak kurang lebih

satu tahun yang lalu. Lemas dirasakan seperti tidak bertenaga. Lemas dikatakan dirasakan

di seluruh tubuh, dengan intensitas sedang hingga berat. Pusing dirasakan oleh pasien

seperti mau jatuh, dengan intensitas sedang hingga berat. Keluhan ini membuat pasien

menjadi tidak dapat beraktivitas dan sulit untuk berdiri. Keluhan pusing dan lemas ini

dikatakan muncul ketika pasien merasa kelelahan dalam bekerja. Keluhan ini dikatakan

berlangsung sepanjang hari, dan tidak membaik walaupun dengan istirahat. Keluhan pusing

dan lemas ini sudah sering dirasakan pasien sejak satu tahun yang lalu, dengan frekuensi

hilang timbul. Sampai saat ini pasien mengaku masih sering mengalami keluhan tersebut.

Pasien juga mengeluh deman 3 hari SMRS namun demam tidak dirasakan terlalu tinggi.

Keluhan lain seperti mual, muntah, sesak napas, berdebar, nyeri dada, sakit kepala,

gangguan haid, dan penurunan berat badan disangkal oleh pasien. Pasien juga mengaku

akhir-akhir ini sering mengalami penurunan nafsu makan. Menstruasi normal, buang air

kecil ataupun buang air besar pasien dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu Dan Pengobatan

Pasien mengaku kurang lebih sudah sembilan kali dirawat di rumah sakit karena

keluhan yang sama, dan telah terdiagnosis dengan anemia aplastik sejak satu tahun yang

lalu. Riwayat perdarahan pada retina kurang lebih enam bulan yang lalu, dan sudah

mendapat terapi oleh dokter spesialis mata. Riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis,

penyakit jantung, penyakit ginjal, dan asma disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga

26

Page 27: Responsi Anemia aplastik

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti yang dialami oleh

pasien Riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan

asma pada keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Pribadi Dan Sosial

Pasien belum menikah. Pasien merupakan seorang pegawai swasta dan sehari-hari

bekerja di kantor. Kebiasaan merokok dan minum alkohol disangkal oleh pasien. Pola

makan pasien normal 3 kali sehari. Pasien mengaku jarang berolah raga.

III. PEMERIKSAAN FISIK (09/08/2015)

Tanda-Tanda Vital

Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4V5M6

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 kali / menit

Respirasi : 16 kali / menit

Suhu axila : 36.5 0 Celcius

VAS : 0 cm

BB : 60 kg

TB : 160 cm

BMI : 23,43 kg/m2

Pemeriksaan Umum

Mata : anemis +/+, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor, edema palpebra -/-

THT : Telinga : sekret -/-

Hidung : sekret (-), mukosa nasalis intak/intak

Bibir : Stomatitis angularis (-), ulkus (-)

27

Page 28: Responsi Anemia aplastik

Lidah : Atrofi papila lidah (-), buffy tongue (-)

Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)

Leher : JVP PR + 0 cmH2O, pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-)

Thorax : Simetris (+), retraksi (-)

Cor :

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di MCL (S)

Perkusi : Batas Atas : ICS II

Batas kanan: PSL (D)

Batas kiri : MCL (S)

Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo :

Inspeksi : Simetris statis dan dinamis

Palpasi : Vocal fremitus N/N

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-

+/+ -/- -/-

+/+ -/- -/-

Abdomen :

Inspeksi : Distensi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Hepar/lien tidak teraba, Ballotement (-/-)

Perkusi : Shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)

Ekstremitas :

Hangat +/+, edema - / - , Kuku sendok (-)

+/+ - / -

28

Page 29: Responsi Anemia aplastik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Darah Lengkap (30/7/2015)

Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan Keterangan

WBC 1,83 x103/µL 4,10 – 11,00 Rendah

%NE 42,2 % 47,00 – 80,00 Rendah

%LY 45,7 % 13,00 – 40,00 Tinggi

%MO 7,6 % 2,00 – 11,00 Normal

%EO 0,7 % 0,00 – 5,00 Normal

%BA 0,1 % 0,00 – 2,00 Normal

%LUC 3,7 % 0,00-4,00 Normal

#NE 0,77 x103/µL 2,50 – 7,50 Rendah

#LY 0,84 x103/µL 1,00 – 4,00 Rendah

#MO 0,14 x103/µL 0,10 – 1,20 Normal

#EO 0,01 x103/µL 0,00 – 0,50 Normal

#BA 0 x103/µL 0,00 – 0,10 Normal

#LUC 0,07 x103/µL 0,00-0,40 Normal

RBC 2,62 x106/µL 4,0-5,2 Rendah

HGB 7,4 g/dL 13,50– 17,50 Rendah

HCT 21,4 % 36,00 – 46,00 Rendah

MCV 81,8 fL 80,00 – 100,00 Normal

MCH 28,3 Pg 26,00 – 34,00 Normal

29

Page 30: Responsi Anemia aplastik

MCHC 34,6 g/dL 31,00 – 36,00 Normal

CHCM 36,7 g/dL 30,00-37,00 Normal

RDW 17,1 % 11,60 – 14,80 Tinggi

HDW 5,09 g/dL 2,20-6,80 Normal

PLT 12 x103/µL 140,00 – 440,00 Rendah

MPV 8,0 fL 6,80 – 10,00 Normal

Darah Lengkap (04/08/2015)

Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan Keterangan

WBC 2,04 x103/µL 4,10 – 11,00 Rendah

%NE 39.0 % 47,00 – 80,00 Rendah

%LY 49,4 % 13,00 – 40,00 Tinggi

%MO 7,3 % 2,00 – 11,00 Normal

%EO 1,2 % 0,00 – 5,00 Normal

%BA 0,1 % 0,00 – 2,00 Normal

%LUC 3,1 % 0,00-4,00 Normal

#NE 0,79 x103/µL 2,50 – 7,50 Rendah

#LY 1,01 x103/µL 1,00 – 4,00 Normal

#MO 0,15 x103/µL 0,10 – 1,20 Normal

#EO 0,02 x103/µL 0,00 – 0,50 Normal

#BA 0 x103/µL 0,00 – 0,10 Normal

#LUC 0,06 x103/µL 0,00-0,40 Normal

RBC 4,05 x106/µL 4,0-5,2 Normal

HGB 11,1 g/dL 13,50– 17,50 Rendah

HCT 32,1 % 36,00 – 46,00 Rendah

MCV 79,1 fL 80,00 – 100,00 Rendah

MCH 27,5 Pg 26,00 – 34,00 Normal

30

Page 31: Responsi Anemia aplastik

MCHC 34,8 g/dL 31,00 – 36,00 Normal

CHCM 36,3 g/dL 30,00-37,00 Normal

RDW 15,5 % 11,60 – 14,80 Tinggi

HDW 4,82 g/dL 2,20-6,80 Normal

PLT 10 x103/µL 140,00 – 440,00 Rendah

MPV 7,2 fL 6,80 – 10,00 Normal

Darah Lengkap (11/8/2015)

Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan Keterangan

WBC 2,01 x103/µL 4,10 – 11,00 Rendah

%NE 59,9 % 47,00 – 80,00 Normal

%LY 31,4 % 13,00 – 40,00 Normal

%MO 4,8 % 2,00 – 11,00 Normal

%EO 0,8 % 0,00 – 5,00 Normal

%BA 0,2 % 0,00 – 2,00 Normal

%LUC 2,8 % 0,00-4,00 Normal

#NE 1,2 x103/µL 2,50 – 7,50 Rendah

#LY 0,63 x103/µL 1,00 – 4,00 Rendah

#MO 0,10 x103/µL 0,10 – 1,20 Normal

#EO 0,02 x103/µL 0,00 – 0,50 Normal

#BA 0 x103/µL 0,00 – 0,10 Normal

#LUC 0,06 x103/µL 0,00-0,40 Normal

RBC 4,03 x106/µL 4,0-5,2 Normal

HGB 11,0 g/dL 13,50– 17,50 Rendah

HCT 33,7 % 36,00 – 46,00 Rendah

MCV 83,5 fL 80,00 – 100,00 Normal

31

Page 32: Responsi Anemia aplastik

MCH 27,5 Pg 26,00 – 34,00 Normal

MCHC 32,6 g/dL 31,00 – 36,00 Normal

CHCM 30,3 g/dL 30,00-37,00 Normal

RDW 14,6 % 11,60 – 14,80 Tinggi

HDW 3,85 g/dL 2,20-6,80 Normal

PLT 9 x103/µL 140,00 – 440,00 Rendah

MPV 7,9 fL 6,80 – 10,00 Normal

B. Kimia Klinik (01/08/2015)

Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan Keterangan

SGOT 74,6 U/L 11,00-33,00 Tinggi

SGPT 101,6 U/L 11,00-50,00 Tinggi

Bun 11 mg/dL 8,00-23,00 Normal

Kreatinin 0,6 mg/dL 0,50-0,90 Normal

Cholesterol

total

116 μg/dL 140-199 Rendah

HDL 41 mg/dL 40-65 Normal

LDL 60 mg/dL 0-100 Normal

Trigliserida 87 mg/dL 0-150 Normal

Glukosa Acak 105 mg/dL 70-140 Normal

C. Immunologi (01/08/2015)

Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan Keterangan

Ferritin >2000 ng/mL 13-150 Tinggi

32

Page 33: Responsi Anemia aplastik

D. Foto Rontgen

Toraks PA (29-07-2015)

Interpretasi:

Cor : besar dan bentuk normal

Pulmo : Tak tampak infiltrat atau nodul. Corakan bronkovaskular normal.

Sinus pleura kanan dan kiri tajam

33

Page 34: Responsi Anemia aplastik

Diaphragma kanan dan kiri normal

Tulang-tulang tak tampak kelainan

Kesan : Cor dan pulmo tak tampak kelainan

V. DIAGNOSIS KERJA

Anemia Aplastik

Gum Bleeding (membaik)

Pansitopenia

Iron overload disorder

VI. PLANNING

a) Perencanaan Terapi

- Diet bebas TKTP

- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

- Total bed rest

- Transfusi PRC stop kerana Hb > 10 mg/dl

- Transfusi TC sampai dengan PLT = 20.103

- Imuran 2x50mg PO

- Deferasirox 1x1500 mg PO

b) Perencanaan Diagnostik

- Pungsi bone marrow kalau perlu

c) Monitoring

- Keluhan dan vital sign

- Keseimbangan cairan

- Cek DL kembali

- Tanda-tanda pendarahan masif

VII. PROGNOSIS

Vitally : dubious ad bonam

Functionally : dubious ad bonam

Sanationum : dubious ad bonam

34

Page 35: Responsi Anemia aplastik

BAB V

PEMBAHASAN

Anemia aplastik merupakan anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi yang

disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa

adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang. Penyebab penyakit anemia aplastik

sebagian besar adalah idiopatik (50-70 %). Beberapa penyebab lain yang sering dikaitkan dengan

anemia aplastik adalah toksisitas langsung dan penyebab yang diperantarai oleh imunitas seluler.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien

perempuan, MM, 37 tahun, belum menikah, suku Bali, dapat ditegakkan diagnosis penyakit

anemia aplastik.

Anamnesis

Manifestasi klinis pada pasien dengan anemia aplastik dapat berupa:

Sindrom anemia :

- Sistem kardiovaskuler : rasa lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak napas intoleransi terhadap

aktivitas fisik, angina pectoris hingga gejala payah jantung.

- Susunan syaraf : sakit kepala, pusing, telingga mendenging, mata berkunang – kunang

terutama pada waktu perubahan posisi dari posisi jongkok ke posisi berdiri, iritabel,

lesu dan perasaan dingin pada ekstremitas.

35

Page 36: Responsi Anemia aplastik

- Sistem pencernaan : anoreksia, mual dan muntah, flaturensi, perut kembung, enek di

hulu hati, diare atau obstipasi.

