tinjauan hukum acara perdata terhadap pengambilan

16
TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN KETERANGAN SAKSI DI PENGADILAN AGAMA ( STUDI KASUS DI PA KABUPATEN MALANG ) SKRIPSI OLEH: USAMAH SALIM BOB SAID NPM. 21601012030 UNIVERSITAS ISLAM MALANG FAKULTAS AGAMA ISLAM PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISAM 2020

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

KETERANGAN SAKSI DI PENGADILAN AGAMA

( STUDI KASUS DI PA KABUPATEN MALANG )

SKRIPSI

OLEH:

USAMAH SALIM BOB SAID

NPM. 21601012030

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISAM

2020

Page 2: TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

HALAMAN JUDUL

TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

KETERANGAN SAKSI DI PENGADILAN AGAMA

( STUDI KASUS DI PA KABUPATEN MALANG )

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam

Menyelesaikan Program Sarjana (S1)

Pada Program Studi Hukum Keluarga Islam

Oleh:

Usamah Salim Bob Said

Npm. 21601012030

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISAM

2020

Page 3: TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

ABSTRAK

Said, Usamah salim bob 2020. Tinjauan Hukum Acara Perdata Terhadap Pengambilan

Keterangan Saksi Di Pengadilan Agama ( studikasus di PA kabupaten malang kelas

1A), Skripsi, Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam,

Universitas Islam Malang. Pembimbing 1: Drs. H. Ahmad Subekti, Mag. Pembimbing

2: Dr. Syamsu Madyan LC, MA.

Kata Kunci: Saksi, Pengadilan Agama

Penulisan ini dilatar belakangi setelah meninjau dari proses persidangan perkara

perceraian di pengadilan agama. Dan pada saat hakim memanggil dua orang saksi sebagai alat

bukti pada perkara perceraian secara bersamaan, namun ada beberapa hakim yang tidak

menyetujui perihal pemanggilan dua orang saksi secara bersamaan. Maka dari temuan itu

penulis menemukan ada perbedaan antara Hukum positif yang berlaku mengenai tata aturang

persidangan atau pengambilan keterangan saksi di pengadilan agama, khususnya di pengadilan

agama kabupaten malang.

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Jenis penelitian ini adalah penelitian

lapangan ( field research), yaitu penelitian yang menekankan pada praktik di lapangan.

Penelitian ini bertujuan mempelajari secara intensif mengenai latar belakang dan dilakukan

dengan terjun langsung ke lapangan untuk menggali data yang diperlukan Hasil penelitian ini

adalah menjelaskan kebolehan pengambilan keterangan saksi secara bersamaan ,

Kesaksi merupakan alat bukti yang wajar dan penting, karna di dalam pemeriksaan

suatu perkara di persidangan di perlukan keterangan dari pihak ketiga yang mengalami

peristiwa tersebut, bukan dari pihak yang berperkara. Menurut pasal 1902 KUH perdata, dalam

suatu peristiwa atau hubungan hukum menurut undang-undang hanya dapat di buktikan dengan

tulisan atau akta, namun alat bukti tulisan tersebut hanya berkualitas sebagai permulaan

pembuktian tulis, penyempurnaan pembuktiannya dapat di tambah dengan saksi.

Kesaksian adalah kepastian yang di berikan kepada Hakim di persidangan tentang

peristiwa yang dipersengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh

orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara yang di panggil di persidangan.

Hukum dalam teorinya umumnya memang berbeda dalam praktiknya. Hukum tidak lagi

seperti yang dipahami, akan tetapi lebih menyesuaikan pada lingkup pelaksanaannya.suatu

asas hukum merupakan munculnya berbagai norma hukum, yang kemudian dari satu norma itu

memunculkan berbagai kaidah hukum. Kaidah hukum inilah yang diwujudkan dalam peraturan

perundang-undangan dan menjadi pedoman dalam hidup dan bertingkah laku

Page 4: TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN
Page 5: TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Undang-undang Nomor 03 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor

07 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama pada Pasal 2 menyatakan: Peradilan Agama adalah

salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam

mengenai perkara tertentu.

