tinjauan hukum islam terhadap praktek makelar jual beli...

105
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH ( Studi Kasus di Desa Keboledan Wanasari Brebes ) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syariah Oleh : AKHSAN ZAMZAMI NIM. 0 7 2 3 1 1 0 4 9 JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2 0 1 2

Upload: phungthuy

Post on 06-Feb-2018

235 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MAKELAR

JUAL BELI BAWANG MERAH

( Studi Kasus di Desa Keboledan Wanasari Brebes )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1

Dalam Ilmu Syari’ah

Oleh :

AKHSAN ZAMZAMI

NIM. 0 7 2 3 1 1 0 4 9

JURUSAN MUAMALAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2 0 1 2

ii

Moh. Arifin, S.Ag., M.Hum. Perum Griya Lestari B. 3/12

Ngaliyan Semarang

Nur Hidayati Setyani, SH.,MH.

Jl. Merdeka Utara 1/B. 9

Ngaliyan Semarang

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp. : 4 (eksemplar)

Hal : Naskah skripsi

An. Sdr. Akhsan Zamzami

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari’ah

IAIN Walisongo

Assalamu’alaikum wr.wb

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini

saya kirimkan naskah skripsi saudara:

Nama : Aksan Zamzami

Nim : 072311049

Jurusan : Hukum Ekonomi Islam

Judul :TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK

MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH (Studi Kasus di

Desa Keboledan Wanasari Brebes)

Dengan ini saya mohon kiranya skripsi tersebut dapat segera

dimunaqasyahkan.

Demikian harap menjadikan maklum.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Semarang, 11 Juni 2012

Pembimbing I Pembimbing II

Moh. Arifin, S.Ag., M.Hum. Nur Hidayati Setyani, SH

NIP. 19711012 199703 1 002 NIP. 19670320 199303 2

iii

iv

MOTTO

إن مع العسر يسرا

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Qs. Al-Insyirah : 6)

البر والتقوى ولا تعاونوا علي الإثم والعدوان واتقو اهلل إن وتعا ونوا علي

اهلل شديدالعقاب

Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)

kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat

dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,

sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (QS. Al-Maidah 2)

v

PERSEMBAHAN

Segala puji dan syukur kepada sumber dari suara hati dan kebenaran,

sumber ilmu pengetahuan, sang penabur cahaya serta pilar nalar kebenaran, sang

penebar kasih yang takterbatas pencahayaan cintanya bagi mahluknya Allah SWT.

Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW, yang telah

membawakan risalah untuk kita semua, semoga kita mendapat cinta kasihnya di hari

nanti.

Dibalik terselesaikannya skripsi ini, ada seorang yang memotifasi saya

untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Maka karya ilmiah ini kupersembahkan

untuk orang-orang yang telah memberikan dukungan baik moral maupun spiritual

sepenuhnya kepada penulis.

Abah (A. Syarifudin) dan Mama (Tobi’ah) yang selalu mencurahkan kasih

sayangnya dan do’a kasihnya tiada henti

Kakaku, kang mas (Ahmad Faudhillah) dan yunda ( Roudhotul Jannah).

Yang selalu menasehatiku dan memberikan motifasi selalu, terimakasih kang

mas yang selalu sabar dalam mensihati. Tidak lupa adeku (Muhammad Lutfi

zamzami) dan mas Iqbal.

Buya (Rosyidin Hasan) beserta keluarga di Palembang.

Keluarga besar H. Tohari Rois dan H. Abdul Majid yang tidak bisa penulis

sebut satu-persatu

Pengasuh Pon-Pes Al Fadlu Wal Fadlillah (abah Dimyati Rois) beserta

Shokhibul Baith

Seluruh jajaran penggurus Pon-Pes Al Fadlu, tidak lupa kang Lutfi

Keluarga besar MUB 07; Ubed, Dayat, Comeng, terkhusus (Ainung jariyah)

dan teman-teman semua yang tidak bisa penulis sebut satu-persatu, penulis

ucapkan banyak terimakasih atas semuanya yang telah teman-teman berikan,

semoga Allah membalas amal baik teman semua.

Dan semuanya dari A sampai Z, yang selalu bikin penulis senang, jengkel,

sebel sampai marah-marahan hehehehe.... thank’s for you......

vi

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa

skripsi ini tidak berisi materi yang di tulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian

juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran orang lain, kecuali informasi yang

terdapat dalam referensi yang di jadikan bahan rujukan.

Semarang, 11 Juni 2012

Deklarator

Akhsan Zamzami

Nim. 072311049

vii

ABSTRAK

Jual-beli merupakan permasalahan yang menjadi tujuan pokok dalam fiqh

untuk memperbaiki kehidupan manusia, kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan

hidup. Atas dasar itu, di jumpai dalam berbagai suku bangsa jenis dan bentuk

muamalah yang beragam, yang esensinya adalah saling melakukan interaksi sosial

sebagai upaya memenuhi kebutuhan manusia. Namun, tidak semua manusia

berkemampuan untuk menekuni segala urusannya dan kebutuhan secara pribadi. Ia

membutuhkan orang lain sebagai wakil untuk melakukan transaksi, seperti halnya

makelar yang berprofesi sebagai perantara dalam jual-beli. Adapun rumusan

masalahnya adalah : 1) bagaimana praktek makelar dalam proses jual-beli bawang

merah, dan 2) bagaimana bentuk akad dalam praktek jual-beli bawang merah di Desa

Keboledan Wanasari Brebes.

Adapun tujuan penelitian adalah 1). Untuk mengetahui bagaimana praktek

dari kinerja makelar dalam jual-beli bawang merah di Desa Keboledan, dan 2).

Untuk mengetahui bagaimana bentuk akad dalam jual-beli bawang merah.

Jenis penelitian skripsi ini dengan menggunakan penelitian kualitatif.

Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah 1) sumber

data, yang terdiri atas; data primer dan data sekunder. 2) teknik pengumpulan data

dengan metode observasi, terdiri atas observasi tidak berstruktur dan terstruktur,

wawancara, dan dokumentasi. 3) analisis data dengan menggunakan analisis

deskriptif komparati dengan tujuan menggambarkan fenomena dan proses praktek

jual-beli bawang merah, yang kemudian membandingkan pemikir tokoh berkenaan

dengan produk fiqh.

Hasil penelitian menunjukan pertama, implementasi dari praktek makelar

pada jual-beli bawang merah adalah “sah” hal ini didasarkan pada teori Fiqh yang

mengatakan “Sah menyewakan jasa/kemanfaatan yang ada nilai hargannya, yang

diketahui barang, ukuran, maupun sifatnya. Ketidak sahannya apabila makelar yang

hanya mengucapkan satu atau dua patah kata, walaupun barang tersebut laku, karena

satu atau dua patah kata tidak memiliki nilai ekonomi (harga). Yang demikian terjadi

pada barang yang telah tetap harganya di daerah satu dengan yang lain, seperti roti.

Lain halnya pakaian yang harganya tidak selalu sama, sesuai siapa yang membeli.

Maka untuk menjualnya lebih bermanfaat secara khusus dilakukan oleh makelar,

oleh karena itu dengan menyewanya dihukumi sah”. Kedua, bentuk akad (shighah)

dari transaksi jual-beli yang tidak secara sharih (jelas) yaitu menggunakan ucapan

kiasan, yang dari perkataan tersebut terkandung maksud sebagai sewa jasa tenaga

untuk menjualkan barang, dan mereka memahami maksudnya. Maka ijab qabul

sebagai manifestasi perasaan suka sama suka untuk melakukan transaksi, yang

demikian dibolehkan sesuai dengan teori yang ada di hadis Shahih Al Bukhari yaitu

“tidak apa-apa seseorang berkata : juallah barang ini, harga selebihnya sekian dan

sekian menjadi milikmu”. Dengan akad demikian yang menunjukkan jual-beli dan

dipahami atau dengan maksud sewa maka, akad ini termasuk ijarah. Yaitu

kepemilikan manfaat dengan imbalan atau upah/sewa.

Kata kunci : Tinjauan Hukum Islam, Praktek Makelar, Bentuk Akad

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu terhaturkan pada Allah SWT, yang senantiasa

melimpahkan rahmat dan hidayah kepada kita semua, sehingga terselesaikannya

skripsi ini. Sesungguhnya hanya kepada Ia lah tempat bergantung kita semua.

Shalawat dan salam yang menangis apabila disebut namanya, yang pengasah,

pengasih dan pengasuh sehingga kita semua mendapat syafaatnya di hari nanti, dan

karena kasih sayangnya beliaulah islam menjadi manhaj al hayat yang terang

benderang dengan cahaya Dinnul Islamnya.

Suatu kebanggaan tersendiri bagi penulis atas kesempatan yang telah

diberikan oleh fakultas syari’ah IAIN Walisongo Semarang untuk menyusun karya

ilmiah yang berkaiitan dengan Jual Beli, yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Makelar Jual Beli Bawang Merah :Study Kasus Praktek Makelar Jual

Beli Bawang Merah Desa Keboledan Wanasari Brebes.” Guna memenuhi tugas dan

syarat untuk memperoleh gelar sarjana dalam ilmu syari’ah khusus jurusan

Muamalah. Dalam proses penulisan serta penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang

telah meberikan saran dan koreksi sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan

baik. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Rektor IAIN Walisongo Semarang, Prof., Dr., Muhibbin, M.Ag.

2. Dekan Fakultas Syari’ah Bapak Dr. Imam Yahya M.Ag.

3. Pembimbing I (Moh. Arifin, S.Ag., M.Hum., dan Pembimbing II (Nur Hidayati

Setyani, SH., MH.

4. Dewan penguji

5. Abah (Sofyan Syarif) serta Mama (Tobi’ah), yang selalu selalu memberikan

dukungan baik moril maupun materil dan atas segala do’anya yang selalu

mengiringi langkah penulis, sehingga ucapan ini tidaklah cukup untuk

menggambarkan wujud penghargaan dan penghormatan penulis kepada beliau.

6. Dan keluarga MU B7 yang selalu menemani penulis

Semoga segala amal baik semua pihak dalam terwujudnya skripsi ini akan

menjadi amal baik mereka dan mendapatkan balasan dari Allah SWT, serta proses

panjang ini mendapatkan manfaat di kemudian hari. Akhirnya dengan menyadari

ix

sepenuhnya, segala kekurang dan keterbatasan yang ada, maka kritik dan saran yang

konstruktif demi penyempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan.

Semarang, Juni 2012

Penulis

Akhsan Zamzami

Nim. 072311049

x

DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................................... i

Halaman Persetujuan Pembimbing ........................................................................... ii

Halaman Pengesahan ................................................................................................ iii

Halaman Moto .......................................................................................................... iv

Halaman Persembahan .............................................................................................. v

Halaman Deklarasi .................................................................................................... vi

Halaman Abstrak ...................................................................................................... vii

Halaman Kata Pengantar ......................................................................................... viii

Halaman Daftar Isi .................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ...................................................................................... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi ......................................................... 8

D. Telaah Pustaka .............................................................................................. 9

E. Metode Penulisan Skripsi ............................................................................. 11

F. Sistematika Penulisan Skripsi ....................................................................... 15

BAB II TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SEWA-MENYEWA (IJARAH)

A. Penertian dan Dasar Hukum sewa-menyewa (ijarah) ................................ 17

B. Rukun dan Syarat Ijarah ............................................................................... 22

C. Sifat dan Macam macam Ijarah .................................................................... 28

D. Pembatalan dan Berahirnya Ijarah ............................................................... 29

E. Makelar ........................................................................................................ 30

BAB III PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH DI DESA

KEBOLEDAN WANASARI BREBES

A. Keadaan Masyarakat Desa Keboledan ........................................................ 34

B. Praktek Jual Beli Bawang Merah Melalui Jasa Makelar di Desa Keboledan

Wanasari Brebes........................................................................................... 38

C. Bentuk Akad dalam Jual Beli Bawang Merah Melalui Jasa Makelar ......... 53

xi

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MAKELAR JUAL

BELI BAWANG MERAH

A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Jual Beli Bawang Merah Melalui

Jasa Makelar ................................................................................................ 56

B. Aalisis Hukum Islam Terhadap Akad Jual Beli Bawang Merah Melalui Jasa

Makelar ........................................................................................................ 67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................... 82

B. Saran-saran ................................................................................................... 84

C. Penutup ........................................................................................................ 84

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran-lampiran

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah suatu sistem dan jalan hidup yang utuh dan terpadu (a

comprehensive way of life). Ia memberikan panduan yang dinamis dan lugas

terhadap semua aspek kehidupan termasuk sektor bisnis dan transaksi1. Di sisi

lain, sesuai dengan perkembangan peradaban manusia, berkat kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknogi modern, banyak bermunculan bentuk-bentuk

transaksi yang belum di temui pembahasannya dalam khazanah fiqh klasik.

Dalam kasus seperti ini, tentunya seorang muslim harus mempertimbangkan

dan memperhatikan, apakah transaksi yang baru muncul itu sesuai dengan

dasar-dasar dan prinsip-prinsip muamalah yang di syari‟atkan.

Ajaran islam dalam persoalan muamalah bukanlah ajaran yang kaku,

sempit dan jumud, melainkan suatu ajaran yang fleksibel dan elastis, yang

dapat mengakomodir berbagai perkembangan transaksi modern, selama tidak

bertentangan dengan nash Al Qur‟an dan sunnah2. Misalnya, dalam persoalan

jual-beli, utang piutang, kerjasama dagang, perserikatan, kerjasama dalam

penggarapan tanah, dan sewa-menyewa3.

1Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema

insani, 2001, cet ke-1, hlm. v

2Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007, cet ke-2

hlm. v

3Ibid, hlm. vii

2

Perkembangan jenis dan bentuk muamalah yang dilaksanakan oleh

manusia sejak dahulu sampai sekarang sejalan dengan perkembangan

kebutuhan dan pengetahuan manusia itu sendiri. Atas dasar itu, di jumpai

dalam berbagai suku bangsa jenis dan bentuk muamalah yang beragam, yang

esensinya adalah saling melakukan interaksi sosial dalam upaya memenuhi

kebutuhan masing-masing. Allah sendiri berfirman:

........ زب و شع ع٠ و ل

Artinya :…Katakanlah : Tiap tiap orang berbuat menurut keadaannya

masing masing….(QS. al Isra 84)

Persoalan muamalah merupakan suatu hal yang pokok dan menjadi

tujuan penting agama islam dalam upaya memperbaiki kehidupan manusia.

Atas dasar itu, syari‟at muamalah diturunkan Allah hanya dalam bentuk yang

global dan umumnya saja, dengan mengemukakan berbagai persepektif dan

norma yang dapat menjamin prinsip keadilan dalam bermuamalah antara

manusia4.

Banyak sekali usaha-usaha manusia yang berhubungan dengan

barang dan jasa. Dalam transaksi saja para ulama menyebutkan tidak kurang

dari 25 macam, antara lain : jual-beli „inah (transaksi yang pembayarannya di

belakang), jual-beli „urbun (jual beli-beli dengan pengikat uang muka), jual-

beli ahlul-hadhar (orang kota) dengan al-badi (orang desa), khiyar, jual-beli

ushul dan tsamar (buah-buahan), salam (pesanan), istishna‟ (pemesanan

membuat barang), rahn‟ (gadai), kafalah (jaminan), wakalah (perwakilan),

4Ibid, hlm. viii

3

syirkah (perserikayan), ijarah (sewa menyewa), wadi‟ah (barang titipan) dan

lain sebagainya. Yang kesemuanya itu sudah barang tentu dengan teknologi

serta tuntutan masyarakat yang makin meningkat, melahirkan model-model

transaksi baru yang membutuhkan penyelesaiannya dari sisi Hukum Islam

(Fiqih). Penyelesaian yang di satu sisi tetap Islami dan disisi lain mampu

menyelesaikan masalah kehidupan yang nyata. Sudah tentu caranya adalah

dengan menggunakan kaidah-kaidah khususnya di bidang muamalah mulai

dari kaidah asasi dan cabangnya, di antara kaidah khusus di bidang muamalah

adalah :

ف صاأل ع ا شس رع ١د يذ٠ ب أإ خبزثاإل خب ب٠

Artinya :“Hukum asal dari semua bentuk muamalah adalah boleh

dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya” 5

Dipertegas dengan QS. Al Baqarah 29

از ١ع بف اؤسض خ ب خك ى

Artinya : “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk

kamu”(QS. Al Baqarah 29)6

Bagi sementara pihak, bisnis adalah aktivitas ekonomi manusia yang

bertujuan mencari laba semata-mata. karena itu, cara apapun boleh dilakukan

demi meraih tujuan tersebut, konsekuansinya bagi pihak ini, aspek moralitas

dalam persaingan bisnis, di anggap akan menghalangi kesuksesannya.

5.A. Djazuli, Kaidah Kaidah Fikih, Jakarta : kencana, 2007, cet ke-1, hlm. 130.

Lihat juga, Moh. Adib Bisri, Terjemah Al Faraidul Bahiyyah Risalah Qawa-id Fiqh, Kudus :

Menara, 1977, hlm. 11

6Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur‟an dan Terjemahannya, Surabaya

: Al-Hidayah, hlm. 13

4

Berlawanan dengan yang pertama, yang kedua ini berpendapat bahwa, bisnis

bisa di satukan dengan etika, kalangan ini beralasan bahwa, etika merupakan

alasan-alasan rasional tentang semua tindakan manusia dalam semua aspek

kehidupannya, tak terkecualikan aktivitas bisnis (transaksi jual-beli) secara

umum7. Orang yang terjun dalam dunia usaha, berkewajiban mengetahui hal-

hal yang dapat mengakibatkan jual-beli itu sah atau tidak (fasid). Ini

dimaksudkan agar muamalah berjalan sah dan segala sikap dan tindakannya

jauh dari kerusakan yang tidak dibenakan.

Diriwayatkan, bahwa Umar ra. berkeliling pasar dan beliau memukul

sebagian pedagang dengan tongkat, dan berkata : “tidak boleh ada yang

berjualan di pasar kami ini, kecuali mereka yang memahami Hukum. Jika

tidak, maka dia berarti memakan riba, sadar ia atau tidak.”8

Banyak kaum muslimin yang mengabaikan mempelajari muamalah,

mereka melalaikan aspek ini, sehingga tidak peduli mereka memakan barang

haram, sekalipun semakin hari usahanya kian meningkat dan keuntungan

semakin banyak9. Sebagaimana diketahui jual-beli berlangsung dengan ijab

dan qabul10

, adanya rukun jual-beli, dan syarat yang lainnya.11

7.Muhammad, & Lukman Fauroni, Visi Al Qur‟an Tentang Etika dan Bisnis, Jakarta

:: Salemba Diniyah, 2002, hlm. 2.

8Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, Bandung : PT Al Ma‟arif, a987, hlm. 43

9.ibid

10. Ijab adalah ucapan dari seorang penjual kepada pembeli sepert ucapan: Aku jual

baju ini seharga sekian, dan Qabul adalah jawaban dari seorang pembeli kepada penjual sepaerti

ucapan : Saya beli baju ini darimu dengan harga sekian.

11. Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqh

Islam, Jakarta : AMZAH, 2010, cet ke-1, hlm. 28.

5

Islam mensyari‟atkan jual-beli dengan wakil karena manusia

membutuhkannya. Tidak semua manusia berkemampuan untuk menekuni

segala urusannya secara pribadi. Ia membutuhkan kepada pendelegasian

mandat orang lain untuk melakukannya sebagai wakil darinya.12

yaitu orang

menjalankan usaha sebagai perantara, yakni perantara antara penjual dan

pembeli untuk melaksanakan transaksi jual-beli. Dalam kitab Tajul-Arus

disebutkan : “yaitu orang yang disebut sebagai penunjuk : ia menunjukkan

pembeli mengenai komoditi (barang), dan menunjukkan kepada penjual

patokan harga”.13

Atas jasanya tersebut ia mendapat upah, diriwayatkan oleh

Ibnu Umar ra, bahwa Nabi SAW, bersabda :

ع ع ١ع اهللص اهلل يعس ب : أع اهلل ظس شع اثع ب

جشخب ٠ شؽشث شج١خ أ ) عسصأ شش ب (زفك ع١

Artinya : “Diriwayatkan dari ibnu Umar ra, katanya : Sesungguhnya

Rasulallah SAW, pernah memberikan pekerjaan kepada penduduk

khaibar dengan upah separuh dari apa yang dikerjakan seperti

buah buahan atau tanaman.” (Muttafaqa „alaih)14

Masih banyak hadist lain yang berkenaan dengan perihal

memperkerjakan orang guna melangsungkan jual-beli. Makelar atau

katakanlah perantara dalam perdagangan yang menjembatani penjual dan

pembeli, di zaman kita ini sangat penting artinya dibanding dengan masa-

masa yang telah lalu, karena terikatnya perhubungan perdagangan antara

12

. Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, Bandung : PT Al Ma‟arif, 1987, hlm. 55

13. Abdullah Bin Muhammad Ath-Thayyar, et al. Ensiklopedi Faqih Muamalah

Dalam Pandangan 4 Madzhab, Yogyakarta : Maktabah Al Hanifah, 2009, cet ke-1 hlm. 83.

14. Al-Imam Al-Fadl Ahmad ibnu Ali ibnu Khajar Al Asyqolani, Buluhul Maram,

Beirut : Darul Al Fikr, 1419H/1998M, hlm. 160.

6

pedagang kolektif15

dan pedagang perorangan. Sehingga Makelar dalam hal

ini berperanan sangat penting.16

Dalam hal ini seorang Makelar adalah orang yang bertindak sebagai

penghubung antara 2 (dua) belah pihak yang berkepentingan17

pada

praktiknya lebih banyak pada pihak-pihak yang akan melakukan jual-beli.

Dalam hal ini makelar bertugas untuk menjembatani kepentingan antara pihak

penjual dan pembeli. Namun pada praktik kinerjanya di lapangan banyak

berbagai bentuk cara kerja dari seorang Makelar. Dari yang ingin untung

sendiri dengan mengorbankan kepentingan salah satu pihak dan tidak

bertanggungjawab atas risiko yang mungkin terjadi, sampai yang profesional

dengan benar-benar menjembatani kepentingan pihak-pihak yang di

hubungkan dan dapat di pertanggungjawabkan.18

Berangkat dari hal tersebut diatas dan pra riset yang telah dilakukan,

penulis tertarik pada makelar yang ada di desa Keboledan Wanasari Brebes,

kaitannya dengan jual-beli Bawang Merah yang mana seorang makelar

mempunyai peran aktif dalam memasarkan barang (bawang merah) terebut,

baik dalam bidang menerima pesanan, penawaran harga, sampai pada

perolehan laba dari hasil negosiasi transaksi bawang merah. Biasanya dalam

posisi seorang makelar itu adalah sebagai penghubung antara kedua belah

15

Dalam kamus besar bahasa Indonesia kolektif adalah secara bersama; secara

gabungan.

16. Lihat, luk.staff.ugm.ac.id/kmi/islam/Qardhawi/Halal/4023.html.

17. Departemen pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Jakarta :

Balai Pustaka, 1991, hlm. 618.

18http://bisniukm.com/bisnis-makelar-peluang-usaha-potesial-html

7

pihak, baik pihak penjual dan pihak pembeli. Dan dari jasanya itulah,

perantara atau Makelar tersebut mendapatkan upah atas jasa tenaganya, dari

masing-masing pihak yaitu penjual dan pembeli, hal tersebut sesuai dengan

kadar usahanya dalam mencarikan bawang merah, dan usaha yang dilakukan

oleh seorang Makelar ketika mencarikan barang (bawang merah) itu

berpengaruh terhadap perolehan upah yang didapat dari seorang pemesan,

bila ia (makelar) berhasil dalam mencarikan bawang merah maka ia

mendapatkan upah, jika sebaliknya yaitu tidak berhasil mendapatkan barang

(bawang merah) maka ia tidak berhak mendapatkan upah, adapun ketika

seorang makelar itu mendapatkan upah, padahal ia (makelar) tidak

mendapatkan bawang merah yang di janjikan hal yang demikian ini karena

atas dasar hiba atau sejuamlah uang yang diberikan atas dasar kerelaan bukan

upah yang di janjikan dari pembeli dan penjual.19

Dengan demikian, penting

kiranya penulis melakukan penelitian dan membahas permasalahan yang

timbul dan mengkaji masalah yang berjudul : TINJAUAN HUKUM ISLAM

TERHADAP PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH :

Study Kasus di Desa Keboledan Wanasari Brebes. Yang menurut penulis

belum pernah di kaji oleh orang lain.

19

Hasil pra riset tanggal 2 Februari 2011.

8

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi

pokok atau titik permasalahan dari skripsi ini adalah :

1. Bagaimana praktek makelar dalam proses jual-beli bawang merah di

Desa Keboledan Wanasari Brebes?

2. Bagaimana bentuk akad dalam praktek makelar jual beli bawang

merah di Desa Keboledan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi

Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :

Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana praktek dari kinerja makelar dalam jual

beli bawang merah didesa keboledan

2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk akad dalam jual beli bawang

merah

Manfaat

1. Dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu muamalah

pada khususnya dan ilmu Hukum Islam (Fiqh) pada umunya, serta

dapat memberikan Khasanah keilmuan.

2. Untuk memberikan kemanfaatan guna menambah informasi tentang

luasnya ilmu muamalah, khususnya ilmu yang berkaitan dengan

masalah akad dalam transaksi, serta dijadikan sebagai bahan koreksi

guna penelitian selanjutnya agar lebih terarah.

9

D. Telaah Pustaka

Dari hasil membaca telaah hasil penelitian yang ada, sebenarnya

kajian dan pembahasan mengenai jual-beli menurut hukum Islam, sudah

banyak di lakukan oleh peneliti terdahulu. Sehingga bisa dikatakan sebuah

penelitian akan lebih teruji validitasnya dengan adanya penelaahan atas

penelitian terdahulu. Oleh karena itu, penulis perlu kiranya meneliti tentang

praktek Makelar dalam jual-beli Bawang Merah dalam segi hukum Islam.

Karya ilmiah yang dilakukan oleh saudari Anna Dwi Cahyani

(05380008) dengan judul “Jual-Beli Bawang Merah Dengan Sistem Tebasan

di Desa Sidapurna Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal (Sebuah Tinjauan

Sosiologi Hukum Islam)”. Hasil dari skripsi ini menyebutkan bahwa ; jual-beli

Bawang Merah dengan sistem tebasan jika di pandang dari segi hukum islam

adalah jual-beli yang seharusnya tidak dilakukan, karena jual-beli macam ini

memungkinkan terjadinya spekulasi dari pedagang dan pembeli, karena

kualitas dan kuantitasnya Bawang Merah belum tentu jelas keadaan dan

kebenaran perhitungannya, tanpa adanya penakaran atau penimbangan yang

sempurna, namun cara seperti ini sudah lazim dilakukan dan sudah menjadi

tradisi, juga karena masih terciptanya kepercayaan yang tinggi antara pihak-

pihak yang melakukan transaksi ini. Alangkah baiknya jual-beli ini dilakukan

dengan cara terlebih dahulu ditimbang sebelum dijual, agar jelas dalam

penakaran atau penimbangan.

Karya ilmiah yang kedua, yang dilakukan oleh Abdul Ghofur

(02205104) dengan judul; Tinjauan Hukum Islam Terhadap Gadai Motor

10

Melalui Makelar di Desa Gedung Driyorejo” dalam skripsi ini menjelaskan

bahwa praktek gadai motor melalui makelar yang ada di desa gedung driyono

sesuai dengan hukum islam karena pemberian kuasa dilakukan oleh orang

yang berhak dan tidak ada unsur penipuan, sedangkan akad yang dipakai

dalam gadai tersebut adalah akad Wakalah.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Eny Astuti (02003160).

Dengan judul “ Perspektif Hukum Islam Terhadap perikatan Dan kedudukan

Pejual langsung dalam direct selling Multilevel Marketing “ Berdasarkan

penelitian ini pula diperoleh hasil bahwa penjual-langsung yang bekerja

mempromosikan dan memasarkan produk kepada konsumen dalam direct

selling multilevel marketing memiliki kedudukan sebagai perantara penjualan,

ia bukanlah karyawan perusahaan sehingga tidak menerima gaji tetap, namun

memperoleh upah/kompensasi dari hasil penjualan yang dilakukannya sendiri

maupun dari hasil penjualan yang dilakukan downline yang direkrutnya.

Dalam terminology hukum Islam, ia disebut sebagai Simsarah. Dalam hal

kedudukan penjual-langsung sebagai simsar dalam sistem direct selling

multilevel marketing ini ada yang berpendapat bahwa akan terjadi mewakili

wakil/wakil atas wakil/perantara atas perantara/ makelar atas makelar/

syamsarah ala syamsarah, karena seorang penjual-langsung ini akan menarik

atau mengambil prosentase keuntungan dari penjual-langsung yang lain.

Praktek semacam ini dalam hukum Islam hukumnya haram. Namun demikian,

ada yang berpendapat pula bahwa apa yang terjadi pada sistem direct selling

multilevel marketing bukanlah distributor merekrut orang untuk menjadi

11

distributor bagi dirinya sendiri (tidak ada akad kerja antara distributor dengan

distributor). Atau merekrut orang menjadi distributornya distributor, akan

tetapi mereka mengajak orang lain untuk sama menjadi distributor dari

perusahaan tersebut, sehingga dalam hukum Islam dibolehkan.

Selanjutnya, dari hal-hal di atas masalah yang berkaitan langsung

tentang judul skripsi yang penulis buat yaitu : “TINJAUAN HUKUM ISLAM

TERHADAP PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH :

Study Kasus di Desa Keboledan Wanasari Brebes” bahwa dalam skripsi ini

penulis akan membahas hal tersebut secara spesifik perihal praktek makelar

terhadap pengaruh dari upah, berkaitan dengan jasa yang di berikan kepada

seorang penjual dan pembeli bawang merah dan akadnya.

E. Metode Penelitian Skripsi

Penulisan skripsi ini didasarkan pada penelitian lapangan di Desa

Keboledan, maka penulis melakukan penelitian terhadap obyeknya dan

berinteraksi langsung dengan sumber data20

. Sehingga penulis dituntut untuk

aktif terhadap masalah yang kemungkinan terjadi dilokasi penelitian. langkah

yang harus penulis lakukan didalam penelitian ini, dan tujuan dari penelitian

adalah guna mendapatkan data maka yang di lakukan penulis yakni:

1. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder :

20

Sugiono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:

Alfabeta, 2008, cet ke-4, hlm. 11

12

a. Data primer; yaitu data yang berasal langsung dari sumber data yang

dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan

permasalahan yang di teliti.21

Hal ini, penulis mengambil data primer

melalui para pihak yang melakukan transaksi jual beli bawang merah,

baik dari pihak calo atau makelar (sebagai perantara), penjual dan

pembeli.

b. Data sekunder; yaitu data yang tidak didapat secara langsung oleh

peneliti22

. Pada bagian ini penulis mengambil data sekunder dari

laporan-laporan, buku-buku, jurnal penelitian, artikel, internet, dan

majalah ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

2. Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penulis melakukan beberapa macam

hal atau teknik supaya data yang di dapat sesuai dengan peristiwa apa

yang sebenarnya terjadi, diantaranya sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk

menghimpun data penelitian melalui pengamatan23

. Pada tahap ini

adalah tahap pertama yang penulis gunakan, sebagai bahan untuk

obyek yang akan di teliti di Desa Keboledan yaitu transaksi makelar.

21

Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo

Semarang, 2008, hlm. 21

22 Ibid

23. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif : komunikasi, ekonomi, kebijakan publik,

dan ilmu social lainnya, Jakarta : kencana, 2009, cet ke-3 hlm. 115.

13

Oleh karena tahap ini adalah dasar dari sebuah penelitian maka

penelitian dalam observasi ini antara lain :

1. Observasi tidak Berstruktur

Adalah observasi dilakukan tanpa menggunakan buku pedoman

(guide) observasi.24

Hal ini dimaksudkan, untuk mencari kejelasan

agar observasi selanjutnya berstruktur

2. Observasi tersetruktur

Adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang

apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya.25

Pada

bagian ini penulis mendalami kembali secara sistematis, dengan

cara terlibat secara langsung pada obyek yang dikaji, sehingga data

yang didapat lebih relefan.

b. Wawancara

Adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan

oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan

terwawancara yaitu yang memberi jawaban atau pertanyaan itu atau

yang di ajukan.26

Metode ini akan penulis gunakan untuk memperoleh

keterangan dan penjelasan mengenai praktek dari Makelaran, serta

keterangan lain menyangkut judul skripsi ini.

24

Ibid, hlm. 116

25Sugiono, op cit, hlm.146

26Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosda

Karya, 2007, hlm. 186

14

c. Dokumentasi

Adalah serangkain kegiatan yang dilakukan penulis dengan cara

pengumpulan beberapa informasi tentang data dan fakta yang

berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian, baik dari sumber

dokumen yang dipublikasikan, atau tidak dipublikasikan, buku-buku,

jurnal ilmiah, koran, majalah, website dan lain-lain.27

Metode ini

penulis lakukan guna mendapatkan data pendukung mengenai

transaksi jual-beli dengan perantara makelar di desa Keboledan

kecamatan Wanasari kabupaten Brebes.

3. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan upaya untuk mencari dan menata

secara sistematis data yang terkumpul untuk meningkatkan pemahaman

penulis tentang kasus yang di teliti dan mengkajinya sebagai temuan

bagi orang lain.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan analisis

campuran yaitu deskriptif dan komparatif. Analisis deskriptif

(descriptive analisys) yang bertujuan memberikan deskripsi mengenai

subyek penelitian berdasarkan data yang diperoleh dari subyek yang

diteliti. Skripsi ini merupakan bentuk penelitian kualitatif, adapun

penelitian kualitatif ini memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip

umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam

kehidupan manusia atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala budaya

27

Tim penyusun pedoman penulisan skripsi, Op.cit. hlm. 26

15

dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan

untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku28

.

Analisis komparatif, yakni membandingkan antara dua

pemikiran tokoh, atau dua pendapat tokoh hukum islam yang berkenaan

dengan produk fiqh29

.

F. Sistematika penulisan Skripsi

Untuk memberikan gambaran pembahasan yang jelas dalam

penulisan skripsi ini, maka penulisan penelitian ini disusun secara sistematis,

yang masing masing bab mencerminkan satu kesatuan yang utuh dan

takterpisahkan yaitu, sebagai berikut :

BAB I : sebagai pendahuluan, dalam bab ini penulis abstrksikan

pokok pokok permasalahan yang akan di bahas dalam skripsi ini, sehingga

dalam pembahasan selanjutnya dapat terarah sesuai dengan sistematika yang

benar. Adapun hal yang akan di sajikan adalah latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, telaah pustaka, metode

penelitian skripsi, serta sistematika penulisan skripsi.

BAB II : Pada bab ke dua ini dimaksudkan sebagai landasan teoritik

dalam pembahasan skripsi ini, adapun isi dari bab ini sebagai berikut ;

pengertian dan dasar hukum jual beli. Rukun dan syarat jual-beli, Macam

macam jual beli, jual beli yang tidak dibolehkan, dan definisi makelar.

28

. Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 2001, cet

ke-3, hlm 20-21

29 Tim penyusun pedoman penulisan skripsi, loc cit., hlm.14

16

BAB III : Dalam bab ini penulis akan menjelaskan atau

mendiskripsikan praktek transaksi dari makelar yang penyajian datanya

meliputi ; keadaan masyarakat Desa Keboledan, praktek jual beli bawang

merah melalui jasa makelar di Desa Keboledan Wanasari Brebes hal ini

meliputi; tugas dan faktor serta gambaran umum dan praktek makelar secara

rinci, terakhir adalah bentuk akad dalam jual beli bawang merah melalui jasa

makelar.

BAB IV : karena pada bab ini adalah analisis maka pembahasannya

meliputi : analisis Hukum Islam terhadap praktek penggunaan jasa makelar

dalam jual beli bawang merah, dan analisis Hukum Islam terhadap akad jual

beli melalui jasa makelar.

BAB V adalah bab penutup, berupa kesimpulan yang di ambil dari

keseluruhan uraian yang ada dalam skripsi ini dan juga memuat saran-saran

serta penutup.

17

BAB II

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SEWA MENYEWA

(IJARAH)

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Sewa Menyewa (Ijarah)

1. Pengertian Ijarah

Al Ijarah berasal dari kata Al Ajru yang berarti Al Iwadhu (ganti).

Dari sebab itu Ats Tsawab (pahala) dinamai Ajru (upah).30

Secara

etimologi ijarah berasal dari ajara ya juru yang berarti upah yang kamu

berikan dalam suatu pekerjaan.31

Menurut pengertian syara, Al Ijarah ialah “sesuatu jenis akad

untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian”.32

Adapun ijarah

secara terminologi adalah transaksi atas suatu manfaat yang mubah yang

berupa barang tertentu atau yang dijelaskan sifatnya dalam tanggungan

dalam waktu tertentu, atau transaksi atas suatu pekerjaan yang diketahui

dengan upah yang diketahui pula.

Definisi tersebut dapat dijelaskan pertama, transaksi adalah ijab

dan qabul yang mengungkapkan kehendak al-muta‟aqidain (dua pihak

yang melakukan transaksi) dan keterikatan keduanya dengan cara yang

disyari‟atkan yang tampak pengaruhnya di tempat transaksi. Kedua, atas

suatu manfaat, yakni tidak termasuk barang karena transaksi atas suatu

30

Sayyid Sabiq 13, ibid, hlm. 7

31Ath-Thayyar, ibid, hlm. 311

32Sayyid Sabiq 13, op.cit

17

18

barang tidak disebut ijarah, tetapi disebut jual-beli. Ketiga, yang mubah,

yakni pembatasan dari transaksi atas manfaat yang haram, seperti zina,

menyanyi, dan sesuatu yang diharamkan lainnya. Keempat, tertentu

(diketahui) yakni membetasi dari manfaat yang tidak diketahui karena

tidak sah transaksi atasnya.33

Ijarah sesungguhnya merupakan transaksi yang memperjual-

belikah manfaat suatu harta benda. Transaksi ijarah merupakan salah satu

bentuk kegiatan muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk

memenuhi kebutuhan hidup. Adapun definisi ijarah yang disampaikan

oleh kalangan fuqaha antara lain sebagai berikut:

لبي اسف١خ اال٠دبس عمذع ابفع ثعض عشف اشبفع١خ ا١دبس عمذع

لبي لبثخ ازجبري االثبزخ ثعض ع. فع مصدح عخ جبزخ

ابى١ اال٠دبس ر١ه بفع ش١ئ جبزخ ذح عخ ثعض. ثث ره لبي

اسبثخ

Artinya : menurut fuqaha Hanafiyah, ijarah adalah akad atau transaksi

terhadap manfaatdengan imbalan. Menurut Fuqaha

Syafi‟iyah, ijarah adalah transaksi terhadap manfaat yang

dikehendaki secara jelas harta yang bersifat mubah dan dapat

dipertukarkan denngan imbalan tertentu. Munurut Fuqaha

Malikiyah dan Hanabilah, ijarah adalah pemilikan manfaat

suatu harta benda yang bersifat mubah selama periode waktu

tertentu dengan suatu imbalan.34

Berdasarkan definisi diatas, maka akad al-ijarah tidak boleh

dibatasi oleh syarat. Akad al-ijarah juga tidak berlaku pada pepohonan

33

Ath-Thayyar, op.cit, hlm. 312

34Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada, 2002, hlm. 181-182

19

untuk diambil buahnya, karena buah itu sendiri adalah materi, sedangkan

akad ijarah itu hanya ditujukan pada manfaat. Demikian juga halnya

dengan kambing, tidak boleh dijadikan sebagai objek ijarah untuk diambil

susu atau bulunya, karena susu dan bulu kambing termasuk materi. Jumhur

fuqaha juga tidak membolehkan air mani hewan ternakpejantan, seperti

unta, sapi, kuda, dan kerbabu, karena yang dimaksudkan dengan hal itu

adalah mendapatkan keturunan hewan, dan mani itu sendiri adalah

materi.35

Manfaat, terkadang berbentuk manfaat barang, seperti rumah

untuk ditempati, atau mobil untuk dinaiki (dikendarai). Dan terkadang

berbentuk karya, seperti kaerya seorang insinyur, pekerja bangunan,

tukang tenun, penjahit dan tukang binatu. Terkadang manfaat itu

berbentuk sebagai pekerja pribadi seseorang yang mencurahkan tenaga,

seperti khadam (bujang) dan para pekerja.

Pemilik yang menyewakan manfaat disebut mu‟ajir (orang yang

menyewakan). Pihak lain yang memberikan sewa disebut musta‟jir (orang

yang menyewa atau penyewa). Dan sesuatu yang diakadkan untuk diambil

manfaatnya disebut ma‟jur (sewaan). Sedangkan jasa yang diberikan

sebagai imbalan manfaat disebut ajran atau ujrah (upah).

Manakala akad sewa menyewa telah berlangsung , penyewa

sudah berhak mengambil manfaat. Dan orang yang menyewakan berhak

35

Nasrun Harooen, op.cit, hlm. 229

20

pula mengambil upah, karena akad ini adalah mu‟awadhah

(penggantian).36

2. Dasar hukum sewa menyewa (ijarah)

Dasar hukum pensyariata ijarah atas manfaat yang mubah adalah

berdasarkan al Qur‟an, Hadist, dan Ijma sebagai berikut :

a. Dasar al-Qur‟an

س أخ فآر ى أسظع فئ

Artinya :“kemudian jika mereka menyusukan (anak-anakmu)

untukmu, maka berikanlah pada mereka upahnya” (QS.

Ath-Thalaq 6)37

Dalil yang bisa diambil dari ayat ini adalah menyusui anak tanpa

disertai akad merupakan pemberian cuma-cuma yang tidak

mengharuskan imbalan. Karena yang mewajibkan adanya imbalan

dalam praktik tersebut hanyalah pengucapan akad secara jelas.38

Dan selanjutnya

٠مغ ف اس١ح اذ١ب ا ع١شز بث١ لغ ذ سثه س سز

ب ٠شخب عععث ععث زخز١ بدخسد طعث قف ععبثعفس

ع ب ٠د ذ سثه خ١ش سز

Artinya : Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami

telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam

kehidupan dunia dan kami telah meninggikan sebagian mereka

36

Sayyid Sabiq 13, op.cit, hlm.7-8

37Departemen Agama RI, ibid, hlm. 946

38Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i Mengupas Masalah Fiqhiyyah Berdasarkan

Al-Qur‟an dan Hadits 2, Jakarta : Almahira, 2010

21

atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian

mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.dan rahmat

Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS,al-

Zukhruf 32)39

b. Dasar Hadist

اهلل عبئشخ سظ اهلل ع١ ع لبذ ج صا جب صع ع

شخؤزاع ث اذ٠ بخس شى ثثأسعي اهلل ص اهلل ع١ ع

بد٠ب خش٠زب ع د٠ وفبس لش٠ش فذفعب إ١ ساززب اعذا

( سا اجخبسثالس )غبسثعذ ثالس ١بي فؤربب ثشازز١ب صجر

Artinya : Dari Aisyah ra, istri Nabi SAW, ia berkata; “Rasulallah SAW

dan Abu Bakar mengupah seorang laki-laki dari bani al-dayl

sebagai petunjuk jalan, sementara ia seorang kafir Quraisy.

Nabi dan Abu Bakar menyerahkan kendaraan mereka

kepadanya (untuk dibawa) dan berjanji bertemu digua Tsur

tiga hari kemudian, laki-laki tersebut datang membawa

kendaraan keduanya pada subuh hari ketiga” (HR. Al-

Bukhari)40

c. Dasar Ijma

Mengenai disyariatkannya ijarah, semua umat bersepakat

tidak seorang pun ulama yang membantah kesepakatan (ijma) ini,

sekalipun ada beberapa orang dari mereka yang berbeda pendapat, akan

tetapi hal itu tidak dianggap.41

Selain dalil naqli diatas, kebutuhan manusia mendesak

terhadap manfaat tempat tinggal, kendaraan, pelayanan, peralatan dan

39

Departemen Agama, al-Qur‟an dan Terjemahannya, op cit, hlm. 798.

40Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibni Al-Mughirah

Bardazabah Al-Bukhari Al-Ja‟fi, Shahih al-Bukhari, Bairut : Darul Al-Fikr, 1419H/2005M, hlm.

790

41Sayiid Sabiq, pe.cit, hlm.11

22

sebagainya mendorong adanya akad ijarah, sama halnya benda. Ketika

jual-beli benda diperbolehkan, tentu akad ijarahpun ddiperbolehkan

juga, sebagaimana diperbolehkannya akad salam dan akad gharar

lainnya.42

B. Rukun Dan Syarat Ijarah

Rukun ijarah ada empat, yaitu dua belah pihak yang melakukan

akad, shighah ijarah, imbalan (ujrah), dan hak pakai (manfaat). Sedangkan

mengenai syaratnya sebagai beriku;

1. Dua belah pihak yang melakukan akad

Pihak pertama disebut orang yang menyewakan (mu‟jir) dan pihak

kedua disebut (mustajir).43

Kaduanya harus memenuhi persyaratan yang

berlaku bagi penjualdan pembeli. Diantaranya mereka harus cakap, artinya

masing-masing pihak sudah baligh dan mampu menata agama dan

mengelola kekayaan dengan baik. Dengan demikian ijarah yang dilakukan

oleh anak-anak meskipun dia telah memiliki pengetahuan tentang itu,

orang gila, dan orang yang dicekal untuk memmbelanjakan hartanya

bodoh, meskipun akad tersebut mendatangkan keuntungan, hukumnya

tidak sah.

Persyaratan berikutnya adalah mu‟jir mampu menyerahkan

manfaat barang. Karena itu, tidaksah hukumnya menyewa barang

ghashaban kepada orang yang tidak mampu mengambil alih barang

42

Wahbah Zuhaili, op.ciit, hlm. 39

43Untuk selanjutnya, redaksi menggunakan mu‟jir dan mustajir

23

tersebut setelah kesepakatan akad. Begitu pula, tidak sah menyewakan

tanah gersang untuk bercocok tanam, yaitu tanah yang tidak bisa menyerap

air, baik air hujan musiman atau lelehan air salju dari atas bukit. Hukum

barang yang tidak boleh disewakan karena larangan syar‟i sama dengan

laranga yng bersifat kongkret, seperti yang telah disebutkan sebelunya.44

2. Shighah ijarah

Yaitu ijab dan qabul sebagai manifestasi dari perasaan suka

sama suka, dengan catatan keduanya terdapat kecocokan atau kesesuaian.

Qabul diucapkan selesai pernyataan ijab tanpa jeda, seperti halnya denga

jual-beli. Contoh pernyataan ijab dan qabul misalnya mu‟jir mengucapkan,

„aku sewakam bejana ini kepadamu” atau “aku serahkan hak pakai barang

ini kepadamu selama setahun dengan uang sewa sekian” lalu penyewa

berkata “aku terima” atau “aku sewa”.

Menurut pendapat ashah, ijarah sah dengan ucapan, “ aku

menyewakan manfaat barng ini kepadamu”, dan tidak sah dengan redaksi,

“aku jual manfaat ini kepadamu” karena istilah „jual-beli” digunaka untuk

mengalihkan hak kepemilikan atas barang, tidak berlaku dalam pengalihan

manfaat. Sebaliknya jual-beli pun tidak sah dengan redaksi ijarah,

sementara itu kata “membeli” sama denga kata “menjual”.45

44

Ibid, hlm. 40

45Ibid, hlm. 41

24

Jika muta‟aqidain mengerti maksud lafal shighah maka ijarah

telah sah, karena syar‟i tidak membatasi lafal transaksi. Tetapi hanya

menyebutkan secara umum.46

3. Imbalan (ujrah)

Dalam hal sewa-menyewa barang yang berwujud (ijarah ain),

disyaratkan upah harus diketahui jenis, kadar, dan sifatnya, layaknya harga

dalam akad jual-beli. Karena ijarah merupakan akad yang berorientasi

keuntungan, yaitu tidak sah tanpa menyebutkan nilai kompensasi layaknya

jual-beli. Oleh karena itu, para ulama sepakat menyatakan bahwa khamer

dan babi tidak boleh menjadi upah dalam akad ijarah, karena kedua benda

itu tidak bernilai harta daalam islam.47

Adapun imbalan tersebut berupa barang yang berwujud,

musta‟jir cukup dengan melihatnya,meskipun itu diperuntukan untuk

kompensasi manfaat tertentu atau dalam brntuk tanggungan, sementara itu

menyewa manfaat suatu barang dengan imbalan manfaat sejenis atau

berbeda hukuimnya boleh, sebab manfaat dalam akad ijarh setatusnya

sama dengan barang. Dan barang boleh diprperjual-belikan dengan barang

sejenis, sama dengan manfaat.

Uang sewa menjadi hak milik mu‟jir yang dilindungu hukum

dan sepanjang waktu, begitu akad ijarah disepakati. Artinya ketika masa

persewaan sudah habis, kompensasi tersebut tetap menjadi haknya. Jadi

46

Ath-Thayyar, pe.cit, hlm. 317

47Nasrun Haroen, ibid, hlm. 235

25

kepemilikan mu‟jir atas uang tersebut sebagai hasi penyewaan barang

telah berkekuatan hukum.48

4. Hak pakai (manfaat)

Manfaat barang yang di sewakan, seperti rumah misalnya, harus

memenuhi beberapa syarat, baik sewa-menyewa itu secara langsung

maupun dalam tanggungan, beberapa syarat tersebut sebagai berikut;

Pertama, manfaat barang memiliki nilai ekonomisyang layak

mendapatkan imbaalan sebagai kompensasi penyewaan. Misalnya seperti

mengontrakan rumah sebagai tempat tinggal, dan meminjamkan minyak

kesturi atau jenis parfum untuk dihirup aromanya.

Berdasarkan syarat diatas maka menyewakan satu buah apel

untuk dihirup aromanya hukumnya tidak sah, karena aroma satu buah apel

aromanya hambartidak bisa digunakan sebagai parfum. Buah apel status

hukumnya sama seperti biji gandum dalam akad jual-beli. Jika apel

tersebut berjumlah sangat banyak, ia sah disewakan karena mempunyai

nila ekkonomis yaitu aroma yang wangi.

Penyewaan jasa makelar untuk menarik minat pembeli,

hukumnya tidak sah, meskipun dapat mempercepat barang dagangan laku,

karena perkataan tidak mempunyai nilai ekonomis.49

Kedua, manfaat barang yang disewakan tersebut mubah

menurut syara, jadi tidak sah menyewakan manfaat yang dilarang oleh

agama, seperti menyewakan jasa penari yang diharamkan, menyewakan

48

Ibid, hlm. 42

49Ibid, hlm. 43

26

kedai untuk pesta minuman minuman kerasdan narkoba atau sejenisnya,

atau mengangkut minuman bukan untuk di musnakan.50

Ketiga, objek ijarah dapat diserah terimakan dan dimanfaatkan

secara langsung dan tidak ada cacat yang menghalangi fungsinya. Tidak

dibenarkan transaksi ijarah atas harta benda yang masih dalam penguasaan

pihak ke tiga.51

Keempat, manfaat diketahui oleh kedua belah pihak yang

mengadakan akad, meskipun sekilas. Masing-masing pihak mengetahui

manfaat barang yang disewakan dari sisi fisik, sifat, dan kadarnya. Karena

itu, menyewakan salah satu dari rumah, dua kedai, atau dua macam

barang, hukumnya tidak sah, begitu pula menywakan barang yang tidak

terlihat danmenyewakna tanpabatas waktu, kecuali masuk toilet umum,

hukumnya boleh mennurut ijma ulama.

Kelima, pemanfaatan barang sewaan dibatasi dengan jangka

waktu tertentu, akad ijarah menggunakan jangka waktu yang tidak jelas

hukumnya tidak sah. Misalnya mu‟jir berkata, “tempatilah rumah ini

selama kamu suka”, “tanamilah tanah ini” atau dirikanlah bangunan

diatasnya” sebab, ketidaksahan memicu perselisihan.

Keenam, mustajir belum mengambil manfaat barang tersebut.

Ketujuh, objek ijarah adalah manfaat barang itu sendiri.52

50

Ibid,

51Ghufron A. Mas‟adi, op.cit, hlm. 184

52Wahbah Zuhaili, op.cit, hlm. 44

27

Ketuju persyaratan diatas haruslah dipenuhi dalam setiap ijarah

yang mentransaksikan manfaat hartaa benda. Adapun ijarah yang

mentransaksikan suatu pekerjaan atas seorang pekerja atau buruh

memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut ini

Pertama. Perbuatan tersebut harus jelas batas waktu pekerjaan,

misalnya bekerja menjaga rumah satu malam, atau satu bulan. Dan harus

jelas jenis pekerjaannya, misalnya pekerjaan menjahit baju, memasak,

mencuci dan lain sebagainya. Dalam hal yang disebutkan terakhi ini tidak

disyaratkan adanya batas waktu pengerjaannya.

Pendek kata, dalam hal ijarah pekerjaan, diperlukan adanya job

diskription (uraian pekerjaan). Tidak dibenarkan mengupah seseorang

dalam periode waktu tertentu dengan krtidak jelasan pekerjaan. Sebab ini

cenderung menimbulkan tiindakan kesewenag-wenangan yang

memberatkan pihak pekerja. Seperti yang dialami oleh pembantu rumah

tangga dan pekerja harian. Pekerjaan yang harus mereka lakukan bersifat

tidak jelas dan tidak terbatas. Seringkali mereka harus mengerjaka apa saja

yang diperintahkan bos atau juragan.

Kedua, pekerjaan yang menjadi objek ijarah tidak berupa

pekerjaan yang telah menjadi kewajiban pihak mustajir (pekerja) sebelum

terjadi akad ijarah, seperti kewajiban membayar hutang, mengembalikan

pinjaman, menyusui anak dan lain sebagainya. Demikian pula tidak sah

mengupah perbuatan ibadah seperti shalat, puasa dan lain-lain.

Sehubungan dengan prinsip ini terdepat perbedaan pendapat mengenai

28

ijarah terhadap pekerjaan seorang muadzin (juaru adzan) imam, dan

pengajar ala qur‟an, memandikan jenazah. Menurut fuqaha Hanafiyah dan

Hanabilah tidak sah. Alasan mereka perbuatan tersebut tergolong

pendekatan diri (taqarrub) kepa Allah SWT.53

C. Sifat dan Macam macam Ijarah

a. Sifat Ijarah

Pada asalnya, transaksi ijarah mempunyai kekuatan hukum yang

mengikat. Oleh karena itu, masing-masing muta‟aqidain (dua pihak yang

melakukan transaksi) tidak boleh membatalkan secara sepihak kecuali ada

hal-hal yang merusak transaksi yang telah mengikat, seperti adanya aib,

hilangnya manfaat, dan lain-lain. Demikian ini pendapat para mayoritas

ulama.54

Pendapat ini berdasarkan firman Allah ta‟ala.

فأ ثبعمد ا أ ءا ب از٠ ٠ؤ٠

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-qaqd itu (QS.

Al-Maidah 1)55

b. Macam macam Ijarah

Dilihat dari objeknya, akad ijarah dibagi para ulama fiqh kepada

dua macam, yaitu yang bersifat manfaat dan yang bersifat pekerjaan (jasa).

Ijarah yang bersifat manfaat, umpamanya adalah sewa-menyewa rumah,

toko, kendaraan, pakaian dan perhiasan. Apabila manfaat itu yang

53

Ghufron A. Mas‟adi, pe.cit, hlm185-186

54Ath-Thayyar, pe.cit, hlm. 319

55Depatemen Agama RI, op.cit, hlm. 156

29

dibolehkan oleh syara‟ untuk dipergunakan, maka para ulama fiqh sepakat

boleh dijadikan objek sewa-menyewa.

Ijarah yang bersifat pekerjaan adalah dengan cara

mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijarah seperti

ini, menurut para ulama fiqh, hukumnya boleh apabila jinis pekerjaan itu

jelas, seperti buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik, dan tukang

sepatu.56

D. Pembatalan dan Berahirnya Ijarah

Ijarah adalah jenis akad lazim, yang salah satu pihak yang berakad

tidak memiliki hak fasakh, karena ia merupakan akad pertukaran, kecuali jika

didapati hal yang mewajibkan fasakh, seperti dibawah ini.

Ijarah tidak menjadi fasakh dengan matinya salah satu yang berakad

sedangkan yang diakadkan selamat. Pewaris memegang peranan warisan,

apakah ia sebagai pihak mu‟ajir atau musta‟jir. Dan tidak menjadi fasakh

dengan dijualnya barang yang disewakan untuk pihak penyewa atau lainnya,

dan pembeli menerimanya jika ia bukan sebagai penyewa sesuadah

berakhirnya masa ijarah.

Ijarah menjadi fasakh (batal) dengan hal, sebagai berikut :

1. Terjadi aib pada barang sewaan yang kejadiannya di tangan penyewa atau

terlihat aib lama padanya.

2. Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah dan hewan yang menjadi

(ain)

56

Nasrun Haroen, pe.cit, hlm. 236

30

3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma‟jur alaih) seperti baju yang

diupahkan untuk dijahitkan, karena akad akad tidak mungkin terpenuhi

sesudah rusaknya (barang)

4. Terpenuhinya barang yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan, atau

berakhirnya masa, kecuali jika terdapat uzur yang mencegah fasakh.

Seperti jika pada ijarah tanah pertanian telah berahir sebelum tanaman

dipanen, maka ia tetap berada ditangan penyewa sampai selesai masa

panen, sekalipun terjadi pemaksaan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah

terjadinya bahaya (kerugian) pada pihak penyewa, yaitu mencabut

tanaman sebelum waktunya.

5. Penganut mazhab hanafi berkata ; “boleh memfasakh ijarah, karena

adanya uzur sekalipun dari salah satu piha. Seperti orang yang

menyewakan toko untuk berdagan, kemudian hartanya terbakar atau dicuri

atau di rampas atau bangkrut, maka ia berhak memfasakh ijarah.57

E. Makelar

Menurut kamus besar bahasa Indonesia makelar adalah perantara

perdagangan (antara penjual dan pembeli) yaitu orang yang menjualkan barang

atau mencarikan pembeli, untuk orang lain dengan dasar mendapatkan upah

atau komisi atas jasa pekerjaannya.58

57

Sayyid Sabiq, loc.cit, hlm. 28-29

58Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi

Kedua, Jakarta : Balai Pustaka, 1991, hlm. 618

31

Sedangkan makelar dalam bahasa Arab disebut samsarah yang berarti

perantara perdagangan atau perantara antara penjual dan pembeli untuk

memudahkan jual-beli.59

Lebih lanjut Samsarah adalah kosakata bahasa Persia

yang telah diadopsi menjadi bahasa Arab yang berarti sebuah profesi dalam

menengahi dua kepentingan atau pihak yang berbeda dengan kompensasi

berupa upah (uj‟roh) dalam menyelesaikan suatu transaksi. Secara umum

samsarah adalah perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang dan

mencarikan pembeli), atau perantara antara penjual dan pembeli untuk

memudahkan jual-beli.60

Menurut Sayyid Sabiq perantara (simsar) adalah

orang yang menjadi perantara antara pihak penjual dan pembeli guna

melancarkan transaksi jual-beli. Dengan adanya perantara maka pihak penjual

dan pembeli akan lebih mudah dalam bertransaksi, baik transaksi berbentuk

jasa maupun berbentuk barang. 61

Menurut Hamzah Yakub samsarah (makelar) adalah pedagang

perantara yang berfungsi menjualkan barang orang lain dengan mengambil

upah tanpa menanggung resiko. Dengan kata lain makelar (simsar) adalah

penengah antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual-beli.62

Jadi

pengertian diatas dapat disederhanakan, samsarah adalah perantara antara biro

jasa (makelar) dengan pihak yang memerlukan jasa mereka (produsen, pemilik

59

Masyfuk Zuhdi, Masailul Fiqhiyah, Jakarta : CV Haji Masagung, 1993, hlm. 122

60M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (fiqh muamalah), Jakarta

: PT Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 289.

61Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 12, Bandung : PT al-Ma‟arif, 1996, hlm. 15

62Hamzah Yakub, Kode Etik Dagang Menurut Islam:Pola Pembinaan Hidup dalam

Berekonomian, Bandung : CV Diponegoro, 1992, hlm, 269.

32

barang), untuk memudahkan terjadinya tansaksi jual-beli dengan upah yang

telah disepakati sebelum terjadinya akad kerja sama.

Sedangkan Simsar adalah sebutan bagi orang yang bekerja untuk

orang lain dengan upah baik untuk keperluan untuk menjual maupun

membelikan. Sebutan ini juga layak dipakai untuk orang yang mencarikan

(menunjukkan) orang lain sebagai patnernya sehingga simsar tersebut

mendapatkan komisi dari orang yang menjadi patnernya.63

Al-simsar (jamak dari al-samsarah) adalah perantara antara penjual

dan pembeli, atau pedagang perantara yang bertindak sebagai penengah antara

penjual dan pembeli, yang juga dikenal sebagai al-dallah (penunjuk)64

. Al-

simsarah dari bahasa Arab, yang berarti juga tiga dallah yang baik yaitu orang

yang mahir. Pedagang sudah dikatakan al-samsarah pada masa sebelum islam

tetapi Rasul menyebut mereka al-tujjar.65

Terkait masalah ini ada pelarangan hadis yang berkenaan dengan

samsarah

عجبط اث ع أث١ ط ع ؼب ث شع ع ازذ زذثب غذد زذثب عجذا

٠زم اشوجب ا ع ص اهلل ع١ اج ب لبي اهلل ع سظ

ال٠ج١ع زبظش جبد لبي ال ب٠جع زبظش جبد لذ ٠باث ب ل عجبط

غبسا ع ٠ى

63

Sayyid Sabiq, op. cit, jilid 13, hlm. 27

64Penunjuk disini ialah ia menujukkan pembeli mengenai komoditi, dan menujukkan

kepada penjual patokan harga. Dengan demikian tidak ada perbedaan antara penunjuk(dallal) dan

makelar (samsarah)

65Abdullah bin muhammad at-thghyar, et al., loc.cit, hlm. 81.

33

Artinya :Musadad, Abdul Wahid dan Mu‟mar menceritakan dari Thuwas

dari Ayanya dan dari Ibnu Abbas ra, ia menceritakan : “Nabi SAW

tidak memperbolehkan/mencegah sekelompok orang desa oleh

orang kota yang hendak menjual barangnya ke kota, ia bertanya

kepada Ibnu Abbas apa yang di ucapkan oleh Nabi? Ibnu Abbas

menjawab; “orang kota tidak boleh menjual kepada orang desa. Ia

(Ibnu Abbas) berkata : adanya orang kota tidak boleh menjadi

perantara orang desa (HR. Al-Bukhari)66

66

Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibni Al-Mughirah

Bardazabah Al-Bukhari Al-Ja‟fi, Shahih al-Bukhari Kitab al-Buyu‟, Bairut : Darul Al-Fikr,

1419H/2005M, hlm. 52

34

BAB III

PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH

DI DESA KEBOLEDAN WANASARI BREBES

A. Keadaan Masyarakat Desa Keboledan

Kita tahu bahwa pemerintah yang terendah didalam struktur

pemerintahan dinegara kita adalah Desa, dalam pertumbuhannya menurut

sejarah menunjukan potensi dan kemampuan yang sangat besar bagi

Ketahanan Nasional pada seluruh kegiatan baik di bidang Ideologi, Politik,

Ekonomi, Sosial Budaya dan pertahanan keamanan.

Desa keboledan memiliki wilayah dan batas-batas yang didalamnya

ada sejumlah penduduk. Desa keboledan berada dalam wilayah kerja camat

yaitu Kecamatan Wanasari dan Kabupaten Brebes. Yang hal itu Desa

memiliki hak Otonom yaitu berhak mengatur dan mengurus masyarakatnya

sendiri, dan tidak bertentangan dengan pemerintaah diatasnya.67

Adapun mengenai profil dari masyarakat Desa Keboledan itu sendiri

terdiri dari tujuh poin yang diantaranya akan disebutkan sebagai berikut :

1. Luas Wilayah

Ditinjau dari wilayah, Desa Keboledan merupakan daerah dataran yang

rata dengan luas wilayah Desa adalah 144.430 Ha terdiri dari :

a. Lahan Sawah : 99,4 Ha

1) Irigasi tehnis : 95 Ha

67

Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD),Tahun anggaran 2010, hlm. 5

34

35

2) Irigasi setengah tehnis : 4,400 Ha

b. Lahan bukan Sawah : 45.030 Ha

1) Pekarangan /bangunan : 43,010 Ha

2) Jalan, sungai dan kuburan : 2,020 Ha

2. Batas Wilayah

Desa Keboledan berbatasan dengan desa tetangga yaitu :

a. Sebelah Utara : Desa Kupu

b. Sebalah Selatan : Desa Klampok

c. Sebelah Barat : Desa Sidaon Kec. Bulakamba

d. Sebelah Timur : Desa Pesantunan

3. Keadaan Geografis dan Topografi Desa

a. Ditinjau dari geografis, desa Keboledan merupakan daerah dataran,

dengan tinggi permukaan air laut kurang lebih 5 M. Dengan permukaan

tersebutlah, maka tanahnya sangat berpotensi dan produktif terutama

untuk daerah pertanian bawang merah.

b. Ditinjau dari Topografi, desa Keboledan merupakan bagian dari

wilayah Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes.68

4. Orbitasi (jarak dari pusat pemerintah)

a. Jarak ke Ibukota kecamatan : 1 km

b. Jarak ke Ibukota Kabupaten : 4 km

c. Jarak ke Ibukota Propinsi : 175 km

d. Jarak ke Ibukota Negara : 350 km

68

. ibid, hlm.7

36

e. Kendaraan umum ke ibukota kecamatan terdekat : Angdes

f. Kendaraan umum ke ibukota kabupaten terdekat : Angdes

5. Jumlah Dusun/ Lingkungan, RW dan RT

Desa keboledan terdiri dari :

a. Pembagian wilayah

1) Jumlah RT/RW : 32/2

2) Jumlah dusun : 1 (karang anyar)

b. Data profil desa

1) Status : Berkembang

2) Potensi : Tinggi

3) Klasifikasi : Swakarya Madya

4) Tipe : Tani dan Pedagang

6 Jumlah Penduduk desa keboledan berjumlah 8.075 jiwa

a. Laki-laki : 3.954 jiwa

b. Perempuan : 4.121 jiwa

c. Kepala keluarga : 2.205 jiwa

7. Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

a. Keadaan sosial masyarakat desa keboledan kategori sedang, karena

ditunjang dari potensi tanah sawah yang cukup produktif. Sehingga

perkembangan warga setiap tahunnya sedang-sedang saja.

b. Budaya masyarakat desa keboledan yang berlaku setiap harinya,

menggunakan adat budaya jawa dan lokal (kerja bakti, kegotong-

royongan, kerja sama sesama tetangga/lingkungan)

37

c. Kategori penduduk desa Keboledan :

1) Penduduk menurut Agama

a) Islam : 8.075 orang

b) Kristen : -

c) Katolik : -

d) Budha : -

e) Lain-lain : -

2) Penduduk menurut mata pencaharian

a) Petani : 931 orang

b) Buruh tani : 2.955 orang

c) Buruh/Swasta : 299 orang

d) Pegawai Negeri : 65 orang

e) TNI/POLRI : 12 orang

f) Pengrajin : 7 orang

g) Pedagang : 315 orang

h) Peternak : 28 orang

i) Nelayan : 4 orang

j) Montir : 7 orang

k) Dokter : -

l) Tukang kayu : 20 orang

m) Tukang batu : 60 orang

n) Guru swasta : 151 orang

o) Sopir : 30 orang

38

3) Penduduk menurut pendidikan

a) Belum sekolah : 475 orang

b) Tidak tamat SD : 518 orang

c) Tamat SD : 2.403 orang

d) Tamat SLTP : 2.816 orang

e) Tamat SLTA : 1.743 orang

f) Tamat Perguruan tinggi : 285 orang69

B. Praktek Jual Beli bawang merah melalui jasa makelar di Desa Keboledan

Wanasari Brebes

Sebagai mana yang tercantum dalam profil desa Keboledan, yang

mayoritas penduduknya adalah petani, sebagai penghasil bawang merah,

maka dalam wilayah pemasaran hasil pertaniannya banyak dari mereka

(petani) yang menggunakan jasa tenaga dari seorang makelar. Sehingga

penulis sebelum memaparkan praktek dari seorang makelar dalam jual beli

bawang merah dan bentuk akadnya, maka penulis akan terlebih dahulu

menyebutkan faktor penggunaan jasa tenaga dari seorang maker, tugas dan

fungsi dari makelar pada transaksi jual beli bawang merah.

Menurut bapak kanapi umur 42 tahun warga RT/RW 06/01 saat di

temui dirumahnya mengatakan: bahwa tugas dari kami (makelar) ketika

melayani para pemesan (penjual dan pembeli) adalah menerima pekerjaan

dari pengguna jasa makelar yaitu penjual dan pembeli, menanyakan barang

69

. Opcit hlm. 7-8

39

yang dipesan biasanya meliputi (harga, jenis, dan kualitas dari bawang

merah), memberikan gambaran dan menjelaskan mengenai bawang merah,

mencarikan bawang merah, mempertemukan penjual dan pembeli, dan yang

terakhir adalah mendampingi atau menjembatani dua belah pihak pada saat

transaksi. Sedangkan fungsi dari seorang makelar adalah mediator dari kedua

pihak (penjual dan pembeli) saat transaksi.70

Selanjutnya adalah faktor menggunakan jasa atau tenaga makelar,

bapak Sofyan Syarif umur 57 tahun warga RT/RW 06/01 mengatakan:

diantara penyebab penjual dan pembeli menggunakan jasa atau tenaga dari

seorang Makelar adalah sebagai berikut :

1. Mempermudah akses pencarian barang (bawang merah)

2. Lebih bersifat hati-hati karena unsur pengalaman sehingga bisa terhindar

dari unsur penipuan

3. Menghemat waktu (efisien waktu)

4. Dan ketika menggunakan tenaga Makelar salah satu pihak bisa

menggunakan jasa tersebut secara penuh, dimaksudkan penjual dan

pembeli memberikan kepercayaan penuh kepada makelar.71

Dari faktor diatas mereka72

menuturkan banyak dari mereka

(penjual dan pembeli) ketika tidak menggunakan jasa dari seorang makelar,

dalam mencari bawang merah merasa kesulitan, bahkan tertipu dari seorang

70

Wawancara dengan bapak. Kanapi (makelar), Senin 02 Januari 2012

71Wawancara dengan bapak Sofyan Syarif (petani), Minggu 01 Januari 2012 warga

RT/RW 06/01

72Para buruh potong bawang merah, saat di wawancarai di lapak bawang merah

milik bapak Tirlani. Yaitu ibu Sanijah, Solikhah, Dasiri, Wartem, dan ibu Wamen. 2 Januari 2012

40

penjual baik masalah harga, kualitas barang (bawang merah), lebih-lebih jenis

dari barang yang akan di beli. Oleh karena itu untuk menjaga hal-hal yang

tidak diinginkan memang diperlukan menggunakan jasa makelar agar

kesemuaannya tidak terjadi.

1. Gambaran secara umum

Dengan melihat faktor dari dasar pemakaian atau penggunaan tenaga

makelar maka selanjutnya adalah praktek dari seorang makelar, sacara umum

dari praktek makelar menurut bapak Sofyan Syarif, sebagai berikut :

Mekenismenya : calon pembeli mendatangi makelar dengan maksud

meminta untuk dicarikan bawang merah, didalam pembicaraan itu yang

diutarakan adalah tentang keadaan barang yang lebih dulu, kemudian kualitas

dan harga bawang merah, setelah itu dilanjutkan dengan saling berikrar atau

melakukan akad antara kedua belah pihak untuk mencarikan barang yang di

pesan calon pembeli. Berikutnya setelah terjadinya akad, makelar mencari

barang dari seorang penjual73

, setelah mendapatkan bawang merah maka

pihak makelar menghubungi pihak pertama (pembeli) dengan membawa

bawang merah yang didapat dari penjual, setelah itu kemudian mendatangi

pihak penjual untuk melangsungkan transaksi. Didalam transaksi itu pun

terjadi tawar-menawar, didalam tawar menawar seorang makelar ikut aktif.

Setelah bawang merah jadi untuk dibeli atau terjadi kesepakatan pihak

pertama (pembeli) dan pihak kedua (penjual) maka pihak ketiga (makelar)

73

Didalam mencari bawang merah yang dipesan pembeli biasanya ada masa atau

waktu yang ditentukan ketentuan ini tergantung perjanjian awal, biasanya yang berlaku adalah 3-6

hari

41

tadi mendapatkan persenan atau upah dari kedua belah pihak atas jasanya

pekerjaannya, sedangkan bila yang terjadi sebaliknnya yaitu tidak terjadi

kesepakatan dalam transaksi atau gagal, maka makelar tidak mendapatkan

upah74

.

Sebelum pihak pembeli meminta jasa dari makelar untuk dicarikan

bawang merah yang di minta, seorang makelar tersebut sudah terlebih dahulu

tahu tentang informasi mengenai bawang merah dari seorang penjual yang

akan memasarkan bawang merahnya. Dengan cara pihak penjual terlebih dulu

menghubungi Makelar, hal ini bila yang meminta lebih dulu datang dari

penjual.75

Penjual adalah pihak yang memiliki bawang merah, adapun ketika ia

hendak menjual bawang merah, dengan menggunakan jasa dari makelar.

Pembeli adalah pihak yang hendak memiliki bawang merah dengan jalan

transaksi jula-beli, ia pun sebagai pengguna jasa makelar. Sedangkan makelar

adalah pihak yang menawarkan jasa tenaganya kepada penjual dan pembeli,

sebagai mediator yang menjembatani kedua belah pihak yaitu penjual dan

pembeli76

Praktek Makelar secara rinci

Pada bagian ini untuk menjelaskan secara detail dari kinerja seorang

makelar baik dalam menerima, mencarikan, dan mendapatkan bawang merah

74

Wawancara dengan bapak Sofyan Syarif, Minggu 02 Januari 2012

75Bapak Sofyan Syarif, ibid.

76Ibid

42

sampai memperoleh upah dari jasanya maka hal ini di bagi menjadi empat

tahapan yaitu :

a. Tahap awal, perjanjian sewa jasa makelar

Menurut salah satu makelar yang bernama Bapak Tarwid umur 38

tahun warga RT/RW 16/03 menuturkan bahwa menurutnya, pada tahap

pertama ini sebuah permintaan datangnya dari dua pihak yaitu :

1) Pihak pembeli

2) Dan pihak penjual

Dari keduanya tersebut bisa dijelaskan kronologi permintaan sebagai

berikut :

Dari seorang pembeli bawang merah, ia (pembeli) terlebih dahulu

mendatangi rumah makelar, kedatangannya pembeli tersebut tentunya

dengan lebih dahulu sudah memberi tahu pada pihak yang bersangkutan

(makelar), kemudian ia (pembeli) mengutarakan niat dari maksudnya agar

di carikan bawang merah, dengan ketentuan barang (bawang merah)

sebagai berikut, nama barang, kualitas, dan harga barang.77

Bapak Kanapi

umur 41 thn warga RT/RW 06/01 menambahkan, ada juga dari pembeli

itu dalam permintaannya untuk dicarikan bawang merah, itu langsung

menentukan dari jenis bawang merah tersebut, sebagai contoh ucapan

pembeli “ pak, minta di carikan bawang merah dengan nama bima curut

yah?” yang kemudian kami mengi”ya”kan untuk mencarikan78

melanjutkan perkataan bapak Tarwid, jika permintaan itu langsung

77

Wawancara dengan bapak Tarwid (makelar), hari rabu tanggal 4 Januari 2012

78 Wawancara dengan bapak Kanapi (makelar), hari rabu tanggal 4 Januari 2012

43

ditentukan oleh peminta (pembeli) justru kami (makelar) akan langsung

mencarikan bawang merah yang di pesan, berbeda dengan apa yang di

katakan oleh pembeli pada awal tadi79

, berarti kami (makelar) itu harus

menjelaskan macam-macam barangnya itu sendiri baik jenis, nama,

kualitas, dan harganya. Yang dimaksud adalah ia menanyakan yang

kemudian kami itu harus mengasi gambaran tentang bawang merah,

sehingga seorang pembeli memahami tentang keadaan barang tersebut

yang kemudian ia (pembeli) menentukan pilihannya, ketika pembeli

menentukan pun ia tahu benar, karena kami memberikan contoh80

atau

sampel dari bawang merah tersebut.81

79

Pembeli hanya mengatakan nama barang, kualitas dan harga barang (bawang

merah)

80 Contoh tersebut dalam bahasa makelar di namakan dengan “moster”

81 Wawancara bapaka Tarwid, ibid

44

TABEL. 1

TENTANG HARGA BAWANG MERAH

No Jenis Barang Kualitas Bulan dan Tahun Harga/Kuintal

1

2

3

4

Bima Curut

Bima Junah

Kuning Gombong

Olokos

Basah

Kering

Bibit Unggul

Basah

Kering

Bibit Unggul

Basah

Kering

Bibit Unggul

Basah

Kering

Bibit Unggul

Januari, 2012

-

-

Januari, 2012

-

-

Januari, 2012

-

-

Januari, 2012

-

-

Rp. 510.000,

Rp. 570.000,

Rp. 660.000,

Rp. 460.000,

Rp. 490.000,

Rp. 550.000,

Rp. 385.000,

Rp. 490.000,

Rp. 520.000,

Rp. 500.000,

Rp. 430.000,

Rp. 370.000,82

Keterangan :

Dari tabel diatas maka dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Basah83

: pada posisi penjualan bawang merah masih basah disini,

pengeluaran nya lebih tertuju untuk sayur.

2) Kering84

: dibagian ini bawang yang sudah kering, biasanya tertuju

pada pembuatan bibit.

3) Bibit Unggul85

: pembelian digunakan untuk ditanam86

82

Hasil wawancara dengan bapak Sofyan Syarif, 5 Januari 2012

83Baru dipanen dari sawah/ladang

84Dikalangan petani dinamakan bawang merah askip

85Dinamakan bawang kawak

86Ibid

45

Selanjutnya permintaan yang datang dari penjual, ditempat yang

sama87

bapak Ajo warga RT/RW 06/01 umur 35 tahun mengutarakan,

biasanya ketika ada pihak penjual yang ingin menjual barangnya (bawang

merah) itu, kebanyakan dari pihak kamilah (makelar) yang mendatangi

orang yang bersangkutan, tentunya kami di panggil oleh penjual tadi.

Seperti halnya bapak Sanuri ini, ia (sanuri) mengutarakan keinginannya

terlebih dahulu, 3 hari sebelum kami (makelar) mempertemukan mereka

(penjual dan pembeli), yaitu mengenai keinginan untuk menjual bawang

merah.88

Bapak Sanuri umur 54 tahun warga RT/RW 07/01 dalam

mengutarakan maksudnya agar dijualkan/dipasarkan oleh makelar dengan

perkataan sebagai berikut, “saya ada bawang merah mau di jual, dan saya

hargai bawang merah ini 6(enam) rupiah89

maka juallah bawang merah

ini, selanjutnya terserah anda, mau jual berapa ke pembeli itu hak anda

dan bila ada laba, maka laba tersebut buat anda” kemudian makelar

berkata “ya” sebagai tanda bahwa makelar menyanggupi atau bersedia

87

Dirumah bapak Sanuri warga RT/RW 07/01, yang pada saat itu sedang terjadi

transaksi antara tuan rumah (bapak sanuri) dan pembeli (bapak gaoni) dari Desa Klampok yang

menghasilkan kesepakatan dengan membeli bawang merah sebanyak 455 kilo gram dengan

perantara makelar bapak Kanapi, Tarwid, dan Ajo.

88 Wawancara dengan bapak Ajo (makelar), rabu 4 Januari 2012

89 Yang dimaksud 6(enam) rupiah adalah Rp 600.000,./kuintal harga ini sesuai

dengan apa yang berlaku pada saat transaksi berlangsung. Sedangkan untuk buangan kotoran

untuk per kuintal adalah 7-9 kilogram. Sebagai contoh membeli 100 kilogram, berati nanti

lebihannya 7-9 kilogram dan ini sudah berlaku.

46

untuk bekerja (memberikan jasa pekerjaan) dalam memasarkan bawang

merah.90

Sedangakan perkataan pembeli ketika penulis mewawancarai yaitu

bapak Goni umur 27 tahun warga desa Klampok, ia mengatakan “pak saya

minta di carikan bawang merah bima curut. Kalau bapak sudah dapat

kabar nanti bawa aku ke orang yang bersangkutan, biar aku bisa melihat

secara langsung bawang meranya, sedangkan mengenai ongkos upahnya

setiap kuintal 20 ribu” perkataan ini di sampaikan kepada bapak Tarwid

selaku perantara dan ia (bapak tarwid) mengatakan “Ya”, ketika transaksi

awal dan belum di pertemukan sama penjual yaitu bapak Sanuri.91

Keadaan ini bapak Goni sudah tahu tentang harga pasaran melalui bapak

tarwid (makelar).

b. Tahap kedua, yaitu pelaksanaan kinerja makelar dalam mencarikan

bawang merah

Perjanjian sewa jasa makelar ketika penulis melakukan observasi

tahap pertama dan melakukan wawancara, sudah terjadi kesepakatan dari

pihak pemesan dan makelar, walaupun sudah terjadi kesepakatan antara

kedua belah pihak, maka pihak makelar tidak dengan begitu saja melepas

tanggung jawabnya karena ikatan yang mengikat harus dijalani dan

dilaksanakan secara maksimal dengan batas yang telah di tentukan92

.

90

Wawancara dengan bapak Sanuri (penjual), rabu 4 Januari 2012

91 Wawancara dengan bapak Goni (pembeli), rabu 4 Januari 2012

92 Hasil observasi transaksi tahap I pada hari rabu tanggal 4 Januari 2012 di rumah

bapak Sanuri

47

Adapun dalam prakteknya, menurut bapak H. Juli93

para makelar

dalam mencarikan bawang merah itu dengan dua metode yaitu : pertama,

ketika sebelum pembeli memesan,94

itu sudah ada pihak penjual yang

menghubungi makelar maka, ketika ada pihak pembeli memesan, disini

makelar tinggal mempetemukan para pihak (pembeli dan penjual) untuk

menemui pihak yang bersangkutan (penjual) dan melangsungkan transaksi

dengan seketika melalui mediator makelar yang bersangkutan. Sedangkan

yang kedua, jika sebaliknya yaitu seorang pembeli mengasi kabar lebih

dahulu mengenai perihal keinginannya untuk membeli bawang merah itu

lebih awal di banding penjual, maka dalam waktu yang telah ditentukan

yaitu tiga hari95

, seorang makelar harus menjalankan tugasnya yang telah

dijanjikan. Biasanya seorang makelar dalam mencari bawang merah yang

di cari itu dengan menghubungi para pihak yang memiliki barang pesanan

misalnya, para petani, pemilik lapak96

bawang merah, dan para bandar97

tentunya ketika mencari barang dengan membawa moster (contoh sampel)

bawang merah untuk dicocokkan98

. Adakalanya juga seorang makelar

93

Seorang bos bawang merah, pemilik lapak bawang merah dan petani sukses,

sekaligus menjadi rujukan bagi para makelar yang ingin mencari bawang seringnya melalui beliau.

94 Kehadiran pembeli itu yang kedua setelah penjual lebih dulu hadir untuk meminta

jasa makelar supaya menjualkan bawang merah miliknya.

95 Keumuman waktu dalam mencari bawang merah, dan masa tenggang waktu itu

tidak menjadi ketentuan dalam mencari bawng merah, biasanya waktu tersebut 3-6 hari.

96 Lapak adalah tanah luas guna menjemur bawang merah yang sudah di panen dari

ladang.

97 Menurut bapak Sopyan Syarif, Bandar adalah seorang pemiliki bawang merah

yang cakupannya lebih besar. Wawancara tanggal 10 Januari 2012

98 Wawancara dengan bapak H. Juli, Sabtu 7 Januari 2012

48

dalam mencari barang pesanan itu, dengan bantuan sesama rekan makelar.

Karena untuk mengantisipasi hal ketika tidak bisa mendapatkan bawang

merah yang bicari.99

c. Tahap ketiga, mempertemukan penjual dan pembeli untuk melangsungkan

transaksi.

Seperti yang telah disebutkan pada tahap kedua, maka bagian ini

adalah tahap dimana seorang penjual dan pembeli dipertemukan oleh

perantara (makelar), ketika pihak yang dipecaya (makelar) untuk

mencarikan, sudah mendapatkan bawang merah dari hasil pencariannya

tersebut.100

Seperti pada tahap sebelumnya, di bagian inipun memiliki dua

bagian. : pertama, ketika sebelum pembeli memesan, itu sudah ada pihak

penjual yang menghubungi makelar maka, ketika ada pihak pembeli

memesan, disini makelar tinggal mempetemukan para pihak (pembeli dan

penjual) untuk menemui pihak yang bersangkutan (penjual) dan

melangsungkan transaksi dengan seketika melalui mediator makelar yang

bersangkutan.101

Maka menurut bapak Sofyan Syarif, pertemuan yang

seperti ini prosesnya tidak terlalu lama, karena sudah ada patokan harga

terlebih dahulu, dan mengenai harganya atau pemberitahuannya melalui

makelar yang ketika di awal sudah diberi tahu oleh penjual mengenai

harganya. Yang ketika itu penjual mengucapkan “aku mau jual bawang

merah ini sekian, selanjutnya terserah sampean mau jual berapa”, hal

99

Ditambahkan oleh bapak Sofyan Syarif, 10 januari 2012.

100 Hasil oservasi tahap II 7 Januari 2012

101 ibid

49

yang seperti inilah yang mempermudah jalannya akses seorang makelar

dalam mencarikan pembeli. Dan dalm pertemuan antara keduanya (penjual

dan pembeli), biasanya tidak ada proses tawar menawar lagi, dan langsung

menimbang bawang merah yang ditransaksikan.

Lain lagi ketika pembeli itu datang lebih dahulu dari pada pembeli,

mengenai maksudnya yaitu menjual dan membeli, maka ketika seorang

makelar mempertemukan keduanya (penjual dan pembeli) proses

transaksi tersebut sedikit lama, dikarenakan terlebih dahulu mengadakan

tawar-menawar antara penjual dan pembeli secara langsung sehingga

dalam proses yang seperti ini seorang makelar harus benar-benar aktif

dalam menengahi sebagai mediator keduanya. Sehingga menghasilkan

kesepakatan dalam jual-beli bawang merah. Di bagian ini proses yang jadi

pegangan atau patokan adalah mengenai posisi kualitas barang yang begitu

dominan pengaruhnya, yang mengakibatkan ketika dalam ajang transaksi

barang itu dipermasalahkan, maka bisa jadi mengalami kegagalan dalam

proses transaksi. Sehingga, ketika terjadi transaksi kehadiran barang harus

diikut sertakan, agar proses berjalan dengan lancar. Adapun mengenai,

harga itu disesuaaikan dengan barang tersebut.102

Dan ketika sudah ada

kesepakatan maka selanjutnya adalah proses penimbangan bawang merah

yang diikuti dengan pembayaran dari pembeli ke penjual.

d. Tahap keempat, berakhirnya transaksi dan kewajiban bagi penyewa untuk

memberikan upah atas jasa makelar.

102

Wawancara dengan bapak Sofyan Syarif, Selasa 10 Januari 2012

50

Setelah tiga tahap diatas yaitu pertama, perjanjian sewa makelar.

Kedua, pelaksanaan kinerja makelar dalam mencarikan bawang merah.

Dan yang ketiga, makelar mempertemukan penjual dan pembeli untuk

melangsungkan transaksi. Maka dalam tahap ini ada dua poin yang akan

dibahas yaitu berakhirnya transaksi dan pemberian upah atas jasa yang

dilakukan makelar dalam mencarikan bawang merah.

1) berkhirnya transaksi, menurut salah satu warga RT/RW o7/01

Khumed menuturkan, berakhirnya transaksi seorang makelar pada

umumnya yaitu ketika seorang makelar sudah melaksanakan apa yang

menjadi tanggung jawab makelar dalam mencarikan bawang merah,

adapun ketentuannya sebagai berikut :

a) Selesai atau batal sebelum menjalankan, yaitu seorang makelar

didalam mencari bawng merah itu tidak mendapatkan barang yang

dipesan oleh penjual dan pembeli, sehingga makelar tersebut harus

menghubungi pihak (penjual dan pembeli) untuk menyatakan

ketidak sanggupannya dalam mencarikan bawang merah, dan

kendala yang biasa ditemui dari seorang makelar dalam mencari

bawang merah adalah keadaan barang103

, harga, dan kualitas.

Yang ketiga-tiganya tiadak ada kecocokkan pada saat transaksi,

baik antara makelar dengan penjual dan pembeli pada saat makelar

103

Di maksudkan keadaan barang adalah ada tidaknya bawang merah, yang

disebabkan karena musim yaitu bila musim panen maka keadaan barang tersebut banyak,

sedangkan bila musim cocok tanam maka sedikit dikarenakan digunakan untuk keperluan cocok

tanam.

51

mencarikan barang104

, maupun pada saat makelar mempertemukan

penjual dan pembeli untuk bertransaksi. Hal yang demikian ini

maka teransaksi selesai secara sepihak.105

b) Terselesaikanya atau terpenuhinya tanggungjawab sebagai makelar

jual-beli pada saat perjanjian awal dalam mendapatkan barang yang

dicari untuk pemesan, hal ini disebutkan oleh para makelar106

seorang makelar dikatakan berhasil dalam memenuhi

tanggungjawabnya ketika seorang pemesan merasa puas atas

pelayanannya dalam mencarikan barang, mempertemuakan untuk

transaksi, ikut aktif sebagai penengah dalam transaksi, dan berbuah

atau berakhir dengan kesepekatan antara penjual dan pembeli untuk

di jualnya bawang merah tersebut yang kemudian dilakukan

penimbangan bawang merah.107

2) Upah makelar atas jasanya dalam mencarikan bawang merah, dalam

masalah ini bapak Sofyan Syarif mengatakan, ketika makelar sudah

menjalankan pekerjaannya yang terlebih dahulu diberikan oleh

pemesan (penjual dan pembeli) dan seorang pemesan sudah

mendapatkan bawang merah tersebut dari jasa makelar maka, hak

seorang makelar adalah mendapatkan upah atas jerih payahnya dari

104

Ketika ada pesanan dari dua belah pihak.

105 Wawancara dengan bapak. Khumed, minggu 8 Januari 2011

106 Para makelar tersebut adalah bapak. Harjo, bapak. Lani, bapak. Kanapi, bapak.

Ubin, dan bapak. Limi

107. Wawancara dengan para makelar, 5 Desember 2011 di warung makan milik

azmi, tempat mangkal para makelar bawang merah.

52

seorang pemesan (penjual dan pembeli). Sedangkan bila yang terjadi

adalah sebaliknya, yaitu makelar gagal atau tidak mendapatkan

bawang merah maka, makelar itu tidak mendapatkan upah walaupun

ia sudah mencari kesana kemari.108

Adapun seorang makelar itu mendapatkan upah atas jasanya

bapak sofyan menambahkan, hal ini terbagi menjadi dua kategori

yaitu :

a) Pada saat awal sudah ada putusan harga atau patokan harga, seperti

dalam contoh ucapan penjual “juallah bawang merah ini dengan

harga Rp, 1000,- (seribu rupiah), dan terserah anda mau jual

berapa kepada pembeli”. Yang demikian ini seorang makelar

dalam menawarkan kepada pembeli biasanya lebih tinggi dari

harga awal dengan maksud makelar mencari untung dalam

transaksi dan sebagai upah makelar, seperti ucapan makelar

terhadap pembeli “ini ada bawang merah yang mau di jual dengan

harga Rp, 1000,- (seribu rupiah), tapi aku(makelar)minta dihargai

Rp, 1050, (seribu lipa puluh rupiah). Dengan contoh ini yang

seribu adalah harga awal penjual dengan makelar dan yang lima

puluh adalah upah untuk makelar serta yang demikian diketahui

oleh para pihak (penjual dan pembeli) atau transparan. Hal ini

sudah berlaku dalam transaksi jual-beli bawang merah.

108

Wawancara dengan bapak. Sofyan Syarif, senin 9 Januri 2012

53

b) Pada saat awal tidak ada patokan harga, seperti contoh ucapan

pembeli “pak carikan bawang merah, nanti kalau sudah dapat

pertemuakan aku dengan penjualnya” bila yang terjadi demikian

maka, makelar mengucapkan “ada komisinya ga?” dan pembeli

menjawab “ada”. Yang demikian ini, maka upah seorang makelar

diberikan ketika sudah terjadi kesepakatan antara penjual dan

pembeli untuk menjual dan membeli bawang merah yang di

transaksikan. Malahan biasanya makelar mendapatkan upah dari

keduanya (penjual dan pembeli).109

C. Bentuk Akad dalam Jual Beli Bawang Merah Melalui Jasa Makelar

Setelah pemaparan mengenai praktek seorang makelar, maka untuk

selanjutnya adalah bentuk akad, menurut bapak Sofyan Sarif bentuk akad dari

transaksi tersebut adalah berbentuk lisan, dan gambaran transaksi tersebut

adalah sebagai berikut, dua belah pihak melakukan kesepakatan, yaitu pihak

Makelar menyewakan jasa tenaganya kepada pihak lainnya (pembeli dan

penjual) dengan uang sewaan tertentu yang telah disepakati, kemudian makelar

mendapatkan upah oleh pihak penyewa atas jasa tenaga Makelar. Dengan cara

ketika habis masa sewa yaitu barang yang di cari sudah di dapatkan. Pada

bentuk pembayarannya tidak dengan menggunakan uang panjer atau uang

muka, melainkan ketika selesai kesepakatan dengan ditimbannya bawang

merah maka diikuti pula pembayaran dari pembeli kepada penjual dan

109

ibid

54

diserahkannya bawang merah dari penjual kepada pembeli, serta upah bagi

makelar110

Adapun akad yang dijadikan pengikat pada perjanjian adalah

berbentuk ucapan/lisan dari seorang penjual kepada makelar dan pembeli

kepada makelar sebagai berkut:

Dari penjual kepada makelar

“Saya ada bawang merah mau dijual, dan saya hargai bawang merah

ini 6(enam) rupiah, maka juallah bawang merah ini, selanjutnya terserah anda

mau jual berapa itu terserah anda, kalau ada laba maka laba tersebut jadi

milik anda” kemudian makelar menjawab “ya”sebagai kesanggupan untuk

menjualkan bawang merah.

“Juallah bawang merah ini dengan harga sekian, selanjutnya

terserah sampean mau jual berapa” dan dijawab oleh makelar “ya”

Dari pembeli kepada makelar

“Pak, Saya minta dicarikan bawang merah dengan nama bima curut,

kalau bapak sudah dapat, nanti bawa aku ke orang yang bersangkutan, biar

bisa meliha bawngnya secara langsung, sedangkan mengenai ongkos upahnya

tiap kuintal 20 ribu” dan seorang makelar menjawabnya “ya” sebagai

ikatan111

110

Bapak Sofyan Syarif op cit.

111Lihat hasil wawancara pada prektek secara rinci

55

Proses akad disini para pelaku112

saat penulis mewawancarai

mengatakan bahwa ketika kami (makelar, penjual dan pembeli), melakukan

akad dalam transaksi jual beli bawang merah para pelaku memahami dari

perkataan tersebut yang terkandung maksud sebagai sewa jasa tenaga guna

memasarkan , mencari, dan mendapatkan barang (bawang merah).

Dari hal di atas maka bapak Sofyan Sarif menambahkan; dari

perkataan antara kedua belah pihak (pembeli dengan makelar atau penjual

dengan makelar) di atas yang saling mengikrarkan. Maka, hal yang demikian

ini menjadi perjanjian yang mengikat, dan ikatan inilah yang menjadikan atau

mewajibkan bagi seorang makelar untuk menjalankan kewajiban, sebagai

perantara dan bertanggungjawab sepenuhnya dalam mencarikan bawang

merah.113

Transaksi menjadi mengikat ketika pekerjaan selesai dilakukan serta

upah telah tetap dan menjadi kewajiban bagi penyewa untuk memberikan upah

atas jasa yang di berikan oleh Makelar dalam mencarikan bawang merah. 114

112

Para pelaku meliputi penjual, pembeli, dan makelar yaitu bapak Sanuri, Ajo

Tarwid, Kanapi dan Ghoni

113 Wawancara dengan bapak Sofyan Syarif (petani), kamis 5 Januari 2012

114Wawancara dengan bapak Harjo (tukang songgol/pekerja buruh Bawang merah),

3 Januari 2012.

56

BAB IV

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MAKELAR JUAL

BELI BAWANG MERAH

Di Desa Keboledan Wanasari Brebes

A. Analisis Hukum Islam terhadap praktek Makelar dalam Jual beli Bawang

Merah

Islam melihat konsep jual-beli itu sebagai suatu alat atau sarana

untuk menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan

bertindak (melakukan aktivitas), termasuk aktivitas ekonomi. Pasar misalnya

dijadikan sebagai tempat aktivitas jual-beli harus, dijadikan sebagai tempat

pelatihan yang tepat bagaimana manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini,

maka sebenarnya jual-beli dalam Islam merupakan wadah untuk memproduksi

khalifah-khalifah yang tangguh dimuka bumi. Sehingga dalam masalah jual-

beli ini, Abdul Aziz Muhammad Azzam bahwa, jual-beli adalah Transaksi

(akad) saling mengganti dengan harta yang berakibat kepada kepemilikan

terhadap suatu benda atau manfaat untuk tempo waktu selamanya.115

Dalam al-Qur‟an surat al Baqarah ayat 275 Allah SWT

menegaskan :

اتانس وسح عيثان اهلل محأ Artinya: ....... Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan

mengharamkan riba........116

115

Abdul Aziz Muhammad Azzam, FIQH MUAMALAT; Sitem Transaksi dalam

Fiqh Islam, Jakarta : AMZAH, 2010, hlm. 24

116Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Surabaya :

Al-Hidayah, 1998, hlm. 69.

56

57

Hal yang menarik dari ayat tersebut adalah adanya pelarangan riba

yang didahului oleh penghalalan jual-beli. Jual-beli (trade) adalah bentuk dasar

dari kegiatan ekonomi manusia, kita mengetahui bahwa pasar tercipta oleh

adanya transaksi dari jual-beli. Pasar dapat timbul manakala terdapat penjual

yang menawarkan barang maupun jasa untuk dijual kepada pembeli117

dari

konsep sederhana tersebut lahirlah sebuah aktivitas perekonomian yang

kemudian berkembang menjadi suatu sistem transaksi yang tertuju pada sektor

jasa sebagai perantara dalam jual-beli yang sering disebut dengan makelar.

