TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MAKELAR
JUAL BELI BAWANG MERAH
( Studi Kasus di Desa Keboledan Wanasari Brebes )
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh :
AKHSAN ZAMZAMI
NIM. 0 7 2 3 1 1 0 4 9
JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2 0 1 2
ii
Moh. Arifin, S.Ag., M.Hum. Perum Griya Lestari B. 3/12
Ngaliyan Semarang
Nur Hidayati Setyani, SH.,MH.
Jl. Merdeka Utara 1/B. 9
Ngaliyan Semarang
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp. : 4 (eksemplar)
Hal : Naskah skripsi
An. Sdr. Akhsan Zamzami
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari’ah
IAIN Walisongo
Assalamu’alaikum wr.wb
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini
saya kirimkan naskah skripsi saudara:
Nama : Aksan Zamzami
Nim : 072311049
Jurusan : Hukum Ekonomi Islam
Judul :TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK
MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH (Studi Kasus di
Desa Keboledan Wanasari Brebes)
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi tersebut dapat segera
dimunaqasyahkan.
Demikian harap menjadikan maklum.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Semarang, 11 Juni 2012
Pembimbing I Pembimbing II
Moh. Arifin, S.Ag., M.Hum. Nur Hidayati Setyani, SH
NIP. 19711012 199703 1 002 NIP. 19670320 199303 2
iv
MOTTO
إن مع العسر يسرا
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Qs. Al-Insyirah : 6)
البر والتقوى ولا تعاونوا علي الإثم والعدوان واتقو اهلل إن وتعا ونوا علي
اهلل شديدالعقاب
Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (QS. Al-Maidah 2)
v
PERSEMBAHAN
Segala puji dan syukur kepada sumber dari suara hati dan kebenaran,
sumber ilmu pengetahuan, sang penabur cahaya serta pilar nalar kebenaran, sang
penebar kasih yang takterbatas pencahayaan cintanya bagi mahluknya Allah SWT.
Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawakan risalah untuk kita semua, semoga kita mendapat cinta kasihnya di hari
nanti.
Dibalik terselesaikannya skripsi ini, ada seorang yang memotifasi saya
untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Maka karya ilmiah ini kupersembahkan
untuk orang-orang yang telah memberikan dukungan baik moral maupun spiritual
sepenuhnya kepada penulis.
Abah (A. Syarifudin) dan Mama (Tobi’ah) yang selalu mencurahkan kasih
sayangnya dan do’a kasihnya tiada henti
Kakaku, kang mas (Ahmad Faudhillah) dan yunda ( Roudhotul Jannah).
Yang selalu menasehatiku dan memberikan motifasi selalu, terimakasih kang
mas yang selalu sabar dalam mensihati. Tidak lupa adeku (Muhammad Lutfi
zamzami) dan mas Iqbal.
Buya (Rosyidin Hasan) beserta keluarga di Palembang.
Keluarga besar H. Tohari Rois dan H. Abdul Majid yang tidak bisa penulis
sebut satu-persatu
Pengasuh Pon-Pes Al Fadlu Wal Fadlillah (abah Dimyati Rois) beserta
Shokhibul Baith
Seluruh jajaran penggurus Pon-Pes Al Fadlu, tidak lupa kang Lutfi
Keluarga besar MUB 07; Ubed, Dayat, Comeng, terkhusus (Ainung jariyah)
dan teman-teman semua yang tidak bisa penulis sebut satu-persatu, penulis
ucapkan banyak terimakasih atas semuanya yang telah teman-teman berikan,
semoga Allah membalas amal baik teman semua.
Dan semuanya dari A sampai Z, yang selalu bikin penulis senang, jengkel,
sebel sampai marah-marahan hehehehe.... thank’s for you......
vi
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang di tulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian
juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran orang lain, kecuali informasi yang
terdapat dalam referensi yang di jadikan bahan rujukan.
Semarang, 11 Juni 2012
Deklarator
Akhsan Zamzami
Nim. 072311049
vii
ABSTRAK
Jual-beli merupakan permasalahan yang menjadi tujuan pokok dalam fiqh
untuk memperbaiki kehidupan manusia, kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan
hidup. Atas dasar itu, di jumpai dalam berbagai suku bangsa jenis dan bentuk
muamalah yang beragam, yang esensinya adalah saling melakukan interaksi sosial
sebagai upaya memenuhi kebutuhan manusia. Namun, tidak semua manusia
berkemampuan untuk menekuni segala urusannya dan kebutuhan secara pribadi. Ia
membutuhkan orang lain sebagai wakil untuk melakukan transaksi, seperti halnya
makelar yang berprofesi sebagai perantara dalam jual-beli. Adapun rumusan
masalahnya adalah : 1) bagaimana praktek makelar dalam proses jual-beli bawang
merah, dan 2) bagaimana bentuk akad dalam praktek jual-beli bawang merah di Desa
Keboledan Wanasari Brebes.
Adapun tujuan penelitian adalah 1). Untuk mengetahui bagaimana praktek
dari kinerja makelar dalam jual-beli bawang merah di Desa Keboledan, dan 2).
Untuk mengetahui bagaimana bentuk akad dalam jual-beli bawang merah.
Jenis penelitian skripsi ini dengan menggunakan penelitian kualitatif.
Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah 1) sumber
data, yang terdiri atas; data primer dan data sekunder. 2) teknik pengumpulan data
dengan metode observasi, terdiri atas observasi tidak berstruktur dan terstruktur,
wawancara, dan dokumentasi. 3) analisis data dengan menggunakan analisis
deskriptif komparati dengan tujuan menggambarkan fenomena dan proses praktek
jual-beli bawang merah, yang kemudian membandingkan pemikir tokoh berkenaan
dengan produk fiqh.
Hasil penelitian menunjukan pertama, implementasi dari praktek makelar
pada jual-beli bawang merah adalah “sah” hal ini didasarkan pada teori Fiqh yang
mengatakan “Sah menyewakan jasa/kemanfaatan yang ada nilai hargannya, yang
diketahui barang, ukuran, maupun sifatnya. Ketidak sahannya apabila makelar yang
hanya mengucapkan satu atau dua patah kata, walaupun barang tersebut laku, karena
satu atau dua patah kata tidak memiliki nilai ekonomi (harga). Yang demikian terjadi
pada barang yang telah tetap harganya di daerah satu dengan yang lain, seperti roti.
Lain halnya pakaian yang harganya tidak selalu sama, sesuai siapa yang membeli.
Maka untuk menjualnya lebih bermanfaat secara khusus dilakukan oleh makelar,
oleh karena itu dengan menyewanya dihukumi sah”. Kedua, bentuk akad (shighah)
dari transaksi jual-beli yang tidak secara sharih (jelas) yaitu menggunakan ucapan
kiasan, yang dari perkataan tersebut terkandung maksud sebagai sewa jasa tenaga
untuk menjualkan barang, dan mereka memahami maksudnya. Maka ijab qabul
sebagai manifestasi perasaan suka sama suka untuk melakukan transaksi, yang
demikian dibolehkan sesuai dengan teori yang ada di hadis Shahih Al Bukhari yaitu
“tidak apa-apa seseorang berkata : juallah barang ini, harga selebihnya sekian dan
sekian menjadi milikmu”. Dengan akad demikian yang menunjukkan jual-beli dan
dipahami atau dengan maksud sewa maka, akad ini termasuk ijarah. Yaitu
kepemilikan manfaat dengan imbalan atau upah/sewa.
Kata kunci : Tinjauan Hukum Islam, Praktek Makelar, Bentuk Akad
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu terhaturkan pada Allah SWT, yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah kepada kita semua, sehingga terselesaikannya
skripsi ini. Sesungguhnya hanya kepada Ia lah tempat bergantung kita semua.
Shalawat dan salam yang menangis apabila disebut namanya, yang pengasah,
pengasih dan pengasuh sehingga kita semua mendapat syafaatnya di hari nanti, dan
karena kasih sayangnya beliaulah islam menjadi manhaj al hayat yang terang
benderang dengan cahaya Dinnul Islamnya.
Suatu kebanggaan tersendiri bagi penulis atas kesempatan yang telah
diberikan oleh fakultas syari’ah IAIN Walisongo Semarang untuk menyusun karya
ilmiah yang berkaiitan dengan Jual Beli, yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Makelar Jual Beli Bawang Merah :Study Kasus Praktek Makelar Jual
Beli Bawang Merah Desa Keboledan Wanasari Brebes.” Guna memenuhi tugas dan
syarat untuk memperoleh gelar sarjana dalam ilmu syari’ah khusus jurusan
Muamalah. Dalam proses penulisan serta penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang
telah meberikan saran dan koreksi sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan
baik. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Rektor IAIN Walisongo Semarang, Prof., Dr., Muhibbin, M.Ag.
2. Dekan Fakultas Syari’ah Bapak Dr. Imam Yahya M.Ag.
3. Pembimbing I (Moh. Arifin, S.Ag., M.Hum., dan Pembimbing II (Nur Hidayati
Setyani, SH., MH.
4. Dewan penguji
5. Abah (Sofyan Syarif) serta Mama (Tobi’ah), yang selalu selalu memberikan
dukungan baik moril maupun materil dan atas segala do’anya yang selalu
mengiringi langkah penulis, sehingga ucapan ini tidaklah cukup untuk
menggambarkan wujud penghargaan dan penghormatan penulis kepada beliau.
6. Dan keluarga MU B7 yang selalu menemani penulis
Semoga segala amal baik semua pihak dalam terwujudnya skripsi ini akan
menjadi amal baik mereka dan mendapatkan balasan dari Allah SWT, serta proses
panjang ini mendapatkan manfaat di kemudian hari. Akhirnya dengan menyadari
ix
sepenuhnya, segala kekurang dan keterbatasan yang ada, maka kritik dan saran yang
konstruktif demi penyempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan.
Semarang, Juni 2012
Penulis
Akhsan Zamzami
Nim. 072311049
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul .......................................................................................................... i
Halaman Persetujuan Pembimbing ........................................................................... ii
Halaman Pengesahan ................................................................................................ iii
Halaman Moto .......................................................................................................... iv
Halaman Persembahan .............................................................................................. v
Halaman Deklarasi .................................................................................................... vi
Halaman Abstrak ...................................................................................................... vii
Halaman Kata Pengantar ......................................................................................... viii
Halaman Daftar Isi .................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi ......................................................... 8
D. Telaah Pustaka .............................................................................................. 9
E. Metode Penulisan Skripsi ............................................................................. 11
F. Sistematika Penulisan Skripsi ....................................................................... 15
BAB II TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SEWA-MENYEWA (IJARAH)
A. Penertian dan Dasar Hukum sewa-menyewa (ijarah) ................................ 17
B. Rukun dan Syarat Ijarah ............................................................................... 22
C. Sifat dan Macam macam Ijarah .................................................................... 28
D. Pembatalan dan Berahirnya Ijarah ............................................................... 29
E. Makelar ........................................................................................................ 30
BAB III PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH DI DESA
KEBOLEDAN WANASARI BREBES
A. Keadaan Masyarakat Desa Keboledan ........................................................ 34
B. Praktek Jual Beli Bawang Merah Melalui Jasa Makelar di Desa Keboledan
Wanasari Brebes........................................................................................... 38
C. Bentuk Akad dalam Jual Beli Bawang Merah Melalui Jasa Makelar ......... 53
xi
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MAKELAR JUAL
BELI BAWANG MERAH
A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Jual Beli Bawang Merah Melalui
Jasa Makelar ................................................................................................ 56
B. Aalisis Hukum Islam Terhadap Akad Jual Beli Bawang Merah Melalui Jasa
Makelar ........................................................................................................ 67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................... 82
B. Saran-saran ................................................................................................... 84
C. Penutup ........................................................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran-lampiran
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah suatu sistem dan jalan hidup yang utuh dan terpadu (a
comprehensive way of life). Ia memberikan panduan yang dinamis dan lugas
terhadap semua aspek kehidupan termasuk sektor bisnis dan transaksi1. Di sisi
lain, sesuai dengan perkembangan peradaban manusia, berkat kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknogi modern, banyak bermunculan bentuk-bentuk
transaksi yang belum di temui pembahasannya dalam khazanah fiqh klasik.
Dalam kasus seperti ini, tentunya seorang muslim harus mempertimbangkan
dan memperhatikan, apakah transaksi yang baru muncul itu sesuai dengan
dasar-dasar dan prinsip-prinsip muamalah yang di syari‟atkan.
Ajaran islam dalam persoalan muamalah bukanlah ajaran yang kaku,
sempit dan jumud, melainkan suatu ajaran yang fleksibel dan elastis, yang
dapat mengakomodir berbagai perkembangan transaksi modern, selama tidak
bertentangan dengan nash Al Qur‟an dan sunnah2. Misalnya, dalam persoalan
jual-beli, utang piutang, kerjasama dagang, perserikatan, kerjasama dalam
penggarapan tanah, dan sewa-menyewa3.
1Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema
insani, 2001, cet ke-1, hlm. v
2Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007, cet ke-2
hlm. v
3Ibid, hlm. vii
2
Perkembangan jenis dan bentuk muamalah yang dilaksanakan oleh
manusia sejak dahulu sampai sekarang sejalan dengan perkembangan
kebutuhan dan pengetahuan manusia itu sendiri. Atas dasar itu, di jumpai
dalam berbagai suku bangsa jenis dan bentuk muamalah yang beragam, yang
esensinya adalah saling melakukan interaksi sosial dalam upaya memenuhi
kebutuhan masing-masing. Allah sendiri berfirman:
........ زب و شع ع٠ و ل
Artinya :…Katakanlah : Tiap tiap orang berbuat menurut keadaannya
masing masing….(QS. al Isra 84)
Persoalan muamalah merupakan suatu hal yang pokok dan menjadi
tujuan penting agama islam dalam upaya memperbaiki kehidupan manusia.
Atas dasar itu, syari‟at muamalah diturunkan Allah hanya dalam bentuk yang
global dan umumnya saja, dengan mengemukakan berbagai persepektif dan
norma yang dapat menjamin prinsip keadilan dalam bermuamalah antara
manusia4.
Banyak sekali usaha-usaha manusia yang berhubungan dengan
barang dan jasa. Dalam transaksi saja para ulama menyebutkan tidak kurang
dari 25 macam, antara lain : jual-beli „inah (transaksi yang pembayarannya di
belakang), jual-beli „urbun (jual beli-beli dengan pengikat uang muka), jual-
beli ahlul-hadhar (orang kota) dengan al-badi (orang desa), khiyar, jual-beli
ushul dan tsamar (buah-buahan), salam (pesanan), istishna‟ (pemesanan
membuat barang), rahn‟ (gadai), kafalah (jaminan), wakalah (perwakilan),
4Ibid, hlm. viii
3
syirkah (perserikayan), ijarah (sewa menyewa), wadi‟ah (barang titipan) dan
lain sebagainya. Yang kesemuanya itu sudah barang tentu dengan teknologi
serta tuntutan masyarakat yang makin meningkat, melahirkan model-model
transaksi baru yang membutuhkan penyelesaiannya dari sisi Hukum Islam
(Fiqih). Penyelesaian yang di satu sisi tetap Islami dan disisi lain mampu
menyelesaikan masalah kehidupan yang nyata. Sudah tentu caranya adalah
dengan menggunakan kaidah-kaidah khususnya di bidang muamalah mulai
dari kaidah asasi dan cabangnya, di antara kaidah khusus di bidang muamalah
adalah :
ف صاأل ع ا شس رع ١د يذ٠ ب أإ خبزثاإل خب ب٠
Artinya :“Hukum asal dari semua bentuk muamalah adalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya” 5
Dipertegas dengan QS. Al Baqarah 29
از ١ع بف اؤسض خ ب خك ى
Artinya : “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk
kamu”(QS. Al Baqarah 29)6
Bagi sementara pihak, bisnis adalah aktivitas ekonomi manusia yang
bertujuan mencari laba semata-mata. karena itu, cara apapun boleh dilakukan
demi meraih tujuan tersebut, konsekuansinya bagi pihak ini, aspek moralitas
dalam persaingan bisnis, di anggap akan menghalangi kesuksesannya.
5.A. Djazuli, Kaidah Kaidah Fikih, Jakarta : kencana, 2007, cet ke-1, hlm. 130.
Lihat juga, Moh. Adib Bisri, Terjemah Al Faraidul Bahiyyah Risalah Qawa-id Fiqh, Kudus :
Menara, 1977, hlm. 11
6Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur‟an dan Terjemahannya, Surabaya
: Al-Hidayah, hlm. 13
4
Berlawanan dengan yang pertama, yang kedua ini berpendapat bahwa, bisnis
bisa di satukan dengan etika, kalangan ini beralasan bahwa, etika merupakan
alasan-alasan rasional tentang semua tindakan manusia dalam semua aspek
kehidupannya, tak terkecualikan aktivitas bisnis (transaksi jual-beli) secara
umum7. Orang yang terjun dalam dunia usaha, berkewajiban mengetahui hal-
hal yang dapat mengakibatkan jual-beli itu sah atau tidak (fasid). Ini
dimaksudkan agar muamalah berjalan sah dan segala sikap dan tindakannya
jauh dari kerusakan yang tidak dibenakan.
Diriwayatkan, bahwa Umar ra. berkeliling pasar dan beliau memukul
sebagian pedagang dengan tongkat, dan berkata : “tidak boleh ada yang
berjualan di pasar kami ini, kecuali mereka yang memahami Hukum. Jika
tidak, maka dia berarti memakan riba, sadar ia atau tidak.”8
Banyak kaum muslimin yang mengabaikan mempelajari muamalah,
mereka melalaikan aspek ini, sehingga tidak peduli mereka memakan barang
haram, sekalipun semakin hari usahanya kian meningkat dan keuntungan
semakin banyak9. Sebagaimana diketahui jual-beli berlangsung dengan ijab
dan qabul10
, adanya rukun jual-beli, dan syarat yang lainnya.11
7.Muhammad, & Lukman Fauroni, Visi Al Qur‟an Tentang Etika dan Bisnis, Jakarta
:: Salemba Diniyah, 2002, hlm. 2.
8Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, Bandung : PT Al Ma‟arif, a987, hlm. 43
9.ibid
10. Ijab adalah ucapan dari seorang penjual kepada pembeli sepert ucapan: Aku jual
baju ini seharga sekian, dan Qabul adalah jawaban dari seorang pembeli kepada penjual sepaerti
ucapan : Saya beli baju ini darimu dengan harga sekian.
11. Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqh
Islam, Jakarta : AMZAH, 2010, cet ke-1, hlm. 28.
5
Islam mensyari‟atkan jual-beli dengan wakil karena manusia
membutuhkannya. Tidak semua manusia berkemampuan untuk menekuni
segala urusannya secara pribadi. Ia membutuhkan kepada pendelegasian
mandat orang lain untuk melakukannya sebagai wakil darinya.12
yaitu orang
menjalankan usaha sebagai perantara, yakni perantara antara penjual dan
pembeli untuk melaksanakan transaksi jual-beli. Dalam kitab Tajul-Arus
disebutkan : “yaitu orang yang disebut sebagai penunjuk : ia menunjukkan
pembeli mengenai komoditi (barang), dan menunjukkan kepada penjual
patokan harga”.13
Atas jasanya tersebut ia mendapat upah, diriwayatkan oleh
Ibnu Umar ra, bahwa Nabi SAW, bersabda :
ع ع ١ع اهللص اهلل يعس ب : أع اهلل ظس شع اثع ب
جشخب ٠ شؽشث شج١خ أ ) عسصأ شش ب (زفك ع١
Artinya : “Diriwayatkan dari ibnu Umar ra, katanya : Sesungguhnya
Rasulallah SAW, pernah memberikan pekerjaan kepada penduduk
khaibar dengan upah separuh dari apa yang dikerjakan seperti
buah buahan atau tanaman.” (Muttafaqa „alaih)14
Masih banyak hadist lain yang berkenaan dengan perihal
memperkerjakan orang guna melangsungkan jual-beli. Makelar atau
katakanlah perantara dalam perdagangan yang menjembatani penjual dan
pembeli, di zaman kita ini sangat penting artinya dibanding dengan masa-
masa yang telah lalu, karena terikatnya perhubungan perdagangan antara
12
. Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, Bandung : PT Al Ma‟arif, 1987, hlm. 55
13. Abdullah Bin Muhammad Ath-Thayyar, et al. Ensiklopedi Faqih Muamalah
Dalam Pandangan 4 Madzhab, Yogyakarta : Maktabah Al Hanifah, 2009, cet ke-1 hlm. 83.
14. Al-Imam Al-Fadl Ahmad ibnu Ali ibnu Khajar Al Asyqolani, Buluhul Maram,
Beirut : Darul Al Fikr, 1419H/1998M, hlm. 160.
6
pedagang kolektif15
dan pedagang perorangan. Sehingga Makelar dalam hal
ini berperanan sangat penting.16
Dalam hal ini seorang Makelar adalah orang yang bertindak sebagai
penghubung antara 2 (dua) belah pihak yang berkepentingan17
pada
praktiknya lebih banyak pada pihak-pihak yang akan melakukan jual-beli.
Dalam hal ini makelar bertugas untuk menjembatani kepentingan antara pihak
penjual dan pembeli. Namun pada praktik kinerjanya di lapangan banyak
berbagai bentuk cara kerja dari seorang Makelar. Dari yang ingin untung
sendiri dengan mengorbankan kepentingan salah satu pihak dan tidak
bertanggungjawab atas risiko yang mungkin terjadi, sampai yang profesional
dengan benar-benar menjembatani kepentingan pihak-pihak yang di
hubungkan dan dapat di pertanggungjawabkan.18
Berangkat dari hal tersebut diatas dan pra riset yang telah dilakukan,
penulis tertarik pada makelar yang ada di desa Keboledan Wanasari Brebes,
kaitannya dengan jual-beli Bawang Merah yang mana seorang makelar
mempunyai peran aktif dalam memasarkan barang (bawang merah) terebut,
baik dalam bidang menerima pesanan, penawaran harga, sampai pada
perolehan laba dari hasil negosiasi transaksi bawang merah. Biasanya dalam
posisi seorang makelar itu adalah sebagai penghubung antara kedua belah
15
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kolektif adalah secara bersama; secara
gabungan.
16. Lihat, luk.staff.ugm.ac.id/kmi/islam/Qardhawi/Halal/4023.html.
17. Departemen pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Jakarta :
Balai Pustaka, 1991, hlm. 618.
18http://bisniukm.com/bisnis-makelar-peluang-usaha-potesial-html
7
pihak, baik pihak penjual dan pihak pembeli. Dan dari jasanya itulah,
perantara atau Makelar tersebut mendapatkan upah atas jasa tenaganya, dari
masing-masing pihak yaitu penjual dan pembeli, hal tersebut sesuai dengan
kadar usahanya dalam mencarikan bawang merah, dan usaha yang dilakukan
oleh seorang Makelar ketika mencarikan barang (bawang merah) itu
berpengaruh terhadap perolehan upah yang didapat dari seorang pemesan,
bila ia (makelar) berhasil dalam mencarikan bawang merah maka ia
mendapatkan upah, jika sebaliknya yaitu tidak berhasil mendapatkan barang
(bawang merah) maka ia tidak berhak mendapatkan upah, adapun ketika
seorang makelar itu mendapatkan upah, padahal ia (makelar) tidak
mendapatkan bawang merah yang di janjikan hal yang demikian ini karena
atas dasar hiba atau sejuamlah uang yang diberikan atas dasar kerelaan bukan
upah yang di janjikan dari pembeli dan penjual.19
Dengan demikian, penting
kiranya penulis melakukan penelitian dan membahas permasalahan yang
timbul dan mengkaji masalah yang berjudul : TINJAUAN HUKUM ISLAM
TERHADAP PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH :
Study Kasus di Desa Keboledan Wanasari Brebes. Yang menurut penulis
belum pernah di kaji oleh orang lain.
19
Hasil pra riset tanggal 2 Februari 2011.
8
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi
pokok atau titik permasalahan dari skripsi ini adalah :
1. Bagaimana praktek makelar dalam proses jual-beli bawang merah di
Desa Keboledan Wanasari Brebes?
2. Bagaimana bentuk akad dalam praktek makelar jual beli bawang
merah di Desa Keboledan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi
Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :
Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana praktek dari kinerja makelar dalam jual
beli bawang merah didesa keboledan
2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk akad dalam jual beli bawang
merah
Manfaat
1. Dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu muamalah
pada khususnya dan ilmu Hukum Islam (Fiqh) pada umunya, serta
dapat memberikan Khasanah keilmuan.
2. Untuk memberikan kemanfaatan guna menambah informasi tentang
luasnya ilmu muamalah, khususnya ilmu yang berkaitan dengan
masalah akad dalam transaksi, serta dijadikan sebagai bahan koreksi
guna penelitian selanjutnya agar lebih terarah.
9
D. Telaah Pustaka
Dari hasil membaca telaah hasil penelitian yang ada, sebenarnya
kajian dan pembahasan mengenai jual-beli menurut hukum Islam, sudah
banyak di lakukan oleh peneliti terdahulu. Sehingga bisa dikatakan sebuah
penelitian akan lebih teruji validitasnya dengan adanya penelaahan atas
penelitian terdahulu. Oleh karena itu, penulis perlu kiranya meneliti tentang
praktek Makelar dalam jual-beli Bawang Merah dalam segi hukum Islam.
Karya ilmiah yang dilakukan oleh saudari Anna Dwi Cahyani
(05380008) dengan judul “Jual-Beli Bawang Merah Dengan Sistem Tebasan
di Desa Sidapurna Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal (Sebuah Tinjauan
Sosiologi Hukum Islam)”. Hasil dari skripsi ini menyebutkan bahwa ; jual-beli
Bawang Merah dengan sistem tebasan jika di pandang dari segi hukum islam
adalah jual-beli yang seharusnya tidak dilakukan, karena jual-beli macam ini
memungkinkan terjadinya spekulasi dari pedagang dan pembeli, karena
kualitas dan kuantitasnya Bawang Merah belum tentu jelas keadaan dan
kebenaran perhitungannya, tanpa adanya penakaran atau penimbangan yang
sempurna, namun cara seperti ini sudah lazim dilakukan dan sudah menjadi
tradisi, juga karena masih terciptanya kepercayaan yang tinggi antara pihak-
pihak yang melakukan transaksi ini. Alangkah baiknya jual-beli ini dilakukan
dengan cara terlebih dahulu ditimbang sebelum dijual, agar jelas dalam
penakaran atau penimbangan.
Karya ilmiah yang kedua, yang dilakukan oleh Abdul Ghofur
(02205104) dengan judul; Tinjauan Hukum Islam Terhadap Gadai Motor
10
Melalui Makelar di Desa Gedung Driyorejo” dalam skripsi ini menjelaskan
bahwa praktek gadai motor melalui makelar yang ada di desa gedung driyono
sesuai dengan hukum islam karena pemberian kuasa dilakukan oleh orang
yang berhak dan tidak ada unsur penipuan, sedangkan akad yang dipakai
dalam gadai tersebut adalah akad Wakalah.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Eny Astuti (02003160).
Dengan judul “ Perspektif Hukum Islam Terhadap perikatan Dan kedudukan
Pejual langsung dalam direct selling Multilevel Marketing “ Berdasarkan
penelitian ini pula diperoleh hasil bahwa penjual-langsung yang bekerja
mempromosikan dan memasarkan produk kepada konsumen dalam direct
selling multilevel marketing memiliki kedudukan sebagai perantara penjualan,
ia bukanlah karyawan perusahaan sehingga tidak menerima gaji tetap, namun
memperoleh upah/kompensasi dari hasil penjualan yang dilakukannya sendiri
maupun dari hasil penjualan yang dilakukan downline yang direkrutnya.
Dalam terminology hukum Islam, ia disebut sebagai Simsarah. Dalam hal
kedudukan penjual-langsung sebagai simsar dalam sistem direct selling
multilevel marketing ini ada yang berpendapat bahwa akan terjadi mewakili
wakil/wakil atas wakil/perantara atas perantara/ makelar atas makelar/
syamsarah ala syamsarah, karena seorang penjual-langsung ini akan menarik
atau mengambil prosentase keuntungan dari penjual-langsung yang lain.
Praktek semacam ini dalam hukum Islam hukumnya haram. Namun demikian,
ada yang berpendapat pula bahwa apa yang terjadi pada sistem direct selling
multilevel marketing bukanlah distributor merekrut orang untuk menjadi
11
distributor bagi dirinya sendiri (tidak ada akad kerja antara distributor dengan
distributor). Atau merekrut orang menjadi distributornya distributor, akan
tetapi mereka mengajak orang lain untuk sama menjadi distributor dari
perusahaan tersebut, sehingga dalam hukum Islam dibolehkan.
Selanjutnya, dari hal-hal di atas masalah yang berkaitan langsung
tentang judul skripsi yang penulis buat yaitu : “TINJAUAN HUKUM ISLAM
TERHADAP PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH :
Study Kasus di Desa Keboledan Wanasari Brebes” bahwa dalam skripsi ini
penulis akan membahas hal tersebut secara spesifik perihal praktek makelar
terhadap pengaruh dari upah, berkaitan dengan jasa yang di berikan kepada
seorang penjual dan pembeli bawang merah dan akadnya.
E. Metode Penelitian Skripsi
Penulisan skripsi ini didasarkan pada penelitian lapangan di Desa
Keboledan, maka penulis melakukan penelitian terhadap obyeknya dan
berinteraksi langsung dengan sumber data20
. Sehingga penulis dituntut untuk
aktif terhadap masalah yang kemungkinan terjadi dilokasi penelitian. langkah
yang harus penulis lakukan didalam penelitian ini, dan tujuan dari penelitian
adalah guna mendapatkan data maka yang di lakukan penulis yakni:
1. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder :
20
Sugiono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:
Alfabeta, 2008, cet ke-4, hlm. 11
12
a. Data primer; yaitu data yang berasal langsung dari sumber data yang
dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan
permasalahan yang di teliti.21
Hal ini, penulis mengambil data primer
melalui para pihak yang melakukan transaksi jual beli bawang merah,
baik dari pihak calo atau makelar (sebagai perantara), penjual dan
pembeli.
b. Data sekunder; yaitu data yang tidak didapat secara langsung oleh
peneliti22
. Pada bagian ini penulis mengambil data sekunder dari
laporan-laporan, buku-buku, jurnal penelitian, artikel, internet, dan
majalah ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data penulis melakukan beberapa macam
hal atau teknik supaya data yang di dapat sesuai dengan peristiwa apa
yang sebenarnya terjadi, diantaranya sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian melalui pengamatan23
. Pada tahap ini
adalah tahap pertama yang penulis gunakan, sebagai bahan untuk
obyek yang akan di teliti di Desa Keboledan yaitu transaksi makelar.
21
Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo
Semarang, 2008, hlm. 21
22 Ibid
23. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif : komunikasi, ekonomi, kebijakan publik,
dan ilmu social lainnya, Jakarta : kencana, 2009, cet ke-3 hlm. 115.
13
Oleh karena tahap ini adalah dasar dari sebuah penelitian maka
penelitian dalam observasi ini antara lain :
1. Observasi tidak Berstruktur
Adalah observasi dilakukan tanpa menggunakan buku pedoman
(guide) observasi.24
Hal ini dimaksudkan, untuk mencari kejelasan
agar observasi selanjutnya berstruktur
2. Observasi tersetruktur
Adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang
apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya.25
Pada
bagian ini penulis mendalami kembali secara sistematis, dengan
cara terlibat secara langsung pada obyek yang dikaji, sehingga data
yang didapat lebih relefan.
b. Wawancara
Adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan
oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara yaitu yang memberi jawaban atau pertanyaan itu atau
yang di ajukan.26
Metode ini akan penulis gunakan untuk memperoleh
keterangan dan penjelasan mengenai praktek dari Makelaran, serta
keterangan lain menyangkut judul skripsi ini.
24
Ibid, hlm. 116
25Sugiono, op cit, hlm.146
26Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosda
Karya, 2007, hlm. 186
14
c. Dokumentasi
Adalah serangkain kegiatan yang dilakukan penulis dengan cara
pengumpulan beberapa informasi tentang data dan fakta yang
berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian, baik dari sumber
dokumen yang dipublikasikan, atau tidak dipublikasikan, buku-buku,
jurnal ilmiah, koran, majalah, website dan lain-lain.27
Metode ini
penulis lakukan guna mendapatkan data pendukung mengenai
transaksi jual-beli dengan perantara makelar di desa Keboledan
kecamatan Wanasari kabupaten Brebes.
3. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan upaya untuk mencari dan menata
secara sistematis data yang terkumpul untuk meningkatkan pemahaman
penulis tentang kasus yang di teliti dan mengkajinya sebagai temuan
bagi orang lain.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan analisis
campuran yaitu deskriptif dan komparatif. Analisis deskriptif
(descriptive analisys) yang bertujuan memberikan deskripsi mengenai
subyek penelitian berdasarkan data yang diperoleh dari subyek yang
diteliti. Skripsi ini merupakan bentuk penelitian kualitatif, adapun
penelitian kualitatif ini memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip
umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam
kehidupan manusia atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala budaya
27
Tim penyusun pedoman penulisan skripsi, Op.cit. hlm. 26
15
dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan
untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku28
.
Analisis komparatif, yakni membandingkan antara dua
pemikiran tokoh, atau dua pendapat tokoh hukum islam yang berkenaan
dengan produk fiqh29
.
F. Sistematika penulisan Skripsi
Untuk memberikan gambaran pembahasan yang jelas dalam
penulisan skripsi ini, maka penulisan penelitian ini disusun secara sistematis,
yang masing masing bab mencerminkan satu kesatuan yang utuh dan
takterpisahkan yaitu, sebagai berikut :
BAB I : sebagai pendahuluan, dalam bab ini penulis abstrksikan
pokok pokok permasalahan yang akan di bahas dalam skripsi ini, sehingga
dalam pembahasan selanjutnya dapat terarah sesuai dengan sistematika yang
benar. Adapun hal yang akan di sajikan adalah latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, telaah pustaka, metode
penelitian skripsi, serta sistematika penulisan skripsi.
BAB II : Pada bab ke dua ini dimaksudkan sebagai landasan teoritik
dalam pembahasan skripsi ini, adapun isi dari bab ini sebagai berikut ;
pengertian dan dasar hukum jual beli. Rukun dan syarat jual-beli, Macam
macam jual beli, jual beli yang tidak dibolehkan, dan definisi makelar.
28
. Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 2001, cet
ke-3, hlm 20-21
29 Tim penyusun pedoman penulisan skripsi, loc cit., hlm.14
16
BAB III : Dalam bab ini penulis akan menjelaskan atau
mendiskripsikan praktek transaksi dari makelar yang penyajian datanya
meliputi ; keadaan masyarakat Desa Keboledan, praktek jual beli bawang
merah melalui jasa makelar di Desa Keboledan Wanasari Brebes hal ini
meliputi; tugas dan faktor serta gambaran umum dan praktek makelar secara
rinci, terakhir adalah bentuk akad dalam jual beli bawang merah melalui jasa
makelar.
BAB IV : karena pada bab ini adalah analisis maka pembahasannya
meliputi : analisis Hukum Islam terhadap praktek penggunaan jasa makelar
dalam jual beli bawang merah, dan analisis Hukum Islam terhadap akad jual
beli melalui jasa makelar.
BAB V adalah bab penutup, berupa kesimpulan yang di ambil dari
keseluruhan uraian yang ada dalam skripsi ini dan juga memuat saran-saran
serta penutup.
17
BAB II
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SEWA MENYEWA
(IJARAH)
A. Pengertian Dan Dasar Hukum Sewa Menyewa (Ijarah)
1. Pengertian Ijarah
Al Ijarah berasal dari kata Al Ajru yang berarti Al Iwadhu (ganti).
Dari sebab itu Ats Tsawab (pahala) dinamai Ajru (upah).30
Secara
etimologi ijarah berasal dari ajara ya juru yang berarti upah yang kamu
berikan dalam suatu pekerjaan.31
Menurut pengertian syara, Al Ijarah ialah “sesuatu jenis akad
untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian”.32
Adapun ijarah
secara terminologi adalah transaksi atas suatu manfaat yang mubah yang
berupa barang tertentu atau yang dijelaskan sifatnya dalam tanggungan
dalam waktu tertentu, atau transaksi atas suatu pekerjaan yang diketahui
dengan upah yang diketahui pula.
Definisi tersebut dapat dijelaskan pertama, transaksi adalah ijab
dan qabul yang mengungkapkan kehendak al-muta‟aqidain (dua pihak
yang melakukan transaksi) dan keterikatan keduanya dengan cara yang
disyari‟atkan yang tampak pengaruhnya di tempat transaksi. Kedua, atas
suatu manfaat, yakni tidak termasuk barang karena transaksi atas suatu
30
Sayyid Sabiq 13, ibid, hlm. 7
31Ath-Thayyar, ibid, hlm. 311
32Sayyid Sabiq 13, op.cit
17
18
barang tidak disebut ijarah, tetapi disebut jual-beli. Ketiga, yang mubah,
yakni pembatasan dari transaksi atas manfaat yang haram, seperti zina,
menyanyi, dan sesuatu yang diharamkan lainnya. Keempat, tertentu
(diketahui) yakni membetasi dari manfaat yang tidak diketahui karena
tidak sah transaksi atasnya.33
Ijarah sesungguhnya merupakan transaksi yang memperjual-
belikah manfaat suatu harta benda. Transaksi ijarah merupakan salah satu
bentuk kegiatan muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Adapun definisi ijarah yang disampaikan
oleh kalangan fuqaha antara lain sebagai berikut:
لبي اسف١خ اال٠دبس عمذع ابفع ثعض عشف اشبفع١خ ا١دبس عمذع
لبي لبثخ ازجبري االثبزخ ثعض ع. فع مصدح عخ جبزخ
ابى١ اال٠دبس ر١ه بفع ش١ئ جبزخ ذح عخ ثعض. ثث ره لبي
اسبثخ
Artinya : menurut fuqaha Hanafiyah, ijarah adalah akad atau transaksi
terhadap manfaatdengan imbalan. Menurut Fuqaha
Syafi‟iyah, ijarah adalah transaksi terhadap manfaat yang
dikehendaki secara jelas harta yang bersifat mubah dan dapat
dipertukarkan denngan imbalan tertentu. Munurut Fuqaha
Malikiyah dan Hanabilah, ijarah adalah pemilikan manfaat
suatu harta benda yang bersifat mubah selama periode waktu
tertentu dengan suatu imbalan.34
Berdasarkan definisi diatas, maka akad al-ijarah tidak boleh
dibatasi oleh syarat. Akad al-ijarah juga tidak berlaku pada pepohonan
33
Ath-Thayyar, op.cit, hlm. 312
34Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2002, hlm. 181-182
19
untuk diambil buahnya, karena buah itu sendiri adalah materi, sedangkan
akad ijarah itu hanya ditujukan pada manfaat. Demikian juga halnya
dengan kambing, tidak boleh dijadikan sebagai objek ijarah untuk diambil
susu atau bulunya, karena susu dan bulu kambing termasuk materi. Jumhur
fuqaha juga tidak membolehkan air mani hewan ternakpejantan, seperti
unta, sapi, kuda, dan kerbabu, karena yang dimaksudkan dengan hal itu
adalah mendapatkan keturunan hewan, dan mani itu sendiri adalah
materi.35
Manfaat, terkadang berbentuk manfaat barang, seperti rumah
untuk ditempati, atau mobil untuk dinaiki (dikendarai). Dan terkadang
berbentuk karya, seperti kaerya seorang insinyur, pekerja bangunan,
tukang tenun, penjahit dan tukang binatu. Terkadang manfaat itu
berbentuk sebagai pekerja pribadi seseorang yang mencurahkan tenaga,
seperti khadam (bujang) dan para pekerja.
Pemilik yang menyewakan manfaat disebut mu‟ajir (orang yang
menyewakan). Pihak lain yang memberikan sewa disebut musta‟jir (orang
yang menyewa atau penyewa). Dan sesuatu yang diakadkan untuk diambil
manfaatnya disebut ma‟jur (sewaan). Sedangkan jasa yang diberikan
sebagai imbalan manfaat disebut ajran atau ujrah (upah).
Manakala akad sewa menyewa telah berlangsung , penyewa
sudah berhak mengambil manfaat. Dan orang yang menyewakan berhak
35
Nasrun Harooen, op.cit, hlm. 229
20
pula mengambil upah, karena akad ini adalah mu‟awadhah
(penggantian).36
2. Dasar hukum sewa menyewa (ijarah)
Dasar hukum pensyariata ijarah atas manfaat yang mubah adalah
berdasarkan al Qur‟an, Hadist, dan Ijma sebagai berikut :
a. Dasar al-Qur‟an
س أخ فآر ى أسظع فئ
Artinya :“kemudian jika mereka menyusukan (anak-anakmu)
untukmu, maka berikanlah pada mereka upahnya” (QS.
Ath-Thalaq 6)37
Dalil yang bisa diambil dari ayat ini adalah menyusui anak tanpa
disertai akad merupakan pemberian cuma-cuma yang tidak
mengharuskan imbalan. Karena yang mewajibkan adanya imbalan
dalam praktik tersebut hanyalah pengucapan akad secara jelas.38
Dan selanjutnya
٠مغ ف اس١ح اذ١ب ا ع١شز بث١ لغ ذ سثه س سز
ب ٠شخب عععث ععث زخز١ بدخسد طعث قف ععبثعفس
ع ب ٠د ذ سثه خ١ش سز
Artinya : Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami
telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia dan kami telah meninggikan sebagian mereka
36
Sayyid Sabiq 13, op.cit, hlm.7-8
37Departemen Agama RI, ibid, hlm. 946
38Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i Mengupas Masalah Fiqhiyyah Berdasarkan
Al-Qur‟an dan Hadits 2, Jakarta : Almahira, 2010
21
atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian
mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.dan rahmat
Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS,al-
Zukhruf 32)39
b. Dasar Hadist
اهلل عبئشخ سظ اهلل ع١ ع لبذ ج صا جب صع ع
شخؤزاع ث اذ٠ بخس شى ثثأسعي اهلل ص اهلل ع١ ع
بد٠ب خش٠زب ع د٠ وفبس لش٠ش فذفعب إ١ ساززب اعذا
( سا اجخبسثالس )غبسثعذ ثالس ١بي فؤربب ثشازز١ب صجر
Artinya : Dari Aisyah ra, istri Nabi SAW, ia berkata; “Rasulallah SAW
dan Abu Bakar mengupah seorang laki-laki dari bani al-dayl
sebagai petunjuk jalan, sementara ia seorang kafir Quraisy.
Nabi dan Abu Bakar menyerahkan kendaraan mereka
kepadanya (untuk dibawa) dan berjanji bertemu digua Tsur
tiga hari kemudian, laki-laki tersebut datang membawa
kendaraan keduanya pada subuh hari ketiga” (HR. Al-
Bukhari)40
c. Dasar Ijma
Mengenai disyariatkannya ijarah, semua umat bersepakat
tidak seorang pun ulama yang membantah kesepakatan (ijma) ini,
sekalipun ada beberapa orang dari mereka yang berbeda pendapat, akan
tetapi hal itu tidak dianggap.41
Selain dalil naqli diatas, kebutuhan manusia mendesak
terhadap manfaat tempat tinggal, kendaraan, pelayanan, peralatan dan
39
Departemen Agama, al-Qur‟an dan Terjemahannya, op cit, hlm. 798.
40Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibni Al-Mughirah
Bardazabah Al-Bukhari Al-Ja‟fi, Shahih al-Bukhari, Bairut : Darul Al-Fikr, 1419H/2005M, hlm.
790
41Sayiid Sabiq, pe.cit, hlm.11
22
sebagainya mendorong adanya akad ijarah, sama halnya benda. Ketika
jual-beli benda diperbolehkan, tentu akad ijarahpun ddiperbolehkan
juga, sebagaimana diperbolehkannya akad salam dan akad gharar
lainnya.42
B. Rukun Dan Syarat Ijarah
Rukun ijarah ada empat, yaitu dua belah pihak yang melakukan
akad, shighah ijarah, imbalan (ujrah), dan hak pakai (manfaat). Sedangkan
mengenai syaratnya sebagai beriku;
1. Dua belah pihak yang melakukan akad
Pihak pertama disebut orang yang menyewakan (mu‟jir) dan pihak
kedua disebut (mustajir).43
Kaduanya harus memenuhi persyaratan yang
berlaku bagi penjualdan pembeli. Diantaranya mereka harus cakap, artinya
masing-masing pihak sudah baligh dan mampu menata agama dan
mengelola kekayaan dengan baik. Dengan demikian ijarah yang dilakukan
oleh anak-anak meskipun dia telah memiliki pengetahuan tentang itu,
orang gila, dan orang yang dicekal untuk memmbelanjakan hartanya
bodoh, meskipun akad tersebut mendatangkan keuntungan, hukumnya
tidak sah.
Persyaratan berikutnya adalah mu‟jir mampu menyerahkan
manfaat barang. Karena itu, tidaksah hukumnya menyewa barang
ghashaban kepada orang yang tidak mampu mengambil alih barang
42
Wahbah Zuhaili, op.ciit, hlm. 39
43Untuk selanjutnya, redaksi menggunakan mu‟jir dan mustajir
23
tersebut setelah kesepakatan akad. Begitu pula, tidak sah menyewakan
tanah gersang untuk bercocok tanam, yaitu tanah yang tidak bisa menyerap
air, baik air hujan musiman atau lelehan air salju dari atas bukit. Hukum
barang yang tidak boleh disewakan karena larangan syar‟i sama dengan
laranga yng bersifat kongkret, seperti yang telah disebutkan sebelunya.44
2. Shighah ijarah
Yaitu ijab dan qabul sebagai manifestasi dari perasaan suka
sama suka, dengan catatan keduanya terdapat kecocokan atau kesesuaian.
Qabul diucapkan selesai pernyataan ijab tanpa jeda, seperti halnya denga
jual-beli. Contoh pernyataan ijab dan qabul misalnya mu‟jir mengucapkan,
„aku sewakam bejana ini kepadamu” atau “aku serahkan hak pakai barang
ini kepadamu selama setahun dengan uang sewa sekian” lalu penyewa
berkata “aku terima” atau “aku sewa”.
Menurut pendapat ashah, ijarah sah dengan ucapan, “ aku
menyewakan manfaat barng ini kepadamu”, dan tidak sah dengan redaksi,
“aku jual manfaat ini kepadamu” karena istilah „jual-beli” digunaka untuk
mengalihkan hak kepemilikan atas barang, tidak berlaku dalam pengalihan
manfaat. Sebaliknya jual-beli pun tidak sah dengan redaksi ijarah,
sementara itu kata “membeli” sama denga kata “menjual”.45
44
Ibid, hlm. 40
45Ibid, hlm. 41
24
Jika muta‟aqidain mengerti maksud lafal shighah maka ijarah
telah sah, karena syar‟i tidak membatasi lafal transaksi. Tetapi hanya
menyebutkan secara umum.46
3. Imbalan (ujrah)
Dalam hal sewa-menyewa barang yang berwujud (ijarah ain),
disyaratkan upah harus diketahui jenis, kadar, dan sifatnya, layaknya harga
dalam akad jual-beli. Karena ijarah merupakan akad yang berorientasi
keuntungan, yaitu tidak sah tanpa menyebutkan nilai kompensasi layaknya
jual-beli. Oleh karena itu, para ulama sepakat menyatakan bahwa khamer
dan babi tidak boleh menjadi upah dalam akad ijarah, karena kedua benda
itu tidak bernilai harta daalam islam.47
Adapun imbalan tersebut berupa barang yang berwujud,
musta‟jir cukup dengan melihatnya,meskipun itu diperuntukan untuk
kompensasi manfaat tertentu atau dalam brntuk tanggungan, sementara itu
menyewa manfaat suatu barang dengan imbalan manfaat sejenis atau
berbeda hukuimnya boleh, sebab manfaat dalam akad ijarh setatusnya
sama dengan barang. Dan barang boleh diprperjual-belikan dengan barang
sejenis, sama dengan manfaat.
Uang sewa menjadi hak milik mu‟jir yang dilindungu hukum
dan sepanjang waktu, begitu akad ijarah disepakati. Artinya ketika masa
persewaan sudah habis, kompensasi tersebut tetap menjadi haknya. Jadi
46
Ath-Thayyar, pe.cit, hlm. 317
47Nasrun Haroen, ibid, hlm. 235
25
kepemilikan mu‟jir atas uang tersebut sebagai hasi penyewaan barang
telah berkekuatan hukum.48
4. Hak pakai (manfaat)
Manfaat barang yang di sewakan, seperti rumah misalnya, harus
memenuhi beberapa syarat, baik sewa-menyewa itu secara langsung
maupun dalam tanggungan, beberapa syarat tersebut sebagai berikut;
Pertama, manfaat barang memiliki nilai ekonomisyang layak
mendapatkan imbaalan sebagai kompensasi penyewaan. Misalnya seperti
mengontrakan rumah sebagai tempat tinggal, dan meminjamkan minyak
kesturi atau jenis parfum untuk dihirup aromanya.
Berdasarkan syarat diatas maka menyewakan satu buah apel
untuk dihirup aromanya hukumnya tidak sah, karena aroma satu buah apel
aromanya hambartidak bisa digunakan sebagai parfum. Buah apel status
hukumnya sama seperti biji gandum dalam akad jual-beli. Jika apel
tersebut berjumlah sangat banyak, ia sah disewakan karena mempunyai
nila ekkonomis yaitu aroma yang wangi.
Penyewaan jasa makelar untuk menarik minat pembeli,
hukumnya tidak sah, meskipun dapat mempercepat barang dagangan laku,
karena perkataan tidak mempunyai nilai ekonomis.49
Kedua, manfaat barang yang disewakan tersebut mubah
menurut syara, jadi tidak sah menyewakan manfaat yang dilarang oleh
agama, seperti menyewakan jasa penari yang diharamkan, menyewakan
48
Ibid, hlm. 42
49Ibid, hlm. 43
26
kedai untuk pesta minuman minuman kerasdan narkoba atau sejenisnya,
atau mengangkut minuman bukan untuk di musnakan.50
Ketiga, objek ijarah dapat diserah terimakan dan dimanfaatkan
secara langsung dan tidak ada cacat yang menghalangi fungsinya. Tidak
dibenarkan transaksi ijarah atas harta benda yang masih dalam penguasaan
pihak ke tiga.51
Keempat, manfaat diketahui oleh kedua belah pihak yang
mengadakan akad, meskipun sekilas. Masing-masing pihak mengetahui
manfaat barang yang disewakan dari sisi fisik, sifat, dan kadarnya. Karena
itu, menyewakan salah satu dari rumah, dua kedai, atau dua macam
barang, hukumnya tidak sah, begitu pula menywakan barang yang tidak
terlihat danmenyewakna tanpabatas waktu, kecuali masuk toilet umum,
hukumnya boleh mennurut ijma ulama.
Kelima, pemanfaatan barang sewaan dibatasi dengan jangka
waktu tertentu, akad ijarah menggunakan jangka waktu yang tidak jelas
hukumnya tidak sah. Misalnya mu‟jir berkata, “tempatilah rumah ini
selama kamu suka”, “tanamilah tanah ini” atau dirikanlah bangunan
diatasnya” sebab, ketidaksahan memicu perselisihan.
Keenam, mustajir belum mengambil manfaat barang tersebut.
Ketujuh, objek ijarah adalah manfaat barang itu sendiri.52
50
Ibid,
51Ghufron A. Mas‟adi, op.cit, hlm. 184
52Wahbah Zuhaili, op.cit, hlm. 44
27
Ketuju persyaratan diatas haruslah dipenuhi dalam setiap ijarah
yang mentransaksikan manfaat hartaa benda. Adapun ijarah yang
mentransaksikan suatu pekerjaan atas seorang pekerja atau buruh
memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut ini
Pertama. Perbuatan tersebut harus jelas batas waktu pekerjaan,
misalnya bekerja menjaga rumah satu malam, atau satu bulan. Dan harus
jelas jenis pekerjaannya, misalnya pekerjaan menjahit baju, memasak,
mencuci dan lain sebagainya. Dalam hal yang disebutkan terakhi ini tidak
disyaratkan adanya batas waktu pengerjaannya.
Pendek kata, dalam hal ijarah pekerjaan, diperlukan adanya job
diskription (uraian pekerjaan). Tidak dibenarkan mengupah seseorang
dalam periode waktu tertentu dengan krtidak jelasan pekerjaan. Sebab ini
cenderung menimbulkan tiindakan kesewenag-wenangan yang
memberatkan pihak pekerja. Seperti yang dialami oleh pembantu rumah
tangga dan pekerja harian. Pekerjaan yang harus mereka lakukan bersifat
tidak jelas dan tidak terbatas. Seringkali mereka harus mengerjaka apa saja
yang diperintahkan bos atau juragan.
Kedua, pekerjaan yang menjadi objek ijarah tidak berupa
pekerjaan yang telah menjadi kewajiban pihak mustajir (pekerja) sebelum
terjadi akad ijarah, seperti kewajiban membayar hutang, mengembalikan
pinjaman, menyusui anak dan lain sebagainya. Demikian pula tidak sah
mengupah perbuatan ibadah seperti shalat, puasa dan lain-lain.
Sehubungan dengan prinsip ini terdepat perbedaan pendapat mengenai
28
ijarah terhadap pekerjaan seorang muadzin (juaru adzan) imam, dan
pengajar ala qur‟an, memandikan jenazah. Menurut fuqaha Hanafiyah dan
Hanabilah tidak sah. Alasan mereka perbuatan tersebut tergolong
pendekatan diri (taqarrub) kepa Allah SWT.53
C. Sifat dan Macam macam Ijarah
a. Sifat Ijarah
Pada asalnya, transaksi ijarah mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat. Oleh karena itu, masing-masing muta‟aqidain (dua pihak yang
melakukan transaksi) tidak boleh membatalkan secara sepihak kecuali ada
hal-hal yang merusak transaksi yang telah mengikat, seperti adanya aib,
hilangnya manfaat, dan lain-lain. Demikian ini pendapat para mayoritas
ulama.54
Pendapat ini berdasarkan firman Allah ta‟ala.
فأ ثبعمد ا أ ءا ب از٠ ٠ؤ٠
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-qaqd itu (QS.
Al-Maidah 1)55
b. Macam macam Ijarah
Dilihat dari objeknya, akad ijarah dibagi para ulama fiqh kepada
dua macam, yaitu yang bersifat manfaat dan yang bersifat pekerjaan (jasa).
Ijarah yang bersifat manfaat, umpamanya adalah sewa-menyewa rumah,
toko, kendaraan, pakaian dan perhiasan. Apabila manfaat itu yang
53
Ghufron A. Mas‟adi, pe.cit, hlm185-186
54Ath-Thayyar, pe.cit, hlm. 319
55Depatemen Agama RI, op.cit, hlm. 156
29
dibolehkan oleh syara‟ untuk dipergunakan, maka para ulama fiqh sepakat
boleh dijadikan objek sewa-menyewa.
Ijarah yang bersifat pekerjaan adalah dengan cara
mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijarah seperti
ini, menurut para ulama fiqh, hukumnya boleh apabila jinis pekerjaan itu
jelas, seperti buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik, dan tukang
sepatu.56
D. Pembatalan dan Berahirnya Ijarah
Ijarah adalah jenis akad lazim, yang salah satu pihak yang berakad
tidak memiliki hak fasakh, karena ia merupakan akad pertukaran, kecuali jika
didapati hal yang mewajibkan fasakh, seperti dibawah ini.
Ijarah tidak menjadi fasakh dengan matinya salah satu yang berakad
sedangkan yang diakadkan selamat. Pewaris memegang peranan warisan,
apakah ia sebagai pihak mu‟ajir atau musta‟jir. Dan tidak menjadi fasakh
dengan dijualnya barang yang disewakan untuk pihak penyewa atau lainnya,
dan pembeli menerimanya jika ia bukan sebagai penyewa sesuadah
berakhirnya masa ijarah.
Ijarah menjadi fasakh (batal) dengan hal, sebagai berikut :
1. Terjadi aib pada barang sewaan yang kejadiannya di tangan penyewa atau
terlihat aib lama padanya.
2. Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah dan hewan yang menjadi
(ain)
56
Nasrun Haroen, pe.cit, hlm. 236
30
3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma‟jur alaih) seperti baju yang
diupahkan untuk dijahitkan, karena akad akad tidak mungkin terpenuhi
sesudah rusaknya (barang)
4. Terpenuhinya barang yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan, atau
berakhirnya masa, kecuali jika terdapat uzur yang mencegah fasakh.
Seperti jika pada ijarah tanah pertanian telah berahir sebelum tanaman
dipanen, maka ia tetap berada ditangan penyewa sampai selesai masa
panen, sekalipun terjadi pemaksaan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya bahaya (kerugian) pada pihak penyewa, yaitu mencabut
tanaman sebelum waktunya.
5. Penganut mazhab hanafi berkata ; “boleh memfasakh ijarah, karena
adanya uzur sekalipun dari salah satu piha. Seperti orang yang
menyewakan toko untuk berdagan, kemudian hartanya terbakar atau dicuri
atau di rampas atau bangkrut, maka ia berhak memfasakh ijarah.57
E. Makelar
Menurut kamus besar bahasa Indonesia makelar adalah perantara
perdagangan (antara penjual dan pembeli) yaitu orang yang menjualkan barang
atau mencarikan pembeli, untuk orang lain dengan dasar mendapatkan upah
atau komisi atas jasa pekerjaannya.58
57
Sayyid Sabiq, loc.cit, hlm. 28-29
58Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi
Kedua, Jakarta : Balai Pustaka, 1991, hlm. 618
31
Sedangkan makelar dalam bahasa Arab disebut samsarah yang berarti
perantara perdagangan atau perantara antara penjual dan pembeli untuk
memudahkan jual-beli.59
Lebih lanjut Samsarah adalah kosakata bahasa Persia
yang telah diadopsi menjadi bahasa Arab yang berarti sebuah profesi dalam
menengahi dua kepentingan atau pihak yang berbeda dengan kompensasi
berupa upah (uj‟roh) dalam menyelesaikan suatu transaksi. Secara umum
samsarah adalah perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang dan
mencarikan pembeli), atau perantara antara penjual dan pembeli untuk
memudahkan jual-beli.60
Menurut Sayyid Sabiq perantara (simsar) adalah
orang yang menjadi perantara antara pihak penjual dan pembeli guna
melancarkan transaksi jual-beli. Dengan adanya perantara maka pihak penjual
dan pembeli akan lebih mudah dalam bertransaksi, baik transaksi berbentuk
jasa maupun berbentuk barang. 61
Menurut Hamzah Yakub samsarah (makelar) adalah pedagang
perantara yang berfungsi menjualkan barang orang lain dengan mengambil
upah tanpa menanggung resiko. Dengan kata lain makelar (simsar) adalah
penengah antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual-beli.62
Jadi
pengertian diatas dapat disederhanakan, samsarah adalah perantara antara biro
jasa (makelar) dengan pihak yang memerlukan jasa mereka (produsen, pemilik
59
Masyfuk Zuhdi, Masailul Fiqhiyah, Jakarta : CV Haji Masagung, 1993, hlm. 122
60M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (fiqh muamalah), Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 289.
61Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 12, Bandung : PT al-Ma‟arif, 1996, hlm. 15
62Hamzah Yakub, Kode Etik Dagang Menurut Islam:Pola Pembinaan Hidup dalam
Berekonomian, Bandung : CV Diponegoro, 1992, hlm, 269.
32
barang), untuk memudahkan terjadinya tansaksi jual-beli dengan upah yang
telah disepakati sebelum terjadinya akad kerja sama.
Sedangkan Simsar adalah sebutan bagi orang yang bekerja untuk
orang lain dengan upah baik untuk keperluan untuk menjual maupun
membelikan. Sebutan ini juga layak dipakai untuk orang yang mencarikan
(menunjukkan) orang lain sebagai patnernya sehingga simsar tersebut
mendapatkan komisi dari orang yang menjadi patnernya.63
Al-simsar (jamak dari al-samsarah) adalah perantara antara penjual
dan pembeli, atau pedagang perantara yang bertindak sebagai penengah antara
penjual dan pembeli, yang juga dikenal sebagai al-dallah (penunjuk)64
. Al-
simsarah dari bahasa Arab, yang berarti juga tiga dallah yang baik yaitu orang
yang mahir. Pedagang sudah dikatakan al-samsarah pada masa sebelum islam
tetapi Rasul menyebut mereka al-tujjar.65
Terkait masalah ini ada pelarangan hadis yang berkenaan dengan
samsarah
عجبط اث ع أث١ ط ع ؼب ث شع ع ازذ زذثب غذد زذثب عجذا
٠زم اشوجب ا ع ص اهلل ع١ اج ب لبي اهلل ع سظ
ال٠ج١ع زبظش جبد لبي ال ب٠جع زبظش جبد لذ ٠باث ب ل عجبط
غبسا ع ٠ى
63
Sayyid Sabiq, op. cit, jilid 13, hlm. 27
64Penunjuk disini ialah ia menujukkan pembeli mengenai komoditi, dan menujukkan
kepada penjual patokan harga. Dengan demikian tidak ada perbedaan antara penunjuk(dallal) dan
makelar (samsarah)
65Abdullah bin muhammad at-thghyar, et al., loc.cit, hlm. 81.
33
Artinya :Musadad, Abdul Wahid dan Mu‟mar menceritakan dari Thuwas
dari Ayanya dan dari Ibnu Abbas ra, ia menceritakan : “Nabi SAW
tidak memperbolehkan/mencegah sekelompok orang desa oleh
orang kota yang hendak menjual barangnya ke kota, ia bertanya
kepada Ibnu Abbas apa yang di ucapkan oleh Nabi? Ibnu Abbas
menjawab; “orang kota tidak boleh menjual kepada orang desa. Ia
(Ibnu Abbas) berkata : adanya orang kota tidak boleh menjadi
perantara orang desa (HR. Al-Bukhari)66
66
Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibni Al-Mughirah
Bardazabah Al-Bukhari Al-Ja‟fi, Shahih al-Bukhari Kitab al-Buyu‟, Bairut : Darul Al-Fikr,
1419H/2005M, hlm. 52
34
BAB III
PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH
DI DESA KEBOLEDAN WANASARI BREBES
A. Keadaan Masyarakat Desa Keboledan
Kita tahu bahwa pemerintah yang terendah didalam struktur
pemerintahan dinegara kita adalah Desa, dalam pertumbuhannya menurut
sejarah menunjukan potensi dan kemampuan yang sangat besar bagi
Ketahanan Nasional pada seluruh kegiatan baik di bidang Ideologi, Politik,
Ekonomi, Sosial Budaya dan pertahanan keamanan.
Desa keboledan memiliki wilayah dan batas-batas yang didalamnya
ada sejumlah penduduk. Desa keboledan berada dalam wilayah kerja camat
yaitu Kecamatan Wanasari dan Kabupaten Brebes. Yang hal itu Desa
memiliki hak Otonom yaitu berhak mengatur dan mengurus masyarakatnya
sendiri, dan tidak bertentangan dengan pemerintaah diatasnya.67
Adapun mengenai profil dari masyarakat Desa Keboledan itu sendiri
terdiri dari tujuh poin yang diantaranya akan disebutkan sebagai berikut :
1. Luas Wilayah
Ditinjau dari wilayah, Desa Keboledan merupakan daerah dataran yang
rata dengan luas wilayah Desa adalah 144.430 Ha terdiri dari :
a. Lahan Sawah : 99,4 Ha
1) Irigasi tehnis : 95 Ha
67
Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD),Tahun anggaran 2010, hlm. 5
34
35
2) Irigasi setengah tehnis : 4,400 Ha
b. Lahan bukan Sawah : 45.030 Ha
1) Pekarangan /bangunan : 43,010 Ha
2) Jalan, sungai dan kuburan : 2,020 Ha
2. Batas Wilayah
Desa Keboledan berbatasan dengan desa tetangga yaitu :
a. Sebelah Utara : Desa Kupu
b. Sebalah Selatan : Desa Klampok
c. Sebelah Barat : Desa Sidaon Kec. Bulakamba
d. Sebelah Timur : Desa Pesantunan
3. Keadaan Geografis dan Topografi Desa
a. Ditinjau dari geografis, desa Keboledan merupakan daerah dataran,
dengan tinggi permukaan air laut kurang lebih 5 M. Dengan permukaan
tersebutlah, maka tanahnya sangat berpotensi dan produktif terutama
untuk daerah pertanian bawang merah.
b. Ditinjau dari Topografi, desa Keboledan merupakan bagian dari
wilayah Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes.68
4. Orbitasi (jarak dari pusat pemerintah)
a. Jarak ke Ibukota kecamatan : 1 km
b. Jarak ke Ibukota Kabupaten : 4 km
c. Jarak ke Ibukota Propinsi : 175 km
d. Jarak ke Ibukota Negara : 350 km
68
. ibid, hlm.7
36
e. Kendaraan umum ke ibukota kecamatan terdekat : Angdes
f. Kendaraan umum ke ibukota kabupaten terdekat : Angdes
5. Jumlah Dusun/ Lingkungan, RW dan RT
Desa keboledan terdiri dari :
a. Pembagian wilayah
1) Jumlah RT/RW : 32/2
2) Jumlah dusun : 1 (karang anyar)
b. Data profil desa
1) Status : Berkembang
2) Potensi : Tinggi
3) Klasifikasi : Swakarya Madya
4) Tipe : Tani dan Pedagang
6 Jumlah Penduduk desa keboledan berjumlah 8.075 jiwa
a. Laki-laki : 3.954 jiwa
b. Perempuan : 4.121 jiwa
c. Kepala keluarga : 2.205 jiwa
7. Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat
a. Keadaan sosial masyarakat desa keboledan kategori sedang, karena
ditunjang dari potensi tanah sawah yang cukup produktif. Sehingga
perkembangan warga setiap tahunnya sedang-sedang saja.
b. Budaya masyarakat desa keboledan yang berlaku setiap harinya,
menggunakan adat budaya jawa dan lokal (kerja bakti, kegotong-
royongan, kerja sama sesama tetangga/lingkungan)
37
c. Kategori penduduk desa Keboledan :
1) Penduduk menurut Agama
a) Islam : 8.075 orang
b) Kristen : -
c) Katolik : -
d) Budha : -
e) Lain-lain : -
2) Penduduk menurut mata pencaharian
a) Petani : 931 orang
b) Buruh tani : 2.955 orang
c) Buruh/Swasta : 299 orang
d) Pegawai Negeri : 65 orang
e) TNI/POLRI : 12 orang
f) Pengrajin : 7 orang
g) Pedagang : 315 orang
h) Peternak : 28 orang
i) Nelayan : 4 orang
j) Montir : 7 orang
k) Dokter : -
l) Tukang kayu : 20 orang
m) Tukang batu : 60 orang
n) Guru swasta : 151 orang
o) Sopir : 30 orang
38
3) Penduduk menurut pendidikan
a) Belum sekolah : 475 orang
b) Tidak tamat SD : 518 orang
c) Tamat SD : 2.403 orang
d) Tamat SLTP : 2.816 orang
e) Tamat SLTA : 1.743 orang
f) Tamat Perguruan tinggi : 285 orang69
B. Praktek Jual Beli bawang merah melalui jasa makelar di Desa Keboledan
Wanasari Brebes
Sebagai mana yang tercantum dalam profil desa Keboledan, yang
mayoritas penduduknya adalah petani, sebagai penghasil bawang merah,
maka dalam wilayah pemasaran hasil pertaniannya banyak dari mereka
(petani) yang menggunakan jasa tenaga dari seorang makelar. Sehingga
penulis sebelum memaparkan praktek dari seorang makelar dalam jual beli
bawang merah dan bentuk akadnya, maka penulis akan terlebih dahulu
menyebutkan faktor penggunaan jasa tenaga dari seorang maker, tugas dan
fungsi dari makelar pada transaksi jual beli bawang merah.
Menurut bapak kanapi umur 42 tahun warga RT/RW 06/01 saat di
temui dirumahnya mengatakan: bahwa tugas dari kami (makelar) ketika
melayani para pemesan (penjual dan pembeli) adalah menerima pekerjaan
dari pengguna jasa makelar yaitu penjual dan pembeli, menanyakan barang
69
. Opcit hlm. 7-8
39
yang dipesan biasanya meliputi (harga, jenis, dan kualitas dari bawang
merah), memberikan gambaran dan menjelaskan mengenai bawang merah,
mencarikan bawang merah, mempertemukan penjual dan pembeli, dan yang
terakhir adalah mendampingi atau menjembatani dua belah pihak pada saat
transaksi. Sedangkan fungsi dari seorang makelar adalah mediator dari kedua
pihak (penjual dan pembeli) saat transaksi.70
Selanjutnya adalah faktor menggunakan jasa atau tenaga makelar,
bapak Sofyan Syarif umur 57 tahun warga RT/RW 06/01 mengatakan:
diantara penyebab penjual dan pembeli menggunakan jasa atau tenaga dari
seorang Makelar adalah sebagai berikut :
1. Mempermudah akses pencarian barang (bawang merah)
2. Lebih bersifat hati-hati karena unsur pengalaman sehingga bisa terhindar
dari unsur penipuan
3. Menghemat waktu (efisien waktu)
4. Dan ketika menggunakan tenaga Makelar salah satu pihak bisa
menggunakan jasa tersebut secara penuh, dimaksudkan penjual dan
pembeli memberikan kepercayaan penuh kepada makelar.71
Dari faktor diatas mereka72
menuturkan banyak dari mereka
(penjual dan pembeli) ketika tidak menggunakan jasa dari seorang makelar,
dalam mencari bawang merah merasa kesulitan, bahkan tertipu dari seorang
70
Wawancara dengan bapak. Kanapi (makelar), Senin 02 Januari 2012
71Wawancara dengan bapak Sofyan Syarif (petani), Minggu 01 Januari 2012 warga
RT/RW 06/01
72Para buruh potong bawang merah, saat di wawancarai di lapak bawang merah
milik bapak Tirlani. Yaitu ibu Sanijah, Solikhah, Dasiri, Wartem, dan ibu Wamen. 2 Januari 2012
40
penjual baik masalah harga, kualitas barang (bawang merah), lebih-lebih jenis
dari barang yang akan di beli. Oleh karena itu untuk menjaga hal-hal yang
tidak diinginkan memang diperlukan menggunakan jasa makelar agar
kesemuaannya tidak terjadi.
1. Gambaran secara umum
Dengan melihat faktor dari dasar pemakaian atau penggunaan tenaga
makelar maka selanjutnya adalah praktek dari seorang makelar, sacara umum
dari praktek makelar menurut bapak Sofyan Syarif, sebagai berikut :
Mekenismenya : calon pembeli mendatangi makelar dengan maksud
meminta untuk dicarikan bawang merah, didalam pembicaraan itu yang
diutarakan adalah tentang keadaan barang yang lebih dulu, kemudian kualitas
dan harga bawang merah, setelah itu dilanjutkan dengan saling berikrar atau
melakukan akad antara kedua belah pihak untuk mencarikan barang yang di
pesan calon pembeli. Berikutnya setelah terjadinya akad, makelar mencari
barang dari seorang penjual73
, setelah mendapatkan bawang merah maka
pihak makelar menghubungi pihak pertama (pembeli) dengan membawa
bawang merah yang didapat dari penjual, setelah itu kemudian mendatangi
pihak penjual untuk melangsungkan transaksi. Didalam transaksi itu pun
terjadi tawar-menawar, didalam tawar menawar seorang makelar ikut aktif.
Setelah bawang merah jadi untuk dibeli atau terjadi kesepakatan pihak
pertama (pembeli) dan pihak kedua (penjual) maka pihak ketiga (makelar)
73
Didalam mencari bawang merah yang dipesan pembeli biasanya ada masa atau
waktu yang ditentukan ketentuan ini tergantung perjanjian awal, biasanya yang berlaku adalah 3-6
hari
41
tadi mendapatkan persenan atau upah dari kedua belah pihak atas jasanya
pekerjaannya, sedangkan bila yang terjadi sebaliknnya yaitu tidak terjadi
kesepakatan dalam transaksi atau gagal, maka makelar tidak mendapatkan
upah74
.
Sebelum pihak pembeli meminta jasa dari makelar untuk dicarikan
bawang merah yang di minta, seorang makelar tersebut sudah terlebih dahulu
tahu tentang informasi mengenai bawang merah dari seorang penjual yang
akan memasarkan bawang merahnya. Dengan cara pihak penjual terlebih dulu
menghubungi Makelar, hal ini bila yang meminta lebih dulu datang dari
penjual.75
Penjual adalah pihak yang memiliki bawang merah, adapun ketika ia
hendak menjual bawang merah, dengan menggunakan jasa dari makelar.
Pembeli adalah pihak yang hendak memiliki bawang merah dengan jalan
transaksi jula-beli, ia pun sebagai pengguna jasa makelar. Sedangkan makelar
adalah pihak yang menawarkan jasa tenaganya kepada penjual dan pembeli,
sebagai mediator yang menjembatani kedua belah pihak yaitu penjual dan
pembeli76
Praktek Makelar secara rinci
Pada bagian ini untuk menjelaskan secara detail dari kinerja seorang
makelar baik dalam menerima, mencarikan, dan mendapatkan bawang merah
74
Wawancara dengan bapak Sofyan Syarif, Minggu 02 Januari 2012
75Bapak Sofyan Syarif, ibid.
76Ibid
42
sampai memperoleh upah dari jasanya maka hal ini di bagi menjadi empat
tahapan yaitu :
a. Tahap awal, perjanjian sewa jasa makelar
Menurut salah satu makelar yang bernama Bapak Tarwid umur 38
tahun warga RT/RW 16/03 menuturkan bahwa menurutnya, pada tahap
pertama ini sebuah permintaan datangnya dari dua pihak yaitu :
1) Pihak pembeli
2) Dan pihak penjual
Dari keduanya tersebut bisa dijelaskan kronologi permintaan sebagai
berikut :
Dari seorang pembeli bawang merah, ia (pembeli) terlebih dahulu
mendatangi rumah makelar, kedatangannya pembeli tersebut tentunya
dengan lebih dahulu sudah memberi tahu pada pihak yang bersangkutan
(makelar), kemudian ia (pembeli) mengutarakan niat dari maksudnya agar
di carikan bawang merah, dengan ketentuan barang (bawang merah)
sebagai berikut, nama barang, kualitas, dan harga barang.77
Bapak Kanapi
umur 41 thn warga RT/RW 06/01 menambahkan, ada juga dari pembeli
itu dalam permintaannya untuk dicarikan bawang merah, itu langsung
menentukan dari jenis bawang merah tersebut, sebagai contoh ucapan
pembeli “ pak, minta di carikan bawang merah dengan nama bima curut
yah?” yang kemudian kami mengi”ya”kan untuk mencarikan78
melanjutkan perkataan bapak Tarwid, jika permintaan itu langsung
77
Wawancara dengan bapak Tarwid (makelar), hari rabu tanggal 4 Januari 2012
78 Wawancara dengan bapak Kanapi (makelar), hari rabu tanggal 4 Januari 2012
43
ditentukan oleh peminta (pembeli) justru kami (makelar) akan langsung
mencarikan bawang merah yang di pesan, berbeda dengan apa yang di
katakan oleh pembeli pada awal tadi79
, berarti kami (makelar) itu harus
menjelaskan macam-macam barangnya itu sendiri baik jenis, nama,
kualitas, dan harganya. Yang dimaksud adalah ia menanyakan yang
kemudian kami itu harus mengasi gambaran tentang bawang merah,
sehingga seorang pembeli memahami tentang keadaan barang tersebut
yang kemudian ia (pembeli) menentukan pilihannya, ketika pembeli
menentukan pun ia tahu benar, karena kami memberikan contoh80
atau
sampel dari bawang merah tersebut.81
79
Pembeli hanya mengatakan nama barang, kualitas dan harga barang (bawang
merah)
80 Contoh tersebut dalam bahasa makelar di namakan dengan “moster”
81 Wawancara bapaka Tarwid, ibid
44
TABEL. 1
TENTANG HARGA BAWANG MERAH
No Jenis Barang Kualitas Bulan dan Tahun Harga/Kuintal
1
2
3
4
Bima Curut
Bima Junah
Kuning Gombong
Olokos
Basah
Kering
Bibit Unggul
Basah
Kering
Bibit Unggul
Basah
Kering
Bibit Unggul
Basah
Kering
Bibit Unggul
Januari, 2012
-
-
Januari, 2012
-
-
Januari, 2012
-
-
Januari, 2012
-
-
Rp. 510.000,
Rp. 570.000,
Rp. 660.000,
Rp. 460.000,
Rp. 490.000,
Rp. 550.000,
Rp. 385.000,
Rp. 490.000,
Rp. 520.000,
Rp. 500.000,
Rp. 430.000,
Rp. 370.000,82
Keterangan :
Dari tabel diatas maka dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Basah83
: pada posisi penjualan bawang merah masih basah disini,
pengeluaran nya lebih tertuju untuk sayur.
2) Kering84
: dibagian ini bawang yang sudah kering, biasanya tertuju
pada pembuatan bibit.
3) Bibit Unggul85
: pembelian digunakan untuk ditanam86
82
Hasil wawancara dengan bapak Sofyan Syarif, 5 Januari 2012
83Baru dipanen dari sawah/ladang
84Dikalangan petani dinamakan bawang merah askip
85Dinamakan bawang kawak
86Ibid
45
Selanjutnya permintaan yang datang dari penjual, ditempat yang
sama87
bapak Ajo warga RT/RW 06/01 umur 35 tahun mengutarakan,
biasanya ketika ada pihak penjual yang ingin menjual barangnya (bawang
merah) itu, kebanyakan dari pihak kamilah (makelar) yang mendatangi
orang yang bersangkutan, tentunya kami di panggil oleh penjual tadi.
Seperti halnya bapak Sanuri ini, ia (sanuri) mengutarakan keinginannya
terlebih dahulu, 3 hari sebelum kami (makelar) mempertemukan mereka
(penjual dan pembeli), yaitu mengenai keinginan untuk menjual bawang
merah.88
Bapak Sanuri umur 54 tahun warga RT/RW 07/01 dalam
mengutarakan maksudnya agar dijualkan/dipasarkan oleh makelar dengan
perkataan sebagai berikut, “saya ada bawang merah mau di jual, dan saya
hargai bawang merah ini 6(enam) rupiah89
maka juallah bawang merah
ini, selanjutnya terserah anda, mau jual berapa ke pembeli itu hak anda
dan bila ada laba, maka laba tersebut buat anda” kemudian makelar
berkata “ya” sebagai tanda bahwa makelar menyanggupi atau bersedia
87
Dirumah bapak Sanuri warga RT/RW 07/01, yang pada saat itu sedang terjadi
transaksi antara tuan rumah (bapak sanuri) dan pembeli (bapak gaoni) dari Desa Klampok yang
menghasilkan kesepakatan dengan membeli bawang merah sebanyak 455 kilo gram dengan
perantara makelar bapak Kanapi, Tarwid, dan Ajo.
88 Wawancara dengan bapak Ajo (makelar), rabu 4 Januari 2012
89 Yang dimaksud 6(enam) rupiah adalah Rp 600.000,./kuintal harga ini sesuai
dengan apa yang berlaku pada saat transaksi berlangsung. Sedangkan untuk buangan kotoran
untuk per kuintal adalah 7-9 kilogram. Sebagai contoh membeli 100 kilogram, berati nanti
lebihannya 7-9 kilogram dan ini sudah berlaku.
46
untuk bekerja (memberikan jasa pekerjaan) dalam memasarkan bawang
merah.90
Sedangakan perkataan pembeli ketika penulis mewawancarai yaitu
bapak Goni umur 27 tahun warga desa Klampok, ia mengatakan “pak saya
minta di carikan bawang merah bima curut. Kalau bapak sudah dapat
kabar nanti bawa aku ke orang yang bersangkutan, biar aku bisa melihat
secara langsung bawang meranya, sedangkan mengenai ongkos upahnya
setiap kuintal 20 ribu” perkataan ini di sampaikan kepada bapak Tarwid
selaku perantara dan ia (bapak tarwid) mengatakan “Ya”, ketika transaksi
awal dan belum di pertemukan sama penjual yaitu bapak Sanuri.91
Keadaan ini bapak Goni sudah tahu tentang harga pasaran melalui bapak
tarwid (makelar).
b. Tahap kedua, yaitu pelaksanaan kinerja makelar dalam mencarikan
bawang merah
Perjanjian sewa jasa makelar ketika penulis melakukan observasi
tahap pertama dan melakukan wawancara, sudah terjadi kesepakatan dari
pihak pemesan dan makelar, walaupun sudah terjadi kesepakatan antara
kedua belah pihak, maka pihak makelar tidak dengan begitu saja melepas
tanggung jawabnya karena ikatan yang mengikat harus dijalani dan
dilaksanakan secara maksimal dengan batas yang telah di tentukan92
.
90
Wawancara dengan bapak Sanuri (penjual), rabu 4 Januari 2012
91 Wawancara dengan bapak Goni (pembeli), rabu 4 Januari 2012
92 Hasil observasi transaksi tahap I pada hari rabu tanggal 4 Januari 2012 di rumah
bapak Sanuri
47
Adapun dalam prakteknya, menurut bapak H. Juli93
para makelar
dalam mencarikan bawang merah itu dengan dua metode yaitu : pertama,
ketika sebelum pembeli memesan,94
itu sudah ada pihak penjual yang
menghubungi makelar maka, ketika ada pihak pembeli memesan, disini
makelar tinggal mempetemukan para pihak (pembeli dan penjual) untuk
menemui pihak yang bersangkutan (penjual) dan melangsungkan transaksi
dengan seketika melalui mediator makelar yang bersangkutan. Sedangkan
yang kedua, jika sebaliknya yaitu seorang pembeli mengasi kabar lebih
dahulu mengenai perihal keinginannya untuk membeli bawang merah itu
lebih awal di banding penjual, maka dalam waktu yang telah ditentukan
yaitu tiga hari95
, seorang makelar harus menjalankan tugasnya yang telah
dijanjikan. Biasanya seorang makelar dalam mencari bawang merah yang
di cari itu dengan menghubungi para pihak yang memiliki barang pesanan
misalnya, para petani, pemilik lapak96
bawang merah, dan para bandar97
tentunya ketika mencari barang dengan membawa moster (contoh sampel)
bawang merah untuk dicocokkan98
. Adakalanya juga seorang makelar
93
Seorang bos bawang merah, pemilik lapak bawang merah dan petani sukses,
sekaligus menjadi rujukan bagi para makelar yang ingin mencari bawang seringnya melalui beliau.
94 Kehadiran pembeli itu yang kedua setelah penjual lebih dulu hadir untuk meminta
jasa makelar supaya menjualkan bawang merah miliknya.
95 Keumuman waktu dalam mencari bawang merah, dan masa tenggang waktu itu
tidak menjadi ketentuan dalam mencari bawng merah, biasanya waktu tersebut 3-6 hari.
96 Lapak adalah tanah luas guna menjemur bawang merah yang sudah di panen dari
ladang.
97 Menurut bapak Sopyan Syarif, Bandar adalah seorang pemiliki bawang merah
yang cakupannya lebih besar. Wawancara tanggal 10 Januari 2012
98 Wawancara dengan bapak H. Juli, Sabtu 7 Januari 2012
48
dalam mencari barang pesanan itu, dengan bantuan sesama rekan makelar.
Karena untuk mengantisipasi hal ketika tidak bisa mendapatkan bawang
merah yang bicari.99
c. Tahap ketiga, mempertemukan penjual dan pembeli untuk melangsungkan
transaksi.
Seperti yang telah disebutkan pada tahap kedua, maka bagian ini
adalah tahap dimana seorang penjual dan pembeli dipertemukan oleh
perantara (makelar), ketika pihak yang dipecaya (makelar) untuk
mencarikan, sudah mendapatkan bawang merah dari hasil pencariannya
tersebut.100
Seperti pada tahap sebelumnya, di bagian inipun memiliki dua
bagian. : pertama, ketika sebelum pembeli memesan, itu sudah ada pihak
penjual yang menghubungi makelar maka, ketika ada pihak pembeli
memesan, disini makelar tinggal mempetemukan para pihak (pembeli dan
penjual) untuk menemui pihak yang bersangkutan (penjual) dan
melangsungkan transaksi dengan seketika melalui mediator makelar yang
bersangkutan.101
Maka menurut bapak Sofyan Syarif, pertemuan yang
seperti ini prosesnya tidak terlalu lama, karena sudah ada patokan harga
terlebih dahulu, dan mengenai harganya atau pemberitahuannya melalui
makelar yang ketika di awal sudah diberi tahu oleh penjual mengenai
harganya. Yang ketika itu penjual mengucapkan “aku mau jual bawang
merah ini sekian, selanjutnya terserah sampean mau jual berapa”, hal
99
Ditambahkan oleh bapak Sofyan Syarif, 10 januari 2012.
100 Hasil oservasi tahap II 7 Januari 2012
101 ibid
49
yang seperti inilah yang mempermudah jalannya akses seorang makelar
dalam mencarikan pembeli. Dan dalm pertemuan antara keduanya (penjual
dan pembeli), biasanya tidak ada proses tawar menawar lagi, dan langsung
menimbang bawang merah yang ditransaksikan.
Lain lagi ketika pembeli itu datang lebih dahulu dari pada pembeli,
mengenai maksudnya yaitu menjual dan membeli, maka ketika seorang
makelar mempertemukan keduanya (penjual dan pembeli) proses
transaksi tersebut sedikit lama, dikarenakan terlebih dahulu mengadakan
tawar-menawar antara penjual dan pembeli secara langsung sehingga
dalam proses yang seperti ini seorang makelar harus benar-benar aktif
dalam menengahi sebagai mediator keduanya. Sehingga menghasilkan
kesepakatan dalam jual-beli bawang merah. Di bagian ini proses yang jadi
pegangan atau patokan adalah mengenai posisi kualitas barang yang begitu
dominan pengaruhnya, yang mengakibatkan ketika dalam ajang transaksi
barang itu dipermasalahkan, maka bisa jadi mengalami kegagalan dalam
proses transaksi. Sehingga, ketika terjadi transaksi kehadiran barang harus
diikut sertakan, agar proses berjalan dengan lancar. Adapun mengenai,
harga itu disesuaaikan dengan barang tersebut.102
Dan ketika sudah ada
kesepakatan maka selanjutnya adalah proses penimbangan bawang merah
yang diikuti dengan pembayaran dari pembeli ke penjual.
d. Tahap keempat, berakhirnya transaksi dan kewajiban bagi penyewa untuk
memberikan upah atas jasa makelar.
102
Wawancara dengan bapak Sofyan Syarif, Selasa 10 Januari 2012
50
Setelah tiga tahap diatas yaitu pertama, perjanjian sewa makelar.
Kedua, pelaksanaan kinerja makelar dalam mencarikan bawang merah.
Dan yang ketiga, makelar mempertemukan penjual dan pembeli untuk
melangsungkan transaksi. Maka dalam tahap ini ada dua poin yang akan
dibahas yaitu berakhirnya transaksi dan pemberian upah atas jasa yang
dilakukan makelar dalam mencarikan bawang merah.
1) berkhirnya transaksi, menurut salah satu warga RT/RW o7/01
Khumed menuturkan, berakhirnya transaksi seorang makelar pada
umumnya yaitu ketika seorang makelar sudah melaksanakan apa yang
menjadi tanggung jawab makelar dalam mencarikan bawang merah,
adapun ketentuannya sebagai berikut :
a) Selesai atau batal sebelum menjalankan, yaitu seorang makelar
didalam mencari bawng merah itu tidak mendapatkan barang yang
dipesan oleh penjual dan pembeli, sehingga makelar tersebut harus
menghubungi pihak (penjual dan pembeli) untuk menyatakan
ketidak sanggupannya dalam mencarikan bawang merah, dan
kendala yang biasa ditemui dari seorang makelar dalam mencari
bawang merah adalah keadaan barang103
, harga, dan kualitas.
Yang ketiga-tiganya tiadak ada kecocokkan pada saat transaksi,
baik antara makelar dengan penjual dan pembeli pada saat makelar
103
Di maksudkan keadaan barang adalah ada tidaknya bawang merah, yang
disebabkan karena musim yaitu bila musim panen maka keadaan barang tersebut banyak,
sedangkan bila musim cocok tanam maka sedikit dikarenakan digunakan untuk keperluan cocok
tanam.
51
mencarikan barang104
, maupun pada saat makelar mempertemukan
penjual dan pembeli untuk bertransaksi. Hal yang demikian ini
maka teransaksi selesai secara sepihak.105
b) Terselesaikanya atau terpenuhinya tanggungjawab sebagai makelar
jual-beli pada saat perjanjian awal dalam mendapatkan barang yang
dicari untuk pemesan, hal ini disebutkan oleh para makelar106
seorang makelar dikatakan berhasil dalam memenuhi
tanggungjawabnya ketika seorang pemesan merasa puas atas
pelayanannya dalam mencarikan barang, mempertemuakan untuk
transaksi, ikut aktif sebagai penengah dalam transaksi, dan berbuah
atau berakhir dengan kesepekatan antara penjual dan pembeli untuk
di jualnya bawang merah tersebut yang kemudian dilakukan
penimbangan bawang merah.107
2) Upah makelar atas jasanya dalam mencarikan bawang merah, dalam
masalah ini bapak Sofyan Syarif mengatakan, ketika makelar sudah
menjalankan pekerjaannya yang terlebih dahulu diberikan oleh
pemesan (penjual dan pembeli) dan seorang pemesan sudah
mendapatkan bawang merah tersebut dari jasa makelar maka, hak
seorang makelar adalah mendapatkan upah atas jerih payahnya dari
104
Ketika ada pesanan dari dua belah pihak.
105 Wawancara dengan bapak. Khumed, minggu 8 Januari 2011
106 Para makelar tersebut adalah bapak. Harjo, bapak. Lani, bapak. Kanapi, bapak.
Ubin, dan bapak. Limi
107. Wawancara dengan para makelar, 5 Desember 2011 di warung makan milik
azmi, tempat mangkal para makelar bawang merah.
52
seorang pemesan (penjual dan pembeli). Sedangkan bila yang terjadi
adalah sebaliknya, yaitu makelar gagal atau tidak mendapatkan
bawang merah maka, makelar itu tidak mendapatkan upah walaupun
ia sudah mencari kesana kemari.108
Adapun seorang makelar itu mendapatkan upah atas jasanya
bapak sofyan menambahkan, hal ini terbagi menjadi dua kategori
yaitu :
a) Pada saat awal sudah ada putusan harga atau patokan harga, seperti
dalam contoh ucapan penjual “juallah bawang merah ini dengan
harga Rp, 1000,- (seribu rupiah), dan terserah anda mau jual
berapa kepada pembeli”. Yang demikian ini seorang makelar
dalam menawarkan kepada pembeli biasanya lebih tinggi dari
harga awal dengan maksud makelar mencari untung dalam
transaksi dan sebagai upah makelar, seperti ucapan makelar
terhadap pembeli “ini ada bawang merah yang mau di jual dengan
harga Rp, 1000,- (seribu rupiah), tapi aku(makelar)minta dihargai
Rp, 1050, (seribu lipa puluh rupiah). Dengan contoh ini yang
seribu adalah harga awal penjual dengan makelar dan yang lima
puluh adalah upah untuk makelar serta yang demikian diketahui
oleh para pihak (penjual dan pembeli) atau transparan. Hal ini
sudah berlaku dalam transaksi jual-beli bawang merah.
108
Wawancara dengan bapak. Sofyan Syarif, senin 9 Januri 2012
53
b) Pada saat awal tidak ada patokan harga, seperti contoh ucapan
pembeli “pak carikan bawang merah, nanti kalau sudah dapat
pertemuakan aku dengan penjualnya” bila yang terjadi demikian
maka, makelar mengucapkan “ada komisinya ga?” dan pembeli
menjawab “ada”. Yang demikian ini, maka upah seorang makelar
diberikan ketika sudah terjadi kesepakatan antara penjual dan
pembeli untuk menjual dan membeli bawang merah yang di
transaksikan. Malahan biasanya makelar mendapatkan upah dari
keduanya (penjual dan pembeli).109
C. Bentuk Akad dalam Jual Beli Bawang Merah Melalui Jasa Makelar
Setelah pemaparan mengenai praktek seorang makelar, maka untuk
selanjutnya adalah bentuk akad, menurut bapak Sofyan Sarif bentuk akad dari
transaksi tersebut adalah berbentuk lisan, dan gambaran transaksi tersebut
adalah sebagai berikut, dua belah pihak melakukan kesepakatan, yaitu pihak
Makelar menyewakan jasa tenaganya kepada pihak lainnya (pembeli dan
penjual) dengan uang sewaan tertentu yang telah disepakati, kemudian makelar
mendapatkan upah oleh pihak penyewa atas jasa tenaga Makelar. Dengan cara
ketika habis masa sewa yaitu barang yang di cari sudah di dapatkan. Pada
bentuk pembayarannya tidak dengan menggunakan uang panjer atau uang
muka, melainkan ketika selesai kesepakatan dengan ditimbannya bawang
merah maka diikuti pula pembayaran dari pembeli kepada penjual dan
109
ibid
54
diserahkannya bawang merah dari penjual kepada pembeli, serta upah bagi
makelar110
Adapun akad yang dijadikan pengikat pada perjanjian adalah
berbentuk ucapan/lisan dari seorang penjual kepada makelar dan pembeli
kepada makelar sebagai berkut:
Dari penjual kepada makelar
“Saya ada bawang merah mau dijual, dan saya hargai bawang merah
ini 6(enam) rupiah, maka juallah bawang merah ini, selanjutnya terserah anda
mau jual berapa itu terserah anda, kalau ada laba maka laba tersebut jadi
milik anda” kemudian makelar menjawab “ya”sebagai kesanggupan untuk
menjualkan bawang merah.
“Juallah bawang merah ini dengan harga sekian, selanjutnya
terserah sampean mau jual berapa” dan dijawab oleh makelar “ya”
Dari pembeli kepada makelar
“Pak, Saya minta dicarikan bawang merah dengan nama bima curut,
kalau bapak sudah dapat, nanti bawa aku ke orang yang bersangkutan, biar
bisa meliha bawngnya secara langsung, sedangkan mengenai ongkos upahnya
tiap kuintal 20 ribu” dan seorang makelar menjawabnya “ya” sebagai
ikatan111
110
Bapak Sofyan Syarif op cit.
111Lihat hasil wawancara pada prektek secara rinci
55
Proses akad disini para pelaku112
saat penulis mewawancarai
mengatakan bahwa ketika kami (makelar, penjual dan pembeli), melakukan
akad dalam transaksi jual beli bawang merah para pelaku memahami dari
perkataan tersebut yang terkandung maksud sebagai sewa jasa tenaga guna
memasarkan , mencari, dan mendapatkan barang (bawang merah).
Dari hal di atas maka bapak Sofyan Sarif menambahkan; dari
perkataan antara kedua belah pihak (pembeli dengan makelar atau penjual
dengan makelar) di atas yang saling mengikrarkan. Maka, hal yang demikian
ini menjadi perjanjian yang mengikat, dan ikatan inilah yang menjadikan atau
mewajibkan bagi seorang makelar untuk menjalankan kewajiban, sebagai
perantara dan bertanggungjawab sepenuhnya dalam mencarikan bawang
merah.113
Transaksi menjadi mengikat ketika pekerjaan selesai dilakukan serta
upah telah tetap dan menjadi kewajiban bagi penyewa untuk memberikan upah
atas jasa yang di berikan oleh Makelar dalam mencarikan bawang merah. 114
112
Para pelaku meliputi penjual, pembeli, dan makelar yaitu bapak Sanuri, Ajo
Tarwid, Kanapi dan Ghoni
113 Wawancara dengan bapak Sofyan Syarif (petani), kamis 5 Januari 2012
114Wawancara dengan bapak Harjo (tukang songgol/pekerja buruh Bawang merah),
3 Januari 2012.
56
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MAKELAR JUAL
BELI BAWANG MERAH
Di Desa Keboledan Wanasari Brebes
A. Analisis Hukum Islam terhadap praktek Makelar dalam Jual beli Bawang
Merah
Islam melihat konsep jual-beli itu sebagai suatu alat atau sarana
untuk menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan
bertindak (melakukan aktivitas), termasuk aktivitas ekonomi. Pasar misalnya
dijadikan sebagai tempat aktivitas jual-beli harus, dijadikan sebagai tempat
pelatihan yang tepat bagaimana manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini,
maka sebenarnya jual-beli dalam Islam merupakan wadah untuk memproduksi
khalifah-khalifah yang tangguh dimuka bumi. Sehingga dalam masalah jual-
beli ini, Abdul Aziz Muhammad Azzam bahwa, jual-beli adalah Transaksi
(akad) saling mengganti dengan harta yang berakibat kepada kepemilikan
terhadap suatu benda atau manfaat untuk tempo waktu selamanya.115
Dalam al-Qur‟an surat al Baqarah ayat 275 Allah SWT
menegaskan :
اتانس وسح عيثان اهلل محأ Artinya: ....... Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba........116
115
Abdul Aziz Muhammad Azzam, FIQH MUAMALAT; Sitem Transaksi dalam
Fiqh Islam, Jakarta : AMZAH, 2010, hlm. 24
116Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Surabaya :
Al-Hidayah, 1998, hlm. 69.
56
57
Hal yang menarik dari ayat tersebut adalah adanya pelarangan riba
yang didahului oleh penghalalan jual-beli. Jual-beli (trade) adalah bentuk dasar
dari kegiatan ekonomi manusia, kita mengetahui bahwa pasar tercipta oleh
adanya transaksi dari jual-beli. Pasar dapat timbul manakala terdapat penjual
yang menawarkan barang maupun jasa untuk dijual kepada pembeli117
dari
konsep sederhana tersebut lahirlah sebuah aktivitas perekonomian yang
kemudian berkembang menjadi suatu sistem transaksi yang tertuju pada sektor
jasa sebagai perantara dalam jual-beli yang sering disebut dengan makelar.
Sehingga dalam masalah ini muncul pertanyaan mengenai praktek
makelar, seperti apakah konsep/mekanisme jual-beli melalui jasa makelar yang
dibolehkan dan sesuai dengan Hukum Islam, kaitannya dengan praktek
makelar yang ada di desa Keboledan?,
Dimasa sekarang banyak orang disibukkan dengan pekerjaan
masing-masing, sehingga ada sebagian orang yang tidak memiliki waktu untuk
menjual barangnya atau mencari barang yang diperlukan. Sebagian orang lagi
memiliki keahlian untuk memasarkan (menjualkan), namun tidak memiliki
barang yang akan dijualkan. Sehingga untuk memudahkan kesulitan yang di
hadapi, maka orang yang berprofesi khusus dibutuhkan untuk menangani
permasalahan tersebut (jual-beli), seperti makelar (samsarah). Dimana para
pihak mendapatkan manfaat keuntungan, samsarah mendapatkan lapangan
pekerjaan dan upah dari hasil kerjaannya, sedangkan orang yang membutuhkan
117
M. Umer Chapra, Reformasi Ekonomi; Sebuah Solusi Perspektif Islam, Jakarta :
Bumi Aksara, 2008, hlm. 7
58
jasa mendapatkan kemudahan, karena sudah di tangani oleh orang yang
mengerti betul dalam bidangnya.
Adalah suatu kenyataan yang tidak terbantahkan bahwa tidak semua
orang memiliki rumah pribadi, tidak semua orang memiliki kendaraan pribadi
untuk melakukan perjalanan, demikian juga tidak semua orang bisa melakukan
semua pekerjaan. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, mustahil untuk
mendapatkan orang yang mau membantu secara suka rela, tanpa imbalan.
Justru dengan adanya imbalan itu membuka berbagai lapangan pekerjaan
sebagai lahan pencari rizki. Hingga banyak orang yang menyediakan jasa
tempat tinggal, jasa angkutan dan jasa pertukangan, serta sampai jasa perantara
(makelar) dalam jual-beli. Serta sehubungan dengan hal ini, Allah juga
menyebutkan didalam surat al-Zukhuf ayat 32, bahwa memang sudah
kodratnya manusia diciptakan tidak sama dalam hal kekayaan dan
keterampilan. Justru perbedaan itulah yang membuat manusia saling
membutuhkan dan saling membantu, baik bantuan tanpa imbalan maupun
bantuan dengan imbalan. Ayat tersebut berbunyi demikian :
ف اس١ح اذ١ب ع١شز بث١ لغ ذ سثه س سز ٠مغ ا
ذ ٠شخب عععث ععث زخز١ بدخسد طعث قف ععبثعفس سز ب
ع ب ٠د سثه خ١ش
Artinya :Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan
dunia dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian
yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain.dan rahmat Tuhanmu lebih
baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS,al-Zukhruf 32)118
118
Departemen Agama, al-Qur‟an dan Terjemahannya, op cit, hlm. 798.
59
Atas dasar inilah kita harus memahami pada suatu transaksi yang
dibolehkan dan tidaknya, dari hasil riset menurut hemat penulis praktek
simsarah/pemakelaran yang ada didesa tersebut sesuai dengan teori yang
penulis angkat, yaitu yang terdapat dalam Kitab Fathul Mu‟in yang kemudian
disyarahi dalam Kitab I‟ana At-Tholibin pada bab ijarah disitu disebutkan :
ف صفخف لذسا ب خ ع١ ع خ بل١ خ أ زم عخ
Artinya: “Syah menyewakan kemanfaatan (jasa) yang ada nilai harganya,
yang diketahui barang, ukuran maupun sifatnya.” 119
.
Dari konsep dasar diatas, maka bisa dijelaskan, sebuah transaksi
jual-beli melalui jasa makelar bisa dikatakan sah, apabila memenuhi beberapa
syarat yang harus dipenuhi yaitu jasa kemanfaatan yang ada nilai harganya,
diketahui bentuk, ukuran dan sifatnya.
Sayyid Sabiq menyoroti masalah kemanfaatan dalam sewa-
menyewa membaginya atas beberapa kriteria yaitu;
a. Mengetahui manfaat dengan sempurna barang atau pekerjaan yang
diakadkan sehingga mencegah terjadinya perselisihan. Maksudnya adalah
dengan jalan menyaksikan barang itu sendiri, atau kejelasan sifat-sifatnya
jika dapat hal ini dilakukan, menjelaskan masa sewa, seperti sebulan atau
setahun atau lebih atau kurang, serta menjelaskan pekerjaan yang
diharapkan.
119
Sayyid al-Bakriy bin al-Sayyid Muhammad Syatha al-Dimyathiy, I‟anat at-
Thalibin, Beirut : Dar al-Fikr, 1426H/2005M ., hlm. 130-131(selanjutnya disebut Al-Dimyatiy).
Al-Alaamah Asy-Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibariy, Fat‟hul Mu‟in, Terj. Aliy As‟ad,
Fat‟hu Mu‟in 2, Kudus : Menara Kudus, 1979, hlm. 287.
60
b. Obyek transaksi (akad) dapat dimanfaatkan kegunaannya menurut kriteria,
realita dan syara‟ serta dapat diserahkannya. Hal ini dijelaskan bahwa
tidak sah menyewa binatang yang keadaannya buron dan tidak sah pula
binatang yang blumpuh, karena tidak dapat diserahkan dan tidak bisa
digunakan pula kegunaannya seperti untuk membajak, mengangkut barang
dan lain sebagainya.
c. Manfaat adalah yang mubah bukan yang diharamkan. Maksudnya adalah
tidak diperbolehkan sewa-menyewa dalam hal maksiat, karena hal maksiat
harus ditinggalkan. Orang yang menyewa seseorang untuk membunuh
seseorang secara aniaya, atau menyewakan rumahnya kepada orang yang
menjual khamar atau untuk digunakan tempat main judi atau dijadikan
gereja, maka hal yang demikian ini sewa-menyewanya menjadi fasid.120
Sedangkan Abdullah Ath-Thayyar mengatakan sewa-menyewa
kemanfaatan haruslah memenuhi beberapa kriteria diantarannya sebagai
berikut:
a. Sewa-menyewa sah pada manfaat yang ditransaksikan, bukan untuk
menghabiskan atau merusak objeknya karena sewa menyewa itu tidak sah
pada kepemilikan barang melainkan hanya pada manfaatnya atau yang jadi
obyek adalah manfaat itu sendiri sedangkan barangnya tetap ada.
120
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, Bandung : PT. Al Maarif, 1987, hlm. 12-13
61
b. Manfaat pada obyek yang disewakan dapat diperoleh secara hakiki dan
syar‟i. Jadi tidak sah menyewakan binatang yang melarikan diri, dan
menyewa orang untuk berbuat jahat. 121
Dua pendapat tokoh diatas apabila dihubungkan dengan taransaksi
melalui jasa makelar bisa dilihat kemanfaatannya adalah dari objek atau
ma‟qud alaih yaitu manfaat yang diberikan kepada mu‟jir (orang yang
menyewa), dari seorang ajir (makelar). Yaitu melakukan pekerjaan yang sudah
menjadi tanggungjawab makelar ketika melakukan transaksi dengan ijab
qabul, yang tendensinya pada akibat hukum berupa keharusan dalam
menjalankan hak dan kewajiban yang telah menjadi ketentuan dalam
pekerjaannya, sehingga dalam masalah ini pekerjaannya diketahui oleh
muta‟aqidain (dua pihak yang melakukan transaksi). Adapun kemanfaatan
yang diberikan oleh pekerja (makelar atau ajir) kepada orang yang menyewa,
manfaat tersebut tidaklah secara langsung/spontanitas diketahui, melainkan
pekerjaan yang dilakukan oleh makelar/pekerja diketahuinya ketika atau
seiring dengan dilaksanakannya pekerjaan tersebut, yaitu pada saat mencarikan
barang (bawang merah) untuk mu‟jir (orang yang menyewa). Sehingga dalam
masalah ini diperjelas kembali oleh Al-Ghazi dan Al-Baijuri yang mengatakan
bahwa :
ش٠ ثؤزذ أ بفع إرا لذسد ب ثم غ روش ب روش شش صسخ إخبسح
وبعزؤخشره ع اذاسعخ أ ز ذح وؤخشره ب ث ة إ زااث زخ١ػ
121
Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar, et al, Ensiklopedi Fiqih Muamalah
Dalam Pandangan 4 Madzhab, Yogyakarta : Maktabah Al-Hanif, 2009, hlm. 318
62
Artinya: “Untuk syahnya menyewakan obyek tersebut, ada beberapa syarat
yang dijelaskan Mushanif, yaitu ketika telah diperkirakan
kemanfaatannya dengan salah satu dua perkara, adakalanya
dengan ketentuan waktu, seperti: “saya menyewakan rumah ini
selama satu tahun” dan adakalanya dengan ketentuan pekerjaan,
seperti: “Saya menyewakan kepadamu, supaya kamu menjahitkan
baju ini”122
Dengan ketentuan dari Al-Ghaziy dan Al-Baijuriy maka jelaslah
bahwa dalam transaksi yang menggunakan media makelar sebagai jembatan
atau mediator sah/boleh untuk kedua belah pihak, dan kemanfaatannya itu
timbul tidak hannya dari barang yang menjadi obyek transaksi melainkan
kemanfaatan itu juga dari subyek yaitu pelaku (makelar) yang menjadi
mediator untuk keberlangsungan dalam menjembatani transaksi jual-beli
bawang merah. Yang kadar kemanfaatannya diukur dengan waktu yaitu jangka
waktu atau masa/tempo untuk mencari bawang merah dan fungsinya adalah
untuk memenuhi hajat mu‟jir (orang yang menyewa) mencari bawang merah.
Kadar tersebut diketahui dengan sendirinya.
Ketidak bolehannya menyewa jasa dari makelar adalah disebutkan
dalam teori Fiqh sebagai berikut
ج اخ يسيسج عهى انأ كه ح أ حض كه فها يصح إكرساء تياع نهرهفظ ت
إيجاتا ا ن ح ن جد انسهعح إذنا قي ز إ نا قث
Artinya: “Maka tidak sah menyewa tukang menjual (sales/makelar) untuk
mengucapkan satu dua patah kata dari pandangan beberapa wajah
122
Assyaikh Ibrahim Al-Baiyjuriy, Khasiyah Syaikh Ibrahim Al-Baijuriy Ala Syarah
Al-Allamah Ibnu Qasim Al-Ghaziy Juz 2, Bairut : Dar Al-Fikr, t.t.h, hlm. 41.(selanjutnya disebut
Al-Baijuriy). Lihat Asy-Syaikh Muhammad bin Qasim Al-Ghaziy (selanjutnya disebut Al-
Ghaziy), (Trjm) Achmad Sunarto, Fat-hul Qarib Jilid 1, Surabaya : Al-Hidayah, 1991, hlm. 428
63
(pendapat/Qaul yang berlaku) sekalipun berupa ijab dan qabul
dan sekaligus melariskan dagangan, karena satu dua patah kata
itu tidak ada harganya123
ح فى انثهد كانخثص ثيع يسرقس انقي ثى اخرص را ت ي
Artinya: Dari alasan di atas dapat disimpulkan bahwa, ketidaksahan
tersebut adalah untuk barang jual yang mempunyai harga tetap
disuatu daerah misalnya roti.124
تاخرهاف يرعاطي ا يخرهف ث ب ي ث عثد تخهاف ح
Artinya : “lain halnya dengan semacam budak dan pakaian, dimana
harganya selalu berbeda-beda sesuai dengan pembelinya125
Ketiga teori fiqh diatas mengenai ketidak sahannya menyewa
tukang menjual (makelar), adalah seorang makelar yang dalam melafalkan atau
memasarkan barang hanya dengan ucapan, karena ucapan itu tidak ada nilainya
dari tawar-menawar dalam transaksi. Hal ini penulis katakan bahwa, “syarat
dari hak pakai (manfaat) yang disewakan adalah mempunyai nilai ekonomis
yang layak mendapatkan imbalan sebagai kompensasi penyewaan”126
.
Sehingga penyewaan jasa makelar untuk manarik minat pembeli, hukumnya
tidak sah, meskipun dapat mempercepat barang dagangan laku, karena
perkataan tidak mempunyai nilai ekonomis. Dari pengertian ini ketidak
bolehan atau ketidak sahannya adalah ditertentukan pada barangnya itu sendiri
yang menjadi obyek transaksi itu sudah ada harga tetap, dan ketetapan harga
123
Al-Dimyatiy, op cit, hlm. 131. tjmh Ali As‟ad, op cit, hlm. 287
124Ibid,
125Ibid, ibid, hlm. 288
126Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i; Mengupas masalah Fiqhiyah berdasarkan
Al-Qur‟an dan Hadits Jilid 2, Jakarta : Almahira, 2010, hlm. 43
64
tersebut berlaku pula di daerah lain. seperti contoh وبخجض (roti) yang harganya
katakanlah Rp. 1000,-(seribu rupiah). Dilain tempat pun berlaku sama, yaitu
orang akan menghargai dengan nilai harga yang sepadan atau sama,
dikarenakan sudah ada patokan harga atau bandrol harga, yang demikian ini
tidak diperbolehkan/tidak sah, disebabkan tidak ada kemanfaatan dalam
melafalkan pada saat memasarkan (men-thasyarufkan), dan tanpa seorang
makelar mengucapkan sepatah kata atau lebih pun calon pembeli akan membeli
dikarenakan ia (pembeli) sudah mengetahui harganya, serta setiap orang
menghargai dengan harga yang sama dari harga yang tetap. Berbeda halnya
pada barang yang disuatu tempat harganya tidak selalu sama atau memiliki
nilai jual yang bervariasi. seperti yang dicontohkan ة ذجع ث (budak dan
pakaian) dimana harga berubah sesuai siapa yang membelinya, maka makelar
disini dalam memasarkannya dianggap sah karena ada kemanfaatan, demikian
juga jual-beli bawang merah yang diprakarsai makelar itu terdapat
kemanfaatan, baik untuk penyewa dan pembeli. Jadi sahnya ditertentukan pada
pekerjaan itu sendiri yang menghasilkan manfaat yaitu berupa barang (bawang
merah) untuk pemesan, berupa uang bagi penjual dari hasil penjualan barang
(bawang merah) dan atas jasanya itulah makelar mendapatkan upah. Sehingga
dalam masalah ini penulis mengutip perkataan Teungku Muhammad Hasbi
Ash-Shiddieqy dari bukunya disebutkan :
سبخخ ثعمذ ائخبسح ب رم إ ب رار خ ف زم بفع ١غذ ا إ
65
Artinya: “Sesungguhnya manfaat-manfaat itu tidak dinilai dengan sendiri,
hanya dia diberi nilai dengan akad sewa-menyewa untuk
memenuhi keperluan”127
Maksudnya adalah sesuatu yang dapat diambil dan dapat
ditempatkan pada suatu tempat. Karena itu sesuatu yang tidak dapat diambil
dan tidak dapat ditempatkan pada suatu tempat, seperti bawang merah yang
dimiliki oleh penjual umpamanya, maka hal ini dikatakan sebagai sesuatu yang
tidak boleh kita memanfaatinya (ghairu mutaqawwim), karena tidak mudah
diambil dengan maksud memiliki tanpa adanya pengganti dari bawang merah,
tetapi apabila kita memanfaatkan jasa seorang makelar untuk memediatori
guna membeli bawang merah yang dimiliki penjual, maka ketika sudah dibeli
barulah bawang merah itu dikatakan sebagai sesuatu yang dibolehkan untuk
memanfaatinya (mutaqawwim) karena telah dimiliki pembeli. Hal ini adalah
berdasarkan suatu kaidah yang diterapkan sebagai berikut:
اؤش١بء ائثبزخ ف ؤص ا
Artinya: “pokok hukum dalam segala rupa perkara, ialah boleh”128
Kekhususan terjadi pada profesi yang dilakukan sebagai perantara
jual-beli yang kemudian memperoleh upah dari jasa pekerjaannya :
عهي صيد فع, فيصح اسرجاز انثياع ت ي فيخرص تيع
Artinya : Maka untuk menjualnya dengan lebih bermanfaat hanyalah secara
khusus bisa dilakukan oleh makelar, dan karena itu maka menyewa
makelar untuk menjualkannya dihukumi sah
127
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Siddiegy, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang
: PT Pustaka Rizki Putra, 2010, hlm. 142.
128Ibid
66
إنا فها ثم, أجسج ان كهاو, فه ذعة تكثسج ذسدد أ حيث نى يصح, فإ
Artinya: Sekiranya penyewaan jasa orang diatas tidak sah adanya, maka
jika Ia (makelar) itu mengalami kelelah lantaran berjalan
mondar-mandir atau omong sana omong sini, maka berhak
memperoleh upah sepatutnya/selayaknya: kalau ia tidak
mengalami kelelahan, maka ia tidak berhak menerima upah yang
sepantas”129
Dari pengertian teori diatas adalah ketika kemanfaatan dalam
transaksi sudah diketahui dengan didapatkannya barang dari makelar dan
kemanfaatan itu pula telah didapat oleh penyewa, maka pada prakteknya
seorang yang memanfaatkan atau menggunakan jasa tenaga dari makelar, disitu
ia (mu‟ajir) atau orang yang menyewa jasa makelar, memberikan upah dari
jasa pekerjaan yang dilakukan, bila pun seorang makelar tidak bisa atau
dikatakan gagal maka, makelar disini tidak mendapatkan upah. Dalam hal ini
pun Al-Baijuriy dan Al-Ghaziy berpendapat :
ؤخشح إب ا ١دعر عزمب ٠لبؼإ ذمعا ظفث حبسخئا ف حشخالا تدر
ئز ؤخخ ز١ اؤخشح فزى ب ازؤخ١ ٠شزشغ ف١ أ
Artinya : “Wajib adanya upah/sewa didalam sewa-menyewa (ijarah)
sewaktu dalam akad. Adapun menurut aturan yang mesti,
sesuai dengan kemutlakan Ijarah itu sendiri, maka harus
kontan upah/sewanya, hanya saja disyratkan dalam ijarah,
adanya tempo waktu, maka dalam yang demikian upah/ongkos
sewa dapat dijanjikan waktunya”.130
Yang selanjutnya dipertegas kembali oleh Al-Dimyatiy dan Al-
Malibariy sebagai berikut;
129
Ad-Dimyati, Ibid, hlm.132. ibid,
130Al-Baijurir, ibid., Al-Ghaziy (trjm) Achmad Sunarto, ibiid, hlm. 429
67
عث شزى اع أ ١ع ذمعا ف ذ١ع زا حشخبا أ دسشمر
ىإ حذ عأ ذلث حسذما حشخبا ف حذ حسذم اف بءف١زعبا ب
ذ٠ ذسر ذفر عبفا ؤ خعفاشخؤزغا فزغ٠ إ عبث
Artinya: “kewajiban membayar sewa yang sesuai dengan akad menjadi
tetap atas muktari (orang yang menyewa), dengan berakhirnya
masa persewaan dalam akad yang telah dibatasi masa berlakunya
dengan waktu, atau dengan telah berakhirnya masa kebiasaan
pemanfaatan dalam akad yang telah ditentukan (dibatasi) masa
berlakunya dengan suatu pebuatan (akad perburuan), walaupun
pihak yang memburuhkan belum cukup mengambil kemanfaatan
karena kemanfaatannya sudah dipotong sendiri”.131
Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa upah atas kemanfaatan yang
dalam hal ini adalah kemanfaatan sebuah pekerjaan yang dilakukan seorang
pekerja atau makelar, kepada majikan atau penyewa adalah sebuah keharusan
yang diterima pekerja sebagai iwad (pengganti) dari kemanfaatan yang di
berikan kepada penyewa. Ada pun mengenai besar kecilnya upah, disesuaikan
dengan kesepakatan bersama pada awal pejanjian di buat.
B. Analisis Hukum Islam terhadap bentuk akad dalam jual beli bawang
merah melalui jasa makelar
Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai
makelar bawang merah di desa Keboledan, yang telah penulis paparkan diatas,
maka Hukum Islam (fikih) tidak mengharamkan atau tidak memperbolehkan
praktek makelar, dikarenakan sesuai dengan aturan yang lazimnya berlaku
131
Al-Dimyatiy, pe cit, hlm. 142. Al-Malibary (trjm), Ali As‟ad, pe cit, hlm. 301
68
dalam Fiqh (Hukum Islam), dan fiqh justru memberikan arahan dalam
bermuamalah, hal yang demikian itu disebabkan oleh adanya kenyataan dalam
masyarakat setempat mengenai pemakaian dan penggunaan jasa makelar, serta
tidak ada cacat dan celanya sesuai dengan Hukum Islam (fiqh). Dan dari ulasan
analisis diatas, maka praktek hubungan kerja antara makelar dan pemilik
barang dan calon pembelinya dapat termasuk akad ijarah. Hal yang semacam
ini bisa dilihat dari bentuk akad yaitu shihgah (ijab qabul) yang menunjukan
sewa-menyewa dalam jual beli bawang merah melalui makelar.
Ijab dan Qabul disini menjadi posisi penting dalam sebuah
perjanjian atau akad, yang akan menentukan arah kedepannya pada suatu
transaksi, baik ketika perjanjian dilangsungkan maupun saat pelaksanaannya.
Karena Shighah (ijab dan qabul) adalah manifestasi dari perasaan suka sama
suka, yang keduanya terdapat kecocokan atau kesesuaian untuk mengalihkan
hak kepemilikan atas suatu barang atau jasa atas suatu manfaat pada suatu
transaksi.
Ijab seperti yang diketahui pada bab sebelumnya diambil dari kata
aujaba yang artinya meletakkan, dari pihak penjual yaitu pemberian hak milik,
dan qabul yaitu orang yang menerima hak milik. Jika penjual berkata:
“bi‟tuka”(saya jual kepadamu) buku ini dengan ini dan ini, maka ini adalah
ijab, dan ketika pihak lain` berkata: “qabiltu”(saya terima), maka inilah qabul.
Dan jika pembeli berkata: “juallah kepadaku kitab ini dengan harga begini”
69
lalu penjual berkata: “saya jual kepadamu” maka yang pertama adalah qabul
dan kedua adalah ijab.132
Dari sini penulis mengatakan maka jelaslah bahwa dalam transaksi
jual-beli permasalahan shighah, ucapan pembeli boleh didahulukan dari ucapan
penjual seperti ucapan diatas, tapi dalam permasalahan akad jual-beli penjual
selalu menjadi yang ber-ijab dan pembeli menjadi penerima baik di awalkan
atau diakhirkan lafalnya.
Para ulama tidak berbeda pendapat mengenai keabsahan jual-beli
yang menggunakan shighah jual-beli secara sharih (jelas dan lugas),133
karena
ijab dan qabul adalah unsur utama yang menandakan kerelaan dua belah pihak,
sehingga dalam masalah ini perlu diungkapkan secara jelas dan sebagai alamat
berpindahnya hak milik dari satu ke yang lainnya, serta dalam penyebutannya
(shighah) para pihak memahami maksud dari ucapan yang di jadikan akad
(shighah).
Perbedaan pendapat terjadi mengenai pemakaian kata-kata kinayah
(kiasan) dalam jual-beli. Menurut beberapa wajah (pendapat yang paling
shahih), pemakaian bahasa kiasan dibolehkan. Seperti ucapan “saya jadikan
ia milikmu dengan harga begini, atau ambillah dengan harga begini, atau
semoga Allah memberkahimu dengan barang itu sambil berniat jual-beli134
.
132
Abdullah Aziz Muhammd Azzam, Fiqh Muamalah; Sistem Transaksi dalam Fiqh
Islam, Jakarta : Amzah, 2010., hlm. 29.
133 Ibid., hlm. 31.
134Iibid
70
Adapun ulama yang mengatakan penggunaan shighah kinayah
dalam jual-beli tidak sah, karena orang yang diajak bicara tidak tahu apakah
dia diajak bicara tentang jual-beli atau yang lainnya, namun pendapat ini
tertolak karena penyebutan harga atau ganti jelas menunjukan jual-beli, maka
keberadaannya merupakan petunjuk akan hal itu dan jika terpenuhi semua
petunjuk yang mengarah kepada akad jual-beli bisa dipastikan bahwa ia adalah
akad jual-beli yang sah ,135
selama memang mengandung makna jual-beli dan
lainnya, dan si muaqid memahami perkataan tersebut.
Dari sini bisa dilihat bahwa bagaimanapun bentuk dari jual-beli dan
macamnya mengenai akad yang berkenaan dengan shighah, haruslah di
sandarkan pada objek (ma‟qud alaih) yang di akadi. Seperti jual-beli dengan
cara pesanan maka bentuk akadnya adalah salam, jual beli dengan mediator
atau orang sewaan maka termasuk dalam akad sewa-menyewa (ijarah). Baik
shighah tersebut penyebutannya secara sharih dan kinayah dengan syarat
bahwa shighah haruslah jelas adapun yang menggunakan dengan ucapan
kiasan maka ucapan tersebut mengandung unsur jual-beli dan para pelaku akad
memahami maksud dari perkataan pada saat transaksi.
Terkait dengan masalah ijab dan qabul ini, adalah jual-beli melalui
perantara makelar (samsarah) di desa Keboledan yaitu seseorang yang diutus
untuk menjualkan dan mencarikan barang dan pembeli atau penjual dengan
adanya kompensasi atau upah. Shighah disini dimaksudkan adalah sebagai
transaksi sewa jasa makelar, yang mana ucapkan tersebut digunakan untuk
135
Ibid, hlm. 32
71
memngugkapkan maksud muta‟aqidain, yakni berupa lafal atau sesuatu yang
mewakilinya, sebagai sewa jasa untuk mempekerjakan dalam mencarikan
bawang merah atau pembeli dan sebaliknya. Maka shighah yang ada dalam
praktek tersebut adalah sebagai berikut: “saya ada barang mau di jual, dan
saya hargai bawang merah ini 6(enam) rupiah136
maka juallah bawang merah
ini, selanjutnya terserah anda, mau jual berapa ke pembeli itu terserah anda”
kemudian makelar berkata “ya”, sebagai tanda jadi137
. Ucapan shighah yang
semacam ini ketika penjual mengatakan pada pihak perantara (makelar)
mereka (penjual, makelar dan pembeli) memahami atau dimaksudkan sebagai
sewa jasa untuk menjualkan dan mencarikan pembeli. Dalam arti lain shighah
yang diucapkan adalah perkataan yang menunjukan permintaan kepada
makelar untuk menjualkan atau memasarkan bawang merah.
Maka dalam permasalahan shighah semacam ini di dalam kitab
Shahih Al-Bukhari disebutkan oleh Imam al-Bukhari .
قال ات سازتأسا تأجس انس انحس يى إتسا عطاء سيسي نى يسات
ل ت يق قال عثاض ناتأض أ نك * كرا ف اشاد عهى كرا ب ف را انث ع
تيك فهاتأض تيى نك أ زتح ف ي ا كا تكرا ف سيسي إذاقال تع ات
د ع سه سهى ان قال انثى صهى عهي . ى. ت شسط
136
Yang dimaksud 6(enam) rupiah adalah Rp 600.000,./kuintal harga ini sesuai
dengan apa yang berlaku pada saat transaksi berlangsung. Sedangkan untuk buangan kotoran
untuk per kuintal adalah 7-9 kilogram. Sebagai contoh membeli 100 kilogram, berati nanti
lebihannya 7-9 kilogram dan ini sudah berlaku.
137Lihat pada bab III bagian bentuk akad dalam transaksi jual beli baang merah.
72
Artinya : Ibnu Sirin, Atha, ibrahim, dan al-Hasan menilai tidak apa-apa
mengambil upah sebagai broker/makelar. Ibnu Abbas
menyatakan tidak apa-apa seorang berkata: “juallah barang ini.
Harga selebihnya sekian dan sekian menjadi milikmu. Ibnu Sirin
menyatakan bahwa jika seorang berkata : “juallah barang ini
dengan harga sekian. Jika ada kelebihan dari itu, maka menjadi
milikmu atau dibagi berdua,” maka hal (akad) demikian ini
boleh”. Nabi Muhammad SAW, bersabda; Muamalah orang
muslim sesuai dengan syarat mereka” (HR. Bukhari).138
Hal yang sama juga disebutkan oleh para Ulama kontenporer sepeti
Ahmad Mustafa, Ahmad Az-Zarqa dan Wahab Az-Zuhali, mengatakan bahwa
jual-beli melalui perantara itu di bolehkan, asal antara ijab dan qabul sejalan.139
Dengan demikian maka shighah yang telah diucapkan oleh penjual
kepada makelar sebagai ijab dari sewa jasa untuk mempekerjakan di bolehkan,
sebab antara muakid memahami akan ucapan sebagai persewaan, selain itu
juga shighah yang semacam itu berlaku dalam transaksi jual-beli bawang
merah.
Dalam fiqh Islam makelar atau samsarah termasuk akad ijarah
yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa orang lain dengan imbalan.140
Sebelum lebih lanjut menyebutkan dasar Hukumnya baik dari al-Qur‟an dan
Hadis-nya dari akad ijarah, lebih dulu penulis akan menjelaskan pengertiana
ijarah itu sendiri.
138
Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Ibnu Ismail Ibnu Ibrahim Ibnu Mughirah Ibnu
Bardazabah Al-Bukhari Al-Ja‟fiy, Shahih Al-Bukhariy Kitab Al-Ijarah, Bairut : Darul Al-Fikr,
1429H/2005M, hlm. 52
139Nasrun Haroen, op cit., hlm.118
140Masyfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah; Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta : Haji
Masagung, 1994, hlm. 127
73
Dalam pelafalan sehari-hari, kata ijarah tidak saja dibaca dengan
hamzah berbaris dibawah (kasrah), tetapi juga bisa dibaca dengan berbaris di
atas (fathah) dan berbaris didepan (dhamah). Namun demikian, pelafalan yang
paling populer adalah dengan berbaris dibawah (al-ijarah). Secara bahasa ia
digunakan sebagai nama bagi al-ajru yang berarti imbalan terhadap suatu
pekerjaan “ ع اعادضاء “ dan pahala “اثاة”.141
dalam bentuk lain,
kata ijarah juga bisa dikatakan sebagai nama bagi al-ajru yang berarti upah
atau sewa “142”.اىشاء selain itu, arti kebahasaan lain dari al-ajru tersebut,
yaitu ganti “143”اعض, baik ganti itu diterima dengan didahului oleh akad
atau tidak.
Dalam perkembangan kebahasaan berikutnya, kata ijarah itu
dipahami sebagai akad “اعمذ”, yaitu akad (kepemilikan) terhadap berbagai
manfaat dengan imbalan “ ع ذماع ضعث عبف ا ”144
atau akad kepemilikan
manfaat dengan imbalan “ ه١ر ضعث خعفا “.145
Dari dua pengertiaan ini
bisa ditarik bahwa ijarah adalah transaksi yang digunakan untuk akad
pemilikan manfaat atau dalam kata lain adalah transaksi pada kemanfaatan
141
Achmad Sunarto, Terjemah Fat-hul Qorib jilid 1, Surabaya : Al-Hidayah, 1991,
hlm. 426. Lihat juga: Muhammad bin Mukarom bin Manzhur, Lisan al-„Arab Juz 4, Beirut: Dar
Shadir, t.th., hlm. 10.
142Lihat (trjm) Ali As‟ad, op cit, hlm. 297
143Ibid, hlm. 286
144Lihat Achmad Sunarto, ibid., hlm. 426
145Lihat Asy-Syaikh Jalaludin Muhammad bin Ahmad Al-Mahalliy, Khasyiyat
Qulyubiy Wa „Umayrah Jus 3, Beirut : Dar Al-Fikr, t.th, hlm. 68
74
yang berasal dari makhluk atau benda bergerak, seperti manusia, hewan atau
kapal (kendaraan). Atau bisa dikatakan bahwa ijarah digunakan terhadap
manfaat yang muncul dari makhluk yang berakal (manusia), rumah, kendaraan
dan sebagainya.
Ulama Hanafiyyah mendefinisikan ijarah dengan ringkas saja.
Definisi yang mereka kemukakan rata-rata tidak terlalu berbeda dengan
pengertian ijarah secara bahasa. Menurut mereka, ijarah adalah akad terhadap
manfaat dengan imbalan “ ضعث عبف اع ذمع ”146
.
Ulama Malikiyyah dan Hanabila secara tegas mengatakan bahwa
pada hakikatnya ijarah adalah jual-beli manfaat “ فعخ ث١ع”. Karena dalam
pengertian ijarah menurut mereka adalah ذ جبزخ بفع ش١ئ ١ه ع حر
ض 147”ثع “pemilikan terhadap berbagai manfaat sesuatu yang
mubah(dibolehkan) untuk jangka waktu tertentu dengan adanya imbalan”.
Shingga dari definisi ulama Maliki tersebut penulis dapat melihat bahwa yang
di maksud mereka adalah pemilikan terhadap sesuatu yang jelas untuk waktu
yang jelas dengan imbalan yang jelas.
Sedangkan menurut ulama Syafi‟iyah, seperti yang disebutkan al-
Malibariy, ijarah identik dengan jual-beli. Sedang al-Baijuriy menyebutnya
sebagai salah satu jenis jual-beli. Ia (al-Malibariy) menyebutnya sebagai
“pemilikan terhadap manfaat dengan syarat-syarat tertentu” خعف ه١ر
146
Lihat Nasrun Harun, bab ijarah, op cit, hlm. 228
147Lihat nasrun harun, pe cit, hlm. 229
75
غششث ضعث “ 148
. Sedangkan secara definitif mereka para ulama
mengartikan ijarah dengan apa yang diutarakan oleh Al-Baijuriy:
ذ عمع ع ضعث خبزثئا يزج بثل حدصم خع خعف
Artinya : “Suatu bentuk akad (transaksi) terhadap manfaat yang telah di
maklumi (spesifik),disengaja dan bisa diserahterimakan serta
boleh dengan imbalan yang jelas”149
Dengan melihat definisi tersebut maka penulis menagkap inti dari
pengertian menurut ulama Syafi‟iyah bahwa ijarah merupakan bagian dari
jual-beli, karena ia merupakan akad peralihan kepemilikan antara pihak-pihak
yang berakad. Dalam hal ini manfaat (non-material) menempati posisi yang
sama dengan benda-benda material lain. Manfaat itu sendiri merupakan objek
yang sah dan dapat dimiliki, baik pada waktu masih hidup maupun sudah mati.
Konsekwensinya, ketika manfaat itu rusak, maka pihak yang merusaknya
berkewajiban menggantikannya, imbalan (harga) manfaat itu bisa berbentuk
materi tunai dan juga bisa berbentuk utang. Penamaannya dengan ijarah
sendiri sesungguhnya tidak menunjukkan bahwa ia bukanlah jual-beli.
Penamaan itu merupakan pengkhususan terhadap akad jual-beli yang lain
seperti sharf dan salam.
Dari berbagai pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa ijarah
adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran
upah atau sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership)
atas barang itu sendiri. Transaksi ijarah didasarkan pada adanya perpindahan
148
Lihat (trjm) Aliy As‟ad, Fathul Mu‟in, hlm. 286
149 Lihat Al-Baijuriy, op cit, hlm. 93. Lihat juga Nasrun Harun, hlm. 228
76
manfaat. Pada prinsipnya ia hampir sama dengan jual-beli. Perbedaan antara
keduanya dapat dilihat pada dua hal utama. Selain berbeda pada objek akad;
dimana objek jual-beli adalah barang kongkrit, sedang yang menjadi objek
pada ijarah adalah jasa atau manfaat, antara jual-beli dan ijarah juga berbeda
pada penepatan batas waktu, dimana pada jual-beli tidak ada pembatasan
waktu untuk memiliki objek transaksi, sedang kepemilikan dalam ijarah hanya
untuk batas waktu tertentu.
Untuk memberi gambaran yang komprehensif dan alasan dalam
masalah ini penulis mengatakan ijarah sama dengan makelar pada prakteknya
yaitu kepemilikan manfaat, dimana ijarah dilakukan pada waktu atau batas
tertentu demikian juga pada samsarah (makelar), ketika seorang makelar
bekerja kepada pengguna jasa makelar dengan kompensasi upah sehingga
ketika batas yang sudah ditentukan maka makelar yang dipekerjakan tidak lagi
bekerja atasnya, terkecuali jika dilakukan akad kembali sehingga ada ikatan.
Dengan kata lain pemanfaatan jasa seorang makelar ketika sudah habis batas
waktu yang telah ditentukan maka pengguna jasa tersebut berkewajiban
memberi uang imbalan atau upah atas jasanya. Demikian juga ijarah yang
bertujuan memiliki manfaat dengan imbalan.
Melanjutkan dari permasalahan di atas, yaitu makelar termasuk
akad ijarah, maka hal ini didasarkan pada landasan Hukum Islam yang dapat
dilacak baik dari al Qur‟an dan Hadist Nabi SAW. Didalam surat Al-Baqarah
ayat 233 disebutkan tentang izin terhadap seorang suami memberikan imbalan
77
materi terhadap perempuan yang menyusui anaknya. Untuk lebih jelasnya ayat
tersebut sebagai berikut :
ا رغزشظع أ أسدر ببأإ ز إرا ع فبخبذ ع١ى ز١آردو
فشعبث
Artinya; ...Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut......(QS- Al-Baqarah 233)150
Yang kemudian dipertegas
فآر ى أسظع فئ س أخ
Artinya : “kemudian jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu,
maka berikanlah pada mereka upahnya” (QS. Ath-Thalaq 6)151
Penggunaan kata الخبذ dalam ayat itu menunjukan bahwa
dibolehkan mengupah seseorang untuk menyusukan anak. Selain berbicara
tentang upah dalam menyusukan, al-Qur‟an juga menyebutkan bahwa ijarah
(jasa upahan) juga dapat dijadikan sebagai mahar dalam pernikahan. Hal itu
pernah dilakukan oleh Nabi Syu‟aib ketika menikahkan putrinya dengan Nabi
Musa, seperti disebutkan dalam surat al-Qashash ayat 27 berikut;
ئف حدز ث شخؤر أع ١ز ز اثذزإ هسىأ أذ٠سأ إ بيل
اهللبءش إ ذدزع ه١ع كشأ أذ٠سأب نذع ا فششع ذرأ
١ساص
150
Departemen Agama, al-Qur‟an dan Terjemahannya, op cit., hlm. 57.
151Departemen Agama RI, ibid, hlm. 946
78
Artinya; „berkatalah dia (syu‟aib): “sesungguhnya aku bermaksud
menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini,
atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika
kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan)
dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu
insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.”
(QS. Al-Qashash 27).152
Nabi Muhammad SAW sendiri, selain banyak memberikan penjelasan
tentang anjuran, juga memberikan teladan dalam pemberian imbalan (upah)
terhadap jasa yang diberikan seseorang. Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh
Imam al-Bukhariy, Muslim, dan Ahmad dari Anas bin Malik menyuruh
memberikan upah kepada tukang bekam. Hadist tersebut berbunyi :
١ذ ز به ع عف أخجشب ٠ اهلل ظس هب ث ظأ ععجذاهلل ث
عس خج١ؼثأ دز بيل ع ثصبع ش فؤ ع ي اهلل ص اهلل ع١
ش أ ش ففخ٠ أ أر ( سا اجخبس) اخشخ ا
Artinya;“Abdullah bin Yusuf diceritakan Malik dari Khumaid dari Anas bin
Malik ra., ia berkata : Rasulallah SAW berbekam dengan Abu
Thayibah. Kemudian beliau menyuruh memberinya satu sha‟
gandum dan menyuruh keluarganya untuk meringankannya dari
beban kharaj”. (HR. Al-Bukhariy).153
Hadis yang populer dalam masalah ini yaitu upah yang berkenaan
dengan mempekerjakan orang samsarah (makelar) adalah hadist yang berisi
perintah Nabi untuk membayar upah pekerja sebelum keringatnya kering.
Hadist tersebut adalah sebagai berikut :
152
Departemen Agama Al Qrandan Terjemahannya, Ibid, hlm. 613.
153Tim Penyusun Al-Bayan, Shahih bukhari Muslim, Bandung : Jabal, 2008, hlm.
284. Selanjutnya lihat, Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibni Al-
Mughirah Bardazabah Al-Bukhari Al-Ja‟fi, Shahih al-Bukhari Kitab al-Buyu‟, Bairut : Darul Al-
Fikr, 1419H/2005M, hlm. 16
79
ب شع ثا ع اهلل ع ع ١ع اهللاهلل ص يعس بيل: بيل سظ
) شع فد٠ أ جل شخأ ش١خؤاؽعأ ( سا إث بخل
Artinya : “dari Ibnu Umar ra, ia berkata; telah bersabda Rasulallah;
berikanlah upah pekerjaan sebelum keringatnya kering” (HR.
Ibnu Majah)154
Pernyataan selanjutnya pun di katakan oleh Al-Malibariy
سذل ٠ذبلع ع بث و رص شخؤث حبسخئا رصربإ غخا خفصب
و إ خ ف ز٠بع ذفو بإ خ ازف ب از أ إخبسح اع١
Artinya : “dan sahnya ijarah itu adalah dengan adanya sewa atau upah
yang berwujud sesuatu yang sah sebagai harga yang diketahui
oleh kedua pihak yang berakad, baik itu ukurannya maupun jenis
dan sifatnya, baik berupa bon/uang muka, kalau tidak maka cukup
tertunjukannya dalam penyewaan barang kontan atau yang masih
dalam tanggungan”.155
Berdasarkan dari ayat al-Qur‟an dan hadist diatas maka menyewa
seseorang untuk menyusukan anak, menyewa jasa pekerjaan yang kemudian di
jadikan sebagai mahar dalam pernikahan, menyewa jasa untuk berbekam,
sampai dengan adanya upah adalah boleh hal ini sesuai dengan ayat yang
terdapat diatas. Karena faedah yang di ambil dari sesuatu dengan tidak
mengurangi pokoknya (asalnya) sama artinya dengan manfaat (jasa), dan yang
154
Al-Imam Ibnu Al-Fadl Ahmad Ibnu Ali Ibnu Hajar Al-Asqolani, Buluhul Marom,
Bairut : Darul Al-Fikr, 1419 H/ 1998 M, hlm. 161.
155Asy-Syaikh Al-Allamah Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibariy (selanjutnya
disebut Al-Malibariy), Fathul Mu‟in, Al-Allamah Abiy Bakr Al-Masyhuri Bi Sayid Al-Bakriy Ibn
As-Syayid Muhammad Syatha Ad-Dimyatiy, I‟ana At-Thalibin Juz 3, Bairut : Dar Al-Fikr,
1426H/2005M., hlm. 137. Lihat (Trjm) Ali As‟ad, Fathul Mu‟in, Kudus : Menara Kudus, tth., hlm.
286.
80
lebih penting adalah ketika pekerja sudah memberikan manfaat kepada orang
yang memakai jasanya di haruskan memberikan upah, karena upah merupakan
hak yang wajib ditunaikan setelah pekerjaan tersebut selesai dilaksanakan.
Demikian halnya samsarah (makelar) yang mana ia menawarkan jasa kepada
para pengguna sehingga setelah jasa dari kemanfaatan pekerjaan itu sudah
selesai dilakukan maka makelar tersebut pun berhak atas upah yang harus
diberikan dari pengguna jasa makelar.
Oleh karena dalam permasalahan makelar atau samsarah adalah
termasuk/tergolong akad ijarah, maka jasa pekerjaan yang dilakukan makelar
dengan kompensasi atau upah atas sewa jasa pekerjaannya. Termasuk akad
ijarah dalam bentuk kemanfaatan jasa pekerjaan.
Penulis kutip dari Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-
Tuwaijiri didalam Ensiklopedi Islam Kamil karangannya beliau membagi
ijarah kedalam dua kelompok yaitu :
1) Sewa terhadap sesuatu yang jelas diketahui, seperti perkataan “aku
sewakan kepadamu rumah ini atau mobil ini dengan harga sekian”
2) Sewa terhadap suatu jasa perbuatan yang diketahui dengan jelas, seperti
menyewa buruh untuk membangun dinding, atau menggarap tanah dan
lai sebagainya156
Pendapat Ibnu Rusyd ia mengatakan bahwa, para ulama sepakat
mengenai persewaan atau sewa-menyewa ada dua macam: pertama, adalah
persewaan terhadap manfaat barang yang kongkrit, dan kedua adalah
156
Syaikh muhammad op cit., hlm. 936
81
persewaan terhadap manfaat-manfaat yang ada pada tanggungan atau manfaat
pekerjaan.157
Dari kedua bagian yang di kemukakan oleh kedua tokoh diatas maka
makelar (samsarah) termasuk ijarah dalam bentuk non-material (diketahui
akan kemanfaatanya setelah makelar tersebut menjalankan pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya), atau ijarah pada jasa pekerjaan.
Selanjutnya, kalau pada jenis pertama ijarah bisa dianggap terlaksana
dengan penyerahan barang yang disewa kepada penyewa untuk dimanfaatkan,
seperti menyerahkan rumah, toko, kendaraan, pakaian, perhiasan dan
sebagainya untuk dimanfaatkan penyewa.
Sedangkan pada jenis kedua ijarah baru bisa dianggap terlaksana
kalau pihak yang disewa (pekerja) melaksanakan tanggung jawabnya
melakukan sesuatu, seperti membuat rumah yang dilakukan tukang,
mempertemukan penjual dan pembeli untuk melangsungkan transaksi dan
mencarikan barang untuk calon pembeli, mencarikan pembeli untuk penjual
yang dilakukan makelar (samsarah) dan lai sebagainya. Oleh sebab itu dengan
diserahkannya barang dan dilaksanakannya pekerjaan tersebut, pihak yang
menyewakan (pekerja) baru berhak mendapatkan uang sewa atau upah.
157
Al-Faqih Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rusyd,
Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, (trjm) Imam Ghozali & Achmad Zainudin, Analisis
Fiqih Para Mujtahid, Jakarta : Pustaka Amani, 2002, hlm. 83
82
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Maka akhirnya, dari deskripsi dan uraian panjang diatas dapat penulis
simpulkan sebagai berikut :
1. Dari praktek makelar yang ada didesa keboledan, maka Hukum Islam
(Fiqh) mengatakan Sah menyewakan/menyewa jasa pekerjaan makelar
yang ada nilai harganya, yang diketahui barang dan ukuran maupu
sifatnya.
Dalam hal ini yang tidak termasuk ada nilai harganya yaitu barang yang
tidak terdapat nilai harga, maka yang demikian ini tidak sah, yaitu
menyewa tukang menjual (makelar) untuk mengucapkan satu patah dua
kata menurut beberapa pandangan ulama (wajah), sekalipun terdapat ijab
qabul dan sekalipun melariskan dagangan, karena dua patah kata tidak
ada nilai harganya, dan ucapan tersebut tidak ada atau tidak memiliki
nilai ekonomis.
Ketidaksahannya menyewa makelar/samsarah adalah tertentu yaitu
untuk barang jual yang telah mempunyai harga tetap di suatu daerah,
misalnya roti. Lain halnya dengan budak dan pakaian, dimana harganya
selalu berubah-ubah sasuai siapa yang membeli (yang bertransaksi).
Maka untuk menjualnya dengan lebih bermanfaat hanyalah secara khusus
82
83
bisa dilakukan oleh tukan menjual yaitu makelar. Oleh karena itu, maka
menyewa jasa makelar umtuk memasarkannya dianggap sah.
Sekiranya penyewaan makelar itu tidak sah(tidak berhasil dalam
memasarkan) adanya, maka jika makelar tersebut menjadi lelah
dikarenakan mondar-mandi dalam memasarkan barang itu adalah berhak
menerima gaji sepatutnya, kalaupun tidak maka tidak berhak
menerimanya.
2. Dan dari shighah (Ijab dan Qabul) penjual/pembeli dan makelar dari
aplikasinya yang menunjukan dan mengandung maksud sewa jasa
makelar, maka hal tersebut termasuk akad IJARAH yaitu transaksi atas
suatu manfaat yang mubah, berupa barang tertentu atau yang dijelaskan
sifatnya dalam tanggungan dalam waktu tertentu, atau transaksi atas
suatu pekerjaan yang diketahui dengan upah yang di ketahui pula.
Ijarah ada dua macam yaitu pertama, Sewa terhadap sesuatu yang jelas
diketahui, seperti perkataan “aku sewakan kepadamu rumah ini atau
mobil ini dengan harga sekian”. Kedua, Sewa terhadap suatu jasa
perbuatan yang diketahui dengan jelas, seperti menyewa buruh untuk
membangun dinding, atau menggarap tanah dan lain sebagainya
Maka dari sini pekerjaan/perbuatan atau jasa makelar termasuk ijarah
dalam bentuk yang kedua yaitu akad ijarah yang berupa sewa jasa
berupa pekerjaan makelar dalam mediator jual beli bawang merah.
84
B. Saran Saran
Ada beberapa hal yang perlu dan patut penulis berikan saran pada
penulisan akhir skripsi ini diantaranya sebagai beerikut :
1. Kepada para pelaku (penjual, pembeli dan makelar) hendaknya
mengetahui masalah fiqh agar memiliki loyalitas yang tinggi terhadap
prakteknya sehingga bisa terjauh dari hal-hal yang dilarang oleh agama.
Yang mana makelar sebagai sarana atau media untuk mempermudah
jalannya transaksi dan solusi untuk menjawab kebutuhan dalam
kehidupan sosial.
2. Kepada para Makelar yang dipercaya masyarakat sebagai jembatan
penghubung dalam transaksi, agar selalu menjaga integritas serta selalu
aktif dalam melayani keluhan masyarakat didalam masalah jual-beli
bawang merah, dan lebih konsekuen dalam menjaga amanat sebagai
orang yang dipercaya.
C. Penutup
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada kehadirat illahi
rabbi Allah SWT, yang telah memberikan karunia berupa rahmat, taufiq, dan
hidayah-Nya serta inayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
tanpa adanya hal yang memberatkan bagi penulis.
Sudah menjadi kewajiban bagi manusia, bila dalam penulisan skripsi
ini masih banyak kekuarangan dan skripsi ini adalah hasil maksimal dari
penulis, sehingga dalam penyajian skripsi ini tentunya terdapat kekurangan
85
yang harus di benahi. Oleh karena itu harapan penulis kiranya ada kritik dan
saran yang membangun guna menyempurnakan hasil karya ilmiah ini.
Akhirnya kepada para pihak yang telah banyak membantu dalam
penulisan dan penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak
langsung, serta moril dan spirituil penulis ucapkan banyak terimakasih.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya. Amin ……………
Wassalamualaikum Wr. Wb….
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Bin Muhammad Ath-Thayyar, et al. Ensiklopedi FIQIH Muamalah
Dalam Pandangan 4 Madzhab, Yogyakarta : Maktabah Al Hanifah, 2009
Abdurrahman Syekh as sa’di, et al, Fiqih Jual Beli, Jakarta : Senayan Publishing,
Cet ke 1, 2008.
Afandi M. Yazid, Fiqh Muamalah; dan Implementasinya dalam Lembaga
Keuangan Syari’ah, Yogyakarta : Logung Pustaka, 2009
Al Khafid ibnu Khajar Al asyqolani, Bulughul Maram, Bairut : Darul Al-Fikr,
1419 H/1998 M
As’ad Aliy, Tarjamah Fathul Mu-in, Jilid 2, Kudus : Menara Kudus, 1979.
Ashofa Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, Cet ke-3,
2001.
Azzam Muhammad Abdul Aziz, Fiqh Muamalat; Sistem Transaksi dalam Fiqh
Islam, Jakarta : Amzah, Cet ke-1, 2010.
Bakri, Sayyid bin Sayyid Muhammad Assyatha ad-Dimyathi, I’anat At-Tholibin,
jilid 3, Bairut : Darul As-Shasha, 1426H/2005M.
Bisri, Moh. Adib, Tejamah Al-Faraidul Bahiyyah Risalah Qawa-id Fiqh, Kudus :
Menara Kudus, 1977.
Bungin, Burhan, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial lainnya, Jakarta : kencana, Cet ke-3, 2009.
Chapra, M. Umer, Reformasi Ekonomi; Sebuah Solusi Persepektif Islam, Jakarta :
Bumi Aksara, Cet ke 1, 2008.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Surabaya : Al-Hidayah,
1998.
Departemen pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Jakarta :
Balai Pustaka, 1991
Djazuli.A, Kaidah Kaidah FIKIH: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam
Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis, Jakarta : kencana, Cet ke-
2, 2007.
Djuwaini Dimyaudin, Pengantar Fiqh Mu’amalah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2008
Haroen Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama, Cet ke-2, 2007.
Hasan M. Ali, Berbagai macam Transaksi dalam Islam, (Fiqh Mu’amalah), ed.1,
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Cet ke-2, 2004
http://bisnisukm.com/bisnis-makelar-peluang-usaha-potensial-html
Ibrahim , Syaikh Al-Baijuriy, Khasiyah Syaikh Ibrahim Al-Baijuriy ‘ala Syarah
Al-Alamathi Ibnu Qasim Al-Ghaziy ala Matan Asy-Syaikh Abi Suja’, Juz 2
Bairut : Darul Al-Fikr, 1425-1426H/2005M.
J. Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Pemaja
Rosdakarya, Cet ke-24, 2007.
Majalah As-Sunnah Edisi 03/IX/1426H/2005M
Muhammad, & Fauroni Lukman, Visi Al Qur’an Tentang Etika dan Bisnis,
Jakarta : Salemba Diniyah, 2002
Muhammad, Tengku, Ash-Shidieqy, Hasbi, Pengantar Fiqh Muamalah;
Membahas Hukum Pokok dalam Interaksi Sosial-Ekonomi, Semarang :
PT. Pustaka Rizki Putra, 2009.
Pasaribu Chairuman, K. Lubis Suhrawardi, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakrta
: Sinar Grafika, ke-2, 1996.
Sabiq sayyid, Fikih Sunnah 12, Bandung : PT Al Ma’arif, Cet ke-20, 1987.
Sabiq Sayyid, Fikih Sunnah 13, Bandung : PT Al Ma’arif, Cet ke-20, 1987.
Sugiono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:
Alfabeta, Cet ke-4, 2008.
Sunarto Achmad, Terjemah Fat-hul Qarib, Jilid 1, Surabaya : Al-Hidayah, 1991.
Syafi’I Antonio Muhammad, Bank Syari’ah dari teori ke praktek, Jakarta : gema
Insani, Cet Ke-1, 2001.
Muhammad Syaikh al-allamah bin Abdurrahman Ad-Dimasqi, Fiqih Empat
Madzhab, Bandung : Hasyimi, cet ke-13, 2010
Muhamma Syaikh bin Ibrahim bin Abdullah AtTuwaijiri, Ensiklopedi Insan Al-
Kamil, Jakarta : Darus Sunnah, 2011
Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo
Semarang, 2008.
Zuhaili Wahbah, Fiqih Imam Syafi’i; Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadits, Jilid 1 & 2, Jakarta : Almahira, Cet ke-1, 2010.
Ya’qub Hamzah, Kode Etik Dagang Menurut Islam : Pola Pembinaan Hidup
dalam Perekoonomian, Bandung : CV. Diponegoro, 1992
Lampiran
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTK MAKLAR
JUAL BELI BAWANG MERAH
( studi kasus di Desa Keboledan Wanasari Brebes )
Transkip wawancara dengan Makelar di Desa Kboledan.
1. Sudah berapa lama anda menekuni profesi sebagai Makelar?
2. Bagaimana tugas dan fungsi makelar dalam jual beli bawang merah?
3. Bagaimana proses praktek makelar dalam jual-beli bawang merah secara
umum?
4. Ada berapa tahapan bagi seorang makelar mulai dari menerima sampai
seorang makelar mendapatkan upah atas jasa pekerjaannya?
5. Bagaimana dan seperti apa bentuk akad dalam transaksi jual-beli bawang
merah prihal sewa jasa makelar?
6. Bagaimana akibat dari akad tersebut?
7. Kepada siapa seorang makelar mencarikan bawang merah guna memenuhi
pesanan ?
8. Jika saudara mencarikan bawang merah guna memenuhi pesanan, apakah
ada kendala pada waktu mencari barang tersbut?
9. Bila anda tidak mendapatkan barang yang diminta, maka bagai mana
solusinya? apakah tetap saudara mendapatkan upah?
10. Bagaimana upah yang didapat seorang makelar, ketika suadah memenuhi
permintaan?
11. Ada berapa jenis bawang merah yang sering di transaksikan?
12. Kapan berakhirnya sewa jasa makelar dalam mencari bawang merah?
13. Berapa lama makelar disewa/berapa lama waktu dalam mencari bawang
merah?
Transkip Wawancara dengan pengguna jasa makelar
1. Sudah berapa lama anda menggunakan jasa makelar untuk menjualkan
atau memasarkan dan mencarikan bawang merah?
2. Faktor apa yang menjadikan anda memakai jasa tenaga makelar dalam
menjualkan dan memasarkan bawang merah?
3. Adakah kendala apabila ketika jual-beli bawang merah tidak
menggunakan jasa makelar?
4. Apa yang anda ketahui mengenai makelar dalam jual-beli bawang merah?
5. Setiap kali anda menjual atau membeli bawang merah, apakah selalu
menggunakan jasa makelar ?
6. Bagaiman bentuk akad jual-beli dengan menggunakan jasa makelar
sebagai sewa jasa?
7. Bagaimana proses jual-beli bawang merah dengan menggunakan jasa
makelar?
8. Berapa upah yang diberikan kepada makelar ketika mendapatkan barang
yang di cari?
9. Apakah upah sbagai sewa jasa maklar di tentukan di awala akad?
10. Bagaimana bila terjadi hal ketika makelar tidak mendapatkan bawang
merah, apakah makelar tetap mendapatkan upah sebagai sewa jasa
makelar?
11. Berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam mencarikan barang dari
seorang penjual dan pembeli?
12. Kapan transaksi itu berakhir?
13. Ada berapa jenis bawang merah yang sering di transaksikan atau di
perjual-belikan?
Nama Responden
No. Nama Responden Keteranagan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Ajo
Ghoni
H. Juli
Harjo
Kanapi
Khumed
Lani
Limi
Sofyan Syarif
Tarwid
Ubin
Makelar
Pembeli
Pemilik Lapak/bos bawang merah
Buruh songgol
Makelar
Petani
Pemilik lapak
Petani/makelar
Petani/Mandor
Makelar
Mandor/petani
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Aksan Zamzami
NIM : 072311049
Fakultas : Syari’ah
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Brebes, 30 Mei 1986
Agama : Islam
Alamat : Jl. Makmur No.1 RT/RW 06/01, Keboledan Wanasari
Brebes
Pendidikan :
- SDN 03 Keboledan Lulus Tahun 1998
- SLTP Ma’arif NU 02 Wanasari Lulus Tahun 2001
- SMA N 01 Kec. Larangan Lulus Tahun 2006
- Jurusan Hukum Ekonomi Islam (Muamalah) Fakultas Syari’ah IAIN
Walisongo Semarang.
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya untuk
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Semarang, 11 Juni 2012
Akhsan Zamzami
NIM 072311049
BIODATA DIRI
Nama Lengkap : Akhsan Zamzami
Tempat, Tanggal Lahir : Brebes, 30 Mei 1986
NIM : 072311049
Jurusan : Hukum Ekonomi Islam
Fakultas : Syari’ah
No. Hp : 085866664336
Nama Orang Tua
Bapak : A. Syarifudin
Pekerjaan : Petani
Ibu : Tobi,ah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Makmur No. 1 RT/RW 06/01 Keboledan
Wanasari Brebes
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenar-benarnya, untuk
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Semarang, 11 Juni 2012
Akhsan Zamzami
NIM. 072311049