Dalam pasal 49 menyatakan: Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,

memutuskan dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama

islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi

syariah. (A.A. Herlambang 2019 1)

Dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan di muka Pengadilan,

Hakim akan menempuh langkah-langkah yaitu, memberi peryataan segala peristiwa yang

diajukan oleh pihak-pihak yang berperkara, kemudian peristiwa-peristiwa yang telah

dikonstatir tersebut selanjutnya akan dicocokkan atau ditemukan hukumnya yaitu peraturan-

peraturan hukum yang tersedia atau hukum positif dengan pola sylogisme dan akhirnya

menetapkan hukumnya atau mengadili. Hakim akan mendengarkan dan menganalisa

pembuktian yang akan di bebankan kepada pihak-pihak yang beperkara. Salah satu yang harus

di hadirkan dalam sebuah sidang pembuktian adalah saksi.

Pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum oleh para pihak

yang beperkara kepada hakim dalam suatu persidangan, dengan tujuan untuk memperkuat

kebenaran dalil tentang fakta hukum yang menjadi pokok sengketa, sehingga hakim

memperoleh dasar kepastian untuk menjatuhkan keputusan. Menurut M. Yahya Harahap,

pembuktian adalah kemampuan Penggugat atau Tergugat memanfaatkan hukum pembuktian

untuk mendukung dan membenarkan hubungan hukum dan peristiwa- peristiwa yang

Page 6: TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

didalilkan atau dibantahkan dalam hubungan hukum yang diperkarakan. Subekti, mantan

Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan guru besar hukum perdata pada Universitas

Indonesia berpendapat bahwa pembuktian adalah suatu proses bagaimana alat-alat bukti

dipergunakan, diajukan atau dipertahankan sesuatu hukum acara yang berlaku. ( As’ad, 2012:

28 )

Menurut Sudikno Mertokusumo, membuktikan mengandung beberapa pengertian,

yaitu: Membuktikan dalam arti logis, berarti memberi kepastian yang bersifat mutlak, karena

berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinan adanya bukti lawan.

Membuktikan dalam arti konvensional, berarti memberi kepastian tetapi bukan

kepastian mutlak melainkan kepastian yang relatif sifatnya yang mempunyai tingkatan-

tingkatan sebagai berikut:

1. Kepastian yang hanya didasarkan pada perasaan, sehingga bersifat intuitif dan

disebut conviction intime.

2. Kepastian yang didasarkan pada pertimbangan akal, sehingga disebut conviction

raisonee.

3. Membuktikan dalam arti yuridis (dalam hukum acara perdata), tidak lain berarti

memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara guna memberi

kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan.

Pada tahapan penyelesaian perkara di pengadilan, acara pembuktian merupakan tahap

terpenting untuk membuktikan kebenaran terjadinya suatu peristiwa atau hubungan hukum

tertentu, atau adanya suatu hak, yang dijadikan dasar oleh penggugat untuk mengajukan

gugatan ke pengadilan. Pada tahap pembuktian juga, pihak tergugat dapat menggunakan

haknya untuk menyangkal dalil-dalil yang diajukan oleh penggugat. Melalui pembuktian

dengan menggunakan alat-alat bukti inilah, hakim akan memperoleh dasar-dasar untuk

menjatuhkan putusan dalam menyelesaikan suatu perkara.

Page 7: TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

Hukum Pembuktian di dalam Hukum Acara Perdata menduduki tempat yang sangat

penting, yang bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan Hukum Material, karena

secara formal Hukum Pembuktian mengatur cara bagaimana untuk mengadakan pembuktian,

sebagaimana yang diatur dalam RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten) dan HIR

(Herziene Indonesische Reglement). Dan secara materiil bertujuan untuk adanya Pembuktian

dengan pengajuan alat-alat bukti di dalam suatu persidangan Perkara di Pengadilan. Karenanya

Pembuktian merupakan penyajian alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim.

