tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/39306/3/bab ii.pdf6 tinjauan pustaka 2.1. hepar 2.1.1 anatomi...
TRANSCRIPT
6
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hepar
2.1.1 Anatomi Hepar
Hepar merupakan organ besar di tubuh, memiliki berat sebesar 1,5 kg atau
sekitar 2% dari berat tubuh orang dewasa, hepar merupakan kelenjar terbesar dan
terletak di dalam rongga perut di bawah diafragma, sebagian besar hepar dilindungi
oleh barisan kosta kanan, dan hemidiafragma kanan memisahkan hepar dari pleura,
paru-paru, perikardium, dan jantung, hepar memiliki lebar hingga mencapai
hemidiafragma kanan. (Snell & Richard, 2012)
Hepar merupakan perantara antara saluran pencernaan dengan darah,
sebagian besar dari daerah yang berada pada hepar berasal dari vena porta (70-
80%), darah ini berasal dari lambung, usus, dan limpa. Sisanya (20%) disuplai oleh
arteri hepatika, seluruh materi yang diserap tiba di hepar melalui vena porta kecuali
kilomikron, yang mana diangkut oleh pembuluh limfe. (Snell & Richard, 2012)
Hepar dalam sistem sirkulasi memiliki peran yang optimal untuk
menampung, mengubah, serta mengumpulkan metabolit dari darah serta untuk
menetralisir dan mengeluarkan zat toksik dari dalam darah, pengeluaran toksik ini
dilakukan oleh empedu. Hepar juga menghasilkan protein plasma, seperti albumin,
fibrinogen, dan berbagai protein lainnya (Mescher, 2012 : Snell & Richard, 2012).
Daerah posteroinferior atau permukaan viseral dari hepar, berbentuk
ireguler, dan memiliki kontak dengan bagian abdomen dari esophagus, gaster,
flexura colic dextra, ren dextra, glandula suprarenal, dan vesica billiaris
7
Hepar terbagi menjadi lobus besar yaitu lobus dextra dan lobus yang lebih
kecil yaitu lobus sinistra oleh ligamentum falciforme. Lobus sinistra daripada
hepar selanjutnya terbagi menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh
kehadiran vesica biliaris, fissura dari ligamentum teres, vena cava inferior, dan
fissura dari ligamentum venosum. Hepar secara utuh dikelilingi oleh sebuah kapsula
fibrous, hepar terbentuk dari lobulus hepar, vena sentral dari setiap lobulus
merupakan sebuah cabang dari vena hepatika. (Snell & Richard, 2012).
2.1.2 Histologi Hepar
Hepar dibungkus oleh simpai tipis jaringan ikat yang menebal di hilus,
tempat dimana vena porta dan arteri hepatika memasuki organ dan keluarnya duktus
hepatika kiri dan kanan serta pembuluh limfe dari hati, pembuluh-pembuluh dan
duktus ini dikelilingi oleh jaringan ikat disepanjang perjalanannya hingga ke bagian
asal didalam celah portal diantara lobulus hati, pada tempat ini, jalinan serat
Gambar 2.1 Anatomi Hepar
Netter,2014
8
Gambar 2.3 Struktur umum organ hepar
retikuler halus mengelilingi dan menopang sel hati dan sel endotel sinusoid di
lobulus hati. (Mescher, 2012)
Gambar 2.2 Struktur umum organ hepar
Mescher,2012
Ross MH & Pawlina W, 2011
9
Hepatosit tersusun berupa ribuan lobulus hati kecil polihedral yang
merupakan unit fungsional dan struktural hati yang klasik, setiap lobulus memiliki
tiga sampai enam area portal di bagian perifernya dan suatu venula yang disebut
sebagai vena sentral di bagian pusatnya. Zona portal di sudut lobulus terdiri atas
jaringan ikat dengan suatu venula, arteriol, dan duktus epitel kuboid, ketiga struktur
tersebut disebut sebagai trias porta, venula tersebut mengandung darah dari vena
mesenterica superior dan inferior serta vena lienalis, arteriol menerima darah dari
truncus coeliacus dari aorta abdominalis, duktusnya membawa empedu yang dibuat
oleh sel-sel parenkim (hepatosit) dan akhirnya mencurahkan isinya kedalam duktus
hepatikus.Hepatosit membentuk suatu lempeng yang berhubungan seperti susunan
bata di tembok dan lempeng sel ini tersusun secara radial disekeliling vena sentral.
Dari bagian perifer lobulus ke pusatnya, lempeng hepatosit bercabang dan
beranastomosis secara bebas membentuk struktur yang menyerupai spons, celah di
antara lempeng ini mengandung komponen mikrovaskular penting, yaitu sinusoid
hati. (Mescher, 2012).
Sinusoid hanya terdiri dari lapisan diskontinu sel endotel bertingkap,
sinusoid dikelilingi dan ditunjang selubung serat retikular halus. Selain sel endotel,
terdapat dua sel penting yang berhubungan dengan sinusoid, yaitu; sel Kupffer, sel
yang ditemukan di antara sel endotel sinusoid dan permukaan luminal didalam
sinusoid, terutama dekat area portalnya, memiliki fungsi utama untuk
menghancurkan eritrosit tua, menggunakan ulang heme, menghancurkan bakteri
atau debris yang dapat memasuki darah portal dari usus dan bekerja sebagai sel
penyaji antigen pada imunitas adaptif.Sel-sel penimbun lemak-stelata (sel -sel Ito)
yang terdapat pada celah perisinusoid dengan droplet kecil yang mengandung
10
vitamin A, sel tersebut menyimpan banyak vitamin A tubuh, menghasilkan
komponen matriks ekstrasel, dan ikut berperan dalam mengatur imunitas setempat.
(Mescher, 2012)
Hepatosit merupakan sel polihedral besar dengan enam atau lebih
permukaan, dan berdiameter 20-30m. Pada sediaan yang dipulas dengan
hematoksilin dan eosin, sitoplasma hepatosit biasanya bersifat eosinofilik karena
banyaknya mitokondria, yang berjumlah hingga 2000 per sel. Hepatosit memiliki
inti sferis besar dengan nukleolus. Sel-sel tersebut sering memiliki dua atau lebih
nukleolus dan 50% lainnya darinya bersifat poliploid, dengan dua, empat, delapan,
atau melebihi jumlah kromosom diploid normal. Inti poliploid ditandai dengan
ukuran yang lebih besar, yang proporsional dengang sifat ploidnya, permukaan
setiap hepatosit berkontak dengan dinding sinusoid, melalui celah Disse, diantara
kedua hepatosit terbentuk suatu celah tubular yang disebut dengan kanalikuli
biliaris. (Mescher, 2012)
Gambar 2.4 Histologi umum hepar. Vena Porta (PV),
Arteriol (A), Duktus (D),Sinusoid (S). Pewarnaan
HE,perbesaran 400x dengan mikroskop cahaya
Mescher,2012
11
Kanalikuli merupakan bagian pertama duktus biliaris, dibatasi oleh
membran plasma dari dua hepatosit yang menjulurkan sedikit mikrovili di bagian
dalamnya, membran sel didekat kanalikuli diikat kuat oleh taut erat. Taut celah juga
terdapat di antara hepatosit yang memungkinkan tempat komunikasi antarsel dan
koordinasi aktivitas sel-sel. Kanalikuli membentuk suatu jalinan anastomosis
kompleks di sepanjang dinding lobulus hati dan berakhir di daerah portal. Di area
portal perifer, kanalikuli bermuara kedalam duktulus biliaris yang tersusun dari sel-
sel kuboid yang disebut kolangiosit, setelah melewati jarak pendek, duktulus
melewati hepatosit pembatas di lobulus dan berakhir dalam duktus biliaris di celah
portal. Duktus biliaris dilapisi epitel kuboid atau silindris dan mempunyai selubung
jaringan ikat khusus, duktus-duktus ini kemudian membesar, menyatu, dan
membentuk duktus hepatikus kiri dan kanan, yang pada akhirnya keluar dari hati.