- Sistem urogeniatal: gangguan haid dan libido menurun.

- Epitel dan kulit : kelihatan pucat, kulit tidak elastis atau kurang cerah, rambut tipis dan

kekuning kuningan.

Gejala perdarahan : ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan subkonjungtiva, perdarahan

gusi, hematemesis/melenaatau menorhagia pada wanita. Perdarahan organ dalam lebih

jarang dijumpai, namun jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.

Tanda-tanda infeksi : ulserasi mulut atau tenggorokan, selulitis leher, febris, sepsis atau

syok septik.

Melalui anamnesis terhadap pasien, ditemukan beberapa gejala-gejala klinis seperti berikut:

Sindrom Anemia, yaitu

o Keluhan lemas pada seluruh tubuh terus menerus sepanjang hari yang dirasakan

sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lemas ini sudah sering dirasakan

pasien dengan intensitas sedang hingga berat.

o Pasien juga mengeluh mengalami pusing sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit.

Pusing dirasakan terus menerus sepanjang hari dan timbul bersamaan dengan

keluhan lemas. Pusing juga dirasakan hilang timbul dan sampai saat ini pasien masih

mengaku mengalami keluhan tersebut.

Tanda-tanda infeksi :

o Pasien juga mengatakan mengalami demam sejak 3 hari yang lalu dan demam

dikatakan tidak terlalu tinggi.

Gejala perdarahan :

o Adanya keluhan gusi berdarah yang pernah dirasakan pasien sejak 2 hari SMRS

Keluhan yang sama sudah mulai dirasakan oleh pasien sejak 1 tahun yang lalu dan sudah

didiagnosis anemia aplastik. Pasien telah berobat ke RS Sanglah dan telah mendapatkan

pengobatan anemia aplastik sejak 1.

Riwayat pendarahn pada retina kurang lebih 6 bulan yang lalu dan sudah mendapat terapi

oleh dokter spesialis mata.

36

Page 37: Responsi Anemia aplastik

Pemeriksaan Fisik

Dari tampilan fisik secara umum, pasien terlihat lemas dan tidak bertenaga. Dari tanda

vital didapatkan semuanya dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya

konjunctiva mata yang pucat dan kulit tidak elastis atau kurang cerah. Dari gejala-gejala tersebut

di atas, dapat dicurigai adanya keadaan anemia.

Diagnostik

Kriteria diagnosis anemia aplastik berdasarkan International Agranulocytosisand Aplastic

Anemia Study Group (IAASG) adalah:

1. Satu dari tiga sebagai berikut :

Hb <10 g/dl atau Hct < 30%

Trombosit < 50x109/L

Leukosit < 3,5x109 /L

2. Retikulosit <30x109/L

3. Gambaran sumsum tulang :

Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel hematopoeitik

atau selularitas normal oleh hiperplasiaeritroid fokal dengan deplesi seri granulosit

dan megakariosit.

Tidak adanya fobrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik

4. Pansitopenia karena obat sitostakita atau radiasi terapeutik harus dieksklusi

Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik juga dapat diklasifikasikan menjadi

tidak berat, berat atau sangat berat. Resiko mortalitas dan morbiditas berkorelasi dengan derajat

keparahan sitopenia. Semakin berat derajat sitopenia tersebut, maka prognosis penyakit semakin

buruk. Sebagian besar kasus kematian pada anemia aplastik disebabkan oleh infeksi jamur,

sepsis bakterial atau pendarahan.

37

Page 38: Responsi Anemia aplastik

Tabel 2. Klasifikasi Anemia Aplastik

Anemia Aplastik Berat

Selularitas sumsum tulang

Sitopenia : sedikitnya 2 dari 3

seri sel darah

< 25 %, atau selularitas < 50% dengan

<30% sel – sel hematopoetik

Granulosit < 0,5x109/L

Trombosit < 20x109/L

Corrected reticulocite < 1%

Anemia Aplastik Sangat Berat Sama seperti di atas kecuali hitung

neutrofil < 200/µL

Anemia Aplastik Tidak Berat Sumsum tulang hiposeluler namun

sitopenia tidak memenuhi kriteria berat

Pada pasien didiagnosis dengan anemia aplastik, karena didapatkan beberapa kriteria yang sesuai

dengan IAASG (berdasarkan pemeriksaan darah lengkap tanggal 30 Juli 2015) :