Sehingga dalam masalah ini muncul pertanyaan mengenai praktek

makelar, seperti apakah konsep/mekanisme jual-beli melalui jasa makelar yang

dibolehkan dan sesuai dengan Hukum Islam, kaitannya dengan praktek

makelar yang ada di desa Keboledan?,

Dimasa sekarang banyak orang disibukkan dengan pekerjaan

masing-masing, sehingga ada sebagian orang yang tidak memiliki waktu untuk

menjual barangnya atau mencari barang yang diperlukan. Sebagian orang lagi

memiliki keahlian untuk memasarkan (menjualkan), namun tidak memiliki

barang yang akan dijualkan. Sehingga untuk memudahkan kesulitan yang di

hadapi, maka orang yang berprofesi khusus dibutuhkan untuk menangani

permasalahan tersebut (jual-beli), seperti makelar (samsarah). Dimana para

pihak mendapatkan manfaat keuntungan, samsarah mendapatkan lapangan

pekerjaan dan upah dari hasil kerjaannya, sedangkan orang yang membutuhkan

117

M. Umer Chapra, Reformasi Ekonomi; Sebuah Solusi Perspektif Islam, Jakarta :

Bumi Aksara, 2008, hlm. 7

58

jasa mendapatkan kemudahan, karena sudah di tangani oleh orang yang

mengerti betul dalam bidangnya.

Adalah suatu kenyataan yang tidak terbantahkan bahwa tidak semua

orang memiliki rumah pribadi, tidak semua orang memiliki kendaraan pribadi

untuk melakukan perjalanan, demikian juga tidak semua orang bisa melakukan

semua pekerjaan. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, mustahil untuk

mendapatkan orang yang mau membantu secara suka rela, tanpa imbalan.

Justru dengan adanya imbalan itu membuka berbagai lapangan pekerjaan

sebagai lahan pencari rizki. Hingga banyak orang yang menyediakan jasa

tempat tinggal, jasa angkutan dan jasa pertukangan, serta sampai jasa perantara

(makelar) dalam jual-beli. Serta sehubungan dengan hal ini, Allah juga

menyebutkan didalam surat al-Zukhuf ayat 32, bahwa memang sudah

kodratnya manusia diciptakan tidak sama dalam hal kekayaan dan

keterampilan. Justru perbedaan itulah yang membuat manusia saling

membutuhkan dan saling membantu, baik bantuan tanpa imbalan maupun

bantuan dengan imbalan. Ayat tersebut berbunyi demikian :

ف اس١ح اذ١ب ع١شز بث١ لغ ذ سثه س سز ٠مغ ا

ذ ٠شخب عععث ععث زخز١ بدخسد طعث قف ععبثعفس سز ب

ع ب ٠د سثه خ١ش

Artinya :Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah

menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan

dunia dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian

yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat

mempergunakan sebagian yang lain.dan rahmat Tuhanmu lebih

baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS,al-Zukhruf 32)118

118

Departemen Agama, al-Qur‟an dan Terjemahannya, op cit, hlm. 798.

59

Atas dasar inilah kita harus memahami pada suatu transaksi yang

dibolehkan dan tidaknya, dari hasil riset menurut hemat penulis praktek

simsarah/pemakelaran yang ada didesa tersebut sesuai dengan teori yang

penulis angkat, yaitu yang terdapat dalam Kitab Fathul Mu‟in yang kemudian

disyarahi dalam Kitab I‟ana At-Tholibin pada bab ijarah disitu disebutkan :

ف صفخف لذسا ب خ ع١ ع خ بل١ خ أ زم عخ

Artinya: “Syah menyewakan kemanfaatan (jasa) yang ada nilai harganya,

yang diketahui barang, ukuran maupun sifatnya.” 119

.

Dari konsep dasar diatas, maka bisa dijelaskan, sebuah transaksi

jual-beli melalui jasa makelar bisa dikatakan sah, apabila memenuhi beberapa

syarat yang harus dipenuhi yaitu jasa kemanfaatan yang ada nilai harganya,

diketahui bentuk, ukuran dan sifatnya.

Sayyid Sabiq menyoroti masalah kemanfaatan dalam sewa-

menyewa membaginya atas beberapa kriteria yaitu;

a. Mengetahui manfaat dengan sempurna barang atau pekerjaan yang

diakadkan sehingga mencegah terjadinya perselisihan. Maksudnya adalah

dengan jalan menyaksikan barang itu sendiri, atau kejelasan sifat-sifatnya

jika dapat hal ini dilakukan, menjelaskan masa sewa, seperti sebulan atau

setahun atau lebih atau kurang, serta menjelaskan pekerjaan yang

diharapkan.

119

Sayyid al-Bakriy bin al-Sayyid Muhammad Syatha al-Dimyathiy, I‟anat at-

Thalibin, Beirut : Dar al-Fikr, 1426H/2005M ., hlm. 130-131(selanjutnya disebut Al-Dimyatiy).

Al-Alaamah Asy-Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibariy, Fat‟hul Mu‟in, Terj. Aliy As‟ad,

Fat‟hu Mu‟in 2, Kudus : Menara Kudus, 1979, hlm. 287.

60

b. Obyek transaksi (akad) dapat dimanfaatkan kegunaannya menurut kriteria,

realita dan syara‟ serta dapat diserahkannya. Hal ini dijelaskan bahwa

tidak sah menyewa binatang yang keadaannya buron dan tidak sah pula

binatang yang blumpuh, karena tidak dapat diserahkan dan tidak bisa

digunakan pula kegunaannya seperti untuk membajak, mengangkut barang

dan lain sebagainya.

c. Manfaat adalah yang mubah bukan yang diharamkan. Maksudnya adalah

tidak diperbolehkan sewa-menyewa dalam hal maksiat, karena hal maksiat

harus ditinggalkan. Orang yang menyewa seseorang untuk membunuh

seseorang secara aniaya, atau menyewakan rumahnya kepada orang yang

menjual khamar atau untuk digunakan tempat main judi atau dijadikan

gereja, maka hal yang demikian ini sewa-menyewanya menjadi fasid.120

Sedangkan Abdullah Ath-Thayyar mengatakan sewa-menyewa

kemanfaatan haruslah memenuhi beberapa kriteria diantarannya sebagai

berikut:

a. Sewa-menyewa sah pada manfaat yang ditransaksikan, bukan untuk

menghabiskan atau merusak objeknya karena sewa menyewa itu tidak sah

pada kepemilikan barang melainkan hanya pada manfaatnya atau yang jadi

obyek adalah manfaat itu sendiri sedangkan barangnya tetap ada.

120

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, Bandung : PT. Al Maarif, 1987, hlm. 12-13

61

b. Manfaat pada obyek yang disewakan dapat diperoleh secara hakiki dan

syar‟i. Jadi tidak sah menyewakan binatang yang melarikan diri, dan

menyewa orang untuk berbuat jahat. 121

Dua pendapat tokoh diatas apabila dihubungkan dengan taransaksi

melalui jasa makelar bisa dilihat kemanfaatannya adalah dari objek atau

ma‟qud alaih yaitu manfaat yang diberikan kepada mu‟jir (orang yang

menyewa), dari seorang ajir (makelar). Yaitu melakukan pekerjaan yang sudah

menjadi tanggungjawab makelar ketika melakukan transaksi dengan ijab

qabul, yang tendensinya pada akibat hukum berupa keharusan dalam

menjalankan hak dan kewajiban yang telah menjadi ketentuan dalam

pekerjaannya, sehingga dalam masalah ini pekerjaannya diketahui oleh

muta‟aqidain (dua pihak yang melakukan transaksi). Adapun kemanfaatan

yang diberikan oleh pekerja (makelar atau ajir) kepada orang yang menyewa,

manfaat tersebut tidaklah secara langsung/spontanitas diketahui, melainkan

pekerjaan yang dilakukan oleh makelar/pekerja diketahuinya ketika atau

seiring dengan dilaksanakannya pekerjaan tersebut, yaitu pada saat mencarikan

barang (bawang merah) untuk mu‟jir (orang yang menyewa). Sehingga dalam

masalah ini diperjelas kembali oleh Al-Ghazi dan Al-Baijuri yang mengatakan

bahwa :

ش٠ ثؤزذ أ بفع إرا لذسد ب ثم غ روش ب روش شش صسخ إخبسح

وبعزؤخشره ع اذاسعخ أ ز ذح وؤخشره ب ث ة إ زااث زخ١ػ

121

Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar, et al, Ensiklopedi Fiqih Muamalah

Dalam Pandangan 4 Madzhab, Yogyakarta : Maktabah Al-Hanif, 2009, hlm. 318

62

Artinya: “Untuk syahnya menyewakan obyek tersebut, ada beberapa syarat

yang dijelaskan Mushanif, yaitu ketika telah diperkirakan

kemanfaatannya dengan salah satu dua perkara, adakalanya

dengan ketentuan waktu, seperti: “saya menyewakan rumah ini

selama satu tahun” dan adakalanya dengan ketentuan pekerjaan,

seperti: “Saya menyewakan kepadamu, supaya kamu menjahitkan

baju ini”122

Dengan ketentuan dari Al-Ghaziy dan Al-Baijuriy maka jelaslah

bahwa dalam transaksi yang menggunakan media makelar sebagai jembatan

atau mediator sah/boleh untuk kedua belah pihak, dan kemanfaatannya itu

timbul tidak hannya dari barang yang menjadi obyek transaksi melainkan

kemanfaatan itu juga dari subyek yaitu pelaku (makelar) yang menjadi

mediator untuk keberlangsungan dalam menjembatani transaksi jual-beli

bawang merah. Yang kadar kemanfaatannya diukur dengan waktu yaitu jangka

waktu atau masa/tempo untuk mencari bawang merah dan fungsinya adalah

untuk memenuhi hajat mu‟jir (orang yang menyewa) mencari bawang merah.

Kadar tersebut diketahui dengan sendirinya.

Ketidak bolehannya menyewa jasa dari makelar adalah disebutkan

dalam teori Fiqh sebagai berikut

ج اخ يسيسج عهى انأ كه ح أ حض كه فها يصح إكرساء تياع نهرهفظ ت

إيجاتا ا ن ح ن جد انسهعح إذنا قي ز إ نا قث

Artinya: “Maka tidak sah menyewa tukang menjual (sales/makelar) untuk

mengucapkan satu dua patah kata dari pandangan beberapa wajah

122

Assyaikh Ibrahim Al-Baiyjuriy, Khasiyah Syaikh Ibrahim Al-Baijuriy Ala Syarah

Al-Allamah Ibnu Qasim Al-Ghaziy Juz 2, Bairut : Dar Al-Fikr, t.t.h, hlm. 41.(selanjutnya disebut

Al-Baijuriy). Lihat Asy-Syaikh Muhammad bin Qasim Al-Ghaziy (selanjutnya disebut Al-

Ghaziy), (Trjm) Achmad Sunarto, Fat-hul Qarib Jilid 1, Surabaya : Al-Hidayah, 1991, hlm. 428

63

(pendapat/Qaul yang berlaku) sekalipun berupa ijab dan qabul

dan sekaligus melariskan dagangan, karena satu dua patah kata

itu tidak ada harganya123

ح فى انثهد كانخثص ثيع يسرقس انقي ثى اخرص را ت ي

Artinya: Dari alasan di atas dapat disimpulkan bahwa, ketidaksahan

tersebut adalah untuk barang jual yang mempunyai harga tetap

disuatu daerah misalnya roti.124

تاخرهاف يرعاطي ا يخرهف ث ب ي ث عثد تخهاف ح

Artinya : “lain halnya dengan semacam budak dan pakaian, dimana

harganya selalu berbeda-beda sesuai dengan pembelinya125

Ketiga teori fiqh diatas mengenai ketidak sahannya menyewa

tukang menjual (makelar), adalah seorang makelar yang dalam melafalkan atau

memasarkan barang hanya dengan ucapan, karena ucapan itu tidak ada nilainya

dari tawar-menawar dalam transaksi. Hal ini penulis katakan bahwa, “syarat

dari hak pakai (manfaat) yang disewakan adalah mempunyai nilai ekonomis

yang layak mendapatkan imbalan sebagai kompensasi penyewaan”126

.

Sehingga penyewaan jasa makelar untuk manarik minat pembeli, hukumnya

tidak sah, meskipun dapat mempercepat barang dagangan laku, karena

perkataan tidak mempunyai nilai ekonomis. Dari pengertian ini ketidak

bolehan atau ketidak sahannya adalah ditertentukan pada barangnya itu sendiri

yang menjadi obyek transaksi itu sudah ada harga tetap, dan ketetapan harga

123

Al-Dimyatiy, op cit, hlm. 131. tjmh Ali As‟ad, op cit, hlm. 287

124Ibid,

125Ibid, ibid, hlm. 288

126Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i; Mengupas masalah Fiqhiyah berdasarkan

Al-Qur‟an dan Hadits Jilid 2, Jakarta : Almahira, 2010, hlm. 43

64

tersebut berlaku pula di daerah lain. seperti contoh وبخجض (roti) yang harganya

katakanlah Rp. 1000,-(seribu rupiah). Dilain tempat pun berlaku sama, yaitu

orang akan menghargai dengan nilai harga yang sepadan atau sama,

dikarenakan sudah ada patokan harga atau bandrol harga, yang demikian ini

tidak diperbolehkan/tidak sah, disebabkan tidak ada kemanfaatan dalam

melafalkan pada saat memasarkan (men-thasyarufkan), dan tanpa seorang

makelar mengucapkan sepatah kata atau lebih pun calon pembeli akan membeli

dikarenakan ia (pembeli) sudah mengetahui harganya, serta setiap orang

menghargai dengan harga yang sama dari harga yang tetap. Berbeda halnya

pada barang yang disuatu tempat harganya tidak selalu sama atau memiliki

nilai jual yang bervariasi. seperti yang dicontohkan ة ذجع ث (budak dan

pakaian) dimana harga berubah sesuai siapa yang membelinya, maka makelar

disini dalam memasarkannya dianggap sah karena ada kemanfaatan, demikian

juga jual-beli bawang merah yang diprakarsai makelar itu terdapat

kemanfaatan, baik untuk penyewa dan pembeli. Jadi sahnya ditertentukan pada

pekerjaan itu sendiri yang menghasilkan manfaat yaitu berupa barang (bawang

merah) untuk pemesan, berupa uang bagi penjual dari hasil penjualan barang

(bawang merah) dan atas jasanya itulah makelar mendapatkan upah. Sehingga

dalam masalah ini penulis mengutip perkataan Teungku Muhammad Hasbi

Ash-Shiddieqy dari bukunya disebutkan :

سبخخ ثعمذ ائخبسح ب رم إ ب رار خ ف زم بفع ١غذ ا إ

65

Artinya: “Sesungguhnya manfaat-manfaat itu tidak dinilai dengan sendiri,

hanya dia diberi nilai dengan akad sewa-menyewa untuk

memenuhi keperluan”127

Maksudnya adalah sesuatu yang dapat diambil dan dapat

ditempatkan pada suatu tempat. Karena itu sesuatu yang tidak dapat diambil

dan tidak dapat ditempatkan pada suatu tempat, seperti bawang merah yang

dimiliki oleh penjual umpamanya, maka hal ini dikatakan sebagai sesuatu yang

tidak boleh kita memanfaatinya (ghairu mutaqawwim), karena tidak mudah

diambil dengan maksud memiliki tanpa adanya pengganti dari bawang merah,

tetapi apabila kita memanfaatkan jasa seorang makelar untuk memediatori

guna membeli bawang merah yang dimiliki penjual, maka ketika sudah dibeli

barulah bawang merah itu dikatakan sebagai sesuatu yang dibolehkan untuk

memanfaatinya (mutaqawwim) karena telah dimiliki pembeli. Hal ini adalah

berdasarkan suatu kaidah yang diterapkan sebagai berikut:

اؤش١بء ائثبزخ ف ؤص ا

Artinya: “pokok hukum dalam segala rupa perkara, ialah boleh”128

Kekhususan terjadi pada profesi yang dilakukan sebagai perantara

jual-beli yang kemudian memperoleh upah dari jasa pekerjaannya :

عهي صيد فع, فيصح اسرجاز انثياع ت ي فيخرص تيع

Artinya : Maka untuk menjualnya dengan lebih bermanfaat hanyalah secara

khusus bisa dilakukan oleh makelar, dan karena itu maka menyewa

makelar untuk menjualkannya dihukumi sah

127

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Siddiegy, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang

: PT Pustaka Rizki Putra, 2010, hlm. 142.

128Ibid

66

إنا فها ثم, أجسج ان كهاو, فه ذعة تكثسج ذسدد أ حيث نى يصح, فإ

Artinya: Sekiranya penyewaan jasa orang diatas tidak sah adanya, maka

jika Ia (makelar) itu mengalami kelelah lantaran berjalan

mondar-mandir atau omong sana omong sini, maka berhak

memperoleh upah sepatutnya/selayaknya: kalau ia tidak

mengalami kelelahan, maka ia tidak berhak menerima upah yang

sepantas”129

Dari pengertian teori diatas adalah ketika kemanfaatan dalam

transaksi sudah diketahui dengan didapatkannya barang dari makelar dan

kemanfaatan itu pula telah didapat oleh penyewa, maka pada prakteknya

seorang yang memanfaatkan atau menggunakan jasa tenaga dari makelar, disitu

ia (mu‟ajir) atau orang yang menyewa jasa makelar, memberikan upah dari

jasa pekerjaan yang dilakukan, bila pun seorang makelar tidak bisa atau

dikatakan gagal maka, makelar disini tidak mendapatkan upah. Dalam hal ini

pun Al-Baijuriy dan Al-Ghaziy berpendapat :

ؤخشح إب ا ١دعر عزمب ٠لبؼإ ذمعا ظفث حبسخئا ف حشخالا تدر

ئز ؤخخ ز١ اؤخشح فزى ب ازؤخ١ ٠شزشغ ف١ أ

Artinya : “Wajib adanya upah/sewa didalam sewa-menyewa (ijarah)

sewaktu dalam akad. Adapun menurut aturan yang mesti,

sesuai dengan kemutlakan Ijarah itu sendiri, maka harus

kontan upah/sewanya, hanya saja disyratkan dalam ijarah,

adanya tempo waktu, maka dalam yang demikian upah/ongkos

sewa dapat dijanjikan waktunya”.130

Yang selanjutnya dipertegas kembali oleh Al-Dimyatiy dan Al-

Malibariy sebagai berikut;

129

Ad-Dimyati, Ibid, hlm.132. ibid,

130Al-Baijurir, ibid., Al-Ghaziy (trjm) Achmad Sunarto, ibiid, hlm. 429

67

عث شزى اع أ ١ع ذمعا ف ذ١ع زا حشخبا أ دسشمر

ىإ حذ عأ ذلث حسذما حشخبا ف حذ حسذم اف بءف١زعبا ب

ذ٠ ذسر ذفر عبفا ؤ خعفاشخؤزغا فزغ٠ إ عبث

Artinya: “kewajiban membayar sewa yang sesuai dengan akad menjadi

tetap atas muktari (orang yang menyewa), dengan berakhirnya

masa persewaan dalam akad yang telah dibatasi masa berlakunya

dengan waktu, atau dengan telah berakhirnya masa kebiasaan

pemanfaatan dalam akad yang telah ditentukan (dibatasi) masa

berlakunya dengan suatu pebuatan (akad perburuan), walaupun

pihak yang memburuhkan belum cukup mengambil kemanfaatan

karena kemanfaatannya sudah dipotong sendiri”.131

Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa upah atas kemanfaatan yang

dalam hal ini adalah kemanfaatan sebuah pekerjaan yang dilakukan seorang

pekerja atau makelar, kepada majikan atau penyewa adalah sebuah keharusan

yang diterima pekerja sebagai iwad (pengganti) dari kemanfaatan yang di

berikan kepada penyewa. Ada pun mengenai besar kecilnya upah, disesuaikan

dengan kesepakatan bersama pada awal pejanjian di buat.

B. Analisis Hukum Islam terhadap bentuk akad dalam jual beli bawang

merah melalui jasa makelar

Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai

makelar bawang merah di desa Keboledan, yang telah penulis paparkan diatas,

maka Hukum Islam (fikih) tidak mengharamkan atau tidak memperbolehkan

praktek makelar, dikarenakan sesuai dengan aturan yang lazimnya berlaku

131

Al-Dimyatiy, pe cit, hlm. 142. Al-Malibary (trjm), Ali As‟ad, pe cit, hlm. 301

68

dalam Fiqh (Hukum Islam), dan fiqh justru memberikan arahan dalam

bermuamalah, hal yang demikian itu disebabkan oleh adanya kenyataan dalam

masyarakat setempat mengenai pemakaian dan penggunaan jasa makelar, serta

tidak ada cacat dan celanya sesuai dengan Hukum Islam (fiqh). Dan dari ulasan

analisis diatas, maka praktek hubungan kerja antara makelar dan pemilik

barang dan calon pembelinya dapat termasuk akad ijarah. Hal yang semacam

ini bisa dilihat dari bentuk akad yaitu shihgah (ijab qabul) yang menunjukan

sewa-menyewa dalam jual beli bawang merah melalui makelar.

Ijab dan Qabul disini menjadi posisi penting dalam sebuah

perjanjian atau akad, yang akan menentukan arah kedepannya pada suatu

transaksi, baik ketika perjanjian dilangsungkan maupun saat pelaksanaannya.

Karena Shighah (ijab dan qabul) adalah manifestasi dari perasaan suka sama

suka, yang keduanya terdapat kecocokan atau kesesuaian untuk mengalihkan

hak kepemilikan atas suatu barang atau jasa atas suatu manfaat pada suatu

transaksi.

Ijab seperti yang diketahui pada bab sebelumnya diambil dari kata

aujaba yang artinya meletakkan, dari pihak penjual yaitu pemberian hak milik,

dan qabul yaitu orang yang menerima hak milik. Jika penjual berkata:

“bi‟tuka”(saya jual kepadamu) buku ini dengan ini dan ini, maka ini adalah

ijab, dan ketika pihak lain` berkata: “qabiltu”(saya terima), maka inilah qabul.

Dan jika pembeli berkata: “juallah kepadaku kitab ini dengan harga begini”

69

lalu penjual berkata: “saya jual kepadamu” maka yang pertama adalah qabul

dan kedua adalah ijab.132

Dari sini penulis mengatakan maka jelaslah bahwa dalam transaksi

jual-beli permasalahan shighah, ucapan pembeli boleh didahulukan dari ucapan

penjual seperti ucapan diatas, tapi dalam permasalahan akad jual-beli penjual

selalu menjadi yang ber-ijab dan pembeli menjadi penerima baik di awalkan

atau diakhirkan lafalnya.

Para ulama tidak berbeda pendapat mengenai keabsahan jual-beli

yang menggunakan shighah jual-beli secara sharih (jelas dan lugas),133

karena

ijab dan qabul adalah unsur utama yang menandakan kerelaan dua belah pihak,

sehingga dalam masalah ini perlu diungkapkan secara jelas dan sebagai alamat

berpindahnya hak milik dari satu ke yang lainnya, serta dalam penyebutannya

(shighah) para pihak memahami maksud dari ucapan yang di jadikan akad

(shighah).

Perbedaan pendapat terjadi mengenai pemakaian kata-kata kinayah

(kiasan) dalam jual-beli. Menurut beberapa wajah (pendapat yang paling

shahih), pemakaian bahasa kiasan dibolehkan. Seperti ucapan “saya jadikan

ia milikmu dengan harga begini, atau ambillah dengan harga begini, atau

semoga Allah memberkahimu dengan barang itu sambil berniat jual-beli134

.

132

Abdullah Aziz Muhammd Azzam, Fiqh Muamalah; Sistem Transaksi dalam Fiqh

Islam, Jakarta : Amzah, 2010., hlm. 29.

133 Ibid., hlm. 31.

134Iibid

70

Adapun ulama yang mengatakan penggunaan shighah kinayah

dalam jual-beli tidak sah, karena orang yang diajak bicara tidak tahu apakah

dia diajak bicara tentang jual-beli atau yang lainnya, namun pendapat ini

tertolak karena penyebutan harga atau ganti jelas menunjukan jual-beli, maka

keberadaannya merupakan petunjuk akan hal itu dan jika terpenuhi semua

petunjuk yang mengarah kepada akad jual-beli bisa dipastikan bahwa ia adalah

akad jual-beli yang sah ,135

selama memang mengandung makna jual-beli dan

lainnya, dan si muaqid memahami perkataan tersebut.

Dari sini bisa dilihat bahwa bagaimanapun bentuk dari jual-beli dan

macamnya mengenai akad yang berkenaan dengan shighah, haruslah di

sandarkan pada objek (ma‟qud alaih) yang di akadi. Seperti jual-beli dengan

cara pesanan maka bentuk akadnya adalah salam, jual beli dengan mediator

atau orang sewaan maka termasuk dalam akad sewa-menyewa (ijarah). Baik

shighah tersebut penyebutannya secara sharih dan kinayah dengan syarat

bahwa shighah haruslah jelas adapun yang menggunakan dengan ucapan

kiasan maka ucapan tersebut mengandung unsur jual-beli dan para pelaku akad

memahami maksud dari perkataan pada saat transaksi.

Terkait dengan masalah ijab dan qabul ini, adalah jual-beli melalui

perantara makelar (samsarah) di desa Keboledan yaitu seseorang yang diutus

untuk menjualkan dan mencarikan barang dan pembeli atau penjual dengan

adanya kompensasi atau upah. Shighah disini dimaksudkan adalah sebagai

transaksi sewa jasa makelar, yang mana ucapkan tersebut digunakan untuk

135

Ibid, hlm. 32

71

memngugkapkan maksud muta‟aqidain, yakni berupa lafal atau sesuatu yang

mewakilinya, sebagai sewa jasa untuk mempekerjakan dalam mencarikan

bawang merah atau pembeli dan sebaliknya. Maka shighah yang ada dalam

praktek tersebut adalah sebagai berikut: “saya ada barang mau di jual, dan

saya hargai bawang merah ini 6(enam) rupiah136

maka juallah bawang merah

ini, selanjutnya terserah anda, mau jual berapa ke pembeli itu terserah anda”

kemudian makelar berkata “ya”, sebagai tanda jadi137

. Ucapan shighah yang

semacam ini ketika penjual mengatakan pada pihak perantara (makelar)

mereka (penjual, makelar dan pembeli) memahami atau dimaksudkan sebagai

sewa jasa untuk menjualkan dan mencarikan pembeli. Dalam arti lain shighah

yang diucapkan adalah perkataan yang menunjukan permintaan kepada

makelar untuk menjualkan atau memasarkan bawang merah.

Maka dalam permasalahan shighah semacam ini di dalam kitab

Shahih Al-Bukhari disebutkan oleh Imam al-Bukhari .

قال ات سازتأسا تأجس انس انحس يى إتسا عطاء سيسي نى يسات

ل ت يق قال عثاض ناتأض أ نك * كرا ف اشاد عهى كرا ب ف را انث ع

تيك فهاتأض تيى نك أ زتح ف ي ا كا تكرا ف سيسي إذاقال تع ات

د ع سه سهى ان قال انثى صهى عهي . ى. ت شسط

136

Yang dimaksud 6(enam) rupiah adalah Rp 600.000,./kuintal harga ini sesuai

dengan apa yang berlaku pada saat transaksi berlangsung. Sedangkan untuk buangan kotoran

untuk per kuintal adalah 7-9 kilogram. Sebagai contoh membeli 100 kilogram, berati nanti

lebihannya 7-9 kilogram dan ini sudah berlaku.

137Lihat pada bab III bagian bentuk akad dalam transaksi jual beli baang merah.

72

Artinya : Ibnu Sirin, Atha, ibrahim, dan al-Hasan menilai tidak apa-apa

mengambil upah sebagai broker/makelar. Ibnu Abbas

menyatakan tidak apa-apa seorang berkata: “juallah barang ini.

Harga selebihnya sekian dan sekian menjadi milikmu. Ibnu Sirin

menyatakan bahwa jika seorang berkata : “juallah barang ini

dengan harga sekian. Jika ada kelebihan dari itu, maka menjadi

milikmu atau dibagi berdua,” maka hal (akad) demikian ini

boleh”. Nabi Muhammad SAW, bersabda; Muamalah orang

muslim sesuai dengan syarat mereka” (HR. Bukhari).138

Hal yang sama juga disebutkan oleh para Ulama kontenporer sepeti

Ahmad Mustafa, Ahmad Az-Zarqa dan Wahab Az-Zuhali, mengatakan bahwa

jual-beli melalui perantara itu di bolehkan, asal antara ijab dan qabul sejalan.139

Dengan demikian maka shighah yang telah diucapkan oleh penjual

kepada makelar sebagai ijab dari sewa jasa untuk mempekerjakan di bolehkan,

sebab antara muakid memahami akan ucapan sebagai persewaan, selain itu

juga shighah yang semacam itu berlaku dalam transaksi jual-beli bawang

merah.

Dalam fiqh Islam makelar atau samsarah termasuk akad ijarah

yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa orang lain dengan imbalan.140

Sebelum lebih lanjut menyebutkan dasar Hukumnya baik dari al-Qur‟an dan

Hadis-nya dari akad ijarah, lebih dulu penulis akan menjelaskan pengertiana

ijarah itu sendiri.

138

Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Ibnu Ismail Ibnu Ibrahim Ibnu Mughirah Ibnu

Bardazabah Al-Bukhari Al-Ja‟fiy, Shahih Al-Bukhariy Kitab Al-Ijarah, Bairut : Darul Al-Fikr,

1429H/2005M, hlm. 52

139Nasrun Haroen, op cit., hlm.118

140Masyfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah; Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta : Haji

Masagung, 1994, hlm. 127

73

Dalam pelafalan sehari-hari, kata ijarah tidak saja dibaca dengan

hamzah berbaris dibawah (kasrah), tetapi juga bisa dibaca dengan berbaris di

atas (fathah) dan berbaris didepan (dhamah). Namun demikian, pelafalan yang

paling populer adalah dengan berbaris dibawah (al-ijarah). Secara bahasa ia

digunakan sebagai nama bagi al-ajru yang berarti imbalan terhadap suatu

pekerjaan “ ع اعادضاء “ dan pahala “اثاة”.141

dalam bentuk lain,

kata ijarah juga bisa dikatakan sebagai nama bagi al-ajru yang berarti upah

atau sewa “142”.اىشاء selain itu, arti kebahasaan lain dari al-ajru tersebut,

yaitu ganti “143”اعض, baik ganti itu diterima dengan didahului oleh akad

atau tidak.

Dalam perkembangan kebahasaan berikutnya, kata ijarah itu

dipahami sebagai akad “اعمذ”, yaitu akad (kepemilikan) terhadap berbagai

manfaat dengan imbalan “ ع ذماع ضعث عبف ا ”144

atau akad kepemilikan

manfaat dengan imbalan “ ه١ر ضعث خعفا “.145

Dari dua pengertiaan ini

bisa ditarik bahwa ijarah adalah transaksi yang digunakan untuk akad

pemilikan manfaat atau dalam kata lain adalah transaksi pada kemanfaatan

141

Achmad Sunarto, Terjemah Fat-hul Qorib jilid 1, Surabaya : Al-Hidayah, 1991,

hlm. 426. Lihat juga: Muhammad bin Mukarom bin Manzhur, Lisan al-„Arab Juz 4, Beirut: Dar

Shadir, t.th., hlm. 10.

142Lihat (trjm) Ali As‟ad, op cit, hlm. 297

143Ibid, hlm. 286

144Lihat Achmad Sunarto, ibid., hlm. 426

145Lihat Asy-Syaikh Jalaludin Muhammad bin Ahmad Al-Mahalliy, Khasyiyat

Qulyubiy Wa „Umayrah Jus 3, Beirut : Dar Al-Fikr, t.th, hlm. 68

74

yang berasal dari makhluk atau benda bergerak, seperti manusia, hewan atau

kapal (kendaraan). Atau bisa dikatakan bahwa ijarah digunakan terhadap

manfaat yang muncul dari makhluk yang berakal (manusia), rumah, kendaraan

dan sebagainya.

Ulama Hanafiyyah mendefinisikan ijarah dengan ringkas saja.

Definisi yang mereka kemukakan rata-rata tidak terlalu berbeda dengan

pengertian ijarah secara bahasa. Menurut mereka, ijarah adalah akad terhadap

manfaat dengan imbalan “ ضعث عبف اع ذمع ”146

.

Ulama Malikiyyah dan Hanabila secara tegas mengatakan bahwa

pada hakikatnya ijarah adalah jual-beli manfaat “ فعخ ث١ع”. Karena dalam

pengertian ijarah menurut mereka adalah ذ جبزخ بفع ش١ئ ١ه ع حر

ض 147”ثع “pemilikan terhadap berbagai manfaat sesuatu yang

mubah(dibolehkan) untuk jangka waktu tertentu dengan adanya imbalan”.

Shingga dari definisi ulama Maliki tersebut penulis dapat melihat bahwa yang

di maksud mereka adalah pemilikan terhadap sesuatu yang jelas untuk waktu

yang jelas dengan imbalan yang jelas.

Sedangkan menurut ulama Syafi‟iyah, seperti yang disebutkan al-

Malibariy, ijarah identik dengan jual-beli. Sedang al-Baijuriy menyebutnya

sebagai salah satu jenis jual-beli. Ia (al-Malibariy) menyebutnya sebagai

“pemilikan terhadap manfaat dengan syarat-syarat tertentu” خعف ه١ر

146

Lihat Nasrun Harun, bab ijarah, op cit, hlm. 228

147Lihat nasrun harun, pe cit, hlm. 229

75

غششث ضعث “ 148

. Sedangkan secara definitif mereka para ulama

mengartikan ijarah dengan apa yang diutarakan oleh Al-Baijuriy:

ذ عمع ع ضعث خبزثئا يزج بثل حدصم خع خعف

Artinya : “Suatu bentuk akad (transaksi) terhadap manfaat yang telah di

maklumi (spesifik),disengaja dan bisa diserahterimakan serta

boleh dengan imbalan yang jelas”149

Dengan melihat definisi tersebut maka penulis menagkap inti dari

pengertian menurut ulama Syafi‟iyah bahwa ijarah merupakan bagian dari

jual-beli, karena ia merupakan akad peralihan kepemilikan antara pihak-pihak

yang berakad. Dalam hal ini manfaat (non-material) menempati posisi yang

sama dengan benda-benda material lain. Manfaat itu sendiri merupakan objek

yang sah dan dapat dimiliki, baik pada waktu masih hidup maupun sudah mati.

Konsekwensinya, ketika manfaat itu rusak, maka pihak yang merusaknya

berkewajiban menggantikannya, imbalan (harga) manfaat itu bisa berbentuk

materi tunai dan juga bisa berbentuk utang. Penamaannya dengan ijarah

sendiri sesungguhnya tidak menunjukkan bahwa ia bukanlah jual-beli.

Penamaan itu merupakan pengkhususan terhadap akad jual-beli yang lain

seperti sharf dan salam.

Dari berbagai pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa ijarah

adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran

upah atau sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership)

atas barang itu sendiri. Transaksi ijarah didasarkan pada adanya perpindahan

148

Lihat (trjm) Aliy As‟ad, Fathul Mu‟in, hlm. 286

149 Lihat Al-Baijuriy, op cit, hlm. 93. Lihat juga Nasrun Harun, hlm. 228

76

manfaat. Pada prinsipnya ia hampir sama dengan jual-beli. Perbedaan antara

keduanya dapat dilihat pada dua hal utama. Selain berbeda pada objek akad;

dimana objek jual-beli adalah barang kongkrit, sedang yang menjadi objek

pada ijarah adalah jasa atau manfaat, antara jual-beli dan ijarah juga berbeda

pada penepatan batas waktu, dimana pada jual-beli tidak ada pembatasan

waktu untuk memiliki objek transaksi, sedang kepemilikan dalam ijarah hanya

untuk batas waktu tertentu.

Untuk memberi gambaran yang komprehensif dan alasan dalam

masalah ini penulis mengatakan ijarah sama dengan makelar pada prakteknya

yaitu kepemilikan manfaat, dimana ijarah dilakukan pada waktu atau batas

tertentu demikian juga pada samsarah (makelar), ketika seorang makelar

bekerja kepada pengguna jasa makelar dengan kompensasi upah sehingga

ketika batas yang sudah ditentukan maka makelar yang dipekerjakan tidak lagi

bekerja atasnya, terkecuali jika dilakukan akad kembali sehingga ada ikatan.

Dengan kata lain pemanfaatan jasa seorang makelar ketika sudah habis batas

waktu yang telah ditentukan maka pengguna jasa tersebut berkewajiban

memberi uang imbalan atau upah atas jasanya. Demikian juga ijarah yang

bertujuan memiliki manfaat dengan imbalan.

Melanjutkan dari permasalahan di atas, yaitu makelar termasuk

akad ijarah, maka hal ini didasarkan pada landasan Hukum Islam yang dapat

dilacak baik dari al Qur‟an dan Hadist Nabi SAW. Didalam surat Al-Baqarah

ayat 233 disebutkan tentang izin terhadap seorang suami memberikan imbalan

77

materi terhadap perempuan yang menyusui anaknya. Untuk lebih jelasnya ayat

tersebut sebagai berikut :

ا رغزشظع أ أسدر ببأإ ز إرا ع فبخبذ ع١ى ز١آردو

فشعبث

Artinya; ...Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka

tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran

menurut yang patut......(QS- Al-Baqarah 233)150

Yang kemudian dipertegas

فآر ى أسظع فئ س أخ

Artinya : “kemudian jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu,

maka berikanlah pada mereka upahnya” (QS. Ath-Thalaq 6)151

Penggunaan kata الخبذ dalam ayat itu menunjukan bahwa

dibolehkan mengupah seseorang untuk menyusukan anak. Selain berbicara

tentang upah dalam menyusukan, al-Qur‟an juga menyebutkan bahwa ijarah

(jasa upahan) juga dapat dijadikan sebagai mahar dalam pernikahan. Hal itu

pernah dilakukan oleh Nabi Syu‟aib ketika menikahkan putrinya dengan Nabi

Musa, seperti disebutkan dalam surat al-Qashash ayat 27 berikut;

ئف حدز ث شخؤر أع ١ز ز اثذزإ هسىأ أذ٠سأ إ بيل

اهللبءش إ ذدزع ه١ع كشأ أذ٠سأب نذع ا فششع ذرأ

١ساص

150

Departemen Agama, al-Qur‟an dan Terjemahannya, op cit., hlm. 57.

151Departemen Agama RI, ibid, hlm. 946

78

Artinya; „berkatalah dia (syu‟aib): “sesungguhnya aku bermaksud

menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini,

atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika

kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan)

dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu

insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.”

(QS. Al-Qashash 27).152

Nabi Muhammad SAW sendiri, selain banyak memberikan penjelasan

tentang anjuran, juga memberikan teladan dalam pemberian imbalan (upah)

terhadap jasa yang diberikan seseorang. Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh

Imam al-Bukhariy, Muslim, dan Ahmad dari Anas bin Malik menyuruh

memberikan upah kepada tukang bekam. Hadist tersebut berbunyi :

١ذ ز به ع عف أخجشب ٠ اهلل ظس هب ث ظأ ععجذاهلل ث

عس خج١ؼثأ دز بيل ع ثصبع ش فؤ ع ي اهلل ص اهلل ع١

ش أ ش ففخ٠ أ أر ( سا اجخبس) اخشخ ا

Artinya;“Abdullah bin Yusuf diceritakan Malik dari Khumaid dari Anas bin

Malik ra., ia berkata : Rasulallah SAW berbekam dengan Abu

Thayibah. Kemudian beliau menyuruh memberinya satu sha‟

gandum dan menyuruh keluarganya untuk meringankannya dari

beban kharaj”. (HR. Al-Bukhariy).153

Hadis yang populer dalam masalah ini yaitu upah yang berkenaan

dengan mempekerjakan orang samsarah (makelar) adalah hadist yang berisi

perintah Nabi untuk membayar upah pekerja sebelum keringatnya kering.

Hadist tersebut adalah sebagai berikut :

152

Departemen Agama Al Qrandan Terjemahannya, Ibid, hlm. 613.

153Tim Penyusun Al-Bayan, Shahih bukhari Muslim, Bandung : Jabal, 2008, hlm.

284. Selanjutnya lihat, Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibni Al-

Mughirah Bardazabah Al-Bukhari Al-Ja‟fi, Shahih al-Bukhari Kitab al-Buyu‟, Bairut : Darul Al-

Fikr, 1419H/2005M, hlm. 16

79

ب شع ثا ع اهلل ع ع ١ع اهللاهلل ص يعس بيل: بيل سظ

) شع فد٠ أ جل شخأ ش١خؤاؽعأ ( سا إث بخل

Artinya : “dari Ibnu Umar ra, ia berkata; telah bersabda Rasulallah;

berikanlah upah pekerjaan sebelum keringatnya kering” (HR.

Ibnu Majah)154

Pernyataan selanjutnya pun di katakan oleh Al-Malibariy

سذل ٠ذبلع ع بث و رص شخؤث حبسخئا رصربإ غخا خفصب

و إ خ ف ز٠بع ذفو بإ خ ازف ب از أ إخبسح اع١

Artinya : “dan sahnya ijarah itu adalah dengan adanya sewa atau upah

yang berwujud sesuatu yang sah sebagai harga yang diketahui

oleh kedua pihak yang berakad, baik itu ukurannya maupun jenis

dan sifatnya, baik berupa bon/uang muka, kalau tidak maka cukup

tertunjukannya dalam penyewaan barang kontan atau yang masih

dalam tanggungan”.155

Berdasarkan dari ayat al-Qur‟an dan hadist diatas maka menyewa

seseorang untuk menyusukan anak, menyewa jasa pekerjaan yang kemudian di

jadikan sebagai mahar dalam pernikahan, menyewa jasa untuk berbekam,

sampai dengan adanya upah adalah boleh hal ini sesuai dengan ayat yang

terdapat diatas. Karena faedah yang di ambil dari sesuatu dengan tidak

mengurangi pokoknya (asalnya) sama artinya dengan manfaat (jasa), dan yang

154

Al-Imam Ibnu Al-Fadl Ahmad Ibnu Ali Ibnu Hajar Al-Asqolani, Buluhul Marom,

Bairut : Darul Al-Fikr, 1419 H/ 1998 M, hlm. 161.

155Asy-Syaikh Al-Allamah Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibariy (selanjutnya

disebut Al-Malibariy), Fathul Mu‟in, Al-Allamah Abiy Bakr Al-Masyhuri Bi Sayid Al-Bakriy Ibn

As-Syayid Muhammad Syatha Ad-Dimyatiy, I‟ana At-Thalibin Juz 3, Bairut : Dar Al-Fikr,

1426H/2005M., hlm. 137. Lihat (Trjm) Ali As‟ad, Fathul Mu‟in, Kudus : Menara Kudus, tth., hlm.

286.

80

lebih penting adalah ketika pekerja sudah memberikan manfaat kepada orang

yang memakai jasanya di haruskan memberikan upah, karena upah merupakan

hak yang wajib ditunaikan setelah pekerjaan tersebut selesai dilaksanakan.

Demikian halnya samsarah (makelar) yang mana ia menawarkan jasa kepada

para pengguna sehingga setelah jasa dari kemanfaatan pekerjaan itu sudah

selesai dilakukan maka makelar tersebut pun berhak atas upah yang harus

diberikan dari pengguna jasa makelar.

Oleh karena dalam permasalahan makelar atau samsarah adalah

termasuk/tergolong akad ijarah, maka jasa pekerjaan yang dilakukan makelar

dengan kompensasi atau upah atas sewa jasa pekerjaannya. Termasuk akad

ijarah dalam bentuk kemanfaatan jasa pekerjaan.

Penulis kutip dari Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-

Tuwaijiri didalam Ensiklopedi Islam Kamil karangannya beliau membagi

ijarah kedalam dua kelompok yaitu :

1) Sewa terhadap sesuatu yang jelas diketahui, seperti perkataan “aku

sewakan kepadamu rumah ini atau mobil ini dengan harga sekian”

2) Sewa terhadap suatu jasa perbuatan yang diketahui dengan jelas, seperti

menyewa buruh untuk membangun dinding, atau menggarap tanah dan

lai sebagainya156

Pendapat Ibnu Rusyd ia mengatakan bahwa, para ulama sepakat

mengenai persewaan atau sewa-menyewa ada dua macam: pertama, adalah

persewaan terhadap manfaat barang yang kongkrit, dan kedua adalah

156

Syaikh muhammad op cit., hlm. 936

81

persewaan terhadap manfaat-manfaat yang ada pada tanggungan atau manfaat

pekerjaan.157

Dari kedua bagian yang di kemukakan oleh kedua tokoh diatas maka

makelar (samsarah) termasuk ijarah dalam bentuk non-material (diketahui

akan kemanfaatanya setelah makelar tersebut menjalankan pekerjaan yang

menjadi tanggung jawabnya), atau ijarah pada jasa pekerjaan.

Selanjutnya, kalau pada jenis pertama ijarah bisa dianggap terlaksana

dengan penyerahan barang yang disewa kepada penyewa untuk dimanfaatkan,

seperti menyerahkan rumah, toko, kendaraan, pakaian, perhiasan dan

sebagainya untuk dimanfaatkan penyewa.

Sedangkan pada jenis kedua ijarah baru bisa dianggap terlaksana

kalau pihak yang disewa (pekerja) melaksanakan tanggung jawabnya

melakukan sesuatu, seperti membuat rumah yang dilakukan tukang,

mempertemukan penjual dan pembeli untuk melangsungkan transaksi dan

mencarikan barang untuk calon pembeli, mencarikan pembeli untuk penjual

yang dilakukan makelar (samsarah) dan lai sebagainya. Oleh sebab itu dengan

diserahkannya barang dan dilaksanakannya pekerjaan tersebut, pihak yang

menyewakan (pekerja) baru berhak mendapatkan uang sewa atau upah.

157

Al-Faqih Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rusyd,

Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, (trjm) Imam Ghozali & Achmad Zainudin, Analisis

Fiqih Para Mujtahid, Jakarta : Pustaka Amani, 2002, hlm. 83

82

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Maka akhirnya, dari deskripsi dan uraian panjang diatas dapat penulis

simpulkan sebagai berikut :

1. Dari praktek makelar yang ada didesa keboledan, maka Hukum Islam

(Fiqh) mengatakan Sah menyewakan/menyewa jasa pekerjaan makelar

yang ada nilai harganya, yang diketahui barang dan ukuran maupu

sifatnya.

Dalam hal ini yang tidak termasuk ada nilai harganya yaitu barang yang

tidak terdapat nilai harga, maka yang demikian ini tidak sah, yaitu

menyewa tukang menjual (makelar) untuk mengucapkan satu patah dua

kata menurut beberapa pandangan ulama (wajah), sekalipun terdapat ijab

qabul dan sekalipun melariskan dagangan, karena dua patah kata tidak

ada nilai harganya, dan ucapan tersebut tidak ada atau tidak memiliki

nilai ekonomis.

Ketidaksahannya menyewa makelar/samsarah adalah tertentu yaitu

untuk barang jual yang telah mempunyai harga tetap di suatu daerah,

misalnya roti. Lain halnya dengan budak dan pakaian, dimana harganya

selalu berubah-ubah sasuai siapa yang membeli (yang bertransaksi).

Maka untuk menjualnya dengan lebih bermanfaat hanyalah secara khusus

82

83

bisa dilakukan oleh tukan menjual yaitu makelar. Oleh karena itu, maka

menyewa jasa makelar umtuk memasarkannya dianggap sah.

Sekiranya penyewaan makelar itu tidak sah(tidak berhasil dalam

memasarkan) adanya, maka jika makelar tersebut menjadi lelah

dikarenakan mondar-mandi dalam memasarkan barang itu adalah berhak

menerima gaji sepatutnya, kalaupun tidak maka tidak berhak

menerimanya.

2. Dan dari shighah (Ijab dan Qabul) penjual/pembeli dan makelar dari

aplikasinya yang menunjukan dan mengandung maksud sewa jasa

makelar, maka hal tersebut termasuk akad IJARAH yaitu transaksi atas

suatu manfaat yang mubah, berupa barang tertentu atau yang dijelaskan

sifatnya dalam tanggungan dalam waktu tertentu, atau transaksi atas

suatu pekerjaan yang diketahui dengan upah yang di ketahui pula.

Ijarah ada dua macam yaitu pertama, Sewa terhadap sesuatu yang jelas

diketahui, seperti perkataan “aku sewakan kepadamu rumah ini atau

mobil ini dengan harga sekian”. Kedua, Sewa terhadap suatu jasa

perbuatan yang diketahui dengan jelas, seperti menyewa buruh untuk

membangun dinding, atau menggarap tanah dan lain sebagainya

Maka dari sini pekerjaan/perbuatan atau jasa makelar termasuk ijarah

dalam bentuk yang kedua yaitu akad ijarah yang berupa sewa jasa

berupa pekerjaan makelar dalam mediator jual beli bawang merah.

84

B. Saran Saran

Ada beberapa hal yang perlu dan patut penulis berikan saran pada

penulisan akhir skripsi ini diantaranya sebagai beerikut :

1. Kepada para pelaku (penjual, pembeli dan makelar) hendaknya

mengetahui masalah fiqh agar memiliki loyalitas yang tinggi terhadap

prakteknya sehingga bisa terjauh dari hal-hal yang dilarang oleh agama.

Yang mana makelar sebagai sarana atau media untuk mempermudah

jalannya transaksi dan solusi untuk menjawab kebutuhan dalam

kehidupan sosial.

2. Kepada para Makelar yang dipercaya masyarakat sebagai jembatan

penghubung dalam transaksi, agar selalu menjaga integritas serta selalu

aktif dalam melayani keluhan masyarakat didalam masalah jual-beli

bawang merah, dan lebih konsekuen dalam menjaga amanat sebagai

orang yang dipercaya.

C. Penutup

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada kehadirat illahi

rabbi Allah SWT, yang telah memberikan karunia berupa rahmat, taufiq, dan

hidayah-Nya serta inayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

tanpa adanya hal yang memberatkan bagi penulis.

Sudah menjadi kewajiban bagi manusia, bila dalam penulisan skripsi

ini masih banyak kekuarangan dan skripsi ini adalah hasil maksimal dari

penulis, sehingga dalam penyajian skripsi ini tentunya terdapat kekurangan

85

yang harus di benahi. Oleh karena itu harapan penulis kiranya ada kritik dan

saran yang membangun guna menyempurnakan hasil karya ilmiah ini.

Akhirnya kepada para pihak yang telah banyak membantu dalam

penulisan dan penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak

langsung, serta moril dan spirituil penulis ucapkan banyak terimakasih.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para

pembaca pada umumnya. Amin ……………

Wassalamualaikum Wr. Wb….

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Bin Muhammad Ath-Thayyar, et al. Ensiklopedi FIQIH Muamalah

Dalam Pandangan 4 Madzhab, Yogyakarta : Maktabah Al Hanifah, 2009

Abdurrahman Syekh as sa’di, et al, Fiqih Jual Beli, Jakarta : Senayan Publishing,

Cet ke 1, 2008.

Afandi M. Yazid, Fiqh Muamalah; dan Implementasinya dalam Lembaga

Keuangan Syari’ah, Yogyakarta : Logung Pustaka, 2009

Al Khafid ibnu Khajar Al asyqolani, Bulughul Maram, Bairut : Darul Al-Fikr,

1419 H/1998 M

As’ad Aliy, Tarjamah Fathul Mu-in, Jilid 2, Kudus : Menara Kudus, 1979.

Ashofa Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, Cet ke-3,

2001.

Azzam Muhammad Abdul Aziz, Fiqh Muamalat; Sistem Transaksi dalam Fiqh

Islam, Jakarta : Amzah, Cet ke-1, 2010.

Bakri, Sayyid bin Sayyid Muhammad Assyatha ad-Dimyathi, I’anat At-Tholibin,

jilid 3, Bairut : Darul As-Shasha, 1426H/2005M.

Bisri, Moh. Adib, Tejamah Al-Faraidul Bahiyyah Risalah Qawa-id Fiqh, Kudus :

Menara Kudus, 1977.

Bungin, Burhan, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,

dan Ilmu Sosial lainnya, Jakarta : kencana, Cet ke-3, 2009.

Chapra, M. Umer, Reformasi Ekonomi; Sebuah Solusi Persepektif Islam, Jakarta :

Bumi Aksara, Cet ke 1, 2008.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Surabaya : Al-Hidayah,

1998.

Departemen pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Jakarta :

Balai Pustaka, 1991

Djazuli.A, Kaidah Kaidah FIKIH: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam

Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis, Jakarta : kencana, Cet ke-

2, 2007.

Djuwaini Dimyaudin, Pengantar Fiqh Mu’amalah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,

2008

Haroen Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama, Cet ke-2, 2007.

Hasan M. Ali, Berbagai macam Transaksi dalam Islam, (Fiqh Mu’amalah), ed.1,

Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Cet ke-2, 2004

http://bisnisukm.com/bisnis-makelar-peluang-usaha-potensial-html

Ibrahim , Syaikh Al-Baijuriy, Khasiyah Syaikh Ibrahim Al-Baijuriy ‘ala Syarah

Al-Alamathi Ibnu Qasim Al-Ghaziy ala Matan Asy-Syaikh Abi Suja’, Juz 2

Bairut : Darul Al-Fikr, 1425-1426H/2005M.

J. Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Pemaja

Rosdakarya, Cet ke-24, 2007.

Majalah As-Sunnah Edisi 03/IX/1426H/2005M

Muhammad, & Fauroni Lukman, Visi Al Qur’an Tentang Etika dan Bisnis,

Jakarta : Salemba Diniyah, 2002

Muhammad, Tengku, Ash-Shidieqy, Hasbi, Pengantar Fiqh Muamalah;

Membahas Hukum Pokok dalam Interaksi Sosial-Ekonomi, Semarang :

PT. Pustaka Rizki Putra, 2009.

Pasaribu Chairuman, K. Lubis Suhrawardi, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakrta

: Sinar Grafika, ke-2, 1996.

Sabiq sayyid, Fikih Sunnah 12, Bandung : PT Al Ma’arif, Cet ke-20, 1987.

Sabiq Sayyid, Fikih Sunnah 13, Bandung : PT Al Ma’arif, Cet ke-20, 1987.

Sugiono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:

Alfabeta, Cet ke-4, 2008.

Sunarto Achmad, Terjemah Fat-hul Qarib, Jilid 1, Surabaya : Al-Hidayah, 1991.

Syafi’I Antonio Muhammad, Bank Syari’ah dari teori ke praktek, Jakarta : gema

Insani, Cet Ke-1, 2001.

Muhammad Syaikh al-allamah bin Abdurrahman Ad-Dimasqi, Fiqih Empat

Madzhab, Bandung : Hasyimi, cet ke-13, 2010

Muhamma Syaikh bin Ibrahim bin Abdullah AtTuwaijiri, Ensiklopedi Insan Al-

Kamil, Jakarta : Darus Sunnah, 2011

Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo

Semarang, 2008.

Zuhaili Wahbah, Fiqih Imam Syafi’i; Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan

Al-Qur’an dan Hadits, Jilid 1 & 2, Jakarta : Almahira, Cet ke-1, 2010.

Ya’qub Hamzah, Kode Etik Dagang Menurut Islam : Pola Pembinaan Hidup

dalam Perekoonomian, Bandung : CV. Diponegoro, 1992

Lampiran

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTK MAKLAR

JUAL BELI BAWANG MERAH

( studi kasus di Desa Keboledan Wanasari Brebes )

Transkip wawancara dengan Makelar di Desa Kboledan.

1. Sudah berapa lama anda menekuni profesi sebagai Makelar?

2. Bagaimana tugas dan fungsi makelar dalam jual beli bawang merah?

3. Bagaimana proses praktek makelar dalam jual-beli bawang merah secara

umum?

4. Ada berapa tahapan bagi seorang makelar mulai dari menerima sampai

seorang makelar mendapatkan upah atas jasa pekerjaannya?

5. Bagaimana dan seperti apa bentuk akad dalam transaksi jual-beli bawang

merah prihal sewa jasa makelar?

6. Bagaimana akibat dari akad tersebut?

7. Kepada siapa seorang makelar mencarikan bawang merah guna memenuhi

pesanan ?

8. Jika saudara mencarikan bawang merah guna memenuhi pesanan, apakah

ada kendala pada waktu mencari barang tersbut?

9. Bila anda tidak mendapatkan barang yang diminta, maka bagai mana

solusinya? apakah tetap saudara mendapatkan upah?

10. Bagaimana upah yang didapat seorang makelar, ketika suadah memenuhi

permintaan?

11. Ada berapa jenis bawang merah yang sering di transaksikan?

12. Kapan berakhirnya sewa jasa makelar dalam mencari bawang merah?

13. Berapa lama makelar disewa/berapa lama waktu dalam mencari bawang

merah?

Transkip Wawancara dengan pengguna jasa makelar

1. Sudah berapa lama anda menggunakan jasa makelar untuk menjualkan

atau memasarkan dan mencarikan bawang merah?

2. Faktor apa yang menjadikan anda memakai jasa tenaga makelar dalam

menjualkan dan memasarkan bawang merah?

3. Adakah kendala apabila ketika jual-beli bawang merah tidak

menggunakan jasa makelar?

4. Apa yang anda ketahui mengenai makelar dalam jual-beli bawang merah?

5. Setiap kali anda menjual atau membeli bawang merah, apakah selalu

menggunakan jasa makelar ?

6. Bagaiman bentuk akad jual-beli dengan menggunakan jasa makelar

sebagai sewa jasa?

7. Bagaimana proses jual-beli bawang merah dengan menggunakan jasa

makelar?

8. Berapa upah yang diberikan kepada makelar ketika mendapatkan barang

yang di cari?

9. Apakah upah sbagai sewa jasa maklar di tentukan di awala akad?

10. Bagaimana bila terjadi hal ketika makelar tidak mendapatkan bawang

merah, apakah makelar tetap mendapatkan upah sebagai sewa jasa

makelar?

11. Berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam mencarikan barang dari

seorang penjual dan pembeli?

12. Kapan transaksi itu berakhir?

13. Ada berapa jenis bawang merah yang sering di transaksikan atau di

perjual-belikan?

Nama Responden

No. Nama Responden Keteranagan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Ajo

Ghoni

H. Juli

Harjo

Kanapi

Khumed

Lani

Limi

Sofyan Syarif

Tarwid

Ubin

Makelar

Pembeli

Pemilik Lapak/bos bawang merah

Buruh songgol

Makelar

Petani

Pemilik lapak

Petani/makelar

Petani/Mandor

Makelar

Mandor/petani

FOTO PENELITIAN

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Aksan Zamzami

NIM : 072311049

Fakultas : Syari’ah

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, Tanggal Lahir : Brebes, 30 Mei 1986

Agama : Islam

Alamat : Jl. Makmur No.1 RT/RW 06/01, Keboledan Wanasari

Brebes

Pendidikan :

- SDN 03 Keboledan Lulus Tahun 1998

- SLTP Ma’arif NU 02 Wanasari Lulus Tahun 2001

- SMA N 01 Kec. Larangan Lulus Tahun 2006

- Jurusan Hukum Ekonomi Islam (Muamalah) Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo Semarang.

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya untuk

dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Semarang, 11 Juni 2012

Akhsan Zamzami

NIM 072311049

BIODATA DIRI

Nama Lengkap : Akhsan Zamzami

Tempat, Tanggal Lahir : Brebes, 30 Mei 1986

NIM : 072311049

Jurusan : Hukum Ekonomi Islam

Fakultas : Syari’ah

No. Hp : 085866664336

Nama Orang Tua

Bapak : A. Syarifudin

Pekerjaan : Petani

Ibu : Tobi,ah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Jl. Makmur No. 1 RT/RW 06/01 Keboledan

Wanasari Brebes

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenar-benarnya, untuk

dipergunakan sebagaimana mestinya.

Semarang, 11 Juni 2012

Akhsan Zamzami

NIM. 072311049