bab ii tinjuan pustaka, hasil penelitian dan …...bab ii tinjuan pustaka, hasil penelitian dan...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN TENTANG PENGATURAN HAK MONOPOLI
NEGARA DALAM PENYELANGGARAAN JAMINAN SOSIAL
PERSPEKTIF: NEGARA KESEJAHTERAAN
2.1. Tinjauan Pustaka tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial
Perspektif: Negara Kesejahteraan
Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menyiratkan
Indonesia sebagai negara kesejahteraan. Hal tersebut juga disampaikan oleh para
Pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam sidang BPUPKI. Menurut
Moh.Yamin ada 5 asas dan dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia yaitu
Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri KeTuhanan, Peri Kerakyatan, dan
Kesejahteraan Rakyat. Pada Kesejahteraan rakyat Moh. Yamin berharap bahwa
Negara jangan hanya diarasakan sebagai ikatan hukum yang menyempitkan hidup
rakyat atau dipandang sebagai susunan autrokrasi atau oligarchi.24
Soepomo mengenai model Negara Kesejahteraan bahwa Kepala negara
dan badan-badan Pemerintahan lain harus bersifat pemimpin yang sejati, penunjuk
jalan ke arah cita-cita luhur yang diidam-idamkan oleh rakyat, Negara harus
bersifat “badan penyelenggara”, badan pencipta hukum yang timbul dari hati
sanubari rakyat seluruhnya. Dalam pengertian ini, menurut teori ini yang sesuai
24 Muhammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-undang Dasar 1945, (Djakarta:Prapantja, 1959), h. 4.
18
19
dengan semangat Indonesia yang asli ialah seluruh masyarakat atau seluruh rakyat
Indonesia sebagai persatuan yang teratur dan tersusun. Dalam pengertian ini,
negara tidak bersikap atau bertindak sebagai seorang yang maha kuasa, yang
terlepas dari seseorang-seseorang manusia dalam daerahnya dan yang mempunyai
kepentingan sendiri, terlepas dari kepentingan warga negara sebagai seseorang
(individualis).25
Menurut Soekarno mengenai model Negara Kesejahteraan bahwa Negara
tidak hanya mengurus urusan struktur kekuasaan dan hak-hak politik semata,
tetapi negara wajib mengurusi terpenuhinya kebutuhan sosial ekonomi rakyatnya.
Kemudian yang terakhir menurut Moh. Hatta mengenai model Negara
Kesejahteraan: Dalam gagasan negara kesejahteraan disebut sebagai negara
pengurus, di dalamnya berasal dari semangat collectivisme yang ada pada bangsa
Indonesia. Artinya kesejahteraan dan keadilan sosial menjadi tanggung jawab
yang besar bagi negara untuk mewujudkannya. Namun Hatta juga menghindari
adanya otoritarianisme, jika tanggung jawab tersebut tidak diimbangi dengan hak-
hak warga negara untuk mengeluarkan perasaan, pikiran dan berserikat serta
berkumpul. Hal tersebut dimaksudkan agar rakyat sebagai pemegang kedaulatan
dapat melakukan kontrol terhadap negara. Yang demikian akan menghindarkan
negara untuk menjadi negara kekuasaan, dan cenderung menindas.26
Berdasarkan Pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia bahwa negara
Indonesia menganut faham Negara Kesejahteraan dimana negara diwajibkan
untuk memenuhi hak-hak rakyat Indonesia, yang kemudian pendapat mereka
25 Ibid., h. 11426 Ibid., h. 299-300.
20
dituangkan kedalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang berbunyi “untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial” yang kemudian Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 merupakan
tujuan dari Indonesia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi negara kesejahteran adalah
negara yang mengusahakan kesejahteraan rakyat dengan mengatasi anarki
produksi dan krisis ekonomi, meningkatkan jaminan hidup warga dengan
memberantas pengangguran.27 Sedangkan Edi Suharto dalam bukunya berjudul
Kebijakan Sosial: Sebagai Kebijakan Publik mendefinisikan negara kesejahteraan
(welfare state) sebagai model ideal pembangunan yang difokuskan pada
peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada
negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif
kepada warganya. Jadi fokus dari sistem negara kesejahteraan adalah untuk
menciptakan sebuah sistem perlindungan sosial yang melembaga bagi setiap
warga negara sebagai gambaran adanya hak warga negara dan kewajiban negara.28
Negara kesejahteraan sebenarnya tidak hanya menciptakan pelayanan-
pelayanan sosial untuk orang miskin saja, akan tetapi pelayanan sosial ditunjukan
untuk semua penduduk seperti; orang tua dan anak-anak, pria dan wanita, kaya
dan miskin. Hal ini dimaksudkan agar pelayanan sosial yang diselanggarakan oleh
negara bisa tersebar secara merata dan adil.
