tinjauan ekonomi, keuangan, & fiskal · pertumbuhan ekonomi indonesia di tahun 2016 tercatat...

60
Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 1 TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL 2016: Titik Balik Perekonomian Indonesia EDISI I / MARET 2017

Upload: others

Post on 05-Nov-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 1

TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL

2016: Titik Balik Perekonomian Indonesia

EDISI I / MARET 2017

Page 2: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

2 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Diterbitkan oleh: Badan Kebijakan Fiskal.

Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal.

Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro.

Editor: Yoopi A, Noeroso L. Wahyudi, Syaifullah, Wahyu Utomo, Purwitohadi, Thomas N, Suharto H, Ferry I, Syahrir Ika.

Redaktur Pelaksana: Dalyono, Adriyanto.

Dewan Redaksi: Taufan Pamungkas, Indra Budi, Abdul Aziz, Fathul Kamil, Yusuf Munandar, Dwi Anggi Novianti, Bhayu Purnomo

Desain Grafis: Bramantiyo, Rizki Saputri, Johan Zulkarnain.

Foto Sampul/Foto Ilustrasi: Bagus Handoko/Fakhri Rizki Saputra

Sekretariat: Puguh, Fajar, Innes Clara, Dhoni, Adi Triyono.

Alamat Redaksi: Gedung R.M. Notohamiprodjo, Jalan Dr. Wahidin Raya Nomor 1 Jakarta 10710.

www.fiskal.kemenkeu.go.id

TEKF diterbitkan oleh Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, dengan

periode publikasi dwi-bulanan dan memuat mengenai perkembangan kebijakan

ekonomi, fiskal, dan keuangan terkini.

EDISI I / Maret 2017

Foto Sampul : Kawasan Perkantoran SCBD, Jakarta

Page 3: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 3

Tinjauan

EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL

Edisi I / Maret 2017

Page 4: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

4 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

VISI

“Menjadi unit terpercaya dalam perumusan kebijakan fiskal dan sektor keuangan yang antisipatif dan responsif untuk mewujudkan masyarakat Indonesia sejahtera”.

Page 5: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 5

KATA PENGANTAR Mengarungi arus global yang masih penuh gejolak dan masih cenderung mengalami

perlambatan, Indonesia justru telah mampu menemukan titik balik perbaikan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2016 mencapai 5,02 persen (yoy), didukung

oleh kekuatan konsumsi domestik yang sehat. Terjalinnya sinergi kebijakan yang mendukung

pertumbuhan dan stabilitas juga turut menciptakan fundamental ekonomi yang sehat di

tengah peristiwa global seperti Brexit, pemilihan umum Presiden AS, serta normalisasi suku

bunga AS.

Di sisi fiskal, pemerintah terus membangun kebijakan yang efektif antara lain dengan

melakukan konsolidasi fiskal untuk menjaga kredibilitas APBN. Selain itu, reformasi struktural

dan penguatan fundamental ekonomi juga terus dilakukan oleh pemerintah untuk

meminimalisasi risiko-risiko dari gejolak global, serta untuk memperkuat momentum

pemulihan ekonomi ke depan.

Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal Edisi I Tahun 2017 mengambil tajuk 2016: Titik Balik

Perekonomian Indonesia yang merefleksikan dinamika perekonomian Indonesia selama tahun

2016, sekaligus menggambarkan optimisme atas kinerja ekonomi ke depan.

Tinjauan ini merupakan terbitan dwi-bulanan yang menyajikan data-data dan informasi terkini

mengenai ekonomi makro dan kebijakan fiskal. Diharapkan, materi yang terangkum dalam

Tinjauan ini dapat menjadi referensi bagi para pemangku kepentingan dan masyarakat luas

dalam memahami kondisi ekonomi dan kebijakan fiskal terkini. Dengan pemahaman tersebut,

para pemangku kepentingan dan masyarakat dapat memberikan quality control terhadap

kebijakan yang disusun pemerintah. Hal ini sejalan dengan visi Badan Kebijakan Fiskal sebagai

unit perumus kebijakan fiskal yang terpercaya, antisipatif, dan responsif.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Indonesia-Australia Government Partnership

Fund yang telah mendukung kelancaran terbitnya Tinjauan ini. Kritik dan saran yang

membangun dari para pembaca sangat kami butuhkan untuk perbaikan ke depan.

Selamat membaca.

Maret 2017

Suahasil Nazara

Kepala Badan Kebijakan Fiskal

Page 6: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

6 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

DAFTAR ISI

Kata Pengantar 5

Daftar Isi 6

Abreviasi 7

Ringkasan Eksekutif 8

Executive Summary 10

Bagian I: Tinjauan Perkembangan Ekonomi Makro 13

A. Pertumbuhan Ekonomi Global 2016 Terendah Sejak Krisis 2008 14

B. Tahun 2016 Menjadi Titik Balik Perbaikan Ekonomi Indonesia 18

C. Aktivitas Penanaman Modal Terus Tumbuh Positif 22

D. Stabilitas Ekonomi yang Terjaga Serta Keseimbangan Eksternal yang Membaik 24

E. Pemulihan Ekonomi dan Amnesti Pajak Mendorong Penguatan Kinerja Perbankan 30

F. Seluruh Sektor IHSG Mencatatkan Kinerja Positif Pada Penutupan 2016 33

Bagian II: Analisis Kinerja APBN 2016 dan Arah Kebijakan APBN 2017 39

Realisasi APBNP 2016 Mencerminkan Kredibilitas Pengelolaan Anggaran 40

Realisasi Asumsi Ekonomi Makro Tahun 2016 40

Kinerja APBN 2016 41

Pelajaran Dari 2016 48

Lampiran Data Ekonomi Makro dan APBN 53

A. Data Perkembangan Indikator Ekonomi Makro 2016 54

B. Data Penyerapan APBN Tahun 2014-2015 55

C. Data Penyerapan APBN Tahun 2016 56

Page 7: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 7

ABREVIASI 7DRR : (suku bunga) 7-Day Reverse Repo LTV : Loan to Value

Alutsista : Alat Utama Sistem Persenjataan Migas : Minyak dan Gas

APBN : Anggaran Pendapatan dan NIM Net Interest Margin

Belanja Negara NPL : Non Performing Loan

APBNP : Anggaran Pendapatan dan OPEC : Organization of the Petroleum

Belanja Negara Perubahan Exporting Countries

AS : Amerika Serikat PDB : Produk Domestik Bruto

BBM : Bahan Bakar Minyak Permenhub : Peraturan Menteri Perhubungan

BLU : Badan Layanan Umum PMA : Penanaman Modal Asing

BOPO : Beban Operasional PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri

terhadap Pendapatan PMN : Penyertaan Modal Negara

Operasional PMTB : Pembentukan Modal Tetap Bruto

bps : basis points PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak

BPS : Badan Pusat Statistik PPh : Pajak Penghasilan

Brexit : British Exit PPN : Pajak Pertambahan Nilai

BUMN : Badan Usaha Milik Negara PT : Perseroan Terbatas

CAR : Capital Adequacy Ratio PTKP : Penghasilan Tidak Kena Pajak

CPO : Crude Palm Oil ROA : Return on Asset

DAK : Dana Alokasi Khusus SBN : Surat Berharga Negara

DAU : Dana Alokasi Umum SDA : Sumber Daya Alam

DPK : Dana Pihak Ketiga SILPA : Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran

DPR : Dewan Perwakilan Rakyat SPN : Surat Perbendaharaan Negara

GEP : Global Economic Prospect TEPRA : Tim Evaluasi dan Pengawasan

HBKN : Hari Besar Keagamaan Nasional Realisasi APBN dan APBD

ICP : Indonesian Crude Price The Fed : The Federal Fund Rate

IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan TKDD Transfer ke Daerah dan Dana Desa

IMF : International Monetary Fund UMKM : Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

JKN : Jaminan Kesehatan Nasional UU : Undang-Undang

K/L : Kementerian/Lembaga VA : Volt-ampere

LDR : Loan to Deposit Ratio WEO : World Economic Outlook

LNPRT : Lembaga Non-Profit yang yoy : year on year

Melayani Rumah Tangga ytd : year to date

Page 8: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

8 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

RINGKASAN EKSEKUTIF Tahun 2016 adalah tahun momentum pemulihan ekonomi dan peningkatan kredibilitas

kebijakan pemerintah, khususnya kebijakan fiskal. Konsolidasi target penerimaan dan belanja

menjadi langkah kunci di dalam mewujudkan APBN yang kredibel, realistis, dan menjadi

fondasi yang kuat dalam formulasi APBN tahun-tahun berikutnya. Meskipun efisiensi belanja

dilakukan, APBN tetap ekspansif dengan pelaksanaan program pembangunan infrastruktur

prioritas. Di samping itu, penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia juga turut

memberikan dukungan bagi pertumbuhan ekonomi. Koordinasi serta bauran kebijakan yang

tepat antara pemerintah dan Bank Indonesia berperan optimal di dalam pengendalian harga

yang tercermin dalam tingkat inflasi yang lebih terkendali.

Pertumbuhan ekonomi global di tahun 2016 masih mengalami perlambatan, dan diperkirakan

berada dalam titik terendahnya sejak krisis keuangan global di tahun 2008. Pertumbuhan

ekonomi global diperkirakan hanya mencapai 3,1 persen, sebelum meningkat menjadi 3,4

persen di tahun 2017. Tahun 2016 juga ditandai oleh beberapa peristiwa yang memberi

tekanan pada ekonomi dunia dan memiliki potensi risiko di jangka menengah seperti Brexit,

hasil pemilihan presiden AS, kenaikan suku bunga acuan AS, dan berlanjutnya moderasi

pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

Di saat perekonomian global masih mengalami perlambatan, Indonesia justru telah menemukan

titik balik pemulihan setelah dalam empat tahun sebelumnya mengalami perlambatan.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat

dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy). Permintaan domestik masih menjadi

penopang pertumbuhan ekonomi, di tengah kinerja ekspor dan impor yang masih tumbuh

negatif. Konsumsi Pemerintah mencatatkan pertumbuhan negatif yang antara lain

dilatarbelakangi oleh adanya langkah efisiensi terhadap belanja yang kurang produktif.

Sementara itu, dengan terjaganya komitmen pemerintah terhadap pelaksanaan program

infrastruktur membuat APBN tetap memberikan kontribusi positif terhadap sisi investasi.

Di sisi produksi, seluruh sektor mampu mencatatkan pertumbuhan positif, termasuk sektor

pertambangan yang pada tahun sebelumnya mengalami kontraksi sebagai akibat dari turunnya

harga komoditas. Pemulihan sektor pertambangan membuat pertumbuhan ekonomi daerah

penghasil komoditas seperti Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan Papua meningkat di tahun

2016. Adapun Pulau Jawa sebagai pusat aktivitas industri nasional tetap mampu tumbuh stabil

seiring dengan kinerja sektor industri pengolahan yang tetap terjaga.

Selain pertumbuhan ekonomi yang meningkat, stabilitas ekonomi nasional juga tetap kokoh

dengan terkendalinya inflasi serta nilai tukar rupiah. Prospek ekonomi Indonesia ke depan juga

semakin baik yang ditandai oleh tetap tingginya arus investasi baik langsung maupun

portofolio. Dukungan pemerintah terus diperkuat terhadap perbaikan iklim investasi dengan

berlanjutnya peluncuran paket-paket kebijakan ekonomi. Ke depan pemulihan ekonomi

diperkirakan akan berlanjut, ditandai dengan sinyal perbaikan kondisi eksternal seperti ekspor

dan impor yang mulai tumbuh positif terutama sejak triwulan keempat tahun 2016.

Page 9: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 9

Melalui langkah penurunan target penerimaan pajak yang lebih realistis serta konsolidasi

anggaran, kredibilitas APBNP 2016 terjaga dengan defisit yang terkendali di kisaran 2,46 persen.

Target penerimaan negara yang lebih terukur menciptakan kepastian dan kepercayaan publik

terhadap APBN, serta meminimalisasi terjadinya deviasi pada realisasi anggaran. Penerimaan

perpajakan di tahun 2016 tumbuh 3,5 persen, antara lain didukung oleh kontribusi dari

penerimaan Amnesti Pajak. Sedangkan efisiensi anggaran dilakukan secara terukur dengan

menyasar pada belanja yang kurang produktif. Kebijakan tersebut dapat diimplementasikan

secara efektif ditandai dengan Kementerian/Lembaga (K/L) yang dapat menyerap seluruh

pagu anggaran setelah penghematan. Pelaksanaan desentralisasi fiskal juga berlangsung

lancar yang antara lain tercermin dari realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang tinggi

dan melebihi Belanja K/L.

Di tengah momentum pemulihan ekonomi seperti saat ini, APBN yang kredibel akan menjadi

instrumen katalisator bagi pertumbuhan dan pembangunan. Hal ini sudah tercermin di dalam

APBN 2017 yang ekspansif namun dengan basis yang lebih realistis. Meskipun demikian,

beberapa tantangan perlu dihadapi seperti pencapaian target penerimaan perpajakan

terutama dengan akan berakhirnya program Amnesti Pajak. Keberhasilan program Amnesti

Pajak di tahun 2016 diharapkan dapat memperbesar basis perpajakan ke depan. Pemerintah

juga telah menyiapkan beberapa langkah strategis lanjutan seperti pembentukan Tim

Reformasi Perpajakan dan Tim Penguat Reformasi Kepabeanan dan Cukai. Tim ini memiliki

tugas yang krusial dalam memastikan berjalannya reformasi perpajakan yang komprehensif di

sisi administrasi dan kebijakan perpajakan. Hasil positif yang ingin dicapai adalah

meningkatnya kepatuhan perpajakan dan optimalisasi penerimaan pajak.

Page 10: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

10 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

EXECUTIVE SUMMARY 2016 is marked as the momentum of economic recovery, in line with the government’s effort

to increase the credibility of fiscal policies. Lowered revenue target and consolidated spending

policies were a key step to secure and maintain State Budget’s credibility so the formulation

of the Budget in the subsequent years can be calculated from a more realistic basis. Although

the government has done several efficiency policies regarding the government spending, the

State Budget remained expansionary to support the implementation of priority projects such

as infrastructure development. Interest rate cuts by the Bank of Indonesia have also provided

support for economic growth. In addition, appropriate coordination and policy mix between

the government and Bank of Indonesia have played important role to maintain the price

stability, so that the inflation rate remained under control.

Global economic growth in 2016 is estimated to be at the lowest point since the global financial

crisis in 2008. The global economy is projected to grow at only 3.1 percent, before rising to 3.2

percent in 2017. Several events which occurred in 2016 such as Brexit, the result of the United

States presidential election, increasing Federal Fund Rate, and continuing China’s economic

growth moderation have put some pressures on the global economy and brought the

potential risks in the medium term.

In contrast to the slowdown in global economy, Indonesia’s economic growth has found a

turning point. After several years of slowdown, in 2016 Indonesia’s economic growth has

rebounded to 5.0 percent (yoy), an increase compared to 4.9 percent (yoy) growth in 2015.

Domestic demand remained to be the backbone of the economic growth, opposite to the

negative performance of exports and imports. Although the government consumption

recorded a negative growth, it is partly due to the efficiency measures undertook by the

government to reduce the less productive spending. Meanwhile, the government

commitment to implement the infrastructure program, reflected by increasing infrastructure

allocation in the State Budget, built a positive contribution to the investment side.

On the production side, the entire sectors were able to record positive growth, including the

mining sector, which in the previous year contracted as a result of the lower commodity prices.

Recovery in the mining sector has driven increase in economic growth in the commodity-

based regions such as Sumatra, Kalimantan, Maluku, and Papua. Java as the center of national

industrial activity was still able to grow steadily in line with the stable performance of

manufacturing sector.

In addition to economic growth improvement, the soundness of the national economy is also

highlighted by stable inflation and exchange rate. Indonesia's economic prospects are also

promising, characterized by a higher investment flows both direct investment and portfolio

investment. The government support is also strengthened to improve the investment climate

by continuing the launch of economic policy packages. Economic recovery is expected to

sustain, given some signs of improvement in the external conditions such as exports and

imports, particularly since the end of 2016.

Page 11: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 11

Through the lowered revenue target and consolidated spending policies, the credibility of the

2016 Revised Budget is preserved, with deficit maintained under control at 2.46 percent. A more

realistic revenue target will create certainty and improve confidence of people over the State

Budget. It will also minimize the realization deviation of the Budget. Tax revenue in 2016 grew

by 3.5 percent, among others supported by contributions from the Tax Amnesty. In the other

side, the efficiency of the budget is done by targeting the less productive spending. The policy

could be well implemented, marked by the ability of line ministries to absorb the whole budget

ceiling after efficiency measure. Fiscal decentralization were also implemented optimally,

reflected by higher realization of Transfer to Regions and Village Fund which exceeded the line

ministries spending.

Amid the momentum of economic recovery, a credible State Budget will be the appropiate

instrument and catalyst for growth and development. This has already been reflected in the

2017 State Budget that remains expansionary, but still formulated with a more realistic

calculation basis. However, several challenges remain and need to be addressed. One of the

challenges is to formulate necessary policy to achieve the tax revenue target especially after

the Tax Amnesty program coming to an end. The government has set up several strategic

measures such as the establishment of the Tax Reform Team and Customs and Excise

Reinforcement Team. These teams have a crucial task in ensuring a comprehensive tax reform,

in both the administration and policy sides. These efforts are expected to result in an increase

of the tax payers’ compliance and revenue optimization.

Page 12: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

12 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Page 13: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 13

BAGIAN I TINJAUAN

PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO Pertumbuhan ekonomi global tahun 2016 diestimasikan

menjadi tingkat pertumbuhan ekonomi paling rendah

sejak krisis ekonomi tahun 2008. Sebaliknya, ekonomi

Indonesia mengalami peningkatan dengan pertumbuhan

5,0 persen (yoy). Pencapaian ini diperkuat dengan

kesehatan fundamental yang terjaga yang ditunjukkan

oleh beberapa indikator ekonomi antara lain inflasi

yang terjaga rendah, nilai tukar yang stabil, neraca

perdagangan yang membaik.

Page 14: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

14 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

A. Pertumbuhan Ekonomi Global 2016 Terendah Sejak Krisis 2008

Grafik 1. Pertumbuhan Ekonomi Global (kiri) dan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara (kanan)

(dalam persen, yoy)

Sumber: Bloomberg dan WEO IMF

Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2016 diestimasikan menjadi tingkat pertumbuhan

ekonomi paling rendah sejak krisis ekonomi tahun 2008. Hal tersebut seperti yang dijelaskan

oleh International Monetary Fund dan World Bank, masing-masing dalam rilis mereka di bulan

Januari 2017, yakni World Economic Outlook (WEO) dan Global Economic Prospect (GEP).

Dalam WEO, ekonomi global tahun 2016 diestimasikan tumbuh sebesar 3,1 persen, setelah

pada tahun 2015 mampu tumbuh hingga 3,2 persen. Sementara itu, GEP mengestimasi

pertumbuhan ekonomi global tahun 2016 sebesar 2,3 persen, lebih rendah dari pertumbuhan

tahun 2015 sebesar 2,7 persen.

Selain masih berlanjutnya pelemahan permintaan global, beberapa peristiwa ekonomi penting

juga menandai tahun 2016. Peristiwa tersebut antara lain Brexit, berlanjutnya perlambatan

ekonomi Tiongkok, pemilihan presiden AS, kenaikan suku bunga The Fed, dan pemberlakuan

kebijakan demonetisasi di India. Peristiwa-peristiwa dimaksud selain akan mempengaruhi

upaya pemulihan global jangka pendek, juga diperkirakan membawa potensi risiko di jangka

menengah.

Brexit

Referendum yang diselenggarakan oleh Pemerintah Inggris pada tanggal 23 Juni 2016

menghasilkan keputusan keluarnya negara tersebut dari keanggotaannya di Uni Eropa.

3

-0,1

5,4

4,2

3,53,3 3,4

3,2 3,1

3,43,6

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

20

13

20

14

20

15

20

16

20

17

f

20

18

f

1,1

1,9 1,82,2

6,8

0

1

2

3

4

5

6

7

8

AS ZonaEuro

Inggris Jepang Tiongkok

2016 Q1 2016 Q2 2016 Q3 2016 Q4

Page 15: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 15

Keputusan tersebut membuat kerja sama perdagangan yang melibatkan Inggris harus ditinjau

ulang. Sebelumnya, setiap perjanjian kerja sama perdagangan yang dibuat dengan Inggris

tidak dilakukan secara bilateral, namun melalui Uni Eropa. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa

membuat semua perjanjian perdagangan yang melibatkan Inggris menjadi tidak berlaku.

Proses Brexit diperkirakan akan memakan waktu dua tahun hingga Inggris benar-benar keluar

dari Uni Eropa.

Brexit disinyalir menjadi salah satu penyebab perlambatan ekonomi Zona Euro pada tahun 2016.

Pada tahun dimaksud, ekonomi Zona Eropa tumbuh sebesar 1,7 persen, lebih rendah

dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 1,9 persen. Perlambatan tersebut diperkirakan akan

berlanjut di tahun 2017, yakni melambat 0,1 percentage point dibanding tahun 2016. Namun

demikian, pada tahun 2018, pengaruh Brexit lebih terlihat dari penurunan pertumbuhan

ekonomi Inggris dibandingkan pertumbuhan ekonomi Zona Euro. Inggris diperkirakan tumbuh

1,5 persen pada 2017 dan melambat menjadi 1,4 persen pada 2018.

Perlambatan Ekonomi Tiongkok

Tiongkok tengah menerapkan kebijakan rebalancing dengan menggeser mesin pertumbuhan

ekonominya dari berbasis investasi menjadi berbasis konsumsi domestik. Sejalan dengan

kebijakan tersebut, pertumbuhan ekonomi Tiongkok mengalami pelemahan. Pada tahun

2016, ekonomi Tiongkok tumbuh melambat sebesar 6,7 persen. Pertumbuhan ekonomi

Tiongkok diperkirakan masih akan terus melambat hingga tahun 2017 dan 2018.

Di sisi keuangan, kondisi Tiongkok juga terlihat cukup rentan. Pada pekan pertama 2016,

Otoritas Tiongkok menghentikan perdagangan di pasar keuangannya sebanyak dua kali akibat

anjloknya bursa saham hingga lebih dari 11 persen. Hal tersebut dipicu oleh kekhawatiran

investor atas penerapan kebijakan devaluasi Yuan. Kekhawatiran terhadap devaluasi Yuan

tersebut, berlanjut sejak Yuan mulai efektif ditetapkan sebagai bagian dari Special Drawing

Right (SDR) pada Oktober 2016. Berdasarkan ketentuan IMF, mata uang yang tergabung dalam

anggota SDR harus mengikuti mekanisme pasar (floating exchange rate). Tiongkok yang

selama ini menganut fixed exchange rate, dengan mata uang yang di-peg ke dolar AS, harus

melepaskan ketentuan tersebut dan beralih ke mekanisme pasar. Meskipun devaluasi Yuan

dapat mendorong ekspor, hal ini berpotensi meningkatkan risiko bagi peminjam dalam bentuk

valuta asing. Pada gilirannya, beban utang luar negeri korporasi akan meningkat. Selain pasar

saham dan keuangan, potensi bubble di pasar properti Tiongkok juga patut diwaspadai. Pada

Desember 2016, kenaikan harga rumah di Tiongkok mencapai 12,4 persen (yoy).

Perlambatan ekonomi Tiongkok berdampak kepada perekonomian global dan regional. Bagi

Indonesia, perlambatan ekonomi Tiongkok dapat berpengaruh melalui saluran perdagangan,

investasi, dan keuangan.

Pemilihan Presiden dan Kenaikan Suku Bunga Acuan AS

AS telah menggelar pemilihan presiden pada 8 November 2016 yang dimenangkan oleh

pasangan Donald Trump-Mike Pence dari Partai Republik. Pada masa kampanye, pasangan

Page 16: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

16 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

terpilih tersebut cukup mengundang kontroversi dengan arah kebijakan perdagangan

terproteksi serta pengetatan imigrasi. Dalam pidato inagurasinya, Presiden Trump cukup tegas

mengenai arah kebijakannya yang berfokus ke sisi domestik. Hal ini membuat proyeksi

pertumbuhan ekonomi AS naik dari estimasi 1,6 persen di tahun 2016 menjadi 2,3 persen dan

2,5 persen, masing-masing di tahun 2017 dan 2018. Namun demikian, jika AS benar-benar

menerapkan kebijakan perdagangan terproteksi, hal tersebut dapat memberikan tekanan di

sektor perdagangan global yang pada akhirnya melemahkan pertumbuhan ekonomi.

Salah satu isu yang mengemuka dalam arah kebijakan ekonomi pemerintahan AS ialah

proteksionisme. AS telah menyatakan tidak akan ikut dalam TPP, serta berencana menaikan

tarif impor barang dari Meksiko dan Tiongkok masing-masing sebesar 30 persen dan 45

persen. Dampak kepada Indonesia dari kebijakan proteksionisme, jika terlaksana, lebih

bersifat indirect melalui transmisi ekonomi Tiongkok. Selain dampak pada pertumbuhan,

ekspor Indonesia ke Tiongkok yang sebagian besar adalah bahan baku menunjang manufaktur,

dikhawatirkan akan terdampak jika impor Tiongkok ke AS menurun. Dampak lainnya yang

mungkin terjadi ialah di sektor keuangan yang sifatnya rentan terhadap sentimen, serta

pergerakan nilai tukar sebagai akibat penyesuaian harga.

Di sisi keuangan, kenaikan yield AS yang terjadi pasca pemilu presiden AS, menyebabkan kondisi

keuangan di negara-negara berkembang menjadi cukup ketat. Pada Desember 2016, The Fed

telah memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan dari rentang 0,25-0,5 persen menjadi

0,5-0,75 persen. Kenaikan ini diiringi dengan kecenderungan kenaikan suku bunga yang lebih

tinggi pada tahun 2017 sehingga berpotensi meningkatkan biaya pinjaman di pasar keuangan

global. Prospek adanya percepatan normalisasi suku bunga AS di tahun 2017, yang

diperkirakan mencapai dua atau tiga kali kenaikan, juga berpotensi menciptakan pembalikan

arus modal (portfolio outflow) lebih lanjut, khususnya dari negara berkembang. Dampak lebih

lanjut dari perubahan kebijakan moneter AS tersebut yakni terjadinya depresiasi nilai tukar

pada beberapa negara.

Demonetisasi India

India mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016. Pada tahun tersebut,

pertumbuhan diestimasikan sebesar 6,6 persen, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan

tahun 2015 sebesar 7,6 persen. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh kebijakan

demonetisasi yang diterapkan oleh India dan dampak perubahan tahun dasar penghitungan

PDB. Kebijakan demonetisasi di India telah menyebabkan adanya keterbatasan likuiditas,

mengingat perekonomian India masih memiliki sektor informal tinggi yang mengandalkan

transaksi kas. Namun, dampak dari demonetisasi diperkirakan akan bersifat temporer dan

perekonomian India akan kembali tumbuh tinggi di tahun 2017 dan 2018. Meski terkoreksi

hingga 0,4 percentage points dari proyeksi sebelumnya, pertumbuhan ekonomi India pada

tahun 2017 dan 2018 diperkirakan akan meningkat, masing-masing menjadi 7,2 persen dan

7,7 persen.

Page 17: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 17

Outlook Perkembangan Ekonomi Global 2017

Secara umum, aktivitas perekonomian global pada tahun 2017 diproyeksi akan pulih dan

mencapai 3,4 persen. Peningkatan pertumbuhan beberapa negara besar seperti AS dan India

serta kawasan ASEAN diperkirakan akan mendorong aktivitas perdagangan tahun 2017-2019.

Namun demikian, pemulihan sektor perdagangan hanya akan berlangsung moderat,

mengingat prospek ekonomi global masih kurang kondusif, investasi global masih lemah, dan

risiko ketidakpastian kebijakan yang utamanya berasal dari AS dan Eropa masih tinggi. Risiko

dari berbagai peristiwa ekonomi lain yang telah dijelaskan sebelumnya juga berpotensi

memberikan tantangan bagi pertumbuhan global di tahun 2017.

Page 18: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

18 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

B. Tahun 2016 Menjadi Titik Balik Perbaikan Ekonomi Indonesia

Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 mencapai 5,02 persen (yoy) lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan

ekonomi tahun 2016 utamanya ditopang oleh komponen konsumsi rumah tangga dan

pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang tumbuh relatif stabil sepanjang tahun 2016.

Sementara dari sisi lapangan usaha, seluruh sektor mampu mencatatkan pertumbuhan positif

di tahun 2016, ditopang oleh sektor industri yang tumbuh stabil, sektor jasa yang tumbuh

relatif tinggi, serta sektor pertambangan yang mulai tumbuh positif.

Tabel 1. Pertumbuhan PDB tahun 2016 meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya

(dalam persen, yoy)

Sumber: BPS

Konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi tahun

2016. Konsumsi rumah tangga tumbuh rata-rata sebesar 5,0 persen didorong oleh

pertumbuhan komponen makanan dan minuman, dan transportasi. Komponen ini juga

merupakan pembentuk konsumsi yang terbesar. Dilihat dari perkembangan indikatornya,

kenaikan konsumsi rumah tangga sejalan dengan kenaikan pada indeks keyakinan konsumen,

indeks penjualan eceran, dan penjualan kendaraan. Tingkat inflasi yang relatif stabil juga turut

menjaga daya beli masyarakat. Selain konsumsi rumah tangga, konsumsi LNPRT juga

meningkat seiring dengan persiapan dan pelaksanaan kampanye pilkada serentak di 101

daerah pada triwulan keempat 2016.

PMTB tumbuh relatif stabil sepanjang tahun meskipun sedikit melambat jika dibandingkan

dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Pertumbuhan PMTB ditopang oleh peningkatan

komponen barang modal kendaraan yang terus tumbuh sepanjang tahun, terutama pada

triwulan keempat. Komponen peralatan, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor

juga turut mendukung kinerja pertumbuhan PMTB. Namun, pertumbuhan PMTB sedikit

tertahan oleh pelemahan pertumbuhan komponen bangunan seiring dengan pelemahan

pertumbuhan sektor konstruksi serta realisasi belanja modal Pemerintah Pusat yang menurun

pada semester kedua.

Sementara itu, pengeluaran konsumsi pemerintah tumbuh negatif pada tahun 2016. Secara

triwulanan, pertumbuhan negatif terjadi pada triwulan ketiga dan keempat karena adanya

penyesuaian anggaran belanja nonproduktif. Pada saat yang bersamaan, realisasi belanja

Komponen Pengeluaran 2015 2016

Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q1 Q2 Q3 Q4 Y

Kons. RT dan LNPRT 4,7 4,7 5,0 5,0 4,8 5,0 5,1 5,0 5,0 5,0

Kons. Pemerintah 2,9 2,6 7,1 7,1 5,3 3,4 6,2 -2,9 -4,0 -0,1

PMTB 4,6 4,0 4,9 6,4 5,0 4,7 4,2 4,2 4,8 4,5

Ekspor -0,7 -0,3 -0,9 -6,4 -2,1 -3,3 -2,2 -5,6 4,2 -1,7

Impor -2,6 -7,4 -6,6 -8,7 -6,4 -5,1 -3,2 -3,7 2,8 -2,3

PDB 4,8 4,7 4,8 5,2 4,9 4,9 5,2 4,9 5,0 5,0

Page 19: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 19

pemerintah pada semester kedua tahun 2015 sangat tinggi sehingga basis perhitungan

menjadi sangat tinggi. Pada tahun 2016, komponen belanja yang mengalami penurunan

pertumbuhan adalah belanja bantuan sosial dan belanja barang. Secara lebih detail,

penurunan belanja bantuan sosial mengalami pertumbuhan negatif karena adanya

penyesuaian dalam penyaluran alokasinya. Namun demikian, APBN tetap menjadi motor

penggerak perekonomian melalui peningkatan belanja produktif seperti Belanja Infrastuktur,

Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Desa, dan Penyertaan Modal Negara (PMN).

Ekspor dan Impor mengalami perbaikan yang cukup signifikan pada semester kedua 2016 seiring

dengan kenaikan harga beberapa komoditas internasional. Kedua komponen ini tumbuh positif

di triwulan keempat 2016 setelah tujuh triwulan sebelumnya mengalami kontraksi. Perbaikan

ekonomi beberapa negara mitra dagang juga menjadi faktor positif yang mendorong kinerja

perdagangan internasional. Ekspor Indonesia ke negara mitra dagang utama seperti AS dan

Jepang mengalami peningkatan yang cukup signifkan. Ekspor barang nonmigas tumbuh

signifikan hingga 7,7 persen pada triwulan akhir 2016. Peningkatan juga terjadi pada ekspor

jasa seiring dengan kenaikan jumlah wisatawan mancanegara. Sementara dari sisi impor,

pertumbuhan impor barang nonmigas dan jasa mengalami peningkatan di akhir tahun.

Beberapa komoditas yang mengalami peningkatan impor antara lain mesin, plastik,

kendaraan, gula, dan perangkat optik.

Dari sisi lapangan usaha, pada tahun 2016 seluruh sektor mencatatkan kinerja positif (Tabel 2).

Kinerja sektor primer menunjukkan perbaikan seiring dengan tren peningkatan harga

komoditas baik tambang maupun perkebunan yang terjadi pada paruh kedua 2016. Sektor

pertambangan dan penggalian mampu kembali mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 1,1

persen, setelah mengalami kontraksi sebesar 3,4 persen pada 2015. Kinerja sektor ini

terutama ditopang oleh produksi tambang migas yang meningkat dengan dukungan

penambahan kapasitas produksi di beberapa lapangan migas, khususnya di Lapangan Banyu

Urip, Blok Cepu. Selain itu, peningkatan produksi pada tambang bijih dan konsentrat logam

khususnya tembaga juga turut berkontribusi positif terhadap kinerja sektor pertambangan. Di

sisi lain, pertumbuhan sektor pertanian secara umum mengalami perlambatan bila

dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya, terutama disebabkan oleh cuaca yang

kurang kondusif bagi produksi. Hal tersebut tercermin dari perlambatan kinerja subsektor

perikanan, dan fluktuasi pertumbuhan tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura.

Sektor sekunder atau industri pengolahan tumbuh stabil di tahun 2016. Pertumbuhan sektor

industri utamanya ditopang oleh subsektor industri makanan dan minuman serta industri

kimia dan farmasi. Namun kinerja sektor industri sedikit melemah di triwulan keempat 2016.

Hal ini disebabkan oleh kontraksi pada industri batubara dan pengilangan migas serta

beberapa industri nonmigas, terutama industri karet, barang dari karet dan plastik serta

industri mesin dan perlengkapan. Pelemahan ini seiring dengan penurunan pertumbuhan

indeks produksi, baik indeks Industri Besar dan Sedang maupun Industri Mikro dan Kecil.

Page 20: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

20 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Sektor tersier yang antara lain meliputi jasa-jasa secara umum mampu tetap tumbuh tinggi pada

tahun 2016. Tiga sektor jasa mencatatkan pertumbuhan tertinggi yaitu sektor informasi dan

komunikasi, sektor jasa keuangan dan asuransi, serta sektor transportasi dan pergudangan.

Pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi didukung oleh perluasan infrastruktur

teknologi komunikasi serta peningkatan kebutuhan data dan internet. Selain itu, adanya

persiapan Pilkada turut meningkatkan pendapatan dari iklan, media online, radio, dan media

cetak terutama pada triwulan keempat. Sektor jasa keuangan dan asuransi masih tumbuh

cukup tinggi mencapai 8,9 persen meskipun mengalami perlambatan di triwulan keempat

akibat penurunan pertumbuhan kredit serta perlambatan kinerja jasa perantara keuangan.

Sementara sektor transportasi dan pergudangan tumbuh cukup kuat ditopang oleh

peningkatan jumlah penumpang maupun pengiriman barang, terutama angkutan udara.

Tabel 2. Kinerja seluruh sektor ekonomi pada tahun 2016 mencatatkan pertumbuhan positif

(dalam persen, yoy)

Sumber: BPS

Dilihat dari perkembangan komposisi sumber pertumbuhan, terdapat indikasi adanya

pergeseran struktur ekonomi dari sektor sekunder (industri) ke sektor tersier (jasa). Sumbangan

sektor tersier khususnya sektor jasa keuangan, transportasi dan komunikasi terus meningkat,

sedangkan sumbangan dari sektor industri dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan.

Lapangan Usaha 2015 2016

Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q3 Q4 Y Q1 Q2 Q3 Q4 Y

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,8 6,5 2,9 1,6 3,8 1,5 3,4 3,0 5,3 3,3

Pertambangan dan Penggalian 0,6 -3,6 -4,4 -6,0 -3,4 1,2 1,2 0,3 1,6 1,1

Industri Pengolahan 4,1 4,2 4,6 4,4 4,3 4,7 4,6 4,5 3,4 4,3

Konstruksi 6,0 5,4 6,8 7,1 6,4 6,8 5,1 5,0 4,2 5,2

Perdagangan Besar dan Eceran 3,8 1,6 1,4 3,7 2,6 4,1 4,1 3,6 3,9 3,9

Transportasi & Pergudangan 5,8 5,9 7,3 7,7 6,7 7,9 6,9 8,3 7,9 7,7

Informasi dan Komunikasi 9,7 9,3 10,6 9,2 9,7 7,6 9,3 9,0 9,6 8,9

Jasa Keuangan dan Asuransi 8,6 2,6 10,4 12,8 8,6 9,3 13,6 9,0 4,2 8,9

Jasa-jasa lainnya 5,1 6,5 4,7 5,5 5,4 5,9 5,4 4,4 3,6 4,8

PDB 4,8 4,7 4,8 5,2 4,9 4,9 5,2 5,0 4,9 5,0

Page 21: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 21

Grafik 2. Indikasi adanya pergeseran struktur ekonomi dari sektor sekunder ke sektor tersier

(dalam persen, yoy)

Pada tahun 2016, kawasan barat

Indonesia masih menjadi

penyumbang pertumbuhan terbesar

dengan porsi yang cenderung menurun.

Hal tersebut mengindikasikan adanya

sedikit pergeseran aktivitas ekonomi ke

kawasan timur Indonesia. Pertumbuhan

tertinggi dicapai oleh kawasan Maluku-

Papua sebesar 7,5 persen, disusul oleh

Sulawesi dan Bali-Nusa Tenggara yang

masing-masing tumbuh sebesar 7,4

persen dan 5,9 persen. Sementara itu,

Jawa tumbuh relatif stabil diatas 5,5

persen seiring dengan stabilnya kinerja

sektor industri. ss

Sumber: BPS

Perekonomian kawasan yang berbasis komoditas seperti Sumatera, Kalimantan, dan Maluku-

Papua juga mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya seiring dengan peningkatan

harga komoditas seperti batu bara, minyak, CPO dan karet terutama pada semester kedua

2016.

28,8 29,4 30,0 31,2 31,7

13,2 13,2 13,4 13,3 13,2

9,3 9,5 9,9 10,2 10,4

21,5 21,0 21,1 21,0 20,5

11,6 11,0 9,8 7,6 7,2

13,4 13,4 13,3 13,5 13,5

2012 2013 2014 2015 2016

Pertanian

Pertambangan

Industri

Konstruksi

Perdagangan*

Jasa Lainnya

Page 22: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

22 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

C. Aktivitas Penanaman Modal Terus Tumbuh Positif

Capaian realisasi investasi tetap menunjukkan pertumbuhan di tengah perlambatan ekonomi

global dan regional. Realisasi investasi tahun 2016 mencapai Rp612,8 triliun, meningkat 12,4

persen dibandingkan dengan tahun 2015. Realisasi ini terdiri dari Rp216,2 triliun Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Rp 396,6 triliun Penanaman Modal Asing (PMA). PMDN

tumbuh relatif tinggi sebesar 20,5 persen (yoy), namun pertumbuhan PMA mengalami

perlambatan yaitu hanya sebesar 8,4 persen (yoy). Secara kumulatif, total realisasi

penanaman modal mencapai 103,0 persen dari target investasi tahun 2016. Penguatan PMDN

di tahun 2016 salah satunya didukung oleh implementasi kebijakan Amnesti Pajak yang turut

menciptakan iklim investasi yang kondusif di Indonesia.

Realisasi investasi sepanjang tahun 2016 memberikan dampak berganda. Dari sisi penyerapan

tenaga kerja, terjadi peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.392.398

orang. Capaian realisasi investasi juga menunjukan kepercayaan investor kepada kondisi

fundamental perekonomian Indonesia yang terjaga dengan baik. Pertumbuhan realisasi ini

tak lepas dari implementasi berbagai kebijakan kemudahan investasi dan perbaikan iklim

usaha yang dilakukan secara berkesinambungan.

Tabel 3. Pertumbuhan Realisasi Penanaman Modal 2016

(dalam persen, yoy)

Sektor industri manufaktur masih menjadi

sektor yang paling diminati oleh investor.

Sektor tersebut meliputi subsektor Industri

Kimia Dasar dan Farmasi, Industri Logam

Dasar, serta Industri Makanan. Sepanjang

tahun 2016, sektor industri manufaktur

mencatatkan realisasi investasi sebesar

Rp335,8 triliun atau sebesar 54,8 persen

dari total realisasi investasi nasional.

Realisasi Triwulan IV 2016

yoy qoq yoy

PMDN 25,8 4,5 20,5

PMA 2,1 1,6 8,4

Total 9,6 2,6 12,4

Sumber: BKPM

Pertumbuhan realisasi investasi di sektor industri manufaktur didukung oleh mulai

beroperasinya tiga Kawasan Industri prioritas, yaitu Kawasan Industri Sei Mangkei, Sumatera

Utara; Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah; dan Kawasan Industri Bantaeng,

Sulawesi Selatan di tahun 2016. Sementara itu, realisasi investasi di sektor primer dan tersier

masing-masing sebesar Rp89,0 dan Rp188,0 triliun, dengan kontribusi masing sebesar 14,5

dan 30,7 persen dari total realisasi investasi nasional tahun 2016.

Dari wilayah tujuan investasi, provinsi di Pulau Jawa masih mendominasi realisasi penanaman

modal tahun 2016. Realisasi investasi tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat dengan porsi

sebesar 17,2 persen dari total investasi tahun 2016. Di peringkat kedua adalah Jawa Timur

dengan porsi investasi sebesar 11,9 persen, diikuti oleh DKI Jakarta dan Banten dengan porsi

investasi masing-masing sebesar 9,6 dan 8,5 persen. Provinsi Sumatera Selatan masuk dalam

lima besar wilayah tujuan investasi di tahun 2016 dengan porsi sebesar 7,6 persen. Kenaikan

realisasi investasi di Sumatera Selatan disumbang oleh industri kertas PT Pulp and Paper Mills

Page 23: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 23

yang mulai beroperasi tahun 2016. Porsi investasi di wilayah-wilayah luar Jawa adalah

Sumatera 19,2 persen, Kalimantan 11,2 persen, Sulawesi 8,4 persen, serta Maluku dan Papua

5,0 persen. Sedangkan porsi penanaman modal untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara masih

relatif kecil yaitu hanya 2,7 persen dari total realisasi investasi.

Sepanjang tahun 2016, Singapura masih menjadi negara asal PMA terbesar di Indonesia dengan

jumlah nominal dan porsi yang semakin meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Total

realisasi PMA dari Singapura yaitu sebesar 9,2 miliar dolar AS atau 31,7 persen dari total. Di

peringkat kedua adalah Jepang dengan realisasi sebesar 5,4 miliar dolar AS dengan porsi 18,4

persen. Investasi dari negara Tiongkok dan Hong Kong naik signifikan dibandingkan dengan

tahun 2015 dan masuk ke dalam lima besar dengan nilai investasi masing-masing sebesar 2,7

miliar dolar AS (9,2 persen) dan 2,2 miliar dolar AS (7,8 persen). Di posisi kelima ditempati

Belanda dengan total realisasi sebesar 1,5 miliar dolar AS (5,1 persen).

Page 24: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

24 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

D. Stabilitas Ekonomi yang Terjaga Serta Keseimbangan Eksternal

yang Membaik

Inflasi

Laju inflasi sepanjang tahun 2016 tercatat sebesar 3,02 persen (yoy, ytd) atau berada di rentang

bawah sasaran inflasi sebesar 4+1 persen. Laju inflasi tahun tersebut merupakan yang

terendah, dan berada di bawah historis dalam lima tahun terakhir yang sebesar 5,63 persen.

Dilihat dari sisi kontribusi, komponen harga diatur pemerintah yang rendah dan bahkan

mengalami deflasi merupakan faktor utama yang mampu mengendalikan laju inflasi.

Harga minyak mentah dunia yang rendah dan nilai tukar yang stabil berdampak pada terjaganya

harga komoditas energi domestik, dan bahkan mendorong pemerintah untuk melakukan

penurunan harga BBM dan tarif listrik di bulan April 2016. Kebijakan tersebut juga diikuti oleh

penurunan tarif angkutan umum melalui Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun

2016 dan Permenhub Nomor 38 Tahun 2016. Dengan adanya berbagai kebijakan penurunan

harga dan tarif, di bulan April 2016 terjadi deflasi komponen harga diatur pemerintah yang

terendah dalam lima belas tahun terakhir. Selanjutnya deflasi komponen tersebut terus terjadi

pada enam bulan berikutnya, sehingga kontribusinya pada tahun 2016 menjadi sebesar 0,01

persen, atau terendah dalam enam tahun terakhir.

Grafik 3. Komponen Pembentuk Inflasi hingga Desember 2016

(dalam persen, ytd)

Sumber: BPS

Selain kebijakan penurunan harga dan tarif energi, upaya pemerintah dalam mengantisipasi

adanya gejolak harga terutama pada masa Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) juga mampu

mengurangi tekanan inflasi. Upaya-upaya yang dilakukan meliputi operasi pasar, pasar murah,

perbaikan infrastruktur untuk mendukung jalur distribusi, serta menjamin ketersediaan

pasokan, terutama bahan pangan pokok masyarakat.

Laju inflasi komponen inti mengalami perlambatan sepanjang tahun 2016 sebagai dampak

perlambatan ekonomi global. Hal ini ditunjukkan oleh kontribusi kumulatif inflasi inti terhadap

inflasi umum yang tercatat sebagai yang terendah dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun

kontribusi inflasi inti turun, daya beli masyarakat cukup terjaga yang terlihat dari angka

kontribusi kumulatif komponen inti yang relatif lebih besar dari kontribusi komponen non-inti.

1,6

1,7

1,8

-0,21 -0,18 0,01

0,7 1

,0 1,12,11

2,593,02

Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16 Agu-16 Sep-16 Okt-16 Nov-16 Des-16

Inti Harga diatur Pemerintah Harga Bergejolak Umum

Page 25: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 25

Sepanjang tahun 2016, kontribusi inflasi komponen inti terutama berasal dari kelompok

pengeluaran perumahan dan makanan jadi, antara lain kontrak dan sewa rumah serta nasi dan

gula pasir. Secara keseluruhan komponen inti telah menyumbang inflasi sebesar 1,83 persen

sejak awal tahun 2016.

Di tahun 2016, komponen harga bergejolak juga relatif terjaga dan tercatat lebih rendah

dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir. Hal ini antara lain ditunjang oleh cukup terjaganya

pasokan dan normalnya tren permintaan masyarakat sepanjang tahun 2016. Di samping itu,

penurunan harga komoditas energi, terutama BBM juga mempengaruhi pergerakan harga

pangan karena mengurangi biaya logistik dan distribusi. Meskipun demikian, pada triwulan

keempat 2016, kontribusi inflasi kumulatif sempat mengalami kenaikan karena curah hujan

tinggi yang berpengaruh pada produksi dan pasca panen komoditas hortikultura. Sampai

dengan akhir tahun 2016, inflasi komponen harga bergejolak memberikan sumbangan inflasi

kumulatif sebesar 1,14 persen.

Laju inflasi di tahun 2017 akan tetap dijaga pada rentang sasaran yang telah ditetapkan, yaitu

sebesar 4+1 persen, meskipun beberapa risiko membayangi. Faktor yang dapat memberikan

risiko tekanan inflasi, terutama pada komponen harga bergejolak adalah perubahan iklim (La

Nina). Namun, tekanan ini diperkirakan cenderung minimal karena mulai normalnya curah

hujan di awal tahun. Pemerintah akan terus berupaya memitigasi risiko tekanan inflasi

meskipun komitmen reformasi kebijakan fiskal, terutama pada kebijakan subsidi dan kebijakan

di sektor energi, tetap berlanjut.

Suku Bunga dan Nilai Tukar

Dalam rangka memperkuat operasi moneter, Bank Indonesia mengubah suku bunga acuan dari

BI Rate menjadi 7-day reverse repo (7DRR) yang mulai berlaku sejak 19 Agustus 2016. BI Rate

yang sebelumnya setara dengan suku bunga 12 bulan, digantikan oleh 7DRR yang setara

dengan suku bunga operasi moneter 7 hari. Perubahan suku bunga acuan ini turut

memberikan ruang yang lebih besar bagi Bank Indonesia dalam mengelola likuiditas dan

melengkapi reformasi struktural untuk meningkatkan permintaan domestik. Melalui 7DDR,

transmisi perubahan kebijakan moneter dapat berlangsung lebih cepat sehingga kebijakan

moneter dapat lebih efektif.

Semenjak digunakannya 7DRR, Bank Indonesia telah melakukan penurunan suku bunga

sebanyak 50 bps hingga mencapai 4,75 persen, guna mendukung pertumbuhan ekonomi.

Penurunan suku bunga tersebut dilakukan di tengah inflasi yang rendah, nilai tukar yang relatif

stabil, serta menyempitnya transaksi berjalan. Dengan stabilitas ekonomi yang relatif terjaga,

Bank Indonesia memiliki ruang untuk menstimulasi permintaan domestik di tengah ekonomi

global yang belum kondusif. Langkah moneter Bank Indonesia tersebut memberikan persepsi

positif dan turut mendorong momentum peningkatan pertumbuhan ekonomi di tahun 2016

dan tahun-tahun ke depan. Sinyalemen positif tersebut juga terkonfirmasi dari peningkatan

outlook peringkat utang Indonesia oleh Fitch dari stable menjadi positive pada Desember

2016.

Page 26: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

26 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Selain merubah suku bunga acuan, Bank Indonesia juga melakukan bauran kebijakan yang

akomodatif namun tetap menjaga stabilitas. Bank Indonesia telah menurunkan Giro Wajib

Minimum (GWM) sebanyak 150 bps dalam satu tahun terakhir. Penurunan GWM membuat

suku bunga deposito (deposit rate) turun hingga 128 bps dan tingkat deposito naik 10 persen.

Sementara penurunan suku bunga acuan belum direspon dengan efektif, ditandai dengan

suku bunga pinjaman (lending rate) masih naik sebesar 78 bps. Masih tingginya risiko yang

tercermin dari NPL yang masih tinggi disinyalir menjadi salah satu penyebab penurunan suku

bunga acuan belum diikuti oleh penurunan lending rate. Sementara itu dalam rangka menjaga

stabilitas di tengah ekspansi moneter, Bank Indonesia juga memperkuat kebijakan

makroprudensial antara lain melalui penguatan sistem monitoring dan protokol manajemen

krisis. Selain itu, kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan pada non kas dalam rangka

mendukung keuangan inklusif. Adapun langkah Bank Indonesia di dalam melakukan stabilitas

nilai tukar diarahkan dengan tetap menjaga konsistensi rupiah dengan fundamentalnya, baik

melalui intervensi langsung di pasar valuta asing atau melalui pembelian Surat Berharga

Negara (SBN) di pasar sekunder.

Rupiah mengalami sedikit penguatan karena fundamental ekonomi Indonesia yang baik.

Dibandingkan dengan tahun 2015, rata-rata nilai tukar rupiah per dolar AS di tahun 2016

menguat tipis sebesar 0,63 persen, menuju Rp13.307. Hal ini terjadi antara lain karena

besarnya aliran modal masuk ke Indonesia yang Rp124 triliun atau 80 persen lebih tinggi

dibandingkan tahun sebelumnya. Aliran dana asing tersebut masuk ke pasar saham sebesar

Rp16,17 triliun dan pasar obligasi pemerintah sebesar Rp107,29 triliun. Dari sisi domestik,

menguatnya aliran modal dimaksud antara lain disebabkan oleh berjalan baiknya program

terobosan Amnesti Pajak. Namun demikian, arus modal masuk tersebut sedikit banyak

tertahan oleh langkah antisipasi investor terhadap kenaikan tingkat suku bunga The Fed dan

seiring dengan hasil pemilu presiden di AS. Dengan dukungan fundamental ekonomi dalam

negeri yang kuat, dinamika global ini pada akhirnya dapat diredam dengan baik sehingga

pergerakan rupiah tetap stabil.

Grafik 4. Pergerakan rupiah secara umum menguat hingga Desember 2016

(per 1 dolar AS)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

13.889

13.516

13.193

13.180

13.420 13.355

13.116 13.165 13.118 13.017

13.311 13.418

12.500

13.000

13.500

14.000

14.500

Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16 Oct-16 Nov-16 Dec-16

Harian Rata-Rata Bulanan

Page 27: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 27

Pemerintah akan terus berupaya menjaga stabilitas sistem keuangan untuk memitigasi risiko

volatilitas arus modal asing. Persepsi investor secara umum masih positif terhadap Indonesia,

meskipun terdapat beberapa tantangan yang perlu diwaspadai. Dari sisi domestik, kinerja

investasi sebagai salah satu komponen yang diharapkan dapat memicu pertumbuhan

ekonomi, diharapkan dapat semakin meningkat. Hal ini sangat tergantung tidak hanya pada

pemerintah tetapi juga pada swasta. Selain itu, perkembangan perekonomian global juga

menjadi perhatian pemerintah, utamanya dalam merespons ekspektasi kondisi likuiditas

global yang semakin ketat seiring dengan rencana kenaikan suku bunga The Fed yang

diperkirakan akan terjadi sebanyak tiga kali di tahun 2017. Meskipun terdapat tantangan,

dengan kondisi perekonomian yang stabil dan terus membaik serta didukung dengan berbagai

kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah maupun Bank Indonesia, diharapkan kinerja nilai

tukar rupiah dan suku bunga domestik dapat terjaga dengan baik dan stabil.

Neraca Perdagangan Indonesia

Di tengah perlambatan ekonomi global yang masih berlanjut, kinerja ekspor impor Indonesia

tahun 2016 menunjukkan tren perbaikan. Pada akhir periode 2016, persentase pertumbuhan

bulanan nilai ekspor dan impor telah memasuki wilayah positif setelah dalam beberapa

triwulan mengalami kontraksi. Faktor pendorong perbaikan pertumbuhan perdagangan di

akhir tahun tersebut antara lain adanya kenaikan nilai ekspor sektor manufaktur yang

didukung oleh pergerakan harga komoditas yang mulai naik, terutama pada komoditas

mineral dan barang tambang.

Meskipun pertumbuhan ekspor impor sudah positif di akhir tahun 2016, namun nilai totalnya

masih lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Di tahun 2016 secara kumulatif ekspor

tercatat sebesar 144,43 miliar dolar AS atau turun 3,95 persen dibanding tahun 2015 yang

mencapai 150,37 miliar dolar AS. Sementara impor mencapai 135,65 miliar dolar AS atau turun

4,94 persen dibandingkan tahun 2015 dengan nilai 142,69 miliar dolar AS. Faktor harga masih

menjadi penyebab utama dari penurunan nilai ekspor dan impor secara keseluruhan di tahun

2016, meskipun ada peningkatan pada sisi volume.

Grafik 5. Tren pertumbuhan ekspor impor di sepanjang tahun 2016 menunjukkan perbaikan

(dalam persen)

Sumber: BPS, data diolah

s

-40

-20

0

20

40

Jan

-15

Feb

-15

Mar

-15

Ap

r-15

May

-15

Jun

-15

Jul-

15

Au

g-1

5

Sep

-15

Oct

-15

No

v-1

5

Dec

-15

Jan

-16

Feb

-16

Mar

-16

Ap

r-16

May

-16

Jun

-16

Jul-

16

Au

g-1

6

Sep

-16

Oct

-16

No

v-1

6

Dec

-16

Ekspor Kumulatif, yoy Impor Kumulatif, yoy Ekspor, yoy Impor, yoy

Page 28: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

28 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Neraca perdagangan Indonesia secara kumulatif mencatatkan surplus sebesar 8,78 miliar dolar

AS di tahun 2016. Nilai tersebut lebih tinggi dibanding surplus neraca perdagangan di tahun

sebelumnya yang sebesar 7,67 miliar dolar AS. Surplus neraca perdagangan Indonesia di tahun

2016 ditopang oleh peningkatan surplus neraca nonmigas dan defisit neraca migas yang

mengecil.

Surplus neraca nonmigas mencapai 14,42 miliar dolar AS yang terutama didukung oleh sektor

manufaktur. Ekspor manufaktur mencapai 109,76 miliar dolar AS dengan kontribusi 76,0

persen terhadap total ekspor. Nilai ekspor manufaktur tersebut tumbuh 2,9 persen (yoy)

dibanding tahun sebelumnya. Sementara sektor tambang dan pertanian masing-masing

menyumbang sebesar 12,56 persen dan 2,38 persen. Kinerja kedua sektor tersebut masih

negatif dengan pertumbuhan masing-masing -39,0 persen (yoy) dan -6,6 persen (yoy). Adapun

komoditas ekspor nonmigas utama tahun 2016 antara lain bahan bakar mineral,

mesin/peralatan listrik, dan perhiasan/permata, dengan negara tujuan ekspor terbesar yakni

AS, Tiongkok dan Jepang. Sementara komoditas impor nonmigas utama adalah

mesin/peralatan listrik, plastik dan barang dari plastik, serta bahan kimia organik.

Grafik 6. Surplus neraca perdagangan tahun 2016 lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 (dalam juta dolar AS)

Sumber: BPS, data diolah

s

Grafik 7. Perkembangan Ekspor Sektoral (a) dan Penggunaan Impor Berdasarkan Penggunaan (b)

(dalam juta dolar AS)

(a) (b)

Sumber: BPS, data diolah

s

-2000

-1000

0

1000

2000

3000

Jan

-15

Feb

-15

Mar

-15

Ap

r-15

May

-15

Jun

-15

Jul-

15

Au

g-1

5

Sep

-15

Oct

-15

No

v-1

5

Dec

-15

Jan

-16

Feb

-16

Mar

-16

Ap

r-16

May

-16

Jun

-16

Jul-

16

Au

g-1

6

Sep

-16

Oct

-16

No

v-1

6

Dec

-16

Non Migas Migas Neraca Perdagangan

PertambanganPertanian

Manufaktur

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

Jan

-15

Mar

-15

May

-15

Jul-

15

Sep

-15

No

v-1

5

Jan

-16

Mar

-16

May

-16

Jul-

16

Sep

-16

No

v-1

6

Barang KonsumsiBarang Modal

Bahan Baku

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

Jan

-15

Mar

-15

May

-15

Jul-

15

Sep

-15

No

v-1

5

Jan

-16

Mar

-16

May

-16

Jul-

16

Sep

-16

No

v-1

6

Page 29: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 29

Sementara itu, perbaikan defisit migas terjadi seiring dengan optimalisasi kilang lama dan

pengoperasian kilang baru. Kilang yang baru dioperasikan oleh Pertamina pada tahun 2016

yaitu kilang Trans Pacific Petroleum Indotama di Tuban, Jawa Timur, dan Residual Fluid

Catalytic Cracker di Cilacap, Jawa Tengah. Dengan beroperasinya kedua kilang ini, impor

premium diperkirakan mengalami penurunan sekitar 30 persen dan impor minyak diesel

berkurang 40 persen dari kebutuhan impor migas dalam negeri, atau berkurang sekitar 2 miliar

dolar AS pertahun.

Sepanjang tahun 2016, neraca perdagangan Indonesia dengan mitra dagang utama dalam

kondisi relatif stabil. Amerika dan Jepang masih menjadi negara tujuan ekspor utama bagi

Indonesia dengan nilai surplus sekitar 12 miliar dolar AS. Di tengah perlambatan ekonomi

global, capaian ini merupakan sebuah kinerja yang baik. Sementara itu, neraca perdagangan

dengan mitra dagang utama lainnya, yakni Tiongkok masih mencatatkan defisit meskipun

dalam tren penurunan defisit. Di sisi lain, perdagangan dengan Singapura terus menunjukkan

pelebaran defisit. Tiongkok dan Singapura merupakan penyumbang defisit perdagangan

terbesar dengan total 17 miliar dolar AS.

Dari sisi impor, impor barang konsumsi masih dapat mencatatkan pertumbuhan positif di tengah

impor bahan baku dan barang modal yang masih terkontraksi. Adanya impor alutsista yang

berupa amunisi, dan impor gandum di awal tahun 2016 telah mendorong tingginya nilai impor

barang konsumsi sepanjang tahun 2016. Impor barang konsumsi tercatat mencapai 12,35

miliar dolar AS, atau tumbuh sebesar 13,5 persen (yoy). Sementara impor bahan baku dan

barang modal masih tumbuh negatif masing-masing sebesar 5,7 persen dan 9,6 persen.

Pertumbuhan negatif ini selain dipicu oleh aktivitas ekspor yang belum pulih juga sedikit

banyak dipengaruhi oleh optimalisasi bahan baku dan barang modal dalam negeri untuk

kegiatan industri. Meskipun demikian, sinyal perbaikan impor bahan baku dan barang modal

sudah terlihat dengan pertumbuhan defisit yang terus mengecil ditopang oleh kinerja sektor

manufaktur yang stabil.

Grafik 8. Pertumbuhan Impor Kumulatif per komponen tahun 2016

(dalam persen, yoy)

Grafik 9. Neraca Perdagangan dan Mitra Dagang Utama

(dalam miliar dolar)

Sumber: BPS, data diolah Sumber: BPS, data diolah

Barang Konsumsi

Bahan Baku

Barang Modal

-40,0

-20,0

0,0

20,0

40,0

60,0

Jan

Feb

Mar

Ap

r

May Jun

Jul

Au

g

Sep

Oct

No

v

Dec

-1,6-1,2-0,8-0,40,00,40,81,2

Jan

uar

i

Feb

ruar

i

Mar

et

Ap

ril

Mei

Jun

i

Juli

Agu

stu

s

Sep

tem

ber

Okt

ob

er

No

vem

ber

Des

emb

er*

Tiongkok Jepang Singapura Amerika Serikat

Page 30: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

30 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

E. Pemulihan Ekonomi dan Amnesti Pajak Mendorong Penguatan

Kinerja Perbankan

Grafik 10. pertumbuhan kredit di tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun 2015

(dalam persen)

j

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah

Secara umum, pertumbuhan kredit di tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan

dengan tahun 2015. Meski sempat menguat pada bulan November (8,46 persen), namun

pertumbuhan kredit kembali melemah pada Desember 2016 dengan mencatatkan

pertumbuhan 7,87 persen (yoy). Pertumbuhan tersebut masih didominasi oleh penyaluran

kredit dalam rupiah yang mencapai 9,15 persen (yoy), sementara kredit valuta asing hanya

tumbuh sebesar 0,92 persen (yoy). Upaya untuk mendorong kenaikan pertumbuhan kredit

telah dilakukan melalui kenaikan permintaan pembiayaan, penurunan suku bunga kredit, dan

peningkatan kegiatan promosi yang dilakukan oleh perbankan menjelang akhir tahun. Di

tengah ketidakpastian global, pertumbuhan kredit tahun 2016 tersebut cukup mampu

menunjukkan baiknya fundamental perekonomian Indonesia. Bank Indonesia memperkirakan

pertumbuhan kredit tahun 2017 akan mencapai 10-12 persen, seiring dengan perkiraan

membaiknya perekonomian Indonesia.

-4,00

1,00

6,00

11,00

16,00

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

KMK KI KK Kredit

Grafik 11. Sektor Pertambangan masih menjadi sektor dengan NPL terbesar

(dalam persen, besar bubble: porsi kredit)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah

Listrik, Gas, Air3,11 Konstruksi

4,90Pertanian6,52

Pertambangan2,98

Perdagangan19,38

Transportasi3,86

Industri Pengolahan 17,63

Pinjaman multiguna10,71

-15,00

5,00

25,00

45,00

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

Listrik, Gas, Air Konstruksi Pertanian PertambanganPerdagangan Transportasi Industri Pengolahan Pinjaman multiguna

Per

tum

bu

han

Non Performing Loan (NPL)

Page 31: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 31

Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit konsumsi mencatatkan pertumbuhan tertinggi. Pada

Desember 2016, kredit konsumsi mencapai 8,76 persen (yoy), disusul kredit investasi dan

kredit modal kerja, yang masing-masing tumbuh sebesar 8,65 persen (yoy) dan 6,93 persen

(yoy). Secara sektoral, kredit sektor listrik, gas, dan air menjadi sektor dengan realisasi

penyaluran kredit tertinggi pada bulan Desember 2016, yaitu sebesar 36,21 persen (yoy).

Tingginya pertumbuhan kredit sektor listrik tersebut terutama didorong oleh adanya proyek

listrik 35.000 megawatt yang digulirkan oleh pemerintah. Sementara itu, kredit sektor

pertambangan masih mengalami pertumbuhan negatif. Selain, sektor ini juga memiliki rasio

kredit bermasalah tertinggi, mencapai lebih dari 7 persen. Di samping itu, penurunan

pertumbuhan sektor transportasi, gudang, dan komunikasi masih berlanjut sejalan dengan

meningkatnya kredit bermasalah di sektor tersebut sejak awal tahun 2016. Namun,

penyaluran kredit pada sektor tersebut diperkirakan akan mengalami kenaikan di tahun 2017

mengingat sektor transportasi, gudang, dan komunikasi merupakan salah satu sektor prioritas

penyaluran kredit.

Secara spasial, pertumbuhan kredit tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan

pertumbuhan mencapai 30,92 persen (yoy). Tingginya pertumbuhan tersebut didorong oleh

kenaikan penyaluran kredit kepada pelaku UMKM sejak pertengahan tahun 2016. Sementara

itu, Kalimantan Timur masih menjadi provinsi dengan tingkat kredit bermasalah tertinggi

sebagai akibat dari kenaikan kredit bermasalah di sektor pertambangan. Pulau Jawa, masih

menjadi pusat penyaluran kredit terbesar dengan proporsi sebesar 74,46 persen dari

keseluruhan total kredit. Sejak awal tahun 2016, proporsi kredit Pulau Jawa cenderung

mengalami sedikit penurunan di mana pada bulan Januari 2016 mencapai 74,68 persen.

Grafik 12. DPK membaik di triwulan keempat 2016

(dalam persen)

j

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah

Program Amnesti Pajak berhasil memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan Dana Pihak

Ketiga (DPK). Sampai dengan 27 Desember 2016, dari total dana repatriasi Amnesti Pajak

sebesar Rp143 triliun, terdapat sekitar Rp89,6 triliun yang masuk ke perbankan nasional. Dana

hasil repatriasi yang masuk ke sektor perbankan turut mendorong tumbuhnya DPK pada

triwulan akhir 2016. Selain itu, meningkatnya pertumbuhan DPK juga didorong oleh

keputusan bank untuk menaikkan suku bunga deposito pada awal triwulan keempat 2016,

sebagai akibat dari likuiditas yang cenderung mengetat. Hingga akhir Desember 2016, DPK di

-5,00

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Giro Tabungan Simpanan Berjangka Dana Pihak Ketiga

Page 32: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

32 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

perbankan mencapai Rp4.837 triliun atau tumbuh 9,60 persen (yoy). Pertumbuhan DPK

tersebut didominasi oleh giro yang tercatat sebesar 13,84 persen, sementara tabungan dan

simpanan berjangka mencatatkan pertumbuhan masing-masing sebesar 11,16 persen dan

6,46 persen.

Membaiknya pertumbuhan kredit dan DPK turut meningkatkan kinerja perbankan secara

umum. Rasio kredit bermasalah (NPL) turun menjadi 2,93 persen pada bulan Desember 2016.

Dari sisi permodalan, industri perbankan dinilai masih sangat mampu untuk mengantisipasi

berbagai potensi risiko yang ada. Hal ini terlihat dari besaran Capital Adequacy Ratio (CAR)

yang masih berada jauh di atas ketentuan minimum sebesar 8,0 persen. Efisiensi dan

profitabilitas perbankan relatif stabil, terlihat dari rasio Beban Operasional terhadap

Pendapatan Operasional (BOPO) dan Return on Assets (ROA) yang menurun tipis. Likuiditas

mulai melonggar ditopang oleh masuknya dana repatriasi program Amnesti Pajak di akhir

tahun 2016.

Tabel 4. Indikator kinerja perbankan masih relatif sehat

(dalam persen)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah

Indikator Umum

2016

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agu Sept Okt Nov Des

Aset (T Rp) 6.096 6.119 6.168 6.181 6.243 6.362 6.350 6.383 6.466 6.460 6.582 6.730

DPK (T Rp) 4.385 4.438 4.469 4.478 4.508 4.574 4.585 4.610 4.605 4.653 4.734 4.837

DPK (%, yoy) 6,79 6,89 6,44 6,18 6,53 5,90 5,93 5,58 3,15 6,46 8,40 9,60

Kredit (T Rp) 3.983 3.968 4.000 4.007 4.070 4.168 4.130 4.146 4.212 4.216 4.285 4.377

Kredit (%, yoy) 9,59 8,24 8,71 7,95 8,34 8,89 7,74 6,83 6,47 7,44 8,46 7,87

LDR (%) 90,95 89,50 89,60 89,52 90,32 91,19 90,18 90,04 91,71 90,77 90,70 90,70

NPL (%) 2,73 2,87 2,83 2,93 3,11 3,05 3,18 3,22 3,10 3,22 3,18 2,93

CAR (%) 21,75 21,93 22,00 21,95 22,41 22,56 23,19 23,26 22,60 23,19 23,04 22,93

BOPO (%) 84,86 84,22 82,96 82,30 82,36 82,23 81,37 81,31 81,02 81,26 80,64 82,22

NIM (%) 5,63 5,47 5,55 5,56 5,60 5,59 5,59 5,59 5,65 5,65 5,62 5,63

ROA (%) 2,51 2,29 2,44 2,38 2,34 2,31 2,35 2,36 2,38 2,41 2,37 2,23

Page 33: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 33

F. Seluruh Sektor IHSG Mencatatkan Kinerja Positif Pada Penutupan

2016

Grafik 13. Pergerakan IHSG Selama Tahun 2016

(dalam indeks)

Sumber: Bloomberg

Di tengah kondisi dan kebijakan perekonomian domestik dan global yang penuh dengan

tantangan, indeks harga saham gabungan (IHSG) di tahun 2016 masih membukukan kinerja

positif. Pada penutupan tahun 2016, IHSG mencatatkan pertumbuhan 15,32 persen (ytd),

lebih baik dibandingkan kinerja di tahun 2015 yang mengalami pertumbuhan negatif 12,13

persen. Kinerja yang positif ini ditopang oleh rata-rata volume transaksi harian yang sebesar

Rp4,08 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp3,71 triliun.

Jika dibandingkan dengan indeks kawasan, kinerja IHSG termasuk yang terbaik. Saham

Indonesia membukukan pertumbuhan tahunan tertinggi kedua setelah Thailand.

Kinerja IHSG sepanjang 2016 diwarnai beberapa kali tekanan, baik yang dipicu oleh faktor

domestik maupun global. Tekanan dimulai sejak awal tahun 2016 pasca kenaikan tingkat suku

bunga The Fed pada bulan Desember 2015. Tekanan tersebut berlanjut hingga pekan terakhir

Januari. Setelah itu, tekanan berangsur-angsur mereda walaupun tren positif indeks masih

terbatas. Tekanan lanjutan tercatat dialami pada pekan kedua bulan Juni dimana IHSG dan

sebagian besar indeks global mengalami penurunan menjelang referendum Brexit. Hal

tersebut diikuti tekanan harian yang cukup dalam pada hari diumumkannya hasil referendum

yang memutuskan Inggris keluar dari Uni Eropa. Namun demikian, tekanan tersebut hanya

bersifat harian akibat kepanikan pelaku pasar atas hasil referendum yang di luar ekspektasi.

Selanjutnya, kinerja IHSG berangsur pulih mengingat eksposur sektor keuangan dan

perdagangan Indonesia dengan Inggris relatif kecil. Kondisi tersebut diperkuat dengan

ditetapkannya UU tentang Amnesti Pajak oleh DPR pada tanggal 28 Juni 2016 yang berhasil

turut meredam tekanan lebih dalam pada IHSG. Bahkan, penetapan UU tersebut dapat

dikatakan menjadi titik balik IHSG dari tekanan yang dialami pasca kenaikan suku bunga The

Fed pada akhir 2015. Hal ini terlihat dari pertumbuhan positif indeks yang cukup signifikan

ditopang oleh meningkatnya arus modal masuk investor nonresiden.

Pada bulan Agustus 2016, IHSG kembali mengalami tekanan karena pernyataan hawkish Janet

Yellen atas rencana kenaikan suku bunga acuan yang disampaikan dalam Jackson Hole

Symposium. Di dalam pernyataannya, Yellen menggarisbawahi bahwa peluang kenaikan suku

4400

4600

4800

5000

5200

5400

5600

Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16 Oct-16 Nov-16 Dec-16

Page 34: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

34 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

bunga acuan pada tahun 2016 semakin besar. Tekanan dirasakan semakin dalam memasuki

bulan terakhir periode pertama Amnesti Pajak (September 2016) di mana partisipasi wajib

pajak masih jauh dari harapan. Hal ini terlihat dari jumlah uang tebusan dan dana repatriasi

yang masih minim. Namun demikian, kondisi tersebut berbalik menjelang hari terakhir bulan

September, IHSG kembali membukukan kinerja positif seiring meningkatnya jumlah uang

tebusan dan repatriasi. Selain Amnesti Pajak, kinerja IHSG juga didukung oleh pertumbuhan

ekonomi Indonesia pada triwulan ketiga 2016 yang berada di atas ekspektasi.

Di tengah sentimen positif dari domestik, kinerja IHSG kembali tertahan oleh perkembangan

kebijakan AS. Hasil pemilihan Presiden AS pada bulan November 2016 yang dimenangkan oleh

Donald Trump, memberikan sentimen negatif bagi sektor keuangan emerging markets,

termasuk Indonesia. Sebagaimana disampaikan di dalam kampanyenya, Trump akan

menerapkan belanja fiskal yang ekspansif serta menyediakan insentif perpajakan, yang

diperkirakan akan berdampak pada pelebaran defisit fiskal AS. Dampak lanjutan dari kebijakan

tersebut adalah kenaikan ekspektasi inflasi AS dan kenaikan yield surat utang negara, yang

pada gilirannya akan diikuti dengan kenaikan suku bunga acuan the Fed. Kondisi ini kurang

menguntungkan bagi sektor keuangan Indonesia yang selama ini menikmati arus modal masuk

dari AS pasca penetapan quantitative easing pada 2008 lalu. Tekanan yang dialami oleh indeks

pasca pemilihan presiden AS tersebut masih berlanjut hingga pekan ketiga Desember 2016,

diikuti arus keluar yang cukup signifikan.

Grafik 14. Pergerakan Saham Beberapa Negara

(dalam indeks, 1 Januari 2016=100)

Grafik 15. Pergerakan Saham Negara-Negara ASEAN

(dalam indeks, 1 Januari 2016=100)

Sumber: Bloomberg, data diolah

Kinerja Sektoral

Pada penutupan transaksi perdagangan saham tahun 2016, semua sektor mencatatkan kinerja

positif dibandingkan tahun 2015. Sektor yang mencatatkan kinerja pertumbuhan paling tinggi

adalah sektor pertambangan, diikuti industri dasar dan aneka industri. Kinerja emiten sektor

pertambangan mulai membaik sejak awal tahun seiring tren penguatan harga minyak yang

didorong oleh rencana OPEC untuk mengupayakan pembatasan tingkat produksi. Rencana

tersebut akhirnya disepakati dalam pertemuan OPEC pada bulan Desember 2016. Di samping

itu, kinerja emiten pertambangan juga didukung oleh kenaikan harga komoditas lain, misalnya

70

80

90

100

110

120

130

Jan

-16

Feb

-16

Mar

-16

Ap

r-1

6

May

-16

Jun

-16

Jul-

16

Au

g-1

6

Sep

-16

Oct

-16

No

v-1

6

Dec

-16

AS (S&P 500) AS (DJIA) Jepang

Inggris Jerman Indonesia

80

90

100

110

120

130

Jan

-16

Feb

-16

Mar

-16

Ap

r-1

6

May

-16

Jun

-16

Jul-

16

Au

g-1

6

Sep

-16

Oct

-16

No

v-1

6

Dec

-16

Indonesia Malaysia Singapura

Thailand Filipina

Page 35: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 35

batubara. Pasca penetapan kebijakan Pemerintah Tiongkok untuk membatasi impor batubara

karena adanya pergeseran kebijakan dari investasi ke konsumsi dalam negeri, di tengah situasi

pasokan yang berlebih dan sekaligus sebagai upaya untuk mengurangi polusi udara tampaknya

tidak berdampak terlalu besar terhadap harga batubara. Hal ini ditunjukkan oleh masih

meningkatnya harga batubara. Kinerja sektor pertambangan didukung pula oleh emiten

penghasil nikel yang mengalami kenaikan harga cukup signifikan.

Grafik 16. Kinerja Indeks Global 2016

(dalam indeks)

Sumber: Bloomberg

Sektor industri dasar dan aneka industri juga mengalami perbaikan kinerja. Hal ini didorong oleh

perkembangan ekonomi domestik yang menguat pada triwulan ketiga 2016 dan sinergi

kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia dalam mendorong pertumbuhan ekonomi

Indonesia. Perbaikan kinerja tersebut dapat terlihat pada sektor properti dan infrastruktur di

mana kinerja emiten industri semen, beton, dan pendukung lain, misalnya produsen besi dan

aluminium, terdorong oleh pembangunan infrastruktur yang intensif dilakukan oleh

pemerintah dan pelonggaran kebijakan Loan to Value (LTV) oleh Bank Indonesia. Selain itu,

kondisi perekonomian yang mengalami tren pertumbuhan positif, juga mendorong kinerja

harga saham emiten yang bergerak di sektor aneka industri, antara lain produsen kendaraan

bermotor dan pendukungnya, tekstil, dan bahan kimia dasar.

Kinerja sektor keuangan masih positif, terutama pasca penetapan kebijakan Amnesti Pajak.

Melalui mekanisme repatriasi, kebijakan tersebut berhasil meningkatkan likuiditas pasar

keuangan Indonesia, terutama menjelang bulan Desember 2016. Selain itu, kenaikan suku

bunga acuan the FED sebesar 25 bps pada bulan Desember 2016 tidak terlalu memberikan

0,4

0,4

-0,1

14,4

-3,0

9,5

13,4

3,3

19,8

15,3

-20,0 -15,0 -10,0 -5,0 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0

Jepang

Hongkong

Singapura

Inggris

Malaysia

AS (S&P 500)

AS (DJIA)

Korea

Thailand

Indonesia

2015 2016

Page 36: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

36 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

dampak negatif di pasar. Hal ini disebabkan karena kebijakan tersebut telah diperkirakan

sebelumnya sehingga pasar telah mengambil langkah antisipatif.

Tabel 5. Indikator kinerja perbankan masih relatif sehat

(dalam persen)

) Urutan berdasarkan kapitalisasi pasar Sumber: Bloomberg, diolah

Sektor Perkembangan Bulanan (%)

Ytd Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nov Des

Keuangan (0.7) 0.5 2.3 (3.0) 0.2 2.7 7.1 6.0 0.8 0.6 (6.7) 12.6 18.2

Manufaktur 7.1 5.7 (1.0) 1.0 (0.7) 2.2 1.7 6.2 (0.6) 1.4 (5.0) 15.2 18.8

Konsumsi (0.7) 0.5 2.3 (3.0) 0.7 1.3 (0.1) 5.1 (1.5) 0.6 (5.7) 9.5 12.6

Infrastruktur 2.6 (0.2) 3.9 3.7 1.6 3.3 6.2 (3.7) (0.2) -2.7 (5.9) 3.6 7.6

Perdagangan (5.0) 3.1 3.1 1.2 (1.3) 2.5 0.6 (0.1) (2.0) 1.9 (5.2) (3.4) 1.3

Properti (2.3) 0.7 3.4 2.6 1.3 6.6 3.0 1.2 (0.3) 0.0 (5.8) 3.1 5.5

Aneka Industri 2.7 7.8 4.5 (4.5) 0.0 4.9 4.9 4.7 0.9 (0.1) (7.2) 21.6 29.6

Industri Dasar 2.6 (0.2) 3.9 3.7 (7.1) 3.0 5.7 12.5 1.2 5.7 (0.5) 30.5 32.0

Pertambangan (1.7) 6.5 8.0 10.9 (2.9) 8.6 12.3 (1.6) (0.4) 13.7 4.5 68.9 70.7

Pertanian 4.2 (2.7) 10.4 (1.9) (3.2) (1.4) 0.9 5.7 (4.1) 0.8 1.4 7.7 8.4

IHSG 0.2 2.8 1.8 0.7 (0.3) 3.0 4.0 3.3 (0.4) 1.1 (5.0) 11.3 15.4

Page 37: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 37

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 38: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

38 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Page 39: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 39

BAGIAN II ANALISIS KINERJA APBN

2016 DAN ARAH

KEBIJAKAN APBN 2017

Penyesuaian asumsi ekonomi makro yang realistis,

penetapan target penerimaan negara yang realistis,

dan konsolidasi belanja merupakan faktor

pendorong terciptanya kredibilitas APBN.

Kredibilitas ini merupakan fondasi untuk mendorong

ketahanan fiskal dalam jangka menengah dan

membangkitkan optimisme masyarakat.

Page 40: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

40 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Realisasi APBNP 2016 Mencerminkan Kredibilitas Pengelolaan

Anggaran

Secara umum, pengelolaan makro fiskal pada tahun 2016 relatif terjaga dan sesuai dengan

target pemerintah dalam APBNP. Lebih lanjut, kondisi ekonomi makro yang mampu dikelola

dengan baik terefleksikan dalam beberapa indikator perekonomian seperti pertumbuhan

ekonomi yang masih cukup tinggi; pertumbuhan sektoral yang positif; inflasi yang terkendali

pada tingkat rendah; nilai tukar rupiah yang relatif stabil; dan lifting minyak yang sesuai target.

Pengelolaan fiskal yang terjaga direfleksikan dalam beberapa indikator utama yakni defisit

anggaran dan rasio utang terhadap PDB yang terkendali dalam batas aman, serta

keseimbangan primer yang terus membaik meskipun masih negatif. Pengelolaan makro fiskal

yang baik tersebut memberikan sinyal positif dan menumbuhkan optimisme terhadap

perkembangan perekonomian ke depan.

Realisasi Asumsi Ekonomi Makro Tahun 2016

Tabel 6. Asumsi Ekonomi Makro 2016

Sumber: Kementerian Keuangan

Pertumbuhan ekonomi tahun 2016 mencapai 5,02 persen (yoy), lebih baik apabila dibandingkan

dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai 4,9 persen. Walaupun tingkat capaian

tersebut berada di bawah target yang ditetapkan dalam APBNP 2016, namun masih sejalan

dengan Outlook APBNP 2016 sebesar 5,0 persen. Adapun sektor domestik masih menjadi

mesin pendorong utama pertumbuhan ekonomi di tahun 2016.

Laju Inflasi pada tahun 2016 mencapai 3,02 persen, lebih rendah apabila dibandingkan dengan

asumsi APBNP 2016 sebesar 4,0 persen dan angka Outlook APBNP 2016 sebesar 3,5 persen.

Tingkat inflasi yang terkendali tersebut terutama didukung oleh harga komoditas dunia yang

masih rendah, ketersediaan pasokan bahan kebutuhan pokok yang lebih stabil, serta

diselesaikannya proyek-proyek infrastruktur yang mendukung kelancaran jalur distribusi.

Rata-rata suku bunga SPN 3 bulan pada tahun 2016 mencapai 5,7 persen, sedikit lebih tinggi

apabila dibandingkan dengan APBNP 2016 sebesar 5,5 persen. Adanya tekanan sektor

keuangan global memberikan pengaruh terhadap pergerakan imbal hasil domestik. Namun di

sisi lain, sentimen positif investor masih tetap terjaga antara lain disebabkan oleh kinerja

perekonomian nasional yang lebih baik dibandingkan negara lainnya di kawasan regional,

inflasi yang relatif rendah dan terkendali, nilai tukar rupiah yang lebih stabil, serta adanya

Indikator Satuan 2015 2016 2017 APBN APBNP Realisasi

Pertumbuhan Ekonomi persen (yoy) 4,9 5,2 5,0 5,1

Inflasi persen (yoy) 3,4 4,0 3,0 4,0

SPN 3 Bulan persen 6,0 5,5 5,7 5,3

Nilai Tukar dolar AS 13.392 13.500 13.307 13.300

ICP dolar AS per barel 49 40 40 45

Lifting Minyak ribu barel per hari 778 820 829 815

Lifting Gas (ribu barel setara minyak per hari) 1.195 1.150 1.184 1.150

Page 41: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 41

kebijakan pengampunan pajak. Selain itu, masih diterapkannya program quantitative easing,

terutama di kawasan Eropa dan Jepang, juga turut mendorong aliran modal masuk ke

Indonesia pada tahun 2016.

Rata rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di sepanjang tahun 2016 mengalami apresiasi

apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016, rata-rata nilai tukar rupiah

terhadap dolar AS mencapai Rp13.307 per dolar AS, sedangkan pada tahun 2015 mencapai

Rp13.392 per dolar AS. Capaian ini sesuai dengan target Outlook APBNP 2016 yang ditetapkan

sebesar Rp13.300 per dolar AS.

Realisasi rata rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada tahun 2016 mencapai 40,2 dolar

AS per barel, sesuai dengan APBNP 2016 sebesar 40 dolar AS per barel. Realisasi tersebut lebih

rendah apabila dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang mencapai 49,2 dolar AS

per barel. Realisasi harga ICP tersebut seiring dengan harga komoditas global yang masih

cukup rendah di tahun 2016. Hal tersebut selain disebabkan oleh permintaan global yang

belum pulih, juga dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti sentimen pasar, kondisi geopolitik,

kemampuan produksi beberapa negara penghasil minyak, faktor kekuatan mata uang AS, dan

moderasi pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

Realisasi lifting minyak dan gas pada tahun 2016 melebihi target yang ditetapkan dalam APBNP

2016. Realisasi rata-rata lifting minyak pada tahun 2016 mencapai 829,2 ribu barel per hari

melebihi asumsi pada APBNP 2016 sebesar 820 ribu barel per hari. Sementara lifting gas

mencapai 1.179,6 ribu barel setara minyak per hari, lebih tinggi apabila dibandingkan dengan

asumsi pada APBNP 2016 sebesar 1.150 ribu barel setara minyak per hari. Realisasi lifting

minyak tersebut terutama dipengaruhi oleh adanya tambahan produksi dari pengoperasian

penuh lapangan Banyu Urip. Untuk terus menjaga lifting migas, pemerintah terus berupaya

meningkatkan hasil produksi baik melalui optimalisasi fasilitas produksi, perawatan sumur,

maupun penerapan teknologi produksi yang tepat guna. Selain itu, pembangunan

infrastruktur gas juga terus didorong dalam rangka meningkatkan pemanfaatan gas bumi

untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, baik untuk industri, transportasi, maupun rumah

tangga.

Kinerja APBN 2016

Kebijakan konsolidasi fiskal dalam bentuk penyesuaian target penerimaan dan efisiensi belanja

memberikan dampak positif terhadap kredibilitas fiskal. Kebijakan konsolidasi juga menjadi

salah satu pendorong untuk meningkatkan kepercayaan publik, tanpa mengesampingkan

peran APBN sebagai instrumen untuk menstimulasi perekonomian. Melalui penyesuaian

target penerimaan yang lebih realistis serta upaya efisiensi belanja yang tepat dan terukur,

defisit APBNP 2016 mampu dijaga pada tingkat 2,46 persen terhadap PDB. Tingkat defisit

tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan Outlook APBNP 2016 sebesar 2,50 persen

dan masih di bawah batas yang diizinkan dalam undang-undang sebesar 3,0 persen.

Page 42: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

42 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Tabel 7. Postur APBNP 2016 dan Realisasinya

Sumber: Kementerian Keuangan

Realisasi sementara Penerimaan Perpajakan mencapai Rp1.283,6 triliun, atau lebih rendah

Rp255,6 triliun dari APBNP 2016, dan lebih rendah Rp36,6 trilliun dari perkiraan dalam Outlook.

Kebijakan terobosan Amnesti Pajak yang dilakukan di tahun 2016, memberikan kontribusi

positif terhadap penerimaan sebesar Rp109,4 triliun. Dengan didukung oleh penerimaan dari

kebijakan Amnesti Pajak tersebut, penerimaan perpajakan mampu tumbuh 3,5 persen

dibandingkan dengan realisasi tahun 2016.

Tabel 8. Target dan Realisasi Penerimaan Perpajakan Tahun 2016

Sumber: Kementerian Keuangan

Penerimaan Perpajakan (triliun Rupiah)

2015 2016

LKPP Audited

% thd APBNP

APBNP Outlook (Penghematan)

Realisasi Sementara

% thd APBNP

% thd Outlook

1. PPh Migas 49,7 100,3 36,3 33,4 35,9 98,8 107,5

2. Pajak Non-Migas 1.011,2 81,2 1.318,9 1.105,8 1.069,0 81,1 96,7

a. PPh Non-Migas 552,6 87,7 819,5 664,4 630,9 77,0 95,0

b. Pajak Pertambahan Nilai 423,7 73,5 474,2 416,3 410,5 86,6 98,6

c. Pajak Bumi dan Bangunan 29,3 109,6 17,7 17,7 19,4 109,8 109,8

d. Pajak Lainnya 5,6 47,5 7,4 7,4 8,2 10,1 110,1

3.

Bea dan Cukai 179,6 92,1 184,0 181,0 178,7 97,2 98,8

a. Cukai 144,6 99,2 148,1 146,1 143,5 96,9 98,2

b. Bea Masuk 31,2 83,9 33,4 32,4 32,2 96,5 99,5

c. Bea Keluar 3,7 30,9 2,5 2,5 3,0 119,9 119,9

Total 1.240,4 83,3 1.539,2 1.320,2 1.283,6 83,4 97,2

Deskripsi (dalam triliun rupiah)

APBNP Outlook Realisasi Sementara

% thd APBNP

% thd Outlook

A. Pendapatan Negara 1.786,2 1.582,9 1.551,8 86,9 98,0

I. Penerimaan Dalam Negeri 1.784,2 1.580,9 1.546,0 86,6 97,8

1. Penerimaan Pajak 1.539,2 1.320,2 1.283,6 83,4 97,2

2. PNBP 245,1 260,7 262,4 107,1 100,7

II. Hibah 2,0 2,0 5,8 290,0 290,0

B. Belanja Pemerintah 2.082,9 1.898,6 1.859,5 89,3 97,9

I. Pemerintah Pusat 1.306,7 1.195,3 1.148,6 87,9 96,1

1. Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) 767,8 672,0 677,6 88,3 100,8

2. Belanja Non K/L 538,9 523,3 471,0 87,4 90,0

II. Transfer Ke Daerah dan Dana Desa 776,3 703,3 710,9 91,6 101,1

1. Transfer Ke Daerah 729,3 659,1 664,2 91,1 100,8

2. Dana Desa 47,0 44,2 46,7 99,4 105,7

C. Keseimbangan Primer (105,5) (126,4) (124,9) 118,4 98,8

D. Surplus/Defisit (296,7) (315,7) (307,7) 103,7 97,5

% terhadap PDB (2,35) (2,50) (2,46)

E.

Pembiayaan 296,7 315,7 330,3 111,3 104,6

I. Pembiayaan Dalam Negeri 299,3 319,1 344,9 115,2 108,1

II. Pembiayaan Luar Negeri (2,5) (3,4) (14,6) 584,0 429,4

Page 43: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 43

Selain memberikan kontribusi positif bagi penerimaan, program Amnesti Pajak 2016 juga

merupakan sebuah kesuksesan apabila ditinjau dari aspek nilai harta yang diungkap serta jumlah

peserta yang mengikuti program tersebut. Program Amnesti Pajak di tahun 2016, yang diikuti

oleh 616.358 wajib pajak, telah menghasilkan deklarasi harta sekitar Rp4.296,3 triliun yang

sebagian besar berasal dari deklarasi dalam negeri. Sementara nilai harta yang direpatriasi

sebesar Rp140,4 triliun. Kebijakan Amnesti Pajak membangkitkan optimisme pengelolaan dan

penegakan peraturan perpajakan yang lebih baik, karena melalui program ini diperoleh data

dan informasi sebagai modal yang berharga untuk perluasan basis data perpajakan serta

peningkatan penerimaan pajak yang berkesinambungan. Program Amnesti Pajak membuka

pintu bagi peningkatan kualitas penerimaan perpajakan di masa yang akan datang.

Secara umum penerimaan pajak sepanjang tahun 2016 masih terpengaruh oleh faktor

perlambatan ekonomi global dan rendahnya harga komoditas. Hal ini tercermin dari

Penerimaan Pajak Nonmigas yang hanya tumbuh sebesar 4,9 persen, jika mengeluarkan

penerimaan dari Amnesti Pajak. Kegiatan perdagangan internasional yang masih mengalami

kontraksi memberikan dampak negatif terhadap penerimaan PPN, khususnya yang berasal

dari impor. Selain itu, beberapa insentif perpajakan seperti kenaikan PTKP juga memberikan

dampak pada penurunan penerimaan PPh. Namun, diperkirakan kebijakan kenaikan PTKP

akan memberikan kontribusi positif melalui kenaikan konsumsi masyarakat yang pada

gilirannya akan mendorong kenaikan penerimaan dari PPN.

Tabel 9. Target dan Realisasi Penerimaan PNBP 2016

Sumber: Kementerian Keuangan

Penerimaan SDA yang berada di bawah target mampu diimbangi oleh komponen-komponen

PNBP lainnya, sehingga secara keseluruhan realisasi PNBP berada di atas target. Di tahun 2016,

realisasi Penerimaan SDA sebesar Rp65,5 triliun atau hanya sekitar 72,3 persen terhadap

APBNP dan 78,8 persen terhadap Outlook. Meskipun realisasi produksi migas melampaui

asumsi makro APBNP 2016, namun harga komoditas yang masih rendah serta realisasi cost

recovery yang berada di atas target, membuat Penerimaan SDA Migas tidak sebesar yang

diharapkan. Penurunan harga komoditas tersebut tidak hanya membuat nilai PNBP menurun

dibanding beberapa tahun silam, akan tetapi berdampak juga terhadap kontribusi Penerimaan

PNBP (triliun Rupiah)

2015 2016

LKPP Audited

% thd APBNP

APBNP Outlook (Peng-

hematan)

Realisasi Sementara

% thd APBNP

% thd Outlook

1.

Penerimaan SDA 101,0 84,9 90,5 83,1 65,5 72,3 78,8

a. SDA Migas 78,2 96,1 68,7 61,3 44,9 65,4 73,2

b. Non Migas 22,8 60,7 21,8 21,8 20,6 94,2 94,2

- Pertambangan Minerba 17,7 55,8 16,5 16,5 15,5 93,8 93,8

- Panas Bumi 0,9 151,2 0,6 0,6 0,9 147,9 147,9

- Kehutanan 4,2 88,2 4,0 4,0 3,8 94,8 94,8

- Perikanan 0,1 13,7 0,7 0,7 0,4 52,2 52,2

2. Pendapatan Bagian Laba BUMN 37,6 101,9 34,2 34,2 37,1 108,7 108,7

3. PNBP Lainnya 81,7 90,7 84,1 107,1 117,3 139,5 109,5

4. Pendapatan BLU 35,3 152,9 36,3 36,3 42,4 117,3 117,0

Total 255,6 95,0 245,1 260,7 262,4 107,0 100,6

Page 44: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

44 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

SDA terhadap PNBP yang berkurang dari 64 persen di tahun 2012 menjadi hanya sekitar 25

persen di tahun 2016. Sementara itu, upaya optimalisasi telah membuat komponen-

komponen PNBP lainnya seperti Pendapatan Bagian Laba BUMN, PNBP Lainnya, serta

Pendapatan BLU masing-masing melampaui target yang telah ditetapkan.

Di tengah upaya pengendalian defisit, realisasi belanja negara mencapai Rp1.859,5 triliun atau

89,3 persen dari APBNP. Belanja masih mempunyai daya dorong yang optimal dalam

menstimulasi perekonomian, meskipun di tengah upaya efisiensi melalui Inpres Nomor 8

Tahun 2016. Efisiensi anggaran di tahun 2016 dilakukan dengan tetap menjaga kualitas belanja

seiring dengan tetap berjalannya berbagai program prioritas. Realisasi APBNP 2016

menunjukkan bahwa pemerintah menjaga komitmen terkait dengan alokasi belanja untuk

pendidikan dan kesehatan sesuai dengan amanat undang-undang. Selain itu, program-

program infrastruktur prioritas tetap berjalan dan memberikan dukungan terhadap

pertumbuhan ekonomi.

Tabel 10. Output Program Prioritas Tahun 2016

Sumber: Kementerian Keuangan

Terjaganya pelaksanaan program prioritas, khususnya infrastruktur, turut didukung oleh

percepatan penyerapan anggaran melalui pelelangan dini. Hal ini tampak dari profil distribusi

penyerapan anggaran yang membaik apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Sejak awal tahun, eksekusi belanja sudah berjalan lebih baik sehingga distribusi hingga akhir

tahun lebih merata. Monitoring dan evaluasi dilakukan secara intensif baik di tingkat pusat

maupun daerah juga turut mendorong pelaksanaan anggaran yang efektif dan efisien. Pola

realisasi belanja terus membaik didorong oleh monitoring dan evaluasi kinerja melalui aplikasi

berbasis web dan pemantauan oleh TEPRA. Selain itu, pemerintah juga mendorong akselerasi

pelaksanaan kegiatan prioritas melalui kebijakan pre-funding sehingga eksekusi kegiatan dapat

Output Target Capaian

Kartu Indonesia Pintar 19,5 juta siswa 20,7 juta siswa

Beasiswa Bidikmisi 332 ribu siswa 324 ribu siswa

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 8,2 juta siswa 8,0 juta siswa

Beasiswa Dosen S2/S3 11.555 Dosen 11.397 Dosen

Bantuan Operasional PTN & Bantuan Penyelenggaraan PTN Badan Hukum 118 PTN 118 PTN

Ruang kelas (baru dan rehab) 30,3 ribu kelas 28,4 ribu kelas

Jalan (km) 3.149,6 km 2.528,7 km

Bandara 3 3

Jembatan 12.898,8 m 10.590,7 m

Jalur Kereta Api 154,3 km’sp 33 km’sp

Bendungan 37 37

Irigasi 4.889 km 1.025 km

Perumahan 113,4 ribu 111,3 ribu

Sanitasi & Air Bersih 2.549,3 ribu KK 983,3 ribu KK

430 ha Drainase 851 ha Drainase

PKH 6 juta KPM 5,9 juta KPM

Kartu Indonesia Sehat (KIS) 92,4 juta jiwa 91,1 juta jiwa

Page 45: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 45

terlaksana lebih awal. Untuk ke depannya, pemerintah terus berupaya mendorong perbaikan

realisasi dan terus menekan angka penumpukan belanja di akhir tahun.

Tabel 11. Target dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2016

Sumber: Kementerian Keuangan

Kebijakan penghematan Belanja K/L dapat diimplementasikan secara efektif, sehingga K/L

mampu menyerap seluruh pagu belanja yang telah disesuaikan dengan langkah penghematan

anggaran. Realisasi belanja K/L tercatat sebesar Rp677,6 triliun atau 88,3 persen.

Memperhitungkan penghematan belanja dengan total sebesar Rp95,7 triliun, yang terdiri dari

penghematan belanja sebesar Rp64,7 triliun dan estimasi alokasi yang tidak terserap atau

penghematan alamiah sebesar Rp31 triliun, maka realisasi belanja K/L telah mencapai 100,8

persen dari Outlook yang sebesar Rp672,0 triliun. Langkah efisiensi anggaran yang telah

dilakukan pemerintah tersebut dilakukan secara terukur dengan menyasar pada belanja

kurang produktif.

Realisasi belanja non K/L sebesar Rp471,0 triliun atau 87,4 persen dari pagu APBN-P 2016.

Penyerapan Belanja Non K/L secara umum lebih rendah dari pagu terutama disebabkan oleh

adanya penghematan Pembayaran Bunga Utang. Relatif rendahnya pembayaran bunga utang

disebabkan oleh realisasi nilai tukar rupiah yang lebih baik dibandingkan dengan asumsi

ekonomi makro serta biaya utang yang terjaga seiring dengan kondisi fundamental ekonomi

yang masih sangat sehat. Sementara itu, realisasi subsidi energi berada di atas alokasinya,

yakni dengan tingkat penyerapan mencapai 113,2 persen, sehubungan dengan adanya

penundaan kebijakan subsidi yang lebih tepat sasaran untuk pelanggan rumah tangga miskin

dan rentan. Adapun realisasi Subsidi Non Energi belum berjalan optimal antara lain disebabkan

oleh masih rendahnya realisasi subsidi benih dan penyesuaian skema atau adanya beberapa

program yang baru diluncurkan pada tahun 2016 seperti Subsidi Bunga Kredit Usaha Rakyat,

Subsidi Bunga Kredit Perumahan, dan Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan. Akibat

penyesuaian beberapa skema ini, realisasi subsidi kredit program berada di bawah alokasi

APBN-P 2016. Penyesuaian dan perbaikan skema serta penyempurnaan basis data dan

akuntabilitas pelaporan subsidi kredit program melalui Sistem Informasi Kredit Program (SIKP),

diperkirakan dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan program Subsidi Non Energi di

tahun 2017.

Belanja Pemerintah Pusat (triliun Rupiah)

2015 2016

LKPP Audited

% thd APBNP

APBNP Outlook

Penghematan Realisasi

Sementara % thd APBNP

% thd Outlook

A. Belanja K/L 732,1 92,0 767,8 672,0 677,6 88,3 100,8

B.

Belanja Non K/L 451,2 86,1 538,9 523,3 471,0 87,4 90,0

a. Pembayaran Bunga Utang 156,0 100,2 191,2 189,2 182,8 95,6 96,6

b.

Subsidi 186,0 87,7 177,8 176,9 174,6 98,2 98,7

i. Subsidi Energi 119,1 86,4 94,4 93,5 106,8 113,2 114,3

ii. Subsidi Non Energi 66,9 90,0 83,4 83,4 67,7 81,2 81,2

c. Belanja Lain-Lain 10,1 31,7 22,5 12,8 6,9 30,5 53,7

Total 1.183,3 89,7 1.306,7 1.195,3 1.148,6 87,9 96,1

Page 46: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

46 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Output dari program prioritas dapat dicapai dengan baik di tengah kebijakan konsolidasi

anggaran, menjadi bukti bahwa komitmen pemerintah terhadap pembangunan terus berjalan.

Anggaran infrastruktur terserap sekitar Rp267 triliun, atau 84 persen dari pagunya. Beberapa

output yang dihasilkan antara lain pembangunan atau rekonstruksi jalan sebesar 2.588

kilometer dan pembangunan 3 bandar udara. Sedangkan untuk belanja ketahanan pangan

realisasi yang dicapai sebesar Rp99,3 triliun atau 84,2 persen dari pagunya. Adapun anggaran

pendidikan dan kesehatan mampu terserap sebesar 89 persen dan 88,6 persen. Beberapa

output yang dihasilkan dari dua program prioritas pembangunan kualitas sumber daya

manusia ini antara lain Kartu Indonesia Pintar untuk 19,4 juta siswa, pembangunan 30,3 ribu

ruang kelas baru, Kartu Indonesia Sehat bagi 91,1 juta Penerima Bantuan Iuran, serta

prevalensi stunting pada 26,1 persen anak di bawah dua tahun.

Meningkatnya peran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) merupakan komitmen

pemerintah dalam mendukung desentralisasi fiskal serta mendorong peningkatan kualitas

pelayanan publik di daerah. Realisasi TKDD mencapai Rp710,9 triliun atau sebesar 91,6 persen.

Lebih tingginya realisasi TKDD dibandingkan belanja K/L mencerminkan dorongan yang kuat

terhadap peningkatan peran pemerintah daerah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi

berbasis kewilayahan dan menekan kantung kemiskinan di daerah. Selain itu, rencana

penundaan DAU tidak jadi dilaksanakan pada tahun 2016 dan seluruh DAU sudah ditransfer

pada akhir tahun.

Tabel 12. Alokasi dan Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2016

Sumber: Kementerian Keuangan

Realisasi Dana Desa mencapai 46,7 triliun atau 99,4 persen dari alokasi dalam APBNP

mengindikasikan adanya pembangunan infrastruktur dari pinggiran, tidak hanya di perkotaan.

Kebijakan Dana Desa juga merefleksikan pemerataan pembangunan sesuai dengan semangat

APBN yang memiliki fungsi redistribusi. Fungsi redistribusi APBN tercermin dari porsi

Pendapatan Negara yang 80 persen berasal dari Pulau Jawa, namun sebagian besar alokasinya,

baik melalui TKDD; belanja K/L yang dilaksanakan di daerah; maupun belanja Dana

Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; dialokasikan bagi wilayah lain di luar Pulau Jawa

dengan kekuatan pendapatan lebih rendah.

Uraian (triliun Rupiah)

2015 2016

LKPP Audited

% thd APBNP

APBNP Outlook

(Penghematan) Realisasi

Sementara % thd APBNP

% thd Outlook

1.

Transfer ke Daerah 602,4 93,6 729,3 659,1 664,2 91,1 100,8

a. Dana Perimbangan 583,0 93,4 705,5 635,3 640,4 90,8 100,8

1) Dana Transfer Umum 430,9 93,1 494,4 454,1 475,9 96,3 104,8

a) Dana Bagi Hasil 78,1 70,9 109,1 88,1 90,5 83,0 102,7

b) Dana Alokasi Umum 352,9 100,0 385,4 365,9 385,4 100,0 105,3

2) Dana Transfer Khusus 152,1 94,1 211,0 181,2 164,5 77,9 90,7

b. Dana Insentif Daerah 1,7 100,0 5,0 5,0 5,0 100,0 100,0

c. Dana Ot. Khusus dan DIY 17,7 100,0 18,8 18,8 18,8 100,0 100,0

2. Dana Desa 20,8 100,0 47,0 44,2 46,7 99,4 105,7

Total 623,1 93,8 776,3 703,3 710,9 91,6 101,1

Page 47: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 47

Realisasi pembiayaan anggaran sebesar Rp330,3 triliun atau 111,3 persen dalam rangka

memenuhi defisit APBNP dan investasi untuk menunjang program infrastruktur pembangunan.

Pembiayaan Anggaran dilakukan dengan mempertahankan prinsip kehati-hatian dan efisiensi.

Realisasi pembiayaan utang mencapai Rp393,6 triliun atau sebesar 107,6 persen sebagai

upaya antisipasi melebarnya defisit anggaran. Total SBN yang dilelang pada tahun 2016

mencapai Rp407,3 triliun atau 11,6 persen di atas target APBNP 2016. Minat investor terhadap

SBN masih sangat tinggi yang terlihat dari rata-rata bid-to-cover rasio penerbitan SBN

domestik yang mencapai 2,0 kali. Selain itu, empat penerbitan SBN berdenominasi valuta asing

untuk pembiayaan APBNP 2016 juga menghasilkan rata-rata penawaran sebanyak 2,4 kali.

Sementara itu, pengelolaan Pinjaman Luar Negeri dilakukan dengan melakukan pembayaran

cicilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditarik, serta peruntukan pinjaman bagi

program dan kegiatan yang produktif. Sementara realisasi pembiayaan non-utang sebesar

Rp63,3 triliun atau 91,7 persen diarahkan untuk pembangunan infrastruktur melalui PMN

kepada BUMN dan BLU.

Tabel 13. Pembiayaan Anggaran

Sumber: Kementerian Keuangan

Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN di tahun 2016 mencapai Rp65,2 triliun atau 100

persen dari alokasinya. Dengan tingginya nilai PMN yang diberikan, diharapkan BUMN akan

melakukan leveraging sehingga dapat menjadi salah satu akselerator pembangunan. Selain

itu, BUMN diharapkan dapat berkontribusi melalui pembayaran dividen maupun pembayaran

pajak. Saat ini, dividen BUMN berjumlah sekitar Rp37 triliun, atau terus menurun dalam dua

tahun terakhir dan hanya mencakup 14 persen dari total PNBP. Sementara itu, nilai pajak yang

dibayarkan BUMN sebesar Rp167 triliun atau menurun dibandingkan pembayaran tahun

sebelumnya yang mencapai Rp175 triliun.

Pembiayaan Anggaran (triliun rupiah)

2015 2016

LKPP Audited

% thd APBNP

APBNP Outlook Realisasi

Sementara % thd APBNP

% thd Outlook

I. Pembiayaan Dalam Negeri 307,9 126,9 299,3 319,1 344,9 115,3 108,1

1. Perbankan Dalam Negeri 4,9 101,4 25,4 25,3 25,9 102,1 102,2

2. Non-Perbankan dalam negeri 303,0 127,5 273,9 293,7 319,0 116,5 108,6

a. Penyertaan Modal Negara (70,4) 100,0 (65,2) (65,2) (65,2) 100,1 100,0

II. Pembiayaan Luar Negeri (neto) 15,3 (76,2) (2,5) (3,4) (14,6) - -

1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) 83,8 172,3 73,0 70.9 59,0 80,8 83,1

a. Pinjaman Program 55,1 734,5 35,8 45,2 35,3 98,7 100,2

b. Pinjaman Proyek 28,7 69,8 37,2 35,7 23,6 63,6 66,2

2. Penerusan Pinjaman (SLA) (2,6) 57,6 (5,8) (5,6) (4,8) 82,8 86,2

3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN (66,0) 102,8 (69,7) (68,8) (68,7) 98,7 99,9

Pembiayaan Anggaran (I+II) 323,1 145,2 296,7 315,7 330,3 111,3 104,6

Page 48: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

48 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Grafik 17. Grafik Perbandingan PMN dan Dividen BUMN

(dalam persen)

Sumber: Kementerian Keuangan

Pelajaran Dari 2016

Terdapat beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari kinerja perekonomian maupun fiskal pada

tahun 2016. Penentuan asumsi makro ekonomi dan target yang realistis dalam APBN telah

mendorong rasionalitas dalam pencapaian (achievable) dan meningkatkan kredibilitas dalam

pengelolaan fiskal. Kredibilitas fiskal tersebut akan memberikan sinyal positif dan

membangkitkan optimisme pelaku usaha serta menciptakan iklim investasi yang kondusif,

yang pada akhirnya akan dapat meminimalkan ketidakpastian.

Berbekal kredibilitas fiskal tersebut, terobosan kebijakan seperti Amnesti Pajak mendapat

sambutan yang antusias dari masyarakat sehingga dalam level pelaksanaannnya berjalan efektif.

Pencapaian program Amnesti Pajak tersebut bukan hanya mendorong peningkatan

penerimaan negara tahun 2016, tetapi juga memperkuat basis pajak serta membangkitkan

optimisme iklim investasi sekaligus perbaikan pengelolaan fiskal di masa mendatang.

Kurang optimalnya pencapaian pendapatan negara seperti PPh Migas dan PNBP SDA perlu

diperhatikan. Strategi pengelolaan fiskal ke depan harus mengubah orientasi dari

ketergantungan terhadap sumber daya alam menjadi bergantung pada sumber daya manusia.

Penguatan kualitas sumber daya manusia akan menciptakan nilai tambah bagi perekonomian

sehingga akan memberi kontribusi positif bagi peningkatan penerimaan perpajakan.

Pengendalian defisit anggaran dengan mendorong efisiensi dan efektifitas belanja melalui

Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2016, memberikan dampak positif bagi penguatan kualitas

belanja. Walaupun dilakukan pemotongan, belanja negara masih mempunyai daya dorong

yang optimal dalam menstimulasi perekonomian. Hal ini menjadi pembelajaran bahwa melalui

restrukturisasi belanja yang lebih efisien dan produktif, ternyata dapat menjaga peran belanja

dalam menstimulasi perekonomian. Lebih lanjut, penguatan konsolidasi fiskal pusat dan

daerah dalam rangka mitigasi risiko fiskal dan menjaga stabilitas perekonomian ke depan juga

menjadi semakin penting dalam menghadapi ketidakpastian.

Pada akhirnya, opsi kebijakan yang tepat menjadi kunci bagi kredibilitas pengelolaan fiskal. Opsi

kebijakan tersebut adalah mendorong penetapan asumsi makro ekonomi dan target

30,1 28,18 30,8 34,0340,31 37,64 37,1

4,88,68 7,6 6,58 4

65,88

50,48

0

20

40

60

80

2010 2011 2012 2013 2014 2015 APBNP 2016Dividen PMN BUMN

Page 49: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 49

pendapatan yang realistis dan selaras kondisi riil serta prospek perekonomian ke depan,

menjaga komitmen terhadap program prioritas dan mendorong agar pelaksanaannya berjalan

efektif, memitigasi risiko (pemotongan belanja) dalam rangka pengamanan APBN tahun

berjalan. Kredibilitas fiskal tersebut akan mendorong penyehatan fiskal jangka menengah, dan

merupakan komunikasi yang efektif kepada pasar dan pelaku usaha untuk menjaga

momentum dan tetap menumbuhkan optimisme dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi.

Pemerintah akan terus menjaga komitmen pada pelaksanaan kegiatan-kegiatan prioritas yang

bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Hal tersebut dilakukan antara lain

dengan mengakselerasi pembangunan infrastruktur melalui peningkatan alokasi anggarannya,

mendukung pemenuhan anggaran kesehatan 5 persen dan menjaga anggaran pendidikan 20

persen, serta mendorong efektivitas program perlindungan sosial. Saat ini, bentuk

keberpihakan pemerintah terhadap efektivitas program perlindungan sosial antara lain

melalui usaha mendorong peningkatan akses dan mutu layanan serta keberlanjutan program

JKN, perluasan kepesertaan Program Keluarga Harapan menjadi 6 juta keluarga dan

penambahan manfaat untuk penyandang cacat dan lansia, penyaluran program subsidi bunga

Kredit Usaha Rakyat, pemberian subsidi suku bunga untuk usaha mikro, kecil, dan menengah,

pemberian akses pinjaman tanpa agunan dengan bunga ringan, pemberian subsidi bunga

kredit perumahan, serta pemberian subsidi uang muka perumahan bagi masyarakat

berpenghasilan rendah.

Page 50: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

50 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Dalam APBN 2017, penerimaan perpajakan diharapkan berkontribusi sebanyak Rp1.495,9 triliun

atau sekitar 86,1 persen dari total penerimaan. Meskipun jumlah ini turun sebanyak 2,8 persen dari

APBN 2016, tetapi target penerimaan tahun ini cukup tinggi. Rata-rata pertumbuhan penerimaan

perpajakan dari tahun 2008-2015 adalah sebesar 12,6 persen dengan rata-rata realisasi penerimaan

sebesar 85,3 persen. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pertumbuhan penerimaan perpajakan

tertinggi dicapai di tahun 2008 sebesar 34,3 persen. Salah satu faktor penyebabnya adalah

penerapan kebijakan Sunset Policy. Jika dilihat, tanpa ada kebijakan khusus yang mendorong

penerimaan, pertumbuhan penerimaan perpajakan setiap tahunnya berkisar 10-11 persen.

Meskipun tahun 2016 ini pemerintah telah melaksanakan program Amnesti Pajak yang berhasil

berkontribusi sebesar Rp107 triliun, nyatanya penerimaan perpajakan tahun 2016 belum mencapai

target.

Program Amnesti Pajak pajak mulai berlaku sejak 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017. Sejatinya

program ini ditujukan untuk memperluas basis data perpajakan. Penerapan program ini dapat

meningkatkan penerimaan perpajakan dalam jangka pendek. Sebenarnya program Amnesti Pajak

ini bukanlah yang pertama diselenggarakan. Tahun 1984, pemerintah pernah menerapkan

kebijakan serupa. Akan tetapi, implementasinya dinilai tidak terlalu sukses mengingat jumlah

keikutsertaan Wajib Pajak yang tidak terlalu besar. Dengan adanya Amnesti Pajak, diharapkan akan

ada tambahan penerimaan baik dalam tahun diterapkannya kebijakan tersebut maupun tahun

sesudahnya.

Saat ini, penerimaan pajak Indonesia belum optimal. Selama tahun 2007-2015, target penerimaan

perpajakan hampir semuanya tidak tercapai kecuali tahun 2008. Padahal dengan menggunakan

peraturan yang berlaku serta keadaan ekonomi Indonesia saat ini, potensi penerimaan perpajakan

masih bisa ditingkatkan lebih jauh. Meningkatkan tarif pajak tidak serta merta meningkatkan

penerimaan perpajakan. IMF memperkirakan cara yang dapat ditempuh oleh Indonesia untuk

meningkatkan penerimaan adalah dengan melakukan perluasan basis pajak serta peningkatan

kepatuhan wajib pajak.

Rasio pajak menjadi salah satu cara untuk mengukur optimalisasi penerimaan perpajakan.

Dibandingkan dengan negara-negara Asean dan OECD lainnya, rasio penerimaan perpajakan di

Indonesia masih berada jauh di bawah rata-rata. Rasio pajak Indonesia relatif stagnan di angka 12

persen. Sementara negara-negara Asean lainnya rata-rata memiliki rasio pajak sebesar 13,69

persen. Walaupun rasio pajak dianggap bukan cara yang tepat untuk mengukur kinerja penerimaan,

tetapi rasio pajak dapat dijadikan pengukuran awal untuk hal tersebut.

Selain angka rasio pajak yang masih rendah, belum optimalnya penerimaan perpajakan dapat

ditunjukkan oleh tingginya angka tax gap yaitu selisih antara kewajiban pajak dengan pajak yang

dibayar, baik yang disebabkan karena underreporting gap maupun nonfiling gap. Underreporting

gap terjadi karena pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak yang tidak benar sehingga pajak yang

dibayarkan lebih kecil dari yang seharusnya dibayar. Sementara nonfiling gap terjadi karena pajak

yang seharusnya dibayar tidak dibayarkan oleh wajib pajak.

Boks 2. Tugas Berat Tim Reformasi Perpajakan

Boks 1. Tim Reformasi Perpajakan

Page 51: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 51

Tingginya angka tax gap menunjukkan rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan pajak

pada dasarnya adalah masalah yang dihadapi di hampir semua negara yang menjadikan penerimaan

perpajakan menjadi tumpuan penerimaan negara. Menurut Allingham dan Sandmo dalam Tax

Compliance Theory diyakini bahwa tidak ada individu yang mau membayar pajak secara sukarela

sehingga setiap individu akan selalu melakukan penentangan untuk membayar pajak. Faktor-faktor

yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak diantaranya tingkat pendapatan tetap, tarif pajak,

probabilitas audit, serta besarnya sanksi yang mungkin dikenakan.

Agar penerimaan perpajakan menjadi optimal, seluruh komponen negeri harus sadar dan mau ikut

serta. Selain dari kepatuhan wajib pajak, kepercayaan terhadap pengelolaan basis data dan

administrasi perpajakan serta kinerja aparat pajak juga menjadi faktor kunci. Selain itu, integritas

dan akuntabilitas pelayanan juga memegan peran yang cukup penting. Dalam rangka mewujudkan

itu semua, dibentuklah Tim Reformasi Perpajakan dan Tim Penguatan Reformasi Kepabeanan dan

Cukai. Tim reformasi sendiri dibagi menjadi empat kelompok besar yang terdiri dari tim pengarah,

tim advisor, tim observer, serta tim pelaksana. Tim Pengarah bertugas memberikan pengarahan

dalam menetapkan kebijakan untuk mempersiapkan dan melaksanakan reformasi yang mencakup

aspek organisasi, sumber daya manusia, infrastruktur, penganggaran, peraturan perundang-

undangan, basis data, proses bisnis, dan teknologi informasi serta untuk melakukan koordinasi

dengan instansi atau lembaga terkait. Tim advisor bertugas untuk memberikan masukan

berdasarkan teori dan keilmuan. Tim observer bertugas untuk melakukan pengamatan dan

memberikan masukan sesuai dengan latar belakang pengalaman di bidangnya. Sedangkan tim

pelaksana bertugas untuk mengoordinasikan penyusunan arah pelaksanaan dalam aspek

organisasi, sumber daya manusia, infrastruktur, penganggaran, peraturan perundang-undangan,

basis data, proses bisnis, dan teknologi informasi, mengoordinasikan penyiapan landasan hukum

dan harmonisasi regulasi serta perumusan kebijakan pengelolaan fiskal, mengoordinasikan hal-hal

yang merupakan inisiatif strategis, dan melaksanakan kebijakan dan tugas-tugas lain yang

ditetapkan.

Pada Tim Reformasi Perpajakan, terdapat tiga kelompok kerja, yaitu (1) Kelompok Kerja Bidang

Organisasi dan SDM, (2) Kelompok Kerja Bidang Teknologi lnformasi, Basis Data, dan Proses Bisnis,

dan (3) Kelompok Kerja Bidang Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan Tim Penguatan

Reformasi Kepabeanan dan Cukai memiiiki dua kelompok kerja, yaitu (1) Kelompok Kerja Bidang

Organisasi dan SDM, dan (2) Kelompok Kerja Bidang Peraturan Perundang-undangan. Tim

Reformasi ini dibentuk dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat mulai dari kalangan

pengusaha, akademisi, birokrat, dan media massa. Hal ini ditujukan agar tim ini dapat

mengakomodasi kepentingan para stakeholder dari berbagai kalangan.

Tim ini juga nantinya akan berkoordinasi, berharmonisasi, dan bersinkronisasi dengan tim birokrasi

serta transformasi kelembagaan. Hal ini diharapkan tim ini mampu menguatkan penerimaan negara

agar lebih optimal dan berkelanjutan. Dari segi penerimaan pajak, Tim Reformasi Perpajakan

diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan basis pajak sehingga dapat

meningkatkan penerimaan negara yang baru memenuhi 73 persen dari target penerimaan. Di sisi

lain, tim ini juga diharapkan dapat meningkatkan rasio pajak yang masih di angkat 11-12 persen.

Sementara pembentukan Tim Penguatan Reformasi Kepabeanan dan Cukai diharapkan dapat

meningkatkan penerimaan bea cukai yang baru memenuhi target 73,2 persen dari target

penerimaan serta membenahi persoalan di bidang kepabeanan dan cukai.

Page 52: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

52 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Page 53: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 53

BAGIAN III LAMPIRAN

DATA EKONOMI

MAKRO DAN APBN

Page 54: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

54 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Data P

erkemb

angan

Ind

ikator Eko

no

mi M

akro Sep

anjan

g 20

16

Ind

ikator

2012

2013

2014

2015

2016

Dec

Jan

Feb M

ar A

pr

Mei

Jun

Ju

l A

gu Sep

Okt

No

v D

es

Pertu

mb

uh

an

Ekono

mi

G

row

th ( p

ersen)

6,2

6

5,7

8

5,0

1

4,7

9

4.9

2

5,1

8

5

,01

4.9

4

N

om

inal (triliu

n)

8.2

29

,44

9

.08

7,2

8

10

.56

5,8

2

11

.54

0,7

9

29

31

,44

6

30

75

,13

5

3

.20

5,4

52

31

94

,77

6

Inflasi ( p

ersen)

4,3

8

,38

8

,36

3

,35

4

,14

4

,42

4

,45

3

,6

3,3

3

3,4

5

3,2

1

2,7

9

3,0

7

3,3

1

3,5

8

3,0

2

IH

K

13

5,4

9

14

6,8

4

11

9

12

2,9

9

12

3,6

2

12

3,5

1

12

3,7

5

12

3,1

9

12

3,4

8

12

4,2

9

12

5,1

5

12

5,1

3

12

5,4

1

12

5,5

9

12

6,1

8

12

6,7

1

C

ore

4,4

4

,98

4

,93

3

,95

3

,62

3

,59

3

,5

3,4

1

3,4

1

3,4

9

3,4

9

3,3

2

3,2

1

3,0

8

3,0

7

3,0

7

A

dm

inistrative

Price

2,6

6

16

,65

1

7,5

7

0,3

9

3,4

8

3,9

8

2,7

6

-0,8

4

-0,9

5

-0,5

-0

,85

-0

,91

-0

,38

0

,17

0

,09

0

,21

V

olatile Fo

od

5

,68

1

1,8

3

10

,88

4

,84

6

,77

7

,87

9

,59

9

,44

8

,15

8

,12

7

,14

5

,28

6

,51

7

,54

9

,14

5

,92

Nilai Tu

kar (Rp

/US$1

)

R

ata-rata 9

.38

0

10

.45

1

12

.43

8

13

.36

2

13

.88

9

13

.51

6

13

.19

3

13

.18

0

13

.42

0

13

.35

5

13

.11

6

13

.16

5

13

.32

8

13

.29

7

13

.31

1

13

.41

7

En

d O

f Perio

d

9.6

70

1

2.1

89

1

2.4

40

1

3.7

95

1

3.8

46

1

3.3

95

1

3.2

76

1

3.2

04

1

3.6

15

1

3.1

80

1

3.0

94

1

3.3

00

1

2.9

98

1

3.0

51

1

3.5

63

1

3.4

63

Suku

Bu

nga ( p

ersen)

B

I Rate

5,7

5

7,5

7

,75

7

,5

7,2

5

7,0

0

6,7

5

6,7

5

6,7

5

6,5

0

5,2

5

5,2

5

5,0

0

4,7

5

4,7

5

4,7

5

K

redit K

on

sum

si (eo

p)

13

,58

1

3,1

3

13

,58

1

3,8

8

13

,94

1

3,9

3

13

,91

1

3,9

1

13

,86

1

3,8

3

13

,82

1

3,7

4

13

,72

1

3,6

8

13

,65

K

redit M

od

al K

erja (eop

) 1

1,4

9

12

,12

1

2,7

9

12

,46

1

2,4

6

12

,4

12

,28

1

2,1

4

11

,97

1

1,8

2

11

,78

1

1,7

3

11

,61

1

1,5

9

11

,52

K

redit In

vestasi (eo

p)

11

,27

1

1,8

2

12

,36

1

2,1

2

11

,96

1

1,9

3

11

,83

1

1,7

1

11

,6

11

,49

1

1,4

5

11

,42

1

1,3

6

11

,34

1

1,3

3

Harga M

inyak (U

S$/b

arel)

R

ata-rata (ICP

) 1

12

,7

10

5,8

5

9,6

3

5,5

2

7,5

2

8,9

3

4,2

3

7,2

4

4,7

4

4,5

4

0,7

4

1,1

4

2,2

4

6,6

4

3,3

5

1,1

W

TI 9

4,0

5

97

,61

5

3,2

7

37

3

3,6

3

3,8

3

8,3

4

5,9

4

9,1

4

8,3

4

1,6

4

4,7

4

8,2

4

6,9

4

9,4

5

3,7

B

rent

11

2,1

0

10

8,8

5

5,7

6

35

,8

34

,7

36

,0

38

,7

46

,4

48

,3

48

,4

41

,0

46

,2

47

,7

46

,7

49

,9

55

,4

SUN

dan

Saham

O

bligasi

Yield

(5YR

) 4

,76

8

,03

7

,70

8

,82

8

,24

7

,97

7

,38

7

,46

7

,58

7

,32

6

,76

6

,84

6

,84

6

,70

7

,99

7

,58

Yield

(10

YR)

5,1

9

8,8

3

7,8

0

8,7

5

8,2

6

8,2

6

7,6

7

7,7

4

7,8

7

7,4

5

6,9

4

7,0

6

7,0

6

7,2

4

8,1

4

7,9

7

Sah

am

IHSG

4

.31

6

4.2

74

5

.22

7

4.5

93

4

.61

5

4.7

71

4

.84

5

4.8

39

4

.77

0

5.0

17

5

.21

6

5.3

86

5

.36

5

5.4

23

5

.14

9

5.2

97

N

FB

SUN

, Sah

am,

SBI

34

.68

4

63

.94

3

-28

.31

4

5.3

53

1

7.4

76

1

3.8

71

2

1,2

29

2

3,7

98

-4

,39

0

30

,83

5

26

,90

0

21

,92

9

13

,59

9

-11

,63

1

-3

1,9

38

6

,10

9

Perb

ankan

( persen

)

C

AR

1

7,3

0

18

,36

1

9,4

0

21

,16

2

1,5

1

21

,7

21

,76

2

1,7

3

22

,2

22

,29

2

2,9

1

22

,97

2

2,3

3

22

,91

2

2,8

0

LD

R

83

,58

8

9,7

8

9,4

2

91

,95

9

0,9

5

89

,5

89

,6

89

,52

9

0,3

2

91

,12

9

0,0

8

89

,94

9

1,4

8

90

,61

N

PL

1,9

1

,77

2

,2

2,4

9

2,7

3

2,8

7

2,8

3

2,9

3

3,1

3

,05

3

,18

3

,22

3

,10

3

,22

3

,20

P

ertum

bu

han

K

redit

23

,13

2

1,3

5

11

,56

1

0,1

2

9,3

1

8,0

5

8,8

8

9,1

3

10

,38

1

2,1

1

1,1

1

10

,15

9

,80

9

,76

1

0.2

3

Page 55: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 55

Data P

en

yera

pan

AP

BN

Tahu

n 2

01

4-2

01

5

Uraian

2014

2015

AP

BN

P R

ealisasi (LKPP

Au

dited) %

thd

AP

BN

P A

PB

NP

Realisasi (LKPP

A

udited)

% th

d A

PB

NP

A. P

end

apatan N

egara dan

Hib

ah 1.635,3

8 1.550,4

9 94

,8 1.76

1,6 1.50

8,0 85

,6

I. Pen

erimaan

Dalam

Negeri

1.6

33

,1

1.5

45

,5

94

,6

1.7

58

,3

1.4

96

,0

85

,1

1. P

enerim

aan P

erpajakan

1

.24

6,1

1

.14

6,9

9

2,0

1

.48

9,3

1

.24

0,4

8

3,3

a. Pajak D

alam N

egeri

1.1

89

,8

1.1

03

,2

92

,7

1.4

40

,0

1.2

05

,5

83

,7

b

. Pajak P

erd

agangan

Intern

asion

al 5

6,3

4

3,6

7

7,6

4

9,3

3

4,9

7

0,9

2

. Pen

erimaan

Negara B

ukan

Pajak

38

6,9

3

98

,6

10

3,0

2

69

,1

25

5,6

9

5,0

a. Pen

erimaan

Sum

ber D

aya Alam

2

41

,1

24

0,8

9

9,9

1

18

,9

10

1,0

8

4,9

b. B

agian Lab

a BU

MN

4

0,0

4

0,3

1

00

,8

37

,0

37

,6

10

1,9

c. PN

BP

Lainn

ya 8

5,0

8

7,7

1

03

,3

90

,1

81

,7

90

,7

d

. Pen

dap

atan B

LU

20

,9

29

,7

14

2,3

2

3,1

3

5,3

1

53

,0

II. H

ibah

2

,3

5,0

2

16

,5

3,3

1

2,0

3

61

,5

B. B

elanja N

egara 1.876,9

1.777,3

94,7

1.984,1

1.806,5

91,1

I B

elanja P

emerin

tah P

usat

1.2

80

,4

1.2

03

,6

94

,0

1.3

19

,5

1.1

83

,3

89

,7

1. B

elanja P

egawai

25

8,4

2

43

,7

94

,3

29

3,1

2

81

,1

95

,9

2. B

elanja B

arang

19

5,2

1

76

,6

90

,5

23

8,8

2

33

,3

97

,7

3. B

elanja M

od

al 1

60

,8

14

7,3

9

1,6

2

75

,8

21

5,4

7

8,1

4

. Pem

bayaran

Kew

ajiban

Utan

g 1

35

,5

13

3,4

9

8,5

1

55

,7

15

6,0

1

00

,2

5. Su

bsid

i 4

03

,0

39

2,0

9

7,3

2

12

,1

18

6,0

8

7,7

6

. Belan

ja Hib

ah

2,9

0

,9

31

,8

4,6

4

,3

91

,8

7. B

antu

an So

sial 9

6,7

9

7,9

1

01

,3

10

7,7

9

7,2

9

0,2

8

. Belan

ja Lainn

ya 2

7,9

1

1,7

4

1,7

3

1,7

1

0,1

3

1,8

II. Transfe

r Ke D

aerah D

an D

ana D

esa

59

6,5

5

73

,7

96

,2

66

4,6

6

23

,1

93

,8

1. Tran

sfer ke Daerah

5

96

,5

57

3,7

9

6,2

6

43

,8

60

2,4

9

3,6

a. Dan

a Pe

rimb

angan

4

91

,9

47

7,1

9

7,0

5

21

,8

48

5,8

9

3,1

i. D

ana Tran

sfer Um

um

4

58

,9

44

5,2

9

7,0

4

63

,0

43

1,0

9

3,1

- D

ana B

agi Hasil

11

7,7

1

03

,9

88

,3

11

0,1

7

8,1

7

0,9

- D

ana A

lokasi U

mu

m

34

1,2

3

41

,2

10

0,0

3

52

,9

35

2,9

1

00

,0

ii. Dan

a Transfe

r Kh

usu

s 3

3,0

3

1,9

9

6,6

5

8,8

5

4,9

9

3,3

b. D

ana In

sentif D

aerah

-

- -

- -

-

c. Dan

a Oto

no

mi K

hu

sus d

an K

eistimew

aan D

IY 1

04

,6

96

,7

92

,4

17

,6

17

,6

10

0,0

d. D

ana Tran

sfer Lainn

ya -

- -

10

4,4

9

8,9

9

4,7

2

. Dan

a Desa

- -

- 2

0,8

2

0,8

1

00

,0

C. K

eseimb

angan

Prim

er (1

06

,0)

(93

,3)

88

,1

(66

,8)

(13

6,1

) 2

03

,7

D. Su

rplu

s/Defisit A

nggaran

(A - B

) (2

41

,5)

(22

6,7

) 9

3,9

(2

22

,5)

(29

8,5

) 1

34

,2

E. Pemb

iayaan 24

1,5 273,6

113,3

222,5 323,1

145,2

I. P

emb

iayaan D

alam N

egeri 2

54

,9

26

1,2

1

02

,5

24

2,5

3

07

,9

10

1,5

Ii. Pem

biayaan

Luar N

egeri (n

eto)

(13

,4)

12

,4

-91

,9

(20

,0)

15

,3

-76

,2

1. P

enarikan

Pin

jaman

Luar N

egeri (Bru

to)

54

,1

52

,6

97

,1

48

,6

83

,8

17

2,3

a. Pin

jaman

Pro

gram

16

,9

17

,8

10

5,2

7

,5

55

,1

73

4,5

b. P

injam

an P

royek

37

,2

34

,8

93

,5

41

,1

28

,7

69

,8

2. P

eneru

san SLA

(3

,4)

(2,5

) 7

3,5

(4

,5)

(2,6

) 5

7,6

3

. Pem

bayaran

Cicilan

Po

kok U

tang LN

(6

4,2

) (6

2,4

) 9

7,3

(6

4,2

) (6

6,0

) 1

02

,8

Page 56: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

56 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Data Penyerapan APBN Hingga Desember 2016

Uraian 2016

APBNP* Realisasi (Jumlah) % thd APBN

A. Pendapatan Negara dan Hibah 1,786,225.03 1,551,785.60 86.90 I. Penerimaan Dalam Negeri 1,784,249.85 1,545,955.70 86.6 1. Penerimaan Perpajakan 1,539,166.24 1,283,596.1 83.4 a. Pajak Dalam Negeri 1,503,294.74 1,248,381.3 83.0 i. Pajak Penghasilan 855,842.70 666,816.1 77.9 - Migas 36,345.93 630,902.9 77.0 - Non Migas 819,496.77 35,913.2 98.8 ii. Pajak Pertambahan Nilai 474,235.34 410,458.8 86.6 iii. Pajak Bumi dan Bangunan 17,710.60 19,438.1 109.8 iv. Pendapatan BPHTB 0.00 0.00 - v. Cukai 148,091.23 143,507.8 96.9 vi. Pajak Lainnya 7,414.88 8,160.5 110.1 b. Pajak Perdagangan Internasional 35,871.50 35,214.8 98.2 i. Bea Masuk 33,371.50 32,216.4 96.5 ii. Bea Keluar/Pungutan Ekspor 2,500.00 2,998.4 119.9 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 245,083.61 262,359.6 107.0 a. Penerimaan Sumber Daya Alam 90,524.42 65,471.6 72.3 i. Migas 68,688.12 44,897.0 65.4 ii. Non Migas 21,836.30 20,574.6 94.2 b. Bagian Laba BUMN 34,164.00 37,132.0 108.7 c. PNBP Lainnya 84,123.96 117,314.0 139.5 d. Pendapatan BLU 36,271.23 42,442.0 117.0 II. Hibah 1,975.17 5,829.9 295.2 B. Belanja Negara 2,082,948.90 1,859,458.4 89.3 I. Belanja Pemerintah Pusat 1,306,696.00 1,148,603.4 87.9 1. Belanja Pegawai 342,447.40 304,830.7 89.0 2. Belanja Barang 304,241.80 205.551.5 67.6 3. Belanja Modal 206,567.40 164.978.0 79.9 4. Pembayaran Kewajiban Utang 191,218.30 182,759.8 95.6 i. Utang Dalam Negeri 174,016.30 167,752.9 96.4 ii. Utang Luar Negeri 17,202.00 15,006.9 87.2 5. Subsidi 177,754.50 174,567.1 98.2 i. Subsidi Energi 94,355.10 106,825.1 113.2 - BBM (Pertamina) 43,686.90 43,686.9 100.0 - Listrik (PLN) 50,668.20 63,138.2 124.6 ii. Subsidi Non Energi 83,399.40 67,742.0 81.2 6. Belanja Hibah 8,537.30 7,1157 83.3 7. Bantuan Sosial 53,403.80 49,621.8 92.9 8. Belanja Lainnya 22,525.50 6,868.1 30.5 II. Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa 776,252.90 710,855.0 91.6 1. Transfer ke Daerah 729,270.82 664,175.7 91.1 a. Dana Perimbangan 705,458.94 640,363.8 90.8 i. Dana Transfer Umum 494,436.69 475,895.8 96.3 - Dana Bagi Hasil 109.075.85 90,535.0 83.0 - Dana Alokasi Umum 385,360.85 385,360.85 100.0 ii. Dana Transfer Khusus 211,022.25 164,468.0 77.9 b. Dana Insentif Daerah 5,000.00 5,000.0 100.0 c. Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY 18,811.88 18,811.9 100.0 i. Dana Otonomi Khusus 15,414.43 15,414.4 100.0 ii. Dana Tambahan Otonomi Khusus 2,850.00 2,850.0 100.0 iii. Dana Keistimewaan DIY 547.45 547.5 100.0 2. Dana Desa 46,982.08 46,679.3 99.4 C. Keseimbangan Primer (105,505.58) (124,913.0) 118.4 D. Surplus/Defisit Anggaran (A-B) (296,723.88) (307,672.8) 103.7

% Defisit terhadap PDB (2.37) (2.46) E. Pembiayaan 296,723.89 330,331.5 111.3 I. Pembiayaan Dalam Negeri 299,250.83 344,925.3 115.3 1. Perbankan Dalam Negeri 25,360.73 25,891.8 102.1 2. Non-Perbankan Dalam Negeri 273,890.10 319,033.6 116.5 a. Surat Berharga Negara (Netto) 364,866.90 407,259.4 111.6 II. Pembiayaan Luar Negeri (Neto) (2,526.94) (14,593.99) 577.5 1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) 72,959.10 58,960.3 80.8 2. Penerusan SLA (5,833.65) (4,828.0) 82.8 3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN (69,652.39) (68,726.1) 98.7

Page 57: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 57

CATATAN :

Page 58: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

58 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Page 59: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 59

Page 60: TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL · Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (yoy)

60 Edisi I / Maret 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal