bab ii tinjuan pustaka a. landasan teori
TRANSCRIPT
16
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Teori Agensi mengutamakan pentingnya pemilik perusahaan
(pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-
tenaga profesional yang disebut agen yang lebih mengerti dalam
menjalankan bisnis sehari-hari, sehingga pemilik perusahaan (pemegang
saham) hanya bertugas mengawasi dan meninjau jalannya perusahaan
yang dikelola oleh manajemen untuk memastikan bahwa mereka bekerja
demi kepentingan perusahaan.15
Teori Agensi (Agency Theory) Berdasarkan dari Jensen dan
Meckling (1976); Scott (2002); menyatakan hubungan antara dua orang
atau lebih dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak lain disebut
principal.Principal melimpahkan wewenang pertanggung jawaban atas
pengambilan keputusan kepada agen. Namun pemisahan seperti ini
mempunyai sisi negatif yaitu masalah keagenan akibat informasi yang
tidak selaras. Oleh sebab itu diperlukannya pihak penengah dalam
menangani konflik tersebut yaitu independen auditor (Auditor’s
Independent).
15Mathius Tandiontong, “Kualitas Audit Dan Pengukurannya”, (Bandung, Alfabeta 2015) hlm. 3-4.
17
Hal ini dijelaskan bahwa auditor merupakan pihak yang
dibutuhkan dalam penyedia informasi (laporan keuangan) kepada para
stakeholders sebagai pengguna informasi, sehingga mengurangi asymetry
information.16
2. Opini Audit
a. Pengertian Audit
Audit merupakan bagian contoh penugasan asurans. Jasa asurans
yaitu jasa yang diberikan kepada akuntan publik yang mempunyai tujuan
untuk memberikan keyakinan kepada pemangku kepentingan, atas hasil
pengukuran informasi keuangan dan informasi keuangan berdasarkan
kriteria tertentu.17 Menurut Boynton, Johnson, dan Kell Auditing adalah
suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara
objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan
tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, serta penyampaian hasil-
hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.18
Opini Audit sangat tergantung pada temuan auditnya. Ketika
merumuskan opini maka a uditor perlu memastikan apakah laporan
keuangan dibuat sesuai dengan kerangka pelaporan yang berlaku. Opini
Audit adalah keniscayaan yang harus diberikan oleh auditor setelah masa
penugasan audit berakhir. Opini audit memberikan keyakinan yang
16Ibid, hlm 5. 17Arum Ardianingsih, “Audit Laporan Keuangan”, (Jakarta, Bumi Aksara, 2018) hlm.3. 18Ibid, hlm 2
18
memadai bagi pemangku kepentingan mengenai laporan keuangan
perusahaan klien tentang keandalan laporan keuangan. Ada beberapa jenis
pendapat / opini audit yaitu19 :
1) Opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Opini ini diberikan auditor apabila kebijakan akuntansi yang dipilih dan
diterapkan konsisten dengan kerangka pelaporan keuangan yang
berlaku dan sudah tepat, Estimasi akuntansi yang dibuat oleh
manajemen adalah wajar, Informasi yang disajikan dalam pelaporan
keuangan relevan, dapat diandalkan, dapat diperbandingkan, dan dapat
dipahami, laporan keuangan menyediakan pengungkapan memadai
untuk memungkinkan pengguna laporan keuangan yang dituju,
memahami pengaruh transaksi dan peristiwa material terhadap
informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan, serta terminologi
yang digunakan dalam laporan keuangan termasuk judul setiap laporan
sudah tepat.
2. Opini wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion)
Hal ini jika, Auditor memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat
menyimpulkan bahwa salah saji sendiri-sendiri atau digabungkan
adalah material, tetapi tidak pervasive untuk laporan keuangan yang
bersangkutan, atau auditor tidak berhasil memperoleh bukti audit yang
cukup dan tepat untuk dijadikan dasar pemberian pendapat, tetapi ia
19Ibid., Arum Ardianingsih hlm.157
19
menyimpulkan bahwa dampak salah saji yang tidak ditemukan
mungkin material tapi perv asive.
3. Opini tidak wajar (Adverse Opinion)
Opini ini diberikan auditor apabila setelah memperoleh bukti-bukti
yang cukup dan tepat menyimpulkan bahwa dampak salah saji sendiri-
sendiri atau digabungkan adalah material dan pervasive untuk laporan
keuangan yang bersangkutan.
4. Opini tidak menyatakan pendapat (Disclaimer Opinion)
Auditor wajib memberikan opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP)
apabila ia tidak berhasil memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat,
untuk dijadikan dasar pemberian pendapat dan ia menyimpulkan bahwa
dampak salah saji yang ditemukan bisa material dan pervasive.
3. Corporate Governance
a. Pengertian Corporate Governance
Corporate Governance merupakan suatu sistem, proses, struktur,
dan mekanisme yang mengatur pola hubungan harmonis antara perusahaan
dan pemangku kepentingannya untuk mencapai kinerja perusahaan
semaksimal mungkin dengan cara-cara yang tidak merugikan pemangku
kepentingannya. Corporate Governance merupakan upaya yang
dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan
20
untuk menjalankan usahanya secara baik sesuai dengan hak dan
kewajibanya masing-masing.20
adapun konsep Corporate Governance yaitu agar mewujudkan
kehidupan bisnis sehat, bersih dan bertanggung jawab. Corporate
Governance adalah konsep yang sejalan dengan teori agensi dalam konsep
manajemen korporasi modern yang menekankan pentingnya pemisahan
pemilik dan pengelola dengan tujuan agar pemilik perusahaan memperoleh
keuntungan yang maksimal dengan biaya yang lebih efisien karena
perusahaan telah dikelola oleh orang-orang yang profesional.21
Penerapan Corporate Governance secara konsisten dapat
meningkatkan kualitas laporan keuangan sehingga dapat menjadi
penghambat (Constrain) dan mengurangi penyimpangan yang
mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental
perusahaan serta kerugian yang melibatkan pihak lain.
20Hendrik Manossoh, Good Corporate Governance Untuk Meningkatkan kualitas Laporan
Keuangan,(Bandung: PT. Norlive Kharisma Indonesia,2016) hlm.16 21Sri Sulistyanto, Manajemen Laba: Teori dan Model Empiris, (Jakarta: PT. Grasindo,
2008) hlm. 131-132.
21
b. Prinsip-prinsip Corporate Governance
Adapun prinsip-prinsip yang terdapat Dalam menerapkan
Corporate Governance yaitu 22:
1) Keadilan
Keadilan ialah perlindungan terhadap hak seluruh pemegang saham,
termasuk pemegang saham minoritas, untuk memperoleh informasi
secara tepat waktu dan teratur, memberikan suara dalam rapat
pemegang saham, memilih direksi dan komisaris, dan pembagian laba
perusahaan.
2) Transparansi (Transparance)
Melaksanakan proses pengambilan keputusan secara keterbukaan dalam
perusahaan mengenai informasi yang benar, akurat dan tepat waktu.
Adapun wujud dalam prinsip ini antara lain dapat mengembangkan
sistem akuntansi yang berbasis standar akuntansi yang diterima secara
umum dan best practices yang menjamin adanya laporan keuangan dan
pengungkapan yang berkualitas; mengembangkan teknologi informasi
dan sistem informasi manajemen untuk menjamin adanya pengukuran
kinerja yang memadai dan proses pengambilan keputusan yang efektif
oleh komisari dan manajer; mengembangkan risiko korporasi untuk
memastikan bahwa semua resiko telah diidentifikasi, diukur, dan dapat
dikelola pada tingkat yang jelas.
22ibid, hlm.138-140
22
3) Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kejelasan pelaksanaan, fungsi dan
pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana
secara efektif.
4) Responsibilitas (Responsibility)
Merupakan tanggung jawab perusahaan untuk mematuhi hukum dan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk ketentuan mengenai
lingkungan hidup, perlindungan konsumen, perpajakan,
ketenagakerjaan, larangan monopoli dan praktik persaingan yang tidak
sehat, kesehatan dan keselamatan kerja, serta peraturan lain yang
mengatur kehidupan perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya.
c. Struktur Corporate Governance
Struktur Corporate Governance diantaranya kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen serta opini
audit, namun yang di proksikan dalam penelitian ini yaitu kepemilikan
institusional dan dewan komisaris. Berikut pengertian dan tugas dari
Kepemilikan Institusional dan komisaris indepenen :
23
1. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah jumlah proporsi saham
perusahaan yang dimiliki oleh institusi seperti asuransi, bank,
perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lainnya.23 Menurut
Triwahyuningtiyas (2012), adanya kepemilikan oleh institusional
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap
kinerja manajemen perusahaan, sehingga potensi terjadi financial
ditress dapat diminimalisir karena perusahaan dengan kepemilikan
institusional yang lebih besar mengindikasi kemampuannya untuk
memonitor manajemen.
Adapun rumus nilai kepemilikan institusional ialah sebagai
berikut :
INST =Jumlah saham institusional
Jumlah saham yang beredar
2. Proporsi Dewan Komisaris Independen
Menurut Effendi (2009), komisaris independen berfungsi
sebagai kekuatan penyeimbang dalam pengambilan keputusan oleh
dewan komisaris. Peran dewan komisaris independen sangat penting
dan cukup menentukan bagi keberhasilan implementasi corporate
governance.
Agar implementasi corporate governance dapat berjalan sesuai
harapan maka dibutuhkannya komitmen penuh dari dewan komisaris.
23Hery, Kajian Riset Akuntansi : Mengulas Berbagai Hasil Penelitian Terkini dalam
Bidang Akuntansi dan Keuangan, (Jakarta : PT. Gramedia 2017) hlm. 30
24
Adapun fungsi utama dewan komisaris menurut Indonesia Code for
Corporate Governance adalah memberikan supervisi kepada dewan
direksi dalam menjalankan tugasnya. Dewan komisaris juga
berkewajiban memberikan pendapat serta saran ketika diminta oleh
dewan direksi. Dalam menjalankan tugasnya maka dewan komisaris
wajib bersikap independen.
Melalui peran dewan komisaris dalam menjalankan fungsi
pengawasan terhadap tindakan manajemen dalam mengelola
perusahaan, proporsi dewan komisaris independen dapat memberikan
kontribusi yang efektif terhadap kualitas dari hasil penyusunan
laporan keuangan yang dilakukan oleh pihak manajemen.24
Adapun alat ukur proporsi dean komisaris independen ialah
sebagai berikut :
PDKI =Jumlah dewan komisaris independen
Total dewan komisaris
d. Corporate Governance dalam Perspektif Islam
Tidak bisa dipungkiri oleh siapapun yang bisa berpikir
jernih dan logis, bahwa islam menggambarkan suatu sistem hidup,
suatu prinsip hidup (Way of life). islam merupakan agama yang
mengandung ajaran yang bersifat umum dan meliputi seluruh bagian
kehidupan. 25
24Hery, loc.cit 25Eko Supraitno, Ekonomi islam:Pendekataan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional,
(Yogyakarta:Graha Ilmu, 2005), Halaman 1
25
Islam mengakui bahwa bumi dan segenap isinya
merupakan amanah Allah kepada Khalifah agar dipergunakan sebaik-
baiknya bagi kesejahteraan bersama.26
Serta secara jelas dan pasti, ketika islam juga mengarahkan
kepada umat nya agar mampu menjadi khayr ummah (sebaik-baiknya
umat dan sekaligus akan mampu menjadi rahmatan li al-alamin.27
Dalam hal ini yang mana Allah swt. telah menciptakan
manusia masing-masing saling membutuhkan satu sama lain, agar
mereka tolong-menolong, tukar-menukar keinginan dalam segala
urusan kepentingan hidup masing-masing, baik dengan jual-beli dan
sewa menyewa, becocok tanam bahkan, perusahaan yang lainnya baik
dalam urusan kepentingan sendiri maupun masyarakat umum.28
e. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance dalam Islam
Good Corporate Governance secara syariah harus mengacu
pada prinsip-prinsip sebagai berikut dari Muqorobin (2014)29:
1. Tauhid
Tauhid merupakan konsep pertama atau pondasi awal bagi
umat islam dalam melaksanakan kehidupan baik dalam segi
26Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), hlm. 3. 27Prof. H. Abdul Qodri Azizy, M.A., Ph.D., Membangun Fondasi Ekonomi Umat:
Meneropong Prospek Berkembangnya Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),
hlm.31 28Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo),1994), hlm.278 29Muqorobin Masyudi, Fikih Tata Kelola Organisasi Laba: Sebelum Pengantar
(Universitas Muhammadiyah: Purwokerto). hlm. 4
26
ekonomi, politik, dan budaya30. Konsep tauhid ini adalah
konsep ke- Esaan Allah Swt.
2. Taqwa dan Ridha
Adalah prinsip tegaknya semua institusi islam dalam berbagai
bidang. Prinsip ini mempunyai tujuan bahwa institusi islam
ketika menjalankan tata kelola harus bertaqwa dan ridha
kepada Allah Swt. sesuai dalam Q.s. at-Taubah : 109
جرفأفمن شفا على أسسبن يانه من أم خي ر وان ورض منالل تق وى على أسسبن يانه
ل مالظالميهارفان هاربهفينارجهنموالل ديال قو يه
Dalam ayat ini menjelaskan bahwa dalam menjalankan suatu
bisnis maka hendaknya atas dasar suka sama suka. Karena tidak
benarlah sesungguhnya suatu perbuatan muamalah dilakukan
secara paksa ataupun penipuan. Jika hal tersebut terjadi maka
dapat membatalkan muamalah tersebut, dimana dalam prinsip
taqwa dan keridhaan ini menunjukkan keikhlasan dan iktikad
baik dari berbagai pihak.
3. Ekuilibrium (keseimbangan dan keadilan)
Pada konsep ini merupakan perwujudan dari konsep
ketauhidtan. Dalam konsep GCG keadilan sangat perlu dalam
mengelola perusahaan, sehingga masyarakat dapat merasakan
manfaat khususnya dalam keputusan investasi. Allah Swt.
Berfirman dalam Qs. Ar-Rahman: 7-9 mengenai keadilan:
30 Amiur Nuruddin, Veithzal Rivai, Islamic Bussines and Economic Ethic (Jakarta: Bumi
Aksara, 2012) hlm. 52
27
(8) افيال ميزان غو تط أل (7) ال ميزانوالسماءرفعهاووضع
31 وأقيموا الوزن بالقسط ول تخسروا الميزان(9)
Dalam ayat tersebut mengandung makna yaitu keadilan
diantara hamba-hamba-Nya baik dalam ucapan maupun
perbuatan. Allah subhanaanahu wa ta’aala berfirman “agar
kamu tidak merusak keseimbangan itu.”
4. Kemaslahatan
Dalam konteks kemaslahatan ini lebih diutamakan kepada
otoritas kepemimpinan. Hal ini bertujuan menjaga
keharmonisan pihak yang satu dengan pihak yang lain baik
secara fisik maupun sosial.
Tabel 2.1
Perbedaan antara GCG dengan GCG Bisnis Syariah
Kriteria Pedoman GCG Pedoman GCG Bisnis
Syariah
Penciptaan
prakondisi /
situasi yang
kondusif
Terciptanya pasar yang efisien,
transparan dan konsisten
dengan UU yang di dukung
oleh 3 pilar : Negara, dunia
usaha dan masyarakat
Terwujudnya bisnis yang
berlandaskan pada kaidah-
kaidah syariah yang
berorientasi pada
keberhasilan materi dan
spiritual. Prakondisi
spiritual untuk
mewujudkan ketaqwaan.
Prakondisi operasional
yang didukung oleh 4
pilar : negara, ulama,
dunia usaha dan
masyarakat.
31Surah Ar-Rahman: 7-9 “Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia
meletakkan neraca (keadilan). Supaya Kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.
Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca
itu”.
28
Kriteria Pedoman Pedoman GCG Bisnis
Syariah
Asas GCG Transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi
dan kewajaran serta
kesetaraan.
Dua pijakan dasar, yaitu :
Spiritual yang berupa
halal dan thayib.
Operasional yaitu prinsip
transparansi, akuntabilitas,
respontabilitas,
indepenensi dan
kewajaran dan kesetaraan
yang berlandaskan Qur’an
dan Hadist
Etika dan
Pedoman
Perilaku
Setiap perusahaan harus
memiliki core value : seperti
terpercaya, adil, jujur yang
menggambarkan sikap moral
dan etika bisnis setiap organ
perusahaan dan karyawan.
Etika bisnis yaitu acuan
moral demi terbentuknya
akhlaqul karimah dalam
berbisnis. Bisnis Syariah
harus mengacu pada
prinsip dasar, jujur adil
amanah dan ahsan. Pelaku
bisnis dapat merumuskan
pedoman perilaku yang
terdiri dari nilai-nilai
bisnis, etika bisnis, dan
pedoman perilaku bisnis
syariah.
Sumber: KNKG 2006 dan KNKG 2011
4. Manajemen Laba
a. Pengertian Manajemen Laba
Secara umum manajemen laba diartikan sebagai upaya manajer
perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi
dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stackholder
yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan.32 Menurut
Schipper (1989) menyatakan manajemen laba adalah sebagai suatu
intervensi dengan maksud-maksud tertentu terhadap proses pelaporan
32Op.cit, Sri Sulistyanto hlm.6
29
keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh kepentingan
pribadi.33
Upaya yang dilakukan dalam manajemen laba ini pun disebabkan
karena laporan keuangan merupakan sumber informasi utama bagi
investor untuk mengetahui kinerja perusahaan dalam menilai apakah
perusahaan tersebut tepat untuk dijadikan tempat berinvestasi. Selain itu
ada beberapa motivasi-motivasi yang mendukung manajer untuk
berperilaku oportunis yaitu 34:
1. Motivasi Bonus (bonus purposes)
Merupakan pengembangan hipotesis motivasi bonus yang
mengemukakan bahwa manajer perusahaan yang menggunakan
motivasi bonus akan memaksimalkan pendapatan masa sekarang atau
tahun berjalan mereka. Manajer bekerja pada perusahaan dengan
motivasi bonus sehingga berusaha mengatur laba yang dilaporkan agar
dapat memaksimalkan bonus yang akan diterimanya.
2. Motivasi Kontrak (contractual motivations)
Yaitu Semakin dekat dengan pelanggaran perjanjian utang maka
manajer akan mengambil keputusan memilih metode akuntansi yang
dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan
33Schipper, K. “Comentary Katherine on Earnings Management”, Accounting Horison, 1989 34Op.cit, Sri Sulistyanto, hlm.25
30
sehingga dapat mengecilkan kemungkinan perusahaan mengalami
pelanggaran kontrak.
3. Motivasi Politik (political motivations)
Perusahaan-perusahaan besar dan industri strategis cenderung
menurunkan laba untuk mengurangi visibilitasnya, Khusus selama
periode kemakmuran tinggi untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas
dari pemerintah misalnya subsidi.
4. Motivasi pajak (taxes motivations)
Pajak merupakan alasan utama karna dengan mengurangi laba yang di
laporkan maka perusahaan dapat meminimalkan pajak yang harus
dibayarkan kepada pemerintah.
5. Pergantian chief executive officers (changes of CEO),
Menurut Scott (2006) Adanya pergantian CEO maka akan berpotensi
untuk melakukan manajemen laba yaitu Taking a bath dengan cara
menaikkan pendapatan laba dengan alasan tidak ingin bertanggung
jawab atas kinerja buruk CEO sebelumnya.35
35Scott, William R, “Financial Accounting Theory”,4th edition. United States dan
America: Pearson Hall. hlm.345-346
31
6. Penawaran saham perdana (Initial public offerings)
Alasan ini mempengaruhi karena keputusan calon investor dimana
investor tersebut melihat nilai perusahaan melalui informasi keuangan
sehingga manajer berusaha menaikkan laba yang dilaporkan.
b. Hipotesis Perilaku Manajemen Laba
Menurut Watts dan Zimmerman (1986) menerangkan ada tiga
hipotesis dalam teori akuntansi positif yang digunakan untuk menguji
perilaku etis dalam mencatat dan menyusun laporan keuangan yaitu36 :
1) Bonus Plan Hypotesis
Hipotesis ini menyatakan tentang hubungan pemilihan metode
akuntansi dengan rencana Bonus Manager. Karena adanya rencana
bonus Manager perusahaan kemungkinan besar memilih metode
akuntansi yang dapat memaksimalkan utititasnya yaitu bonus yang
tinggi. Rencana bonus yang dibuat berdasarkan laba dapat
memotivasi manajemen perusahaan agar lebih banyak
menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba
yang dilaporkan.
2) Debt to Equity Hypotesis
Hipotesis ini menyatakan bahwa semakin tinggi utang yaitu sama
dengan semakin dekatnya perusahaan terhadap batasan-batasan
yang ada pada perjanjian utang dan semakin besar kesempatan atas
36Opcit., Sri Sulistyanto hlm.63
32
pelanggaran perjanjian dan terjadinya biaya kegagalan teknis,
maka semakin besar kemungkinan pada manajer menggunakan
metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba.
3) Political cost hypotesis
Semakin besarnya perusahaan semakin besar pula kemungkinan
perusahaan tersebut dalam memilih metode akuntansi yang
menurunkan laba. Karena dengan laba yang tinggi pemerintah akan
segera mengambil tindakan, misalnya menerapkan peraturan anti
rust, subsidi pemerintah, pajak dan tarif, persaingan dengan
perusahaan asing serta regulasi-regulasi lain. Perbedaan
kepentingan antara manajemen dan pemilik perusahaan dapat
menimbulkan tindakan manajemen laba. Perbedaan kepentingan
antara pihak agen dan principal dapat disejajarkan dengan
penerapan mekanisme Good Corporate Governance baik secara
eksternal maupun internal.
c. Pengukuran Manajemen Laba
Pada pengukuran manajemen laba ini menggunakan
discretionary accrual dari Healy, De Angelo, et.al dengan alasan,
model ini sejalan dengan basis akuntansi akrual yang selama ini banyak
dipergunakam (accruals basis of accounting), yang membuat
33
munculnya komponen akrual yang sangat mudah untuk dipermainkan
besar kecilnya.37
Model akuntansi akrual terdiri atas komponen arus kas operasi,
discretionary accrual, dan nondiscretionary accruals. Untuk
mendeteksi manajemen laba dimulai dengan menghitung laba yang di
peroleh perusahaan dalam satu periode tertentu, Selanjutnya laba ini
dipecah menjadi laba kas dan laba non-kas akrual untuk menentukan
jumlah laba akrual, nilai discretionary accruals dan nondiscretionary
accruals. Secara empiris nilai discretionary accruals bisa nol, positif,
atau negatif. Nilai nol menunjukkan manajemen laba dilakukan dengan
pola perataan laba (income smoothing), sedangkan nilai positif
dilakukan dengan pola penaikkan laba (income increasing) dan nilai
negatif menunjukkan manajemen laba dengan pola penurunan laba
(income decreasing).38
B. Penelitian Terdahulu
Hal yang penting bagi penulis yakni penelitian yang relevan yang dapat
dijadikan sebagai referensi sumber data pendukung yang sesuai dengan topik
penelitian yang dipilih. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang
mendukung penelitian ini :
Penelitian dari Arlyn Efrina Abidin (2013) menyatakan Bahwa
manajemen laba tidak berpengaruh secara signifikan terhadap opini audit
37Sri Sulistyanto, Manajemen Laba: Teori dan Model Empiris, (Jakarta: PT. Grasindo,
2008) hlm. 160 38Ibid.,hlm.165
34
dikarenakan Menurut Bazerman, Morgan dan Loewenstain (1997)
menyatakab bahwa meskipun auditor memeriksa kaporan keuangan
perusahaan atas nama pengguna eksternal, manajemen yang menyusun serta
mengeluarkan pernyataan untuk memperkerjakan dan membayar auditor .
Sehingga auditor akan mengalami bias dalam melakukan penilaian
dikarenakan posisi perusahaan yang memperkerjakan dan membayar auditor
selain itu juga auditor berusaha untuk membangun hubungan dengan klien
yang dapat menambah kesulitan psikologis auditor untuk membuat penilaian
yang benar-benar independen.
Brilina Elita Mada dan hery laksito (2013). Dalam variabel
Kepemilikan Institusional, dan komisaris independen dalam nilai konstan
bernilai negatif < 0,05 sehingga dapat disimpulkan kedua variabel tersebut
tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.
Yesi Oktariani (2018). Variabel Corporate Governance yang di
proksikan yaitu kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial nilai
signifikan < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa memiliki pengaruh
terhadap opini audit sedangkan variabel corporate governance yang
diproksikan yaitu dewan komisaris independen dan variabel manajemen laba
nilai signifikannya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua variabel
tersebut tidak berpengaruh terhadap opini audit.
Ema Diandra Adjani (2013). Pada penelitian ini hasil pengolahan data
statistik menunjukkan bahwa hanya variabel kepemilikan manajerial yang
35
berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern oleh auditor
independen karena kepemilikan manajerial merupakan salah satu bentuk
insentif yang diberikan perusahaan kepada manajemen sedangkan pada
variabel kepemilikan institusional dan proporsi dewan komisaris independen
tidak berpengaruh opini audit asumsi going concern disebabkan karena secara
umum persentase kepemilikan institusional dan proporsi dewan komisaris
independen yang tinggi masih saja perusahaan menerima opini going concern
oleh auditor.
Ramdoni (2018). Pada variabel X2 yaitu dewan komisaris independen
berpengaruh positif terhadap opini going concern hal ini karena kinerja yang
baik oleh manajemen dikarenakan diawasi oleh komisaris independen dapat
memungkinkan perusahaan mendapatkan opini audit non going concern.
Lana Suryani (2014). Terdapat hubungan positif antara variabel praktik
manajemen laba terhadap penerimaan opini audit going concern hal ini di
karenakan bahwa praktik manajemen laba merupakan salah satu indikator
untuk mengeluarkan opini audit going concern.
Kristina Deventy Eduk dan Nugraeni (2015). Pada variabel kepemilikan
institusional sebesar -3,605 dan nilai probabilitas 0,000. Hipotesis diterima
apabila nilai probabilitas < 0,05, sesuai dengan hal tersebut maka dapat
disimpulkan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pemberian opini
audit going concern hal ini karena kepemilikan institusional dapat
meningkatkan nilai perusahaan, sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya
36
kesulitan keuangan. Pada variabel proporsi dewan komisaris independen juga
berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern.
Moh. Gusti Ravyanda et.al (2014). Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa komisaris independen tidak berpengaruh terhadap opini audit asumsi
going concern disebabkan karena adanya komisaris independen tidak
menjadikan alasan pertimbangan keputusan auditor independen dalam
memastikan keberlanjutan hidup suatu perusahaan (going concern). Sama hal
nya kepemilikan institusional pun tidak berpengaruh opini audit asumsi going
concern disebabkan karena secara umum persentase kepemilikan institusional
yang tinggi masih saja perusahaan menerima opini going concern oleh
auditor.
