usulanrepository.unas.ac.id/1485/1/penelitianb edi sugiono.pdfatau sebesar 99,9 persen, sedangkan...
TRANSCRIPT
USULAN
PENELITIAN STIMULUS
Judul Penelitian:
“STRATEGI PENINGKATAN KINERJA BISNIS UKM MELALUI PERANAN
PROGRAM PELATIHAN DAN PEMBERDAYAAN KREATIVITAS MASYARAKAT
(Study Empiris Pada UKM Makanan dan Minuman di Kabupaten Jember)
Tim Peneliti:
Ketua
Dr. Edi Sugiono, ST., SE., MM (NIDN: 0307027101)
Anggota
Dr. Suryono Efendi, SE., MBA., MM (NIDN: 0310066301)
Ayu Kusuma (NPM: 183112340250429)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NASIONAL
PEBRUARI 2020
Kode/Nama Rumpun Ilmu:
571/ Manajemen
HALAMAN PENGESAHAN
PENELITIAN STIMULUS
Judul Penelitian : “STRATEGI PENINGKATAN KINERJA BISNIS UKM
MELALUI PERANAN PROGRAM PELATIHAN DAN
PEMBERDAYAAN KREATIVITAS MASYARAKAT” (Study
Empiris Pada UKM Makanan dan Minuman di Kabupaten
Jember)
Kode/ Nama Rumpun Ilmu : 571/ Manajemen
Ketua Peneliti:
Nama Lengkap : Dr. Edi Sugiono, ST., SE., MM.
NIDN : 0307027101
Jabatan Fungsional : Dosen
Program Studi : Manajemen
Nomor HP : 085280570772
Alamat Surel (e-mail) : [email protected]
Perguruan Tinggi : Universitas Nasional
Anggota Peneliti
Nama Lengkap : Dr. Suryono Efendi, SE., MBA., MM.
NIDN : 0310066301
Jabatan Fungsional : Dosen
Program Studi : Manajemen
Nomor HP : 08128714403
Alamat Surel (e-mail) : [email protected]
Nama Lengkap : Ayu Kusuma
NPM : 183112340250429
Jabatan : Mahasiswa
Program Studi : Manajemen
Nomor HP : 085815271180
Jangka Waktu Penelitian : 6 (Enam) bulan
Total Biaya Penelitian : Rp. 8.250.000
Jakarta, 28 Pebruari 2020
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Ketua Peneliti,
Dr. Suryono Efendi, SE., MBA., MM Dr. Edi Sugiono, ST., SE., MM.
NIDN: 0310066301 NIDN: 0307027101
,
iii
Abstraks
Penelitan ini bertujuan untuk menganalisis strategi peningkatan kinerja Bisnis UKM melalui
peranan program pelatihan dan pemberdayaan kreativitas masyarakat di kabupaten Jember Jawa
Timur.
Disain penelitian ini menggunakan pendekatan explanatory. Pengumpulan data dilakukan
dengan metode survei. Teknik sampel yang digunakan adalah Probability dengan pendekatan
proposive sampling dengan populasi seluruh pelaku usaha UKM makanan dan minuman yang berada
di kabupaten Jember. Responden yang menjadi sampel adalah usaha kecil menengah makanan dan
minuman di kabupaten Jember. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
WarpPLS 5.0 dan program SPSS.
Kata kunci: Kinerja Bisnis UKM, Program Pelatihan, Pemberdayaan kreativitas masyarakat.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ……………………………………………………………... i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………… ii
ABSTRAKS ………………………………………………………………………... iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….. iv
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………. 1
1.1. Pendahuluan …………………………………………………………………..... 1
1.2. Identifikasi Masalah ……………………………………………………………. 3
1.3. Tujuan Penelitian ………………………………………………………………. 3
1.4. Manfaat Penelitian ……………………………………………………………... 3
BAB II STUDI PUSTAKA …………………………………………………..……. 5
2.1. Konsep Kinerja Bisnis UKM ……….…………………………………………. 5
2.2. Konsep Pelatihan ……………..…….……………………………………….…. 8
2.3. Konsep Pemberdayaan Kreativitas ……………………………………………. 16
2.4. Kerangka Pemikiran Penelitian …………………………………………………. 22
2.4. Rumusan Hipotesis …………………….……………………………………..… 22
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………………….….. 23
3.1. Desain Penelitian ………………………………………………………….…… 23
3.2. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………….………. 23
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ……………………………………….………. 23
3.4. Teknik Pengukuran Variabel …………………………………………………… 24
3.5. Jenis dan Sumber Data Penelitian ……………………………………………… 24
3.6. Teknik Analisis Data …………………………………………………………… 24
iii
BAB IV JADWAL DAN PEMBIAYAAN PENELITIAN ………………………. 27
4.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian …………………………………………………. 27
4.2. Pembiayaan Penelitian …………………………………………………………. 27
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 29
LAMPIRAN ……………………………………………………………….……….. 31
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam perekonomian Indonesia memegang peranan yang
sangat penting. Sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, peranan UKM meningkat dengan sangat
tajam, hal ini terlihat dari jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang meningkat
dengan pesat, dari sekitar 7.000 pada tahun 1980 menjadi sekitar 40 juta pada tahun 2001 dan
meningkat lagi menjadi 49,840 juta pada tahun 2007.
Data dari Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa prosentase jumlah UMKM
dibandingkan dengan total perusahaan pada tahun 2007 adalah sebanyak 49,840 pada perusahaan
atau sebesar 99,9 persen, sedangkan perusahaan besar hanya sebanyak 4,52 ribu atau hanya sebesar
0,01 persen. Pada tahun yang sama jumlah tenaga kerja yang terserap pada sector ini mencapai
91.752.318 atau 99,5 persen dari total angkatan kerja yang bekerja. Sumbangan pada Produk
Domestik Bruto (PDB) pada perekonomian Indonesia mencapai Rp. 2.211,3 trilliun atau sebesar 53,6
persen dari total PDB.
Peran strategis Usaha Kecil Menengah (UKM) didalamnya termasuk pengrajin dalam
menggerakkan ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan rakyat dikembangkan jika jumlah
wirausaha semakin meningkat baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Menurut seorang pakar
kewirausahaan dari Amerika Serikat (David Mc. Cleland), suatu negara akan mencapai tingkat
kemakmuran apabila jumlah wirausahanya paling sedikit 2% dari jumlah penduduknya. Data statistik
menunjukkan jumlah wirausaha di Indonesia masih dibawah 1%. Situasi yang ideal tersebut masih
jauh dari kenyataan. Selain jumlah wirausaha yang masih belum memenuhi syarat ideal, wirausaha
yang masuk kategori UKM yang sudah ada saat inipun juga masih banyak kendala/persoalan.
Tambunan (2008), mengidentifikasi ada tiga persoalan yang dihadapi wirausaha yang masuk
kategori industri kecil menengah di Indonesia, yaitu produktivitas, daya saing, dan kinerja yang
rendah. Sementara upaya pengembangan UKM masih terkendala oleh pengelolaan usaha yang masih
2
tradisional, kualitas sumber daya manusia yang belum memadai, skala dan teknik produksi,
kapabilitas inovasi yang masih rendah, terbatasnya akses pasar, serta masih terbatasnya akses kepada
lembaga keuangan, khususnya perbankan. Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dalam UKM
disebabkan sebagian besar UKM di Indonesia tumbuh secara tradisonal dan merupakan usaha yang
turun-temurun. Keterbatasan tersebut mencakup pendidikan formal maupun pengetahuan dan
keterampilan, sehingga manajemen pengelolaan UKM sangat praktis dan sederhana, yang akhirnya
akan sulit berkembang optimal.