(Mescher, 2012)
Hepatosit mempunyai banyak retikulum endoplasma baik yang kasar
maupun halus, retikulum endoplasma kasar berfungsi untuk sintesis protein plasma
menimbulkan sifat basofilia sitoplasma, yang sering lebih jelas di hepatosit dekat
area portal. Pada RE halus terdapat banyak proses penting yang terjadi, yang
terdistribusi secara difus di seluruh sitoplasma. Organel ini bertanggung jawab atas
proses oksidasi, metilasi, dan konjugasi yang diperlukan untuk menginaktifkan atau
mendetoksifikasi berbagai zat sebelum diekskresi. (Mescher, 2012)
Hepatosit sering mengandung tumpukan glikogen, yang tampak secara
ultrastruktural sebagai granul padat elektron yang kasar dan sering berkumpul
dalam sitosol dekat dengan RE halus. Glikogen hati merupakan timbunan glukosa
dan dimobilisasi jika kadar glukosa darah menurun di bawah normal, agar hepatosit
12
mempertahankan kestabilan kadar glukosa darah, yakni salah satu sumber energi
utama tubuh. Kapasitas untuk menyimpan metabolit tersebut penting karena hal
tesebut menyuplai energi bagi tubuh di antara waktu makan. Hepatosit biasanya
tidak menyimpan protein dalam granula sekretorik tetapi secara kontinu
melepaskannya ke dalam aliran darah. (Mescher, 2012)
Hepatosit bertanggung jawab atas konversi lipid dan asam amino menjadi
glukosa melalui suatu proses enzimatik kompleks yang glukoneogenesis. Hepatosit
juga merupakan tempat utama deaminasi asam amino yang menimbulkan produksi
urea yang diangkut dalam darah ke ginjal dan diekskresikan ke dalam tempat
tersebut (Mescher, 2012)
Lisosom hepatosit sangat penting untuk pergantian dan degradasi organel
intrasel. Peroksisom juga banyak dijumpai dan penting untuk oksidasi kelebihan
asam lemak, penguraian hidrogen peroksida yang dibentuk oksidasi tersebut
(melalui aktivitas katalase), pemecahan kelebihan purin menjadi asam urat, dan
berpartisipasi dalam sintesis kolestrol, asam empedu dan sejumlah lipid yang
digunakan neuron untuk membentuk mielin . setiap hepatosit dapat memiliki hingga
50 kompleks Golgi yang terlibat dalam pembentukan lisosom dan sekresi protein,
glikoprotein, dan lipoprotein ke dalam plasma. (Mescher, 2012 ; Eroschenko,2012)
Sekresi empedu merupakan suatu fungsi eksokrin karena hepatosit terlibat
dalam ambilan, transformasi dan ekskresi komponen darah kedalam
kanalikuli biliaris. Empedu mempunya sejumlah komponen penting lainnya selain
air dan elektrolit, seperti asam empedu, fosfolipid, kolesterol, dan pigmen empedu
yang mengandung heme.(Mescher, 2012 ; Eroschenko,2012)
13
Asam empedu memiliki suatu fungsi penting dalam emulsifikasi lipid di
saluran cerna sehingga memudahkan proses pencernaan oleh lipase dan absorpsi
selanjutnya. Kebanyakan pigmen empedu berasal dari perombakan hemoglobin
pada eritrosit yang menua, terutama terjadi dalam makrofag limpa, dan juga
makrofag sinusoid hati. Zat dan obat yang berpotensi toksik dapat dinonaktifkan
melalui oksidasi, metilasi atau konjugasi. Enzim yang berpartisipasi dalam proses
ini terutama berada dalam RE halus hepatosit. Pada keadaan tertentu, obat yang
dinonaktifkan dalam hati dapat menginduksi penambahan RE halus dalam hepatosit
sehingga kapasitas detoksifikasi hati meningkat. (Mescher, 2012 ; Eroschenko,
2012)
2.1.3 Fungsi hepar
Hepar memproduksi sebagian besar dari proten plasma di sirkulasi tubuh,
yang di dalamnya termasuk albumin,lipoprotein, glikoprotein, haptoglobin,
transferrin,, hemopexin, prothrombin, fibrinogen, non-immun -globulin dan –
globulin. Hepar menyimpan dan mengkonversi beberapa vitamin dan besi. Hepar
mempunyai peran yang penting dalam pengambilan, penyimpanan, dan
pemeliharaan level vitamin A di dalam sirkulasi. Ketika level vitamin A dalam
darah menurun, hepar menjalankan tempat penyimpanan vitamin A pada sel stelata
hepar,Vitamin A kemudian dilepaskan ke dalam sirkulasi dalam bentuk ikatan
retinol dengan RBP (Retinol Binding Protein). (Ross MH & Pawlina W,2011)
Hepar mempunyai peran yang penting dalam metabolisme vitamin D
dengan mengkonversi Vitamin D3 menjadi 25-hydroxycholecalciferol yang
merupakan bentuk predominan dari vitamin D di sirkulasi, tidak seperti vitamin A,
vitamin D tidak disimpan di hati tapi didistribusikan ke otot skelet dan jaringan
14
adiposa. Pada pembentukan prothrombin dan beberapa faktor koagulasi lainnya di
hepar, vitamin K memiliki peranan yang cukup penting. Vitamin K berasal nutrisi
tambahan dari luar dan sintesis di usus halus oleh flora bakteri yang kemudian
ditranspor ke hepar dengan kilomikron, yang secara cepat diserap. Selain vitamin,
hepar berperan dalam menyimpan, metabolisme, dan homeostasis dari zat besi.
Hepar mensintesis hampir semua protein yang dibutuhkan dalam transpor dan
metabolisme zat besi seperti transferrin, haptoglobin, dan hemopexin (Ross MH &
Pawlina W,2011).
Hepatosit berperan dalam mendegradasi obat-obatan, toksin, dan protein
asing lainnya dari dalam tubuh (Xenobiotic). Hepar mengubah substansi yang tidak
dapat dieliminasi menjadi bentuk yang soluble , proses ini terjadi di hepatosit dalam
dua fase, yaitu fase I oksidasi dan fase II konjugasi. Pada fase I oksidasi di
dalamnya termasuk hidroksilasi (penambahan kelompok -OH) dan karboksilasi
(penambahan kelompok -COOH) kepada senyawa asing. Fase ini terjadi di dalam
retikulum endoplasma halus hepatosit dan mitokondria. Kemudian fase II
konjugasi, yang di dalamnya terjadi konjugasi dengan asam glukoronat, glisin, atau
taurin, proses ini membuat produk dari fase I menjadi lebih larut air dan dengan
mudah diekskresi oleh ginjal (Ross MH & Pawlina W,2011)
Hepar berperan penting dalam metabolisme karbohidrat yang
mempertahankan suplai nutrisi yang adekuat untuk proses sel. Pada metabolisme
glukosa, hepar memfosforilasi glukosa yang di absorbsi di saluran gastrointestinal
menjadi glukosa-6-fosfatase, tergantung dari energi yang dibutuhkan, glukosa-6-
fosfatase akan disimpan di hepar dalam bentuk glikogen atau digunakan dalam
15
jalur glikolitik. Selain karbohidrat, hepar berperan dalam metabolisme lipid. . (Ross
MH & Pawlina W,2011)
Asam lemak yang berasal dari plasma darah diambil oleh hepatosit
menggunakan -oksidasi untuk menyediakan energi. Hepar juga menghasilkan
badan keton yang digunakan sebagai sumber energi oleh organ lainnya. Perannya
dalam metabolisme kolestrol merupakan fungsi yang penting, kolestrol digunakan
dalam produksi garam empedu, sintesis VLDLs, dan biosintesis organel sel liver.
Selain itu, hepar membentuk sebagian besar urea ditubuh dari ion ammonium yang
merupakan derivat dari asam nucleat dan protein yang terdegradasi. Hepar juga
terlibat dalam sintesis dan konversi asam amino nonesensial. (Ross MH & Pawlina
W,2011)
Hepar memiliki fungsi eksokrin sebagai penghasil empedu, empedu berisi
hasil pembuangan yang terkonjugasi dan terdegradasi yang akan dikembalikan ke
usus untuk dibuang, dan juga zat yang mengikat metabolit di usus untuk membantu
absorbsi. Empedu dibawa dari parenkima hepar oleh saluran empedu yang
membentuk saluran hepatik. Saluran empedu kemudian membawa empedu ke
kantong empedu.(Ross MH & Pawlina W,2011)
Hepar memiliki fungsi untuk mengubah struktur dan fungsi dari banyak
hormon. Tiroksin adalah sebuah hormon yang diekskresikan oleh kelenjar tiroid
sebagai tetraiodothyronine (T4), yang mana di konversi di hepar untuk berubah
menjadi bentuk aktif. Hepar juga mengubah kerja Growth Hormone (GH) oleh
Growth Hormone-Releasing Hormone (GHRH) yang diinhibisi oleh
somatostatin.(Ross MH & Pawlina W,2011)
16
Hepar mengalami degenerasi hidropik dan degenerasi lemak yang
merupakan tanda awal terjadinya kerusakan pada hepar. Degenerasi hidropik pada
hepar terjadi ketika hepar mengalami gangguan seperti yang disebabkan oleh bahan
kimia, virus, bakteri,iskemia,suhu ekstrim dan lain sebagainya yang mengakibatkan
gangguan pada proses yang mengontrol konsentrasi ion pada sitoplasma sehingga
hepatosit mengalami pembesaran volume, gangguan tersebut muncul karena
ketidakseimbangan pada tiga komponen yaitu membran plasma, pompa sodium
pada membran plasma, dan ATP. (Rubin et al., 2015)
Degenerasi lemak pada hepar terbagi menjadi dua yaitu Alcoholic Fatty
Liver Disease dan Non-alcoholic Fatty Liver Disease. Lemak hasil pencernaan
dalam tubuh seperti kilomikron dan asam lemak bebas yang ditranspor ke hepar
yang kemudian di β-oksidasi oleh mitokondria atau disintesis menjadi trigliserida
oleh retikulum endoplasma, trigliserida yang baru dibentuk oleh retikulum
endoplasma selanjutnya disekresi menjadi lipoprotein atau disimpan. (Rubin et al.,
2015)
Pada Alcoholic Fatty Disease yang biasanya diderita oleh konsumsi
minuman beralkohol yang berlebihan, ethanol yang dikonsumsi menyebabkan
peningkatan lipolisis di tubuh sehingga meningkatkan transpor lemak ke hepar,
menurunkan oksidasi asam lemak oleh mitokondria, serta mengganggu
pembentukan trigliserida menjadi lipoprotein sehingga terjadi penumpukan lemak
pada sel hepatosit yang menyebabkan terjadinya degenerasi lemak. Pada Non-
alcoholic Fatty Liver Disease, degenerasi lemak terjadi disebabkan oleh resistensi
insulin yang menyebabkan peningkatan oksidasi mitokondria terhadap asam lemak
17
menghasilkan stress oksidatif berlebihan yang kemudian mengganggu metabolisme
lemak di hepatosit. (Rubin et al., 2015)
2.2. Timbal
Timbal adalah logam lunak berwarna silver-keabuan yang dapat ditemukan
di kerak bumi, dengan berat atom 207.21 Da dan nomor atom 82. Timbal memiliki
titik leleh yang rendah yaitu 327.4℃ dan mendidih pada 1620℃ pada tekanan
atmosfer. Timbal metalik relatif tidak larut dalam air dan asam yang diencerkan
namun larut dalam nitrat, asetat, dan asam sulfur terkonsentrasi yang panas.
Senyawa timbal inorganik memiliki warna yang cerah dan mempunyai kelarutan
di air yang berbeda-beda, banyak yang digunakan secara luas sebagai pigmen pada
cat seperti lead chromate (kuning) dan lead oxide (merah). Timbal juga mempunyai
bentuk organik, yang dua di antaranya digunakan secara komersial sebagai
pengawet bensin. Kompleks endogen sulfihidril (-SH) dari timbal adalah yang
paling penting secara toksikologis, kehadiran timbal pada jaringan manusia
menunjukkan kontaminasi telah terjadi di dalam tubuh. (Hoffman et al., 2015)
2.2.1. Sumber Pencemaran Timbal
Timbal memiliki berbagai macam sumber yang membuatnya dapat dengan
mudah masuk kedalam tubuh manusia yaitu timbal yang ditambahkan pada bahan
bakar, timbal dari industri seperti pertambangan yang dapat mencemari tanah, cat
dan pigmen yang berbahan dasar timbal, timbal penyatu pada kaleng makanan,
pelapis keramik, sistem saluran air yang menggunakan pipa dengan bahan dasar dan
penyatu timbal, timbal pada produk herbal, obat-obatan tradisional, kosmetik dan
mainan, pelepasan timbal ke udara akibat pembakaran produk yang mengandung
18
timbal, timbal yang berasal dari sampah elektronik, timbal pada rantai makanan
(WHO, 2010)
Tabel 2.1 Batas Maksimum Timbal dalam Makanan
Nomor Kategori Pangan Batas Maksimum
1. Produk Susu 0,02 mg/kg
2. Lemak dan minyak nabati 0,1 mg/kg
3. Lemak dan minyak hewani 0,1 mg/kg
4. Mentega 0,1 mg/kg
5. Margarin 0,1 mg/kg
6. Buah sayur serta hasil olahannya 0,5 mg/kg
7. Kembang gula/permen dan coklat 1,0 mg/kg
8. Serealia dan produk serealia 0,3 mg/kg
9. Tepung terigu 1,0 mg/kg
10. Produk bakeri 0,5 mg/kg
11. Daging dan hasil olahannya 1,0 mg/kg
12. Jeroan sapi, babi, kambing, unggas 1,0 mg/kg
13. Ikan dan hasil olahannya 0,3 mg/kg
14. Ikan predator misalnya cucut, tuna,
marlin,dan lain-lain
0,3 mg/kg
15. Kekerangan (bivalve) Moluska, dan
teripang
1,5 mg/kg
16. Udang dan krustasea lainnya 0,5 mg/kg
17. Terasi 1,0 mg/kg
18. Madu 2,0 mg/kg
19. Garam 10,0 mg/kg
20. Rempah/bumbu 7,0 mg/kg
21. Kecap 1,0 mg/kg
22. Saus 1,0 mg/kg
23. Susu formula bayi 0,02 mg/kg
24. Susu formula lanjutan 0,02 mg/kg
25. Makanan pendamping ASI (MP-ASI)
siap santap
0,3 mg/kg
26. Makanan pendamping ASI (MP-ASI)
biskuit
0,3 mg/kg
27. Makanan pendamping ASI (MP-ASI)
bubuk instan
1,14 mg/kg
28. Air mineral alami 0,01 mg/l
29. Air minum dalam kemasan 0,005 mg/l
30. Sari buah dan nektar buah 0,2 mg/kg
Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2009
19
2.2.2. Toksisitas timbal
Timbal dikenal sebagai toksin mematikan dan manifestasi toksiknya dikenal
luas, sifatnya yang tidak biodegradable adalah alasan utama timbal berada di
lingkungan. Tidak ada tingkatan dari timbal yang berguna bagi tubuh dan tidak ada
paparan aman dari timbal yang ditemukan. Timbal menyebabkan efek kesehatan
yang ireversibel, dan mengganggu banyak fungsi tubuh dan utamanya
mempengaruhi saraf pusat, sistem hematopetik, hepatik, dan sistem renal. Standar
terjadinya peningkatan kadar timbal pada darah,orang dewasa adalah 10 μg/dL dan
pada anak-anak 5 μg/dL.(Flora, 2012; CDC,2012)
Ensefalopati adalah akibat langsung dari paparan timbal terhadap sistem
saraf yang gejala utamanya meliputi,iritabilitas, rentang perhatian yang buruk, sakit
kepala, gemetar, kehilangan ingatan, dan halusinasi, pada sistem hematopoietik
timbal merusak dengan menginhibisi berbagai enzim utama dalam jalur
pembentukan heme dan juga mengurangi lama hidup dari eritrosit yang beredar di
sirkulasi dengan meningkatkan kerapuhan membran sel keduanya mengakibatkan
munculnya anemia. Timbal dalam tubuh dapat memunculkan disfungsi renal
dikarenakan mekanisme transpor tubular yang terganggu dan perubahan morfologi
yang berubah karena degenerasi epitel, selain itu juga timbal mempengaruhi organ
reproduksi, pada pria timbal mengganggu spermatogenesis menyebabkan turunnya
motilitas dan jumlah dari sperma yang berujung pada infertilitas. Pada wanita,
timbal sering menyebabkan infertilitas, keguguran, hipertensi kehamilan, dan
kelahiran prematur.(Flora G, 2012)
20
2.2.3. Mekanisme Keracunan Timbal
Timbal menstimulasi terjadinya stress oksidatif yang menyebabkan
rusaknya jaringan dan organ tubuh seperti hepar, stres oksidatif merupakan
mekanisme utama dari keracunan timbal. Stres oksidatif merupakan
ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan kemampuan sistem
biologis tubuh untuk mendetoksifikasi atau memperbaiki kerusakan yang
dihasilkan oleh radikal bebas tersebut. Dalam pengaruh timbal, onset dari stres
oksidatif terjadi melalui dua jalur yang berbeda yang bekerja secara simultan, yang
pertama dengan meningkatkan pembentukan ROS di sel, dan yang kedua dengan
membuat deplesi antioksidan cadangan. (Flora, 2012; Flora, 2011; Flora, 2002).
Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang mempunyai elektron
yang tidak berpasangan, biasanya bersifat tidak stabil dan sangat reaktif. Pada tubuh
terdapat dua jenis radikal bebas yaitu oxygen-based radikal, dan nitrogen-based,
Radikal bebas oksigen seperti superoksida, radikal hidroksil, dan radikal paroksil,
dengan tambahan non radikal seperti hidrogen peroksida, asam hipoklorus dan
ozone. Radikal-radikal bebas oksigen ini dikenal dengan ROS (Reactive Oxygen
Species), yang terbentuk selama proses metabolisme dari oksigen. Pembentukan
ROS merupakan hal yang normal pada metabolisme aerobik, yang bertanggung
jawab pada manifestasi fungsi selular seperti jalur sinyal transduksi, pertahanan
terhadap mikroorganisme, dan ekspresi gen terhadap pertumbuhan atau kematian
sel, namun, jumlah ROS yang terlalu besar akan menyebabkan oksidatif stress yang
menginduksi kematian sel melalui mekanisme apoptosis dan nekrosis. (Li, 2015;
Flora, 2012)
21
Hepar merupakan merupakan salah satu organ utama yang diserang oleh
ROS. Sel parenkim merupakan sel utama yang menjadi subjek kerusakan hepar
yang diinduksi oleh stress oksidatif. selain itu, sel Kupffer, sel stelata hepatik, dan
sel endotelial memiliki potensi terpapar atau sensitif terhadap molekul yang
berhubungan dengan stres oksidatif seperti timbal. Berbagai sitokin seperti TNF-α,
IL 1β, IL-6 dan IL-8 akan dihasilkan oleh sel Kupffer ketika terinduksi molekul
yang berhubungan dengan stress oksidatif, hal ini meningkatkan inflamasi dan
apoptosis sel, pada sel stelata hepatik induksi molekul yang berhubungan dengan
stres oksidatif menyebabkan proliferasi dan sintesis kolagen di sel tersebut.
Inflamasi yang terjadi akan meningkatkan sel fagositik seperti neutrofil dan
makrofag yang akan memproduksi ROS dalam jumlah besar, namun tidak hanya
sel fagositik, sel nonfagositik juga menghasilkan ROS sebagai respon dari sitokin
yang dihasilkan oleh sel Kupffer (Biswas, 2016 ; Metwally et al, 2015; Li,2015;
Sanchez-Valle, 2012)
Antioksidan merupakan pertahanan tubuh untuk menghilangkan ROS yang
terbentuk oleh tubuh, antioksidan yang paling penting di dalam sel adalah glutation
(GSH) yang memiliki dua bentuk yaitu bentuk tereduksi (GSH) dan teroksidasi
(GSSG). tetapi, timbal memiliki kemampuan untuk membagi elektron yang
menghasilkan suatu pembentukan ikatan kovalen, ikatan yang terbentuk terjadi
antara bagian dari timbal dengan kelompok sulfihidril yang terdapat pada GSH,
menyebabkan terjadinya inaktivasi dari GSH. Timbal menginaktivasi ikatan
seperti, glutation reduktase (GR), glutation peroksidase (GPX) dan glutation-S-
transferase yang mana semakin menurunkan suplai GSH (Ahamed & Siddiqui,
2007) serta δ-amino levulinic acid dehidratase (ALAD), timbal merupakan inhibitor
22
poten dari δ-aminolevulinic acid dehydratase (ALAD), ALAD bertugas
mengkatalis kondensasi dari dua molekul 5-aminolevulinic acid (ALA) menjadi
sebuah molekul monopyrrole porphobilinogen (PBG), inhibisi ALAD akan
meningkatkan akumulasi ALA yang menginduksi pembentukan ROS di sel. selain
itu, timbal juga menginaktivasi super oxide dismutase (SOD) serta catalase (CAT).