Hb 7,40 g/dl atau Hct 21,4% (< 30%)

Trombosit 12,00 (< 50x109/L)

Leukosit 1,83 (< 3,5x109 /L)

Pasien telah didiagnosis anemia aplastik sejak 1 tahun yang lalu

Penatalaksanaan

38

Page 39: Responsi Anemia aplastik

Secara garis besar terapi untuk anemia aplastik terdiri atas :

1. Terapi kausal

Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Tetapi sering hal ini

sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya yang tidak dapat

dikoreksi.

2. Terapi suportif

Terapi ini adalah untuk mengatasi akibat pansitopenia.

a. Untuk mengatasi infeksi antara lain :

Higiene mulut

Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat.

Sebelum ada hasil tes sensitivitas, antibiotik yang biasa diberikan adalah

ampisilin, gentamisin, atau sefalosporin generasi ketiga.

Tranfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat kuman gram negatif,

dengan neutropenia berat yang tidak memberikan respon pada antibiotika

adekuat.

b. Untuk mengatasi anemia

Tranfusi PRC (packet red cell) jika Hb < 8 g/dl atau ada tanda payah jantung

atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9-10 g/dl, tidak perlu

sampai Hb normal, karena akan menekan eritropoiesis internal.

c. Untuk mengatasi perdarahan

Tranfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan mayor atau trombosit <

20.000/mm3. Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektivitas

trombosit karena timbulnya antibodi antitrombosit. Kortikosteroid dapat

mengurangi perdarahan kulit.

3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang

Beberapa tindakan di bawah ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan sumsum

tulang :

Anabolik steroid : oksimetolon atau atanozol. Efek terapi diharapkan muncul dalam

6-12 minggu.

39

Page 40: Responsi Anemia aplastik

Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah : prednison 40-100 mg/hr, jika dalam 4

minggu tidak ada perbaikan maka pemakaiannya harus dihentikan karena efek

sampingnya cukup serius.

GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah netrofil.

4. Terapi definitif

Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang.

Terapi tersebut terdiri atas dua macam pilihan :

a. Terapi imunosupresif

Pemberian anti lymphocyte globuline : anti lymphocyte globulin (ALG) atau

anti thymocyte globuline (ATG). Pemberian ALG merupakan pilihan utama

untuk pasien yang berusia di atas 40 tahun.

Pemberian methylprednisolon dosis tinggi

b. Transplantasi sumsum tulang.

Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan harapan

kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan yang canggih,

serta adanya kesulitan tersendiri dalam mencari donor yang kompatibel.

Transplantasi sumsum tulang yaitu :

Merupakan pilihan untuk pasien usia < 40 tahun

Diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvHD (graft versus host disease)

memberikan kesembuhan jangka panjang pada 60-70% kasus

Pada pasien ini, dilakukan penatalaksanaan, berupa :

Rawat inap (MRS) dan tirah baring total

Perawatan di RS pada pasien anemia aplastik dilakukan karena pasien dengan kondisi

sangat lemas dan mengalami pusing. Keadaan ini memberat ketika pasien melakukan

aktivitas. Oleh karena itu, pasien diharapkan untuk melakukan tirah baring total untuk

memperbaiki keadaan umum pasien dan mendapatkan perawatan yang lebih intensif di

RS. Selain itu, pasien mengalami pansitopenia, di mana kadar Hb 7,40 g/dl sehingga

40

Page 41: Responsi Anemia aplastik

memerlukan transfusi PRC, dan trombosit 12,00 x 109 g/dl sehingga perlu transfusi

trombosit pada pasien dengan target < 20,000 mm

NaCl 0,9% 20 tetes per menit

Pemilihan IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit untuk memenuhi kebutuhan cairan sehingga

dapat mempertahankan kebutuhan nutrisi. Di mana kebutuhan cairan pada pasien sebesar

2300 cc.