Adam Verdian (2018). Pada variabel X1 yaitu manajemen laba hasil
pengujian memperlihatkan bahwa memiliki koefisien 0,159 dan tingkat
signifikasi senilai 0,640 yang berarti > 0,05, maka hasil tersebut menyatakan
bahwa manajemen laba tidak memiliki pengaruh terhadap opini audit going
concern dikarenakan auditor kemungkinan lebih menilai bagaimana
penyajian laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan prinsip akuntansi
dan kondisi keuangan lainnya yang sebenarnya seperti kondisi hutang,
kondisi keuangan dalam memprediksi kebangkrutan serta pendapatan yang
diperoleh perusahaan.
Nova Freety Sihombing dan Septian (2014). Hasil Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa komisaris independen pada tingkat signifikansi 0,004 <
37
5% berpengaruh negatif signifikansi terhadap penerimaan opini audit going
concern. hal tersebut memberikan bukti secara empiris bahwa adanya
komisaris independen yang lebih besar mampu memberikan pengawasan
yang lebih bai, sehingga kemungkinan auditor memberikan opini audit going
concern kecil.
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti
Judul
Penelitian Metode Perbedaan
Hasil
Penelitian
1 Arlyn
Efrina
Abidin
(2013)
Pengaruh
Manajemen
Laba terhadap
Opini Audit
badan usaha
sektor
manufaktur
yang terdaftar
di BEI periode
2005-2011
penelitian
menggunak
an Model
binary
logistic
regression.
Perbedaan
pada penelitian
ini terletak
pada objek
penelitiannya
serta variabel
indenpenden
yang
digunakan
pada penelitian
ini hanya
manajemen
laba sedangkan
pada penelitian
saat ini
variabel
independen
yang
digunakan itu
ada dua, yakni
corporate
governance
dan
manajemen
laba.
Hasil
penelitian
adalah
Bahwa
manajemen
laba tidak
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
opini audit.
2 Brilina
Elita
Mada
dan
Herry
Laksito
mekanisme
Corporate
governance,Re
putasi KAP,
Debt default
dan Financial
Menggunak
an Logistic
Regression
Perbedaan
Pada penelitian
ini pada
variabel X1
yakni
corporate
Variabel
kepemilikan
terpusat,
debt default
dan
financial
38
(2013) Ditress
Terhadap
penerimaan
opini audit
going concern
governance
pada penelitian
ini
menggunakan
proksi
kepemilikan
terpusat,
manajerial dan
komisaris
independent
sedangkan
peneliti saat ini
hanya
menggunakan
kepemilikan
terpusat dan
dewan
komisaris
ditress
berpengaruh
signifikan
terhadap
penerimaan
opini audit
going
concern,
sedangkan
variabel
kepemilikan
terpusat,
kepemilikan
manajerial,
komisaris
independen
dan reputasi
KAP tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
penerimaan
opini audit
going
concern.
3 Yesi
Oktaria
ni
(2018)
Pengaruh
corporate
governance
dan
manajemen
laba terhadap
opini audit
(studi empiris
pada
perusahaan
perbankan
yang terdaftar
di BEI tahun
2014-2016).
Model
regresi
binari
logistik
Objek
penelitian,
tahun
penelitian,
serta variabel
X1 yang
diproksikan
tiga variabel
sedangkan
pada penelitian
saat ini hanya
dua yanng
diproksikan
Hasil
penelitian
adalah
Kepemilika
n
institusional
dan
kepemilikan
manajerial
berpengaruh
positif
terhadap
opini audit,
sementara
dewan
komisaris
independen
dan
manajemen
laba tidak
39
berpengaruh
terhadap
opini audit.
4 Ema
Diandra
Adjani
(2013)
Analisis
Pengaruh
Corporate
Governance
terhadap
Kemungkinan
Pemberian
Opini Audit
Going
Concern oleh
Auditor
Independen
(Studi Empiris
Pada
Perusahaan
Manufaktur
yang terdaftar
di BEI Tahun
2009-2011).
Analisis
Regresi
logistic
Perbedaan
Pada penelitian
ini pada Objek
penelitian,
tahun
penelitian serta
variabel X1
yakni
corporate
governance
pada penelitian
ini
menggunakan
proksi
kepemilikan
terpusat,
manajerial dan
komisaris
independent
sedangkan
peneliti saat ini
hanya
menggunakan
kepemilikan
terpusat dan
dewan
komisaris.
Variabel
Proporsi
Komisaris
Independen
dan
Kepemilika
n
Institusional
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
kemungkina
n pemberian
opini audit
Going
Concern
oleh
Auditor
Independen,
sedangkan
variabel
Kepemilika
n
Manajerial
berpengaruh
signifikan
terhadap
kemungkina
n pemberian
opini audit
Going
Concern
oleh
Auditor.
5 Ramdon
i (2018)
Pengaruh Cor
porate
Governance
Terhadap
Opini Audit
Going
Concern
dengan
Uji Regresi
Logistic
Perbedaan
pada penelitian
ini terletak
pada objek
penelitiannya
serta variabel
indenpenden
yang
Kepemilika
n
Manajerial,
dewan
komisaris,
komisaris
independen,
komite
40
Tekanan
Keuangan
sebagai
Pemoderasi
(Studi Empiris
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di BEI tahun
2014-2016)
digunakan
pada penelitian
ini hanya
Corporate
Governance
sedangkan
pada penelitian
saat ini
variabel
independen
yang
digunakan itu
ada dua, yakni
corporate
governance
dan
manajemen
laba.
audit
berpengaruh
terhadap
penerimaan
Opini Audit
Going
Concern.