27 Save M. dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: LKPN, 2000), h. 708.28 Edi Suharto, Kebijakan Sosial:Sebagai Kebijakan Publik,(Bandung: ALFABET, 2007),h.57
21
Karya Richard Titmuss, Essays on the Welfare State telah mendapat tempat
istimewa dalam studi-studi tentang negara kesejahteraan, Buku Titmuss ini dapat
dikatakan sebagai magnum-opus yang secara mendalam mengupas ide negara
kesejahteraan sebagai berikut: "a welfare state is a state in which organized
power is deliberately used through politics and administration in an effort to
modify the play of market forces to achieve social prosperity and economic well-
being of thepeople".29
Pemikiran tersebut dapat disarikan menjadi tiga hal esensial. Pertama,
negara harus menjamin tiap individu dan keluarga untuk memperoleh pendapatan
minimum agar mampu memenuhi kebutuhan hidup paling pokok. Kedua, negara
harus memberi perlindungan sosial jika individu dan keluarga ada dalam situasi
rawan/rentan sehingga mereka dapat menghadapi masa-masa krisis, seperti sakit,
usia lanjut, menganggur, dan miskin yang potensial mengarah ke atau berdampak
pada krisis sosial. Ketiga, semua warga negara, tanpa membedakan status dan
kelas sosial, harus dijamin untuk bisa memperoleh akses pelayanan sosial dasar,
seperti pendidikan, kesehatan, pemenuhan gizi (bagi anak balita), sanitasi, dan air
bersih.30
Negara kesejahteraan sering ditengarai dari atribut-atribut kebijakan
pelayanan sosial dan transfer sosial yang disediakan negara kepada warganya,
seperti pelayanan pendidikan, lapangan pekerjaan, pengurangan kemiskinan
sehingga negara kesejahteraan dan kebijakan sosial sering diidentikkan. Namun
hal tersebut dinilai kurang tepat karena kebijakan sosial dan negara kesejahteraan
29 Triwibowo dan Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 11.30 Ibid, h.12.
22
tidak mempunyai hubungan dua arah. Kebijakan sosial bisa diterapkan tanpa
keberadaan negara kesejahteraan, tapi sebaliknya negara kesejahteraan selalu
membutuhkan kebijakan sosial untuk mendukung keberadaannya.31
Jelaslah bahwa negara kesejahteraan adalah lebih dari kumpulan kebijakan
sosial. Keberadaannya tidak bisa dengan sederhana diukur melalui besaran
pengeluaran sosial oleh negara karena Negara kesejahteraan adalah upaya negara
untuk menggunakan kebijakan sosial sebagai alat untuk meredefinisikan relasinya
terhadap warga. Seperti halnya yang diungkapkan Marshall:
“ … istilah tersebut (negara kesejahteraan) merujuk pada suatu
komitmen politik yang baru, penulisan ulang kontrak sosial antara Negara
dan warganya yang melibatkan pengakuan atas hak sosial seluruh warga
dan merefleksikan suatu tekad untuk menjembatani kesenjangan kelas
sosial yang ada…”.32
Dalam negara kesejahteraan, adanya sistem kesejahteraan sebagai hak sosial
warga harus diimbangi oleh dua hal yang saling terakait, yaitu pertumbuhan
ekonomi dan kesempatan kerja penuh (full employment). Di satu sisi, hak sosial
tidak seharusnya menjadi disinsentif bagi warga untuk terlibat dalam pasar tenaga
kerja, sehingga Negara harus menerapakan kebijakan ketenagakerjaan yang aktif
untuk mendorong partisipasi penuh warga dalam pasar tenaga kerja. Di sisi lain,
luasnya basis hak sosial membutuhkan sumber pembiayaan yang memadai
melalui sistem perpajakan yang kuat yang hanya dimungkinkan dalam
pertumbuhan ekonomi dengan peran aktif pemerintah didalamnya. Segitiga antara
31 Triwibowo dan Bahagijo, Op.cit, h. 8.32 Ibid, h. 10-11.
23
peran negara dalam pertumbuhan ekonomi-jaminan hak sosial-kebijakan aktif
tenaga kerja merupakan karakteristik kunci dari suatu negara kesejahteraan.33.
Titmuss telah mengidentifikasi adanya dua tipologi negara kesejahteraan,
yaitu residual welfare state dan institusional welfare state. Residual welfare state
mengasumsikan tanggung jawab negara sebagai penyedia kesejahteraan jika
keluarga dan pasar gagal menjalankan fungsinya serta terpusat pada kelompok
tertentu dalam masyarakat, seperti kelompok marginal serta mereka yang patut
mendapatkan alokasi kesejahteraan dari negara. Sedangkan institutional welfare
state bersifat universal, mencakup semua populasi warga, serta terlembaga dalam
basis kebijkan sosial yang luas dan vital bagi kesejahteraan masyarakat.34
Penggolongan Titmuss membawa kita pada pemahaman tentang pengaruh
rezim kesejahteraan terhadap kemampuan negara kesejahteraan untuk
memproduksi dan mendistribusi kesejahteraan melalui kebijkan sosial. Rezim
kesejahteraan mengacu pada pola interaksi dan saling keterkaitan dalam produksi
dan alokasi kesejahteraan antara negara, sistem pasar, dan keluarga/rumah tangga.
Ketiga lembaga tersebut merupakan penyedia kesejahteraan dan tempat individu
mendapatkan perlindungan dari resiko-resiko sosial. Masing- masing lembaga
menerapkan pola pengelolaan resiko yang berbeda. Sebagai contoh, dalam
keluarga, pola alokasi kesejahteraan bersandar pada resiprositas (reciprocity),
sedangkan pada pasar basisnya adalah pertukaran tunai (cash nexus), dan dalam
negara basisnya adalah redistribusi otoritatif (authoritative redistribution) melalui
kebijakan sosial. Bagaimana risiko dikelola dan siapa aktor utama pengelola
33 Ibid, h. 11.34 Ibid, h. 11-12.
24
risiko/penyedia kesejahteraan akan menentukan bentuk rezim kesejahteraan.35
Jaminan sosial dapat didefinisikan sebagai sistem pemberian uang
dan/atau pelayanan sosial guna melindungi seseorang dari resiko tidak memiliki
atau kehilangan pendapatan akibat kecelakaan, kecacatan, sakit, menganggur,
kehamilan, masa tua, dan kematian. Spicker dan MHLW, memberi batasan dan
penjelasan mengenai jaminan sosial sebagai berikut:
The term “social security” is mainly now related to financial
assistance, but the general sense of the term is much wider, and it
is still used in many countries to refer to provisions for health care
as well as income. Although the benefits of security are not
themselves material, they do have monetary value; people in
Britain, where there is a National Health Service, are receiving
support which people in the US have to pay for through private
insurance or a Health Maintenance Organisation.36
Social security systems mean the systems to enable every citizen to
lead a worthy life as a member of cultured society. Social security
systems provide countermeasures against the causes for needy
circumstances including illness, injury, childbirth, disablement,
death, old age, unemployment and having a lot of children by
implementing economic security measures through insurance or by
direct public spending37.
35 Ibid, h. 11.36 Spicker, Paul , Social Policy: Themes and Approaches, 1995, h. 60.37 MHLW (Ministry of Health, Labour and Welfare of Japan) Annual Report on Healthand Welfare, 1999, h. 2.
25
Dari pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
jaminan sosial mempunyai beberapa aspek yaitu:
1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimal bagi tenaga kerja serta keluarganya.
2. Dengan adanya upaya perlindungan dasar akan memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan, sebagai pengganti atau
seluruh penghasilan yang hilang.
3. Menciptakan ketenangan kerja karena adanya upaya perlindungan
terhadap resiko ekonomi maupun sosial.
4. Karena adanya upaya perlindungan dan terciptanya ketenangan kerja akan
berdampak meningkatkan produktifitas kerja.
5. Dengan terciptanya ketenangan kerja pada akhirnya mendukung
kemandirian dan harga manusia dalam menerima dan menghadapi resiko
sosial ekonomi.
Jaminan Sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial bagi
seluruh rakyat dalam bentuk santunan baik berupa uang sebagai pengganti
sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang maupun pelayanan sebagai
akibat peristiwa atau keadaan yang diakibatkan oleh risiko-risiko sosial berupa
kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia melalui
mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib. Dalam jaminan sosial juga
memberikan pelayanan kesehatan bagi seluruh warga negara Indonesia. Oleh
sebab itu guna mewujudkan negara kesejahteraan maka negara diwajibkan untuk
menjamin pemberian jaminan sosial kepada masyarakat secara merata dan dapat
26
dinikmati oleh seluruh warga negara Indonesia. Konstitusi Indonesia pun telah
menjamin adanya hak jaminan sosial yang ada didalam pasal 28H ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi bahwa “Setiap orang berhak atas
jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat.” Artinya penerimaan jaminan sosial bagi seluruh
warga negara adalah hak yang harus dipenuhi oleh Negara.
Dalam beberapa dekade terakhir Indonesia telah membentuk Badan
penyelenggaraan jaminan sosial antara lain TASPEN yang diselenggarakan
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1963 diselenggarakan untuk
Pegawai Negeri, kemudian ASABRI yang diselenggarakan berdasarakan
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1963 hanya berlaku bagi prajurit Tentara
Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), dan
PNS Departemen Pertahanan/TNI/POLRI beserta keluarganya, dan ASKES yang
diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1992 untuk
menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil,
Penerima Pensiun PNS dan TNI/ POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta
keluarganya. Pada tahun 1992 juga didirikan Jamsostek yang berdasarkan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(JAMSOSTEK), Jamsostek diselenggarakan berdasarkaan UU No. 3 Tahun 1992
untuk memberikan jaminaan sosial terhadap pengusaha dan tenaga kerjanya.
Program jaminan sosial yang disebutkan diatas bersifat parsial artinya
hanya dinikmati oleh sebagian orang saja atau orang tertentu saja yang artinya
hanya pihak-pihak yang telah disebutkan di dalam ketentuan diataslah yang
27
berhak mendapatkan santunan dan/atau asuransi sosial dan/atau jaminan sosial
dari negara. Oleh sebab itu dianggap perlu dibentuk badan penyelenggara jaminan
sosial yang mampu mencakup seluruh warga Indonesia. Pada tahun 2004
dibentuklah peraturan mengenai sistem jaminan sosial yaitu UU Nomor 40 Tahun
2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasoional. Pada tahun 2014 dibentuklah
Badan hukum yang mengatur mengenai penyelenggara jaminan sosial
berdasarkan Pasal 5 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasoional. Kemudian badan hukum tersebut ditaungkan kedalam peraturan
perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang dimana BPJS merupakan badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan sosial.
2.2. Teori Kontrak Sosial
Negara timbul karena adanya kebutuhan-kebutuhan umat manusia. Tiada
manusia yang dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri-sendiri, sedangkan
masing-masing manusia mempunyai banyak kebutuan. Untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang banyak dan tidak dapat dipenuhi sendiri oleh manusia
secara individual, maka dibentuklah negara.38 Menurut Thomas Hobbes bahwa
negara adalah suatu tubuh yang dibuat oleh orang banyak beramai-ramai, yang
masing-masing berjanji akan memakainya menjadi alat untuk keamanan dan
pelindungan mereka.39 Yang terakhir menurut John Locke, bahwa negara dibentuk
berdasarkan kesepakatan bersama melalui perjanjian yang dimana pemerintah
diberi mandat untuk menyelenggarakan negara bertujuan untuk melindungi rakyat
38 Ni’Matul Huda, Ilmu Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 54.39 Ibid., h 29.
28
dan atau hak-hak rakyat.40 Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat
disimpulkan bahwa negara merupakan lembaga sosial yang dibentuk oleh
individu-individu melalui perjanjian yang menyerahkan hak-hak mereka kepada
penguasa untuk kepentingan bersama.