Diet TKTP

Pada pasien anemia aplastik ini memerlukan diet tinggi kalori tinggi protein karena

diperlukan untuk memperbaiki keadaan umum pasien karena pasien mengeluh sangat

lemas. Asupan energi disesuaikan antara kalori yang masuk dan kalori yang dibutuhkan.

Jumlah asupan kalori yang diharapkan sebanyak 35 kkal/kgBB/hari dan asupan protein

1,2 – 2 gram/ kgBB/ hari.

Transfusi Darah

Indikasi transfusi darah dan komponen-konponennya adalah :

1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan cairan.

2. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain.

3. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.

4. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma subtitute

atau larutan albumin.

Dalam pedoman WHO (Sibinga, 1995) disebutkan :

1. Transfusi tidak boleh diberikan tanpa indikasi kuat.

2. Transfusi hanya diberikan berupa komponen darah pengganti yang hilang/kurang.

Berdasarkan pada tujuan di atas, maka saat ini transfusi darah cenderung memakai

komponen darah disesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya kebutuhan akan sel darah

merah, granulosit, trombosit dan plasma darah yang mengandung protein dan faktor-

faktor pembekuan. Diperlukan pedoman dalam pemberian komponen-komponen darah

41

Page 42: Responsi Anemia aplastik

untuk pasien yang memerlukannya, sehingga efek samping transfusi dapat diturunkan

seminimal mungkin.

o Transfusi PRC 2 kolf perhari s/d Hb ≥ 10 g/dL

Pemberian satu unit PRC akan meningkatkan hematokrit 3-7%. Indikasi pemberian

PRC adalah

a. Penderita dengan kehilangan darah >20% dari volume darah dan volume darah

yang hilang lebih dari 1000 ml. Misalnya volume darah yang hilang selama

masa perioperatif baik pada operasi darurat maupun elektif, ataupun

disebabkan oleh trauma.

b. Hemoglobin <10 gr/dl dengan darah autolog.

c. Hemoglobin <12 gr/dl dan tergantung pada ventilator

d. Penderita yang tergantung transfusi PRC secara teratur seperti seperti pada

talasemia berat, anemia aplastik dan anemia sideroblastik, gagal sumsum

tulang karena leukemia, pengobatan sitotoksik, atau infiltrat keganasan

e. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin

(Hb) <8 g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien

asimptomatik dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas

kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima.

f. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila

ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan

laboratorium.

g. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada indikasi

tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen

lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung

iskemik berat).

h. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb ≤11

g/dL; bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7 g/dL (seperti

pada anemia bayi prematur). Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau yang

sedang membutuhkan suplementasi oksigen batas untuk memberi transfusi

adalah Hb ≤13 g/dL.

42

Page 43: Responsi Anemia aplastik

Tranfusi PRC (packet red cell) diberikan pada pasien ini karena Hb < 8 g/dl dengan

anemia yang sangat simtomatik. Pasien memiliki Hb awal 7,40 g/dl sehingga

diperlukan transfusi PRC untuk memperbaiki oksigenasi jaringan dan alat-alat tubuh.

Koreksi sampai Hb 10 g/dl, tidak perlu sampai Hb normal karena akan menekan

eritropoiesis internal.

o Transfusi trombosit s/d plt ≥20.000 dan perdarahan berhenti

Transfusi trombosit diperlukan dengan indikasi berupa :

a. Pada kasus perdarahan yang disebabkan oleh kekurangan trombosit

(trombositopenia).

b. Setiap perdarahan spontan atau suatu operasi besar dengan jumlah

trombositnya kurang dari 50.000/mm3 misalnya perdarahan pada

trombocytopenic purpura, leukemia, anemia aplastik, demam berdarah, DIC

dan aplasia sumsum tulang karena pemberian sitostatika terhadap tumor ganas.

c. Gagal sumsum tulang yang disebabkan oleh penyakit atau pengobatan

mielotoksik.

d. Kelainan fungsi trombosit, yaitu berupa kelainan fungsi trombosit yang

diturunkan seperti pada penyakit Glanzmann, sindrom Bernard-Soulier, dan

defisiensi tempat penyimpanan trombosit. Penderita defek fungsi trombosit

yang didapat, sekunder terhadap mieloma, paraproteinemia dan uremia.

e. Purpura trombositopenia autoimun, walaupun kemungkinan tidak efektif

karena trombosit yang ditransfusikan hancur oleh autoantibodi yang sirkulasi.

Transfusi konsentrat trombosit pada kasus ini karena terdapat jumlah trombosit <

50.000/mm3. Pada pasien ditemukan trombosit 12.000/mm3 dengan pendarahan

spontan pada gusi sehingga diperlukan transfusi trombosit pada pasien.

Immuran 2 x 50mg (po)

Obat ini digunakan untuk mengubati penyakit autoimmun. Bertindak sebagai obat

penekan autoimmun.

43

Page 44: Responsi Anemia aplastik

Diferasirox 1 x 1500mg (po)

Digunakan untuk menyingkirkan kelebihan besi di dalam tubuh pada pasien yang sering

menerima transfusi darah dalam kuantiti yang besar.

Penunjang Diagnosis :

- Pungsi bone marrow

Sebuah proses pemeriksaan sumsung tulang untuk periksa jika tedapat sel sel kanker.

Pemeriksaan ini juga dilakukan jika segala cara telah dilakukan seperti pemberian obat

dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan efek kebaikan pada pasien.

Monitoring :

Monitoring terhadap keluhan, vital sign dan pemeriksaan DL secara serial dilakukan untuk

memantau kondisi pasien dan melihat efektivitas dari pengobatan yang dilakukan.

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. William DM. Pancytopenia, aplastic anemia, and pure red cell aplasia. In: Lee GR, Foerster

J, et al (eds). Wintrobe’s Clinical Hematology 9 th ed. Philadelpia-London: Lee& Febiger,

1993;911-43.

2. Salonder H. Anemia aplastik. In: Suyono S, Waspadji S, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2001;501-8.

3. Bakshi S. Aplastic Anemia. Available in URL: HYPERLINK

http://www.emedicine.com/med/ topic162.htm

4. Young NS, Maciejewski J. Aplastic anemia. In: Hoffman. Hematology : Basic Principles and

Practice 3rd ed. Churcil Livingstone, 2000;153-68.

5. Niazzi M, Rafiq F. The Incidence of Underlying Pathology in Pancytopenia. Available in

URL: HYPERLINK http://www.jpmi.org/org_detail.asp

44

Page 45: Responsi Anemia aplastik

6. Supandiman I. Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi Medik 2003. Jakarta.

Q-communication, 1997;6.

7. Supandiman I. Hematologi Klinik Edisi kedua. Jakarta: PT Alumni, 1997;95-101

8. Young NS, Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia. Available in

URL: HYPERLINK http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/

9. Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds). William

Hematology 7th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007.

10. Smith EC, Marsh JC. Acquired aplastic anaemia, other acquired bone marrow failure

disorders and dyserythropoiesis. In: Hoffbrand AV, Catovsky D, et al (eds). Post Graduate

Haematology 5th edition. USA: Blackwell Publishing, 2005;190-206.

11. Paquette R, Munker R. Aplastic Anemias. In: Munker R, Hiller E, et al (eds). Modern

Hematology Biology and Clinical Management 2nd ed. New Jersey: Humana Press,

2007 ;207-16.

12. Young NS. Aplastic anemia, myelodysplasia, and related bone marrow failure syndromes. In:

Kasper DL, Fauci AS, et al (eds). Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New

York: McGraw Hill, 2007:617-25.

13. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in Clinical Practice 4 th ed. New York: Lange

McGraw Hill, 2005.

14. Linker CA. Aplastic anemia. In: McPhee SJ, Papadakis MA, et al (eds). Current Medical

Diagnosis and Treatment. New York: Lange McGraw Hill, 2007;510-11.

15. Solander H. Anemia aplastik In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al (eds). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid I Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FK UI, 2006;637-43.

45