Produktivitas yang masih rendah menjadikan produk-produk UKM dikawasan tersebut
mengalami kesulitan untuk berkompetisi dengan produk-produk yang hasilkan oleh industri besar
dan produk-produk impor terutama dari negara China dan negara-negara anggota ASEAN.
Dampak yang ditimbulkan sejak diberlakukannya pasar bebas ASEAN atau Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015 sedikit banyak turut dirasakan oleh para pelaku usaha UKM
di Jember. Khususnya UKM yang memproduksi dengan bahan baku kulit seperti tas, sepatu dan
produksi garmen. Untuk itu peningkatan kinerja bisnis UKM dengan berbagai bentuk dan pendekatan
menjadi kata kunci agar bisa tetap eksis dipasar.
Salah satu strategi yang dapat dilakukakan dalam meningkatkan kinerja bisnis usaha kecil
dan menengah adalah memperbanyak pelatihan khususnya bagi pelaku UKM secara langsung.
Dengan pelatihan inilah para pelaku UKM akan mendapatkan wawasan dan perkembangan terkini
terkait dengan pengelaolaan bisnis usahanya. Selain itu peran pelatihan juga dapat memberi ilmu
pengetahuan tentang bagaimana strategi bersaing dalam era global dan era digital.
Selain program pelatihan, yang diprediksi dapat mendorong kinerja bisnis UKM adalah
pemberdayan kreativitas masyarakat. Selama ini daya kreativitas masyarakat yang dapat mendokrak
daya saing produk belum dioptimalkan. Dengan program pemberdayaan kreativitas masyarakat yang
berkecimpung dalam kegiatan usaha kecil menengah akan dapat menumbuhkan kinerja bisnis UKM.
Mengacu pada kondisi persoalan yang dihadapi UKM di Indonesia dan peran strategis IKM
dalam menggerakkan perekonomian nasional, peran pelatihan pelaku usaha kecil dan pemberdayaan
3
kreativitas dapat sebagai alternatif strategi untuk meningkat kinerja UKM khususnya dikabupaten
Jember. Dengan landasan pemikiran ini peneliti tertarik untuk melakukan kajian penelitian dengan
judul “STARTEGI PENINGKATAN KINERJA BISNIS UKM MELALUI PERANAN PROGRAM
PELATIHAN DAN PEMBERDAYAAN KREAITIVITAS MASYARAKAT (Study Empiris Pada
UKM Makanan dan Minuman di Kabupaten Jember)
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, ada beberapa masalah kritis untuk menjadi perhatian
dan dapat dijabarkan dalam rumusan masalah penelitian yang meliputi sebagai berikut:
1. Apakah kinerja bisnis UKM dapat ditingkatkan dengan peran program pelatihan dan
pemberdayaan kreativitas masyarakat?
2. Seberapa besar pengaruh program pelatihan dapat meningkatkan kinerja bisnis usaha kecil
menengah produk makanan dan minuman di kabupaten Jember ?
3. Seberapa besar pengaruh pemberdayaan kreativitas masyarakat dapat meningkatkan UKM
produk makanan dan minuman di kabupaten Jember?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis apakah kinerja bisnis UKM produk makanan dan minuman dapat
ditingkatkan dengan peran program pelatihan dan pemberdayaan kreativitas masyarakat.
2. Untuk menganalisis apakah program pelatihan dapat meningkatkan kinerja bisnis usaha kecil
menengah produk makanan dan minuman di kabupaten Jember
3. Untuk menganalisis apakah pemberdayaan kreativitas masyarakat dapat meningkatkan
kinerja bisnis usaha kecil menengah produk makanan dan minuman di kabupaten Jember.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
4
1. Memperkaya literatur mengenai konsep atau teori bidang manajemen khususnya peran
pelatihan dan pemberdayaan kreativitas masyarakat dalam meningkatkan kinerja bisnis
UKM.
2. Pengembangan konsep, pengukuran, identifikasi, dan menjelaskan hubungan antar variabel
peran pelatihan dan pemberdayaan kreativitas masyarakat dalam meningkatkan kinerja bisnis
UKM diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu manajemen dan sebagai rujukan
penelitian lebih lanjut.
Adapun manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian adalah:
1. Memberikan informasi yang berharga bagi para wirausaha khususnya dalam industri skala
kecil dan menengah peran program pelatihan dan pemberdayaan kreativitas masyarakat
dalam meningkatkan kinerja bisnis UKM.
2. Memberikan kontribusi bagi para peneliti selanjutnya sebagai sumber referensi dan
informasi.
3. Memberikan masukan kepada pemerintah dan instansi terkait untuk meningkatakan kinerja
bisnis UKM.
5
BAB II
STUDY PUSTAKA
2.1. Konsep Kinerja Bisnis UKM
Kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja pegawai (individu) dan kinerja
perusahaan/organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi.
Dalam kehidupan organisasi, kinerja individu merupakan faktor kunci yang sama sekali tidak
mungkin diabaikan. Oleh karena itu, baik para ilmuwan/ pakar maupun praktisi menaruh perhatian
esktra terhadap kinerja individu. Perhatian para pakar antara lain dicurahkan dalam bentuk pemberian
batasan, pengertian, atau definisi tarhadap kinerja. Masing-masing pakar, baik dari kalangan
mancanegara maupun domistik (dalam negeri), memberikan batasan, pengertian atau definisi yang
beragam.
Kinerja perusahaan/organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi.
Gilbert (1997) mendefinisikan kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan oleh seseorang sesuai
dengan tugas dan fungsinya. Murphy (1990) menyatakan bahwa kinerja merupakan seperangkat
perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi atau unit organisasi tempat bekerja.
Keban (2003), menyebutkan bahwa kinerja (performance) dalam organisasi didefinisikan
sebagai tingkat pencapaian hasil “the degree of accomplishment “ atau kinerja merupakan tingkat
pencapaian tujuan organisasi secara berkesinambungan. Steers (2003) pengertian kinerja organisasi
adalah tingkat yang menunjukan seberapa jauh pelaksanaan tugas dapat dijalankan secara aktual dan
misi organisasi tercapai. Mahsun (2006) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi
organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.
Rue & Byars (2006) mendefinisikan kinerja organisasi sebagai tingkat pencapaian hasil atau
“degree of accoumplishment” atau dengan kata lain, kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan
organisasi. Yuwono (2002), kinerja organisasi berhubungan dengan berbagai aktivitas dalam mata
6
rantai (value chain) yang ada pada organisasi. Berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi
sesungguhnya memberikan informasi mengenai prestasi pelaksanaan dari unit-unit organisasi,
dimana organisasi memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas seluruh aktivitas sesuai dengan tujuan
organisasi.
Hodge, et. al. (1996) kinerja organisasi mencakup how well the organization is doing,
bagaimana suatu organisasi mencapai profit/tujuannya dan tingkat kepuasan dari para
pelanggan/penguna jasa pelayanannya. Pengertian kinerja organisasi juga dikemukakan oleh Bastian
(2001 sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas suatu organisasi dalam
upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi tersebut).
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa kinerja organisasi adalah seberapa jauh tingkat
kemampuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi dalam rangka pencapaian tujuan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki dan program/ kebijakan/ visi dan misi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pengertian Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi
yang telah ditetapkan. Para instansi sering tidak memperhatikan kinerja instansi atau organisasi
kecuali kinerja sudah amat buruk.
Kinerja merupakan produk dari kegiatan administrasi, yaitu kegiatan kerjasama untuk
mencapai tujuan yang pengelolaannya biasa disebut sebagai manajemen. Sedangkan organisasi
adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara formal dipersatukan dalam suatu kerjasama
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi Kinerja organisasi adalah hasil kerja yang
didapatkan didalam suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kinerja organisasi atau kinerja perusahaan merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat
dicapai dan mencerminkan keberhasilan manajer/pengusaha. Kinerja merupakan hasil yang dicapai
dari perilaku anggota organisasi (Gibson, 1998). Jadi kinerja organisasi merupakan hasil yang
diinginkan organisasi dari perilaku orang-orang di dalamnya.
7
Kaplan dan Norton (1992) mengembangakan tolok ukur keberhasilan perusahaan yang lebih
komprehensif, dinamakan Balanced Scorecard (BS). Menurut konsep balanced scorecard kinerja
perusahaan untuk mencapai keberhasilan kompetitif dapat dilihat dari empat bidang yaitu
berdasarkan:
1. Perspektif finansial, dimana pada perspektif ini perusahaan dituntut untuk meningkatkan
pangsa pasar, peningkatan penerimaan melalui penjualan produk perusahaan. Selain itu
peningkatan efektivitas biaya dan utilitas asset dapat meningkatkan produktivitas perusahaan;
2. Perspektif pelanggan, dimana perusahaan harus mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dan
segmen pasar. Identifikasi secara tepat kebutuhan pelanggan sangat membantu perusahaan
bagaimana memberikan layanan kepada pelanggan. Penerapan pada terminal penumpang
umum antara lain: pengaturan jadwal keberangkatan penumpang tepat waktu dan tertib,
meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap keamanan dan ketertiban di terminal.
3. Perspektif proses bisnis internal, dimana perusahaan harus mengidentifikasi proses-proses
yang paling kritis untuk mencapai tujuan peningkatan nilai bagi pelanggan (perspektif
pelanggan) dan tujuan peningkatan nilai financial.
4. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, dimana tujuan-tujuan yang ditetapkan dalam
perspektif finansial, pelanggan dan proses bisnis internal mengidentifikasi di mana organisasi
harus unggul untuk mencapai terobosan kinerja, sementara tujuan dalam perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan memberikan infrastruktur yang memungkinkan tujuan-tujuan
ambisius dalam ketiga perspektif itu tercapai. Tujuan-tujuan dalam perspektif ini merupakan
pengendali untuk mencapai keunggulan outcome ketiga perspektif sebelumnya.
Agarwal et al. (2003), mengukur kinerja organisasi dengan dua dimensi yaitu kinerja obyektif
dan kinerja subyektif. Kinerja obyektif berkaitan dengan kinerja keuangan misalnya profitabilitas
atau kinerja pemasaran misalnya volume penjualan dan market share. Sedangkan kinerja subyektif
berkaitan dengan pengukuran terhadap kepuasan dan loyalitas stakeholder seperti kepuasan
pelanggan dan pegawai.
8
Gibson et al. (2003), mengemukakan bahwa kinerja organisasi dapat diukur dengan dua
konsep yaitu efisiensi dan efektivitas. Efisiensi merupakan hubungan Antara input dengan output,
yaitu kemampuan mencapai output optimal dengan input tertentu. Sedangkan efektivitas adalah
kemampuan mencapai tujuan yang tepat.
Prieto dan Revilla (2006), dalam penelitiannya menggunakan pengukuran kinerja keuangan
dan non keuangan. Kinerja keuangan diukur dengan return on sales, profitabilitas, pertumbuhan
penjualan, perbaikan produktivitas kerja, dan perbaikan biaya produksi. Sedangkan kinerja non
keuangan diukur dengan kepuasan pelanggan, pertumbuhan pelanggan, kepuasan karyawan, kualitas
produk dan jasa serta reputasi perusahaan.
Dalam penelitian ini kinerja bisnis UKM bidang industri makanan dan minuman diukur
dengan mengembangkan dimensi yang digunakan oleh Prieto dan Revilla (2006), yaitu kinerja
keuangan (kelancaran arus kas), dan kinerja non keuangan yang terdiri dari tingkat persaingan
pengguna, pertumbuhan penjualan, dan kemampuan mempertahankan pengguna.
2.2. Konsep Pelatihan
a. Pengertian Pelatihan
Pelatihan merupakan salah satu bagian yang terpenting didalam sebuah perusahaan maupun
instansi pemerintahan. Pelatihan yang dilakukan secara berkala dan merata kepada karyawan,
merupakan salah satu bentuk usaha perusahaan atau instansi untuk meningkatkan kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM). Menurut Sedarmayanti, M.pd., APU (2017: 187), menjelaskan bahwa
pelatihan merupakan usaha mengurangi atau menghilangkan terjadinya kesenjangan antar
kemampuan karyawan dengan yang dikehendaki oleh organisasi.
Pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan karyawan yang akan segera diberi tugas mengerjakan
pekerjaan yang telah ada dalam lembaga (proses pendidikan jangka pendek), Hj Sedarmayanti (2017:
188).
9
Jhon H.Practor dan William M. Thornton dalam buku Sedarmayanti (2017:187), juga
mengatakan bahwa “Training is the intentional act of providing means for learning to take place”
(pelatihan adalah tindakan yang disengaja memberikan alat agar pembelajaran dapat dilaksanakan)
Caple dalam Donni Juni Priansa (2017:175), menyatakan bahwa pelatihan merupakan upaya
yang sistematis dan terencana untuk mengubah atau mengembangkan pengetahauan /
keterampilan/sikap melalui pengalaman belajar dalam rangka meningkatkan efektivitas kinerja
kegiatan atau berbagai kegiatan.
Donni Juni Priansa (2017:176), menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pelatihan adalah
sebuah upaya yang sistematis dan terencana untuk mengubah atau mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, sikap baru yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Didalam bukunya Donni Juni
Priansa (2017:176), menjelaskan bahwa pelatihan memungkinkan pegawai memperoleh
kemampuan tambahan sehingga dia dapat mengemban tugas atau pekerjaan aktual yang dihadapi
secara lebih baik, lebih cepat, lebih mudah, dengan kulitas pekerjaan yang lebih tinggi dan
menghasilkan kinerja produktivitas kerja yang lebih baik.
Dari semua pernyataan menurut para ahli diatas disimpulkan bahwa pelatihan merupakan sebuah
investasi terpadu sebuah perusahaan kepada karyawannya untuk menambah keterampilan dan
meningkatkan mutu serta kualitas kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Dari beberapa teori pengertian pelatihan, bahwa pelatihan merupakan salah satu rangkaian dari
pengembangan keterampilan karyawan untuk miningkatkan kinerja secara indvidu maupun kinerja
perusahaan. Pelatihan merupakan salah satu investasi perusahan yang berbentuk pengembangan
SDM.
b. Tujuan Pelatihan
Sikula dalam Donni Juni Priansah (2017:176), menjelaskan beberapa tujuan pelatihan
diantaranya :
1. Produktivitas (Productivity)
10
Dengan pelatihan akan dapat meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan
perubahan tingkah laku. Hal ini di harapkan dapat meningkatkan produktivitas organisasi.
2. Kualitas (Qualitiy)
Penyelengaraan pelatihan tidak hanya dapat memperbaiki kulitas pegawai namu diharapkan
dapat memeperkecil terjadinya kesalahan dalam bekerja. Dengan demikian kualitas dari
ouput yang dihasilkan akan tetap terjaga bahkan meningkat.
3. Perencanaan Tenaga Kerja (Human Resaurce Planing)
Pelatihan akan memudahkan pegawai untuk mengisi kekosongan jabatan dalam suatu
organisasi, sehingga perencanaan pegawai dapat dilakukan sebaik-baiknya. Dalam
perencanaan sumber daya manusia salah satu diantaranya mengenai kualitas dan kuantitas
dari pegawai yang direncanakan, untuk memperoleh pegawai dengan kualitas yang sesuai
dengan yang diarahkan.
4. Moral (Morale)
Di harapkan dengan adanya pelatihan akan dapat meningkatkan prestasi kerja dari pegawai
sehingga akan dapat menimbulkan penigkatan upah pegawai. Hal tersebut akan dapat
meningkatkan moril kerja pegawai untuk lebih bertanggung jawab terhadap tugasnya.
5. Kompensasi Tidak Langsung ( Indirect Comepensation)
Pemberian kesempatan pada pegawai untuk mengkuti pelatihan dapat diartikan sebagai
pemberian balas jasa atau prestasi yang telah dicapai pada waktu yang lalu, dimana dengan
mengikuti program tersebut pegawai yang bersangkutan mempunyai kesempatan untuk lebih
dapat mengembangkan diri.
6. Keselamatan dan Kesehatan (Health and Sefty)
Merupakan langkah terbaik dalam rangka mencegah atau mengurangi terjadinya kecelakaan
kerja dalam suatu organisasi sehingga akan menciptakan suasana kerja yang tenang, aman
dan adanya stabilitas pada sikap mental mereka.
7. Pencegahan Kadaluarsa (Obsolescence Prevention)
11
Pelatihan akan mendorng inisiatif dan kreatifitas pegawai dari sifat kadaluarsa. Artinya
kemampuan yang dimiliki pegawai dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan
teknologi.
8. Perkembangan Pribadi (Personal Growth)
Memberikan kesempatan bagi pegawai untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki pegawai termasuk meningkatkan perkembangan pribadinya.
Menurut Mangkunegara (2015:44) bahwa tujuan pelatihan dan pengembangan meliputi
diantaranya :
a) Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideology
b) Meningkatkan produktifitas kerja.
c) Mengingkatkan kualitas kerja.
d) Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia.
e) Meningkatkan sikap, moral dan semangat lagi
f) Meningkatkan rangsangan agar pegawai siapa yang mampu berprestasi secara
maksimal.
g) Menigkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
h) Menghindari keusangan
i) Meningkatkan perkembangan pegawai.
Pelatihan mampu meningkatkan jejang karir pegawai dan membantu pengembangan
untuk penyelesain-penyelesaian tanggung jawabnya dimasa yang akan datang.
Hj. Sedarmayanti ( 2017: 193) menjelaskan bahwa terdapat beberapa nilai tujuan pelatihan
yang penting, diantaranya adalah :
1) Increased productivity in term of both quantity and quality (meningkatnya
produktivitas dalam jumlah maupun mutu).
2) Reduced accidents (mengurangi kecelakaan).
3) Reduce supervision (mengurangi pengawasan).
12
4) Increased organizational stability and flexibility (meningkatkan stabilitas dan
flesibilitas organisasi).
5) Heightened morale (mempertinggi moral)
Menurut Hj. Sedarmayanti ( 2017: 194), menjelaskan bahwa tujuan umum program
pelatihan dan pengembangan harus diarahkan untuk meningkatkan produktivitas organisasi.
Tujuan umum ini dapat tercapai apa bila tujuan khusus dapat diwujudkan terlebih dahulu.
Tujuan umum dan tujuan khusus pelatihan dan pengembangan dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 2.1
Tujuan Umum dan Khusus Pelatihan dan Pengembangan
Tujuan umum pelatihan dan pengembangan karyawan yaitu meningkatkan produktivitas
organisasi melalui berbagai kegiatan antara lain:
1) Mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional.
2) Mengembangkan keterampilan /keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan lebih
cepet dan fektif.
3) Mengembangkan atau merubah sikap, sehingga menimbulkan kemuan kerja sama
dengan sesame karyawan dan manajemen (Pemimpin). Hj. Sedarmayanti ( 2017: 194).
Dengan demikian pada prinsipnya tujuan pelatihan dan pengembangan karyawan adalah :
a) Menambah pengetahuan.
b) Menambah keterampilan.
c) Merubah sikap.
TUJUAN KHUSUS
- Kualitas
- Produktivitas Kerja
- Semangat/moral kerja
- Balas jasa tidak langsung
- Kesehatan dan keselamatan kerja
- Cegah kadaluarsa pengetahuan dan
keterampilan
- Pengembangan diri
TUJUAN UMUM
Meningkatkan
produktivitas organisasi
13
Selain itu Hj. Sedarmayanti (2017:200), berpendapat bahwa, penilaian kebutuhan akan
pelatihan dan pengembangan menghasilkan tujuan. Tujuan ini harus menyatakan prilaku yang
diinginkan dan kondisi prilaku itu terjadi, dan digunakan sebagai standar untuk mengukur
pelaksanaan pekarjaan individu dan program. Tujuan memberikan sasaran khusus kepada
pealtih dan peserta pelatihan yang dapat digunakan untuk menilai sukses mereka.
Perusahaan dengan berbagai bidang pada dasar ingin memilik SDM yang berkualitas dan
mampu memberikan kontibusi pada perusahaan, jika melihat dari beberapa teori tentang tujuan
pelatihan kerja maka dapat diamabil kesimpulan bahwa tujuan dari pelatihan adalah suatu
usaha untuk meningkatkan kemampuan.
c. Prinsip-prinsip Pelatihan
Didalam agenda perencanaan pelatihan dan pengembangan, prinsip-prinsip pelatihan
menjadi perhatian tersndiri. Pelatihan diberikan harus memenuhi unsur-unsur atau prinsip
yang menjadi kelengkapan dalam pelatihan. Didalam bukunya Hj. Sedarmayanti ( 2017: 196),
menjelaskan bahwa ada beberapa prinsip latihan yang diantarnya :
a) Individual difference (perbedaan Individu)
b) Relation to job analysis (hubungannya dengan analisis jabatan)
c) Motivation (motivasi)
d) Active participation (Partisipasi Aktif)
e) Selection of trainer (seleksi pelatihan)
f) Trainer training (pelatihan-pelatihan)
g) Training methods (metode pelatihan)
h) Principle of learning (prinsip belajar)
Sedangkan Mc Genhee (mangkunegara, 2006), menyatakan bahwa prinsip-prinsi pelatihan
adalah sebagi berikut :
1) Materi yang diberikan secara sistematis dan berdasarakan kepada tahapan-tahapan.
2) Tahapan-tahapan terebut harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
14
3) Pelatih/pengajar/pemateri harus mampu memotivasi dan menyebarkan respon yang
berhubungan dengan serangkaian materi pelajaran.
4) Adanya penguat (reforcement) guna membangkitkan respon yang positif dari peserta.
5) Menggunkan konsep pembentukan (Shaping) Prilaku.
Tidak berbeda secara prinsip, Donni Juni Priansah ( 2017;180), mejelaskan bahwa ada sejumlah
prinsip pelatihan yang menjadi rujukan dalam program pelatihan yang dialakukan oleh organisasi
atau perusahaan :
a) Perbedaan Individu (Individual difference)
Pelatihan harus mampu memahami dengan baik perbedaan individual yang ada dan mundi
didalam diri pagawai. Pelatihan yang diberikan harus mampu mengadopsi latar belakan
pendidikan, pengalaman maupun keinginan pegawai sehingga hasil yang dicapai dari
program pealtihan dapat lebih optimal.
b) Keterkaitan dengan analisis jabatan (Relation to job Analysis)
Spesifikasi jabatan biasanya menguraikan pendidikan yang harus dimiliki oleh calon
pegawai untuk melaksanakan tugas secara optimal.
c) Motivation (motivasi)
Pegawai akan bekerja dengan sungguh-sungguh jika ia memiliki motivasi. Imbalan yang
memadai dan serta adanya kesempatan untuk mendapatkan promosi setelah mengikuti
pelatihan biasanya menjadi motivator bagi pegawai yang mengikuti pelatihan dengan baik.
d) Partisipasi Aktif (Active participation)
Peserta harus mampu untuk terlibat aktif dan menjadi bagian penting dalam proses
pelatihan. Oleh kerena itu, pelatihan harus terampil di dalam mendorong peserta pelatihan
agar peserta pelatihan mampu terlibat secara aktif dalam proses pelatihan.
e) Seleksi Pelatihan (Selection of trainer)
Tidak semua orang menjadi pelatih yang baik. Pelatih memerlukan kulifikasi yang khusus
yang berbeda dengan jabatan yang lain.
15
f) Pelatihan bagi Pelatih (Trainer of training)
Pelatih yang memeberi materi pelatihan hendaknya merupakan pelatih yang memiliki
sertikat khusus dibidan pelatihan atau pelatih yang sudah mengikuti kurdus keperlatihan
sehingga ia akan mampu memberikan pelatihan secara optimal.
g) Metode Pelatihan (Training methods )
Metode pelatihan harus sesuai dengan pelatihan yang diberikan serta peserta pelatihan itu
sendiri. Pelatihan untuk pagawai opersional lebiha dominan dilakukan melalui pelatihan
teknis sedangkan pelatihan menajerial lebih kepada pelatihan konseptual.
h) Prinsi Belajar (Principle of learning)
Orang akan lebih mudah menangkap pelajarana apabila didukung oleh pedoman tentang
cara-cara belajar dengan cara efektif bagi para karyawan. Prinsip-prinsip ini adalah bahwa
program bersifat partisipatif, relevan serta memberikan umpan balik mengenai kemajuan
para peserta pelatihan.
d. Indikator Pelatihan
Pendapat Wexley Yukl dalam Mangkunegara (2015: 43), lebih memperjelas mengenai
penggunaan istilah pelatihan dan pengembangan. Mereka berpendapat bahwa pelatihan dan
pengembangan merupakan istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana yang
diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan dan sikap-sikap pegawai atau
anggota organisasi.
Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2015: 44), mengatakan bahwa istilah pelatihan
ditunjukan pada pegawai pelaksana dalam rangka meningkatkan penggetahun dan keterampilan
teknis, sedangkan pengembangan diperuntukan bagi pegawai tingkat manajerial dalam rangka
16
meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam mengambil keputusan dan memperluas
human realtion.
Jika merujuk pada teori diatas maka indikator dari pelatihan yang dikembangkan dalam
penelitian ini meliputi tentang pengusaan keterampilan (Skill), pengetahuan (knowlage) dan sikap
(Attitude).
1) Keterampilan (Skill)
Merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan atau menyelesaikan sesuatu kegiatan
atau pekerjaan dengan baik.
2) Pengetahuan (Knowlage)
Pengetahuan adalah sebuah bentuk dari hasil proses manusia dalam penyerapan kondisi,
keadaan dan wacana keilmuan.
3) Sikap (Attitude)
Sikap merupakan bentuk karakter sesorang dalam kehidupan sehari-hari, sikap juga bisa
menjadi cerminan prilaku seseorang dalam akitavias sehari-hari.
2.3 Konsep Pemberdayaan Kreativitas
Pemberdayaan SDM didefinisikan sebagai konsep yang mengacu pada usaha menumbuhkan
keinginan pada seseorang untuk mengaktualisasikan diri, melakukan mobilitas ke atas serta
memberikan pengalaman psikolog yang membuat seseorang berdaya (Sandra 1988). Sehingga
pemberdayaan menuntut perluasan peran, wewenang dan kekuasaan dan bertambahnya keluwesan
tentang bagaimana peran-peran itu dilakukan (Stewart, 1998)
Pemberdayaan merupakan suatu cara yang memungkinkan karyawan dapat membuat
keputusan (Bowen dan Lawler, 1992) dan sebagai suatu fenomena pribadi dimana tiap orang
bertanggung-jawab terhadap tindakannya sendiri (Pastor; 1996). Definisi pertama berhubungan
dengan bagaimana manajemen memfasilitasi dan mengimplementasikan kultur pemberdayaan,
17
sementara definisi yang kedua menekankan pentingnya individu agar berhasil melakukan
pemberdayaan.
Wing (1996) menggunakan istilah pemberdayaan pribadi yang berhubungan dengan
konsultan bisnis dan melihatnya sebagai alat analitis sendiri yang kuat sehingga mereka bisa
memahami dan mengarahkan kecondongan pribadi mereka, perbedaan opini, dan pengalaman
dengan pada klien agar berhasil dalam mengubah upaya mereka. Apapun definisi yang dipakai untuk
kata pemberdayaan ini, tujuan akhirnya adalah mengembangkan kinerja dan potensi individu serta
organisasi (Long, 1996)
Lashley (1996) mendefinisikan pemberdayaan dalam hubungannya dengan tujuan organisasi
menggunakan strategi tersebut. Apakah kata pemberdayaan dipakai untuk mendapatkan komitmen
yang lebih besar dari karyawan, mendapatkan informasi dari karyawan dan meningkatkan kinerja
bawahan, atau bersikap responsif terhadap konsumen ? Saat pencapaian salah satu tujuan ini secara
otomatis tidak meniadakan tujuan lainnya, organisasi mungkin memfokuskan perhatiannya pada
tujuan pemberdayaan khusus dengan mengorbankan perolehan potensial dari tujuan pemberdayaan
yang lain.
Masalah pokok dibidang pemberdayaan sumber daya manusia ini adalah karena istilah
pemberdayaan yang dihubungkan dengan penyerahan kembali kekuasaan / wewenang, tapi dalam
prakteknya pemberdayaan biasanya dilihat sebagai bentuk keterlibatan karyawan yang direncakan
oleh manajemen dengan tujuan membangkitkan komitmen dan meningkatkan kontribusi karyawan
pada organisasi. Saat bentuk keterlibatan semacam ini memberikan channel baru bagi karyawan
karena pengaruh mereka semakin besar, keterlibatan karyawan ini tidak melibatkan saling berbagi
wewenang atau kekuasaan secara de jure. Dengan adanya keterlibatan karyawam ini, pimpinan
bertanggung-jawab untuk melibatkan karyawan atau memberi kesempatan pada mereka untuk ikut
terlibat. Pemberdayaan dalam konteks pemakaiannya saat ini seperti merefleksikan pendekatan ini.
Orientasinya mengarah pada individualist dan bukan collectivist, contohnya pemberdayaan
didasarkan pada tiap pekerja atau kelompok kerja dan bukan pada kelompok kerja yang secara
18
langsung. Partisipasi financial dan partisipasi representatif bukan bagian dari agenda, dengan
mengubah perbedaan bentuknya menjadi bentuk lain yang terkait dengan keterlibatan karyawan dan
demokrasi di sektor industri. Karena itu, harus ada perbedaan inisiatif pemberdayaan seperti nyang
didefinisikan di atas dan inisiatif yang mengarah pada upaya pemberdayaan.
Berdasarkan hal tersebut, pemberdayaan sumber daya manusia mempunyai peranan yang
sangat menentukan kinerja suatu organisasi dan individu, untuk itu diperlukan adanya upaya untuk
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dan meciptakan kultur pemberdayaan. Untuk
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dilakukan melalui pelatihan dan pengembangan
atau disebut pula pembinaan sumber daya manusia. Sedangkan menciptakan kultur pemberdayaan
adalah dengan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi upaya pemberdayaan (Erstad, 1997).
Selanjutnya Erstad (1997) menjelaskan organisasi yang ingin membangkitkan kultur pemberdayaan
harus mencari cara pembentukan system dan proses yang tidak membatasi karyawan. Dengan
berkonsentrasi pada perilaku apa yang dianggap optimal bagi karyawan dan apa yang sudah mereka
kerjakan dengan baik, manajemen dapat beradaptasi, mengembangkan dan mengubah struktur
organisasi untuk menghasilkan perilaku yang lebih baik. Karyawan mulai mencurahkan perhatiannya
untuk belajar, tumbuh, dan berkembang; karyawan dapat mengurus dirinya sendiri; kepemimpinan
tidak hanya ada ditingkat atas;tingkat kepercayaan yang tinggi antara manajemen dan karyawan serta
antar karyawan. Partisipasi karyawan dalam pembuatan keputusan. Komunikasi yang terjalin dengan
baik secara vertikal maupun horizontal dan karyawan dapat mengatasi konflik dengan pihak
manajemen dan mendapatkan resolusi yang efektif dan efesien.
Pemberdayaan sumber daya manusia dalam organisasi ingin memastikan bahwa organisasi
tersebut mendapatkan dan mepertahankan karyawan yang diperlukan dan dipekerjakan secara
efesien, dan hal tersebut merupakan bagian dari utama proses MSDM. Sasaran dari kebijakan
pemberdayaan SDM menurut Keep (1989) adalah mempertahankan material dasar yang tepat dalam
bentuk tenaga kerja yang memiliki kualitas keterampilan, pengetahuan dan kemampuan yang sesuai
untuk pelatihan di masa yang akan datang.
19
Pendekatan MSDM dalam pemberdayaan karyawan menekankan pada penyesuaian sumber
daya dengan tujuan organisasi dan tidak hanya sekedar mempertahankan dan melestarikan budaya
organisasi saja. Kadangkala terjadi perubahan secara radikal mengenai pemikiran kompetensi yang
diperlukan pada masa yang akan datang untuk mencapai keberlanjutan dan perubahan organisasional.
Pemberdayaan karyawan dalam organisasi berkaitan dengan tingkat optimalisasi keterlibatan
karyawan dalam mencipatakan keberhasilan bisnis perusahaan. Komponen penting dari sukses
organisasi adalah kualitas keterlibatan karyawan dalam organisasi yang berhubungan erat dengan
bagaimana top manajer melalui berbagai cara memperlakukan karyawan agar mampu bekerja secara
efektif (alwi, 2001). Pemberdayaan tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai yang berlaku dalam
organisasi. Dalam proses pemberdayaan, manajemen harus melihat sumber daya manusia sebagai
manusia seutuhnya yaitu manusia yang memiliiki harapan, kecemasan, dan aspirasi. Proses
pemberdayaan mendorong karyawan untuk bekerja secara optimal. Pemberdayaan sumber daya
manusia tidak bisa hanya diartikan sebagai optimalisasi kemampuan, keahlihan dan pengetahuan
karyawan, tanpa penghargaan berupa financial dan non financial yang memberikan arti bagi
kehidupan karyawan didalam dan diluar tempat kerja (Sunarto, 2004). Perlakuan perusahaan secara
manusiawi akan menghasilkan komitmen yang tinggi dari para karyawan untuk melaksanakan upaya
startegis perusahaan dan pada akhirnya untuk mencapai tujuan perusahaan. Mengembangkan
kemampuan dan memberikan peluang bagi karyawan untuk berbuat dalam perusahaan.
Menurut Beach (1996), pemberdayaan tetap terkait dengan individu dan tidak bisa
dibebankan dari atas. Lalu, bagaimana cara menciptakan lingkungan yang kondusif bagi upaya
pemberdayaan ini? Organisasi yang ingin membangkitkan kultur pemberdayaan harus mencari cara
pembentukan system dan proses yang tidak membatasi karyawan (Erstad, 1997). Dengan
berkonsentrasi pada perilaku apa yang dianggap optimal bagi karyawan dan apa yang sudah mereka
kerjakan dengan baik, manajemen dapat beradaptasi, mengembangkan dan mengubah struktur
organisasi untuk menghasilkan perilaku yang lebih baik; karyawan mulai mencurahkan perhatiannya
untuk belajar, tumbuh, dan berkembang; karyawan dapat mengurus dirinya sendiri; kepemimpinan
20
tidak hanya ada ditingkat atas; tingkat kepercayaan yang tinggi antara manajemen dan karyawan serta
antar karyawan; partisipasi karyawan dalam pembuatan keputusan; komunikasi yang terjalin dengan
baik secara vertical maupun horizontal; dan karyawan dapat mengatasi konflik dengan pihak
manajemen dan mendapatkan resolusi yang efektif dan efesien.
Menurut Smith and Mouly (1998) mendefinisikan pemberdayaan karyawan sebagai
perpindahan kuasa dari majikan kepada karyawan untuk membuat keputusan yang cepat dan kulitas.
Sedangkan menurut Brymer (1991) mendefinisikan pemberdayaan karyawan sebagai proses
desentralisasi pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi, dimana manejer memberi lebih
banyak kebijaksanaan dan otonomi kepada karyawan garis depan. Bowen an Lawler (1992) juga
mendefinisikan pemberdayaan karyawan sebagai berbagi informasi dengan karyawan garis depan
tentang kinerja organisasi, informasi tentang imbalan berdasarkan kinerja organisasi, pengetahuan
yang memungkinkan karyawan untuk memahami dan memberikan konstribusi untuk kinerja
organisasi, dan memberikan karyawan kekuatan untuk membuat keputusan yang mempengaruhi arah
dan kinerja organisasi. Khan (2007, dalam Suwatno dan Priansa, 2011) menjelaskan pemberdayaan
merupakan hubungan antar personal yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antar
karyawan dan manajemen. Pemberdayaan karyawan (employee empowerment) menurut Mulyadi
(2007) merupakan tren pengelolaan modal manusia di dalam organisasi masa depan, sedangkan
menurut Pradiansyah (2002) pemberdayaan merupakan kepercayaan (trust). Jadi secara garis besar
pemberdayaan merupakan upaya yang dilakukan perusahaan dalam memberikan wewenang dan
kepercayaan lebih kepada karyawan agar karyawan lebih leluasa dalam mengeluarkan segala
kemampuan yang ada pada dirinya.
2.3.1 Unsur – unsur Pemberdayaan
Fracad (2006) melihat bahwa pemberdayaan karyawan mengandung tiga unsur. Masing –
masing harus dihadirkan untuk pemberdayaan karyawan agar menjadi sukses.
21
1. Gaya : Karyawan yang diberdayakan telah memiliki gaya kerja manajemen mandiri dan
memiliki semangat tim. Karyawan membuat, melaksanakan, dan yang bertanggung jawab
untuk pekerjaan yang berhubungan dengan keputusan.
2. Keterampilan : karyawan yang diberdayakan terlatih untuk memiliki keterampilan
memecahkan masalah dan komunikasi yang efektif. Mereka menantang kebijakan yang tidak
efesien dan mengidentifikasikan masalah.
3. Staf : Karyawan yang diberdayakan dibesarkan dalam memberdayakan organisasi. Dengan
memberdayakan pemimpin sebagai penggerak, tenggelam dalam budaya pemberdayaan dan
diperkuat dengan memberdayakan praktek manajemen, karyawan diharapkan untuk tumbuh.
2.3.2 Tipe – tipe Pemberdayaan
Souminen (2005) mengklasifikasikan pemberdayaan karyawan menjadi tiga tipe:
1. Pemberdayaan Verbal : Pemberdayaan Verbal mengacu pada kemampuan untuk menyatakan
pendapat dan pandangan perdebatan seseorang dalam berbagai jenis kelompok. Partisipasi
dalam pengambilan keputusan ini juga merupakan bagian integral dari pemberdayaan verbal.
Telah dilaporkan bahwa peningkatan wewenang pengambilan keputusan memperkuat
komitmen karyawan organisasi, wewenang (berarti kebebasan untuk menerapkan keahlian dan
pengetahuan mereka) dan kepuasan kerja.
2. Pemberdayaan Perilaku : Pemberdayaan Perilaku mengacu pada kemampuan untuk bekerja
dalam kelompok untuk memecahkan masalah; untuk mengidentifikasikan masalah yang perlu
diatasi; untuk mengumpulkan data tentang masalah kerja dan merekomendasikan solusi; dan
untuk mempelajari keterampilan baru dan menangani pekerjaan yang lebih menantang. Aspek
lain dari pemberdayaan perilaku meliputi pelaporan dan kelompok kerja.
3. Hasil Pemberdayaan : Hasil Pemberdayaan termasuk kemampuan untuk menetukan penyebab
masalah dan untuk memecahkan masalah, serta kemampuan untuk membuat perbaikan dan
perubahan pekerjaan yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan efektivitas organisasi.
22
Pemberdayaan kreativitas masyarakat yang dikembangkan dalam penelitian ini
menggunakan dimensional yang diadobsi dari Lashley (1996) yaitu Inisiatif, Kreativitas,
Keterlibatan dalam pengambilan keputusan, dan pengembangan diri.
2.4 Kerangka Pemikiran Penelitian
Kerangka pemikiran penelitian ini menjelaskan bahwa variabel pelatihan dan
pemberdayaan kreativitas masyarakat akan mendorong peningkatan kinerja bisnis UKM.
Gambar 2.1
Kerangka Penelitian
Keterangan gambar:
Variabel bebas 1 (independen variable) X1 = Pelatihan
Variabel bebas 2 (independen variable) X2 = Pemberdayaan kreativitas
Variabel terikat (dependen variable) Y = Kinerja Bisnis UKM
2.7. Rumusan Hipotesis
H1 : Pelatihan akan mampu meningkatkan kinerja bisnis UKM
H2 : Pemberdayaan kreativitas masyarakat akan mampu meningkatkan kinerja bisnis UKM
Pemberdayaan
Kreativitas
Kinerja Bisnis
UKM
Program
Pelatihan
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan explanatory research
dengan pengumpulan data dilakukan dalam satu tahap (one short study) atau secara crosssection.
Penelitian explanatory research dimaksudkan untuk memberikan penjelasan hubungan kausal antar
variabel melalui pengujian hipotesis atau bertujuan untuk memperoleh pengujian yang tepat dalam
menarik kesimpulan yang bersifat kausalitas (sebab akibat) antara variabel dan selanjutnya memilih
alternatif tindakan Kuncoro (2003). Alasan yang mendasari menggunakan penelitian explanatory
karena tujuan penelitian adalah membuktikan secara empiris dan menjelaskan pengaruh pelatihan
dan pemberdayaan kreativitas masyarakat terhadap peningkatan kinerja bisnis usaha kecil dan
menegah. Selanjutnya menarik kesimpulan menerima atau menolak teori atau hasil penelitian
terdahulu
3.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik Komunikasi
Tidak Langsung dan Teknik Komunikasi Langsung. Teknik Komunikasi Tidak Langsung
menggunakan kuesioner sebagai instrumen. Sedangkan Teknik Komunikasi Langsung menggunakan
wawancara untuk menanyakan sesuatu yang dirasakan memerlukan penjelasan lebih lanjut dari
responden dengan menelepon dan mendatangi langsung responden.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang mempunyai kualitas dan karakteristik dan ciri-ciri
tertentu yang diterapkan sebelumnya. Berdasarkan kualitas dan ciri-ciri tersebut, populasi dapat
dipahami sebagai kelompok individu atau obyek pengamatan yang minimal memiliki satu persamaan
karakteristik (Sugiyono 2004). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelaku usaha
kecil dan menengah industri minuman dan makanan di kabupaten Jember.
24
Sampel adalah subset dari populasi yang terdiri dari beberapa anggota populasi. Subset ini
diambil karena dalam banyak kasus tidak mungkin kita meneliti seluruh anggota populasi oleh karena
itu kita membentuk sebuah perwakilan populasi yang disebut sampel (Ferdinand, 2006). Adapun
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian dari pelaku usaha kecil dan menengah
industry makanan dan minuman yang ada dikabupaten Jember. Sedangkan teknik pengambilan
sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik porpusive sampling yaitu pengambilan sampel
dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian.
3.4. Teknik Pengukuran Variabel
Teknik pengukuran variabel pada penelitian ini adalah menggunakan skala Likert. Skala
Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi responden terhadap obyek Nazir
(2009). Penggunaan skala Likert karena pertimbangan sebagai berikut: (1) mempunyai banyak
kemudahan;(2) mempunyai reliabilitas yang tinggi dalam mengurutkan subyek berdasarkan
persepsi; (3) fleksibel dibandingkan dengan teknik yang lain; dan (4) aplikatif pada berbagai situasi.
Pengolahan data, skala Likert termasuk dalam skala interval, penentuan skala Likert dalam
penelitian ini dari skala 1 sampai dengan 5. Pedoman untuk pengukuran semua variabel adalah
dengan menggunakan 5 poin Likert scale, di mana jika terdapat jawaban dengan bobot rendah maka
diberikan skor 1 (satu) dan seterusnya sehingga jawaban yang berbobot tinggi diberi skor 5 (lima).
Kategori dari masing-masing jawaban dengan suatu kriteria sebagai berikut: Sangat Baik/Sangat
setuju/Sangat Tinggi (skor 5); Baik/Setuju/Tinggi (skor 4); Cukup Baik / Netral /Setuju/ Tinggi (skor
3); Tidak Baik/Tidak Setuju/Tidak Tinggi (skor 2); Sangat Tidak Baik/Sangat Tidak Setuju/ Sangat
Tidak Tinggi (skor 1) (Cooper dan Sehindler, 2014).
Pengukuran skala likert dengan lima kriteria dapat dibuat selang skalanya adalah sebesar 0.80
yaitu dari hasil pengurangan skala terbesar (lima) dengan skala terkecil (satu) dibagi dengan
banyaknya skala (lima). Interval untuk masing-masing kriteria adalah sebagai
berikut (Sugiyono 2012):
Sangat Tidak Setuju (STS) : 1.00 – 1.80
Tidak Setuju (TS) : 1.81 – 2.60
25
Netral (N) : 2.61 – 3.40
Setuju (S) : 3.41 – 4.20
Sangat Setuju (SS) : 4.21 – 5.00
3.5. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang meliputi data yang
berhubungan dengan pernyataan responden terhadap industry usaha kecil dan menengah yang ada di
kabupaten Jember. Data primer ini bersumber dari para responden (pelaku usaha kecil menengah)
dengan menyebar angket secara langsung dan wawancara mendalam (debt interview). Selain itu
didukung dengan data sekunder berupa dokumen-dokumen yang bersumber dari instansi terkait
(dinas perdagangan dan perindustrian pemerintah daerah dan pelaku UKM) yang relevan dengan
kajian penelitian ini.
3.6. Teknik Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Penggunaan analisis Statistik deskriptif adalah bertujuan untuk menggambarkan sampel
data yang telah dikumpulkan dalam kondisi sebenarnya tidak ada rencana pembuatan rangkuman
hasil atau kesimpulan umum atau generalisasi. Statistik deskriptif di dalam penelitian ini menjelaskan
tentang uraian atau deskripsi data yang diidentifikasi dari nilai maksimum, minimum, sum, range,
kurtosis, nilai rata-rata (mean), deviasi standar, varian, dan skewnees/kemencengan distribusi
(Ghozali dan Fuad, 2005).
2. Analisis Inferensial
Metode statistika inferensial yang akan dipakai dalam pengolahan data penelitian ialah Partial
Least Square (PLS) dengan WarpPLS 5.0 dan SPSS. Partial Least Square (PLS) dikembangkan oleh
Lohmoller (1989, 1984). Partial Least Square (PLS) adalah sebuah software statistik yang dapat
digunakan untuk mengolah data dalam model struktural yang bersifat linear.
KB = β 0 + β 1 Pel. + β 2 Pk + ҁ 2
Dimana :
26
Pel = Pelatihan
Pk = Pemberdayaan Kreativitas
KB = Kinerja bisnis UKM
Ҁ = nilai residual atau nilai kesalahan
27
BAB IV
JADWAL DAN PEMBIAYAAN PENELITIAN
4.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan selama kurun waktu satu semester (6 bulan kalemder)
dimulai pada bulan Maret 2020 sampai dengan bulan Agustus tahun 2020 seperti terlihat dalam tabel
4.1 berikut.
4.2. Pembiayaan Penelitian
Penelitian ini membutuhkan total biaya sebesar Rp. 8.250.000,- (delapan juta dua ratus lima
puluh ribu Rupiah) dengan rincian seperti dalam tabel 4.2 berikut.
Uraian
Kegiatan
Bulan
I II III IV V VI
Perijinan
penelitian
Persiapan
penelitian
Observasi
Daftar
Kuisioner
Pelaksanaan
penelitian
Tabulasi dan
analisis data
Pembuatan
laporan dan
Publikasi
Tabel 4.1
Jadwal Penelitian
28
Jenis Jumlah
1. Souvenir untuk responden
2. Akomodasi
3. Transportasi Jakarta - Jember
4. Fotokopi Kuesioner dan map
5. Penyebaran Kuesioner ke responden
6. Analisis data
7. Pembuatan proposal dan laporan
TOTAL
yang dibiayai
Rp 1.500.000,00
Rp 2.000.000,00
Rp 2.500.000,00
Rp. 750.000,00
Rp 750.000,00
Rp 500.000,00
Rp 250.000,00 +
Rp 8.250.000,00
Rp 6.000.000,00
Tabel 4.2
Biaya Penelitian
29
DAFTAR PUSTAKA
Barney, J.B., 1991, Firm Resources and Sustained Competitive Advantage, Journal of Management,
Vol.17.No.9.
Data Industri Kecil dan Menengah, Biro Pusat Statistik (BPS), 2017
Edvinsson, L., and M. Malone. 1997. Intellectual Capital : Realizing Your Company’s True Value
by Finding Its Hidden Brainpower. NewYork : Harper Collins Publishers Inc
Ferdinand, A.T, (2013), Metode Penelitian Manajemen, BP. Universitas Diponegoro, Semarang.
Ghozali, Imam, 2006, Structural Equation Model, Alternatif dengan Partial Least Square (PLS),
Semarang, Universitas Diponegoro.
Global Competitiveness Report 2013-2014, Edisi 02 Kina Media Ekuitas Produk Indonesia, Pusat
Komunikasi Publik, Kemenprind, Jakarta.
Hair, J. F., W. C. Blacx, B. J. Babin, and R. E. Anderson. 2010. Multivariate Data Analysis : A Global
Perspective Boston: Pearson Education.
Kaplan, R.S. and David P. Norton, (1992), “The Balanced Scorecard: Measures that Drive Performance”, Harvard Business Review, Massachusetts
Kemenprind Gelar Pisah Sambut dan Serah Terima Jabatan tanggal 26 Oktober 2014: Agenda
Nawacita, Membangun Industri Yang Tangguh dan Berdaya saing, 04,2014 Media Industri,
Pusat Komunikasi Publik, Kemenprind, Jakarta.
Lashley, Conrad, 1999, Employee empowerment in services : a framwark fo analysis, Peronnel
Review Vol. 28 No. 3, 1999, pp 169 – 191
Makmur, Syarif, 2006, Pengaruh Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Pemerintahan Desa
terhadap Efektivitas Penyelenggaraan Pemerintah Desa di Sulawesi Tengah, Disertasi,
Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung
Muhammad Khalique, (2013), Impact of Intellectual Capital on the Organizational Performance of
Islamic Banking Sector in Malaysia, Asian Journal of Finance & Accounting ISSN 1946-
052X 2013, Vol. 5, No. 2
Porter, Michael E, 1985, Keunggulan Bersaing, Penerbit Erlangga
Prieto, I.M. and E. Revilla, (2006), Learning Capability and Business Performance: Financial and Financial Assessment, The Learning Organization Vol. 13 No. 2.
Prusak. 2001. Where did Knowledge Management Came From ? Arnonk IBM System Journal.
40(1).
Sharabati, Abdel-Aziz Ahmad. Nour, Abdul-Naser Ibrahim and Shamari, Nasser Sajid. 2013. The
Impact of Intellectual Capital on Jordanian. Telecommunication Companies' Business
Performance. American Academic and Scholarly Research Journal Vol. 5, No. 3, April 2013
Sugiyono, (2004), Metode Penelitian Bisnis, Penerbit Alfabeta, Bandung
30
Tambunan, T. 2014. Ukuran Daya Saing Koperasi dan UMK. Background Studi RPJM Nasional
Tahun 2010-2014 Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UMK BAPENAS. Pusat Studi Industri
dan UMK, Universitas Trisakti-Kadin Indonesia.
31
Lampiran :
Apabila pendapat Bapak/Ibu terdapat pernyataan berikut benar dan sangat setuju maka pada kolom
yang tersedia bubuhi tanda seperti ini :
1
Bapak/Ibu sering menggunakan relasi
serta kerjasama untuk
mengembangkan usaha Sangat Tidak
Setuju
Sangat
Setuju 1 2 3 4 5
A. Pertanyaan-Pertanyaan I. Program Pelatihan Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang membangun budaya inovasi ditempat usaha bapak/ibu.
Pp 1 Bapak/ibu mendapatkan metode pekerajaan yang baru
setalah mengikuti pelatihan.
1 2 3 4 5
Pp 2 Bapak/ibu menjadi lebih bisa memahami masalah yang
dihadapi usaha ini setalah mengikuti pelatihan.
1 2 3 4 5
Pp3 Bapak /ibu dengan mengikuti pelatihan menjadi lebih
trampil dalam menyelesaikan masalah usaha.
1 2 3 4 5
Pp4 Bapak/Ibu mendapatkan cara yang lebih mudah dalam
menyelesaikan pekerjaan/masalh setelah mengikuti
pelatihan
1 2 3 4 5
Pp5 Bapak/Ibu Setelah mengikuti pelatihan sikapnya jauh lebih
baik dalam menghadapi masalah usaha
1 2 3 4 5
II. Pemberdayaan Kreativitas
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang pemberdayaan kreativitas ditempat usaha bapak/ibu.
Pk1. Bapak/Ibu mempunyai kesempatan penuh untuk
berinisiatif dalam mengembangkan usaha ini
1 2 3 4 5
Pk2. Bapak/Ibu selalu merasa terdorong untuk berkreativitas
dalam mengembangkan usaha ini
1 2 3 4 5
Pk3. Bapak/Ibu berkesempatan penuh dalam proses
pengambilan keputusan untuk mengembangkan usaha ini
1 2 3 4 5
Pk4. Bapak/Ibu mempunyai kesempatan penuh untuk
mengembangkan potensi diri dalam rangka
mengembangkan usaha ini.
1 2 3 4 5
32
II. Kinerja Bisnis UKM
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang kinerja bisnis terhadap usaha yang dikelola saat ini
Kb1.
Omset Penjualan usaha bapak /ibu senantiasa sesuai dengan target penjualan
1 2 3 4 5
Kb2. Pertumbuhan jumlah pelanggan usaha bapak /ibu secara umum terus meningkat
1 2 3 4 5
Kb3. Pertumbuhan jumlah penjualan usaha bapak /ibu secara umum terus mengalami peningkatan
1 2 3 4 5
Kb4. Tingkat keuntungan usaha bapak /ibusecara umum terus mengalami peningkatan
1 2 3 4 5
Kb5. Kas untuk operasional usaha bapak /ibu selalu tersedia ketika diperlukan.
1 2 3 4 5
Terima Kasih