Dari penjelasan diatas dikatakan bahwah negara dibentuk oleh individu-
individu melalui perjanjian (kontrak sosial) yang menyerahkan hak-hak mereka
kepada penguasa. Hal tersebut didukung oleh pernyataan dari Thomas Hobbes
dimana diadakannya suatu perjanjian masyarakat yang pada perjanjian tersebut
setiap individu menyerahkan hak-haknya kepada suatu kolektivitas yaitu suatu
kesatuan dari individu-individu yanng dari kolektivitas tersebut menyerahkan hak-
haknya kepada raja. Oleh karenanya Raja mempunyai kekuasaan yang mutlak
setelah hak-hak rakyat diserahkan kepadanya.41 Berbeda dengan Hobbes, John
Locke berpendapat bahwa penguasa tidak mempunyai kekuasaan yang mutlak
melainkan dibatasi hanya sampai menjamin hak-hak asasi saja, kekuasan negara
tidak boleh melanggar hak-hak setiap warganya.42 Oleh sebab itu negara
mempunyai kekuasaan atas dasar perjanjian dari setiap individu yang
menyerahkan hak-hak kodrat mereka kepada kelompok penguasa yang dibatasi
hanya sampai menjamin hak-hak asasi rakyat.
Salah satu kekuasaan tersebut ialah monopoli kekuasaann, hal tersebut
didukung oleh pendapat Max Webber “The state is human society that
40 John Locke, Two Treatis of Civil Goverment, Esai Mengenai Asasi Mula Sesungguhnya,Ruang Lingkup, dan Maksud Tujuan Pemerintah Sipil (Terjemahan A.Widyamartaya),(Yogyakarta: Kanisius, 2002), h. 82-8341 Moh.Koesnardi dan Bintan R.Saragih, Ilmu Negara, Edisi Revisi, (Jakarta: Gaya MediaPratama, 1998), h. 67.42 John Locke, Two Treatis of Civil Goverment, Esai Mengenai Asasi Mula Sesungguhnya,Ruang Lingkup, dan Maksud Tujuan Pemerintah Sipil (Terjemahan A.Widyamartaya),(Yogyakarta: Kanisius, 2002), h. 82.
29
(succesfully) claims monopoly of the legitimate use of physical force within a
given territory).43 Menurut webber bahwa negara memiliki monopoli kekuasaan
yang bersifat memaksa dan berlaku secara sah, sehingga membuat negara
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada kedudukan bentuk-bentuk
pergaulan hidup manusia. Monopoli Kekuasaan yang bersifat memaksa harus
dipergunakan untuk menyelenggarakan kepentingan bersama anggota masyarakat
yang mendirikan negara. Kemudian menurut John Locke bahwa seluruh
kekuasaan yang dipunyai pemerintah ada hanya demi kebaikan masyarakat, maka
tidak boleh bersifat sewenang-wenang dan sekehendak sendiri dan harus
dilaksanakan menurut undang-undang yang telah ditetapkan dan diumumkan. 44
Negara, menurut Rousseau, adalah sebuah bentuk pasif dari persatuan beberapa
orang yang memiliki sebuah keinginan yang sama, menyerahkan diri mereka
kepada suatu perjanjian. Maka tujuan yang semula bersifat khusus menjelma
menjadi tujuan umum tanpa mengurangi hak dan kebebasan individu tersebut.45
Berdarsakan pendapat Rousseau tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
kekuasaan negara berada di tangan rakyat yang artinya negara sebagai panitia
yang diangkat oleh rakyat untuk jangka waktu tertentu dengan tugas utama
melakukan kehendak rakyat yang tertuang dalam undang-undang.
Jadi berdasarkan ketiga pendapat ahli diatas maka Monopoli Kekuasaan
negara adalah penguasaan atas sektor-sektor yang penting bagi setiap individu dan
43 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama ,2006),h. 39-40.44 John Locke, op.cit., h. 11045 JJ. Rousseau, Du Contrack Sosial (kontrak Sosial), terjemahan Rahayu Sutiati Hidayatdan Ida Sundari Husen, (Jakarta: Dian Rakyat, 2010), h. 25
30
tidak boleh digunakan untuk kepentingan golongan penguasa atau sekelompok
orang tertentu yang diatur melalui undang-undang
2.3. Teori Perundang-undangan
Undang-undang (gezets) adalah dasar dan batas bagi kegiatan pemerintah,
yang menjamin tuntutan-tuntutan negara berdasar atas hukum, dan adanya
kepastian dalam hukum. Undang-undang ialah produk yang dibentuk bersama
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan presiden, dalam penyelengaraan
pemerintahan negara (Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UUD 1945 hasil perubahan
pertama).
Menurut Otto, dkk., teori tentang pembentukan undang-undang
(legislative theories) memungkinkan untuk mengenali faktor relevan yang
mengaruhi kualitas hukum (the legal quality) dan substansi undang-undang (the
content of the law). Teori-teori tersebut meliputi:
1. The synoptic policy-phases theory;
2. The agenda-building theory;
3. The elite ideology theory;
4. The bureau-politics theory or organisational politics theory;
5. The four rationalities.
Diantara kelima macam teori pembentukan undang-undang tersebut, “the
agenda building theory” kiranya sesuai-memiliki kesamaan dengan situasi dan
kondisi pembentukan hukum di indonesia, yang pada umumnya memiliki
karakteristik “a bottom up approach”. Dengan demikian teori tersebut
31
mengandung persamaan unsur-unsur dengan proses pembentukan undang-undang
di Indonesia.