6 Lana
Suryani
(2014)
Praktik
Manajemen
Laba,
Pertumbuhan
Perusahaan,
Price Earning
Ratio, Audit
Report Lag
terkait
Penerimaan
Opini Audit
Going
Concern pada
perusahaan
Manufaktur
yang listing di
BEI periode
2009-2014
Uji Regresi
Logistic
Objek
penelitian,
tahun
penelitian,
serta variabel
independen
yang
digunakan.
Pada penelitian
sekarang
menggunakan
Corporate
Governance
dan
Manajemen
laba.
sedangkan
pada penelitian
Lana (2014)
itu
menggunakan
Pertumbuhan
Perusahaan,
Price Earning
Ratio,serta
Audit Report
Lag sebagai
variabel
Praktik
Manajemen
Laba, Price
Earning
Ratio,serta
Audit
Report Lag
berpengaruh
positif pada
Penerimaan
Opini Audit
Going
Concern
sedangkan
pada
pertumbuha
n
perusahaan
tidak
ditemukan
memiliki
pengaruh
pada
Penerimaan
Opini Audit
Going
Concern
41
independennya
.
7 Kristina
Deventy
Eduk
dan
Nugraen
i (2015)
Pengaruh
Mekanisme
Corporate
Governance
Terhadap
pemberian
Opini Audit
Going
Concern (Studi
Empiris pada
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di BEI Tahun
2011-2013
Analisis
Regresi
Logistic
Objek
penelitian,
tahun
penelitian,
serta variabel
X1 yang
diproksikan
tiga variabel
sedangkan
pada penelitian
saat ini hanya
dua yanng
diproksikan.
Hasil
penelitian
menunjukka
n bahwa
proporsi
dewan
komisaris
independen,
kepemilikan
manajerial,
dan
kepemilikan
institusional
mempengar
uhi
administrasi
akan opini
audit
perhatian
yakni
sebesar15,8
%
8 Moh.
Gusti
Ravyan
da et.al
(2014)
Pengaruh
Komisaris
Independen,
Komite Audit
dan
Kepemilikan
Institusional
terhadap Opini
Audit Asumsi
Going
Concern
Purposive
Sampling,
menggunak
an analisis
regresi
logistic
Objek
penelitian,
tahun
penelitian,
serta variabel
X1 yang
diproksikan
tiga variabel
sedangkan
pada penelitian
saat ini hanya
dua yanng
diproksikan
serta pada
penelitian saat
ini
menambahan
Manajemen
Laba sebagai
variabel
independennya
Hasil
penelitian
menunjukka
n bahwa
Komisaris
Independen,
Komite
Audit dan
Kepemilika
n
Institusional
tidak
berpengaruh
terhadap
Opini Audit
Asumsi
Going
Concern
42
9 Adam
Verdian
(2018)
Pengaruh
Manajemen
Laba,
Pertumbuhan
perusahaan,
Prediksi
Kebangkrutan
dan Debt
Default
Terhadap
Pengungkapan
Opini Audit
Going
Concern Studi
Empiris pada
Perusahaan
Infrastruktur,
Transportasi
dan Utilitas
yang terdaftar
di BEI Periode
2012-2016
Purposive
Sampling,
Hipotesis
penelitian
menggunak
an analisis
regresi
logistic
Objek
penelitian,
tahun
penelitian,
serta variabel
independen
yang
digunakan.
Pada penelitian
sekarang
menggunakan
Corporate
Governance
sebagai
pengganti
variabel
independen
lainnya.
Hasil
penelitian
menunjukka
n bahwa
Manajemen
Laba,
pertumbuha
n
perusahaan
dan Debt
Default
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
Pengungkap
an Opini
Audit
Going
Concern
sedangkan
prediksi
kebangkruta
n
berpengaruh
signifikan
terhadap
Pengungkap
an Opini
Audit
Going
Concern
10 Nova
dan
Septian
(2014)
Dampak
mekanisme
Good
Corporate
Governance
terhadap
penerimaan
opini audit
going concern
Model
Regresi
Logistic
Objek
peneltian yang
digunakan
yakni
perusahaan
manufkatur.
menyatakan
bahwa
PDKI
berpengaruh
negatif
terhadap
opini audit
going
concern
43
C. Hipotesis
Berdasarkan uraian dari penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian
yang diajukan menjadi jawaban sementara atas rumusan masalah penelitian
ini yaitu sebagai berikut:
1. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Opini Audit
Pada teori agensi dijelaskan bahwa Agen diberikan wewenang
penuh dalam mengelola perusahaan, dengan demikian pemilik perusahaan
bertugas untuk mengawasi jalannya perusahaan dan memastikan bahwa
mereka bekerja demi kepentingan perusahaan.
Maka dari itu semakin meningkatnya kepemilikan institusional
menyebabkan kelompok ini mempunyai akses yang besar untuk
mengintervensi keputusan manajer yang seringkali merugikan dan
melanggar asas akuntabilitas dan keadilan pemegang saham, sehingga
auditor kemungkinan menyatakan opini wajar tanpa pengeculian.
