bab ii tinjuan pustaka dan landasan teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/715/3/bab ii.pdf · 3 bab...

15
3 BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjuan Pustaka Hendrawati, Hamdani, dan Awang Harsa K (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Keamanan Data dengan menggunakan Algoritma Rivest Code 4 (RC4) dan Steganografi pada Citra Digital”, melakukan implementasi penyandian pesan dengan algoritma Riverst Code 4 dan menyisipkan ke dalam citra digital dengan metode Least Significant Bit mengunakan 4 bit dari 8 bit yang tersedia disisipkan di layar RGB. Agustinus Noertjahyana, Samuel Hartono, dan Kartika Gunadi (2012) dalam penelitian yang berjudul “Aplikasi metode Steganografi pada Citra Digital dengan menggunakan metode LSB (Least Significant Bit)”, melakukan implementasi menyembunyikan data ke dalam citra digital dengan metode Least Significant Bit citra grayscale yang digunakan memiliki 8 bit memiliki nilai warna 0 hingga 255. Tri Prasetyo Utomo (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Steganografi Gambar dengan metode Least Significant Bit untuk Proteksi Komunikasi pada Media Online”, melakukan implementasi penyembunyian pesan ke dalam media gambar dengan metode Least Significant Bit menggunakan file ekstensi BMP 24 bit. Muhamad Wildan Habiby (2017) dalam penelitiannya yang berjudul “Sistem Kriptografi untuk Keamanan Informasi menggunakan fungsi Chaos Arnold’s Cat Map, melakukan implementasi metode Chaos Arnold’s Cat Map untuk mengacak citra digital sehingga sulit untuk di kenali. Wiwit Widhianto, dan Suryadi, M.T (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Enkripsi Citra Digital dengan Skema Difusi-Transposisi Berbasis Chaos, melakukan implementasi enkripsi citra digital dengan kriptogradi berbasis Chaos dengan metode Arnold’s Cat Map dan Logistic Map.

Upload: others

Post on 23-Oct-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 3

    BAB II

    TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

    2.1. Tinjuan Pustaka

    Hendrawati, Hamdani, dan Awang Harsa K (2014) dalam penelitiannya

    yang berjudul “Keamanan Data dengan menggunakan Algoritma Rivest Code 4

    (RC4) dan Steganografi pada Citra Digital”, melakukan implementasi penyandian

    pesan dengan algoritma Riverst Code 4 dan menyisipkan ke dalam citra digital

    dengan metode Least Significant Bit mengunakan 4 bit dari 8 bit yang tersedia

    disisipkan di layar RGB.

    Agustinus Noertjahyana, Samuel Hartono, dan Kartika Gunadi (2012)

    dalam penelitian yang berjudul “Aplikasi metode Steganografi pada Citra Digital

    dengan menggunakan metode LSB (Least Significant Bit)”, melakukan

    implementasi menyembunyikan data ke dalam citra digital dengan metode Least

    Significant Bit citra grayscale yang digunakan memiliki 8 bit memiliki nilai warna

    0 hingga 255.

    Tri Prasetyo Utomo (2012) dalam penelitiannya yang berjudul

    “Steganografi Gambar dengan metode Least Significant Bit untuk Proteksi

    Komunikasi pada Media Online”, melakukan implementasi penyembunyian pesan

    ke dalam media gambar dengan metode Least Significant Bit menggunakan file

    ekstensi BMP 24 bit.

    Muhamad Wildan Habiby (2017) dalam penelitiannya yang berjudul

    “Sistem Kriptografi untuk Keamanan Informasi menggunakan fungsi Chaos

    Arnold’s Cat Map”, melakukan implementasi metode Chaos Arnold’s Cat Map

    untuk mengacak citra digital sehingga sulit untuk di kenali.

    Wiwit Widhianto, dan Suryadi, M.T (2014) dalam penelitiannya yang

    berjudul “Enkripsi Citra Digital dengan Skema Difusi-Transposisi Berbasis

    Chaos”, melakukan implementasi enkripsi citra digital dengan kriptogradi berbasis

    Chaos dengan metode Arnold’s Cat Map dan Logistic Map.

  • 4

    2.2 Landasan Teori

    2.2.1 Citra

    Citra adalah informasi yang tersimpan dalam bentuk pemetaan bit-bit, atau

    dikenal dengan bitmap. Setiap bit-bit membentuk satu titik informasi yang disebut

    sebagai piksel. Dengan kata lain, satu piksel merupakan satu titik citra, posisi piksel

    dinyatakan dalam koordinat x dan y dalam bidang dua dimensi dan tiap piksel

    memiliki nilai warna atau gray.

    Citra digital tersusun dari titik-titik yang berisi nilai yang disebut piksel

    pada posisi tertentu, banyaknya piksel akan menentukan resolusi dari citra tersebut,

    semakin banyak piksel yang dimiliki sebuah citra maka resolusi pada citra tersebut

    semakin tinggi dan ukuran berkasnya semakin besar (Sasmita, 2017).

    Citra digital berbentuk matriks dengan ukuran MxN yang tersusun seperti

    pada persamaan 2.1

    f(x,y) =

    (

    𝑓(0,0)

    𝑓(1,0)

    𝑓(2,0)⋮

    𝑓(𝑀−1,0)

    𝑓(0,1)

    𝑓(1,1)

    𝑓(2,1)⋮

    𝑓(𝑀−1,1)

    𝑓(0,2)

    𝑓(1,2)

    𝑓(2,2)⋮

    𝑓(𝑀−1,2)

    ⋯⋯⋯⋱⋯

    𝑓(0,𝑁−1)

    𝑓(1,𝑁−1)

    𝑓(2,𝑁−1)⋮

    𝑓(𝑀−1,𝑁−1))

    ………….(2.1)

    Suatu citra f(x,y) dalam fungsi matematis dapat dituliskan pada persamaan 2.4:

    0≤x≤M-1 ……………………………………………………………..(2.2)

    0≤y≤N-1 ……………………………………………………………...(2.3)

    0≤f(x,y)≤G-1 …………………………………………………………(2.4)

    Dimana:

    M = banyaknya baris pada array citra

    N = banyaknya kolom pada array citra

    G = banyaknya skala keabuan (grayscale)

    F = derajat intensitas piksel

    Macam-macam citra digital:

    1) Citra biner

  • 5

    Citra biner adalah citra yang hanya memiliki dua buah piksel yaitu

    hitam yang bernilai 0 dan putih yang bernilai 1. Oleh karena itu setiap

    piksel pada citra biner direpresentasikan dengan 1 bit.

    2) Citra grayscale

    Citra grayscale adalah citra yang piksel-pikselnya berada diantara 0

    (hitam) dan 255 (putih).

    3) Citra warna

    Citra warna merupakan citra yang setiap pikselnya mewakili warna

    yang merupakan kombinasi dari tiga warna dasar yaitu merah, hijau dan

    biru. Setiap warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit (1 byte).

    Dalam penelitian ini citra yang digunakan citra grayscale dan RGB, serta

    citra berukuran piksel N x N pada citra grayscale dan juga citra RGB tiap layer, 3

    layer pada citra RGB akan digunakan untuk media penyimpanan.

    2.2.1.1 Joint Photographic Experts Group (JPG/JPEG)

    Tipe berkas JPG paling digunakan di media daring, Standar kompresi

    gambar pada JPG menghasilkan kompresi yang sangat besar menyebabkan kualitas

    gambar turun (Lossy Compression), tetapi dengan akibat distoris pada gambar yang

    hampir selalu tidak terlihat. JPG adalah sebuah format gambar yang sangat berguna

    untuk jenis fotografi berkualitas tinggi.

    2.2.1.2 Portable Network Graphics (PNG)

    PNG adalah format penyimpanan citra yang menggantikan format GIF,

    berbeda dengan JPG format ini menggunakan metode pemadatan yang tidak

    menghilangkan bagian dari citra tersebut (Lossless Compression). Format ini

    menjadi solusi kompersi yang kuat dengan warna yang lebih banyak

  • 6

    2.2.2 Grayscale

    Grayscale adalah format citra atau gambar yang tiap piksel hanya terdiri

    dari 1 komposisi warna. Perbedaan dengan format RGB yaitu citra terdiri dari

    komposisi warna R (merah), G (hijau), B (biru). Untuk mendapatkan citra grayscale

    (aras keabuan) digunakan rumus persamaan 2.5:

    𝐼(𝑥, 𝑦) = 𝛼. 𝑅 + 𝛽. 𝐺 + 𝛾. 𝐵 ………………………………………(2.5)

    Dengan I(x,y) adalah level keabuan pada koordinat yang peroleh dengan

    komposisi warna R (merah), G (hijau, B (biru) yang ditunjukkan oleh nilai

    parameter α, β, dan γ adalah 0,333 (Sasmita, 2017).

    Pada penelitian ini penggunaan grayscale dilakukan pada kedua citra sisip

    dan citra wadah untuk menyamakan nilai warna yaitu 0 sampai 255.

    2.2.3 Warna

    Citra warna digital dalam model RGB dari 3 buah bidang citra, masing-

    masing terdiri dari warna utama : merah (Red), Hijau (Green), dan Biru (Blue).

    Lihat Gambar 2.1 suatu warna dispesifikasikan sebagai campuran sejumlah

    komponen warna utama.

    Gambar 2.1. Koordinat warna RGB

    Percampuran warna utama membentuk warna baru, lihat Gambar 2.2

    campuran dengan menambahkan warna utama merah, hijau, dan biru membentuk

    warna sekunder kuning (merah hijau), cyan (biru hijau), magenta (merah biru) dan

    putih (merah hijau biru).

  • 7

    Gambar 2.2. Campuran warna RGB

    2.2.4 Kriptografi

    Kriptografi merupakan keahlian atau ilmu untuk mengamankan informasi

    seperti data rahasia, integritas data, autentikasi, dan non-repudansi. Kriptografi

    modern saat ini terdapat titik temu antara disiplin ilmu matematika, ilmu komputer,

    dan teknik elektro, penggunaannya pada era komputer sudah banyak diterapkan

    seperti password ATM, password komputer, dan lain-lain.

    Kriptografi modern sangat didasari pada teori matematis dan aplikasi

    komputer, algoritma kriptografi didesain pada asumsi ketahanan komputasional,

    membuat algoritma ini sangat sulit dipecahkan oleh musuh. Secara teoretis, sangat

    sulit memecahkan sistem kriptografi, namun tidak layar melakukannya dengan

    cara-cara praktis. Kemajuan teoritis dapat meningkatkan algoritma faktorisasi

    integer, dan meningkatkan teknologi komputasi yang membutuhkan solusi ini

    untuk diadaptasi terus-menerus.

    Dalam kriptografi terdapat proses enkripsi, yaitu proses mengamankan

    suatu informasi sehingga sulit untuk dibaca tanpa bantuan pengetahuan khusus atau

    metode untuk mengetahui informasi yang tersembunyi, proses untuk membaca

    informasi yang terenkripsi disebut dekripsi dengan metode yang sama dengan

    enkripsi informasi rahasia dimungkinkan untuk dibuka.

  • 8

    2.2.4.1 Teori Chaos

    Teori chaos pertama kali dicetuskan oleh seorang meteorologis bernama

    Edward Lorenz pade tahun 1961. Teori chaos berusaha mencari bentuk

    keseragaman dari data yang kelihatan acak. Teori ini ditemukan secara tidak

    sengaja, Lorenz pada saat itu sedang mencari penyebab mengapa cuaca tidak bisa

    diramalkan, dengan bantuan komputer dan 12 model rumusan. Program yang

    tercipta tidak bisa memprediksi cuaca, tetapi dapat menggambarkan seperti apa

    cuaca tersebut jika diketahui titik awalnya.

    Chaos adalah sistem yang memiliki ketergantungan yang sangat peka pada

    kondisi awal, sedikit perubahan pada kondisi awal, secara drastis mengubah

    kelakukan sistem pada jangka panjang. Sistem chaos ini dapat ditentukan dengan

    matematis, dengan aturan-aturan yang ditentukan dalam prosesnya (Habiby, 2017).

    Dalam kriptografi modern saat ini teori chaos berkembang secara matematis

    untuk mendapatkan nilai acak dengan kunci rahasia sebagai parameter kendali akan

    membentuk pola, perulangan dapat juga diterapkan untuk mendapatkan hasil acak

    yang beragam.

    2.2.4.2 Arnold’s Cat Map

    Metode Arnold’s cat map pertama kali ditunjukan oleh matematikawan

    Rusia, Vladimir I. Arnold pada tahun 1960 dengan citra kucing. Arnold’s cat map

    (ACM) awalnya di definisikan sebagai berikut untuk citra berukuran N x N

    (Widhianto, 2014):

    [𝑥𝑛+1𝑦𝑛+1

    ] = ([2 11 1

    ] [𝑥𝑛𝑦𝑛])𝑚𝑜𝑑 𝑁 ..................................(2.7)

    dengan [𝑥𝑛𝑦𝑛]menunjukan lokasi piksel dari citra yang masing-masing bernilai

    bilangan bulat antara [0,N-1] dengan N x N adalah ukuran citra.

    Perkembangan, ACM telah digeneralisasi dengan dua parameter p dan q

    sebagai berikut (Widhianto,2014):

  • 9

    [𝑥𝑛+1𝑦𝑛+1

    ] = ([2 𝑝𝑞 𝑝𝑞 + 1

    ] [𝑥𝑛𝑦𝑛])𝑚𝑜𝑑 𝑁..........................(2.8)

    dengan nilai p dan q yang digunakan adalah bilangan bulat positif.

    Pada penelitian ini rumus Arnold’s Cat Map yang digunakan adalah sebagai

    berikut:

    [𝑥𝑛+1𝑦𝑛+1

    ] = ([1 𝑝𝑞 𝑝𝑞 + 1

    ] [𝑥𝑛𝑦𝑛])𝑚𝑜𝑑 𝑁..........................(2.9)

    Berikut ini adalah contoh dari perhitungan rumus Arnold’s Cat Map lihat

    Table 2.1 contoh dari piksel 3x3

    Tabel 2.1 Piksel 3x3

    No piksel 1 2 3

    1 77 32 164

    2 128 253 112

    3 118 154 244

    Dimana:

    p = 5

    q = 5

    1) [1 55 5𝑥5 + 1

    ] 𝑥 [11] = [

    1𝑥1 + 5𝑥15𝑥1 + 26𝑥1

    ] = [631]𝑚𝑜𝑑 3 = [

    0 + 11 + 1

    ] = [12]

    2) [1 55 5𝑥5 + 1

    ] 𝑥 [12] = [

    1𝑥1 + 5𝑥25𝑥1 + 26𝑥2

    ] = [1157]𝑚𝑜𝑑 3 = [

    2 + 10 + 1

    ] = [31]

    3) [1 55 5𝑥5 + 1

    ] 𝑥 [13] = [

    1𝑥1 + 5𝑥35𝑥1 + 26𝑥3

    ] = [1683]𝑚𝑜𝑑 3 = [

    1 + 12 + 1

    ] = [23]

    4) [1 55 5𝑥5 + 1

    ] 𝑥 [21] = [

    1𝑥2 + 5𝑥15𝑥2 + 26𝑥1

    ] = [736]𝑚𝑜𝑑 3 = [

    1 + 10 + 1

    ] = [21]

    5) [1 55 5𝑥5 + 1

    ] 𝑥 [22] = [

    1𝑥2 + 5𝑥25𝑥2 + 26𝑥2

    ] = [1262]𝑚𝑜𝑑 3 = [

    0 + 12 + 1

    ] = [13]

    6) [1 55 5𝑥5 + 1

    ] 𝑥 [23] = [

    1𝑥2 + 5𝑥35𝑥2 + 26𝑥3

    ] = [1788]𝑚𝑜𝑑 3 = [

    2 + 11 + 1

    ] = [32]

    7) [1 55 5𝑥5 + 1

    ] 𝑥 [31] = [

    1𝑥3 + 5𝑥15𝑥3 + 26𝑥1

    ] = [841]𝑚𝑜𝑑 3 = [

    2 + 12 + 1

    ] = [33]

  • 10

    8) [1 55 5𝑥5 + 1

    ] 𝑥 [32] = [

    1𝑥3 + 5𝑥25𝑥3 + 26𝑥2

    ] = [1367]𝑚𝑜𝑑 3 = [

    1 + 11 + 1

    ] = [22]

    9) [1 55 5𝑥5 + 1

    ] 𝑥 [33] = [

    1𝑥3 + 5𝑥35𝑥3 + 26𝑥3

    ] = [1863]𝑚𝑜𝑑 3 = [

    0 + 10 + 1

    ] = [11]

    Berikut adalah hasil perubahan posisi nilai piksel dengan ACM.

    Tabel 2.2 Hasil ACM piksel 3x3

    No piksel 1 2 3

    1 32 118 112

    2 128 164 154

    3 244 253 77

    Proses untuk dekripsi dapat dilakukan dengan hasil perhitungan yang sama

    hanya tinggal dibalik posisi dari [𝑥𝑛𝑦𝑛] menjadi posisi [

    𝑥𝑛+1𝑦𝑛+1

    ].

    Hasil pengamanan citra dengan metode Arnold’s Cat Map dapat lebih

    dimaksimalkan dengan perulangan, dengan parameter q dan p setra jumlah

    perulangan yang tepat dapat menjadi kunci untuk citra enkripsi Arnold’s Cat Map

    dapat didekripsi.

    2.2.5 Steganografi

    Steganografi adalah seni dan ilmu menulis pesan tersembunyi atau

    menyembunyikan pesan dengan suatu cara sehingga selain si pengirim dan si

    penerima, tidak ada seorangpun yang mengetahui atau menyadari bahwa ada suatu

    pesan rahasia. Sebaliknya, kriptografi menyamarkan arti dari suatu pesan, tapi tidak

    menyembunyikan bahwa ada suatu pesan. Kata “steganografi” berasal dari bahasa

    Yunani steganos, yang artinya “tersembunyi atau terselubung”, dan graphein,

    “menulis” (Noertjahyana, et el,2012).

    Kini, istilah steganografi termasuk penyembunyian data digital dalam

    berkas-berkas (file) komputer. Contohnya, si pengirim mulai dengan berkas gambar

  • 11

    biasa, lalu mengatur warna setiap piksel ke-100 untuk menyesuaikan suatu huruf

    dalam aplhabet (perubahannya begitu halus sehingga tidak ada seorangpun yang

    menyadari jika ia tidak benar-benar memperhatikannya).

    Pada umumnya, pesan steganografi dengan ruma lain seperi gambar, artikel,

    daftar belanjaan, atau pesan-pesan lainnya. Pesan yang tertulis ini merupakan

    tulisan yang menyelubungi atau menutupi. Contohnya, suatu pesan bisa

    disembunyikan dengan menggunakan tinta yang tidak terlihat di antara garis-garis

    yang kelihatan. Teknik steganografi meliputi banyak sekali metode komunikasi

    untuk menyembunyikan pesan rahasia (teks atau gambar) di dalam berkas-berkas

    lain yang mengandung teks, gambar, bahkan suara tanpa menunjutkan perubahan

    berarti pada medianya.

    Tujuan dari steganografi adalah merahasiakan atau menyembunyikan

    keberadaan dari sebuah pesan atau informasi. Dalam praktiknya, kebanyakan pesan

    disembunyikan dengan membuat perubahan tipis terhadap data digital lain yang

    isinya tidak akan menarik perhatian dari penyerang potensial, sebagai contoh

    gambar yang tidak terlihat berarti atau berbahaya.

    Pada metode steganografi cara ini sangat berguna jika digunakan pada cara

    steganografi komputer karena banyak format berkas digital yang dapat dijadikan

    media untuk menyembunyikan pesan. Format yang biasa digunakan diantaranya:

    Format image : bitmap (bmp), gif, pcx, jpeg, png, dll.

    Format audio : wav, voc, mp3, dll.

    Format lain : berkas teks, html, pdf, dll.

    Kelebihan steganografi jika dibandingkan dengan kriptografi adalah pesan-

    pesannya tidak menarik perhatian orang lain. Seringkali, steganografi dan

    kriptografi digunakan secara bersamaan untuk menjamin keamanan pesan

    rahasianya.

    Algoritma steganografi menggunakan sebuah kombinasi dari bidang jenis

    teknik untuk melakukan sebuah tugas dalam penyelumbungan pesan rahasia dalam

  • 12

    sebuah selubung berkas. Sebuah program steganografi dibutuhkan untuk

    melakukan hal-hal berikut (baik implisit melalui suatu perkiraan maupun eksplisit

    melalui sebuah perhitungan), menemukan kelebihan bits dalam selubung berkas

    yang dapat digunakan untuk menyelubungi pesan rahasia didalamnya, memilih

    beberapa diantaranya untuk digunakan dalam pesan rahasia, memilih beberapa

    diantaranya digunakan dalam menyelubungi data dan penyelubungan data dalam

    bits dipilih sebelumnya

    2.2.5.1 Least Significant Bit

    Least significant bit (LSB) adalah bagian dari barisan data biner paling kecil

    atau tidak berarti, letaknya paling kanan dari baris bit. Sebaliknya, most significant

    bit barisan biner paling besar yang letaknya disebelah kiri. Pada berkas bitmap 24

    bit, setiap piksel (titik) pada gambar tersebut terdiri dari susunan tiga warna merah,

    hijau dan biru (RGB) yang masing-masing disusun oleh bilangan 8 bit (byte) dari 0

    sampai 255 atau format biner 00000000 sampai 11111111 (Utomo, 2012).

    Contohnya adalah bilangan biner dari 255 adalah 1111111 dan bilangan

    tersebut berarti :

    1 ∗ 27 + 1 ∗ 26 + 1 ∗ 25 + 1 ∗ 24 + 1 ∗ 23 + 1 ∗ 22 + 1 ∗ 21 + 1 ∗ 20 =

    128 + 64 + 32 + 16 + 8 + 4 + 2 + 1 = 255 ................................(2.6)

    Dari barisan angka 1 paling kanan bernilai 1 adalah nilai paling kecil.

    Bagian tersebut disebut least significant bit (bit yang tidak berarti), sedangkan

    paling kiri yang bernilai 128 disebut most significant bit (bit yang paling berarti).

    Kekurangan dari LSB dapat diambil kesimpulan dari contoh 8 bit piksel,

    menggunakan LSB dapat secara drastis mengubah unsur pokok warna dari piksel.

    Ini dapat menunjukan perbedaan nyata dari cover image menjadi stego image,

    sehingga tanda tersebut menunjukan keadaan dari steganografi. Keuntungan dari

    LSB yang paling besar dari algoritma ini adalah proses cepat dan mudah.

  • 13

    Least Significant Bit sering kali digunakan untuk pentingan penyisipkan

    data ke dalam suatu media digital lain, salah satu yang memanfaatkan Least

    Signification Bit sebagai metode penyembunyian adalah steganografi audio.

    Metode yang digunakan untuk menyisipkan citra digital pada penelitian

    adalah dengan cara mengambil 4 bit dari 8 bit pada citra sisip lalu pada citra wadah

    tiap pikselnya dengan masukan logika AND pada citra wadah dengan bit pemisah

    11110000, lalu melakukan masukan logika OR untuk menggabungkan bit-bit citra

    wadah dan citra sisip. Sebagai contoh lihat Gambar 2.3 pada piksel wadah bernilai

    137 diubah menjadi bilangan biner 8 bit, bilangan tersebut dilakukan masukan

    logika AND dengan nilai biner 11110000 untuk menghasilkan 8 bit biner dimana 4

    bit belakangnya bernilai 0000, dan pada piksel sisip bernilai 49 diubah menjadi

    bilangan biner 8 bit lalu diambil 4 bit terdepan, lalu kedua bilangan biner piksel

    wadah dan piksel sisip hasil proses sebelumnya dilakukan masukan logika OR

    hasilnya dikembalikan menjadi bilangan desimal.

    Gambar 2.3. Skema penyisipan bit

    Untuk melakukan dekripsi Least Significant Bit pada piksel, dapat dilakukan

    dengan memisahkan bit dengan melakukan masukan logika AND antar piksel

    dengan nilai 11111111. Sebagai contoh lihat Gambar 2.4 piksel LSB diubah

    menjadi bilangan biner dan ambil 4 bit belakang dari 8 bit, lalu dilakukan masukan

  • 14

    logika AND dengan biner 1111111, untuk hasilnya diubah menjadi bilangan

    desimal kembali.

    Gambar 2.4. Skema memisahkan bit

    Berikut ini adalah contoh dari proses penyisipan Least Significant Bit, lihat

    Tabel 2.3 piksel 3x3 yang menjadi wadah pada Tabel 2.4 adalah piksel 3x3 yang

    dikonversi menjadi biner.

    Tabel 2.3 Piksel wadah 3x3

    No Piksel 1 2 3

    1 153 200 194

    2 230 123 231

    3 95 76 92

    Tabel 2.4 Konversi biner piksel wadah 3x3

    No Piksel 1 2 3

    1 1001 1001 1100 1000 1100 0010

    2 1101 1100 0111 1011 1110 0111

    3 0101 1111 0100 1100 0101 1100

    Proses selanjutnya adalah membuat nilai 0 pada 4 bit terakhir, dengan

    masukan logika AND dengan bit pemisah 11110000, hasilnya dapat dilihat pada

    Tabel 2.5.

  • 15

    Tabel 2.5 Hasil masukan logika AND

    No Piksel 1 2 3

    1 1001 0000 1100 0000 1100 0000

    2 1101 0000 0111 0000 1110 0000

    3 0101 0000 0100 0000 0101 0000

    Pada Tabel 2.6 adalah piksel sisip 3x3 yang akan disembunyikan, pada

    Tabel 2.7 adalah konversi biner untuk proses selanjutnya.

    Tabel 2.6 Piksel sisip 3x3

    No Piksel 1 2 3

    1 208 175 169

    2 90 173 183

    3 232 124 165

    Tabel 2.7 Konversi biner piksel sisip 3x3

    No Piksel 1 2 3

    1 11011 0000 1010 1111 1010 1001

    2 0101 1010 1010 1101 1011 0111

    3 1110 1000 0111 1100 10101 0101

    Selanjutnya mengambil 4 bit terdepan sebagai bit yang penting dan akan

    disisipkan pada biner piksel wadah, lihat Tabel 2.8 adalah hasil dari pengambilan

    biner yang akan digunakan.

    Tabel 2.8 Hasil pengambilan bit terdepan

    No Piksel 1 2 3

    1 0000 1101 0000 1010 0000 1010

    2 0000 0101 0000 1010 0000 1011

    3 0000 1110 0000 0111 0000 1010

  • 16

    Proses selanjutnya adalah melakukan masukan logika OR pada tiap piksel

    pada Tabel 2.5 hasil masukan logika AND dan Tabel 2.8 Hasil pengambilan bit

    terdepan, menghasilkan biner gabungan yang dapat dilihat pada Tabel 2.9.

    Tabel 2.9 Hasil masukan logika OR

    No Piksel 1 2 3

    1 1001 1101 1100 1010 1100 1010

    2 1101 0101 0111 1010 1110 1011

    3 0101 1110 0100 0111 0101 1010

    Proses akhir dari enkripsinya adalah mengkonversikan biner menjadi

    desimal dapat dilihat pada Tabel 2.10.

    Tabel 2.10 Konversi desimal hasil enkripsi

    No Piksel 1 2 3

    1 157 202 202

    2 213 122 235

    3 94 71 90

    Terjadi perubahan nilai dari Tabel 3.3 Piksel wadah 3x3 karena nilai 4 bit

    terakhir berbeda, proses dekripsi dengan mengkonversikan desimal ke biner dan

    mengambil 4 bit terakhir dan diproses masukan logika OR dengan 1111111 maka

    akan menghasilkan pada Tabel 2.11.

    Tabel 2.11 Hasil pengambilan 4 bit belakang

    No Piksel 1 2 3

    1 1101 0000 1010 0000 1010 0000

    2 0101 0000 1010 0000 1011 0000

    3 1110 0000 0111 0000 1010 0000

    Hasil tersebut dikonversikan ke bilangan desimal sebagai tahap akhir dari

    dekripsi Least Significant Bit dapat dilihat pada Tabel 2.12 adanya perbedaan nilai

    dengan aslinya yaitu Tabel 2.6 piksel sisip 3x3.

  • 17

    Tabel 2.12 Konversi desimal hasil dekripsi

    No Piksel 1 2 3

    1 208 160 160

    2 80 160 176

    3 224 112 160

    2.2.6 Peak Signal to Noise Ratio

    Peak Signial to Noise Ratio atau PSNR adalah teknik untuk membandingkan citra

    asli dan citra yang telah dimanupulasi. Untuk mendapat nilai PSNR terlebih dahulu mencari

    nilai Mean Square Error adalah nilai kuadrat rata-rata antara citra asli dan citra yang telah

    manipulasi. Nilai PSNR dinyatakan dalam desibel (dB), kualitas citra berdasarkan PSNR

    dapat dilihat di Tabel 2.13 (Tyas, 2011), PSNR didefinisikan sebagai :

    𝑃𝑆𝑁𝑅 = 10 log 10 (𝑀𝐴𝑋𝑖

    2

    𝑀𝑆𝐸)................................................................................(2.6)

    Dimana MAXi adalah maksimum jumlah piksel pada citra dan MSE dinyatakan

    Mean Square Error didefinisikan sebagai :

    𝑀𝑆𝐸 =1

    𝑚 𝑛∑ ∑ [𝐼(𝑖, 𝑗) − 𝐾(𝑖, 𝑗)]2𝑛−1𝑗−0𝑚−1𝑖=0 ........................................................(2.7)

    Dimana m dan n adalah ukuran citra, I adalah citra asli dan k adalah citra yang telah

    dimanipulasi.

    Tabel 2.13 Nilai PSNR

    PSNR (dB) Kualitas Citra

    60 Istimewa

    50 Bagus

    40 Layak

    30 Cukup

    20 Tidak dapat dipakai

    BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI2.1. Tinjuan Pustaka2.2 Landasan Teori2.2.1 Citra2.2.1.1 Joint Photographic Experts Group (JPG/JPEG)2.2.1.2 Portable Network Graphics (PNG)

    2.2.2 Grayscale2.2.3 Warna2.2.4 Kriptografi2.2.4.1 Teori Chaos2.2.4.2 Arnold’s Cat Map

    2.2.5 Steganografi2.2.5.1 Least Significant Bit

    2.2.6 Peak Signal to Noise Ratio