Ketika membahas tentang pembuktian, alat bukti yang diajukan oleh para pihak ke

persidangan akan dilakukan penilaian, yang dalam hal ini yang berwenang untuk melakukan

penilaian adalah Hakim. Pada umumnya, sepanjang undang-undang tidak mengatur

sebaliknya, Hakim bebas untuk menilai pembuktian. Dalam hal ini, pembentuk undang-undang

dapat mengikat Hakim pada alat-alat bukti tertentu, sehingga Hakim tidak bebas menilainya.

Sebaliknya, pembentuk undang-undang dapat menyerahkan dan memberi kebebasan pada

Hakim dalam menilai pembuktian terhadap alat bukti, misalnya keterangan saksi yang

mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas, artinya diserahkan pada Hakim untuk menilai

pembuktiannya, Hakim boleh terikat atau tidak pada keterangan yang diberikan oleh saksi.

(As’ad, 2012: 30 )

Alat bukti merupakan unsur penting di dalam pembuktian persidangan, karena hakim

menggunakannya sebagai bahan pertimbangan untuk memutus perkara. Alat bukti adalah alat

atau upaya yang diajukan pihak beperkara yang digunakan hakim sebagai dasar dalam

memutus perkara. Dipandang dari segi pihak yang beperkara, alat bukti adalah alat atau upaya

yang digunakan untuk meyakinkan hakim di muka sidang pengadilan. Sedangkan dilihat dari

segi pengadilan yang memeriksa perkara, alat bukti adalah alat atau upaya yang bisa digunakan

hakim untuk memutus perkara

Page 8: TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

Dalam Hukum Acara Perdata, alat bukti saksi bukanlah merupakan alat bukti yang

utama. Hal ini terlihat dari penyebutan alat bukti saksi pada urutan ke dua. Hakim karena

jabatannya dapat memanggil saksi-saksi yang tidak diajukan oleh pihak-pihak yang berperkara.

Namun demikian, ada beberapa ketentuan yang mensyaratkan siapa-siapa orang yang tidak

dapat didengar dan mengundurkan diri sebagai saksi sebagaiman yang ditegaskan dalam pasal

172 RBg/145 HIR, Pasal 174 RBg/146 HIR serta pasal 1909 dan pasal 1910 KUH Perdata.

Pembuktian dengan saksi pada umumnya dibolehkan dalam segala hal, kecuali

undang-undang menentukan lain misalnya, tentang persatuan harta kekayaan dalam

perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan perjanjian kawin dan perjanjian asuransi hanya

dapat dibuktikan dengan polis. (pasal 168 HIR atau pasal 306 RBg)

Keterangan saksi yang disebut kesaksian ialah: apa yang saksi nyatakan di sidang

pengadilan yang bertitik berat sebagai alat bukti di tunjukkan kepada permasalahan yang

berhubungan dengan pembuktian. (Alfitra, SH., MH 2011: 58)

Saksi adalah pihak yang memberikan keterangan mengenai apa yang di lihat, di

denger, atau dialaminya sendiri. Saksi juga bisa diartikan sebagai orang yang memberikan

keterangan di muka siding dengan memenuhi syarat-syarat tertentu tentang suatu peristiwa atau

keadaan yang dilihat, didengar, dan dialami sendiri sebagai bukti terjadinya peristiwa tersebut.

(Ratna 2008: 69)

Menjadi saksi adalah kewajiban hukum atas setiap orang. Pasal 224 KUHP

menyatakan bahwa “barangsiapa dipanggil sebagai saksi, solusi ahli atau juru bahasa menurut

undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi suatu kewajiban yang menurut undang-

undang selaku demikian harus dipenuhi, diancam, dalam perkara pidana dengan pidana penjara

paling lama Sembilan bulan dan dalam perkara lain dengan pidana penjara paling lama enam

bulan”

Page 9: TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

Dalam praktiknya di sebuah persidangan das sollen berbeda dengan das seinnya.

Hukum dalam teorinya umumnya memang berbeda dalam praktiknya, hukum tidak lagi sekaku

yang di pahami, tetapi lebih pada sifat fleksibelnya dalam lingkup implementasinya. Apa yang

tertulis dalam peraturan perundang-undangan sebagai pedoman yang semestinya, diterapkan

secara berbeda. Salah satunya terkait dengan pemeriksaan saksi secara bersamaannya atau

sekaligus dalam proses persidangan, baik dalam pemeriksaan perkara pidana ataupun perdata.

Seperti halnya alat bukti pada umumnya, alat bukti keterangan saksi pun mempunyai

syarat formil dan materiil. Antara kedua syarat itu bersifat kumulatif, bukan alternatif. Oleh

karena itu, apabila salah satu syarat mengandung cacat, mengakibatkan alat bukti itu tidak sah

sebagai alat bukti saksi. Sekiranya syarat formil terpenuhi menurut hukum, tetepi salah satu

syarat materiil tidak lengkap, tetap mengakibatkan saksi yang diajukan tisak sah sebagai alat

bukti. Atau sebaliknya, syarat materiil seluruhnya terpenuhi, tetapi syarat formil tidak, hukum

tidak menolerirnya, sehingga saksi tersebut tidak sah sebagai alat bukti. ( Harahap 2004:633)

Hal ini menjadi sangat esensial untuk dikaji karena pemeriksaan saksi satu per satu

menjadi salah satu syarat sahnya keterangan saksi sebagai alat bukti. Pemeriksaan saksi satu

per satu merupakan prinsip, yang tergolong sebagai syarat formil sahnya keterangan saksi

tersebut sehingga bisa dijadikan sebagai salah satu alat bukti dalam pembuktian.

Saksi harus diperiksa satu per satu. Dasar hukum pemeriksaan saksi tersebut telah

tertuang dalam Pasal 144 ayat (1) HIR menyatakan bahwa “Saksi-saksi yang datang pada hari

yang ditentukan itu dipanggil dalam ruang sidang seorang demi seorang.” Selanjutnya dalam

R.Bg. disebutkan secara limitatif bahwa “Saksi-saksi yang telah menghadap, dipanggil satu per

satu untuk masuk ke ruangan sidang”.

Saksi-saksi yang akan diambil keterangannya dipanggil satu per satu (seorang demi

seorang) untuk masuk ke ruang sidang. Saksi tidak dibolehkan saling mendengarkan

keterangan. Hal ini untuk menghindari saksi saling memengaruhi sehingga tidak memberikan

Page 10: TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

keterangan yang seharusnya, sebagaimana yang mereka dengar sendiri, mereka lihat sendiri,

atau mereka alami sendiri. Kebebasan saksi dalam memberikan keterangan menjadi prinsip

dasar diaturnya pemeriksaan saksi harus satu per satu. Di pihak lain, hakim pun diberikan

kebebasan dalam menilai kuantitas kesaksian saksi yang diperiksa di persidangan.

Pemeriksaan saksi secara sekaligus ini merupakan hal yang lumrah dalam praktik.

Bagi terdakwa (dalam perkara pidana) atau para pihak (dalam perkara perdata), pemeriksaan

saksi yang demikian bisa saja menguntungkan, ataupun merugikan terdakwa. Namun, secara

formil hal tersebut bisa menjadi tameng bagi pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan

upaya hukum.

Dunia praktik memberikan fakta yang berbeda terkait dengan prinsip pemeriksaan

saksi satu per satu. Sering terjadi pemeriksaan saksi dilakukan sekaligus. Beragam pula alasan

yang diberikan oleh para penegak hukum dalam menjelaskan hal tersebut.

Seperti halnya menurut bapak Drs. Moh. Jaenuri, S.H., M.H selaku hakim di

pengadilan agama Kabupaten Malang. Bahwasanya narasumber membolehkan dua orang saksi

masuk kedalam ruang sidang secara bersamaan karna menurutnya saksi itu sudah disumpah

dan diberikan penjelasan jika memberikan keterangan palsu atau tidak benar dan tidak ada

kemungkinan saksi itu memberikan jawaban yang tidak sebenarnya dari apa yang saksi lihat

dan dengar sendiri. ( Jaenuri, S.H., M.H dikutip pada tanggal 18 juni 2020).

Dan ada juga Hakim yang tidak membolehkan dua orang saksi masuk kedalam ruang

sidang secara bersamaan karna ditakutkan saksi-saksi itu memberikan jawaban atau

menyamakan keterangan satu sama lain.

Hal ini lah yang melatar belakangi penulis untuk melakukan sebuah penelitian yang

berjudul “TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

KETERANGAN SAKSI DI PENGADILAN AGAMA KABUPATEN MALANG.”

B. Fokus Penelitian

Page 11: TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana kesaksian dalam tinjauan undang-undang hukum acara perdata?

2. Bagaimana jika pengambilan keterangan saksi dilakukan secara bersamaan dalam

persidangan di Pengadilan Agama kabupaten Malang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan penelitian diatas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam

penelitian ini adalah:

1. Untuk mendiskripsikan bagaimana kesaksian dalam tinjauan undang-undang hukum acara

perdata.

2. Untuk mendiskripsikan keabsahan pengambilan keterangan saksi jika dilakukan secara

bersamaan dalam persidangan di Pengadilan Agama kabupaten Malang.

D. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran baru bagi

pengembangan pengetahuan ilmiah di bidang Hukum Syariah (Ahwal al syakhshiyah) ,

khususnya dalam ranah Peradilan Islam yang berhubungan dengan pembuktian.

2. Kegunaan praktis

Penelitian ini dapat mengharapkan informasi dalam praktisi hukum, selain itu di

harapkan dapat meningkatkan keilmuan dalam hukum islam, keluasan wawasan serta

kemampuan pemahaman penelitian tentang penerapan undang-undang hukum acara perdata.

E. Difinisi oprasional

Yakni untuk menjelaskan variabel-variabel yang terdapat di dalam judul skripsi di

antaranya:

1. Hukum acara perdata

Page 12: TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

Peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum

perdata materiil.

2. Saksi

seorang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai suatu kejahatan atau

kejadian melalui indra mereka ( pengelihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan ) yang dapat

menolong memastikan pertimbangan-pertimbangan penting dalam suatu kejahatan atau

kejadian.

3. Pengadilan agama

Peradilan agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari

keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu (perkawinan, waris, wasiat, hibah,

wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah ).

Page 13: TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kesaksian Dalam Tinjaun Undang-Undang Hukum Acara Perdata

Kesaksi merupakan alat bukti yang wajar dan penting, karna di dalam pemeriksaan suatu

perkara di persidangan di perlukan keterangan dari pihak ketiga yang mengalami peristiwa

tersebut, bukan dari pihak yang berperkara. Menurut pasal 1902 KUH perdata, dalam suatu

peristiwa atau hubungan hukum menurut undang-undang hanya dapat di buktikan dengan

tulisan atau akta, namun alat bukti tulisan tersebut hanya berkualitas sebagai permulaan

pembuktian tulis, penyempurnaan pembuktiannya dapat di tambah dengan saksi.

Dalam suatu kesaksian, harus mengenai suatu peristiwa yang di lihat dengan mata sendiri

oleh seorang saksi. Jadi seorang saksi itu tidak boleh hanya mendengar saja tentang adnya

peristiwa tersebut dari orang lain. Dan juga keterangan saksi itu tidak boleh dari hasil

keterangan suatu kesimpulan yang di tariknya sendiri dari sutu peristiwa yang dilihat atau

dialaminya. Karna hakimlah yang berhak menarik kesimpulan dari suatu peristiwa

tersebut. Kesaksian bukanlah suatu alat bukti yang sempurna dan mengikat hakim, akan

tetapi keputusan menerima atau tidaknya terserah pada hakim. Artinya hakim berhak untuk

mempercayai atau tidak mempercayai keterangan dari seorang saksi.

2. Pengambilan Keterangan Saksi Secara Bersamaan Dalam Persidangan Di Pengadilan

Agaama Kabupaten Malang.

Kesaksian adalah kepastian yang di berikan kepada Hakim di persidangan tentang

peristiwa yang dipersengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh

orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara yang di panggil di persidangan.

Hukum dalam teorinya umumnya memang berbeda dalam praktiknya. Hukum tidak lagi

seperti yang dipahami, akan tetapi lebih menyesuaikan pada lingkup pelaksanaannya.suatu

Page 14: TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

asas hukum merupakan munculnya berbagai norma hukum, yang kemudian dari satu

norma itu memunculkan berbagai kaidah hukum. Kaidah hukum inilah yang diwujudkan

dalam peraturan perundang-undangan dan menjadi pedoman dalam hidup dan bertingkah

laku.

B. Saran

Satu rekomendasi yang dapat di berikan ialah proses pemeriksaan saksi di pengadilan

agama, ketika hakim meminta keterangan saksi lebih baik memintai keterangannya secara

satu per satu, karna apabila saksi dimintai keterangannya secara bersamaan dirasa tidak

efektif karena besar kemungkinan saksi yang tidak tau menau mengenai pokok

permasalahan penggugat akan menirukan keterangan yang telah disampaikan oleh saksi

satunya kepada majelis hakim.

Page 15: TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

DAFTAR RUJUKAN

Alfitra, (2011). Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana,Perdata Dan Korupsi Di Indonesia. Depok:Raih Asa Sukses.

As’ad Rasyid 5 November 2012, Akta Elektronik Sebagai Alat Bukti http://fakultashukumdarussalam.blogspot.com/2012/11/akta-elektronik-sebagai-alat-bukti.html

Asikin Zainal, S.H., SU (2018). Hukum acara perdata di Indonesia. Cet III. Jakarta. Prenadamedia group.

Departemen pendidikan dan kebudayaan (1989), Kamus Besar Bahasa Indonesia.Cetak II Jakarta. Balai Pustaka.

Fauzan, (1963).Perma dan Sema sebagai pengisi kekosongan hukum Indonesia menuju terwujudnya peradilan yang agung. Jakarta.

Herlambang.A.a (2019). Pengadilan Agama:Kumpulan Jawaban Atas Pengadilan Agama.Jakarta.AABOOKS.

Harap Yahya (1993). Kedudukan Kewenangan Dan Hukum Acara Peradilan Agama.Cetak II Jakarta. PT garuda metro politan press.

Harahap, M Yahya (2004). Hukum acara perdata tentang gugatan,persidangan,penyitaan, pembuktian, dan putusan pengadilan. Jakarta: sinar grafika.

Mujahidin Ahmad, (2018). Prosedur Atau Alur Beracara Di Pengadilan Agama Yogyakarta: Deepublish.

Mashudi (2019). Penyelesaian sengketa hubungan industrial. Surabaya. Graha indah wisesa.

Manan Abdul, S.H., S.IP., M.Hum (2005). Penerapan hukum acara pertdata di lingkungan

agama. Jakarta. Fajar interpratama mandiri.

Makarao Taufik (2009). Pokok-pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta: Rineka.

Nasir Moh (2003), Metode Penelitian, Jakarta. Bumi Aksara.

Nasution (2003). Metode Research (penelitian ilmiah ). Cet. VI. Jakarta. Bumi Aksara.

Pasal 144 HIR Ayat 1 tentang pemeriksaan saksi

Pasal 168 HIR atau pasal 306 Rbg tentang alat bukti saksi

Rukajat Ajat, M. Mpd. (2018). Pedekatan Penelitian Kualitatif. Yogyakarta. CV Budi Utama.

R.Subekti dan dkk (2004), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta. Pradnya Paramita.

Ratna Winotia (2008). Perbandingan Alat Bukti Keterangan Saksi Pada Hukum Acara Perdata Dalam System Hukum Indonesia Dengan Singapura. Depok.Universitas Indonesia.

Rianto Yatim (1996). Metode Penelitian Pendidikan Tinjauan Dasar. Surabaya. SIC.

Page 16: TINJAUAN HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PENGAMBILAN

Sugeng Bambang A.S., S.H.,M.H. Sujayadi, S.H. (2012). Pengantar Hukum Acara Perdata Dan Contoh Dokumen Litigasi. Jakarta. Penadamedia group.

WirawanArdi Wayan Dkk (2012). Konflik Dan Kekerasan Komunal. Yogyakarta. CV Budi Utama.