Hal ini pun didukung oleh penelitian Hartas (2011) Ndoen (2011)
dan Yesi Oktariani (2018) yang menyatakan bahwa kepemilikan
institusional berpengaruh positif terhadap opini audit. Maka berdasarkan
uraian tersebut hipotesis dapat dirumuskan :
𝐇1.1 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap opini
audit.
44
2. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen Terhadap Opini
Audit
Dalam teori agensi dijelaskan bahwa masalah agen dan participal
muncul karena agen yang seharusnya bekerja untuk meningkatkan
kepentingan dan kesejahteraan pemilik justru bekerja untuk kepentingan
pribadinya, sehingga diperlukannya dewan komisaris independen untuk
mendorong terbentuknya iklim yang objektif dan keadilan untuk semua
kepentingan sebagai prinsip utama pembuatan keputusan manajer.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Setiawan (2011), Kristina
(2015) dan Ramdoni (2018) yang menyatakan bahwa dewan komisaris
independen berpengaruh poaitif terhadap penerimaan opini audit Going
Concern namun berbeda dengan penelitian Moh. Gusti Ravyanda et.al
(2014) menyatakan bahwa dewan komisaris independen tidak berpengaruh
terhadap Opini Audit Asumsi Going Concern. Berdasarkan uraian tersebut
maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut :
𝐇1.2 : Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif
terhadap opini audit
45
3. Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Opini Audit
Dalam teori agensi konsep manajemen korporasi modern itu
menekankan pentingnya pemisahan pemilik dan pengelola dimana hal ini
memiliki sisi negatif yaitu terjadinya manajemen laba yang dilakukan oleh
pihak agen sesuai dengan motivasi dalam pengelolaannya yang dapat
merugikan pihak perusahaan sehingga auditor perlu memastikan apakah
laporan keuangan dibuat sesuai dengan kerangka pelaporan yang berlaku.
Masukan penilaian dari opini audit dapat menunjang dalam mengambil
keputusan untuk melakukan penanaman modal, khususnya pada saat
penentuan perusahaan selepas mengetahui perilaku manajemen dalam
perusahaan tersebut.
Dilihat dari hasil dari penelitian yang ditemukan oleh Yunita Nurul
Hidayah (2014) yang mengungkapkan Hasil praktik manajemen laba
berpengaruh positif terhadap penerimaan opini going concern. Sama
halnya dengan penelitian dari Lana (2014) menemukan bahwa apabila
terjadi peningkatan manajemen laba maka kemungkinan auditor
memberikan opini juga meningkat (positif), maka hipotesis dapat
dirumuskan sebagai berikut :
𝐇2: Manajemen laba berpengaruh Positif terhadap opini audit.
46
4. Pengaruh Corporate Governance dan Manajemen Laba Terhadap
Opini Audit
Corporate Governance merupakan upaya untuk
meminimalisir manajemen laba dalam pengelolaan dunia usaha. Ada
beberapa faktor yang ditenggarai mengapa upaya rekayasa manajerial
ini seolah membudaya dalam pengelolaan sebuah perusahaan,
pertama, aturan, transparansi dan standar akuntansi, kedua, sistem
pengawasan yang memang cenderung mendahulukan kepentingan dan
kesejahteraan pribadi dan kelompoknya39. Adapun faktor yang
mempertimbangkan dalam merumuskan opini audit yaitu, Materialis,
bukti audit yang relevan kemudian kerangka pelaporan keuangan
harus sesuai dengan standar akuntasi40.
Hasil penelitian Kristina dan Nugraeni menyatakan bahwa
Corporate Governance berpengaruh terhadap opini audit dikarenakan
tata kelola perusahaan yang baik dapat memberikan kemajuan kinerja
pada perusahaan sehingga membuat perusahaan tersebut berumur
panjang dan dapat dipercaya.
Dilihat dari hasil dari penelitian yang ditemukan oleh
Yunita Nurul Hidayah (2014) yang mengungkapkan Hasil penelitian
ini mengindikasikan bahwa praktik manajemen laba berpengaruh
positif terhadap penerimaan opini going concern, Sama halnya dengan
39Sri Sulistyanto, Manajemen Laba: Teori dan Model Empiris, (Jakarta: PT. Grasindo,
2008) hlm.154 40Arum Ardianingsih, “Audit Laporan Keuangan”, (Jakarta, Bumi Aksara, 2018)
hlm.156.
47
penelitian dari Lana (2014) menemukan bahwa apabila terjadi
peningkatan manajemen laba maka kemungkinan auditor memberikan
opini juga meningkat (positif), maka hipotesis dapat dirumuskan
sebagai berikut :
𝐇3: Corporate Governance dan Manajemen laba berpengaruh
terhadap opini audit.
48
D. Kerangka Pemikiran
Pada penelitian ini kerangka pemikiran menggambarkan pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Variabel independen pada penelitian ini
adalah Corporate Governance dan Manajemen Laba. Sedangkan variabel
dependennya adalah Opini Audit. Adapun Berdasarkan yang telah diuraikan
dari tinjauan pustaka, Hipotesis dan penelitian terdahulu, maka kerangka
pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiraan
Sumber : Diolah oleh peneliti, 2019
Keterangan :
H1 : Corporate governance berpengaruh terhadap opini audit.
H2 : Manajemen laba berpengaruh terhadap opini audit
H3 : Corporate governance dan Manajemen laba berpengaruh terhadap opini
audit.
Corporate Governance
1.Kepemilikan Institusional
2.Proporsi Dewan
Komisaris Independen
Manajemen Laba
Opini Audit 𝐇1
:
𝐇2
:
𝐇3
: