bab ii tinjuan pustaka - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/tsa-2016-0067...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1. Online Learning
Perkembangan teknologi Internet dan komunikasi mengubah kehidupan
masyarakat dunia, termasuk dalam bidang pendidikan. Menurut Garison &
Kanuka (2004), “Perkembangan Internet Communication Technology (ICT)
memberikan fleksibilitas waktu dan tempat serta mengubah wacana pembelajaran
dilakukan secara bersama-sama, online dan terpisah”. Definisi lain tentang online
learning menurut Ally & Krauss (2005) adalah di mana pengguna Internet dapat
mengakses materi pembelajaran dengan berinteraksi dengan konten, pengajar,
peserta didik lainnya dan untuk mendapatkan dukungan, dan pengetahuan selama
proses pembelajaran. Dan menurut Tavukcua et al. (2011) Dengan pergeseran
teknologi maka banyak universitas diseluruh dunia mengubah penyampaian cara
pembelajarannya melalui media seperti Internet, di mana mahasiswa dapat
mendaftar dan belajar tanpa tatap muka langsung dengan dosen pengajarnya
Dari tiga pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa online learning
adalah pembelajaran dengan menggunakan teknologi dalam memfasilitasi proses
belajar seperti mengakses bahan belajar, berdiskusi dan lain-lain untuk mencapai
tujuannya yaitu memahami dan memperoleh pengetahuan dari pelajaran yang
dipelajari
Fergyanto Gunawan� 5/3/2016 17:57Comment [2]: MenurutGarison&Kanuka(2004)...
6
2.2. Framework pada Online Learning
Dengan perkembangan teknologi dan informasi dewasa ini, pembelajaran
dengan menerapkan online learning menjadi salah satu kebutuhan yang sangat
penting di mana mengubah paradigm pembelajaran mahasiswa, dosen dan
masyarakat Indonesia pada umumnya. Dalam membangun online learning yang
baik, Khan (2005) membuat sebuah framework untuk online learning untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1, di mana pada framework tersebut terdapat
delapan dimensi yang menjadi faktor penting antara lain:
Gambar 2. 1–Online Learning Framework
1. Institutional
Dimensi Institutional membahas tiga sub dimensi: urusan administrasi, urusan
akademik dan layanan siswa yang terkait dengan teknologi pendidikan. Urusan
administrasi berkaitan dengan pendaftaran, nilai dan layanan lainnya. Urusan
akademik berkaitan dengan masalah akreditasi, kebijakan, kualitas
pembelajaran, pengajar serta staf pendukung. Dan urusan layanan siswa yang
terkait dengan teknologi pendidikan mencakup masalah konseling, dukungan
Fergyanto Gunawan� 5/3/2016 17:58Comment [3]: Khan(2005)membuat...
7
perpustakaan dan urusan alumni. Sebelum program online learning di publish,
masing-masing isu harus segera diatasi untuk kelancaran pelaksanaan. Untuk
pembelajaran secara online siswa tidak harus hadir dalam kelas sehingga isu-
isu tersebut harus dapat disediakan dalam online platform.
2. Management
Dimensi management membahas kelanjutan, pembaharuan, dan pemeliharaan
lingkungan belajar. Dalam dimensi ini menentukan apakah teknologi
pendidikan memadai atau tidak. Dimensi ini juga membahas masalah kontrol
kualitas, anggaran, staf, dan penjadwalan.
3. Technological
Dimensi ini membahas tentang isu-isu yang berkaitan dengan infrastruktur
seperti server, hardware pendukung dan software. Dimensi ini membahas
masalah-masalah yang berkaitan dengan pemilihan sistem pembelajaran seperti
alat komunikasi yang meliputi video, audio, slide online dan persyaratan teknis
seperti kapasitas server, bandwidth, keamanan, backup dan masalah
infrastruktur lainnya.
4. Pedagogical
Dimensi ini mengacu pada pengajaran dan pembelajaran, pada dimensi ini
membahas mengenai analisis konten pembelajaran, peserta, tujuan, media,
pendekatan desain online learning, organisasi dan stategi pembelajaran.
Metode dan strategi pembelajaran yang diadopsi dimensi ini yaitu: presentasi,
demonstrasi, diskusi, kolaborasi, studi kasus dan motivasi.
8
5. Ethical
Komponen ini berkaitan dengan pengaruh sosial dan politik, keberagaman
budaya, keberagaman geografis, keberagaman peserta, kesenjangan digital,
etika, dan masalah hukum.
6. Interface Design
Komponen ini berkaitan dengan tampilan, desain antar muka dari website
online learning yang dibangun, desain konten, navigasi, aksesibilitas dan
pengujian penggunaan.
7. Resource Support
Dimensi ini berhubungan dengan hal secara teknis dan sumber daya manusia
yang mendukung suksesnya online learning. Contoh layanan yang berkaitan
dengan yang berhubungan dengan dimensi ini: layanan perpustakaan digital,
online forum, Frequently Asked Question (FAQ), konsultasi karir, layanan
jurnal dan lain-lain.
8. Evaluation
Evalusi dalam online learning mencakup penilaian terhadap peserta, dan
pengajar terhadap pengajaran dan lingkungan belajar.
Dari delapan framework tersebut dapat dijadikan panduan dalam proses
perencanan dan pengembangan dan evalusi terhadap pengembangan aplikasi
online learning.
2.3. Keterlibatan pengguna pada online learning
Keterlibatan mempunyai pengertian yang ambigu, sulit didefinisikan dan
sulit untuk diukur. Keterlibatan pengguna dalam online learning tidak hanya pada
9
bagaimana kehadiran atau perilaku di dalam kelas, tetapi bagaimana pengguna
online learning dapat secara aktif berinteraksi pada materi pembelajaran tersebut.
Fredericks et al. (2004) mengembangkan satu framework yang menentukan
keterlibatan pengguna yang terdapat elemen-elemen antara lain : cognitive,
behavioural dan emotional, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2
dibawah ini
Gambar 2. 2-Framework keterlibatan pengguna.
1. Cognitive
Pada elemen ini mencakup kegiatan yang berhubungan dengan potensi
intelektual dan psikologi peserta didik. Ketika kognatif terlibat, peserta
didik berkonsentrasi, fokus pada pencapaian tujuan pembelajaran
tersebut. Pengukuran elemen ini dilakukan dengan hasil pembelajaran
berupa tes akhir atau quiz.
2. Behavioural
Pada elemen ini merefrensikan partisipasi peserta didik dalam
pembelajaran dan aktivitas kelas. Dimana tingkat keterlibatan peserta
didik diukur dari kehadiran dan keaktifan peserta didik. Elemen ini
sangat membantu menentukan keterlibatan kognatif yang menyebabkan
secara psikologi peserta didik siap untuk belajar.
10
3. Emotional
Pada elemen ini merefensikan hubungan antara peserta didik, pengajar,
sesama peserta didik dan institusi pendidikan. Peserta didik yang secara
emosi terlibat aktif dalam elemen ini akan mempengaruhi elemen
behavioural, di mana peserta didik akan berpartisipasi secara aktif
dalam proses pembelajaran.
Dari ketiga elemen yang dibahas di atas untuk mengukur keterlibatan
pengguna dalam online learning adalah :
1. Tingkat kognatif peserta didik biasanya diukur dari hasil dari
pembelajaran berupa quiz atau tes
2. Tingkat keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran online
biasanya diukur dengan keaktifan peserta didik dalam forum.
3. Tingkat emosional peserta didik dalam proses pembelajaran online
dapat diukur dengan berapa waktu yang dibutuhkan peserta didik
untuk mengikuti materi yang diberikan oleh pengajar.
2.4. Evaluasi program pembelajaran
Untuk mengukur evaluasi pembelajaran secara online menurut Berk (2005)
ada 12 strategi yang disurvei untuk mengukur efektivitas pembelajaran yaitu:
1. Student ratings
2. Peer ratings
3. Self Evaluation
4. Videos
5. Student interviews
6. Alumni ratings
11
7. Employer ratings
8. Administrator ratings
9. Teaching scholarship
10. Teaching awards
11. Learning outcomes
12. Teaching portfolio
Untuk mengukur efektivitas pembelajaran dari sisi peserta yang mengikuti
pembelajaran adalah student ratings, learning outcomes dari kedua strategi
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Student rating: untuk pengukurannya dapat dilakukan berdasarkan pada
berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh peserta dalam mengikuti
pembelajaran, dalam hal ini dapat dihitung keterlibatan peserta, dalam hal
apakah peserta merasa nyaman dalam mengikuti materi yang disusun oleh
pengajar.
