bab iii bidang ekonomi - kementerian ppn/bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9...

46
RKP 2012 II.3-1 BAB III BIDANG EKONOMI 3.1. Kondisi Umum Perkembangan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari kondisi dunia. Proses pemulihan ekonomi dunia masih terus berlangsung dengan negara-negara di kawasan Asia seperti Cina yang menjadi penyokong utama pulihnya ekonomi dunia. Kondisi perekonomian dunia tersebut memberi dampak terhadap perekonomian negara-negara lainnya di dunia terutama Indonesia. Perekonomian Indonesia menunjukkan pemulihan sejak awal tahun 2010 dimana dalam keseluruhan tahun 2010 perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 6,1 persen (y-o- y), jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2009 (4,6 persen). Pada sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh penerimaan ekspor barang dan jasa serta investasi berupa Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang tumbuh masing-masing sebesar 14,9 persen dan 8,5 persen. Sejalan dengan peningkatan investasi tersebut, pengeluaran impor barang dan jasa tumbuh 17,3 persen. Sedangkan dengan stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat yang masih terjaga, konsumsi masyarakat tumbuh sebesar 4,6 persen dan konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 0,3 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didukung oleh industri pengolahan nonmigas yang tumbuh sebesar 5,1 persen dan sektor tersier terutama pengangkutan dan komunikasi; perdagangan, hotel dan restoran; serta bangunan yang masing-masing tumbuh sebesar 13,5 persen; 8,7 persen, dan 7,0 persen. Adapun sektor pertanian serta pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen (y-o-y). Di sisi produksi pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor pengangkutan dan komunikasi; perdagangan, hotel, dan restauran; dan industri pengolahan yang masing- masing tumbuh sebesar 13,8 persen, 7,9 persen, dan 5,0 persen. Sedangkan di sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I/2011 terutama didorong oleh ekspor barang dan jasa serta pengeluaran konsumsi rumah tangga yang masing-masing tumbuh sebesar 12,3 persen dan 4,5 persen. Adapun investasi pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dan pengeluaran pemerintah tumbuh masing-masing sebesar 7,3 persen dan 3,0 persen. Sejalan dengan peningkatan investasi, impor barang dan jasa meningkat sebesar 15,6 persen. Secara keseluruhan tahun 2011, tekanan eksternal berupa tingginya harga minyak mentah dunia, lambatnya pemulihan ekonomi AS, berlanjutnya krisis fiskal di Eropa serta perubahan iklim diperkirakan akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Pemulihan ekonomi diupayakan dengan dukungan peningkatan investasi dan ekspor barang dan jasa. Konsumsi masyarakat diupayakan meningkat dengan terjaganya stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat. Sedangkan konsumsi pemerintah diupayakan lebih efektif. Secara keseluruhan tahun 2011, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen diperkirakan dapat tercapai.

Upload: ngodat

Post on 31-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-1

BAB III BIDANG EKONOMI

3.1. Kondisi Umum

Perkembangan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari kondisi dunia. Proses pemulihan ekonomi dunia masih terus berlangsung dengan negara-negara di kawasan Asia seperti Cina yang menjadi penyokong utama pulihnya ekonomi dunia. Kondisi perekonomian dunia tersebut memberi dampak terhadap perekonomian negara-negara lainnya di dunia terutama Indonesia.

Perekonomian Indonesia menunjukkan pemulihan sejak awal tahun 2010 dimana dalam keseluruhan tahun 2010 perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 6,1 persen (y-o-y), jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2009 (4,6 persen). Pada sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh penerimaan ekspor barang dan jasa serta investasi berupa Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang tumbuh masing-masing sebesar 14,9 persen dan 8,5 persen. Sejalan dengan peningkatan investasi tersebut, pengeluaran impor barang dan jasa tumbuh 17,3 persen. Sedangkan dengan stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat yang masih terjaga, konsumsi masyarakat tumbuh sebesar 4,6 persen dan konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 0,3 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didukung oleh industri pengolahan nonmigas yang tumbuh sebesar 5,1 persen dan sektor tersier terutama pengangkutan dan komunikasi; perdagangan, hotel dan restoran; serta bangunan yang masing-masing tumbuh sebesar 13,5 persen; 8,7 persen, dan 7,0 persen. Adapun sektor pertanian serta pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen.

Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen (y-o-y). Di sisi produksi pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor pengangkutan dan komunikasi; perdagangan, hotel, dan restauran; dan industri pengolahan yang masing-masing tumbuh sebesar 13,8 persen, 7,9 persen, dan 5,0 persen. Sedangkan di sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I/2011 terutama didorong oleh ekspor barang dan jasa serta pengeluaran konsumsi rumah tangga yang masing-masing tumbuh sebesar 12,3 persen dan 4,5 persen. Adapun investasi pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dan pengeluaran pemerintah tumbuh masing-masing sebesar 7,3 persen dan 3,0 persen. Sejalan dengan peningkatan investasi, impor barang dan jasa meningkat sebesar 15,6 persen.

Secara keseluruhan tahun 2011, tekanan eksternal berupa tingginya harga minyak mentah dunia, lambatnya pemulihan ekonomi AS, berlanjutnya krisis fiskal di Eropa serta perubahan iklim diperkirakan akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Pemulihan ekonomi diupayakan dengan dukungan peningkatan investasi dan ekspor barang dan jasa. Konsumsi masyarakat diupayakan meningkat dengan terjaganya stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat. Sedangkan konsumsi pemerintah diupayakan lebih efektif. Secara keseluruhan tahun 2011, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen diperkirakan dapat tercapai.

Page 2: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-2 RKP 2012

Tabel 3.1

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

(persen)

URAIAN 2008 2009 2010 2011

(Tw I)

SISI PENGELUARAN

Konsumsi Rumah tangga 5,3 4,9 4,6 4,5

Konsumsi Pemerintah 10,4 15,7 0,3 3,0

Investasi (PMTB) 11,9 3,3 8,5 7,3

Ekspor barang dan jasa 9,5 -9,7 14,9 12,3

Impor barang dan jasa 10,0 -15,0 17,3 15,6

SISI PRODUKSI

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 4,8 4,0 2,9 3,4

Pertambangan dan penggalian 0,7 4,4 3,5 4,6

Industri pengolahan 3,7 2,2 4,5 5,0

Industri Migas -0,3 -2,2 -2,3 -3,8

Industri Non Migas 4,0 2,6 5,1 5,8

Listrik, gas dan air bersih 10,9 14,3 5,3 4,2

Konstruksi 7,6 7,1 7,0 5,3

Perdagangan, hotel & restoran 6,9 1,3 8,7 7,9

Pengangkutan dan komunikasi 16,6 15,5 13,5 13,8

Keuangan, real estat dan jasa perusahaan 8,2 5,1 5,7 7,3

Jasa-jasa 6,2 6,4 6,0 7,0

Produk Domestik Bruto (y-o-y) 6,0 4,6 6,1 6,5

Sumber: BPS

3.1.1. Investasi

Pulihnya perekonomian dunia dari krisis ekonomi global turut mempercepat meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2010. Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) pada tahun 2010 tumbuh dan mencapai mencapai 8,5 persen, jauh melampaui pertumbuhan tahun 2009 yang besarnya 3,3 persen. Tingginya kenaikan PMTB ditunjukkan dengan besarnya realisasi penanaman modal pada kegiatan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) sektor non migas yang masing-masing mencapai Rp 60,6 triliun dan USD 16,2 miliar, sementara pada tahun 2009 masing-masing hanya sebesar Rp 37,8 triliun dan USD 10,8 miliar (Tabel 3.2). Realisasi PMDN dan PMA tahun 2010 melampaui target RKP 2010 yang telah ditetapkan masing-masing sekitar Rp 37,4 triliun dan USD 13,1 miliar.

Page 3: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-3

TABEL 3.2 REALISASI PENANAMAN MODAL SEKTOR NON MIGAS

2004-2010

TAHUN PMDN PMA (Rp Miliar) (USD juta)

2004 15.409,4 4.571,9 2005 30.724,2 8.911,0 2006 20.649,0 5.991,7 2007 34.878,7 10.341,4 2008 20.363,4 14.871,4 2009 37.799,8 10.815,2 2010* 60.626,3 16.214,8

Sumber: BKPM Catatan : *) Perubahan pencatatan realisasi penanaman modal dari Ijin Usaha Tetap (IUT) ke laporan

kegiatan penanaman modal (LKPM).

Sampai dengan posisi tahun 2010, realisasi penyebaran investasi khususnya sektor nonmigas masih terkonsentrasi di Pulau Jawa terutama di Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten. Di luar propinsi-propinsi tersebut, Propinsi Kalimantan Timur menjadi tujuan investor berikutnya.

TABEL 3.3 REALISASI PENANAMAN MODAL SEKTOR NON MIGAS

BERDASARKAN LOKASI

PMDN PROPINSI

Rp (miliar)

Prosentase terhadap total

PMA PROPINSI

USD (juta)

Prosentase terhadap total

Jawa Barat 15.799,8 26,1 DKI Jakarta 6.429,3 39,7 Jawa Timur 8.084,1 13,3 Jawa Timur 1.769,2 10,9 Kalimantan Timur

7.881,3 13,0 Jawa Barat 1.692,0 10,4

Banten 5.852,5 9,7 Banten 1.544,2 9,5 DKI Jakarta 4.598,5 7,6 Kalimantan

Timur 1.092,2 6,7

Propinsi lain 18.410,1 30,4 Propinsi lain 3.687,9 22,7 TOTAL 60.626,3 100,0 16.214,8 100,0

Sumber: BKPM (diolah: Bappenas)

Peningkatan investasi diantaranya didorong oleh membaiknya iklim investasi. Salah satu indikator membaiknya iklim investasi dan prospek ekonomi Indonesia, ditunjukkan dengan meningkatnya peringkat Indonesia pada tahun 2010 dari berbagai lembaga pemeringkat seperti Fitch, Moody’s, Standard & Poor’s, R & I, dan Japan Credit Rating Agency. Bahkan oleh Moody’s peringkat sovereign Indonesia kembali meningkat pada awal tahun 2011 dari Ba2 ke Ba1 yang berada satu tingkat di bawah investment grade. Selang sebulan kemudian, Fitch juga menaikkan outlook sovereign Indonesia menjadi setingkat di bawah investment grade, yaitu dari stabil ke positif pada peringkat BB+.

Hal ini ditandai dengan membaiknya kondisi investasi yang menjadi daya tarik masuknya FDI ke Indonesia, sehingga terjadi peningkatan FDI pada tahun 2010 dalam

Page 4: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-4 RKP 2012

bentuk surplus aliran direct investment (net FDI inflow) sebesar USD 9,8 miliar atau meningkat 274,2 persen dibandingkan tahun 2009 yang hanya sebesar USD 2,6 miliar. Arus masuk FDI tahun 2010 mencapai USD 12,7 miliar atau naik 161 persen dibandingkan tahun 2009 sebesar 4,9 miliar (Gambar 3.1). Besarnya aliran masuk FDI tahun 2010 terutama berasal dari equity capital & reinvested earnings yang mencapai USD 1,2 miliar meningkat 134,1 persen dari tahun 2009.

GAMBAR 3.1 KINERJA ALIRAN INVESTASI LANGSUNG (FDI) DI INDONESIA

Sumber: Bank Indonesia (diolah:Bappenas)

Pada tahun 2011 PMTB diharapkan dapat tumbuh sebesar 10,5 persen dengan dukungan investasi PMDN non-migas (Rp.67,2 triliun) dan PMA sebesar USD 19,20 miliar. Perkembangan situasi politik di kawasan Timur Tengah (Middle East) dan Afrika Utara (North African Region) diperkirakan akan berpengaruh terhadap keputusan yang diambil oleh para investor, terutama dalam menentukan fokus dan lokus investasi mereka.

3.1.2. Ekspor

Sejalan dengan pemulihan ekonomi global di tahun 2010, nilai ekspor Indonesia pun mengalami pemulihan secara berarti karena adanya peningkatan volume ekspor akibat naiknya permintaan yang kemudian mendorong peningkatan harga komoditas dan produk ekspor di pasar internasional. Di tahun 2010, pertumbuhan total ekspor Indonesia mencapai 35,4 persen dengan nilai ekspor secara kumulatif mencapai USD 157,7 miliar; dimana nilai ini telah melampaui nilai ekspor tahun 2008 yang merupakan periode sebelum krisis. Nilai ekspor tahun 2010 tersebut, disumbang oleh ekspor nonmigas sebesar USD 129,7 miliar dan ekspor migas sebesar USD 28,1 miliar; sehingga besar sumbangan masing-masing terhadap ekspor total adalah sebesar 82,2 dan 17,8 persen.

Pertumbuhan ekspor Indonesia tahun 2010 merupakan yang tertinggi selama 10 tahun terakhir. Proses pemulihan ekspor paska krisis tahun 2009 terlihat relatif sangat

Page 5: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-5

baik, karena didukung oleh pulihnya permintaan di pasar tujuan ekspor utama (seperti: China, India, Amerika, Uni Eropa, dan negara-negara ASEAN), baik yang berupa permintaan terhadap bahan baku industri maupun barang konsumsi.

TABEL 3.4 NILAI DAN PERTUMBUHAN EKSPOR (2008-2010)

Komoditas NILAI EKSPOR (Juta USD) Pertumbuhan (%)

2008 2009 2010 2008 2009 2010

Total Ekspor 137,010.5 116,510.0 157,732.6 20.1% -15.0% 35.4%

Ekspor Migas 29,126.3 19,018.3 28,052.7 31.9% -34.7% 47.5% Ekspor Non Migas 107,884.2 97,491.7 129,679.9 17.3% -9.6% 33.0%

Pertanian 4,584.6 4,352.7 5,001.3 25.3% -5.1% 14.9%

Industri 88,393.4 73,435.9 98,013.2 15.6% -16.9% 33.5%

Pertambangan 14,906.2 19,703.1 26,665.4 25.4% 32.2% 35.3%

Sumber: BPS (diolah)

Di tahun 2011, ekspor nonmigas diperkirakan akan tetap tumbuh di atas 10 persen seiring dengan meningkatnya volume perdagangan global tahun 2011 yang diperkirakan tumbuh sebesar 8,2 persen. Namun, kondisi global juga masih dipengaruhi beberapa risiko seperti gejolak harga minyak, ketersediaan stok pangan, dan dampak pasca bencana tsunami yang terjadi di Jepang. Ke depan, perlu diwaspadai pula penguatan Rupiah yang jika terjadi dalam jangka waktu cukup lama akan berdampak terhadap kinerja ekspor non migas Indonesia. Untuk itu, laju pertumbuhan ekspor Indonesia tahun 2011 diperkirakan akan melambat dibandingkan dengan tahun 2010, dengan target pertumbuhan 12 persen.

3.1.3. Pariwisata

Keberhasilan pembangunan kepariwisataan diindikasikan oleh meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada tahun 2010 yang mencapai 7,00 juta orang, atau meningkat sebesar 7,88 persen dibandingkan kunjungan wisman tahun 2009 yang mencapai 6,32 juta orang. Rata-rata lama tinggal wisman pada tahun 2010 meningkat menjadi 8,04 hari, dari tahun 2009 yang sebesar 7,69 hari. Sementara itu, rata-rata pengeluaran perkunjungan juga meningkat sekitar 9,02 persen. Perkiraan penerimaan devisa dari kunjungan wisman pada tahun 2010 mencapai USD 7,6 milyar, meningkat sebesar 20,63 persen dari tahun 2009 yang sebesar USD 6,3 milyar. Sementara itu, pergerakan wisatawan nusantara (wisnus) juga mengalami peningkatan dari 229,73 juta pergerakan pada tahun 2009 menjadi 234,38 juta pergerakan pada tahun 2010. Hal ini berdampak pada meningkatnya total pengeluaran wisnus dari Rp. 137,91 trilliun menjadi Rp. 150,49 trilliun.

Page 6: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-6 RKP 2012

TABEL 3.5 PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN

TAHUN 2009-2010

URAIAN 2009 2010 Wisatawan Mancanegara (wisman) - Jumlah (juta orang) - Rata-rata pengeluran per kunjungan (US

$) - Rata-rata lama tinggal (hari) - Rata-rata pengeluaran per hari (US $) - Perkiraan penerimaan devisa (miliar US

$)

6,32

995,93

7,69 129,57

6,3

7,00

1.085,75

8,04 135,01

7,6

Wisatawan Nusantara (wisnus) - Jumlah pergerakan (juta pergerakan) - Total pengeluaran (triliun rp)

229,73 137,91

234,38

150,49

Sumber: BPS

Keberhasilan pembangunan pariwisata tidak terlepas dari dukungan pengelolaan destinasi pariwisata antara lain pelaksanaan kegiatan sadar wisata pada 950 orang masyarakat dan 217 kelompok; pengembangan standardisasi pariwisata melalui pelatihan pada 140 orang master asesor dan asesor dan penyelenggaraan fasilitasi sertifikasi kompetensi di daerah pada 3.700 orang; pengembangan usaha, industri dan investasi pariwisata melalui penyusunan 8 buah pola perjalanan (travel pattern); berkembangnya 115 daya tarik wisata di desa, 50 usaha masyarakat desa berbasis kreatif pariwisata, serta 50 desa pendukung usaha pariwisata dalam kerangka PNPM Mandiri Bidang Pariwisata; dan dikembangkannya 1 buah destination management organisation (DMO) dan dukungan pada 1 amenitas pariwisata.

Dalam pelaksanaan promosi dan pemasaran, telah dilaksanakan promosi pariwisata di luar negeri melalui partisipasi pada 36 bursa pariwisata internasional, pelaksanaan 9 misi penjualan (sales mission) di fokus pasar wisatawan, penyelenggaraan 8 event festival Indonesia di luar negeri, dan penyelenggaraan Indonesia tourism promotion representative officers di 12 negara; penyelenggaraan promosi pariwisata dalam negeri melalui 10 promosi langsung (direct promotion), 27 event pariwisata berskala nasional dan internasional; penyediaan sarana dan prasarana promosi pariwisata mencakup pencetakan 743 ribu eksemplar bahan promosi, publikasi pada 51 media, diseminasi 436 ribu eksemplar bahan promosi cetak, diseminasi 56 ribu bahan promosi elektronik, dan dikembangkannya kelengkapan data dan informasi di 60 destinasi; penyediaan informasi pasar pariwisata dengan tersusunnya 14 naskah hasil analisis pasar dalam dan luar negeri, penyebaran 427 eksemplar informasi produk pariwisata Indonesia, penyelenggaraan famillirization trip/fam trip yang melibatkan 254 orang peserta; dan penyelenggaraan 42 event internasional dan promosi 8 event MICE.

Selain itu, dalam pengembangan sumber daya pariwisata, telah dilaksanakan pelatihan SDM pada 800 orang aparatur/swasta/masyarakat, terselesaikannya 6 hasil penelitian dan pengembangan (litbang) kepariwisataan, dengan 6 naskah litbang yang dipublikasikan, dan tersusunnya 4 naskah kerja sama litbang kepariwisataan; dan

Page 7: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-7

penyelenggaraan pendidikan tinggi bidang pariwisata dengan 1.100 kelulusan di 4 lembaga pendidikan tinggi pariwisata.

Berkaitan dengan pelaksanaan Inpres 1 Tahun 2010, pembangunan pariwisata telah berhasil meningkatkan integrasi PNPM penguatan, dan peningkatan promosi pariwisata di luar negeri melalui pelaksanaan 63 event luar negeri dan pelaksanaan 44 event dalam negeri yang berdampak pada peningkatan jumlah wisatawan mancanegara dan jumlah pergerakan wisatawan nusantara.

Pada tahun 2011, kunjungan wisman diperkirakan mencapai 7,1 juta orang, yang akan menghasilkan devisa sebesar US$ 7,2 miliar. Rata-rata lama tinggal diperkirakan mencapai 7,7 hari dengan rata-rata pengeluaran per hari sebesar US$ 136,4 atau sebesar US$ 1.050,0 per kunjungan. Sementara itu, kunjungan wisnus pada tahun 2011 diperkirakan mencapai sebesar 237,0 juta pergerakan, dengan total pengeluaran sebesar Rp. 154,5 triliun.

3.1.4. Daya Beli Masyarakat

Daya beli masyarakat merupakan faktor penting yang dapat mendorong konsumsi masyarakat, di mana konsumsi masyarakat adalah bagian dari permintaan domestik dan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Besarnya kontribusi konsumsi masyarakat terhadap perekonomian Indonesia selama ini diukur dari proporsi konsumsi masyarakat terhadap PDB yang mencapai 58,6 persen pada tahun 2009 dan 64,7 persen pada tahun 2010.

Daya beli masyarakat berpengaruh yang cukup berarti terhadap perkembangan sektor perdagangan dalam negeri. Pertumbuhan PDB sub sektor perdagangan pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 9,7 persen. Dengan demikian, di tahun 2010, kontribusi sub sektor perdagangan terhadap total PDB (harga konstan) besarnya mencapai 14,3 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang besarnya 13,9 persen. Di tahun 2011, PDB sub sektor perdagangan diperkirakan akan tetap tumbuh tinggi, yaitu sebesar 9,2 persen. Hal ini seiring dengan perkiraan meningkatnya aktivitas perekonomian dengan target pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2011 yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

GAMBAR 3.2 NILAI INDEKS PENJUALAN RITEL

Page 8: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-8 RKP 2012

Selanjutnya, semakin baiknya kondisi perdagangan dalam negeri telah mendorong peningkatan tingkat daya beli masyarakat. Kecenderungan ini terlihat pada nilai indeks penjualan ritel pada bulan Desember 2010 yang naik menjadi 269,7 dibandingkan Bulan November 2010 yang sebesar 245,8. Sementara itu, indeks penjualan ritel secara rata-rata tahun 2010 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan indeks ini merupakan indikator terhadap adanya perbaikan ekspektasi konsumen dan usaha.

3.1.5. Keuangan Negara

Hingga akhir tahun 2010, realisasi pendapatan Negara dan hibah mencapai Rp1.017,1 triliun (15,8 persen PDB). Realisasi tersebut lebih tinggi Rp24,7 triliun dari rencana dalam APBN-Perubahan (APBN-P) tahun 2010. Peningkatan pertumbuhan ekonomi, tingginya harga komoditi di pasar global, dan stabilnya ekonomi domestik menjadi faktor pendorong baiknya realisasi pendapatan Negara dan hibah. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, realisasi pendapatan Negara dan hibah tahun 2010 meningkat 19,8 persen. Peningkatan pada pendapatan Negara dan hibah tersebut didorong oleh peningkatan pada penerimaan dalam negeri, penerimaan Negara bukan pajak, maupun hibah.

Realisasi penerimaan dalam negeri tahun 2010 mencapai Rp1.013,7 triliun (15,8 persen PDB), lebih tinggi Rp23,2 triliun bila dibandingkan dengan rencana dalam APBN-P. Realisasi tersebut juga lebih tinggi Rp166,6 triliun, atau meningkat 19,7 persen bila dibandingkan dengan realisasinya di tahun 2009. Realisasi penerimaan dalam negeri bersumber dari penerimaan perpajakan sebesar Rp744,4 triliun (11,6 persen PDB) atau menyumbang 73,4 persen dari total penerimaan dalam negeri. Peningkatan terjadi salah satunya pada penerimaan pajak perdagangan internasional yang mencapai Rp28,9 triliun. Nilai tersebut meningkat 27,9 persen bila dibandingkan dengan APBN-P.

Sementara itu, realisasi penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) tahun 2010 mencapai Rp269,4 triliun miliar (4,2 persen PDB), meningkat Rp22,2 triliun bila dibandingkan dengan APBN-P. Realisasi tersebut terutama ditopang oleh penerimaan yang bersumber dari sumber daya alam (SDA). Bila dibandingkan dengan realisasi PNBP SDA tahun 2009, realisasi PNBP SDA tahun 2010 mengalami kenaikan hingga 22,4 persen. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh tingginya harga komoditi di pasar global. Sebagai perbandingan, realisasi harga minyak pada APBN tahun 2010 mencapai 79,4 US$/Barrel, jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi pada tahun sebelumnya, yakni 61,6 US$/Barrel.

Di sisi belanja, realisasi belanja Negara tahun 2010 mencapai Rp1.062,9 triliun (16,5 persen PDB). Realisasi tersebut lebih rendah Rp63,2 triliun daripada rencana dalam APBN-P. Tidak terserapnya alokasi belanja negara bersumber dari kinerja realisasi belanja pemerintah pusat yang lebih rendah dari alokasinya dalam APBN-P. Realisasi belanja pemerintah pusat pada tahun 2010 hanya sebesar Rp718,2 triliun atau 91,9 persen dari alokasinya di APBN-P. Di satu sisi, realisasi belanja ke daerah mencapai Rp344,7 triliun, tidak jauh berbeda dengan rencana di APBN-P, yang besarnya Rp344,6 triliun.

Bila dilihat lebih rinci, tidak tercapainya target realisasi belanja pemerintah pusat dipengaruhi oleh beberapa faktor, a.l: (1) Tidak tercapainya target belanja pegawai (91,1 persen dari rencana), yang antara lain berkaitan dengan penghematan cadangan anggaran

Page 9: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-9

pegawai baru, pos honorarium, dan vakansi, serta anggaran remunerasi kementerian/lembaga; (2) Realisasi belanja barang yang mencapai 86,6 persen dari rencana, antara lain berkaitan dengan tingginya tingkat kehati-hatian pejabat pengadaan barang dan jasa dalam mengambil keputusan; (3) Realisasi belanja modal yang hanya mencapai 83,7 persen, yang disebabkan hambatan dalam pembangunan infrastruktur, terutama akibat intensitas curah hujan, bencana alam,dan hambatan pengadaan lahan. Rendahnya belanja modal juga disebabkan oleh penghematan anggaran dalam pelaksanaan tender dan tidak optimalnya penarikan dan pemanfaatan pinjaman luar negeri.

Untuk pos belanja yang lain, dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya, peningkatan yang besar terjadi pada alokasi belanja subsidi energi. Jika pada tahun 2009, realisasi belanja subsidi energi sebesar Rp94,6 triliun, realisasinya pada tahun 2010 meningkat hingga mencapai Rp140,0 triliun, dengan rincian Rp82,4 triliun untuk BBM, LPG, dan Bahan Bakar Nabati-BBN, serta Rp57,6 triliun untuk listrik. Peningkatan pada realisasi belanja subsidi energi disebabkan tingginya harga minyak dunia dan konsumsi BBM bersubsidi sepanjang tahun 2010.

Dengan realisasi pendapatan Negara dan hibah yang lebih baik, dikombinasikan dengan penyerapan anggaran belanja yang relatif rendah, defisit anggaran tahun 2010 lebih rendah dari yang direncanakan. Di akhir tahun 2010, defisit anggaran yang direncanakan sebesar 2,1 persen PDB pada APBN-P, realisasinya sebesar 0,7 persen PDB atau sebesar Rp45,8 triliun. Rendahnya defisit anggaran berdampak pada menurunnya tambahan pembiayaan defisit. Sementara itu, stok utang pemerintah turun hingga 26,0 persen PDB.

Dengan dukungan kondisi ekonomi yang lebih kondusif, penyusunan APBN tahun 2011 didasarkan pada langkah-langkah optimalisasi sumber-sumber pendapatan negara, yang antara lain dilaksanakan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan, tetapi tetap mempertimbangkan pemberian insentif pada kegiatan dunia usaha. Selain itu optimalisasi dilakukan dengan langkah-langkah reformasi birokrasi perpajakan, kepabeanan, dan cukai. Dari sisi penerimaan bukan pajak, langkah-langkah peningkatan produksi sumber daya alam, baik migas maupun nonmigas terus diupayakan guna meningkatkan penerimaan Negara bukan pajak. Di sisi belanja negara, kebijakan alokasi anggaran akan diarahkan untuk melaksanakan program-program pembangunan, guna mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam RKP 2011, yaitu pembangunan kesejahteraan, perkuatan pembangunan demokrasi, dan penegakan hukum.

Melalui langkah-langkah kebijakan yang akan diambil, pada tahun 2011 pendapatan Negara dan hibah ditargetkan sebesar Rp1.104,9 triliun (15,7 persen PDB), terdiri atas penerimaan dalam negeri Rp1.101,2 triliun dan hibah Rp3,7 triliun. Bila dibandingkan dengan target dalam APBN-P tahun 2010, target tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 11,3 persen. Sumber utama peningkatan tersebut diharapkan berasal dari penerimaan perpajakan yang ditargetkan meningkat sejalan dengan dilakukannya berbagai upaya tambahan. Penerimaan perpajakan di tahun 2011 diperkirakan mencapai Rp850,3 triliun atau setara dengan 12,1 persen PDB.

Sementara itu, dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam RKP 2011, alokasi belanja negara pada APBN tahun 2011 direncanakan meningkat sebesar Rp103,5 triliun bila dibandingkan pos yang sama pada APBN-P tahun 2010. Alokasi belanja Negara pada tahun 2011 besarnya adalah Rp1.229,6 triliun (17,5 persen PDB), yang terdiri

Page 10: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-10 RKP 2012

dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp836,6 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp393,0 triliun.

Di antara pos-pos belanja Negara, alokasi belanja untuk subsidi energi perlu mendapat perhatian lebih besar. Di tahun 2011, pemerintah mengalokasikan belanja subsidi energi sebesar Rp136,6 triliun dengan asumsi harga minyak 80 US$/barrel. Kondisi terkini menunjukkan perkiraan harga minyak dunia sepanjang tahun 2011 yang dilakukan berbagai institusi internasional (salah satunya United States Energy Information Administration) berada di kisaran lebih dari 100 US$/barrel. Tingginya harga minyak dunia akan berdampak pada meningkatnya alokasi belanja subsidi energi di tahun 2011.

Dengan langkah optimalisasi pendapatan Negara dan penajaman belanja Negara, defisit tahun 2011 ditetapkan pada tingkat 1,8 persen PDB. Kebijakan pengendalian defisit pada tahun 2011 tersebut merupakan salah satu langkah pokok dalam melanjutkan langkah-langkah konsolidasi fiskal dalam mewujudkan APBN yang sehat dan berkelanjutan. Untuk menutup sasaran defisit dalam tahun 2011, akan diupayakan sumber pembiayaan dari dalam negeri yang didukung sumber pembiayaan luar negeri dengan tetap mempertahankan penurunan rasio utang terhadap PDB secara berkesinambungan (debt sustainability).

3.1.6. Moneter

Pertumbuhan ekspor yang tetap kuat serta aliran modal masuk, baik dalam bentuk PMA maupun portfolio mendorong peningkatan surplus neraca pembayaran. Pemulihan ekonomi global telah mendorong kuatnya pertumbuhan ekspor. Peningkatan harga komoditas dunia juga turut mendorong perbaikan ekspor dengan pangsa komoditas berbasis sumber daya alam yang masih relatif besar. Di sisi lain, peningkatan ekonomi domestik dan apresiasi nilai tukar rupiah telah mendorong peningkatan impor yang lebih besar. Pemulihan ekonomi global yang tidak seimbang telah mendorong peningkatan yang besar pada aliran masuk modal asing.

Sebagai dampaknya nilai tukar rupiah menguat secara berarti dan stabil, dari Rp9.400,-/ USD pada akhir tahun 2009, secara bertahap menjadi Rp 9.083,-/USD pada pertengahan (bulan Juni ) tahun 2010, dan mencapai Rp 8.991,-/USD pada akhir tahun 2010. Secara rata-rata nilai tukar rupiah mengalami apresiasi sebesar 3,7 persen sepanjang tahun 2010, atau terapresiasi sebesar 4,3 persen (p-t-p). Pada akhir tahun 2010 dan awal tahun 2011, terjadi capital outflow yang cukup besar, namun dengan respon bauran kebijakan moneter yang tepat, ekspor yang meningkat serta adanya capital inflow, nilai tukar rupiah tetap stabil dan terus menguat menjadi Rp8.574,-/USD pada bulan April 2011.

Di sisi stabilitas harga, setelah laju inflasi menurun pada tahun 2009, tahun 2010 diwarnai oleh tekanan inflasi yang cenderung meningkat, terutama bersumber dari kelompok bahan makanan (volatile foods). Tingginya tekanan inflasi dari kelompok bahan makanan disebabkan oleh perubahan iklim/cuaca yang mengakibatkan gangguan distribusi dan produksi beberapa bahan makanan pokok. Tekanan inflasi yang bersumber dari kelompok administered prices juga meningkat meskipun terbatas dimana kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) di bulan Juli tidak mendorong kenaikan harga komoditas secara berarti. Tekanan inflasi inti mengalami peningkatan meskipun masih terkendali dan terbantu dengan penguatan nilai tukar rupiah.

Page 11: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-11

Sementara itu, ekspektasi inflasi juga sempat meningkat dipengaruhi oleh kenaikan pada harga bahan makanan. Dengan perkembangan tersebut, dan diantisipasi dengan kebijakan moneter yang berhati-hati (BI rate konstan dan penurunan giro wajib minimum) sampai dengan akhir tahun 2010 inflasi IHK tercatat sebesar 6,96 persen (y-o-y) atau sedikit melebihi sasaran yang ditetapkan. Dilihat dari komponennya pada tahun 2010, inflasi inti adalah sebesar 4,28 persen, inflasi volatile foods 17,74 persen dan inflasi administered prices sebesar 5,40 persen. Tekanan terhadap inflasi dari bahan makanan berlanjut hingga bulan Februari 2011 namun kemudian mereda seiring dengan dimulainya masa panen raya padi/beras sehingga pada bulan Maret dan April 2011 terjadi deflasi. Inflasi bulan April 2011 menurun menjadi 6,16 persen (y-o-y). Dalam rangka menjaga meningkatnya ekspektasi inflasi, pada bulan Februari 2011 suku bunga acuan (BI rate) dinaikkan 25 basis point (bps) menjadi 6,75 persen dan bertahan hingga bulan Maret dan April 2010.

3.1.7. Sektor Keuangan

Meskipun terjadi krisis ekonomi global pada akhir tahun 2008 dan awal 2009, selama tahun 2010, kondisi ketahanan sektor keuangan relatif tetap terjaga dengan meningkatnya fungsi intermediasi, terutama industri perbankan. Pada tahun 2010, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio – CAR) bank umum relatif terjaga mencapai 17,2 persen dan meningkat menjadi 18,1 persen pada Februari 2011. Selain itu, rasio kredit bermasalah bank umum berhasil diturunkan dari 3,4 persen pada akhir tahun 2009 menjadi sekitar 2,6 persen pada akhir tahun 2010 yang merupakan tingkat terendah dalam lima tahun terakhir.

Di sisi pasar modal, terjaganya stabilitas ekonomi dan meningkatnya kinerja pasar modal regional ikut mendorong kinerja pasar modal dalam negeri. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia meningkat dari 2.534,4 pada akhir tahun 2009 menjadi 3.703,5 pada akhir tahun 2010. Penguatan tersebut juga tidak terlepas dari perkembangan kondisi fundamental makroekonomi yang positif. Kondisi fundamental makroekonomi yang kuat tercermin antara lain dari stabilitas nilai tukar yang terjaga, prospek pertumbuhan ekonomi yang positif dan perbaikan peringkat menuju tingkat investasi (investment grade). Di samping prospek makroekonomi yang baik, aksi beli investor asing juga menopang pertumbuhan IHSG. Pada akhir bulan April 2011, IHSG mencapai 3.819,6, naik 30,5 persen dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya.

Pada industri perbankan, terjaganya BI rate sebesar 6,50 persen selama tahun 2010 ternyata cukup kondusif bagi fungsi intermediasi sektor tersebut dalam upaya mendorong pertumbuhan sektor riil. Tingkat suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi masing-masing menurun dari 13,7 persen, 13,0 persen, dan 16,4 persen pada akhir tahun 2009 menjadi 12,8 persen, 12,3 persen dan 14,5 persen pada akhir 2010. Kecenderungan ini terus berlanjut sehingga pada bulan Februari 2011 masing-masing mencapai 12,7 persen, 12,2 persen dan 14,5 persen. Menurunnya suku bunga pinjaman dan membaiknya perekonomian domestik mendorong kinerja penyaluran kredit perbankan. Hingga Februari 2011, penyaluran kredit meningkat hingga mencapai Rp1.794 triliun atau tumbuh 24,9 persen (y-o-y), terutama didorong oleh pertumbuhan kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi yang masing-masing mencapai 36,3 persen, 18,7 persen, dan 14,2 persen (y-o-y).

Page 12: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-12 RKP 2012

Di sisi penghimpunan dana, meskipun terjadi penurunan suku bunga deposito baik berjangka waktu 1 bulan dan 3 bulan, pertumbuhan simpanan masyarakat pada bank tetap tumbuh positif. Suku bunga deposito berjangka waktu 1 bulan dan 3 bulan masing-masing turun dari 6,9 persen dan 7,5 persen pada tahun 2009, menjadi masing-masing 6,7 persen dan 6,8 persen pada Februari 2011. Sementara itu, simpanan masyarakat tumbuh 19,6 persen (yoy) mencapai Rp2.260 trilliun pada Februari 2011. Dengan perkembangan tersebut, maka rasio antara kredit yang disalurkan dengan simpanan menjadi 77,1 persen pada Februari 2011 atau lebih tinggi dari akhir 2010 (75,2 persen) dan 2009 (72,9 persen).

Tingginya pertumbuhan kredit pada bank umum juga diikuti oleh penyaluran kredit yang berskala Mikro, Kecil dan Menengah (kredit MKM). Kredit MKM tumbuh sebesar 32,5 persen (y-o-y) pada Februari 2011 hingga mencapai Rp938,4 triliun dengan komposisi 9,5 persen untuk kredit investasi; 37,2 persen untuk kredit modal kerja; dan 53,3 persen untuk kredit konsumsi. Secara tahunan kredit investasi, kredit modal kerja dan kredit konsumsi skala MKM masing-masing tumbuh sebesar 29 persen, 36,4 persen, dan 30,5 persen. Diharapkan di masa mendatang penyaluran kredit MKM dapat terus ditingkatkan.

Selain melalui sistem konvensional, pembiayaan melalui perbankan syariah juga terus meningkat dari Rp48,5 triliun pada Februari 2010 menjadi Rp71,4 triliun pada Februari 2011 atau tumbuh sebesar 47,4 persen (y-o-y). Selain itu, penghimpunan dana masyarakat pada Februari 2011 tumbuh sebesar 40,9 persen (y-o-y) menjadi Rp75,1 triliun. Pertumbuhan pembiayaan yang cukup pesat dan melampaui pertumbuhan penghimpunan dana masyarakat menyebabkan rasio pembiayaan terhadap simpanan (Financing To Deposit Ratio-FDR) meningkat cukup signifikan dari 87,6 persen pada akhir 2010 menjadi 95,2 persen pada Februari 2011. Potensi pembiayaan macet pada bank syariah berhasil ditekan yang tercermin dari rasio pembiayaan berkinerja buruk (Non Performing Financing-NPF) yang di bawah 5,0 persen.

Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) termasuk pasar modal telah menunjukkan perkembangan yang baik. Kepercayaan masyarakat terhadap LKNB meningkat, yang ditunjukkan oleh meningkatnya aset LKNB (asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, modal ventura, dan pegadaian). Aset LKNB tumbuh sebesar 20,3 persen (y-o-y) pada tahun 2009 dan tumbuh sebesar 9,4 persen (y-o-y) pada tahun 2010 meskipun dihadapkan pada krisis keuangan dunia yang berdampak pada penurunan hasil investasi LKNB. Sejalan dengan pemulihan dalam perekonomian global, nilai kapitalisasi pasar modal terhadap PDB terus meningkat dari 33,8 persen PDB pada tahun 2008 menjadi 47,9 persen PDB pada tahun 2009 dan kembali meningkat menjadi 62,3 persen PDB pada akhir 2010.

Page 13: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-13

TABEL 3.6 PERKEMBANGAN ASET LEMBAGA KEUANGAN DAN PASAR MODAL

TAHUN 2008-2010

(Rp. Triliun)

Nilai % PDB Nilai % PDB Nilai % PDB

A. Perbankan 2,343.1 47.3 2,571.7 45.9 3,054.6 47.6 - Bank Umum 2,310.6 46.6 2,534.1 45.2 3,008.9 46.8 - BPR 32.5 0.7 37.6 0.7 45.7 0.7 B. Non Perbankan 515.8 10.4 627.1 11.2 674.1 10.5 - Asuransi 243.2 4.9 321.1 5.7 347.5 5.4 - Perusahaan Pembiayaan 168.5 3.4 174.4 3.1 194.7 3.0 - Perusahaan Modal Ventura 2.9 0.1 3.2 0.1 3.5 0.1

C. Total (A + B) 2,858.9 57.7 3,198.8 57.1 3,728.7 58.1

D. Emisi Pasar Modal 555.4 11.2 594.9 10.6 710.5 11.1

- Nilai Emisi Saham 407.2 8.2 419.6 7.5 495.4 7.7

- Nilai Emisi Obligasi 148.1 3.0 175.3 3.1 215.1 3.3

Kapitalisasi Pasar Modal 1,675.2 33.8 2,682.4 47.9 4,003.7 62.3

- Saham 1,076.5 21.7 2,019.4 36.0 3,247.1 50.6

- Obligasi (korporasi & SUN) 598.7 12.1 663.0 11.8 756.6 11.8

Memorandum Item:

PDB Nominal 4,954.0 5,603.9 6,422.9

2009 20102008

Sumber: Kementerian Keuangan, BPS, dan Bank Indonesia

Dengan melihat semakin kompleks dan kayanya perkembangan teknologi di sektor keuangan, lembaga keuangan telah dijadikan sarana terjadinya berbagai tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai instansi yang merupakan focal point dalam rezim anti pencucian uang di Indonesia, berupaya untuk terus meningkatkan hubungan dan kerjasama dengan instansi-instansi terkait dalam negeri maupun luar negeri. Jalinan kerjasama ini telah dilakukan dengan 41 instansi/lembaga didalam negeri dan 37 Financial Inteligence Unit (FIU) negara–negara lain. Peran PPATK semakin diefektifkan dengan disahkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tanggal 22 Oktober 2010.

Terhitung sejak tahun 2001 hingga akhir tahun 2010, PPATK telah menerima sebanyak 63.924 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) secara kumulatif, dengan jumlah Penyedia Jasa Keuangan (PJK) Pelapor sebanyak 334 PJK. PPATK juga telah menerima sebanyak 8.631.423 Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) secara kumulatif. Sejak tahun 2003 hingga akhir tahun 2010, PPATK telah pula menyampaikan sebanyak 1.431 Hasil Analisis secara kumulatif kepada Kepolisian dan Kejaksaan. Sementara dalam kurun tahun 2010, PPATK telah menyampaikan sebanyak 319 Hasil Analisis kepada Kapolri dan Jaksa Agung.

3.1.8. Industri

Walaupun menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan yang cukup besar, sektor industri pengolahan non migas tetap mampu memiliki angka pertumbuhan yang cukup baik pada periode pasca krisis ekonomi global pada akhir 2008 yang lalu. Pada gambar 3.2 terlihat bahwa pertumbuhan mulai meningkat pada triwulan IV tahun 2009,

Page 14: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-14 RKP 2012

dan terus berlanjut hingga tahun 2010 tumbuh sebesar 5,1 persen. Pertumbuhan tersebut didorong oleh industri Alat angkut, mesin, dan peralatan serta industri pupuk, kimia, dan barang karet yang masing-masing tumbuh sebesar 10,35 persen dan 4,67 persen. Sedangkan secara proporsi sektor industri pengolahan non migas masih didominasi oleh tiga sektor utama yang memiliki kontribusi lebih dari 70% dari total produksi sektor industri pengolahan non migas yaitu industri alat angkut, mesin dan peralatan (28,1%), industri makanan, minuman dan tembakau (33,6%) serta industri pupuk, kimia dan barang karet (12,7%). Pada tahun 2011 sektor industri pengolahan non migas diperkirakan tumbuh sekitar 5,8%.

GAMBAR 3.3 GAMBAR PERTUMBUHAN INDUSTRI NON MIGAS

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

08

-I

08

-II

08

-IIII

08

-IV

09

-I

09

-II

09

-IIII

09

-IV

10

-I

10

-II

10

-IIII

10

-IV

% P

ert

um

bu

han

Tahun-Triwulan Sumber: BPS

TABEL 3.7

PERTUMBUHAN INDUSTRI PENGOLAHAN NON MIGAS (persen)

Subsektor Industri 2009 (%) 2010(%) Target 2011

(%) 1). Makanan, Minuman, Tembakau 11,22 2,73 6,70

2). Tekstil, Brg. Kulit dan Alas Kaki 0,60 1,74 3,40

3). Brg. Kayu dan Hasil Hutan -1,38 -3,50 2,70

4). Kertas dan Barang Cetakan 6,34 1,64 5,00

5). Pupuk, Kimia dan Barang Karet 1,64 4,67 5,50

6). Semen, Brg.Galian Non Logam -0,51 2,16 3,50

7). Logam Dasar Besi dan Baja -4,26 2,56 3,00

8). Alat Angkut, Mesin, Peralatan -2,87 10,35 6,70

9). Barang Lainnya 3,19 2,98 5,60

Industri Pengolahan Non Migas 2,56 5,09 5,80

Sumber: BPS

Page 15: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-15

Seiring dengan pertumbuhan yang telah dicapai sektor industri pengolahan, penyerapan tenaga kerja di sektor ini juga meningkat. Berdasarkan data BPS, terdapat peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 980 ribu jiwa atau meningkat sebesar 7 persen untuk periode Agustus 2009 sampai dengan Agustus 2010. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja ini diperkirakan akan terus berlanjut apabila perbaikan iklim dan pertumbuhan ekonomi dapat terus dipertahankan. Sementara itu penanaman modal sebagai salah satu faktor pendorong pertumbuhan sektor industri juga menunjukkan peningkatan (tabel 3.9).

TABEL 3.8 PENDUDUK USIA 15 TAHUN KE ATAS YANG BEKERJA DI SEKTOR INDUSTRI

PENGOLAHAN

Lapangan Pekerjaan 2009

(Agustus) (juta pekerja)

2010 (Agustus)

(juta pekerja)

Sektor Industri pengolahan 12,84 13,82

Total Pekerja 104,87 108,21

Sumber: BPS

TABEL 3.9 PENANAMAN MODAL DAN PENYALURAN KREDIT

DI SEKTOR INDUSTRI

Keterangan 2009 2010

Nilai Realisasi Investasi (Rp Triliun)*) 19,4 25,6

Nilai Realisasi Investasi (USD Milyar)*) 3,8 3,4

Outstanding Penyaluran Kredit (Rp Triliun)**) 246,19 274,33 Sumber: *) BKPM **) Sumber: Bank Indonesia

Masih terkait dengan sektor industri, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu pelaku dalam perekonomian nasional terus dibina oleh pemerintah Indonesia agar mampu tumbuh sehat mengikuti perkembangan jaman dan mampu bersaing di kancah global. Langkah-langkah pembinaan yang telah dilakukan tersebut menunjukkan hasil yang semakin baik (Tabel 3.10). Total aset kelolaan BUMN terus mengalami peningkatan. Total aset kelolaan adalah Rp.2.194,6 triliun pada tahun 2009, dan meningkat menjadi Rp 2.346,8 triliun pada tahun 2010 (belum diaudit). Sejalan dengan itu, besarnya keuntungan yang diraih BUMN juga terus meningkat. Laba bersih yang mencapai 85,8 triliun pada tahun 2009, diperkirakan mencapai Rp 97,9 triliun pada tahun 2010.

Page 16: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-16 RKP 2012

TABEL 3.10 PERKEMBANGAN BUMN

TAHUN 2005-2010

Satuan Realisasi RPJMN 2005-2009

RPJMN 2010-2014

2005 2006 2007 2008 2009 2010

(unaudited) Jumlah BUMN

Perusahan 139 139 139 141 141 142

Total Aset Rp. Triliun 1.365,8 1.444,6 1.710,9 1.956,0 2.194,6 2.346,8

Laba Bersih Rp. Triliun 42,3 54,7 62.9 77,7 85,8 97,9

Pengeluaran Modal

Rp. Triliun 39,9 48,0 91,0 128,3 107,2 196,9

Pengeluaran Operasi

Rp. Triliun 538,8 672,1 748,0 1.028,4 833,0 893,1

Sumber: Kementerian BUMN

GAMBAR 3.4

KONTRIBUSI BUMN UNTUK APBN

Dengan semakin membaiknya kinerja BUMN, bagian laba BUMN yang diserahkan ke kas negara juga meningkat (Gambar 3.3), Bagian laba BUMN yang diserahkan ke kas negara adalah Rp 26,0 triliun pada 2009, dan diperkirakan mencapai Rp 30,1 triliun pada tahun 2010 (belum diaudit).

Selama periode 2007–2010 terjadi penambahan jumlah BUMN, yaitu dari 139 BUMN menjadi 142 BUMN. Ketiga BUMN baru tersebut adalah PT Dirgantara Indonesia yang sebelumnya dikelola oleh PT Perusahaan Pengelola Asset, PT Askrindo yang sebelumnya mayoritas sahamnya dikuasai oleh Bank Indonesia, dan Kantor Berita Nasional Antara yang sebelumnya merupakan lembaga penyiaran publik.

Page 17: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-17

Selain itu hingga akhir tahun 2010, nilai kapitalisasi pasar seluruh 18 emitten BUMN yang mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia mencapai Rp 819 triliun atau mencapai 26 persen dari total kapitalisasi pasar. Dengan kondisi perbaikan ekonomi pasca krisis ekonomi global dan rencana Penawaran Saham Perdana (Initial Public Offering/IPO) sejumlah BUMN, nilai kapitalisasi pasar BUMN diperkirakan akan mencapai Rp 1.000 triliun di akhir tahun 2011.

3.1.9. Ketenagakerjaan

Di bidang ketenagakerjaan, berbagai hasil yang telah dicapai/kondisi umum dalam tahun 2009 – 2010 antara lain adalah sebagai berikut. Pertama, antara tahun 2009-2010, lapangan kerja yang tercipta mencapai 3,34 juta orang. Dari jumlah tersebut jumlah lapangan kerja formal meningkat sekitar 3,64 juta dan lapangan kerja informal menurun sekitar 300.000 orang. Dengan kondisi ini, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2010 telah menurun dan mencapai 7,14 persen atau 8,32 juta orang dari tahun sebelumnya yang sebesar 7,87 persen. Pada Februari 2011 TPT ini telah mencapai 6,80 persen atau 8,12 juta orang. Kedua, pada Februari 2011 TPT untuk seluruh jenjang pendidikan yang ditamatkan menurun, kecuali untuk jenjang SMP dan SMA. TPT lulusan SD ke bawah, SMK, Diploma I/II/III, dan universitas menurun dari masing-masing 3,71 persen, 13,81 persen, 15,71 persen, dan 14,24 persen pada 2010 menjadi 3,37 persen, 10,00 persen, 11,59 persen, dan 9,95 persen pada 2011. Sementara itu, TPT lulusan SMP dan SMA masing-masing meningkat dari 7,55 persen menjadi 7,83 persen dan 11,90 persen menjadi 12,17 persen. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi selama tahun 2010 telah mampu memberikan lapangan kerja, terutama lapangan kerja formal meskipun jumlahnya masih terbatas, untuk lulusan seluruh jenjang pendidikan.

Ketiga, infrastruktur dan aplikasi sistem informasi layanan pekerja migran/TKI (SIM TKI) telah terbangun. SIM TKI ini nantinya akan mengintegrasikan sistem informasi yang dimiliki oleh K/L terkait yang mendukung pelayanan dan perlindungan TKI, seperti informasi kependudukan, informasi keimigrasian, informasi job-order, dan lain-lain. Pada tahun 2011, ditargetkan sistem informasi di 3 K/L telah terhubung dengan SIM TKI dan terlaksana uji coba pengintegrasian dengan sistem layanan kependudukan di tiga kabupaten/kota. Keempat, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) telah merintis pembentukan pusat layanan 24 jam (hotline service/crisis center) sebagai pusat penerimaan pengaduan dan fasilitasi penyelesaian masalah TKI. Mekanisme kerja penanganan pengaduan yang diterima oleh hotline service ini diharapkan selesai tahun 2011. Kelima, Pemerintah juga telah meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat bagi TKI (KUR TKI). Tujuan penyaluran KUR TKI adalah membantu TKI untuk membiayai proses penempatan bekerja di luar negeri, sehingga TKI akan terhindar dari jerat utang rentenir. Fasilitas kredit ini diharapkan juga dapat mengurangi permasalahan sosial yang timbul akibat potongan gaji yang sangat besar pada tahun pertama TKI bekerja. Penyaluran KUR TKI akan mendorong adanya kepastian jumlah biaya yang harus dibayar dalam mengurus seluruh dokumen serta pelatihan yang diperlukan dalam proses penempatan. Pada akhir tahun 2010, tiga bank siap menyalurkan KUR TKI yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI).

Page 18: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-18 RKP 2012

3.1.10. Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

Pemberdayaan koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMKM) merupakan upaya strategis untuk meningkatkan pembangunan ekonomi yang bertumpu pada kekuatan masyarakat sebagai pelaku utamanya. Hal ini mengingat peran koperasi dan UMKM yang besar dalam penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, dan termasuk penanggulangan kemiskinan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Perkembangan pemberdayaan koperasi ditunjukkan oleh peningkatan jumlah koperasi pada tahun 2009 yang mencapai 170.411 unit, jumlah anggota mencapai sekitar 29,2 juta orang yang masing-masing meningkat sebesar 10 persen dan 7,03 persen dibandingkan tahun 2008. Pada periode 2008-2009, koperasi juga menunjukkan perbaikan dari sisi kelembagaan yang ditunjukkan dengan peningkatan jumlah koperasi aktif sebesar 10,59 persen menjadi 120.473 unit. Pada periode yang sama, persentase jumlah koperasi aktif yang menjalankan rapat anggota tahunan (RAT) naik dari 43,28 persen menjadi 48,59 persen. Dari sisi kinerja usaha, pada tahun 2009 volume usaha adalah sebesar Rp. 82 triliun dan sisa hasil usaha koperasi sebesar Rp. 5,3 triliun atau mengalami peningkatan masing-masing sebesar 19,9 persen dan 5,2 persen. Sementara itu penyerapan tenaga kerja oleh koperasi pada Desember 2009 tercatat sebanyak 357.330 orang.

Perkembangan pemberdayaan UMKM juga terus meningkat, dari sisi jumlah, serapan tenaga kerja, dan sumbangan produk domestik bruto (PDB). Pada tahun 2009, jumlah UMKM mencapai 52,8 juta unit usaha, dengan jumlah tenaga kerja 96,2 juta orangatau masing-masing meningkat sebesar 2,9 persen dan 2,3 persen dari tahun sebelumnya. Sumbangan UMKM terhadap pembentukan PDB nasional pada tahun yang sama mencapai 56,5 persen. Produktivitas per unit UMKM (berdasarkan harga konstan tahun 2000) pada tahun 2009 juga menunjukkan peningkatan sebesar 1,5 persen dari produktivitas usaha pada tahun 2008, yang sebesar Rp. 22,7 juta/unit usaha. Namun sumbangan UMKM pada total nilai ekspor non migas mengalami penurunan dari 18,1 persen pada tahun 2008 menjadi 17,0 persen pada tahun 2009. Pelambatan ekspor UMKM ini disebabkan oleh belum pulihnya pasar Eropa dan Amerika yang menjadi pasar ekspor utama bagi produk-produk yang dihasilkan oleh UMKM.

3.1.11. Jaminan Sosial

Kemiskinan merupakan isu yang dinamis dan sangat kompleks. Permasalahan kemiskinan secara berkesinambungan telah menjadi prioritas dalam pembangunan dan bersifat multisektoral. Penyelenggaraan pembangunan di bidang sosial untuk mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan dalam bentuk perlindungan sosial yang meliputi bantuan sosial (social assistance) dan jaminan sosial (social insurance). Bantuan sosial merupakan bantuan yang diberikan secara langsung oleh Pemerintah dan tidak mensyaratkan kontribusi dari masyarakat, sedangkan jaminan sosial merupakan sistem perlindungan sosial yang memerlukan kontribusi/iuran dari masyarakat atau peserta. Perlindungan sosial ditujukan untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dan/atau rentan dalam memenuhi kebutuhan dasar dan melindungi masyarakat secara umum dari risiko goncangan akibat krisis dan bencana.

Page 19: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-19

Pembangunan jaminan sosial di Indonesia dimulai pada tahun 1960-1970, ketika Pemerintah mendirikan PT Taspen, PT Askes, dan PT. Asabri sebagai penyelenggara jaminan pensiun, jaminan hari tua dan jaminan kesehatan bagi PNS dan TNI/Polri. Pemerintah kemudian menambah pilar jaminan sosial bagi pegawai swasta dan BUMN melalui pendirian PT Jamsostek pada tahun 1995. Walaupun demikian, perkembangan cakupan jaminan sosial di Indonesia masih belum optimal, sehingga hanya kurang lebih setengah populasi penduduk Indonesia yang bisa menikmati jaminan sosial yang layak. Program jaminan kesehatan masih terbatas pada pekerja sektor formal (PNS, TNI/Polri, dan sektor swasta), dengan jumlah cakupan peserta seperti tabel berikut.

TABEL. 3.11

PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DI INDONESIA 2010

Penyedia Asuransi

Status Kontribusi Cakupan

Peserta Juta %

Askes BUMN 4 % dari gaji pokok: 2 % pekerja, 2 % pemberi kerja

PNS, Pensiunan, Veteran TNI/Polri

16,5 7,1%

Sektor Swasta (Inhealth)

2,2 0,95%

Jamsostek BUMN 3-6 % dari gaji pokok, semua dibayar pemberi kerja

Sektor Swasta 3,1 1,33%

Sektor Informal 0,8 0,34% Kementerian Pertahanan

Pemerintah 2 % dari gaji pokok, dibayar oleh pekerja

TNI/Polri, PNS Kemenhan

2 0,86%

KemenKes (Jamkesmas)

Pemerintah APBN Masyarakat Miskin, Data BPS (PMT)

76,4 32,85%

Pemda (Jamkesda)

Pemerintah APBD Masyarakat Miskin, Data Pemda

10,8 4,64%

Lainnya Swasta Beragam Pekerja Swasta 6,6 2,84%

Total Cakupan Jaminan Kesehatan 118,4 50,90%

Total yang tidak tercakup 114,2 49,10%

Total Penduduk 232,6

Sumber: diolah dari berbagai sumber (Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan, Kemenkes, PT Askes, PT Taspen, PT Asabri, PT Jamsostek).

Skema jaminan sosial menyediakan potensi sistem perlindungan sosial yang lebih adil dan

berkesinambungan, terutama dari sisi keuangan dan beban anggaran Pemerintah. Oleh karena

itu, seharusnya skema ini didorong sebagai mekanisme utama dalam sistem perlindungan sosial.

Dalam mewujudkan revitalisasi jaminan sosial tersebut, dimulailah reformasi jaminan sosial di

Indonesia untuk membangun sistem yang lebih baik. Pada tahun 2004, telah disahkan Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU SJSN ini

mewajibkan tersedianya lima macam jaminan sosial dengan cakupan universal, yaitu: (1)

jaminan kesehatan; (2) jaminan pensiun; (3) jaminan hari tua; (4) jaminan kecelakaan kerja; dan

(5) jaminan kematian. Tindak lanjut implementasi UU tersebut adalah pembentukan Dewan

Jaminan Sosial Nasional (DJSN), sesuai Peraturan Presiden RI Nomor 44 Tahun 2008. DJSN

berfungsi merumuskan kewajiban umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN. Sejak

Page 20: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-20 RKP 2012

pembentukan DJSN, usaha implementasi UU SJSN terus berlanjut, diantaranya melalui

penetapan fokus prioritas Penataan Kelembagaan SJSN, dengan agenda utama penataan Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) 2010-2014.

Di dalam RPJMN 2010-2014, selain berkomitmen untuk menata BPJS, Pemerintah juga

menargetkan tercapainya cakupan semesta (universal coverage) jaminan kesehatan pada tahun

2014.

Di samping itu, secara simultan, pembangunan skema jaminan sosial lainnya dimulai.

Perkembangan proses penataan kelembagaan sampai dengan awal tahun 2011 antara lain adalah

tersusunnya berbagai rancangan regulasi, diantaranya:

1. Rancangan Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS). Saat ini RUU BPJS sedang dalam pembahasan Pemerintah dan DPR;

2. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran (RPP PBI). Saat ini RPP PBI sedang dalam pembahasan Pemerintah; dan

3. Rancangan Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan (RPerPres Jaminan Kesehatan). Saat ini RPperPres Jaminan Kesehatan sedang dalam pembahasan Pemerintah.

Selain menyusun rancangan regulasi, DJSN sebagai perumus kebijakan jaminan sosial bersama dengan Bappenas, juga menyusun peta jalan (Road Map) bagi peningkatan cakupan jaminan sosial kesehatan.

3.2. Permasalahan dan Sasaran Pembangunan Tahun 2012

3.2.1. Investasi

Perbaikan iklim investasi di Indonesia meningkat cukup pesat yang ditandai dengan membaiknya berbagai indeks yang terkait dengan daya saing Indonesia. Namun demikian, kinerja membaiknya iklim investasi domestik masih belum sekompetitif negara-negara anggota ASEAN lainnya, oleh karena masih menghadapi berbagai masalah yang harus diselesaikan. Masalah pokok yang dihadapi adalah: (i) belum harmonisnya antar peraturan di tingkat pusat, dan belum sinkronnya antara peraturan pusat dengan daerah yang menghambat upaya penyederhanaan dan percepatan proses perijinan investasi; (ii) masih banyaknya pungutan dan retribusi yang membebani pengusaha yang berdampak pada kurang kondusifnya iklim investasi di Indonesia; dan (iii) masih banyaknya perda bermasalah di daerah, dan (iv) masalah ketenagakerjaan yang menyebabkan kurang kompetensinya pasar tenaga Indonesia. Sementara itu, kebutuhan mendasar yang perlu segera dipenuhi terutama infrastruktur dan energi untuk memperlancar arus barang dan orang, memperbaiki dan memperlancar sistem distribusi, serta meningkatkan produktivitas.

Sasaran pertumbuhan investasi dalam tahun 2012 adalah 11,5 persen. Khusus untuk investasi sektor nonmigas, PMDN diharapkan akan mencapai Rp 79,4 triliun dan PMA USD 22,7 miliar.

Page 21: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-21

3.2.2. Ekspor

Permasalahan dan tantangan pokok yang dihadapi di bidang perdagangan luar negeri adalah semakin tingginya tingkat persaingan produk ekspor nonmigas – terutama produk manufaktur – di pasar global; karena proses produksi di negara pesaing yang lebih efisien dengan produk yang lebih beragam. Selain itu, proses penyeimbangan perdagangan global (global trade rebalancing) ke depan diperkirakan akan terus berlanjut sehingga berakibat pada menurunnya impor negara-negara maju –terutama Amerika Serikat—yang berpotensi menyebabkan turunnya permintaan Amerika terhadap produk ekspor Indonesia. Dengan demikian, tantangan ke depan adalah perlunya upaya untuk menerobos pasar ekspor lainnya yang lebih prospektif.

Selain itu, kontribusi ekspor produk sektor industri (bernilai tambah tinggi) cenderung menurun dalam lima tahun terakhir, dimana pada tahun 2010 kontribusinya terhadap total ekspor hanya sebesar 62,1 persen sedangkan di tahun 2007 mencapai 67,0 persen. Di lain pihak, peran ekspor produk pertambangan terus meningkat hingga mencapai 16,9 persen di tahun 2010, dari yang sebesar 10,4 persen di tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor komoditas pertambangan, yang pada dasarnya hanya mengandalkan sumber daya alam dengan nilai tambah rendah, meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor produk manufaktur. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain adalah: (i) menurunnya daya saing ekspor produk manufaktur Indonesia di pasar global karena semakin banyaknya negara pesaing (terutama dari negara berkembang) yang memasarkan produk sejenis, (ii) meningkatnya hambatan non tarif yang ditandai dengan besarnya perhatian negara pengimpor terhadap penerapan standar lingkungan dan standar kesehatan, dilain pihak beberapa produk manufaktur Indonesia belum sepenuhnya dapat memenuhi kualifikasi yang disyaratkan; serta (iii) kurangnya informasi akses pasar, sehingga para eksportir belum dapat memanfaatkan peluangnya secara optimal.

GAMBAR 3.5 KONTRIBUSI EKSPOR BERDASARKAN SEKTOR

Sumber: BPS (diolah)

Sasaran pembangunan bidang perdagangan luar negeri tahun 2012 adalah meningkatnya ekspor nonmigas sebesar 13,5 persen.

Page 22: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-22 RKP 2012

3.2.3. Pariwisata

Pembangunan kepariwisataan nasional telah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, namun pertumbuhan kunjungan wisman belum mencapai pertumbuhan tertinggi seperti pertumbuhan pada periode 2003-2004 (sebesar 19,1 persen).

GAMBAR 3.6 PERKEMBANGAN KUNJUNGAN WISMAN

GAMBAR 3.7 PERBANDINGAN KUNJUNGAN WISMAN ANTARNEGARA ASEAN

TAHUN 2006—2009

Page 23: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-23

Disamping itu, jumlah kunjungan wisman yang masih jauh tertinggal di bawah negara-negara lain di ASEAN seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura. Hal ini menunjukkan bahwa daya saing kepariwisataan Indonesia masih rendah. Oleh karena itu, berbagai permasalahan yang harus dipecahkan dan dihadapi pada tahun 2012 dalam pembangunan kepariwisataan antara lain adalah:

1. Destinasi pariwisata belum sepenuhnya siap bersaing di pasar global, yang disebabkan antara lain oleh:

(i) belum efektifnya kebijakan pemerintah dalam menciptakan iklim usaha dan investasi di bidang pariwisata;

(ii) belum optimalnya kemitraan dan kerja sama antara pemerintah dan swasta termasuk masyarakat (public and private partnership);

(iii) belum optimalnya pengelolaan destinasi pariwisata yang berbasis pada pengembangan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development);

(iv) belum memadainya sarana dan prasarana pendukung pariwisata, seperti transportasi darat, laut dan udara, dan ketersediaan fasilitas umum; dan

(v) belum meratanya pembangunan pariwisata terutama antara kawasan Indonesia Barat dan Timur;

2. Pelaksanaan promosi dan pemasaran pariwisata yang belum efektif, yang disebabkan antara lain oleh:

(i) belum optimalnya pemanfaatan media massa, elektronik, media cetak dan teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology/ICT) sebagai sarana promosi pariwisata di dalam dan di luar negeri, yang didukung oleh ketersediaan informasi dan basis data pariwisata yang memadai; dan

(ii) belum optimalnya kemitraan antar pelaku pariwisata dalam melakukan promosi pariwisata; dan

3. Daya saing sumber daya pariwisata masih rendahyang disebabkan antara lain oleh:

(iii) masih terbatasnya jumlah, jenis, kualitas dan sebaran SDM di bidang pariwisata; dan

(iv) belum optimalnya kapasitas dan kualitas penelitian dan pengembangan di bidang pariwisata.

Di samping itu, pembangunan pariwisata juga masih menghadapi tantangan, antara lain:

1. Menciptakan iklim usaha dan investasi pariwisata yang kondusif;

2. Meningkatkan kemitraan pemerintah, swasta dan masyarakat (public private partnership) dan kerjasama lintas bidang dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan yang berbasis pada ilmu pengetahuan, teknologi dan jasa;

3. Meningkatkan promosi dan pemasaran berbasis teknologi informasi dan teknologi;

Page 24: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-24 RKP 2012

4. Meningkatkan profesionalisme dan kemampuan (skill) SDM di bidang pariwisata dalam menghadapi persaingan global dan liberalisasi tenaga kerja sehingga mampu meningkatkan pelayanan prima kepada wisatawan.

Dengan berbagai kebijakan yang ditempuh untuk memecahkan masalah dan menghadapi tantangan, sasaran pembangunan kepariwisataan tahun 2012 adalah: 1. Meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara menjadi 7,5 juta orang dan jumlah

perjalanan wisatawan nusantara menjadi 245 juta perjalanan; 2. Meningkatnya kontribusi pariwisata terhadap penyerapan tenaga kerja nasional

menjadi 8,50 juta orang; 3. Meningkatnya kontribusi pariwisata terhadap PDB menjadi sebesar 5,10 persen; 4. Meningkatnya nilai investasi terhadap nilai investasi nasional menjadi 5,76 persen; 5. Meningkatnya perolehan devisa yang diperoleh dari kunjungan wisman menjadi USD

7,65 miliar; dan 6. Meningkatnya pengeluaran wisatawan nusantara menjadi sebesar Rp. 171,00 triliun.

3.2.4. Daya Beli Masyarakat

Daya beli masyarakat perlu terus dijaga agar tetap meningkat sehingga tetap dapat menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Daya beli masyarakat akan dijaga melalui: (i) peningkatan stabilitas harga; (ii) peningkatan ketersediaan barang terutama bahan pokok; serta (iii) penguatan perdagangan dalam negeri yang berkesinambungan untuk mendorong transaksi perdagangan domestik dan meningkatkan kesempatan berusaha. Oleh sebab itu, permasalahan utama yang perlu dipecahkan adalah: pertama, belum optimalnya upaya untuk meningkatkan sistem logistik nasional, sehingga menyebabkan biaya distribusi barang yang cukup tinggi dan terganggunya ketersediaan bahan pokok pada waktu-waktu tertentu; kedua, masih perlunya upaya penguatan pasar domestik dan peningkatan efisiensi pasar komoditas; serta ketiga, masih perlunya upaya untuk terus meningkatkan efektivitas pengawasan, untuk dapat memberikan iklim yang kondusif bagi pengembangan bisnis dan meningkatkan perlindungan terhadap konsumen.

Sasaran yang akan dicapai dalam peningkatan daya beli masyarakat pada tahun 2012 adalah:

1. Menjaga stabilitas harga dengan mengupayakan menjaga tingkat inflasi sebesar 5,5 persen;

2. Meningkatnya pertumbuhan PDB sub sektor perdagangan sebesar 7,5 persen;

3. Meningkatnya efektivitas pengawasan dan iklim usaha perdagangan.

3.2.5. Keuangan Negara

Dilihat dari pencapaian kinerja pembangunan bidang Keuangan Negara di tahun 2010 dan perkiraan pencapaian tahun 2011, permasalahan yang diperkirakan masih akan dihadapi dalam pengelolaan APBN yang berlanjutan antara lain adalah sebagai berikut:

Pertama, yang terkait dengan pendapatan Negara. Pendapatan negara bersumber dari penerimaan perpajakan, penerimaan bea dan cukai, serta Penerimaan Negara Bukan

Page 25: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-25

Pajak (PNBP). Dari sisi penerimaan perpajakan, salah satu permasalahan yang dihadapi adalah realisasi penerimaan yang masih di bawah potensi penerimaannya sehingga coverage ratio-nya masih rendah. Kondisi ini disebabkan oleh: (1) belum optimalnya kualitas pelayanan perpajakan secara merata di seluruh wilayah Indonesia; (2) belum optimalnya pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung pelayanan dan peningkatan kepatuhan wajib pajak; serta (3) masih rendahnya kualitas SDM yang memenuhi harapan organisasi dan masyarakat.

Dari sisi kepabeanan dan cukai permasalahan utama yang dihadapi adalah: (1) belum optimalnya sistem dan prosedur pelayanan kepabeanan dan cukai; (2) belum efektifnya sistem pengawasan kepabeanan dan cukai; serta (3) belum memadainya sarana dan prasarana dalam rangka mendukung sistem pelayanan dan pengawasan kepabeanan dan cukai.

Sementara itu, dari sisi PNBP permasalahan utama yang masih dihadapi ke depan adalah: (1) adanya kecenderungan penurunan produksi minyak bumi yang disebabkan, terutama, oleh faktor alam dan rendahnya investasi baru migas; (2) masih tingginya kegiatan pembalakan liar (illegal logging) yang mengakibatkan penurunan potensi PNBP kehutanan; serta (3) masih tingginya risiko tidak tercapainya penerimaan atas laba BUMN, terutama karena faktor kinerja BUMN dan makroekonomi;

Kedua, terkait dengan belanja Negara, permasalahan utama yang dihadapi adalah: (1) terbatasnya ruang gerak fiskal yang disebabkan oleh komposisi dan struktur belanja negara yang tidak sehat, di antaranya alokasi belanja wajib meliputi belanja pegawai, subsidi, dan pembayaran bunga utang lebih besar jika dibandingkan dengan belanja untuk investasi; (2) belum optimalnya pelaksanaan sistem pengelolaan belanja negara, seperti yang diamanatkan dalam UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang diantaranya meliputi sistem penganggaran terpadu (unified budget), anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting), dan kerangka pengeluaran dalam jangka menengah (medium term expenditure framework); serta (3) masih rendahnya efektivitas dan efisiensi pengeluaran negara sebagai dampak dari (a) belum sinkronnya dana desentralisasi dengan dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan, terutama dalam hal akuntabilitas pengelolaannya; dan (b) belum adanya sinergi antara program nasional dan kebijakan di daerah menjadikan pengeluaran APBD dan pengeluaran APBN untuk daerah tidak efektif.

Ketiga, terkait dengan pembiayaan APBN, permasalahan dihadapi oleh pembiayaan APBN yang bersumber, baik dari dalam maupun luar negeri. Beberapa permasalahan utama di bidang pembiayaan APBN dalam negeri adalah: (1) belum optimalnya pengelolaan portofolio Surat Berharga Negara (SBN); (2)belum optimalnya pasar dan infrastruktur SBN; serta (3) masih lemahnya koordinasi pengelolaan SBN.

Sementara itu, permasalahan utama yang dihadapi dalam pembiayaan luar negeri adalah: (1) tingginya beban pembayaran cicilan pokok utang dan bunga utang pemerintah; (2) belum optimalnya efisiensi dan efektivitas pemanfaatan utang luar negeri yang berdampak terhadap meningkatnya beban commitment fee akibat dari keterlambatan pemenuhan persyaratan pemberi pinjaman (lender), khususnya pada utang baru.

Keempat, terkait dengan perbendaharaan Negara, beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian ke depan adalah: (1) penyiapan berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perbendaharaan; (2) masih terdapat rekening pemerintah di berbagai kementerian negara/lembaga yang keberadaannya tidak mencerminkan

Page 26: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-26 RKP 2012

praktik yang sehat dalam pengelolaan keuangan negara; (3) pelaksanaan pengelolaan kas (cash management) yang belum dapat dilaksanakan secara optimal, khususnya terkait dengan pelaksanaan kas (cash forecasting) dan pemanfaatan dana pemerintah yang menganggur (idle cash); (4) masih terdapat BUMN/BUMD serta pemerintah daerah yang kesulitan melunasi kewajibannya kepada pemerintah pusat atas pemberian penerusan pinjaman yang dananya bersumber dari penerusan pinjaman/SLA, Rekening Dana Investasi/RDI dan rekening pembangunan daerah; (5) peningkatan efisiensi belanja barang/jasa pemerintah; serta (6) ketimpangan dan ketidakseragaman penggunaan sarana dan prasarana antar kantor vertikal.

Kelima, terkait dengan pengeloaan barang milik Negara, beberapa permasalahan utama yang dihadapi adalah sebagai berikut: (1) belum tersedianya peraturan perundang-undangan secara lengkap terkait dengan pengelolaan kekayaan negara, termasuk penatausahaan kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN dan BHMN; (2) belum optimalnya pengamanan Barang Milik Negara (BMN), baik secara administratif, hukum, dan fisik; (3) belum optimalnya pemanfaatan BMN sesuai prinsip The Highest and Best Use; serta (4) masih lemahnya koordinasi antara kementerian dan lembaga terkait dengan penilaian barang milik negara;

Bertolak dari berbagai permasalahan yang ada dan berbagai hal yang ingin dicapai dalam tahun 2012, sasaran sektor keuangan negara pada tahun 2012 adalah sebagai berikut. Pertama, menciptakan dan memantapkan stabilitas ekonomi terhadap kemungkinan timbulnya gejolak ekonomi, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam negeri. Kedua, memberikan dorongan terhadap percepatan dan perluasan pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal. Ketiga, meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja negara. Keempat, meningkatkan daya guna dan hasil guna pengelolaan kekayaan negara, serta optimalisasi pengamanan BMN, baik secara administrasi, hukum, maupun fisik

3.2.6. Stabilitas Harga dan Nilai Tukar

Dari sisi eksternal, membaiknya perekonomian dunia selain akan meningkatkan permintaan barang dan jasa sehingga mendorong perdagangan internasional, juga akan mengalirkan likuiditas perekonomian ke segenap penjuru dunia, khususnya ke emerging economies. Hal ini pada gilirannya akan memberikan tekanan terhadap inflasi dan nilai tukar berbagai negara. Dalam hal stabilitas nilai tukar Rupiah, fleksibilitas nilai tukar sebagai salah satu syarat penerapan kerangka pencapaian sasaran inflasi (Inflation Targeting Framework – ITF) berpotensi mendorong gejolak nilai tukar Rupiah dalam sistem devisa bebas sehingga dapat mendorong kenaikan harga barang-barang yang diimport (imported inflation) dan mempengaruhi stabilitas sektor keuangan.

Sementara itu maraknya aksi protes terhadap pemerintahan di kawasan Timur-Tengah dan Afrika Utara (MENA) sebagai pemasok 36 persen minyak dunia telah mendorong kenaikan harga minyak dunia. Oleh Badan Informasi Energi AS (US-EIA) harga minyak mentah WTI (West Texas Intermediate) pada tahun 2011 diprediksi bisa mencapai USD 101,77/barrel. Hal ini akan mendorong peningkatan risiko fiskal (fiscal risk) Pemerintah dan memberikan tekanan kepada keberlanjutannya (fiscal sustainability) serta mendorong inflasi dari komponen harga barang yang diatur oleh Pemerintah (administered proces) yang pada gilirannya akan memicu harga-harga barang/jasa lainnya. Faktor lain

Page 27: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-27

yang perlu dicermati adalah perubahan iklim global yang dapat memicu munculnya cuaca ekstrim seperti La-Nina dan El-Nino sehingga berpotensi menimbulkan gangguan dari sisi pasokan/produksi di negara2 pengekspor bahan pangan, terutama yang masih diimpor Indonesia seperti beras, gandum dan kedelai.

Dari sisi domestik, permasalahan dan tantangan stabilitas harga adalah meningkatkan penyediaan bahan pokok kebutuhan masyarakat dengan meningkatkan produksi seiring dengan upaya-upaya percepatan dan perluasan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu sistem distribusi perlu disempurnakan dan didukung oleh sistem logistik yang handal, yang antara lain mencakup sub-sistem transportasi/perhubungan, infrastruktur dan sistem pelayanan pelabuhan/kepabeanan. Perkembangan harga bahan pokok yang berfluktuasi memerlukan pemantauan dan evaluasi secara cepat dan seksama, di dukung oleh pemantapan sistem distribusi yang tersebar di berbagai daerah serta intervensi (operasi pasar) yang tepat waktu dan terukur. Terjaganya harga bahan pokok diharapkan dapat mengendalikan laju inflasi. Penyesuaian harga barang dan jasa yang diatur Pemerintah (administered prices) perlu dikelola secara berhati-hati dan tepat waktu (time consistent) agar tidak menimbulkan lonjakan inflasi yang berarti seperti rencana kebijakan pengaturan BBM bersubsidi. Selain itu, faktor lingkungan dan kelembagaan usaha yang menciptakan ekonomi biaya tinggi seperti belum optimalnya layanan birokrasi pemerintah serta banyaknya pungutan/ retribusi baik di tingkat pusat maupun daerah (provinsi dan kabupaten/kota) juga berpotensi meningkatkan inflasi.

Terjaganya laju inflasi, diharapkan dapat mendorong suku bunga perbankan tetap kondusif sesuai dengan dengan kondisi perekonomian. Meskipun demikian, luasnya wilayah negara yang berbentuk kepulauan, masih terbatasnya prasarana (infrastruktur) dan sarana perhubungan serta struktur pasar beberapa komoditas pangan pokok yang lebih bersifat oligipoli, diperkirakan masih menjadi faktor penghambat penurunan inflasi agar sesuai dengan sasaran yang ditetapkan serta bisa setara dengan inflasi di negara-negara tetangga sehingga produk/perusahaan Indonesia lebih kompetitif. Selain itu, anomali iklim dan cuaca, serta potensi bencana alam/banjir berpotensi mempengaruhi produksi/pasokan dan transportasi bahan pangan pokok, sehingga mendorong inflasi terutama inflasi dari bahan pangan yang harganya mudah bergejolak (volatile food prices).

3.2.7. Sektor Keuangan

Kondisi stabilitas dan kinerja sektor keuangan memang relatif baik. Namun demikian, terdapat beberapa tantangan yang harus dapat disikapi guna lebih mengoptimalkan peran sektor keuangan bagi pembiayaan pembangunan tanpa harus mengesampingkan prinsip-prinsip kehati-hatian.

Tingginya nilai pinjaman yang telah disetujui namun belum dicairkan (undisbursed loan) pada industri perbankan merupakan salah satu faktor yang harus diwaspadai. Dari total penyaluran kredit perbankan yang mencapai 1.776 triliun per Desember 2010, lebih dari 30% atau mencapai lebih dari Rp. 500 triliun, merupakan porsi kredit belum cair. Dengan demikian, terlihat bahwa terdapat sejumlah dana yang besar pada industri perbankan yang dapat digunakan sebagai sumber pembiayaan sektor-sektor produktif namun belum dimanfaatkan. Hal tersebut juga tercermin dari rasio kredit terhadap PDB sebesar 28,4 persen pada tahun 2010, sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 26,7 persen. Namun, apabila dibandingkan dengan periode sebelum krisis

Page 28: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-28 RKP 2012

moneter 1997/98, rasio tersebut masih rendah, tercatat pada periode 1994-1996 rasio kredit terhadap PDB adalah sekitar 50 - 55 persen.

Tantangan lain yang dihadapi sektor perbankan adalah terkait dengan efisiensi. Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) dan selisih antara suku bunga kredit dan simpanan (interest margin) masih tinggi dibandingkan dengan negara sekawasan. Tercatat BOPO bank umum sebesar 86,1 persen dan interest margin sebesar 5,7 persen, sementara Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina berkisar antara 32,7 persen – 73,1 persen untuk BOPO dan 2,3 persen – 4,5 persen untuk interest margin.

Di sisi lembaga keuangan non bank (LKNB), tantangan yang cukup besar adalah memperkuat daya saing LKNB dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi. Pemantauan dan antisipasi terhadap perkembangan lingkungan eksternal tetap perlu dilakukan terutama dengan adanya tuntutan globalisasi dan perkembangan ekonomi dunia. Tuntutan globalisasi menghendaki adanya perbaikan-perbaikan fundamental pada sektor keuangan, termasuk LKNB agar mampu bersaing pada tataran regional maupun internasional.

Dengan melihat kondisi yang ada, diperkirakan ketahanan sektor perbankan masih cukup memadai. Rasio CAR pada tahun 2012 diperkirakan tetap stabil. Terkait dengan fungsi intermediasi perbankan, pertumbuhan kredit pada tahun 2012 diperkirakan akan mencapai sekitar 20,0 persen per tahun.

3.2.8. Industri dan BUMN

Di sisi sektor riil, pembangunan sektor industri dihadapkan pada permasalahan yang ada dalam sektor itu sendiri (masalah internal) dan permasalahan yang berada di luar sektor industri (masalah eksternal). Permasalahan internal industri secara umum dibagi dalam tiga kelompok masalah.

Masalah pertama adalah populasi usaha industri, postur populasi industri kurang kuat karena industri berskala besar dan sedang kurang dari 1 persen, padahal usaha industri inilah yang berpotensi mampu memberikan kehidupan kerja yang baik bagi tenaga kerjanya. Masalah kedua menyangkut struktur industri nasional yang belum kokoh dilihat dari (1) penguasaan usaha/pasar; (2) keterkaitan antara industri besar dengan industri kecil dan menegah (IKM); dan (3) keterkaitan hulu-hilir. Masalah ketiga menyangkut produktivitas, yaitu besarnya nilai tambah yang diciptakan oleh setiap tenaga kerja di industri yang masih rendah.

Sementara itu, permasalahan eksternal industri mencakup: (1) ketersediaan dan kualitas infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik, pasokan gas) yang belum memadai; (2) pengawasan barang-barang impor yang belum mampu menghentikan peredaran barang impor ilegal di pasar domestik; (3) hubungan industrial dalam perburuhan belum terbangun dengan baik; (4) masalah kepastian hukum; dan (5) suku bunga perbankan yang masih tinggi.

Di samping permasalahan tersebut, industri nasional menghadapi tantangan dari produk-produk luar negeri yang semakin bebas masuk ke pasar domestik. Untuk itu diperlukan upaya menyeluruh untuk mengamankan pasar dalam negeri dari serbuan produk-produk yang ilegal dan yang tidak memenuhi standar, serta upaya untuk

Page 29: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-29

membantu industri nasional meningkatkan daya saingnya baik dari segi harga maupun kualitas.

Dengan mempertimbangkan permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta kesempatan yang ada, maka sasaran pertumbuhan industri pengolahan non migas tahun 2012 adalah 6,7 persen. Dari sisi BUMN, secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pembinaan dan pengawasannya adalah sebagai berikut:

1. Persaingan usaha yang makin ketat akibat makin terbukanya perdagangan internasional;

2. Pelaksanaan otonomi daerah yang sering tidak kondusif bagi pengembangan usaha;

3. Pelaksanaan tata kelola yang baik (good governance) di BUMN-BUMN yang masih perlu ditingkatkan;

4. Masih terdapat peraturan perundang-undangan yang kurang bersahabat dengan prinsip-prinsip tata kelola maupun pelaksanaan operasional BUMN.

Sedangkan tantangannya adalah meningkatkan peran BUMN dalam menggerakkan perekonomian nasional khususnya dalam penyediaan lapangan kerja baru. Pada tahun 2012 nilai kapitalisasi pasar BUMN ditargetkan untuk meningkat diantaranya melalui beberapa rencana right issue dan initial public offering sebagai alternatif peningkatan modal BUMN untuk meningkatkan kapasitas perusahaan dan penciptaan lapangan kerja baru.

3.2.9. Ketenagakerjaan

Dari pencapaian kinerja pembangunan ketenagakerjaan dan perkiraan pencapaian tahun 2011, persoalan yang mendesak harus ditangani adalah sebagai berikut: Pertama, masih rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja sehingga menyebabkan tenaga kerja masih memiliki produktivitas rendah dan kurang memiliki daya saing. Produktivitas tenaga kerja di Indonesia masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya. Kedua, belum memadainya keterampilan dan kompetensi tenaga kerja, sehingga masih banyak tenaga kerja yang masuk ke pasar kerja belum memiliki kompetensi sesuai kebutuhan pasar kerja dan kurang memiliki posisi tawar yang baik. Ketiga, masih terbatasnya akses informasi pasar kerja baik pasar kerja dalam negeri maupun luar negeri. Keempat, masih rendahnya kualitas pelayanan dan perlindungan bagi TKI, yang antara lain ditunjukkan oleh keterbatasan akses informasi mengenai prosedur bekerja di luar negeri, mahalnya biaya persiapan keberangkatan, masih maraknya praktek percaloan, pemalsuan dokumen, dan penempatan ilegal di luar negeri, masih rendahnya pengetahuan dan kompetensi calon TKI, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan jumlah TKI yang menghadapi masalah saat bekerja di luar negeri masih tinggi. Penanganan TKI bermasalah ini menimbulkan biaya tinggi bagi Pemerintah.

Sasaran yang akan dicapai pada tahun 2012 adalah sebagai berikut: Pertama, meningkatnya produktivitas tenaga kerja melalui pendidikan dan pelatihan yang sesuai kebutuhan pasar kerja. Kedua, meningkatnya kemudahan akses informasi pasar kerja untuk mempertemukan pencari kerja dengan pemberi kerja di daerah. Ketiga, meningkatnya pelayanan dan perlindungan kepada TKI yang ditunjukkan dengan: (a) Terselenggaranya sistem informasi layanan TKI (SIM TKI) yang mengintegrasikan sistem

Page 30: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-30 RKP 2012

informasi yang dimiliki oleh K/L terkait yang mendukung pelayanan dan perlindungan TKI; (b) Tertanganinya seluruh pengaduan yang diterima oleh hotline service dalam waktu 2x24 jam; (c) Terwujudnya pos pelayanan TKI di kecamatan di daerah-daerah kantong TKI; dan (d) Terlaksananya revisi UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

3.2.10. Koperasi dan UMKM

Koperasi dan UMKM masih menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan terutama dalam hal iklim usaha dan permodalan. Permasalahan yang terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif, antara lain (1) ketidakpastian dalam lokasi usaha; (2) kesulitan dalam memproses perijinan usaha; (3) persaingan usaha yang semakin meningkat; dan (4) tingginya biaya transaksi akibat berbagai pungutan tidak resmi. Ketersediaan aparat dengan kapasitas yang memadai untuk membina dan memfasilitasi kebutuhan pengembangan koperasi dan UMKM di daerah juga masih terbatas, sehingga perkembangan koperasi dan UMKM di daerah belum optimal. Di sisi lain, program dan kegiatan pemberdayaan koperasi dan UMKM uang dilaksanakan oleh berbagai Kementerian/Lembaga masih perlu diingkatkan koordinasi dan sinerginya.

Permasalahan yang terkait dengan permodalan adalah keterbatasan akses koperasi dan UMKM kepada sumber daya produktif terutama masalahpermodalan. Masalah ini disebabkan sebagian besar UMKM masih beroperasi secara informal (tidak berbadan hukum) dengan kapasitas pengelolaan usaha dan kepemilikan aset yang terbatas. Kondisi UMKM tersebut menyebabkan perbankan masih memandang penyediaan pembiayaan bagi UMKM memiliki resiko yang tinggi. Pemerintah telah berupaya mengatasi masalah ini melalui Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang menjangkau UMKM yang usahanya layak (feasible), namun belum bankable. Sementara itu sebagian besar UMKM lainnya belum dapat menjangkau sumber permodalan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, khususnya untuk usaha baru dan usaha mikro yang belum feasible.

Koperasi dan UMKM juga menghadapi masalah rendahnya kualitas produk dan terbatasnya akses pemasaran. UMKM pada umumnya memiliki kapasitas yang terbatas dalam mengembangkan sumber daya lokal untuk menjadi sumber penghidupan yang layak. Hal ini disebabkan UMKM di satu wilayah produksi belum terintegrasi dalam sistem produksi yang efisien dengan skala yang memadai. Keterbatasan dalam pendampingan produksi dan pemasaran juga menjadi kendala bagi UMKM dalam berinovasi, menerapkan teknologi, serta meningkatkan diversifikasi dan kualitas produknya. Kurangnya informasi pasar dan akses kepada sarana pemasaran juga menjadi kendala bagi UMKM untuk dapat berproduksi secara berkelanjutan. Koperasi sebenarnya memiliki potensi untuk mengatasi permasalahan produksi dan pemasaran tersebut. Namun kapasitas dan pengelolaan koperasi pada umumnya belum mampu mendukung pengembangan skala produksi, efisiensi usaha, serta perluasan pemasaran produk UMKM.

Sebagian kendala yang dihadapi oleh koperasi dan UMKM juga berkaitan dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM). Perkembangan jumlah koperasi dan UMKM belum disertai dengan perbaikan kapasitas dan kualitas pengelolaan usaha, serta keterampilan yang memadai. Hal ini ditunjukkan oleh kesenjangan produktivitas usaha per tenaga kerja yang cukup besar pada tahun 2009 (harga konstan) antara UMKM (Rp. 12,63 juta) dan usaha besar (Rp. 319,13 juta). UMKM juga memiliki tingkat kewirausahaan yang

Page 31: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-31

rendah sehingga tidak memiliki kapasitas, kecakapan, dan kreativitas untuk menemukenali, menilai, dan memanfaatkan peluang usaha untuk menghasilkan keuntungan. Berwirausaha juga belum menjadi pilihan berprofesi di kalangan masyarakat atau kelompok pencari kerja.

Permasalahan yang terakhir berkaitan dengan kualitas kelembagaan koperasi yang belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Jumlah koperasi aktif dan jumlah koperasi yang menjalankan RAT memang mengalami peningkatan. Namun proporsi koperasi aktif hanya sebesar 70,7 persen dari total jumlah koperasi yang ada, sedangkan proporsi koperasi aktif yang menjalankan RAT hanya mencapai 48,59 dari total koperasi aktif. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemahaman tentang berkoperasi, serta partisipasi anggota koperasi untuk memajukan usaha koperasi masih rendah. Selain itu pemasyarakatan informasi tentang praktek-praktek berkoperasi yang benar masih kurang intensif, sehingga minat masyarakat untuk memilih koperasi sebagai bentuk lembaga ekonomi lokal untuk mewadahi dan memfasilitasi usaha ekonomi produktif masih rendah.

Upaya-upaya yang akan dilaksanakan pada tahun 2012 dalam rangka menangani permasalahan dan tantangan tersebut diarahkan untuk mencapai sasaran-sasaran: (a) peningkatan produktivitas UMKM sebesar 5 persen; (b) penyerapan tenaga kerja sebesar 2 persen; (c) peningkatan sumbangan UMKM pada pembentukan PDB sebesar 6 persen; (c) peningkatan ekspor produk UMKM sebesar 15 persen; (d) peningkatan nilai investasi UMKM sebesar 25 persen; (d) peningkatan proporsi jumlah koperasi aktif menjadi 75 persen dari total koperasi; (e) peningkatan proporsi jumlah koperasi yang melaksanakan rapat anggota tahunan menjadi 50 persen dari koperasi aktif; dan (f) peningkatan volume usaha koperasi sebesar 20 persen.

3.2.11. Jaminan Sosial

Dalam pelaksanaan pembangunan jaminan sosial, masih terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi. Penataan kelembagaan masih menemui hambatan karena belum disepakatinya penyesuaian bentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Selain itu, pelaksanaan Jamkesmas masih belum sepenuhnya sesuai dengan amanat UU SJSN. Beberapa penyesuaian yang harus dilaksanakan adalah: (1) menyerahkan pelaksanaan Jamkesmas sepenuhnya pada BPJS; dan (2) menyesuaikan paket manfaat Jamkesmas agar lebih realistis dan terkendali. Saat ini usaha memperluas keanggotaan asuransi sosial juga masih terhambat oleh proporsi pekerja sektor informal yang mencapai 70 persen dari perekonomian Indonesia.

Salah satu hal penting yang menentukan keberhasilan pelaksanaan jaminan sosial adalah pengenalan asuransi kesehatan yang terintegrasi dan dikelola secara luas (publicly managed). Upaya tersebut juga harus diiringi dengan pelaksanaan strategi pemasaran sosial dan pendidikan masyarakat yang efektif dalam memperkenalkan konsep asuransi. Perbaikan manajemen juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap BPJS.

Merujuk pada dokumen RPJMN 2010-2014 dan menyesuaikan dengan perkembangan terakhir, maka beberapa sasaran prioritas pada tahun 2012 adalah:

Page 32: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-32 RKP 2012

1. Pelaksanaan Road Map Jaminan Kesehatan untuk meningkatkan cakupan kepesertaan jaminan kesehatan dalam rangka pencapaian cakupan semesta (universal coverage) jaminan kesehatan pada tahun 2014;

2. Tersedianya strategi dalam pengembangan kepesertaan jaminan kesehatan untuk pekerja sektor informal;

3. Penyelesaian pendataan sekaligus penyiapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk mempermudah pencapaian cakupan semesta (universal coverage);

4. Tersusunnya Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Pengelolaan dan Pengembangan Dana Jaminan Sosial;

5. Penyesuaian PP Kepesertaan dengan regulasi dan peraturan Jamsostek;

6. Tersusunnya perangkat hukum sebagai dasar pelaksanaan SJSN yang mencakup UU BPJS, PP PBI, dan PerPres Jaminan Kesehatan;

7. Tersusunnya studi atau kajian mengenai Unit Permodelan Keuangan Sistem Jaminan Sosial Nasional untuk memperkuat pelaksanaan SJSN;

8. Tercapainya pemahaman masyarakat tentang SJSN.

3.3. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2012

3.3.1. Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan adalah elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi menggambarkan terjadinya peningkatan dan perluasan kegiatan ekonomi suatu negara. Peningkatan tersebut akan memperluas terbukanya kesempatan kerja baru bagi rakyat. Disamping itu, pertumbuhan ekonomi yang positif memungkinkan suatu negara untuk meningkatkan kemampuannya dalam melakukan akumulasi modal (baik fisik maupun modal sumber daya manusia) dan memacu inovasi teknologi yang kemudian akan berdampak pada peningkatan produktivitas. Terbukanya lapangan pekerjaan baru dan peningkatan produktivitas pada akhirnya berimplikasi positif pada penghasilan yang diterima rakyat. Apabila hal ini berkelanjutan, tingkat kesejahteraan rakyat akan meningkat.

Upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan melalui dua sisi, yakni sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan terdapat empat komponen utama yang perlu mendapatkan perhatian. Pertama adalah investasi yang memegang peran penting bagi pertumbuhan ekonomi karena akan menciptakan akumulasi modal yang dapat mendorong peningkatan produktivitas. Kebutuhan investasi masih belum mampu dibiayai sepenuhnya oleh penanaman modal dalam negeri sehingga usaha untuk menarik investasi asing agar masuk ke Indonesia masih harus terus dilakukan, terutama melalui upaya perbaikan iklim investasi yang terus-menerus. Selain itu, investasi masih terpusat pada daerah dan industri tertentu. Dengan demikian, langkah kebijakan diversifikasi dan penyebaran investasi harus secara intensif dilakukan, disesuaikan dengan karakter/sifat industri dan potensi atau sumber daya spesifik yang dimiliki daerah.

Kedua adalah ekspor yang juga merupakan sumber bagi pertumbuhan ekonomi. Dari waktu ke waktu kinerja ekspor Indonesia terus menunjukkan perbaikan. Namun,

Page 33: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-33

peningkatan kinerja ekspor pertanian dan pertambangan masih sangat dipengaruhi oleh peningkatan harga di pasar internasional. Seiring dengan peningkatan persaingan di pasar global, peningkatan ekspor akan lebih diutamakan pada produk-produk yang mampu memberikan nilai tambah yang lebih besar, peningkatan diversifikasi pasar tujuan ekspor, dan peningkatan daya saing produk ekspor. Peningkatan daya saing produk ekspor dilakukan dengan menurunkan biaya logistik, meningkatkan ketersediaan infrastruktur, mengurangi pungutan liar, dan menyederhanakan peraturan dan prosedur perizinan, sehingga biaya ekonomi dapat ditekan.

Ketiga, kebijakan menjaga daya beli. Daya beli rakyat akan dapat ditingkatkan apabila pendapatan masyarakat mengalami peningkatan. Selain itu, masyarakat akan merasa sejahtera ketika dapat membeli kebutuhan sehari-hari dengan mudah. Hal ini tidak dapat terjadi apabila harga meningkat tiba-tiba, sementara penghasilannya tetap (daya beli rakyat turun). Oleh karena itu, dalam menjaga daya beli rakyat, salah satu langkah kebijakan yang perlu dilakukan adalah menjaga tingkat inflasi. Untuk itu harus diantisipasi faktor-faktor yang menimbulkan gejolak inflasi, terutama yang terkait dengan proses distribusi dan pergerakan harga di pasar internasional. Apabila daya beli terjaga, tingkat konsumsi rakyat juga akan terjaga, yang kemudian akan mendukung pula terciptanya pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjadi penting, terutama apabila mengingat masih tingginya kontribusi konsumsi rumah tangga bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Keempat, optimalisasi pengeluaran pemerintah dan pengelolaan kekayaan negara. Pengeluaran pemerintah memiliki peran yang tidak kalah penting apabila dibandingkan dengan komponen pertumbuhan ekonomi lainnya, terutama di saat terjadi ancaman krisis ekonomi. Pemberian stimulus fiskal diharapkan mampu mendorong peningkatan permintaan, serta menutupi penurunan permintaan akibat turunnya investasi dan ekspor. Namun, pengeluaran pemerintah juga dibatasi oleh ketersediaan anggaran (resource envelope) yang dimiliki. Apabila pengeluaran terlalu besar, defisit anggaran akan membesar, dan dapat mengancam keberlangsungan kebijakan fiskal ke depan. Di sisi lain, pengeluaran yang terlalu besar juga dapat mengurangi porsi konsumsi dan investasi swasta dalam perekonomian (crowding out effect). Untuk itu, pemerintah perlu meningkatkan optimalisasi pengeluarannya secara efektif dan efisien, yang didukung dengan pengelolaan aset secara akuntabel dan bertanggung jawab melalui pengelolaan kekayaan negara yang andal dan kredibel.

Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi akan diperoleh melalui peningkatan produksi. Sektor yang diharapkan menjadi pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi dari sisi produksi adalah sektor industri manufaktur. Hal ini terjadi karena sektor industri manufaktur dapat memberikan nilai tambah yang besar. Di luar sektor industri manufaktur, masih diandalkan pula sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan dalam mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, sektor-sektor lain juga diharapkan dapat mendukung peningkatan produksi demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Dalam rangka terwujudnya pertumbuhan yang berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2012 diharapkan meningkat rata-rata 6,7 persen per tahun. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ini didukung oleh pertumbuhan investasi sebesar 11,5 persen, pertumbuhan ekspor sebesar 10,2 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,4 persen, dan pertumbuhan konsumsi pemerintah sebesar 6,8 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi ini didukung oleh pertumbuhan sektor pertanian dengan

Page 34: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-34 RKP 2012

rata-rata sebesar 3,2 persen dan pertumbuhan sektor industri pengolahan yang tumbuh rata-rata sebesar 5,6 persen (industri pengolahan non migas sebesar 6,3 persen).

3.3.1.1. Stabilitas Ekonomi yang Kokoh

Terciptanya stabilitas ekonomi makro merupakan kondisi yang tidak kalah pentingnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan prasyarat bagi pertumbunan ekonomi. Perekonomian nasional hanya dapat memberikan kinerja yang baik apabila didukung oleh kestabilan ekonomi yang kokoh. Volatilitas pada harga barang, tingkat suku bunga, tingkat pertumbuhan ekonomi, atau utang pemerintah dapat memberikan gangguan pada perekonomian, terutama sektor swasta, yang membutuhkan kepastian dalam menjalankan usahanya yang pada gilirannya akan memengaruhi kesejahteraan masyarakat.

Dalam rangka menciptakan stabilitas ekonomi yang kokoh stabilitas harga dan stabilitas nilai tukar harus dapat dijaga. Gejolak harga selain mengurangi daya beli masyarakat juga akan menimbulkan ketidakpastian dalam berusaha. Nilai tukar yang befluktuasi juga akan menimbulkan ketidakpastian bagi kinerja sektor perdagangan karena ketika nilai tukar terlalu menguat daya saing ekspor akan menurun dan sebaliknya ketika nilai tukar melemah perekonomian akan terganggu oleh tingginya harga impor. Untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut langkah kebijakan moneter harus dipertajam.

Stabilitas ekonomi juga didukung oleh kebijakan fiskal yang berkelanjutan. Tingkat defisit atau utang yang terlalu tinggi akan meningkatkan ketidakpercayaan swasta kepada pemerintah. Kebijakan anggaran defisit akan mendorong pemerintah untuk mencari sumber pembiayaan, baik luar negeri dalam bentuk pinjaman luar negeri maupun dari pinjaman dalam negeri dalam bentuk penerbitan surat berharga negara (SBN). Dengan kebijakan seperti ini, risiko memegang obligasi negara semakin meningkat yang pada gilirannya mendorong tingginya yield yang harus dibayarkan pemerintah. Bila itu terjadi, stabilitas makroekonomi dapat terganggu. Pengelolaan tingkat defisit anggaran dan utang yang baik (melalui debt switch atau buy back) yang ada dalam kebijakan fiskal dan berkelanjutan menjadi penting dalam menyokong terciptanya stabilitas makroekonomi.

Stabilitas ekonomi juga sangat bergantung pada sektor kebijakan sektor keuangan. Krisis ekonomi Indonesia tahun 1998 berawal dari krisis di sektor keuangan yang selanjutnya memberikan pengaruh buruk pada seluruh bidang pembangunan. Krisis ekonomi dunia yang baru saja terjadi juga dipicu oleh krisis di sektor keuangan. Oleh karena itu, stabilitas sektor keuangan ini harus menjadi fokus utama dalam mendukung stabilitas ekonomi yang kokoh.

Dalam rangka terciptanya stabilitas ekonomi yang kokoh, diupayakan tingkat inflasi dapat dijaga sebesar 5,0-6,0 persen per tahun pada tahun 2012, stabilitas nilai tukar rupiah terjaga, defisit anggaran terjaga pada tingkat 1,4 persen dari PDB dan stok utang pemerintah terhadap PDB menurun menjadi 25,0 persen.

3.3.1.2. Pembangunan Ekonomi yang Inklusif dan Berkeadilan

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabilitas ekonomi akan menjadi kurang berarti apabila hanya dinikmati oleh sebagian kelompok masyarakat. Kondisi seperti ini

Page 35: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-35

menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil rakyat yang menikmati peningkatan kesejahteraan rakyat sehingga tidak sesuai dengan tujuan pembangunan bidang ekonomi. Oleh sebab itu, pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan merupakan elemen penting yang menjamin pengembangan ekonomi dapat dinikmati oleh semua rakyat secara adil.

Pembangunan ekonomi inklusif adalah pembangunan yang memberikan kesempatan pada seluruh anggota masyarakat untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam proses pertumbuhan ekonomi dengan status yang setara, terlepas dari latar belakang mereka. Dengan demikian, pembangunan ekonomi inklusif menciptakan kesempatan bagi semua dan memastikan akses yang sama terhadap kesempatan tersebut.

Pencapaian pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan didukung oleh kebijakan pada sektor tenaga kerja, kemiskinan, dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Di sisi kebijakan tenaga kerja, kebijakan-kebijakan seperti pelatihan, pembekalan, pengembangan sekolah menengah kejuruan (SMK) dapat memberikan tambahan skill bagi tenaga kerja sehingga memudahkan untuk dapat mengisi lowongan kerja yang tersedia. Dengan begitu, semakin banyak orang terlibat dalam proses pembangunan.

Terkait dengan kebijakan pengurangan kemiskinan, pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan memiliki kaitan yang sangat erat. Pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan dapat memiliki dampak positif terhadap agenda pengurangan kemiskinan. Dalam kerangka ekonomi tersebut, masyarakat yang selama ini miskin karena tidak pernah mendapat kesempatan, dapat memanfaatkan kesempatan yang ada untuk keluar dari kemiskinan. Sebaliknya, kebijakan pengurangan kemiskinan melalui pemberian bantuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar (pendidikan dan kesehatan) juga akan memberikan dukungan pada terciptanya pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan.

Di samping kebijakan di ketenagakerjaan dan kebijakan dalam pengurangan kemiskinan, pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan harus didukung oleh kebijakan UKM untuk pengembangan UKM. Dengan keterbatasan sektor formal untuk menampung tenaga kerja, kesempatan bagi mereka yang tidak tertampung untuk turut serta dalam proses pembangunan adalah melalui sektor-sektor informal. Oleh sebab itu, pengembangan UKM penting dilakukan, baik pengembangan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang terkait dengan keterbatasan dana dan peningkatan kemampuan sumber daya SDM dalam bentuk pemberian pelatihan yang memungkinkan UMKM dapat berkembang dengan kemampuannya sendiri.

Dalam rangka terciptanya Pembangunan Ekonomi yang Inklusif dan Berkeadilan, pada tahun 2012 tingkat kemiskinan diharapkan dapat diturunkan menjadi sekitar 11,5 persen, dan tingkat pengangguran dapat diturunkan menjadi 6,4-6,6 persen.

Dalam rangka melaksanakan prioritas pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penciptaan stabilitas yang kokoh serta pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan maka strategi dan arah kebijakan yang akan ditempuh adalah sebagai berikut.

Page 36: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-36 RKP 2012

Page 37: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-37

3.3.2. Peningkatan Investasi

Kebijakan investasi diarahkan untuk meningkatkan iklim investasi yang berdaya saing di seluruh wilayah Indonesia. Strategi untuk mencapai sasaran investasi tahun 2012 antara lain adalah sebagai berikut: (i) penyederhanaan prosedur investasi melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dengan pengembangan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) yang dilakukan secara bertahap di kabupaten/kota, (ii) mendorong pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui penetapan lokasi KEK, (iii) meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) terutama dalam investasi penyediaan infrastruktur dan energi, dan (iv) meningkatkan efektivitas strategi promosi investasi melalui peningkatan investasi unggulan daerah (regional champions) dan pengembangan sektor unggulan seperti infrastruktur, energi dan pangan; dan (v) meningkatkan upaya penyebaran investasi dan alih teknologi melalui akselerasi pemanfaatan berbagai kebijakan berbagai kebijakan fiskal dan non fiskal terkait peningkatan daya tarik investasi yang telah ada serta meningkatkan penggunaan komponen lokal.

Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan di atas, fokus prioritas Peningkatan Investasi pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:

Fokus Prioritas 1 : Fokus Prioritas Peningkatan Harmonisasi Kebijakan dan Penyederhanaan Perijinan Investasi

Fokus Prioritas 2 : Fokus Prioritas Peningkatan Fasilitasi Investasi

3.3.3. Peningkatan Ekspor

Peran ekspor, terutama ekspor nonmigas, dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia diupayakan untuk terus meningkat. Untuk mendorong peningkatan ekspor nonmigas, kebijakan perdagangan luar negeri yang diarahkan pada peningkatan daya saing produk ekspor nonmigas melalui diversifikasi pasar serta peningkatan keberagaman dan kualitas produk, dan didukung pula oleh penguatan perdagangan dalam negeri untuk menjaga kestabilan harga, kelancaran arus barang, serta menciptakan iklim usaha yang sehat.

Strategi yang akan dijalankan untuk mencapai arah kebijakan tersebut diatas adalah sebagai berikut: Pertama, mendorong upaya diversifikasi pasar tujuan ekspor untuk mengurangi tingkat ketergantungan kepada pasar ekspor tertentu; Kedua, meningkatkan keberagaman dan kualitas produk terutama untuk produk-produk manufaktur yang bernilai tambah lebih besar, berbasis pada sumber daya alam, dan permintaan pasarnya besar; Ketiga, meningkatkan kualitas perluasan akses pasar, promosi, dan fasilitasi ekspor non migas di berbagai tujuan pasar ekspor melalui pemanfaatan skema kerjasama perdagangan baik bilateral, regional maupun multilateral; Keempat, mengendalikan impor produk-produk yang berpotensi menurunkan daya saing produk domestik di pasar dalam negeri.

Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan di atas, fokus prioritas Peningkatan Ekspor pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:

Fokus Prioritas 1: Fokus Prioritas Peningkatan Diversifikasi Pasar Tujuan Ekspor

Page 38: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-38 RKP 2012

Fokus Prioritas 2: Fokus Prioritas Peningkatan Kualitas dan Keberagaman Produk Ekspor

Fokus Prioritas 3: Fokus Prioritas Peningkatan Fasilitasi Ekspor

3.3.4. Peningkatan Daya Saing Pariwisata

Pembangunan kepariwisataan yang merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari Prioritas Peningkatan Ekspor diarahkan untuk mendorong peningkatan penerimaan devisa dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteran rakyat, melalui penguatan pariwisata berbasis masyarakat dengan memanfaatkan potensi pariwisata bahari dan budaya, dengan tetap memperhatikan asas manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipasi masyarakat, demokratis, kesetaraan, dan kesatuan, dan berpegang pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, pemanfaatan iptek, dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

Adapun strategi untuk mencapai sasaran pembangunan kepariwisataan pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan destinasi pariwisata melalui penataan dan penguatan manajemen destinasi pariwisata, peningkatan daya tarik wisata bahari dan budaya; mendorong dan memfasilitasi perbaikan dan peningkatan kualitas jaringan prasarana dan sarana pendukung pariwisata; melakukan konsolidasi akses transportasi mancanegara dalam dan luar negeri; meningkatkan daya tarik pariwisata di pulau-pulau terdepan dan wilayah perbatasan yang mempunyai potensi pariwisata; dan mengembangkan desa wisata melalui PNPM Mandiri;

2. Mengembangkan usaha, industri dan investasi pariwisata, terutama yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja antara lain melalui penciptaan iklim yang kondusif dengan penataan kebijakan usaha pariwisata; penyusunan dan penerapan pedoman sertifikasi usaha, pengaturan usaha dan kompetensi tenaga kerja di bidang kepariwisataan;

3. Mengembangkan pemasaran dan promosi pariwisata di dalam dan di luar negeri melalui peningkatan efektifitas pemasaran dan promosi pariwisata terpadu berbasis teknologi informasi dan komunikasi, dan responsif terhadap pasar; pengembangan analisa dan informasi pasar; dan memfasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesia;

4. Mengembangkan sumber daya pariwisata melalui penguatan sumber daya pariwisata dengan mendorong peningkatan kapasitas pemerintah dan pemangku kepentingan pariwisata lokal untuk mencapai tingkat mutu pelayanan dan hospitality management yang kompetitif di kawasan Asia; pengembangan dan penguatan kelembagaan kepariwisataan, dan mendorong peningkatan kualitas penelitian dan pengembangan kepariwisataan.

Kebijakan dan strategi tersebut di atas didukung oleh peningkatan koordinasi lintas sektor pada tataran kebijakan, program, dan kegiatan kepariwisataan, terutama di bidang (a) pelayanan kepabeanan keimigrasian, dan karantina; (b) keamanan dan ketertiban; (c) prasarana umum yang mencakup jalan, air bersih, listrik, telekomunikasi, dan kesehatan

Page 39: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-39

lingkungan; (d) transportasi darat, laut, dan udara; dan (e) bidang promosi dan kerjasama luar negeri; serta koordinasi dan kerja sama dengan pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat.

Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan kepariwisataan tahun 2012, maka fokus prioritas pembangunan kepariwisataan adalah:

Fokus Prioritas 1: Pengembangan Industri Pariwisata

Fokus Prioritas 2: Pengembangan Destinasi Pariwisata

Fokus Prioritas 3: Pengembangan Pemasaran dan Promosi Pariwisata

Fokus Prioritas 4: Pengembangan Sumber Daya Pariwisata

3.3.5. Peningkatan Daya Beli Masyarakat

Upaya meningkatkan daya beli masyarakat ditujukan untuk meningkatkan konsumsi masyarakat. Upaya untuk menjaga dan meningktkan daya beli masyarakat dilaksanakan melalui kebijakan yang diarahkan untuk: (i) menjaga stabilitas harga; (ii) mengadakan berbagai program pemberdayaan masyarakat dan bantuan sosial; (iii) meningkatkan kelancaran arus barang untuk menjaga ketersediaan barang terutama bahan pokok; dan (iv) meningkatkan perdagangan dalam negeri untuk mendorong transaksi perdagangan domestik dan meningkatkan kesempatan berusaha. Penjelasan secara terperinci mengenai upaya menjaga stabilitas harga dapat dilihat pada prioritas bidang stabilitas moneter (harga), sedangkan program pemberdayaan masyarakat dan bantuan sosial dapat dilihat secara lebih terperinci pada Bab I mengenai Pengarusutamaan dan Isu Lintas Bidang.

Upaya untuk menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat dilakukan antara melalui kebijakan perdagangan dalam negeri yang diarahkan pada peningkatan penataan sistem distribusi nasional untuk menjamin kelancaran arus barang dan jasa, kepastian usaha, dan daya saing produk domestik.

Adapun strategi yang akan dilakukan dalam perdagangan dalam negeri pada tahun 2012 adalah: (a) mendorong upaya integrasi perdagangan antar dan intra wilayah, melalui pengembangan jaringan distribusi perdagangan sehingga ketersediaan barang dan kestabilan harga dapat terjaga; (b) meningkatkan iklim usaha perdagangan melalui persaingan usaha yang sehat, pengembangan usaha kecil menengah, peningkatan usaha ritel tradisional dan modern, bisnis waralaba, termasuk pengembangan pola kerja sama yang saling menguntungkan antarpelaku usaha; (c) mendorong pengelolaan transparansi dan risiko harga, antara lain melalui optimalisasi pemanfaatan perdagangan berjangka dan pengelolaan sistem informasi harga; serta (d) meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dengan memaksimalkan potensi pasar domestik dan ekonomi kreatif;

Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan di atas, fokus prioritas Peningkatan Daya Beli Masyarakat pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:

Fokus Prioritas 1: Fokus Prioritas Peningkatan Jaringan Distribusi Untuk Menunjang Pengembangan Logistik Nasional

Fokus Prioritas 2: Fokus Prioritas Penguatan Pasar Domestik dan Efisiensi Pasar Komoditi

Fokus Prioritas 3: Fokus Prioritas Peningkatan Efektivitas Pengawasan dan Iklim Usaha Perdagangan

Page 40: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-40 RKP 2012

3.3.6. Keuangan Negara

Sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2009-2014, kebijakan fiskal tahun 2012 akan tetap diarahkan untuk memberikan dorongan terhadap perekonomian dengan tetap menjaga langkah-langkah konsolidasi fiskal yang telah dilakukan selama ini. Hal ini dimaksudkan agar kebijakan fiskal dapat berkontribusi dalam pencapaian sasaran perluasan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan stabilitas ekonomi yang kokoh. Untuk itu, keberlanjutan ketahanan fiskal diupayakan melalui penurunan stok utang pemerintah relatif terhadap PDB dengan meningkatkan penerimaan negara utamanya penerimaan yang berasal dari perpajakan, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja negara melalui penerapan anggaran berbasis kinerja.

Adapun arah kebijakan keuangan negara pada tahun 2012 adalah sebagai berikut. Pertama, penyeimbangan antara peningkatan alokasi anggaran dan upaya untuk memantapkan kesinambungan fiskal melalui: (a) peningkatan penerimaan negara dan efisiensi belanja negara dengan tetap mengupayakan pemberian stimulus fiskal secara terbatas; (b) merumuskan pembiayaan defisit anggaran sehingga tidak menyebabkan berkurangnya pembiayaan sektor swasta (crowding out effect). Kedua, Peningkatan penerimaan negara terutama ditempuh melalui reformasi kebijakan, administrasi, dan pengawasan perpajakan dan kepabeanan, serta optimalisasi PNBP, baik dari jenisnya maupun perbaikan administrasinya. Ketiga, peningkatan efektivitas dan efisiensi pengeluaran negara terutama ditempuh melalui: (a) penajaman alokasi anggaran antara lain dengan realokasi belanja negara agar lebih terarah dan tepat sasaran; (b) perbaikan sistem administrasi keperbendaharaan demi peningkatan kualitas pelayanan publik; (c) pengembangan sistem pengadaan barang/jasa pemerintah. Keempat, peningkatan pengelolaan pinjaman pemerintah yang diarahkan untuk menurunkan stok pinjaman luar negeri tidak saja relatif terhadap PDB, tetapi juga secara absolut. Sementara itu, untuk pinjaman dalam negeri, diupayakan tetap adanya ruang gerak yang cukup pada sektor swasta.

Untuk mencapai arah kebijakan yang dimaksud, terutama terkait dengan perbaikan pengawasan kepabeanan dan perbaikan sistem administrasi keperbendaharaan demi peningkatan kualitas pelayanan publik, pada tahun 2012 kebijakan baru yang akan ditempuh adalah:

1. Pengadaan peralatan sarana pengawasan berupa 1 unit body scanning, 2 unit Hand Held Trace Detector, dan 6 unit Trace Detector

2. Standarisasi Unit Pelayanan Perbendaharaan

Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan di atas maka fokus prioritas optimalisasi pengeluaran pemerintah adalah:

Fokus Prioritas 1: Fokus Prioritas Optimalisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat

Fokus Prioritas 2: Fokus Prioritas Pengelolaan Perimbangan Keuangan

Fokus Prioritas 3: Fokus Prioritas Pengelolaan Perbendaharaan Negara

Fokus Prioritas 4: Fokus Prioritas Pengelolaan Kekayaan Negara

Page 41: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-41

Sementara itu Fokus prioritas pengelolaan APBN yang berkelanjutan adalah

Fokus Prioritas 1: Fokus Prioritas Perumusan Kebijakan Fiskal, Pengelolaan

Pembiayaan Anggaran dan Pengendalian Resiko

Fokus Prioritas 2: Fokus Prioritas Peningkatan dan Optimalisasi Penerimaan Negara

Fokus Prioritas 3: Fokus Prioritas Pengelolaan dan Pembinaan BUMN

3.3.7. Stabilitas Harga

Kebijakan stabilitas harga dan nilai tukar rupiah termasuk pengamanan pasokan bahan pokok, diarahkan pada peningkatan dan pemantapan koordinasi otoritas fiskal, moneter dan keuangan serta sektor riil (produksi, perdagangan dalam negeri dan ekspor-impor). Hal tersebut disertai dengan peningkatan koordinasi kebijakan kerjasama luar negeri dan koordinasi kebijakan ketahanan pangan/pertanian, energi dan infrastruktur transportasi, serta peningkatan kapasitas dan peran aktif para pemangku kepentingan daerah dalam pengendalian stabilitas ekonomi di tingkat lokal (Propinsi dan Kabupaten /Kota). Melalui kebijakan tersebut diharapkan laju inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah dapat terjaga. Selain itu, upaya tersebut didukung pula oleh upaya pembangunan dan pengembangan sarana distribusi dan pergudangan, pengembangan pasar lelang daerah serta peningkatan perlindungan konsumen.

Adapun strategi yang akan ditempuh untuk menjaga stabilitas harga dan nilai tukar rupiah antara lain adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter serta kebijakan terkait lainnya dalam rangka pengendalian inflasi sesuai dengan sasaran yang ditentukan (inflation targetting framework).

2. Menjaga stabilitas harga dan pengamanan produksi/pasokan dan distribusi barang/jasa, terutama bahan makanan pokok yang harganya mudah bergejolak, baik di perkotaan maupun di perdesaan antara lain melalui percepatan pelaksanaan sistem logistik nasional;

3. Mendorong keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, baik di pusat (kementerian/lembaga terkait serta asosiasi produsen/ pedagang dan asosiasi konsumen) maupun di daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dalam pemantauan, evaluasi, dan pengendalian perkembangan harga bahan pokok secara intensif. Untuk itu akan didorong perluasan pembentukan tim pengendali inflasi daerah (TPID), baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota terkait;

4. Mengembangkan dan menerapkan kebijakan-kebijakan yang terkoordinasi untuk mengatasi masalah struktural, seperti percepatan pembangunan infrastruktur serta reformasi regulasi/kebijakan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, baik di pusat (kementerian/lembaga) maupun daerah (provinsi dan kabupaten/kota) serta upaya-upaya untuk menghilangkan struktur pasar komoditas yang bersifat oligopolis;

5. Meningkatkan kualitas kelembagaan termasuk pola pikir dunia usaha dan masyarakat bahwa kenaikan harga yang rendah dan wajar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi tingkat kemiskinan;

Page 42: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-42 RKP 2012

6. Melakukan kajian-kajian di bidang ketahanan pangan/pertanian dan ketahanan energi dalam rangka optimalisasi subsidi pertanian dan energi, agar dapat dihasilkan kebijakan administered prices yang tepat waktu (time consistent) dan tepat sasaran (well targeted), maupun opsi-opsi kebijakan lainnya (seperti pengaturan konsumsi bbm yang tepat sasaran dan sebagainya).

7. Meningkatkan peran lembaga konsumen dan lembaga-lembaga survei pemantau harga untuk ikut memantau perkembangan harga di daerah sehingga kenaikan harga selanjutnya dapat cepat diantisipasi.

8. Meningkatkan upaya-upaya untuk mencegah pembalikan mendadak arus modal ke luar negeri (sudden reversal) sehingga tetap kondusif bagi stabilitas nilai tukar.

Berdasarkan strategi dan arah kebijakan di atas, maka fokus prioritas Stabilitas Harga adalah peningkatan stabilitas harga dan nilai tukar rupiah.

3.3.8. Stabilitas Sektor Keuangan

Pada tahun 2012 arah kebijakan yang terkait dengan stabilitas sektor keuangan adalah meningkatkan ketahanan sektor keuangan melalui:

1. Pemantapan koordinasi kebijakan fiskal, moneter dan sektor keuangan termasuk kerja sama dengan otoritas pasar modal dan lembaga jasa keuangan di negara lain;

2. Perkuatan lembaga pengawas jasa keuangan (Otoritas Jasa Keuangan/OJK) termasuk kapasitas SDM dan infrastruktur pendukung;

3. Perkuatan kualitas manajemen dan operasional lembaga jasa keuangan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan kemudahan bertransaksi serta pelaporan di bidang pasar modal/lembaga jasa keuangan;

4. Perkuatan perlindungan bagi konsumen/investor lembaga jasa keuangan termasuk pemantapan koordinasi penegakan hukum di bidang pasar modal dan lembaga jasa keuangan.

Seiring dengan upaya perkuatan ketahanan sektor keuangan, arah kebijakan yang terkait dengan penyaluran dana kepada masyarakat diarahkan untuk percepatan fungsi intermediasi dan penyaluran dana masyarakat termasuk peningkatan akses kepada lembaga jasa keuangan (LJK) kepada seluruh masyarakat, terutama yang miskin dalam rangka mewujudkan layanan keuangan yang inklusif (financial inclusion) yang antara lain dilaksanakan melalui:

1. Diversifikasi sumber-sumber pembiayaan melalui lembaga keuangan bukan bank termasuk pengembangan sistem keuangan syariah dan lembaga keuangan mikro (LKM);

2. Perkuatan kerjasama dengan Pemerintah Daerah terutama dalam rangka memperluas cakupan pelayanan lembaga jasa keuangan terutama untuk sektor UMKM dan masyarakat miskin;

3. Pengembangan infrastruktur pendukung lembaga jasa keuangan, terutama LKNB dan LKM.

Page 43: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-43

Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan ketahanan sektor keuangan, diperlukan lembaga otoritas jasa keuangan yang kuat untuk melaksanakan pengawasan perbankan, pasar modal, dan industri jasa keuangan non bank secara terpadu, independen, dan akuntabel. Diperkirakan bahwa pembahasan RUU OJK dengan Dewan Perwakilan Rakyat selesai dan diundangkan pada tahun 2011, sehingga pada tahun anggaran 2012 masa transisi pengoperasian OJK akan dimulai. Pada tahun 2012, prioritas yang akan dilakukan adalah penyediaan SDM yang handal dan kompeten, rancang bangun struktur organisasi dan standard operating procedure (SOP), pengembangan sistem IT, serta sarana dan prasarana lainnya (seperti gedung kantor dan peralatan lainnya). Oleh karena itu, pembentukan OJK diajukan menjadi inisiatif baru untuk tahun anggaran 2012.

Berdasarkan strategi dan arah kebijakan di atas maka fokus prioritas Stabilitas Sektor Keuangan adalah peningkatan ketahanan dan daya saing sektor keuangan.

3.3.9. Revitalisasi Industri

Pembangunan industri ke depan dilakukan secara lebih fokus pada industri-industri yang memiliki prospek jangka panjang untuk berkembang karena didukung sumber daya alam, sumber daya manusia terampil, dan permintaan pasar yang berkelanjutan. Melalui Peraturan Presiden nomor 28 Tahun 2008, pemerintah telah menetapkan Kebijakan Industri Nasional (National Industrial Policy) yang memuat daftar klaster industri prioritas. Terkait dengan hal ini dan disesuaikan dengan pencapaian, masalah dan tantangan yang akan dihadapi untuk tahun 2012, pembangunan sektor industri diarahkan pada:

1. Mendukung pencapaian prioritas nasional yang meliputi dukungan pada revitalisasi industri gula dan pupuk, memfasilitasi pembangnan zona industri yang berada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), memfasilitasi pembangunan penyulingan minyak bumi (oil refinary), serta pengembangan klaster industyri hilir kelapa sawit dan kondest migas.

2. Mendukung Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi (MP3EI) khususnya pengembangan 6 (enam) Koridor Ekonomi, yang meliputi: (1) pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit di Sei Mangke Sumatera Utara dan di Dumai – Kalimantan Timur; (2) pengembangan klaster industri hilir karet di Sorolangun – Jambi, Sei Bamban – Sumatera Utara, dan Muara Enim – Sumatera Selatan; (3) pengembangan klaster industri perkapalan di Lamongan – Jawa Timur; (4) pengembangan klaster industri mesin dan perkakas umum di Karawang – Jawa Barat; serta (5) pengembangan klaster industri besi baja di Batu Licin – Kalimantan Selatan.

3. Mendukung percepatan pembangunan Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur (NTT), melalui: fasilitas pembangunan industri semen di Manokwari – Papua Barat, memfasilitas pembangunan pabrik pupuk urea dan petrokimia di Tangguh – Papua, pengembangan industri garam di NTT, serta penumbuhan industri kecil dan menengah (IKM) kakao, kopi, ubi jalar, rumput laut, pengolahan ikan, pengolahan kayu, dan pengolahan rumput laut di ketiga provinsoi tersebut.

4. Membantu industri dalam negeri meningkatkan daya saingnya dalam menghadapi produk-produk impor melalui: penggalakan penggunaan produksi dalam negeri dengan menyediakan data-data tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) bagi produk industri dalama negeri, penguatan SNI yang disertai dengan peningkatan kemampuan

Page 44: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-44 RKP 2012

infrastruktur laboratorium uji coba di berbagai balai besar dan bali resit dan standardisasi (Baristan).

5. Mendukung terbangunnya industri berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (industri hijau).

6. Mendukung pembangunan yang pro-rakyat miskin (pro-poor) melalui fasilitasi pembangunan kendaraan angkutan mumum murah pedesaan.

Terkait dengan BUMN, dalam rangka menjawab berbagai permasalahan dan tantangan yang akan dihadapi di masa mendatang, maka arah kebijakan untuk BUMN adalah sebagai berikut:

1. Restrukturisasi BUMN besar/penting/strategis yang meliputi (i) pembenahan organisasi, (ii) pembenahan budaya korporasi, (iii) peningkatan transparansi penempatan SDM yang tepat di semua tingkatan, (iv) penyiapan penyehatan keuangan, (v) peningkatan hubungan BUMN dengan para pemangku kepentingan;

2. Penyusunan best practice GCG (good corporate governance);

3. Uji kepatutan dan kelayakan calon Direksi dan Dewan Komisaris;

4. Mendorong BUMN khususnya BUMN sektor energi, ketahanan pangan dan infrastruktur untuk mendukung pelaksanaan Program Prioritas Pemerintah;

5. Mendorong peningkatan profitisasi BUMN;

6. Mendorong peningkatan pendayagunaan aset dan sinergi diantara BUMN;

7. Mendorong BUMN melakukan kegiatan pembinaan kemitraan dan bina lingkungan.

3.3.10. Daya Saing Ketenagakerjaan

Untuk tahun 2012, kebijakan baru yang akan ditempuh diarahkan pada peningkatan

fasilitasi dan perlindungan untuk mendukung mobilitas tenaga kerja. Karena masih tingginya

jumlah TKI bermasalah, maka pencegahan dan penanganan TKI bermasalah harus dilaksanakan

dengan lebih terintegrasi. Penanganan pengaduan di crisis center menjadi inisiatif baru yang

akan dilaksanakan pada tahun 2012.

Terkait dengan pengembangan Master Plan Percepatan & Perluasan Pembangunan

Ekonomi Indonesia (MP3EI), pada tahun 2012 akan dilaksanakan pengembangan infrastruktur tenaga kerja kompetensi di wilayah-wilayah koridor ekonomi.

Berdasarkan arah kebijakan dan strategi serta sesuai dengan RPJMN 2010-2014, prioritas

bidang ekonomi Daya Saing Ketenagakerjaan terdiri dari tiga fokus prioritas yaitu:

1. Peningkatan Kualitas dan Pengembangan Kompetensi Tenaga Kerja;

2. Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan dan Penguatan Hubungan Industrial;

3. Peningkatan Fasilitasi dan Perlindungan untuk Mendukung Mobilitas Tenaga Kerja.

Page 45: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

RKP 2012 II.3-45

3.3.11. Pemberdayaan Koperasi dan UMKM

Arah kebijakan pembangunan pemberdayaan koperasi dan UMKM pada tahun 2012 masih melanjutkan arah kebijakan sesuai RPJMN 2010-2014 dan dilengkapi dengan beberapa arah kebijakan untuk memfasilitasi inisiatif baru sebagai berikut.

1. Meningkatkan iklim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UMKM, yang mencakup penataan peraturan perundang-undangan di bidang koperasi dan UMKM, serta pengembangan, pengendalian dan pengawasan koperasi.

2. Mengembangkan produk dan pemasaran bagi koperasi dan UMKM, yang mencakup penyediaan dukungan pemasaran, produksi, kemitraan, investasi dan pengembangan produk unggulan.

3. Meningkatkan daya saing sumber daya manusia (SDM) koperasi dan UMKM, yang mencakup pemasyarakatan dan pengembangan kewirausahaan, kapasitas dan kompetensi SDM, penyediaan layanan pengembangan bisnis, revitalisasi pendidikan dan pelatihan koperasi dan UMKM, serta peningkatan peran serta masyarakat dalam pengembangan SDM koperasi dan UMKM.

4. Meningkatkan akses usaha mikro dan kecil kepada sumberdaya produktif, yang meliputi peningkatan askes permodalan, pengembangan dan pengendalian koperasi simpan pinjam yang disertai dengan peningkatan kapasitas dan kompetensi pengelolanya, pengembangan jasa keuangan bagi koperasi dan UMKM, dan perluasan KUR.

5. Memperkuat kelembagaan koperasi, yang mencakup peningkatan kualitas organisasi, badan hukum, dan ketatalaksanaan koperasi, pengembangan keanggotaaan koperasi melalui gerakan masyarakat sadar koperasi, peningkatan kapasitas kelembagaan koperasi dan pengembangan program pendanaan melalui koperasi.

3.3.12. Jaminan Sosial

Sesuai dengan RPJMN 2010-2014, prioritas jaminan sosial memiliki fokus prioritas penataan kelembagaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (Dewan Jaminan Sosial Nasional).

DJSN telah menyusun Road Map Jaminan Kesehatan untuk mencapai universal coverage pada asuransi kesehatan. Road Map tersebut akan menjadi panduan dalam pelaksanaan kebijakan jaminan sosial, terutama jaminan kesehatan. Strategi dan arah kebijakan pembangunan selama tahun 2012, antara lain dilaksanakan melalui:

1. Meningkatkan kepesertaan jaminan kesehatan, terutama pada kelompok pekerja sektor informal yang tidak miskin;

2. Meningkatkan ketersediaan dan kualitas fasilitas kesehatan termasuk obat, perlengkapan medis, dan SDM.

3. Menyusun perangkat hukum sebagai dasar pelaksanaan SJSN yang mencakup UU BPJS, serta Peraturan Pemerintah turunan UU SJSN yang mencakup: 1) Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, Jaminan Kematian; 2) Peraturan Pemerintah tentang Kepesertaan; 3) Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengelolaan dan Pengembangan Dana Jaminan Sosial; dan 4) Peraturan Presiden mengenai Jaminan Kesehatan;

Page 46: BAB III BIDANG EKONOMI - Kementerian PPN/Bappenas · pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I/2011, perekonomian tumbuh sebesar 6,5 persen

II.3-46 RKP 2012

4. Melaksanakan harmonisasi regulasi di bidang jaminan sosial diantaranya dengan UU Dana Pensiun dan UU Jamsostek;

5. Meningkatkan sarana dan prasarana pendukung dalam pelaksanaan program jaminan sosial;