Landasan pembentukan undang-undang menurut Jimly Asshiddiqe, harus
dilihat dari sisi tekhnis pembentukan undang-undang, landasan pembentukan
undang-undang haruslah tergambar dalam ‘konsiderens” suatu undang-undang.
Dalam konsiderens suatu undang-undang haruslah memuat norma hukum yang
baik, yang menjadi landasan keberlakuan undang-undang tersebut.46
Undang-Undang adalah hukum yang telah disahkan oleh badan legislatif
atau unsur pemerintahan yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-undang disebut
sebagai rancangan Undang-Undang. Undang-undang berfungsi untuk digunakan
sebagai otoritas, untuk mengatur, untuk menganjurkan, untuk menyediakan
(dana), untuk menghukum, untuk memberikan, untuk mendeklarasikan, atau
untuk membatasi sesuatu. Suatu undang-undang biasanya diusulkan oleh anggota
badan legislatif (misalnya anggota DPR), eksekutif (misalnya presiden), dan
selanjutnya dibahas di antara anggota legislatif. Undang-undang sering kali
diamandemen (diubah) sebelum akhirnya disahkan atau mungkin juga ditolak.
Undang-undang dipandang sebagai salah satu dari tiga fungsi utama
pemerintahan yang berasal dari doktrin pemisahan kekuasaan. Kelompok yang
memiliki kekuasaan formal untuk membuat legislasi disebut sebagai legislator
(pembuat undang-undang), sedangkan badan yudikatif pemerintah memiliki
kekuasaan formal untuk menafsirkan legislasi, dan badan eksekutif pemerintahan
46 Yuliandri, Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2010), h. 25.
32
hanya dapat bertindak dalam batas-batas kekuasaan yang telah ditetapkan oleh
hukum perundangundangan.
Undang-undang secara formil jelas berbeda dari rancangan undang-
undang. Pembatas antara suatu rancangan undang-undang dan undang-undang
adalah tindakan pengesahan formil berupa pengundangan un-dang-undang itu
dalam Lembaran Negara. Sejak undang-undang itu diundangkan, maka naskahnya
resmi disebut sebagai undang-undang. Akan tetapi, sebelum naskah yang
bersangkutan resmi disahkan oleh Presiden dan kemudian diundangkan
sebagaimana mestinya dalam Lembaran Negara, maka naskah rancangan itu
masih tetap disebut sebagai rancangan undang-undang. Tentu saja dapat
dibedakan antara rancangan undang-undang yang belum dibahas bersama oleh
Dewan Perwakilan Rakyat, rancangan undang-undang yang sedang dalam proses
pembahasan bersama oleh DPR bersama dengan pemerintah, dan rancangan
undang-undang yang telah mendapat persetujuan bersama oleh DPR bersama
dengan pemerintah, yaitu yang sudah disahkan secara materiel dalam rapat
paripurna DPR RI sebagai tanda dicapainya persetujuan bersama antara DPR dan
Presiden atas rancangan undang-undang yang bersangkutan.47
2.4. Hasil Penelitian
Berikut aturan mengenai kewajiban negara untuk memberikan jaminan
sosial pada setiap Undang-Undang dasar Negara
a. UUD 1945
Pasal 33
47 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 41.
33
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara
dan dipergunakan untuk sebesar-sebesar kemakmuran rakyat
Pasal 34
Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
b. Konstitusi RIS
Pasal 35
Penguasa sesanggupnja memadjukan kepastian dan djaminan
sosial,teristimewa pemastian dan keadaan2 perburuhan sjarat2 pendjaminan
perburuhan dan jang baik, pentjegahan dan pemberantasan pengangguran serta
penjelenggaraan persediaan untuk hari-tua dan pemeliharaan djanda2 dan anak2
jatim-piatu.
Pasal 36
1) Meninggikan kemakmuran rakjat adalah suatu hal jang terus-menerus
diselenggarakan oleh penguasa, dengan kewadjibannja senantiasa
mendjamin bagi setiap orang deradjat hidup jang sesuai dengan martabat
manusia untuk dirinja serta keluarganja.
2) Dengan tidak mengurangi pembatasan jang ditentukan untuk kepentingan
umum dengan peraturan2 undang-undang, maka kepada sekalian orang
34
diberikan kesempatan menurut sifat, bakat dan ketjakapan masing2 untuk
turut serta dalam perkembangan sumber2 kemakmuran negeri.
c. UUDS
Pasal 36
Penguasa memadjukan kepastian dan djaminan sosial, teristimewa
pemastian dan pendjaminan sjarat-sjarat perburuhan dan keadaan-keadaan
perburuhan jang baik, pentjegahan dan pemberantasan pengangguran serta
penjelenggaraan persediaan untuk hari-tua dan pemeliharaan djanda-djanda dan
anak-jatim-piatu.
Pasal 37
1) Penguasa terus-menerus menjelenggarakan usaha untuk meninggikan
kemakmuran rakjat dan berkewadjiban senantiasa mendjamin bagi setiap
orang deradjat hidup jang sesuai dengan martabat manusia untuk dirinja
serta keluarganja.
2) Dengan tidak mengurangi pembatasan jang ditentukan untuk kepentingan
umum dengan peraturan-peraturan undang-undang, maka kepada sekalian
orang diberikan kesempatan menurut sifat, bakat dan ketjakapan masing-
masing untuk turut-serta dalam perkembangan sumber-sumber
kemakmuran negeri.
3) Penguasa mentjegah adanja organisasi-organisasi jang bersifat monopol
partikelir jang merugikan ekonomi nasional menurut peraturan-peraturan
jang ditetapkan dengan undangundang.
Pasal 38
35
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas
kekeluargaan.
2) Tjabang-tjabang produksi jang penting bagi Negara dan jang menguasai
hadjat hidup orang banjak dikuasai oleh Negara.
3) Bumi dan air dan kekajaan alam jang terkandung didalamnja dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakjat.
d. UUD 1945 amandemen ke-4
Pasal 33
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara
dan dipergunakan untuk sebesar-sebesar kemakmuran rakyat
4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.
Pasal 34
1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
36
2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.
3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-
undang.
.4.1.Hak dan Kewajiban Negara dan Warga Negara
Indonesia menganut faham negara kesejahteraan yang tercantum dalam
pembukaan UUD 1945 dimana diberikan peran yang lebih penting kepada negara
dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada
warganya. Oleh sebab itu dalam dalam mewujudkan Negara kesejahteraan di
Indonesia maka negara mempunyai hak dan kewajiban:
Hak negara:
Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kewajiban negara antara lain sebagai berikut:
Pasal 34. UUD 1945
1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
37
2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.
3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.
Dalam hal ini Warga Negara juga diberikan hak dan Kewajiban dalam
kaitannya mewujudkan Negara Kesejahteraan. Antara lain sebagai berikut:
Hak Warga Negara
1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”
(pasal 27 ayat 2).
2. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak
untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.”(pasal 28A).
3. Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi
kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)
4. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
38
5. hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).
Kewajiban Warga Negara Indonesia :
1. Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945
berbunyi : segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
2. Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD
1945 menyatakan: setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara”.
3. Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 28J ayat 2 menyatakan: “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,
setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh
undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
4. Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30
ayat (1) UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
.4.2. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
39
Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program
Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup layak apabila terjadi hal-hal yang dapat
mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena merasa sakit,
mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau pensiun.
SJSN diselenggarakan berdasarkan asas kemanusian, asas manfaat, dan
asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.48 SJSN bertujuan untuk
memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap
peserta dan/atau anggota keluarganya.49 SJSN diselenggarakan berdasarkan pada
prinsip kegotong-royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas,
portabilitas, kepesertaan yang bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan
Dana Jaminan Sosial.50
a. kegotong-royongan;
Prinsip kegotong-royongan dalam ketentuan ini adalah prinsip
kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial,
yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai
dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilannya.
b. nirlaba;
Prinsip nirlaba dalam ketentuan ini adalah prinsip pengelolaan
usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh peserta.
48 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN.49 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN.50 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN.
40
c. keterbukaan;
Prinsip keterbukaan dalam ketentuan ini adalah prinsip
mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap
peserta.
d. kehati-hatian;
Prinsip kehati-hatian dalam ketentuan ini adalah prinsip
pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib.
e. akuntabilitas;
Prinsip akuntabilitas dalam ketentuan ini adalah prinsip
pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan.
f. portabilitas;
Prinsip portabilitas dalam ketentuan ini adalah prinsip memberikan
jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau
tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
g. kepesertaan bersifat wajib;
Prinsip kepesertaan wajib dalam ketentuan ini adalah prinsip yang
mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial, yang
dilaksanakan secara bertahap.
h. dana amanat; dan
Prinsip dana amanat dalam ketentuan ini adalah bahwa iuran dan
hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta untuk
digunakan sebesarbesarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial.
41
i. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial.
Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam
ketentuan ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang
dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.
Jenis Program Jaminan Sosial:
a) Jaminan Kesehatan
Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial dan prinsip ekuitas. dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan.51
b) Jaminan Kecelakaan Kerja
Jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan
prinsip asuransi sosial dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat
pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami
kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja. 52
c) Jaminan Hari Tua
Jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial atau tabungan wajib dengan tujuan untuk menjamin agar peserta
menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total
tetap, atau meninggal dunia. 53
d) Jaminan Pensiun
51 Pasal 19 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN52 Pasal 29 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN53 Pasal 35 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN
42
Jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial atau tabungan wajib dengan tujuan untuk mempertahankan derajat
kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang
penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.54
e) Jaminan Kematian
Jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial. dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang
dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia. 55
.4.3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS)
Badan penyelenggaraan Jaminan Sosial (selanjutnya disebut BPJS)
dibentuk berdasarkan Pasal 5 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasoional yang dimana BPJS merupakan badan hukum yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan sosial. Dalam
penyelenggaraan jaminan sosial menurut BPJS diselenggarakan berdasarkan asas
kemanusian, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.56 BPJS juga bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta
dan/atau anggota keluarganya.57 BPJS diselenggarakan berdasarkan pada prinsip
kegotong-royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas,
54 Pasal 39 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN55 Pasal 43 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN56 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.57 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
43
portabilitas, kepesertaan yang bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan
Dana Jaminan Sosial. 58
Dalam penyelenggaraan jaminan sosial, BPJS dibagi menjadi 2 yaitu BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan berfungsi untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan
kematian, program jaminan pensiun, dan jaminan hari tua.59
Dalam melaksanakan fungsinya, BPJS mempunyai tugas untuk: 60
a. melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta;
b. memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja;
c. menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;
d. mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;
e. mengumpulkan mengumpulkan dan mengelola data Peserta program
Jaminan Sosial;
f. membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan
g. memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan
Sosial kepada Peserta dan masyarakat.
Dalam melaksanakan tugasnya BPJS diberi kewenangan untuk: 61
a. menagih pembayaran Iuran;
58 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.59 Pasal 9 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.60 Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.61 Pasal 11 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
44
b. menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan
jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,
kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
c. melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan
Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
d. membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh Pemerintah;
e. membuat atau menghentikan kontrak kerjadengan fasilitas kesehatan;
f. mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang
tidak memenuhi kewajibannya;
g. melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan
h. melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan
program Jaminan Sosial.
Dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial, BPJS diberi hak dan kewajiban
antara lain sebagai berikut:
Hak BPJS:62
62 Pasal 12 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
45
a. memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang
bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;dan
b. memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program
Jaminan Sosial dari DJSN setiap 6 (enam) bulan.
Kewajiban BPJS: 63
a. memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;
b. mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-
besarnya kepentingan Peserta;
c. memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik
mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil
pengembangannya;
d. memberikan manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-
Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
e. memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk
mengikuti ketentuan yang berlaku;
f. memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk
mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya;
g. memberikan informasi kepada Peserta mengenai saldo jaminan hari tua
dan pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
h. memberikan informasi kepada Peserta mengenai besar hak pensiun 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
63 Pasal 13 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
46
i. membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang
lazim dan berlaku umum;
j. melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku
dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial; dan
k. melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan,
secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan
tembusan kepada DJSN.
BPJS menerapkan prinsip kepesertaan yang bersifat wajib dimana
mewajibkan seluruh warga Indonesia untuk menjadi peserta BPJS, hal tersebut
tercantum dalam Pada pasal 14, 15 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (1) UU No.24
Tahun 2011 tentang BPJS, Pasal 14 “ Setiap Orang, termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta
Program Jaminan Sosial”. Pasal 15 ayat (1) “Pemberi Kerja secara bertahap wajib
mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan
Program Jaminan Sosial yang diikuti. Pasal 16 ayat (1) “setiap orang selain
pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran yang memenuhi persyaratan
kepeserataan dalam Program Jaminan Sosial wajib mendaftakan dirinya dan
anggota keluarganya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan Program
Jaminan Sosial yang diikuti.
Pada ketiga ayat tersebut mewajibkan seluruh warga Indonesia untuk
mendaftarkan dirinya sebagai peserta kepada BPJS, dan bagi setiap orang yang
tidak mendaftarkan dirinya sebagai peserta kepada BPJS makan akan dikenakan
sanksi administratif. Pada pasal 17 ayat (1) menyebutkan “Pemberi Kerja selain
47
penyelenggara negara yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dan setiap orang yang tidak melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikenai sanksi administratif.”
Sanksi administratif diatur dalam pasal 17 ayat (2) dirumuskan tiga sanksi
administratif
1. teguran tertulis
2. denda
3. tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu
BPJS juga menggunakan prinsip kegotong-royongan yang dimana terdapat
prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial,
yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan
tingkat gaji, upah, atau penghasilannya. Artinya bagi mereka yang tidak mampu
membayar iuran tetap memperoleh jaminan sosial.
2.5. Pembahasan Pengaturan Hak Monopoli Negara dalamPenyelenggaran Jaminan Sosial Perspektif: NegaraKesejahteraan
Penelitian yang dibuat penulis tentang Hak Monopoli Negara dalam
Penyelenggaraan Jaminan Sosial: Perspektif Negara Kesejahteraan dikarenkan
adanya praktek monopoli yang dilakukan oleh negara pada penyelenggaraan
Jaminan sosial dimana para pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan
pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS.64 Apabila tidak melaksanakan hal
tersebut maka akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda
dan tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu.65 Oleh sebab itu penelitian ini
64 Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS65 Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS
48
dibuat untuk menjelaskan mengenai Pengaturan Hak Monopoli Negara dalam
Penyelenggaraan Jaminan Sosial: Perspektif Negara Kesejahteraan.
Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menyiratkan
Indonesia sebagai negara kesejahteraan. Hal tersebut terdapat pada alinea ke-4
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(yang selanjutnya disebut dengan Undang-undang Dasar 1945). Dirumuskan
“Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial“ artinya memajukan kesejahteraan umum adalah salah satu
tujuan dari dibentuknya Negara Indonesia yang telah diamanatkan oleh Undang-
Undang Dasar 1945.
Negara Kesejahteraan adalah model ideal pembangunan yang difokuskan
pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting
kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan
komprehensif kepada warganya. Jadi fokus dari sistem negara kesejahteraan
adalah Pertama, negara harus menjamin tiap individu dan keluarga untuk
memperoleh pendapatan minimum agar mampu memenuhi kebutuhan hidup
paling pokok. Kedua, negara harus memberi perlindungan sosial jika individu dan
keluarga ada dalam situasi rawan/rentan sehingga mereka dapat menghadapi
masa-masa krisis, seperti sakit, usia lanjut, menganggur, dan miskin yang
potensial mengarah ke atau berdampak pada krisis sosial. Ketiga, semua warga
negara, tanpa membedakan status dan kelas sosial, harus dijamin untuk bisa
memperoleh akses pelayanan sosial dasar, seperti pendidikan, kesehatan,
49
pemenuhan gizi (bagi anak balita), sanitasi, dan air bersih. Salah satu
perlindungan sosial ialah pemberian jaminan sosial bagi seluruh warga negara
Indonesia.
Jaminan sosial dapat didefinisikan sebagai sistem pemberian uang
dan/atau pelayanan sosial guna melindungi seseorang dari resiko tidak memiliki
atau kehilangan pendapatan akibat kecelakaan, kecacatan, sakit, menganggur,
kehamilan, masa tua, dan kematian. Oleh sebab Jaminan sosial merupakan hak
yang harus dipenuhi oleh Negara kepada warga negara. Konstitusi Indonesia pun
telah menjamin adanya hak jaminan sosial yang ada didalam pasal 28H ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi bahwa “Setiap orang berhak atas
jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat.” Artinya penerimaan jaminan sosial bagi seluruh
warga negara adalah hak yang harus dipenuhi oleh Negara.
Dapat disimpulkan guna mewujudkan negera kesejahteraan dimana negara
diwajibkan untuk memberikan perlindungan sosial ke semua warga negara, tanpa
membedakan status dan kelas sosial, yang diantaranya adalah untuk bisa
memperoleh akses pelayanan sosial dasar, seperti pendidikan, kesehatan,
pemenuhan gizi (bagi anak balita), sanitasi, dan air bersih. Jaminan Sosial
merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial bagi seluruh rakyat dalam
bentuk santunan baik berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan
yang hilang atau berkurang maupun pelayanan sebagai akibat peristiwa atau
keadaan yang diakibatkan oleh risiko-risiko sosial berupa kecelakaan kerja, sakit,
hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia melalui mekanisme pengumpulan
50
dana yang bersifat wajib. Dalam jaminan sosial juga memberikan pelayanan
kesehatan bagi seluruh warga negara Indonesia. Oleh sebab itu guna mewujudkan
negara kesejahteraan maka negara diwajibkan untuk menjamin pemberian
jaminan sosial kepada masyarakat secara merata dan dapat dinikmati oleh seluruh
warga negara Indonesia. Dalam pemberian jaminan sosial oleh negara makan
diperlukan Badan Hukum yang diselenggarakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai pemberian jaminan sosial.
BPJS menerapkan prinsip kepesertaan yang bersifat wajib dimana
mewajibkan seluruh warga Indonesia untuk menjadi peserta BPJS, hal tersebut
tercantum dalam Pada pasal 14, 15 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (1) UU No.24
Tahun 2011 tentang BPJS, Pasal 14 “ Setiap Orang, termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta
Program Jaminan Sosial”. Pasal 15 ayat (1) “Pemberi Kerja secara bertahap wajib
mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan
Program Jaminan Sosial yang diikuti. Pasal 16 ayat (1) “setiap orang selain
pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran yang memenuhi persyaratan
kepeserataan dalam Program Jaminan Sosial wajib mendaftakan dirinya dan
anggota keluarganya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan Program
Jaminan Sosial yang diikuti.
Pada ketiga ayat tersebut mewajibkan seluruh warga Indonesia untuk
mendaftarkan dirinya sebagai peserta kepada BPJS, dan bagi setiap orang yang
tidak mendaftarkan dirinya sebagai peserta kepada BPJS makan akan dikenakan
sanksi administratif (Pasal 17 ayat (1)). Sanksi administratif dapat berupa teguran
51
tertulis, denda dan tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu. Pada BPJS juga
menggunakan prinsip kegotong-royongan yang dimana terdapat prinsip
kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang
diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan
tingkat gaji, upah, atau penghasilannya. Artinya bagi mereka yang tidak mampu
membayar iuran tetap memperoleh jaminan sosial.
Dikarenkan adanya praktek monopoli yang dilakukan oleh negara pada
penyelenggaraan Jaminan sosial dimana para pemberi kerja wajib mendaftarkan
dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS.66 Apabila tidak
melaksanakan hal tersebut maka akan dikenakan sanksi administratif berupa
teguran tertulis, denda dan tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu.67 Maka
pengaturan Hak Monopoli Negara dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial
didasarkan pada kontrak sosial. Dalam kontrak sosial dimana diadakannya suatu
perjanjian masyarakat yang pada perjanjian tersebut setiap individu menyerahkan
hak-haknya kepada suatu kolektivitas yaitu suatu kesatuan dari individu-individu
yanng dari kolektivitas tersebut menyerahkan hak-haknya kepada raja. Oleh
karenanya Raja mempunyai kekuasaan yang mutlak setelah hak-hak rakyat
diserahkan kepadanya.68 John Locke berpendapat bahwa penguasa tidak
mempunyai kekuasaan yang mutlak melainkan dibatasi hanya sampai menjamin
hak-hak asasi saja, kekuasan negara tidak boleh melanggar hak-hak setiap
66 Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS67 Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS68 Moh.Koesnardi dan Bintan R.Saragih, Ilmu Negara, Edisi Revisi, (Jakarta: Gaya MediaPratama, 1998), h.67.
52
warganya.69 Oleh sebab itu negara mempunyai kekuasaan atas dasar perjanjian
dari setiap individu yang menyerahkan hak-hak kodrat mereka kepada kelompok
penguasa yang dibatasi hanya sampai menjamin hak-hak asasi rakyat.
Perjanjain tersebut kemudian dituangkan kedalam pembukaan UUD 1945
alinea ke-4 yang berbunyi “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
Pada pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 menyebutkan bahwa guna
mewujudkan tujuan dari negara maka disusunlah perjanjian tersebut kedalam
suatu peraturan perundang-undangan. Peraturan perundangan-undangan adalah
peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat negara yang
berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
69 John Locke, Two Treatis of Civil Goverment, Esai Mengenai Asasi Mula Sesungguhnya,Ruang Lingkup, dan Maksud Tujuan Pemerintah Sipil (Terjemahan A.Widyamartaya),(Yogyakarta: Kanisius, 2002), h. 82
53
undangan.70 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. Undang-undang
adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan
persetujuan Presiden. DPR merupakan lembaga negara yang dipilih oleh rakyat
melalui pemilu, oleh sebab DPR merupakan wakil rakyat yang mempunyai
wewenang untuk membentuk Undang-Undang dengan persetujuan presiden.
70 Pasal 1 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.