2. Learning outcomes: untuk pengukurannya dapat dilakukan berdasarkan hasil
dari peserta setelah mengikuti pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui
apakah peserta dapat memahami atau tidak materi yang disampaikan oleh
pengajar (Kuantitatif).
2.5. Gamification
Pada perkembangan teknologi informasi sekarang ini, teknologi game dan
gamification terdapat dalam kehidupan sehari-hari kita,Gamification adalah
mekanisme game yang diterapkan pada non contextual game atau bisnis seperti
pada bidang kesehatan, bisnis, pemeritahan, human resource, software
engineering, dan lain sebagainya (McCallum, 2012).. Tujuan dari penerapan
12
gamification adalah meningkatkan keterlibatan pengguna dan diharapkan
produktivitas dan motivasi dapat juga meningkat.
Istilah “Gamification” modern diciptakan pertama kali pada tahun 2002
oleh Nick Pelling, penemu dan programmer komputer berkebangsan Inggris.
Konsep ini awalnya tidak begitu populer, sampai diadakannya Gamification
Summit and Conference di San Francisco, pada bulan januari 2011 untuk pertama
kalinya Hamari et al. 2014).
Berdasarkan M2 Research, markets share gamification diprediksi akan
meningkat dari U$ 522 Juta (2013) menjadi U$ 2,83 milliar (2016). Sebagai
contoh keberhasilan penerapan gamification adalah pada agustus 2010 Devhub
mengumumkan bahwa ada peningkatan dari 20% menjadi 80% pengguna yang
telah menyelesaikan tugas-tugas secara online dengan adanya penerapan
gamification Jung & Hwan (2014).
Beberapa contooh konsep gamification yang pernah di implementasikan
pada bisnis,sebagai contoh :
1. Frequently Flayer Program (FFP) atau yang dikenal sebagai loyalty program
yang diadakan oleh perusahaan penerbangan, perusahaan tersebut menawarkan
program kepada customer mereka yang loyal menggunakan penerbangan
mereka dengan menukarkan point dengan penerbangan gratis atau akses ke
longue secara tak terbatas.
2. Adanya program beli 5 gratis 1 dengan menggunakan nota belanja atau
stempel.
3. Starbucks salah satu coffee shop yang terbesar didunia menerapkan
gamification dengan memberikan reward kepada pelanggan dengan
13
menggunakan virtual point dan virtual badges untuk setiap customer yang
mengunjungi toko mereka dengan menggunakan aplikasi mobile setiap
pelanggan yang “check-in” dan memberikan tantangan (quest), di mana bila
mereka berhasil chek-in dilima toko yang berbeda, mereka akan mendapatkan
point yang dapat ditukarkan dengan segelas kopi.
4. Perusahaan Nike dan Apple bekerjasama dengan menciptakan aplikasi mobile
yang dapat terkoneksi dengan sepatu dengan aplikasi yang dinamakan Nike+.
Di mana aplikasi tersebut merekam data berupa jarak, tempat, dan kalori yang
dibakar dengan menggunakan GPS sensor yang terkoneksi dengan ipod dan
selanjutnya pengguna dapat menguplod data tersebut ke Nike community atau
sosial media lainnya.
2.6. Motivasi Pemain
Pemain (players) menjadi salah satu elemen yang penting dalam
gamification, salah satu cara untuk membuat pemain mau terlibat dalam sistem
dengan memanipulasi emosi dari pemain itu sendiri. Menurut Lazzaro (2004) ada
empat buah faktor yang mempengaruhi emosi pemain antara lain :
1. Hard Fun : Ketika pemain berusaha memenangkan kompetisi.
2. Easy Fun : Ketika pemain bereksplorasi dalam sistem.
3. Altered States : Ketika game mengubah emosi dari pemainnya.
4. The People Factor : Ketika pemain berinteraksi dengan pemain lain.
Selain empat faktor tersebut, imbalan yang tepat juga meningkatkan
ketertarikan dari pemain. Ada dua jenis penguatan (reinforcement) yaitu fixed-
interval reinforcement dan variable-interval reinforcement. Kedua jenis
penguatan ini berhubungan dengan waktu imbalan tersebut didapat. Fixed-interval
14
reinforcement adalah ketika imbalan didapat pada interval tertentu saja (contoh:
gaji). Sedangkan variable-interval reinforcement adalah ketika imbalan yang
didapat pada interval yang acak (contoh: mesin lottre). Dari hasil studi didapat
bahwa variable-ratio reinforcement lebih disukai oleh manusia (Zichermann &
Cunningham, 2011)untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3
Gambar 2. 3-Grafik perbandingan variable dengan fixed interval.
Selain menganalis tingkat penguatan, kita perlu mengindetifikasi pemain
berdasarkan karakteristik sosialnya, menurut Richard Bartle tipe karakteristik
pemain dibagi menjadi 4 karakter antara lain (Zichermann & Cunningham, 2011):
1. Explorers: Seorang dengan karakteristik explorer suka dengan memamerkan
hasil penjelajahan. Seorang pemain ini harus bermain berpuluh-puluh kali
untuk menemukan berbagai macam rahasia yang ada dalam game tersebut.
Contoh fitur gamification dalam online learning yang sesuai dengan
karakteristik ini adalah : quest atau tantangan.
Fergyanto Gunawan� 5/3/2016 18:01Comment [4]: Captiongambardantabelperludibuatuntukmenjelaskanisigambarsecaramencukupi.
15
2. Achievers: Seorang dengan karakteristik achiever suka dengan kompetisi.
Sangat sulit untuk membuat game yang dapat mengakomodir seorang achiever,
karena selain seorang achiever suka dengan kemenangan, tetapi sangat tidak
menyukai kekalahan. Contoh fitur gamification dalam online learning yang
sesuai dengan karakteristik ini adalah : point reward, level.
3. Socializers: Seorang dengan karakteristik socializers suka bermain untuk
tujuan interaksi sosial. Pemain dalam kategori ini suka dengan kemenangan,
tetapi lebih mengutamakan interaksi sosial daripada kemenangan itu sendiri.
Contoh fitur gamification dalam online learning yang sesuai dengan
karakteristik ini adalah : sosial media.
4. Killers: Pemain jenis ini mirip dengan achievers, perbedaannya adalah pada
pemain jenis killers harus ada yang menang dan kalah. Selain itu pemain jenis
ini sangat suka jika reputasinya ini dilihat oleh banyak orang. Contoh fitur
gamification dalam online learning yang sesuai dengan karakteristik ini adalah:
badge, leaderboard.
16
Pemetaan karakteristik pemain dapat dilihat pada gambar 2.4
Gambar 2. 4-Tipe Pemain menurut Richard Bartle
Seorang pemain tidak harus ada di dalam satu jenis tipe pemain saja. Pada
kenyataannya satu pemain dapat memiliki nilai pada keempat jenis pemain yang
diajukan oleh Bartle (1996). Rata-rata akan memiliki nilai (socializer = 80%,
explorer = 50%, achiever = 40%, dan killer = 20%).
2.7. MDA Framework
Mechanics, Dynamics and Aesthetics (MDA) Framework adalah salah satu
jenis gamification framework yang digunakan untuk desain sebuah aplikasi.
1. Mechanics: Merupakan komponen yang mampu menggerakkan pemain untuk
melakukan suatu aksi. Pada level program mechanics dapat berupa struktur
data atau algoritma tertentu.
2. Dynamics: Merupakan interaksi pemain dengan mechanics itu sendiri.
Dynamics menentukan apa yang terjadi dengan pemain ketika mechanics
bekerja.
17
3. Aesthetics: Merupakan harapan respon emosi dari pemain ketika menggunakan
game tersebut.
2.8. Game Mechanics
Game mechanics apabila direncanakan dengan matang, maka akan
menghasilkan response yang positif dari pemain (aesthetics). Menurut
Zichermann & Cunningham (2011) ada tujuh elemen utama dalam merancang
gamification system yang baik.
1. Points: Merupakan hal paling penting dalam gamification system. Semua
gamified sistem pasti mengakomodir point’s baik dalam bentuk yang terlihat
maupun yang tidak terlihat (background). Gamified system yang baik akan
selalu mencatat perilaku dari pemain dalam bentuk point.
2. Levels: Merupakan sarana untuk menunjukan perkembangan dari seorang
pemain. Level dapat ditunjukkan dalam bentuk progress bar, icon, atau
metaphor (bronze, silver, gold, dan platinum).
3. Leaderboards: Digunakan sebagai fasilitas untuk membandingkan satu pemain
dengan pemain lainnya. Pada leaderboard modern pemain akan dibandingkan
dengan 2-5 pemain di atas/bawah, dengan demikian pemain akan selalu ada di
posisi tengah. Hanya ketika pemain masuk ke sepuluh besar maka akan
ditampilkan high-score. Berbeda dengan game classic yang akan menampilkan
high-score dari awal, sehingga akan mematahkan semangat pemain baru.
18
4. Badges: Dapat digunakan untuk berbagai hal, salah satunya digunakan untuk
menunjukan level pemain. Penggunaan badge yang tidak tepat dan berlebihan
dapat menyebabkan badge menjadi tidak bernilai.
5. Challenges/quests: Digunakan oleh sistem untuk memberikan tantangan dan
memberikan petunjuk pada pemain mengenai yang dapat dilakukan untuk
dapat melanjutkan ke level yang lebih tinggi.
6. Onboarding: Merupakan panduan untuk pemain pemula atau pemain yang baru
terlibat dalam permainan tersebut. Gamified system yang baik akan
memberikan sedikit opsi di awal kemudian berangsur opsi tersebut bertambah
berjalannya waktu (level pemain).
7. Engagement loops: sistem yang baik akan membuat pemain berada dalam
pengulangan keterlibatan sedemikian rupa, sehingga pemain akan selalu
kembali (addictive) untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.5 dan
penjelasannya. Engagement loop terdiri dari 4 langkah; motivating emotion,
social call to action, player re-engagement, dan visible progress reward.
a. Motivating emotion (memotivasi emosi): Mendorong (calon)
pengguna untuk mencoba/menggunakan aplikasi.
b. Social call to action (ajakan sosial untuk melakukan tindakan):
Memberikan reward berupa status pada pengguna lainnya dan
mengajak pengguna lain untuk melakukan tindakan yang serupa.
19
c. Player re-engagement (memperbaiki keterikatan pengguna):
Memberikan langkah lanjutan pada pengguna untuk maju ke
langkah selanjutnya.
d. Visible progress/reward (perkembangan/penghargaan yang dapat
dilihat secara visual): Memberikan status perkembangan atau
penghargaan yang dapat dilihat oleh pengguna lain baik berupa
status teks, berupa citra (ikon tertentu), maupun berupa progress
bar.
Gambar 2. 5- Perulangan keterlibatan pengguna
2.9. Studi Review
Terkait dengan penelitian ini ada beberapa penelitian yang telah dilakukan
antara lain, sebagai berikut:
Simoes et al. (2013) meneliti tentang social gamification framework for K-6
learning platform. Pada penelitian tersebut penulis menerapkan konsep Fergyanto Gunawan� 5/3/2016 18:02Comment [5]: Simoesetal(2013)...
20
gamfication untuk pembelajaran anak-anak usia 8-9 tahun atau setara dengan
pendidikan dasar. Penelitian yang dilakukan bersifat social gamification.
Faghihi et al. (2014) meneliti tentang konsep gamification diterapkan pada
pelajaran ajabar pada perguruan tinggi. Pada penelitian tersebut peneliti membuat
game simulasi dalam bentuk animasi, dengan mengaplikasikan pelajaran aljabar
dengan menerapkan konsep video game yaitu sistem Intelligent Tutoring Systems
(ITS).
Müller et al. (2015) meneliti tentang pembelajaran berbasis game dalam
pelajaran factory management dengan media Lego Mindstroms. Di mana peserta
diminta untuk menggunakan media Lego Mindstroms sebagai media
pembelajaran untuk management pabrik dengan membangun instrument-
instrument pengelolahan pabrik dengan media tersebut.
Perry (2015) meneliti tentang penerapan gamification dalam pembelajaran
bahasa Perancis dengan menerapkan konsep tantangan pada mobile apps, peserta
yang terlibat dalam penelitian diberi tantangan belajar bahasa asing dengan
menggunakan metode augmented reality pada aplikasi tersebut.
Djajalaksana (2005) meneliti tentang accelerated learning dalam proses
pembelajaran dan e-learning sebagai alat bantu pelajaran. Penulis meneliti tentang
metode pembelajaran yang dapat meningkatkan Akselerasi pembelajaran dan
memberikan contoh-contoh point apa saja yang dapat mempengaruhinya.
Hamari et al. (2016) meneliti tentang penerapan game based learning pada
subyek fisika mekanikal, di mana dari hasil penelitiannya menggunakan simulasi
game, hasil yang didapat dari penelitiannya berdampak positif dari tingkat
keterlibatan pengguna, tetapi tidak berdampak langsung terhadap kemampuan
21
pengguna. Secara singkat dapat dirangkum dan disimpulkan dengan Table 2.1
yang menggambarkan penelitian yang terkait.
Table 2.1- Studi perbandingan.
Nama
Peneliti dan
Tahun
subyek
Penelitian
Kekurangan dan Kelebihan
Penelitian
Simoes et al.
(2012)
Penulis membuat platform
pembelajaran online dengan
menerapkan konsep gamification
dan menerapkan konsepnya pada
anak-anak umur 8-9 tahun.
Hanya menerapkan konsep
gamification dari sisi social
gamification yaitu lebih
menekankan interaksi dengan
sesama.
Faghihi et al.
(2014)
Pada penelitiaannya penulis
menerapkan konsep gamification
pada pelajaran aljabar pada
perguruan tinggi.
Konsep pembelajarannya masih
menggunakan animasi, dan seperti
kita ketahui tidak semua subject
pelajaran dapat diimplementasikan
menggunakan animasi.
Müller et al.
(2015)
Pada penelitiannya penulis
menerapkan konsep pembelajaran
dengan menggunakan media Lego
Midstroms
Penerapan konsep pembelajaran
dengan menggunakan media Lego
Mindstroms memang efektif untuk
subyek pengajaran yang bersifat
mekanik, dan untuk penggunaan
media tersebut lebih cocok untuk
pembelajaran yang bersifat
kelompok atau project.
22
Perry (2015) Pada penelitiannya penulis
menerapkan konsep pembelajaran
bahasa asing dengan
menggunakan media mobile
dengan konsep augmented reality
Konsep yang diterapkan
mengandung unsur fun, di mana
setiap orang dapat belajar bahasa
asing melalui aplikasi mobile
dengan metode augmented reality,
akan tetapi konsep ini sulit
diterapkan terhadap subject yang
sifatnya lebih formal
Djajalaksana
(2005)
Pada penelitiannya penulis
meneliti konsep-konsep apa saja
yang dapat meningkatkan
akselerasi pada proses
pembelajaran.
Konsep tersebut tidak secara
langsung diterapkan ke dalam
sistem atau platform tetapi masih
dalam konsep saja.
Hamari et al.
(2015)
Pada penelitiannya penulis
menerapkan pembelajaran subject
fisika mekanikal penerapannya
pada game based learning.
Pada penelitiannya di dapat hasil
bahwa tingkat keterlibatan
pengguna menjadi tinggi akan
tetapi untuk peningkatan
kemampuan pengguna belum ada
kenaikan secara langsung.
Atas dasar dari penelitian yang telah dilakukan seperti yang telah dijabarkan
di atas,maka dalam penelitian ini akan dibangun sebuah platform pembelajaran
yang menerapkan konsep framework online learning, dengan menggabungkan
dengan framework gamification yaitu MDA framework. Untuk detail
penelitiannya akan dibahas pada bab selanjutnya.