Penurunan pada konsentrasi SOD dan CAT menurunkan pembuangan radikal
superoksida, meskipun sebagian besar menargetkan kelompok sulfihidril. Timbal
juga dapat mengganti ion zinc yang menjadi kofaktor penting bagi enzim (Li,2015;
Metwally et al, 2015; Flora,2012; Flora et al., 2007).
Stress oksidatif dapat mengubah membran bilayer dan menyebabkan lipid
peroksidasi dari polyunsaturated fatty acids (PUFA) menjadi lipoperoxyl radical
(LOO•) yang kemudian bereaksi dengan lipid untuk menghasilkan radikal lipid dan
lipid hydroperoxide (LOOH), LOOH bersifat tidak stabil dan selanjutnya
membentuk radikal peroksil dan alkoksil baru yang bersifat reaktif. Peroksidasi
dari lipid dan pemecahan lipid dengan pembentukan senyawa bersifat reaktif
menyebabkan perubahan pada permeabilitas dan fluiditas dari membran bilayer
yang merubah integritas dari sel Perubahan dari integritas sel menyebabkan
pembengkakan pada sel yang disebut sebagai degenerasi hidropik. (Metwally et al,
2015; Barrera,2012).
Gambaran yang muncul pada hepar tikus akibat mekanisme keracunan
timbal menunjukkan pemberian timbal menyebabkan infiltrasi sel inflamasi, dan
kongesti pada vena sentral yang dapat menyebabkan pembengkakkan sentralobular.
Hepatosit menunjukkan degenerasi sitoplasma yang tampak tervakuolisasi atau
mengalami pembengkakan yang disebut dengan degenerasi hidropik. Degenerasi
23
hidropik pada sel hepatosit merupakan mekanisme pertahanan seluler melawan zat
berbahaya dan juga merupakan konsekuensi dari gangguan lipid inklusi. Pada
durasi pemberian timbal yang lebih lama mulai tampak hilangnya struktur lobulus
hepar,piknotik nuklei, dan nekrosis dari sel hepatik pada jaringan hepar. (Metwally
et al, 2015; Hegazy & Fouad, 2014)
Gambar 2.5 Gambaran hepar pada tikus yang diberikan larutan timbal
dalam durasi pendek, menunjukkan : infiltrasi ringan sel inflamasi (i) di
dekat vena sentral (V) yang mengalami kongesti. Vakuolasi atau
pembengkakan hepatosit (l) terlihat . Perwarnaan HE,perbesaran 400x
dengan mikroskop cahaya
Gambar 2.6 Gambaran pada hepar tikus yang diberikan
timbal dalam durasi panjang, menunjukkan mulai hilangnya
struktur hepar, dengan area nekrosis (Ni), dan nukleus
piknotik (P) terlihat. Pewarnaan HE, pembesaran 400x
dengan mikroskop cahaya
Hegazy & Fouad, 2014
Hegazy & Fouad, 2014
24
Antioksidan dapat mencegah toksisitas timbal dengan tiga cara, yang
pertama dengan menginaktivasi ROS pada tingkat molekuler yang kemudian
menghentikan reaksi rantai radikal (chain breaking), kemudian dengan mengkelasi
timbal dan mencegah pembentukan ROS yang lebih lanjut, serta dengan mengkelasi
timbal dan mempertahankannya dalam sebuah keadaan yang redoks. Secara alami,
antioksidan dihasilkan oleh tubuh, namun paparan radikal bebas yang berlebihan
membuat tubuh perlu untuk mendapatkan tambahan antioksidan dari luar. (Flora G,
2012).
2.2.4. Klasifikasi antioksidan
Berdasarkan fungsi dan mekanisme kerjanya, antioksidan dibagi menjadi :
a. Antioksidan primer
Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah terbentuknya
senyawa radikal baru bereaksi, antioksidan primer mempunyai sifat sebagai
pemutus reaksi berantai (chain-breaking antioxidant) yang bisa bereaksi
dengan radikal-radikal lipid dan mengubahnya menjadi produk-produk
yang lebih stabil. Reaksi ini dilakukan antioksidan dengan menyumbangkan
elektron bebas ke ROS dan radikal lipid. Contoh antioksidan primer adalah
Superoksida Dismutase (SOD), Glutation Peroksidase (GPx), dan katalase
(Sayuti K & Yenrina R, 2015; Flora G, 2012)
b. Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder adalah antioksidan yang bekerja dengan cara
mengkelat logam yang bertindak sebagai pro-oksidan, menangkap radikal
dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Antioksidan sekunder berperan
25
sebagai pengikat ion-ion logam, penangkap oksigen, pengurai
hidroperoksida menjadi senyawa non radikal, penyerap radiasi UV atau
deaktivasi singlet oksigen. Contoh antioksidan sekunder adalah vitamin E,
vitamin C, β-caroten, isoflavon, bilirubin dan albumin. (Sayuti K & Yenrina
R, 2015)
2.3. Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata var. laurentii)
Lidah mertua (mother in law tongue) memiliki bentuk daun yang runcing
seperti pedang, sehingga tanaman ini juga disebut sebagai “tanaman pedang-
pedangan”. Tanaman ini juga sering disebut sebagai tanaman ular (snake plant)
karena beberapa jenis tanaman ini memiliki corak seperti ular. Ia juga disebut
sebagai tanaman perintis karena mampu hidup di tempat yang tidak bisa ditumbuhi
Gambar 2.7 Tanaman Sansevieria
trifasciata var. laurentii
Rwawiire & Tomkova, 2015
26
tanaman lain. Nama lain dari tanaman ini adalah century plant, lucky plant, the devil
luck, judas sward, dan african’s devil (Pramono, 2008).
2.3.1. Taksonomi Lidah Mertua
Berikut klasifikasi dari tanaman lidah mertua Sansevieria trifasciata var.
laurentii menurut Stover (1983) dalam Dewatisari (2014) dan Pramono (2008):
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Sphermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida
Ordo : Liliales
Famili : Agavaceae
Genus : Sansevieria
Spesies : Sansevieria trifasciata var. laurentii
(Pramono, 2008; Dewatisari, 2014)
2.3.2. Anatomi dan Morfologi Lidah Mertua
Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata) memiliki karakteristik
daun yang mudah dikenali dari sifat daunnya yang tebal dan sangat berair
membuatnya tahan terhadap kekeringan. Bentuk yang dimiliki oleh daunnya
bermacam-macam, ada yang berbentuk seperti silinder dan ada yang mempunyai
helaian seperti pedang,sifat daunnya tunggal, terdiri dari 2-6 helai daun per
tanaman, mempunyai panjang daun 15 - 150 cm, dan lebar 4 - 9 cm, Pinggir daun
berwarna kuning dan tampak tegas, sedangkan pada bagian tengah daun terdapat
27
warna kuning yang menyebar tidak beraturan, teksturnya licin, dan memiliki
pertumbuhan cepat. Pada beberapa jenis Sansevieria, daun berkedudukan seperti
roset yang mengelilingi batang semu diatas permukaan tanah. (Pramono, 2008 ;
Robert 2007 ; Dewatisari 2014)
Tanaman lidah mertua, sebagai jenis tanaman monokotil memiliki tipe akar
serabut (wild root), semua akar tumbuh dari pangkal batang dan menyebar ke segala
arah di dalam tanah, akar yang sehat memiliki karakteristik berwarna putih dan akan
berubah menjadi warna coklat jika sakit. Tanaman lidah mertua memiliki organ
yang menyerupai batang, yang disebut sebagai rimpang atau rhizoma, rimpang
menjalar di bawah dan terkadang di atas permukaan tanah, rimpang memiliki fungsi
sebagai tempat menyimpan sari-sari makanan hasil fotosintesis, dan
perkembangbiakan, dari permukaannya ruas-ruasnya, terdapat mata tunas yang
akan tumbuh menjadi anak-anakan tanaman yang unsur haranya dipenuhi oleh
rimpang jika akarnya belum tumbuh (Pramono, 2008; Robert 2007)
Bunga tanaman lidah mertua berumah dua, berarti bahwa letak dari putik
dan benang sari terdapat pada bunga yang berbeda, bunganya memiliki tipe
majemuk, berbentuk tandan yang terletak di ujung akar rimpang, tanaman ini
memiliki tangkai yang panjang. Tandan bunga memiliki panjang 40-85 cm, berkas
bunga berbilang 5- 10, daun pelindung menyerupai selaput kering, memiliki 6 buah
benang sari yang menempel pada tabung mahkota bagian atas, bentuk kepala putik
membulat, dengan dasar mahkota membentuk tabung dengan panjang ± 1 cm, di
bagian ujung berbagi 6, dan berwarna putih kekuningan, bunga tanaman lidah
mertua biasanya mengeluarkan harum pada malam hari yang dapat bertahan hingga
tujuh hari (Robert, 2007 ; Pramono 2008).
28
Tanaman lidah mertua memiliki biji yang dihasilkan dari pembuahan
serbuk sari pada kepala putik, biji memiliki peran penting dalam
perkembangbiakan, jumlahnya 1 -3 buah dengan panjang 5-8 mm, berbentuk bulat
telur berwarna hijau, biji bersifat diploid yang berarti dalam satu biji terdapat
embrio yang membuat nya dapat menghasilkan dua jenis tanaman yang berbeda,
biji dari tanaman lidah mertua akan matang setelah berumur 2-5 bulan tergantung
spesiesnya (Dewatisari,2014; Robert 2007).
2.3.3. Habitat Tanaman Lidah Mertua
Tanaman lidah mertua berasal dari daerah tropis yang kering dengan iklim
panas, pegunungan yang tandus, serta gurun pasir yang gersang, hampir semua
jenis sansevieria yang dikenal saat ini berasal dari Afrika Timur, Arab, Asia Selatan
sekitar India Timur, dan beberapa pulau di Pasifik. Tanaman lidah mertua hanya
dapat bertahan hidup di lingkungan yang memiliki kelembaban yang sangat rendah,
dengan curah hujan tidak lebih dari 250 mm/ tahun,dengan suhu optimum bagi
pertumbuhan tanaman ini adalah 24-29℃ pada siang hari dan 18-21℃ pada malam
hari. (Pramono 2008 ; Stover, 1983).
2.3.4. Kandungan Kimiawi Tanaman Lidah Mertua
Tanaman lidah mertua memiliki kandungan yang kaya akan asam
amino, mineral,serta vitamin. Protein yang berada di dalam tanaman lidah mertua
adalah protein asam amino esensial, dan juga asam amino non-esensial, yang mana
asam amino memiliki kemampuan sebagai agen kelasi bagi logam berat seperti
timbal. (Ikewuchi CC 2009,Flora SJS 2010).
29
Tabel 2.2 Komposisi nutrisi daun lidah mertua
Tabel komposisi nutrisi dari lidah mertua menunjukkan kandung protein
yang tinggi pada daun lidah mertua yaitu sebesar 62,69 g pada 100 g ekstrak lidah
mertua. (Ikewuchi,2010)
Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat dibuat di dalam
tubuh sehingga asupannya berasal dari luar tubuh, Sedangkan asam amino non
esensial merupakan asam amino yang dapat dibuat sendiri oleh tubuh dan bisa juga
didapatkan dari luar tubuh (Wade, 2013). Pada tanaman lidah mertua, asam amino
non esensial yang paling tinggi adalah glutamat dan untuk asam amino esensial
yang paling tinggi adalah leusin (Ikewuchi,2009)
Parameter
Composition
/100 g Dry weight
Amount % DV
Moisture (g) - -
Dry matter (g) 100 -
total ash (g) 8,45 -
Crude Protein (g) 62,69 124,23
Crude lipid (g) 0,29 0,43
Total Carbohydrate (g) 11,72 3,95
Reducing sugar (g) 1,73 -
Crude fiber (g) 16,85 66,63
Caloric value (g) 300,23 14,84
Ikewuchi, 2010
30
Tabel 2.3 Profil asam amino tanaman lidah mertua
Ikewuchi, 2009
Tabel profil asam amino lidah mertua di atas menunjukkan kandungan asam
amino pada ekstrak daun lidah mertua, kandungan leusin adalah sebesar 3,09 gram
dan glutamat 6,78 g dalam 100 g berat kering, pada 100g daun lidah mertua yang
segar kandungan leusin adalah sebesar 1,36 g dan glutamat adalah 2,98.
(Ikewuchi,2009)
Vitamin C adalah nutrisi esensial yang tidak dapat disintesis oleh tubuh
manusia, memiliki banyak fungsi fisiologis bagi tubuh terutama berhubungan
dengan redoks dan perlindungan sel. Dan pada tanaman lidah mertua didapatkan
Amino acid
Compositon
g/100g protein g/100g food
Fresh Dry matter
Lysine* 3,2 0,7 1,59
Histidine* 2,13 0,47 1,06
Arginine 4,68 1,02 2,33
Aspartate 8,79 1,92 4,38
Threonine* 2,25 0,49 1,12
Serine 3,2 0,7 1,59
Glutamate 13,6 2,98 6,78
Proline 2,55 0,56 1,27
Glycine 4,04 0,88 2,01
Alanine 3,53 0,77 1,76
Cystine 1,45 0,32 0,72
Valine* 5,02 1,1 2,5
Methionin* 1,3 0,28 0,65
Isoleucine* 4,3 0,94 2,14
Leucine* 6,2 1,36 3,09
Tyrosine 3,54 0,77 1,76
Phenylalanine* 4 0,88 1,99
TEAA 28,4 6,21 14,15
TNEAA 45,38 9,93 22,62
TSCAA 2,75 0,6 1,37
TAAA 7,54 1,65 3,76
31
kandungan vitamin C yang cukup tinggi (Combs & McClung,2017; Ikewuchi,
2009)
Tabel 2.4 Profil vitamin tanaman lidah mertua
Ikewuchi, 2009
Tabel profil vitamin menunjukkan kandungan vitamin C dalam 100 g
ekstrak daun lidah mertua cukup tinggi yaitu sebesar 87,37 mg. (Ikewuchi,2009)
Selain asam amino dan vitamin C, tanaman lidah mertua mengandung
alkaloids, carotenoids, flavonoids, flavones, phytates, saponins, dan tannins lain
yang merupakan inhibitor poten dari serangan ROS (Philip et al, 2012; Roy et al,
2012).
Vitamin Composition/100g Dry
Weight Amount (mg) % DV
Niacin 0,99 4,95
Vitamin B6 0,02 1,2
Vitamin C 87,37 97,08
Biotin 0,04 133,67
Vitamin A 0,05 6,85
Vitamin B1 0,04 3,06
Vitamin B2 0,21 11,92
Vitamin E 0,01 0,09
Folic Acid 0,02 6,2
Vitamin K 0,0005 0,63
Vitamin D 0 0
32
Tabel 2.5 Profil fitokimia tanaman lidah mertua
Ikewuchi, 2010
Tabel profil fitokimia lidah mertua menunjukkan lidah mertua memiliki
kandungan phytates kategori tinggi (+++), kandungan carotenoids flavonoid,
flavones, dan saponins kategori sedang (++), serta kandungan alkaloids dan tannins
kategori rendah (+).(Ikewuchi,2010)
Tanaman seperti lidah mertua perlu dirubah kedalam bentuk ekstrak untuk
mendapatkan bahan aktifnya, untuk mendapatkan bahan aktif dapat digunakan
pelarut seperti air, ethanol, methanol, ether, maupun aseton. Ekstraksi dengan
pelarut seperti ethanol dan methanol mengekstrak konten polyphenol dan
antochyanin dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan air, namun methanol
sebagai pelarut menunjukkan polaritas yang lebih tinggi dibandingkan ethanol
sehingga membuat methanol menjadi pelarut yang lebih efisien dibandingkan
ethanol.(Boeing,2014; Azmir J., et al, 2013.;Lapornik., et al, 2004.)
Tabel 2.6 Komponen bioaktif tanaman yang terekstrak oleh pelarut yang berbeda
Air Ethanol Methanol Chloroform Dicloromechanol Ether Acetone
Anthocyanin Tannin Antochyanin Terpenoid Terpenoid alkaloid Flavonoid
Tannin Polyphenoid Terpenoid Flavonoid Terpenoid
Saponin Flavonol Saponin
Terpenoid Terpenoid Tannin
Flavones
Azmir J., et al, 2013
Phytocemical Status Composition
%Wet weight %Dry weight
Alkaloids + - -
Carotenoids ++ 0,72 2,06
Flavonoid(Catechins) ++ - -
Flavones ++ - -
Phytates +++ 0,22 0,63
Saponins ++ 0,4 1,15
Tannins + 0,01 0,03
33
2.4. Asam Amino
Protein merupakan polimer dari asam amino, yang mana asam-asam amino
ini saling berikatan dengan ikatan kovalen tertentu. Semua asam amino yang umum
adalah ɑ-amino acid, mempunyai sebauh kelompok karboksil dan berikatan pada
atom karbon yang sama yaitu ɑ-carbon tetapi memiliki perbedaan rantai samping
atau kelompok R,yang bermacam-macam dalam struktur, ukuran, dan muatan
listrik, sehingga memberikan pengaruh terhadap kelarutan asam amino di dalam air.
(Lehninger, Nelson & Cox,2013).
Asam amino diklasifikasikan menjadi 5 jenis berdasarkan polaritas dan
muatan listriknya dari kelompok R nya yaitu kelompok R alifatik nonpolar,
kelompok R aromatik, kelompok R tidak bermuatan, kelompok R bermuatan positif
(basa), dan kelompok R bermuatan negatif (asam). Asam amino memiliki
kemampuan untuk menginhibisi produksi IL-8 yang dapat menginduksi stres
oksidatif, dan asam amino spesifik tertentu memiliki kemampuan untuk
menginaktivasi faktor transkripsi yang menjadi elemen penting dalam ekspresi gen
IL-8, selain itu, asam amino juga bekerja melawan stres oksidatif pada tubuh dengan
mengurangi hidroperoksida. Pada tanaman lidah mertua tinggi akan dua asam
amino yaitu leusin dan glutamat (Sayuti & Yenrina, 2015; Lehninger, Nelson &
Cox,2013; Katayama, 2007).
2.4.1. Leusin
Leusin atau dalam nama sistematik asam S-2-amino-4-metil-pentanoat
(C6H13NO2), mempunyai massa jenis 1,165g/cm3, titik lebur 293℃, dan titik
isoelektrik 5,98. Leusin adalah salah satu dari 20 asam amino yang umum, dan
merupakan bagian dari R alifatik nonpolar. Leusin adalah asam amino esensial,
34
yaitu asam amino yang tidak dihasilkan oleh tubuh dan berasal dari asupan luar.
Leusin diperlukan dalam perkembangan anak dan keseimbangan nitrogen pada
orang dewasa. Leusin juga membantu menginisiasi sintesis protein pada otot skelet
(Lehninger, Nelson & Cox,2013; Murray et al, 2012)
2.4.2. Glutamat
Glutamat atau dalam nama sistematik asam adalah 2S-2-aminopentandioat
(C5H9NO4), mempunyai titik isoelektrik 3,22 dan terlebur pada titik 247-249℃.
Glutamat merupakan salah satu dari 20 asam amino yang umum ditemukan pada
protein, glutamat menyediakan muatan negatif yang penting dalam menstabilkan
struktur protein. Glutamat diklasifikasikan sebagai asam amino non-esensial yang
berarti bahwa glutamat dapat disintesis oleh tubuh dalam jumlah yang adekuat.
Glutamat merupakan molekul penyinalan terutama di otak, β sel pankreas,
pengecapan, dan usus. Glutamat berperan dalam pembentukan glutation yang
merupakan antioksidan yang dibentuk di dalam tubuh, pada tahap pertama sintesis
glutation di katalis oleh glutamat sistein ligase yang menggabungkan glutamat
Gambar 2.8 Struktur kimia asam amino
leusin
Wade, 2013
35
melalui c-carboxyl dengan a-amino sistein untuk menghasilkan rantai isopeptida.
(Lehninger, Nelson & Cox,2013; Brosnan J & Brosnan M, 2012 ).
2.5. Vitamin C
Vitamin C adalah semua senyawa yang menunjukkan aktivitas biologis dari
asam askorbat (2,3-didehydro-l-threohexano-1,4-lactone;). Aktivitas biologis
vitamin C tergantung dari struktur yang mirip dengan struktur monosakarida, tetapi
mengandung gugus enadiol. Dalam keadaan murni, vitamin C berbentuk kristal
putih dengan berat molekul 176, 13 dan merupakan antioksidan yang larut dalam
air (aqueous antioxidanti). (Combs & McClung,2017; Sayuti & Yenrina, 2015).
Vitamin C merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap
senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan secara primer ditemukan pada sitosol
dan cairan ekstraseluler, meskipun dalam jumlah yang sedikit vitamin C dapat
melindungi protein, lemak, karbohidrat, dan asam nukleat dari kerusakan oleh pro-
oksidan yang terbentuk pada metabolisme normal, vitamin E dan glutation juga
bergantung terhadap vitamin C untuk memulihkan kembali ke bentuk reduced
isoform . (Ryan et al.,2010)
Gambar 2.9 Struktur kimia asam amino
glutamat
Wade,2013
36
2.5.1. Sumber Vitamin C dan Kebutuhan Manusia terhadap Vitamin C
Biosintesis vitamin C terjadi pada sebagian besar organisme tingkat atas
yaitu hewan dan tanaman, vitamin C dibentuk dari glukosa melalui jalur asam
glukoronat, namun pada organisme tertentu seperti manusia dan primata tidak dapat
mengekspresikan enzim yang diperlukan dalam sintesis vitamin C sehingga vitamin
C tidak dapat dibentuk sendiri dan perlu untuk mendapatkan asupan dari luar
Sumber utama vitamin C bagi manusia berasal dari sayuran dan buah-buahan.
(Sayuti & Yenrina, 2015). Kebutuhan vitamin C bagi manusia setidaknya 10 mg
untuk mencegah defisiensi klinis, dan disarankan 90-500 mg setiap hari untuk
mendapatkan manfaat yang optimal. (Pacier & Martirosyan, 2015)
Pada individu yang stres, pecandu zat tertentu, dan wanita hamil,
membutuhkan asupan vitamin C yang disebabkan memiliki resiko tinggi untuk
mengalami defisiensi vitamin C, karena individu-individu tersebut lebih banyak
membuat kerusakan oksidatif pada tubuhnya. Kekurangan vitamin C pada manusia
dapat menyebabkan berbagai tanda-tanda klinis yang merugikan bagi tubuh, tanda
klinis yang paling dominan adalah waktu penyembuhan yang memanjang karena
Gambar 2.10 Struktur kimia vitamin C
Combs & McClung,2017
37
sinstesis kolagen yang menurun dan peningkatan kerentanan infeksi karena sistem
imun yang terganggu. (Combs & McClung,2017)
2.5.2. Vitamin C sebagai antioksidan
Vitamin C bisa kehilangan elektron dengan mudah, dan karena oksidasi
monovalen reversibel dengan radikal askorbil, vitamin C dapat menjadi sistem
redoks biokemikal. Potensial redoks pada vitamin C berarti vitamin C dapat
bekerja sebagai antioksidan dengan bereaksi terhadap radikal bebas dan melakukan
sebuah oksidasi single-electron untuk menarik reaktif intermediet yang buruk,
dengan cara ini vitamin C dapat mengurangi ROS sehingga mencegah kerusakan
pada jaringan (Combs & McClung,2017).
Vitamin C memiliki kemampuan untuk memutus reaksi radikal dari lipid
peroksidasi, pada konsentrasi yang rendah vitamin C bereaksi langsung dengan
radikal peroksil, kemudian berubah menjadi askorbil sedikit reaktif, vitamin C juga
menaikkan penyerapan dan mereduksi zat besi di usus secara in vitro.Vitamin C
adalah antioksidan sekunder, mampu bekerja sama dengan vitamin E dalam
menangkap radikal bebas, vitamin C sering digunakan sebagai kontrol positif untuk
menentukan aktivitas antioksidan. Vitamin C adalah agen kelasi untuk mengkelat
timbal yang baik dibandingkan Di-Mercapto Succinic Acid (DMSA). Sifat vitamin
C yang larut dalam air membuat vitamin C mudah untuk diekskresi sehingga dapat
dikontrol agar tidak terjadi efek samping (Combs & McClung,2017 ; Sayuti &
Yenrina, 2015; Raafat M.B, 2011).
38
2.6. Tikus Putih
Tikus adalah hewan uji coba yang paling banyak digunakan, tikus (Rattus
norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya secara sempurna, mudah dipelihara, dan
merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai penelitian. Tikus
memiliki banyak keunggulan sebagai hewan uji coba yaitu memiliki kesamaan
fisiologis dan genetik dengan manusia, siklus hidup yang relatif pendek, jumlah
anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, mudah dalam penanganan
dan pemberian perlakuan. (Nursyah, 2012; Adiyati, 2011; Moriwaki et al, 1994)
2.6.1. Taksonomi Tikus Putih
Klasifikasi Tikus putih (Rattus norvegicus) adalah (Krinke, 2006):
Kingdom : Animalia
Divisi : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus L.
Galur yang sering digunakan untuk penelitian adalah galur Wistar, Long-
Evans dan Sprague-Dawley (Nursyah, 2012)
39
Tabel 2.7 Data fisiologis tikus putih
Kriteria Nilai
Berat badan dewasa jantan
Berat badan dewasa betina
Berat lahir
Suhu tubuh
Harapan hidup
Konsumsi makanan
Konsumsi air minum
Detak Jantung
Volume darah
Tekanan darah
Protein Serum
Albumin
Globulin
Glukosa serum
Nitrogen urea darah
Kreatinin
Total bilirubin
Lemak serum
Fosfolipid
Trigliserida
Kolestrol
450 - 520 g
250 - 300 g
5 - 6 g
35,9 - 37, 5 0C
2,5 - 3,5 tahun
10 g/100 g/hari
10 - 12 ml/100 g/hari
250 - 450/menit
54 - 70 ml/kg
84 - 134/60 mmHg
5,6 - 7,6 g/dl
3,8 - 4,8 g/dl
1,8 - 3,0 g/dl
50 - 135 mg/dl
15 - 21 mg/dl
0,2 - 0,8 mg/dl
0,20 - 0,55 mg/dl
70 - 415 mg/dl
36 - 130 mg/dl
26 - 145 mg/dl
40 - 130 mg/dl
Nursyah, 2012
Tikus jantan jika dibanding dengan tikus betina memiliki perbedaan karena
adanya perbedaan respon imunitas. estrogen menjadi mekanisme utama dalam
melindungi otot, otot jantung, rahim dan hepar akibat kerusakan oksidan. Sehingga
peran hormon seks steroid dalam fungsi imunitas dapat berpengaruh pada sistem
pertahanan terhadap antioksidan, maka penggunaan tikus jantan menjadi pilihan
(Azevedo et al, 2001)
2.6.2. Anatomi dan fisiologi hepar tikus
Tikus memiliki hepar yang multilobul, pada tikus, massa hepar adalah 5%
dari berat total tubuhnya, pada tikus dengan berat antara 250-300 g memiliki berat
hepar sekitar 13,6 g, hepar tikus memiliki 3 permukaan yaitu superior,inferior, dan
40
posterior. Hepar tikus dibagi menjadi 4 lobus yaitu lobus medial, lobus lateral
sinistra, lobus lateral dextra, dan lobus kaudatus. Tikus tidak memiliki kandung
empedu. Namun secara fisiologis, fungsinya sama seperti hepar manusia yaitu
metabolisme energi, mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresikan,
menghasilkan enzim glikogenik dan sekresi garam empedu (Martin & Neuhaus,
2007).
Tabel 2.8 Perbandingan pembagian segmen hepar manusia dengan tikus
Kogure et al, 1999
2.6.3. Histologi Hepar Tikus
Sel parenkim pada hepar tikus teridiri dari sel hepatosit dan sel non
parenkim seperti sel kupffer dan sel endotel. Pada sediaan histologi hepar
tikus menggunakan pewarnaan hematoxilin eosin didapatkan pola histologi
Pembagian Hepar Tikus Pembagian Hepar Manusia
Lobus Kaudatus, paracaval potion Segmen I dan VIII
Lobus Sinistra Segmen II
Lobus Medial Segmen III, IV, V
Lobus Dextra Segmen VI dan VII
Gambar 2.11 Perbandingan segmen hepar tikus
dengan manusia
Shi et al,2015
41
yang mirip dengan hepar pada manusia. Terdapat area porta yang terdiri
dari triad hepatik, yang merupakan cabang dari vena porta, arteri hepatik,
dan duktus empedu. Keberadaan area portal yang diikuti vena sentral
menunjukan struktur lobular pada hepar tikus (Barrata et al, 2009).
Gambar 2.12 A : Gambaran struktur hepar tikus normal,
dengan komponen seperti lobulus , dengan vena portal
(PV) dan vena sentral (CV) . (Pewarnaan HE). B :
gambaran diperbesar 400x dengan mikroskop cahaya
Barrata et al, 2009