analisis dayasaing dan faktor-faktor yang … · industri pariwisata dunia secara agregat tumbuh...
TRANSCRIPT
ANALISIS DAYASAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI INDUSTRI PARIWISATA
KABUPATEN CIANJUR
Oleh:
FLORIYANA INDRA PUTRA
H14080122
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
FLORIYANA INDRA PUTRA. Analisis Dayasaing dan Faktor-faktor yang
Memengaruhi Industri Pariwisata Kabupaten Cianjur (dibimbing oleh ALLA
ASMARA)
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor unggulan dan fokus
pembangunan Kabupaten Cianjur. Ini dikarenakan kontribusi pariwisata yang
saat ini cukup tinggi terhadap perekonomian dan potensi pariwisata yang masih
tinggi untuk dikembangkan. Share sektor pariwisata terhadap pembentukan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Cianjur saat ini cukup tinggi dengan
kisaran 34,03 hingga 36,76 persen setiap tahunnya. Pertumbuhan kontribusi yang
positif dari PAD Pariwisata ternyata menunjukkan pertumbuhan semu sektor
pariwisata karena ternyata tidak diikuti oleh peningkatan jumlah kunjungan
wisatawan yang datang ke objek wisata. Dinas kebudayaan dan pariwisata
Kabupaten Cianjur menyatakan bahwa sebelas dari total lima belas objek wisata
yang ada di Kabupaten Cianjur sudah berkembang, tetapi hanya objek wisata yang
ada di kawasan Puncak-Cipanas saja yang saat ini sudah menjadi objek wisata
favorit wisatawan.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perkembangan dayasaing
industri pariwisata Kabupaten Cianjur. Kemudian, menganalisis faktor-faktor apa
saja yang berpengaruh terhadap industri pariwisata tersebut. Setelah itu,
memberikan rekomendasi berupa saran kebijakan apa yang perlu diterapkan oleh
pemerintah Kabupaten Cianjur untuk meningkatkan kinerja sektor pariwisata.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Analisis
dayasaing menggunakan metode Competitiveness Monitor. Analisis faktor-faktor
yang memengaruhi industri pariwisata Kabupaten Cianjur menggunakan metode
regresi metode kuadrat terkecil (ordinary least square).
Perkembangan posisi dayasaing pariwisata Kabupaten Cianjur, yang
dianalisis dengan menggunakan metode competitiveness monitor, cenderung
menurun di beberapa indikator. Indikator perkembangan infrastruktur, indikator
keterbukaan, dan indikator pengaruh pariwisata menunjukkan pertumbuhan yang
negatif. indikator sosial, indikator sumberdaya manusia, indikator lingkungan, dan
indikator dayasaing tingkat harga cenderung konstan. Apabila dibandingkan
dengan Kabupaten Bogor, hanya indikator lingkungan dan indikator dayasaing
tingkat harga yang menunjukkan posisi yang lebih baik. Sedangkan, indikator
pengaruh pariwisata, indikator perkembangan infrastruktur, dan indikator
keterbukaan berada di posisi yang lebih rendah. Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi industri pariwisata yang dianalisis dengan metode regresi kuadrat
terkecil menunjukan bahwa jumlah restoran tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap pariwisata Cianjur, sedangkan jumlah hotel, jalan berkualitas baik,
presentase tingkat hunian kamar hotel, dan presentase tingkat pendidikan tenaga
kerja pariwisata menunjukkan pengaruh positif dan signifikan dengan nilai
koefisien masing-masing variabel; 3,0994, 0,5584, 0,05470, dan 0,04364.
Pemerintah Kabupaten Cianjur harus lebih meningkatkan posisi dayasaing
pariwisata agar wisatawan lebih tertarik untuk datang. Indikator-indikator yang
berada di posisi lebih rendah harus lebih diperhatikan oleh pemerintah daerah,
selain itu faktor-faktor yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pariwisata juga harus lebih diperhatikan lagi untuk meningkatkan kinerja sektor
pariwisata. Pemerintah juga harus lebih fokus terhadap pembangunan pariwisata
di wilayah Cianjur Tengah dan Cianjur Selatan karena disana masih banyak
potensi wisata yang dapat dieksplorasi.
ANALISIS DAYASAING DAN FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMENGARUHI INDUSTRI PARIWISATA
KABUPATEN CIANJUR
Oleh
FLORIYANA INDRA PUTRA
H14080122
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul Skripsi : Analisis Dayasaing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi
Industri Pariwisata Kabupaten Cianjur.
Nama : Floriyana Indra Putra
NIM : H14080122
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Dr. Alla Asmara, S.Pt., M.Si.
NIP. 19730113 199702 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.
NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2012
Floriyana Indra Putra
H14080122
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 2 November 1990
dan merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Ir. H. Staji
Muhamad dan Hj. Juariah Murkana, S.Pd.
Penulis mengawali pendidikannya pada tahun 1996 sampai dengan tahun
1998 di SD Negeri 1 Tegallega. Kemudian pindah ke SD Negeri 1 Cipanas pada
tahun 1998 hingga lulus di tahun 2002. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan
lanjutan tingkat pertama dari tahun 2002 sampai tahun 2005 di SMP Negeri 1
Pacet. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMA
Negeri 1 Cianjur dan lulus pada tahun 2008.
Pada tahun 2008, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur SNMPTN kemudian terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu
Ekonomi dan Manajemen (FEM) pada Departemen Ilmu Ekonomi dengan
Program Studi Ekonomi dan Studi Pembangunan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi. Pada
tingkat pertama penulis aktif di Organisasi Himpunan Mahasiswa Tjianjur
(HIMAT) sebagai anggota. Tingkat dua penulis aktif di Organisasi Forum
Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) dan Sharia Economics Student
Club (SES-C). Tingkat tiga penulis kembali aktif di organisasi SES-C sebagai
Koordinator Divisi Eksternal serta Badan Pengawas HIPOTESA (BP-Hipotesa)
yang diamanahkan sebagai Ketua.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah,
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam tak lupa tercurah ke Rasulullah Muhammad SAW dan kita
semua sebagai pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi yang berjudul “Analisis
Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Pariwisata
Kabupaten Cianjur” ini merupakan hasil karya penulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi,
Fakutlas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini terdapat
banyak kekurangan yang dikarenakan oleh keterbatasan pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki. Namun pada akhirnya, karya ini berhasil penulis
selesaikan atas bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin
menyampaikan ungkapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya.
2. Ayah dan Ibu tercinta yang selalui memberikan do’a, dukungan, dan
dorongan bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Kakak dan adik
yang memberikan semangat dan dukungan moral tanpa henti.
3. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si., atas bimbingan dan masukan dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
4. Dr. Muhammad Firdaus, sebagai penguji utama dan Dr. Muhammad Findi,
sebagai penguji komisi pendidikan atas kritik dan masukan yang positif
dalam penyempurnaan penulisan.
5. Seluruh dosen khususnya staf dosen Ilmu Ekonomi yang tanpa pamrih
memberikan ilmu serta pengalamannya dalam empat tahun penulis belajar di
Institut Pertanian Bogor.
6. Kepala Tata Usaha beserta staf pelaksana Departemen Ilmu Ekonomi yang
telah membantu dan bekerja sama dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Jajaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, Dinas
Pendapatan Kabupaten Cianjur, Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten
Cianjur, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur atas bantuan dan
kerjasamanya dalam proses pencarian data.
8. Fatia Ajeng Lestari atas kebersamaan dan dukungannya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh rekan-rekan di Ilmu Ekonomi 45, Sharia Economics Student Club
(SES-C), Formasi, dan DR D 15.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Akhir kata, penulis mengharapkan masukan-masukan positif dari semua
pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak. Amin ya Robbal’ alamin.
Bogor, Juni 2012
Floriyana Indra Putra
H14080122
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ v
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 9
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ 9
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 10
II.TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................. 11
2.1. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 11
2.1.1. Pengertian Pariwisata .......................................................... 11
2.1.2. Industri Pariwisata .............................................................. 12
2.1.3. Peranan Pariwisata dalam Perekonomian ............................ 14
2.1.4. Pariwisata dari Sisi Permintaan ........................................... 16
2.1.5. Pariwisata dari Sisi Penawaran ............................................ 16
2.1.6. Teori Dayasaing .................................................................. 18
2.1.7. Competitiveness Monitor .................................................... 19
2.2. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 20
2.3. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 24
III.METODE PENELITIAN .................................................................... 27
3.1. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 27
3.2. Metode Analisis Dayasaing .......................................................... 28
3.2.1. Analisis Competitiveness Monitor ....................................... 28
3.2.2. Uji t Dua Sampel Independen.............................................. 30
3.3. Metode Analisis ............................................................................ 31
3.3.1. Analisis Regresi Berganda .................................................. 31
ii
3.3.2. Model Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Sektor
Pariwisata Kabupten Cianjur .............................................. 32
3.4. Identifikasi Model ........................................................................ 34
3.4.1. Uji Kriteria Statistik ............................................................ 34
3.4.2. Uji Kriteria Ekonometrika ................................................... 37
IV. GAMBARAN UMUM ...................................................................... 42
4.1. Kondisi Umum Kabupaten Cianjur ............................................. 42
4.2. Potensi Pariwisata Kabupaten Cianjur ........................................ 44
4.2.1. Daya Tarik Wisata Alam .................................................. 45
4.2.2. Daya Tarik Wisata Budaya ............................................... 51
4.2.3. Daya Tarik Wisata Buatan ................................................ 54
4.3. Perkembangan Jumlah Wisatawan .............................................. 55
4.4. Akomodasi Pariwisata Kabupaten Cianjur .................................. 56
V. PEMBAHASAN ............................................................................... 59
5.1. Analisis Dayasaing Industri Pariwisata Kabupaten Cianjur ......... 59
5.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Pariwisata
Kabupaten Cianjur ..................................................................... 69
5.2.1. Identifikasi Model ............................................................ 70
5.2.1.1. Uji Kriteria Statistik .............................................. 70
5.2.1.2. Uji Kriteria Ekonometrika .................................... 70
5.2.2. Estimasi Koefisien ............................................................ 72
5.3. Kebijakan Sektor Pariwisata Kabupaten Cianjur ......................... 74
VI. KESIMPULAN ................................................................................. 77
6.1. Kesimpulan ................................................................................ 77
6.2. Saran .......................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 80
LAMPIRAN ........................................................................................... 83
iii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Share Indikator-indikator Pariwisata Terpilih Terhadap Indikator-
indikator Makro Ekonomi Indonesia .............................................. 2
1.2. Pertumbuhan Devisa Komoditas Unggulan Nasional periode
2005-2009 ....................................................................................... 3
1.3. Distribusi PDRB Kabupaten Cianjur Menurut Kelompok Sektor ..... 5
1.4. Perkembangan Pendapatan Daerah Kabupaten Cianjur dari Sektor
Pariwisata Periode 2006-2010 ........................................................ 5
2.1. Perusahaan Kelompok Industri Pariwisata ....................................... 13
2.2. Objek-objek Wisata di Kabupaten Cianjur....................................... 24
3.1. Data, Satuan, dan Sumber Data ....................................................... 27
4.1. Pertumbuhan Kunjungan Wisatawan ke Objek Wisata Kabupaten
Cianjur ............................................................................................ 55
4.2. Akomodasi Pariwisata yang Terdapat di Kabupaten Cianjur pada
Tahun 2011 ..................................................................................... 56
4.3. Jumlah Wisatawan dan Lamanya Menginap di Kabupaten Cianjur
Tahun 2008-2010 ............................................................................ 57
5.1. Perkembangan Indikator Dayasaing Pariwisata Kabupaten Cianjur
dan Kabupaten Bogor periode 2006-2010........................................ 59
5.2. Indikator Lingkungan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor
periode 2009 dan 2011 .................................................................. 63
5.3. Pertumbuhan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara ke
akomodasi hotel di Kabupaten Cianjur periode 2006-2010 .............. 66
5.4. Dayasaing Pariwisata Kabupaten Cianjur dan Kabupaten
Bogor ............................................................................................ 68
5.5. Hasil Estimasi OLS Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri
Pariwisata Kabupaten Cianjur ......................................................... 69
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 26
4.1. Peta Pariwisata Kabupaten Cianjur .................................................. 58
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Estimasi OLS Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri
Pariwisata Kabupaten Cianjur............................................................ 83
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri pariwisata saat ini sudah menjadi salah satu primadona dunia dan
menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011,
United Nations World Tourism Organizaton (UNWTO) melaporkan pertumbuhan
industri pariwisata dunia secara agregat tumbuh sebesar 4,5 persen dengan jumlah
kunjungan internasional wisatawan mencapai angka 980 juta kunjungan. Jumlah
kunjungan wisatawan ini menunjukkan peningkatan sebesar 4-5 persen
dibandingkan tahun sebelumnya.
Pertumbuhan industri pariwisata dunia yang positif berdampak juga
terhadap sektor pariwisata Indonesia. Pertumbuhan pariwisata Indonesia
menunjukkan kinerja yang sangat baik dengan tingkat pertumbuhan mencapai 9,5
persen di tahun 2010. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang datang
pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia sebanyak 4.871.351 wisatawan. Jumlah
tersebut meningkat hampir dua kali lipat hingga mencapai 7.002.944 wisatawan
pada tahun 2010 (Badan Pusat Statistik, 2010). Hal ini memperlihatkan bahwa
Indonesia, khususnya sektor pariwisata, semakin dikenal masyarakat internasional.
Dari tahun 2000 hingga 2008, pertumbuhan kontribusi industri pariwisata
terhadap beberapa indikator makro menunjukkan tren menurun. Meskipun
demikian apabila dilihat dari segi nilai, hampir semua indikator menunjukkan
peningkatan. Pada tahun 2000, output sektor pariwisata memberikan kontribusi
sebesar Rp.238,60 triliun, kemudian meningkat menjadi Rp.499,67 triliun pada
2
tahun 2008. Kontribusi GDP meningkat dari Rp.128,31 triliun menjadi Rp.232,93
triliun. Berbeda dengan indikator lainnya, kesempatan kerja mengalami
pertumbuhan negatif dimana kontribusi kesempatan kerja sektor pariwisata yang
sebelumnya sebanyak 7,36 juta orang di tahun 2000 turun menjadi 7,02 juta orang
di tahun 2008.
Tabel 1.1. Share Indikator-indikator Pariwisata Terpilih Terhadap
Indikator-indikator Makro Ekonomi Indonesia (%) Indikator 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Output 9,27 7,88 6,15 6,01 5,43 5,15 4,62 4,62 5,06
GDP 9,38 7,72 6,14 5,55 5,01 5,27 4,30 4,29 4,70
Pajak Tidak Langsung
8,29 8,84 7,77 5,87 7,81 0,18 4,12 4,09 4,32
Gaji & Upah 9,87 8,42 6,41 5,49 4,66 4,56 4,44 4,43 4,49
Kesempatan
Kerja
8,11 8,57 8,48 8,28 9,06 6,97 4,65 5,22 6,84
Sumber: BPS dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2009
Selain pertumbuhan nilai GDP, peranan sektor pariwisata terhadap
perekonomian Indonesia juga dapat dilihat dari kontribusinya terhadap devisa
negara. Dalam Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa dari tahun 2005 sampai dengan 2006
nilai devisa dari sektor pariwisata cenderung stagnan dan mengalami penurunan
peringkat. Pada tahun 2007 sampai 2008 peringkat devisa dari sektor pariwisata
naik kembali dan nilainya meningkat. Pada tahun 2009, peringkat devisa
pariwisata mengalami perbaikan posisi tetapi nilainya turun dari tahun
sebelumnya. Meskipun nilainya cenderung berfluktuatif, tetapi sumbangan devisa
dari sektor pariwisata selalu berada di peringkat 10 besar penyumbang devisa
terbanyak dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa sektor
industri pariwisata merupakan sektor yang penting bagi perekonomian Indonesia.
3
Tabel 1.2. Pertumbuhan Devisa Komoditas Unggulan Nasional periode 2005-
2009
Jenis Komoditas
Nilai (Juta USD)
2005 2006 2007 2008 2009
Minyak dan gas bumi 19.231,59 21.209,50 22.088,60 29.126,30 19.018,30
Pariwisata 4.521,90 4.447,97 5.345,98 7.377,00 6.298,02
Pakaian Jadi 4.966,91 5.608,16 5.712,87 6.092,06 5.735,60
Alat listrik 4.364,11 4.448,74 4.835,87 5.253,74 4.580,18
Tekstil 3.703,95 3.908,76 4.177,97 4.127,97 3.602,78
Minyak kelapa sawit 3.756,28 4.817,64 7.868,64 12.375,57 10.367,62
Kayu olahan 3.086,16 3.324,97 2.264,00 2.821,34 2.272,32
Karet olahan 3.545,68 5.465,14 6.179,88 7.579,66 4.870,68
Kertas dan barang dari
kertas 2.324,66 2.859,22 3.374,84 3.796,91 3.405,01
Bahan kimia 2.079,91 2.697,38 3.402,58 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010
Pada saat terjadi krisis global di tahun 2008, industri pariwisata dapat
secara konsisten tetap memperlihatkan kinerja yang positif. Total nilai ekspor
nasional turun sampai dengan 14 persen, tetapi industri pariwisata tetap
mengalami pertumbuhan positif sebesar 0,36 persen. Lebih lanjut, dampak dari
krisis global juga dirasakan oleh penerimanaan devisa dimana nilai devisa dari
industri pariwisata turun menjadi $6.298,02 juta di tahun 2009. Meskipun
demikian, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang berkunjung meningkat
menjadi 6,4 juta wisatawan.
Pertumbuhan industri pariwisata yang positif di masa krisis menunjukkan
bahwa sektor pariwisata dapat bertahan di masa krisis sekali pun. Oleh karena itu,
pemerintah harus lebih memerhatikan sektor ini dengan mengoptimalkan potensi
pariwisata yang ada di daerah-daerah. Salah satu daerah yang menjadikan
pariwisata sebagai program unggulan daerah adalah Kabupaten Cianjur.
Industri/sektor pariwisata menjadi salah satu fokus pembangunan
Kabupaten Cianjur. Penetapan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan tersebut
4
dilakukan dengan melihat adanya potensi alam yang masih dapat dikembangkan
sebagai objek dan dayatarik wisata serta kontribusi terhadap pendapatan asli
daerah yang cukup besar saat ini.
Kabupaten Cianjur memiliki kekayaan alam yang lengkap yang berpotensi
menjadi objek wisata yang menarik. Cianjur bagian utara terdapat daerah
pegunungan, perkebunan, dan persawahan. Kondisi yang sangat cocok untuk
dijadikan tempat wisata alam dan agrowisata. Cianjur bagian tengah difokuskan
sebagai lokasi pusat cenderamata dan oleh-oleh khas Cianjur bagi wisatawan.
Terakhir, Cianjur bagian selatan terdapat bukit-bukit kecil dan juga kawasan
pantai yang juga berpotensi sebagai dayatarik wisata alam.
Beberapa objek wisata di Kabupaten Cianjur sudah berkembang dan
menjadi primadona bagi wisatawan. Diantaranya, Taman Bunga Nusantara di
Kecamatan Sukaresmi dan Kebun Raya Cibodas di Kecamatan Cipanas. Saat ini,
keduanya menjadi tempat wisata favorit di akhir pekan bagi wisatawan domestik,
khususnya masyarakat yang tinggal di kawasan Jabodetabek. Daerah-daerah lain
pun sudah mulai mengembangkan potensi pariwisata yang dimiliki. Objek wisata
danau Cirata dan Jangari di Cianjur bagian tengah sudah mulai dikembangkan
oleh pemerintah daerah, tetapi pengembangan tersebut masih belum optimal
sehingga belum dapat menarik wisatawan yang datang secara masiv.
Sektor pariwisata merupakan bagian dari sektor tersier. Tabel 1.3
menunjukkan perkembangan kontribusi sektor-sektor pembentuk Pendapatan
Daerah Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cianjur berdasarkan kelompok sektor.
Dapat dilihat pada tabel, sektor tersier dalam lima tahun terakhir memberikan
kontribusi yang paling dominan terhadap pembentukan PDRB. Selama periode
5
dari tahun 2006 hingga 2010, sektor tersier menunjukkan share yang terus
meningkat terhadap PDRB Kabupaten Cianjur dengan kisaran 48,87 persen
hingga 54,11 persen. Berbanding terbalik dengan perkembangan kontribusi sektor
primer yang share-nya terus menurun. Hal ini memperlihatkan bahwa
perekonomian Kabupaten Cianjur mulai bertransformasi dari sektor pertanian ke
sektor jasa/tersier.
Tabel 1.3. Distribusi PDRB Kabupaten Cianjur Menurut Kelompok Sektor
(%)
Kelompok
Sektor
2006 2007 2008 2009 2010
Primer 44,03 42,31 39,96 39,08 37,79
Sekunder 7,10 7,41 7,72 7,92 8,11
Tersier 48,87 50,28 52,32 53,00 54,11 Sumber: BPS Kabupaten Cianjur, 2011
Peranan sektor pariwisata terhadap perekonomian Kabupaten Cianjur juga
dapat dilihat dari kontribusinya terhadap pembentukan Pendapatan Asli Daerah.
Kontribusi industri pariwisata ini dapat dilihat melalui pajak hotel, pajak restoran,
dan pajak hiburan. Data yang ada menunjukkan kontribusi industri pariwisata
terhadap pembentukan PAD Kabupaten Cianjur cukup tinggi. Kontribusi
pariwisata terhadap pembentukan PAD berkisar antara 34,03 persen hingga 36,76
persen. Tingginya kontribusi sektor pariwisata terhadap pembentukan PAD
menunjukkan bahwa pariwisata merupakan sektor yang penting bagi Kabupaten
Cianjur.
Tabel 1.4. Perkembangan Pendapatan Daerah Kabupaten Cianjur dari
Sektor Pariwisata Periode 2006-2010 (Rupiah)
Sektor 2006 2007 2008 2009 2010 Hotel 2.633.117.053 2.822.859.491 3.559.646.814 3.692.571.019 3.878.915.132
Restoran 1.910.237.490 1.917.292.522 1.980.937.123 2.272.440.320 2.349.772.470
Hiburan 579.660.875 645.160.100 664.202.061 674.121.165 704.833.850
Jumlah 5.266.234.106 5.645.718.982 7.119.293.628 7.385.142.038 7.757.830.264
Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Cianjur, 2011
6
Lebih lanjut, pertumbuhan share dari sektor pariwisata terhadap PAD
terus mengalami pertumbuhan yang berfluktuatif. Laju pertumbuhan share yang
dicapai sektor pariwisata pada periode 2006-2010 berkisar -3,25 persen hingga
5,11 persen. Meskipun laju pertumbuhan share sektor pariwisata berfluktuatif,
tetapi nilainya terus menunjukkan peningkatan. Hal ini memperlihatkan bahwa
kinerja sektor pariwisata cukup baik.
Pariwisata sudah menjadi suatu industri yang populer terutama karena
manfaat-manfaat ekonomisnya. Sehingga, setiap daerah sudah mulai bersaing
untuk mengembangkan potensi daerah yang dimiliki agar menjadi tujuan wisata.
Dayasaing pariwisata memiliki peran yang penting dalam meningkatkan
penerimaan daerah. Daerah yang memiliki dayasaing pariwisata yang lebih
unggul dari daerah lain tentunya akan lebih menarik minat wisatawan untuk
datang. Keunggulan dayasaing ini dapat dilihat dari pengembangan potensi yang
dimiliki, sarana dan prasarana yang memadai, serta pelayanan yang baik dan
memuaskan (Sholeh, 2010).
Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwa penerimaan daerah dari
sektor pariwisata selalu mengalami pertumbuhan yang positif. Hal ini
memerlihatkan bahwa potensi pariwisata daerah yang ada sudah dapat
memberikan kontribusi yang cukup baik. Namun, kontribusi sektor pariwisata
masih dapat ditingkatkan melihat masih banyaknya potensi wisata yang belum
berkembang. Sehingga diperlukan suatu penelitian yang dilakukan agar
pengembangan potensi yang ada berjalan secara optimal.
7
1.2. Perumusan Masalah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata, dengan pendekatan
melalui pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan, memiliki kontribusi yang
besar terhadap pembentukan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Cianjur. Pada
tabel 1.4 dapat dilihat bahwa nilai dari kontribusi PAD Pariwisata selalu
meningkat setiap tahunnya. Pertumbuhan kontribusi yang positif ini ternyata
menunjukkan pertumbuhan semu dari sektor pariwisata. Pertumbuhan ini ternyata
tidak diikuti oleh peningkatan jumlah wisatawan yang datang ke objek wisata di
Kabupaten Cianjur.
Jumlah kunjungan wisatawan yang datang berkunjung ke objek-objek
wisata di Kabupaten Cianjur terus mengalami penurunan. Pada tahun 2003,
jumlah wisatawan yang berkunjung ke objek dan dayatarik wisata mencapai
1.888.531 wisatawan; jumlah ini meningkat menjadi 2.538.574 wisatawan di
tahun 2005. Pada tahun 2007, jumlah wisatawan yang berkunjung mengalami
penurunan yang signifikan menjadi 1.761.730 wisatawan atau turun hingga 69,40
persen. Penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung masih terus terjadi hingga
tahun 2011, dimana jumlah wisatawan yang datang hanya berjumlah 813.769
wisatawan. (Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Cianjur).
Apabila dilihat lebih lanjut, proporsi jumlah kunjungan wisatawan yang
berkunjung ke Kabupaten Cianjur masih terfokus pada objek wisata yang berada
di Cianjur Utara atau kawasan Puncak-Cipanas. Berdasarkan objek wisata yang
dikelola oleh pemerintah daerah, Kebun Raya Cibodas menjadi objek wisata yang
paling banyak dikunjungi oleh wisatawan. Dari tahun 2006 hingga 2010, share
wisatawan yang datang ke Kebun Raya Cibodas terhadap total kunjungan
8
wisatawan ke objek wisata yang dikelola pemerintah daerah berada kisaran 72-79
persen. Hal ini memperlihatkan bahwa objek wisata di kawasan Cianjur Selatan
dan Tengah masih kurang menarik wisatawan.
Selain itu, jumlah kunjungan wisatawan juga dipengaruhi oleh faktor
eksternal. Salah satunya adalah persaingan dalam menarik wisatawan dengan
objek wisata di daerah destinasi lain. Kabupaten Bogor sebagai daerah yang
berdekatan tentunya menjadi pesaing utama bagi Kabupaten Cianjur untuk
menarik wisatawan. Karakteristik objek wisata yang ditawarkan di kedua destinasi
wisata memiliki kesamaan yaitu dayatarik wisata alam. Karakteristik wisatawan
yang datang pun memiliki kesamaan, dimana mayoritas wisatawan berasal dari
Jabodetabek. Karakteristik yang sama ini memerlihatkan bahwa kedua destinasi
tersebut menawarkan daya tarik wisata yang sejenis ke pasar yang sama.
Dayasaing pariwisata memiliki peranan yang sangat penting terhadap
kunjungan wisatawan. Dayasaing pariwisata bisa dilihat dari beberapa indikator,
seperti infrastuktur, kondisi lingkungan, tingkat harga, kenyamanan dan
keamanan, keterbukaan, serta teknologi. Posisi dayasaing yang semakin baik akan
semakin meningkatkan dayatarik wisata sehingga jumlah wisatawan yang
berkunjung pun meningkat. Implikasinya pendapatan daerah dari sektor
pariwisata akan meningkat akibat kenaikan wisatawan yang datang.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan dayasaing sektor industri pariwisata Kabupaten
Cianjur?
9
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi industri pariwisata di Kabupaten
Cianjur?
3. Kebijakan apa yang telah diterapkan oleh pemerintah Kabupaten Cianjur
untuk meningkatkan kontribusi Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis perkembangan dayasaing sektor industri pariwisata Kabupaten
Cianjur dengan daerah di sekitarnya khususnya Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kabupaten
Cianjur.
3. Menganalisis kebijakan yang telah diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten
Cianjur untuk meningkatkan kinerja sektor pariwisata.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Sumber informasi dan referensi bagi masyarakat mengenai potensi pariwisata
Kabupaten Cianjur.
2. Menjadi referensi bagi pemerintah dan dinas-dinas di Kabupaten Cianjur
dalam pengambilan kebijakan dalam memajukan sektor pariwisata.
10
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Agar penulisan dan pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah pada
tujuan yang hendak dicapai, maka perlu dilakukan pembatasan pada ruang
lingkup penelitian, yaitu:
1. Analisis tentang dayasaing industri pariwisata difokuskan untuk melihat
dayasaing industri pariwisata Kabupaten Cianjur yang kemudian dibandingkan
dengan dayasaing pariwisata daerah lainnya, yaitu Kabupaten Bogor. Analisis
ini difokuskan terhadap beberapa indikator yang dianggap dapat
merepresentasikan dayasaing industri pariwisata, antara lain; pendapatan asli
daerah, infrastruktur, lingkungan, harga, teknologi, keterbukaan, dan keamanan
serta kenyamanan tempat wisata. Namun, indikator teknologi tidak dibahas
dalam penelitian ini karena keterbatasan data yang tersedia. Periode waktu
yang digunakan dalam analisis dayasaing adalah dari tahun 2006 hingga 2010.
Tujuannya adalah untuk melihat bagaimana perkembangan indikator-indikator
yang dianalisis.
2. Analisis tentang faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata
menggunakan Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata, yang terdiri atas
pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan, sebagai proksi dari industri
pariwisata Kabupaten Cianjur. Faktor-faktor yang dianalisis dalam penelitian
ini antara lain jumlah hotel, jumlah restoran, tingkat pendidikan tenaga kerja,
tingkat hunian hotel, dan jalan beraspal kualitas baik.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengertian Pariwisata
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan mendefinisikan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan
wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Lebih lanjut,
Damanik dan Webber (2006) memberikan pengertian pariwisata sebagai kegiatan
rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari
suasana lain.
Heriawan (2004) memaparkan bahwa tidak semua yang melakukan
perjalanan dari suatu tempat (tempat asal) ke tempat lain termasuk kegiatan wisata.
Dengan demikian, kegiatan pariwisata adalah kegiatan bersenang-senang yang
mengeluarkan uang atau melakukan tindakan konsumtif. Kemudian, Rahayu
(2006) memaparkan ciri-ciri dari kegiatan pariwisata. Beberapa ciri-ciri pariwisata,
diantaranya adalah sebagai berikut: seseorang yang melakukan perjalanan itu
dilakukan keluar jauh dari lingkungan tempat tinggalnya, perjalanan itu dilakukan
sendirian atau bersama-sama dengan orang lain (berkelompok atau grup),
perjalanan itu dilakukan dengan tujuan rekreasi dan usaha-usaha untuk
menyenangkan dirinya sendiri/kegiatan bersenang-senang (leisure), orang-orang
yang melakukan kegiatan wisata tidak untuk mencari nafkah di tempat yang
dikunjunginya, selama dalam perjalanan tinggal atau menetap di suatu
12
tempat/akomodasi, dan dalam melakukan perjalanan tersebut, menggunakan alat
transportasi darat, laut atau udara.
2.1.2. Industri Pariwisata
Pariwisata adalah salah satu dari industri gaya baru, yang mampu
menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja,
pendapatan, taraf hidup, dan dalam mengaktifkan sektor produksi lain di dalam
negara penerima wisatawan (Gomang, 2003). Istilah industri pariwisata (Tourism
Industry) lebih banyak bertujuan memberikan dayatarik agar pariwisata dapat
dianggap sebagai sesuatu yang berarti bagi perekonomian suatu negara, terutama
pada negara-negara sedang berkembang. Gambaran pariwisata sebagai suatu
industri diberikan hanya untuk menggambarkan pariwisata secara konkret, dengan
demikian dapat memberikan pengertian yang lebih jelas (Yoeti, 2008). Industri
pariwisata berbeda dengan industri manufaktur. Industri wisata tidak berdiri
sendiri seperti industri semen, garmen, atau industri sepatu. Melainkan lebih
bersifat tidak berwujud (intangible), sehingga industri pariwisata sering disebut
sebagai industri tanpa cerobong asap (smokeless industry).
Industri wisata artinya semua usaha yang menghasilkan barang dan jasa
bagi pariwisata (Freyer, 1993) dalam Damanik & Webber. Industri pariwisata
dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan utama, yaitu:
1. Pelaku langsung, yaitu usaha-usaha wisata yang menawarkan jasa secara
langsung kepada wisatawan atau yang jasanya langsung dibutuhkan oleh
wisatawan. Termasuk dalam kategori ini adalah hotel, restoran, biro perjalanan,
pusat informasi wisata, atraksi hiburan, dll. Secara faktual hotel menjadi pihak
13
paling utama yang bersentuhan langsung dengan wisatawan, kemudian diikuti
oleh biro perjalanan.
2. Pelaku tidak langsung, yakni usaha yang mengkhususkan diri pada produk-
produk yang secara tidak langsung mendukung pariwisata, misalnya usaha
kerajinan tangan, penerbit buku atau lembar panduan wisata, penjual roti, dan
sebagainya.
Batasan pariwisata sebagai industri, seperti dijelaskan oleh Yoeti (2008),
dimana kelompok perusahaan yang secara langsung memberikan pelayanan
kepada wisatawan bila datang berkunjung pada suatu tempat wisata. Tanpa
bantuan kelompok perusahaan ini, wisatawan tidak akan memeroleh kenyamanan
(comfortable), keamanan (security), dan kepuasan (satisfaction) dalam mencari
kesenangan yang diinginkan. Perusahaan-perusahaan dimaksudkan dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Perusahaan Kelompok Industri Pariwisata
Sumber: Yoeti, 2008
No Jenis Perusahaan Fungsi dan tugasnya
1 Tour operator / Wholesaler Memberi informasi/advis/paket wisata
2 Maskapai Penerbangan Menyediakan seats dan baggages services
3 Angkutan Pariwisata Melayani transfer service dari dan ke
airport
4 Akomodasi Hotel, Motel,
Inn, dll
Menyediakan kamar, laundry, dll
5 Restoran dan sejenisnya Menyediakan makanan dan minuman
6 Impresariat, Amusement, dll Menyediakan atraksi wisata dan hiburan
7 Lokal tour operator Menyelenggarakan city-sighseeing & tours
8 Shopping Center/Mall, dll Menyediakan cenderamata dan oleh-oleh
9 Bank/Money Changer Melayani penukaran valuta asing
10 Retail Servis Bermacam-macam keperluan wisatawan
14
2.1.3. Peranan Pariwisata dalam Perekonomian
Pariwisata merupakan industri jasa yang diyakini dapat mendorong
perekonomian suatu daerah bahkan dunia, dalam hal ini disebabkan industri
pariwisata terkait dengan industri-industri lainnya seperti industri perhotelan,
restoran, dan jasa hiburan. Jika dilihat dari kewilayahan, sektor pariwisata telah
mendorong tumbuh dan berkembangnya kawasan-kawasan pariwisata dan pusat-
pusat pelayanan yang tersebar di seluruh nusantara (Tjitroresmi (2003) dalam
Febriawan (2009)).
World Tourism Organization (2008) menyepakati bahwa pariwisata telah
menjadi fenomena sosial ekonomi yang sangat penting dalam perkembangan
kehidupan dan pergaulan global antar bangsa-bangsa di dunia. Pariwisata menjadi
penting bagi kehidupan karena terkait dengan dampaknya pada perkembangan
ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan baik dalam lingkup nasional maupun
internasional.
Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa terbesar bagi negara
berkembang. Sektor pariwisata memiliki fungsi sebagai katalisator pembangunan
(agent of development) sekaligus akan mempercepat proses pembangunan itu
sendiri, antara lain akan sangat berperan dalam (Yoeti, 2008):
1. Peningkatan perolehan devisa negara.
2. Memperluas dan memercepat proses kesempatan berusaha.
3. Memperluas kesempatan kerja.
4. Mempercepat pemerataan pendapatan (Distribution of Income).
5. Meningkatkan penerimaan pajak negara dan retribusi daerah.
6. Meningkatkan pendapatan nasional.
15
7. Memperkuat posisi neraca pembayaran.
8. Mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah yang memiliki potensi alam
yang terbatas.
Selain itu, menurut Gomang (2003), pariwisata merupakan faktor penting
dalam pengembangan ekonomi, karena kegiatannya mendorong perkembangan
beberapa sektor ekonomi nasional, misalnya:
1. Meningkatkan urbanisasi karena pertumbuhan pembangunan dan
pembaharuan suprasarana pariwisata.
2. Menggugah industri-industri baru yang berkaitan dengan jasa-jasa wisata
misalnya; usaha-usaha transportasi, akomodasi (hotel, motel, pondok wisata,
perkemahan, dan lain-lain), yang memerlukan perluasan beberapa industri
seperti misalnya; peralatan hotel dan kerajinan tangan.
3. Menambah permintaan akan hasil-hasil pertanian karena bertambah
pemakaiannya.
4. Memperluas pasar barang-barang lokal.
5. Menunjang pendapatan negara dengan valuta asing sehingga mengurangi
defisit di dalam neraca pembayaran dan memajukan perekonomian nasional.
6. Memberi dampak positif pada tenaga kerja di negara, karena pariwisata
memperluas lapangan kerja baru (tugas baru di hotel atau di tempat
penginapan lainnya, usaha perjalanan, di kantor-kantor pemerintah yang
mengurus pariwisata-pariwisata dan penerjemah, industri kerajinan tangan
dan cenderamata, serta tempat-tempat penjualan lainnya).
16
2.1.4. Pariwisata dari Sisi Permintaan
Menurut Yoeti (2008), permintaan dalam kepariwisataan (tourist demand)
dapat dibagi dua, yaitu potential demand dan actual demand. Potential demand
adalah sejumlah orang yang berpotensi untuk melakukan perjalanan wisata
(karena memiliki waktu luang dan tabungan relatif cukup). Sedangkan yang
dimaksudkan dengan actual demand adalah orang-orang yang sedang melakukan
perjalanan wisata pada suatu Daya Tarik Wisata (DTW) tertentu.
World Tourism Organization, WTO (1995) mendefinisikan permintaan
pariwisata sebagai permintaan terhadap barang dan jasa yang muncul karena
adanya kegiatan pariwisata. Tentu saja pihak yang melakukan permintaan adalah
wisatawan itu sendiri (konsumen), serta pemerintah dan swasta dalam rangka
investasi dan promosi wisata.
2.1.5. Pariwisata dari Sisi Penawaran
Penawaran pariwisata mencakup hal-hal yang ditawarkan oleh daerah
destinasi pariwisata kepada wisatawan yang real maupun yang potensial.
Penawaran dalam pariwisata menunjukkan suatu atraksi wisata alamiah dan
buatan manusia, jasa-jasa maupun barang-barang dapat menarik wisatawan untuk
datang mengunjungi suatu kawasan wisata (Gomang, 2003). Menurut Heriawan
(2004), sektor inti dari pariwisata mencakup: hotel, restoran, transportasi domestik
dan lokal, industri kerajinan (souvenir), jasa hiburan, rekreasi dan budaya, serta
biro perjalanan (paket tour).
17
Menurut Damanik dan Webber (2006), elemen penawaran wisata terdiri
dari triple A, yang terdiri dari:
1. Atraksi
Atraksi dapat diartikan sebagai objek wisata (baik yang bersifat tangible
maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Atraksi
dapat dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya, dan buatan. Atraksi alam meliputi
pemandangan alam, seperti Danau Kelimutu atau Gunung Bromo, udara sejuk dan
bersih, hutan perawan, sungai, gua, dan lain-lain. Atraksi budaya meliputi
peninggalan sejarah seperti Candi Perambanan, adat-istiadat masyarakat seperti
pasar Terapung di Kalimantan. Adapun atraksi buatan dapat dimisalkan Kebun
Raya Bogor, Taman Safari, Taman Impian Jaya Ancol, dan sebagainya. Unsur
lain yang melekat dalam atraksi adalah hospitally, yakni jasa akomodasi atau
penginapan, restoran, biro perjalanan, dan sebagainya.
2. Aksesibilitas
Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang
menghubungkan wisatawan dari, ke, dan selama di daerah tujuan wisata. Akses
ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan
waktu, kenyamanan, dan keselamatan. Moda transportasi layak ditawarkan adalah
angkutan penumpang tersebut berangkat dan tiba tepat waktu di Objek dan Daya
Tarik Wisata (ODTW).
3. Amenitas
Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait
dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan. Bank,
pertukaran uang, telekomunikasi, usaha persewaan (rental), penerbit dan penjual
18
buku panduan wisata, seni pertunjukan (teater, bioskop, pub, dan lain-lain) dapat
digolongkan ke dalam unsur ini.
2.1.6. Teori Dayasaing
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang
Standar Proses, mendefinisikan dayasaing adalah kemampuan untuk menunjukkan
hasil yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Kemampuan yang
dimaksud adalah (1) kemampuan memperkokoh pangsa pasarnya, (2) kemampuan
menghubungkan dengan lingkungannya, (3) kemampunan meningkatkan kinerja
tanpa henti, (4) kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan.
Lebih lanjut, dayasaing menurut Porter (1995) dapat didefinisikan sebagai
kemampuan usaha suatu perusahaan dalam industri untuk menghadapi berbagai
lingkungan yang dihadapi. Dayasaing ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu
perusahaan dan sangat bergantung pada tingkat sumber daya relatif yang
dimilikinya atau biasa kita sebut keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan
kompetitif adalah suatu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperkuat
posisinya dalam menghadapi pesaing dan mampu menunjukkan perbedaan dengan
lainnya. Selanjutnya, Porter menjelaskan pentingnya dayasaing karena tiga hal
berikut: (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan kemampuan mandiri; (2)
dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam konteks regional ekonomi
maupun entitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat; (3)
kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih menciptakan efisiensi.
19
2.1.7. Competitiveness Monitor
Competitiveness Monitor merupakan suatu metode yang dapat digunakan
untuk melihat dayasaing industri pariwisata. Analisis Competitiveness Monitor
diperkenalkan pertama kali oleh World Travel and Tourism Council (WTTC)
pada tahun 2001 sebagai alat ukur dayasaing pariwisata. Analisis ini
menggunakan delapan indikator yang digunakan untuk melihat dayasaing.
Indikator tersebut antara lain (World Tourism Organization, 2008):
1. Indikator Pariwisata, menunjukkan pencapaian perkembangan ekonomi
daerah akibat kedatangan turis pada daerah tersebut.
2. Indikator Persaingan Tingkat Harga, menunjukkan harga komoditi yang
dikonsumsi oleh turis selama berwisata di daerah tujuan wisata.
3. Indikator Perkembangan Infrastruktur, menunjukkan perkembangan
infrastruktur di daerah tujuan wisata.
4. Indikator Lingkungan, menunjukkan kualitas lingkungan dan kesadaran
penduduk dalam memelihara lingkungannya.
5. Indikator Kemajuan Teknologi, menunjukkan perkembangan infrastruktur
dan teknologi modern yang ditunjukkan dengan adanya ekspor produk
berteknologi tinggi di daerah tujuan wisata.
6. Indikator Sumberdaya Manusia Pariwisata, menunjukkan kualitas sumberdaya
manusia daerah tersebut sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih
baik kepada turis.
7. Indikator Keterbukaan, menunjukkan tingkat keterbukaan destinasi wisata
terhadap perdagangan internasional dan turis internasional.
20
8. Indikator Sosial, menunjukkan kenyamanan dan keamanan turis untuk
berwisata di daerah destinasi.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai pariwisata dan dayasaing sudah banyak dilakukan
sebelumnya. Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang membahas
sektor/industri pariwisata, antara lain :
Yulianti (2009) dalam penelitiannya yang menganalisis faktor-faktor
penentu dayasaing dan preferensi wisatawan dalam berwisata dengan
menggunakan pendekatan Porter’s Diamond dan metode Probit menyebutkan
bahwa potensi dan kondisi faktor-faktor yang memengaruhi dayasaing
kepariwisataan kota Bogor menarik dan beragam namun tidak diiringi jumlah
kunjungan wisatawan yang terus meningkat. Hal ini dikarenakan fasilitas
kepariwisataan masih kurang mendukung baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Selain itu juga anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk pengembangan
kepariwisataan kota Bogor masih sangat kurang untuk membiayai pengingkatan
kualitas maupun kuantitas kepariwisataan kota Bogor.
Faktor-faktor yang memengaruhi preferensi wisatawan dalam berwisata ke
kota Bogor menurut penelitian ini adalah variabel pendidikan, intensitas biaya,
dan kenyamanan. Semua variabel signifikan pada taraf nyata 10 persen. Hal ini
memperlihatkan semakin besar nilai variabel-variabel tersebut maka semakin
besar pula peluang wisatawan yang preferensi wisatanya ke kota Bogor. Oleh
karena itu, strategi yang dapat direkomendasikan adalah peningkatan anggaran,
21
promosi pariwisata serta koordinasi dengan pihak swasta yang lebih intens untuk
memajukan kepariwisataan kota Bogor.
Trisnawati, et al (2007) dalam penetiannya dalam analisis dayasaing
industri pariwisata antara Surakarta dengan Yogyakara dengan menggunakan alat
analisis competitiveness monitor menyatakan indeks dayasaing pariwisata di
Yogyakarta memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Berdasarkan
Price Competitiveness Indicator (PCI), Yogyakarta mempunyai indeks yang lebih
tinggi dibandingkan Surakarta. Berdasarkan Infrastructure Development Indicator
(IDI) menunjukkan bahwa pendapatan per kapita di kedua destinasi tersebut tidak
berbeda secara nyata, namun pertumbuhan pendapatan perkapita Yogyakarta lebih
tinggi dibandingkan Surakarta. Environment Indicator (EI) menunjukkan bahwa
tingkat kepadatan penduduk di kedua destinasi tersebut tidak berbeda secara nyata.
Technology Advancement Indicator (TAI) menunjukkan indeks nilai Yogyakarta
lebih tinggi. Human Resources Indicator (HRI) menunjukkan bahwa indeks
pendidikan di destinasi Yogjakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Openess
Indicator (OI) dayasaing pariwisata destinasi Yogyakarta kembali menunjukkan
angka yang lebih tinggi. Indikator terakhir, Social Development Indicator (SDI)
menunjukkan bahwa rata-rata masa tinggal turis di Yogyakarta lebih lama
dibandingkan di Surakarta.
Dayasaing industri pariwisata Surakarta secara menyeluruh lebih rendah
dibandingkan Yogjakarta. Indikator-indikator yang digunakan menunjukkan
bahwa pariwisata Yogjakarta lebih unggul.
Santri (2009) dalam skripsinya melakukan analisis mengenai potensi
sektor pariwisa untuk meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat,
22
dengan menggunakan tabel Input-Output tahun 2007 transaksi domestik atas
harga produsen. Penelitian ini memperlihatkan sektor pariwisata memiliki peran
yang relatif besar terhadap struktur perekonomian Provinsi Bali. Hal ini dapat
dilihat dari permintaan total sektor pariwisata pada tahun 2007 yang mencapai
36,00 persen dari jumlah total permintaan seluruhnya. Dalam permintaan akhir,
sektor pariwisata memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 40,25 persen dari total
permintaan akhir.
Sedangkan dalam pengeluaran konsumsi rumah tangga, sektor pariwisata
juga menempati posisi tertinggi sebesar 30,75 persen dari total pengeluaran rumah
tangga terhadap output domestik. Investasi terhadap sektor pariwisata mencapai
8,79 persen dari total investasi provinsi Bali. Struktur ekspor dan impor pariwisata
menempati posisi tertinggi dengan nilai ekspor sebesar 69,30 persen dan nilai
impor 26,29 persen.
Sektor pariwisata di Provinsi Bali memiliki keterkaitan langsung dan tidak
langsung yang tinggi baik sektor pengguna input maupun output, sehingga dapat
dikatakan bahwa sektor ini dapat diandalkan untuk mendorong sektor-sektor
lainnya dari hulu hingga ke hilir. Pada keterkaitan langsung dan tidak langsung ke
depan nilai terbesarnya ditempati oleh subsektor hotel bintang. Sedangkan pada
keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang, subsektor travel dan biro
yang memiliki nilai terbesar.
Sholeh (2010) dalam penelitiannya mengenai analisis dayasaing dan
pegaruh industri pariwisata terhadap perekonomian Kabupaten Bogor dengan
menggunakan metode analisis Competitiveness Monitor untuk mengukur trend
23
perkembangan dayasaing dan metode regresi untuk melihat faktor-faktor yang
memengaruhi PAD Pariwisata Kabupaten Bogor.
Analisis dayasaing menggunakan Kota Yogyakarta sebagai daerah
pembanding. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan dari Human
Tourism Indicator, Price Competitiveness Indicator, Human Resources Indicator,
dan Social Development Indicator sejak tahun 2004 hingga 2008 terus meningkat.
Environtment Indicator dan Technology Advancement Indicator mengalami
perkembangan yang berfluktuatif. Openess Indicator memiliki perkembangan
yang konstan.
Analisis pengaruh industri pariwisata terhadap pembentukan PAD
menggunakan beberapa variabel, antara lain jumlah hotel, jumlah wisatawan, dan
pajak hiburan. Hasil analisis memperlihatkan semua variabel berpengaruh positif
dan signifikan terhadap PAD Kabupaten Bogor.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Yulianti (2009) dan Santri
(2009) adalah metode yang digunakan. Yulianti (2009) dalam melihat posisi
dayasaing pariwisata Kota Bogor menggunakan pendekatan Porter’s Diamond
sedangkan penelitian ini menggunakan alat analisis Competitiveness Monitor.
Yulianti (2009) menggunakan analisis Tabel Input-Ouput untuk melihat peranan
serta pengaruh pariwisata terhadap perekonomian.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Trisnawati,et al (2007) dan
Sholeh (2010) adalah daerah penelitian, variabel, dan periode data yang
digunakan. Daerah yang dianalasisis pada penelitian ini adalah Kabupaten Cianjur.
Data yang digunakan merupakan data sekunder dengan periode waktu dari tahun
2001 hingga 2011.
24
2.3. Kerangka Pemikiran
Kabupaten Cianjur mempunyai potensi yang sangat besar untuk
menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber utama pendapatan daerah.
Kabupaten Cianjur sangat kaya akan potensi alam yang beraneka ragam. Di
bagian utara, terdapat kawasan Cipanas-Puncak dengan daerah pegunungan dan
bukit. Wilayah bagian selatan terdapat pantai yang dapat dikembangkan menjadi
daya tarik wisata.
Tabel 2.2. Objek-objek Wisata di Kabupaten Cianjur
No Obyek Wisata Lokasi Keterangan
1 Kebun Raya Cibodas Cipanas Sudah berkembang
2 Bumi Perkemahan Mandala Kitri Cipanas Sudah berkembang
3 Wanasata Mandalawangi Cipanas Sudah berkembang
4 Pendakian Gunung Gede-
Pangrango
Cipanas Sudah berkembang
5 Istana Cipanas Cipanas Sudah berkembang
6 Taman Bunga Nusantara Sukaresmi Sudah berkembang
7 Wisata Tirta Jangari Mande Sudah berkembang
8 Wisata Tirta Calincing Ciranjang Sudah berkembang
9 Wisata Ziarah Makam Dalam
Cikundul
Cikalongkulon Sudah berkembang
10 Pantai Jayanti Cidaun Sudah berkembang
11 Pantai Apra Sindangbarang Sudah berkembang
12 Sumber Air Panas Sukasirna Agrabinta Potensi
13 Air Terjun Citambur Pagelaran Potensi
14 Situs Megalith Gunung Padang Campaka Potensi
15 Agrowisata Perkebunan Teh
Gedeh
Pacet Potensi
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, 2009
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menyatakan sebelas dari total lima
belas obyek wisata di Kabupaten Cianjur sudah berkembang. Potensi obyek
wisata yang sudah berkembang didominasi oleh obyek wisata di kawasan Puncak-
Cipanas. Kebun Raya Cibodas dan Taman Bunga Nusantara menjadi daya tarik
utama bagi wisatawan dengan total kunjungan ke obyek wisata tersebut sebanyak
1.156.319 wisatawan (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur,
25
2006). Objek wisata yang sudah berkembang membuat sektor-sektor pendukung
pariwisata sepeti hotel dan restoran ikut berkembang di kawasan ini. Bahkan,
semua hotel berbintang yang berada di Kabupaten Cianjur pun berada di kawasan
Puncak-Cipanas.
Kemajuan objek wisata di kawasan Puncak-Cipanas yang notebene
merupakan bagian dari Cianjur bagian Utara tidak diikuti oleh perkembangan
objek wisata di kawasan timur dan selatan. Pemerintah daerah harus lebih fokus
dalam pembangunan pariwisata di kawasan timur dan selatan Kabupaten Cianjur.
Potensi objek pariwista Kabupaten Cianjur masih besar untuk bisa
dikembangkan. Oleh karena itu, kebijakan yang tepat dibutuhkan agar potensi
yang ada dapat berkembang secara optimal.
Analisis perkembangan dayasaing industri pariwisata penting untuk
dilakukan. Hasil analisis dapat menunjukkan perkembangan potensi pariwisata
yang juga dapat memperlihatkan sejauh mana pemerintah maupun swasta
memaksimalkan potensi yang ada.
Selain itu, analisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi industri
pariwisata pun diperlukan. Analisis ini bertujuan untuk melihat faktor atau
variabel apa saja yang memberikan pengaruh signifikan terhadap industri
pariwisata. Sehingga dapat membantu pemerintah daerah Kabupaten Cianjur
untuk mengambil kebijakan dengan menjadikan hasil analisis ini sebagai acuan.
Untuk lebih jelas, diagram alur berpikir dapat dilihat pada gambar 2.1
berikut:
26
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Keterangan: -------- = Ruang Lingkup Penelitian
Potensi Objek Pariwisata yang
cukup banyak tetapi masih
kurang berkembang
Analisis Perkembangan
Dayasaing
Rekomendasi Kebijakan
Kepada Pemerintah untuk
Meningkatkan Kinerja
Industri Pariwisata
Meningkatkan Kontribusi
Industri Pariwisata
Perkembangan Industri
Pariwisata Kabupaten Cianjur
Analisis faktor-faktor yang
Memengaruhi Pariwisata
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data
yang digunakan untuk analisis dayasaing merupakan data sekunder dari tahun
2006 sampai dengan 2010. Sedangkan, analisis faktor-faktor yang memengaruhi
pariwisata menggunakan data time series dari tahun 2001 sampai dengan 2011.
Data-data yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari berbagai dinas
pemerintahan Kabupaten Cianjur, yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Cianjur, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Pendapatan Daerah, dan Kantor
Lingkungan Hidup. Selain itu, data juga diperoleh dari literatur yang ada di
perpustakaan IPB, media massa, dan internet.
Data yang digunakan dalam pembentukan variabel dependen dan
independen untuk analisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata
dalam penelitian ini bisa dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Data, Satuan, dan Sumber Data
Variabel Satuan Simbol Sumber
PAD Pariwisata Rupiah PADPar Dispenda Kab.Cianjur
Jumlah Hotel dan
Akomodasi lainnya
Unit JHot Budpar dan BPS Kab.Cianjur
Jumlah Restoran Unit JRes Disbudpar Kab. Cianjur
Jalan Beraspal Kualitas
Baik
Km JKB BPS Kab. Cianjur
Tingkat Pendidikan
Tenaga Kerja Pariwisata
Persen TPPar BPS Kab. Cianjur
Tingkat Hunian Hotel Persen THH BPS Kab. Cianjur
28
3.2. Metode Analisis Dayasaing
3.2.1. Analisis Competitiveness Monitor
Metode yang digunakan dalam penelitian dayasaing pariwisata Kabupaten
Cianjur adalah metode Competitiveness Monitor (CM). Variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah indeks dayasaing pariwisata yang dibentuk dari
delapan indikator penentu dayasaing pariwisata yang telah ditetapkan oleh World
Tourism Organization (WTO). Kedelapan indikator tersebut adalah sebagai
berikut (World Tourism Organization, 2008),:
1. Indikator Pengaruh Pariwisata
Indikator ini menunjukkan pencapaian perkembangan ekonomi daerah
akibat kedatangan turis pada daerah tersebut. Indikator ini diukur dengan
menggunakan Tourism Impact Index (TII). Besarnya TII dapat dihitung dengan
rumus berikut:
𝑇𝐼𝐼 =PAD Pariwisata
PDRB Total
2.Indikator Dayasaing Tingkat Harga (IDTH)
Indikator ini menunjukkan harga komoditi yang dikonsumsi oleh turis
selama berwisata di daerah tujuan wisata. Pengukuran yang digunakan untuk
indikator ini adalah Purchasing Power Parity (PPP) dan rata-rata tarif minimum
hotel berbintang.
IDTH = f (PPP, rata-rata tarif minimum hotel berbintang)
29
3. Indikator Perkembangan Infrastruktur (IPI)
Indikator ini menunjukkan perkembangan infrastruktur di daerah tujuan
wisata. Pengukuran yang digunakan untuk indikator ini adalah panjang jalan
beraspal dan kualitas jalan. Rumus dari indikator ini adalah sebagai berikut:
IPI = f (panjang jalan beraspal, kualitas jalan)
4. Indikator Lingkungan
Indikator ini menunjukkan kualitas lingkungan dan kesadaran penduduk
dalam memelihara lingkungannya. Pengukuran yang digunakan untuk indikator
ini adalah indeks kepadatan penduduk, dan indeks kualitas udara.
Kepadatan Penduduk = Jumlah Penduduk
Luas Wilayah
Kualitas Udara = f (kadar CO, kadar debu, temperatur, kebisingan)
5. Indikator Sumberdaya Manusia (ISM)
Indikator ini menunjukkan kualitas sumberdaya manusia daerah tersebut
sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada turis. Pengukuran
yang digunakan untuk indikator ini adalah indeks pendidikan yang dapat diukur
dengan rumus berikut:
ISM = f (angka melek huruf, rata-rata lama sekolah)
6. Indikator Keterbukaan (IK)
Indikator ini menunjukkan tingkat keterbukaan destinasi terhadap
perdagangan internasional dan turis internasional. Rumus untuk mengukur
Indikator Keterbukaan adalah sebagai berikut:
IK = Jumlah Turis Asing yang Menginap di Hotel
Total Tamu Hotel
30
7. Indikator Sosial
Indikator ini menunjukkan kenyamanan dan keamanan turis untuk
berwisata di daerah destinasi. Ukuran SDI adalah rata-rata masa tinggal turis di
daerah destinasi.
SDI = Rata-rata masa tinggal turis.
8. Indikator Kemajuan Teknologi
Indikator ini menunjukkan perkembangan infrastruktur dan teknologi
modern yang ditunjukkan dengan adanya ekspor produk-produk berteknologi
tinggi. Pengukuran yang digunakan untuk indikator ini adalah indeks ekspor, yang
dapat dihitung dengan rumus berikut:
Indeks Ekspor = Jumlah Ekspor elektronik ,obat −obatan ,dan kamera
Jumlah Ekspor Total
Metode Competitiveness Monitor tidak memiliki standar baku untuk
melihat tinggi atau rendahnya nilai dayasaing dari setiap indikator. Analisis ini
hanya membandingkan hasil pengukuran dayasaing Kabupaten Cianjur dengan
daerah pembandingnya, yaitu Kabupaten Bogor. Pemilihan Kabupaten Bogor
sebagai daerah pembanding dilakukan secara sengaja dengan justifikasi bahwa
daya tarik wisata yang ada di Kabupaten Bogor memiliki karakteristik yang
hampir sama dengan Kabupaten Cianjur.
3.2.2. Uji t Dua Sampel Independen.
Uji t digunakan untuk menguji apakah rata-rata satu grup sampel berbeda
dengan grup sampel lainnya (Pratisto, 2004). Setelah mendapatkan nilai masing-
masing indikator, maka dapat dilakukan uji t untuk melihat signifikansi perbedaan
31
dayasaing di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor. Uji t yang dilakukan
menggunakan software Minitab 14.
Hipotesis:
H0 : β1 ≥ 0 i = 1,2,3,....0
H1 : β1 < 0
Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji t adalah sebagai berikut:
Jika t-hitung ≥ t𝛼/2(𝑛−𝑘) maka tolak H0
Jika t-hitung < t𝛼/2(𝑛−𝑘) maka terima H0
Jika t-hitung > t-tabel ( t𝛼/2(𝑛−𝑘) ), maka tolak H0 , artinya dayasaing
Kabupaten Cianjur lebih rendah dibandingkan dayasaing Kabupaten Bogor.
Sedangkan apabila t-hitung < t-tabel (t𝛼/2(𝑛−𝑘)), maka terima H0, hal ini berarti
dayasaing Kabupaten Cianjur relatif sama atau lebih tinggi dibandingkan
dayasaing Kabupaten Bogor.
3.3. Metode Analisis
3.3.1. Analisis Regresi Berganda
Dalam penelitian ini dilakukan analisis untuk melihat faktor-faktor yang
memengaruhi industri pariwisata Kabupaten Cianjur. Metode analisis yang
digunakan adalah metode Regresi Linear Berganda (Ordinary Least Square)
dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan software Minitab.
Salah satu regresi dalam OLS adalah regresi linear berganda. Analisis
regresi linear berganda menunjukkan hubungan sebab akibat antara variabel X
(variabel bebas) yang merupakan penyebab dan variabel Y (variabel tak bebas)
yang merupakan akibat. Analisis regresi linier berganda merupakan suatu metode
32
yang digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak
bebasnya. Regresi linier berganda tidak hanya melihat keterkaitan antar variabel,
namun juga mengukur besaran hubungan kausalitasnya.
Menurut Walpole (1995), model regresi linier berganda adalah sebagai
berikut:
Y = 𝑌 = 𝑏0 + 𝑏1𝑥1 + 𝑏2𝑥2 + 𝑏𝑟𝑥𝑟
keterangan:
r = 1, 2, 3, ..., N
𝑏0= intersep
3.3.2. Model Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Sektor Pariwisata
Kabupaten Cianjur.
Analisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kabupaten
Cianjur menggunakan Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata sebagai variabel
dependen. Variabel independen yang digunakan antara lain jumlah hotel, jumlah
wisatawan, dan tingkat pendidikan tenaga kerja sektor pariwisata. Setelah melalui
beberapa tahapan spesifikasi, model persamaan terbaik yang digunakan untuk
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi Sektor Pariwisata adalah sebagai
berikut:
PADPart = α0 + α1JHott + α2JKBt + α3JRest + α4TPPart + α5THHt + εt
keterangan:
PADPart = Jumlah Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata pada Periode
(Rupiah)
JHott = Jumlah Hotel dan Akomodasi Lainnya pada Periode t (Unit)
JKBt = Jalan Beraspal Kualitas Baik pada Periode t (Km)
33
JRest = Jumlah Restoran pada Periode t (Unit)
TPPart = Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Pariwisata pada Periode t (Persen)
THHt = Tingkat Hunian Hotel pada Periode t (Persen)
εt = Error Term
Langkah selanjutnya adalah merubah data-data yang berada pada
persamaan tersebut ke dalam bentuk logaritma untuk mempermudah dalam
melihat respon dari setiap variabel independen yang digunakan terhadap variabel
dependen.
LnPADPart = α0 + α1LnJHott + α2LnJKBt + α3LnJRest + α4TPPart + α5THHt + εt
keterangan:
LnPADPart = Jumlah Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata pada Periode
(Persen)
LnJHott = Jumlah Hotel dan Akomodasi Lainnya pada Periode t (Persen)
LnJKBt = Jalan Beraspal Kualitas Baik pada Periode t (Persen)
LnJRest = Jumlah Restoran pada Periode t (Persen)
TPPart = Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Pariwisata pada Periode t
(Persen)
THHt = Tingkat Hunian Hotel pada Periode t (Persen)
εt = Error Term
Kemudian, model tersebut dianalisis menggunakan kriteria-kriteria uji
agar model tersebut memenuhi persyaratan metode analisis Ordinary Least
Square (OLS), seperti terbebas dari masalah-masalah autokorelasi,
heteroskedastisitas, dan multikolinieritas.
34
3.4. Identifikasi Model
3.4.1. Uji Kriteria Statistik
Tujuan pengujian kriteria adalah untuk melihat korelasi antar variabel
persamaan, yaitu dengan menggunakan uji t, uji F, dan uji Koefisien Determinasi.
1. Uji Koefisien Regresi secara Individual (Uji-t)
Uji t dilakukan untuk melihat tingkat signifikansi variabel bebas, apakah
variabel bebas berpengaruh atau tidak tehadap variabel tak bebas. Perbandingan
antara nilai t-statistik dengan nilai t-tabel dapat menunjukkan daerah atau wilayah
penolakan. Selain itu, uji ini digunakan untuk melihat keabsahan dari hipotesis
dan membuktikan bahwa koefisien regresi dalam model secara statistik signifikan
atau tidak.
Hipotesis:
H0 : β1 = 0 i = 1,2,3,....0
H1 : β1 ≠ 0
Statistik uji yang dilakukan dalam uji t adalah sebagai berikut:
t-hitung = b−B
Sb
Kemudian hasil t-hitung dibandingkan dengan t-tabel (t-tabel = 1,96).
Keterangan:
b = koefisien regresi parsial sampel
B = koefisien regresi parsial populasi
Sb = Simpangan baku koefisien dugaan
Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji t adalah sebagai berikut:
Jika t-hitung > t𝛼/2(𝑛−𝑘) maka tolak H0
Jika t-hitung < t𝛼/2(𝑛−𝑘) maka terima H0
35
Jika t-hitung > t-tabel (t𝛼/2(𝑛−𝑘)), maka tolak H0 hal ini berarti variabel
bebas yang digunakan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya pada
taraf nyata α. Sedangkan apabila t-hitung < t-tabel (t𝛼/2(𝑛−𝑘)), maka terima H0,
hal ini berarti variabel bebas yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap
variabel bebasnya pada taraf α.
2. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel
tak bebas secara keseluruhan dengan menggunakan pengujian F-hitung. Uji F juga
digunakan untuk mengetahui kelayakan model yang diajukan untuk menduga
parameter yang ada pada persamaan.
Hipotesis:
H0: β0
= β1
= β2
= ⋯ = βn
= 0 (variabel bebas tidak
berpengaruh nyata terhadap
variabel tak bebas)
H1: minimal ada salah satu β1≠ 0 (paling sedikit ada satu
variabel bebas yang
berpengaruh nyata terhadap
variabel tak bebas)
β = dugaan parameter
Statistik uji yang dilakukan dalam uji F adalah sebagai berikut:
F-hitung = R2/k−1
1−R2/n−k
Kemudian hasil dari F-hitung dibandingkan dengan F-tabel (F𝛼(𝑘−1,𝑛−𝑘)).
36
Keterangan:
R2 = Koefisien determinasi
n = Banyaknya data
K = Jumlah koefisien regresi dugaan
Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji F adalah sebagai berikut :
Jika F-hitung > (F𝛼(𝑘−1,𝑛−𝑘)), maka tolak H0
Jika F-hitung < (F𝛼(𝑘−1,𝑛−𝑘)) maka terima H0
Jika hasil F-hitung > F-tabel (F𝛼(𝑘−1,𝑛−𝑘)), maka tolak H0, hal ini seperti
minimal terdapat variabel bebas yang nilainya tidak nol dan berpengaruh nyata
terhadap variabel tak bebas. Sedangkan apabila F-hitung < F-tabel (F𝛼(𝑘−1,𝑛−𝑘)),
maka terima H0 hal ini berarti tidak ada variabel bebas yang dapat menjelaskan
secara nyata keragaman dari variabel bebas.
3. Uji Koefisien Determinasi (R2) dan Adjusted R2
Koefisien determinasi (R2 ) dan Adjusted R2 digunakan untuk melihat
sejauh mana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel tak bebas
dan untuk melihat seberapa kuat variabel bebas mampu menerangkan keragaman
variabel tak bebas dan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan
pada model dapat menerangkan model tersebut. Menurut Gujarati (1995) terdapat
dua sifat R-squared, yaitu:
a. Merupakan besaran non-negatif
b. Batasnya adalah 0 ≤ R2 ≥ 1. Jika R2 bernilai 1 ada suatu kecocokan sempurna,
sedangkan jika R2 bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel bebas
dengan variabel tak bebas.
37
Nilai koefisien determinasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
R2 =𝐸𝑆𝑆
𝑇𝑆𝑆
dimana :
ESS = Jumlah kuadrat yang dijelaskan (explained sum square)
TSS = Jumlah kuadrat total (total sum square)
Salah satu masalah jika menggunakan ukuran R-squared untuk menilai
baik buruknya suatu model adalah akan selalu mendapatkan nilai yang terus naik
seiring dengan pertambahan variabel bebas ke dalam model sehingga Adjusted R-
squared juga bisa digunakan untuk melihat sejauh mana variabel bebas mampu
menerangkan keragaman variabel bebas. Adjusted R-squared secara umum
memberikan hukuman terhadap penambahan variabel bebas yang tidak mampu
menambah daya prediksi suatu model. Nilai Adjusted R-squared tidak akan
pernah melebihi nilai R-squared, bahkan dapat menurunkan daya prediksi jika
ditambahkan variabel bebas yang tidak perlu.
R2 = 1 − 𝜎2
𝑆𝑦2
dimana :
𝜎2 = Variabel residual
𝑆𝑦2 = Varian sampel dari Y
3.4.2. Uji Kriteria Ekonometrika
Permasalahan yang dapat ditemukan ketika menggunakan metode OLS
adalah masalah autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinieritas.
38
1. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan salah satu asumsi statistik dimana error term
terdistribusi secara normal (Firdaus, 2004). Model regresi seperti ini disebut
model regresi linear normal klasik. Regresi normal klasik mengasumsikan bahwa
tiap ϵi didistribusikan secara normal dengan:
1. Rata-rata : E (ϵi) = 0
2. Varians : E (ϵi) = σ2
3. Cov (ϵi, ϵj) : E (ϵi, ϵj) = 0, i ≠ j
2. Uji Autokorelasi
Masalah yang sering ditemukan pada berbagai penelitian adalah adanya
hubungan serius antara gangguan estimasi satu observasi dengan gangguan
estimasi obserbasi yang lain. Nisbah antara obserbasi inilah yang disebut sebagai
menjadi tidak bias, nilai galat baku terkorelasi sehingga ramalan menjadi tidak
efisien, dan ragam galat berbias.
Uji Durbin Watson (Uji DW) biasa digunakan untuk melihat ada atau
tidaknya autokorelasi pada model. Nilai hitung statistik d dibandingkan dengan d
tabel, yaitu dengan bataas bawah (dL) dan batas atas (dU). Hasil pebandingan
akan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Jika d < dL, berarti ada autokorelasi positif.
2. Jika d > 4-dL, berarti ada autokorelasi negatif.
3. Jika dL < d < 4-dU, berarti tidak terjadi autokorelasi positif maupun negatif
4. Jika dL ≤ d ≤ dU atau 4-dU ≤ d ≤ 4-dL, berarti tidak dapat disimpulkan.
Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah autokorelasi adalah
sebagai berikut (Gujarati, 1993):
39
a. Menghilangkan variabel bebas yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel
tak bebas.
b. Apabila terjadi kesalahan dalam hal spesifikasi model, hal ini dapat diatasi
dengan mentransformasi model, misalnya dari model linier menjadi model
non-linier atau sebaliknya.
3. Uji Heteroskedastisitas
Suatu model dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas
(tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memiliki ragam error yang sama.
Heteroskedastisitas adalah suatu penyimpangan asumsi OLS dalam bentuk varians
gangguan estimasi yang dihasilkan oleh estimasi OLS yang tidak bernilai konstan.
Heteroskedastisitas tidak merusak sifat ketidakbiasan dan konsistensi dari
penaksir OLS tetapi penaksir yang dihasilkan tidak lagi mempunyai varians yang
minimum (efisiensi). Menurut Gujarati (1993), jika terjadi heteroskedastisitas
maka akan berakibat sebagai berikut :
a. Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varian yang minimum
atau estimator tidak efisien.
b. Prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang sebenarnya
akan mempunyai varian yang tinggi sehingga prediksi menjadi tidak efisien.
c. Tidak dapat diterapkannya uji nyata koefisien atau selang kepercayaan dengan
menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varian.
Untuk memeriksa keberadaan heteroskedastisitas salah satunya dapat
ditujukan dengan White-Heteroskedastisity Test, dimana tidak perlu asumsi
normalitas dan relatif mudah. Hipotesis yang digunakan untuk menguji
keberadaan heteroskedastisitas adalah sebagai berikut :
40
Hipotesis :
H0 : 𝛾 = 0 (homoskedastisitas)
H1 ∶ 𝛾 ≠ 0 (heteroskedastisitas)
Jika nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata yang digunakan
maka hipotesis H0 diterima yang berarti tidak terdpat gejala heteroskedastisitas
pada model. Jika nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata yang
digunakan, maka hipotesis H0 ditolak yang berarti terdapat gejala
heteroskedastisitas pada model.
Solusi dari masalah ini adalah mencari transformasi model asal sehingga
model yang baru akan memiliki error term dengan varian yang konstan.
4. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah adanya hubungan linier yang sempurna antara
beberapa atau semua variabel yang ada pada model. Multikolinearitas
menyebabkan koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai standard
error setiap koefisien regresi menjadi tidak terhingga. Multikolinearitas dapat
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain; 1) Kesalahan teoritis dalam
pembentukan model fungsi regresi yang digunakan, 2) Terlampau kecilnya jumlah
pengamatan yang akan dianalisis dalam model. Gujarati (1993) mengemukakan
tanda-tanda adanya multikolinearitas adalah sebagai berikut :
a. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan.
b. R-squared-nya tinggi tetapi uji individu tidak banyak bahkan tidak ada yang
nyata.
c. Korelasi sederhana antara variabel individu tinggi (r𝑖𝑗 tinggi)
d. R2 < r𝑖𝑗 menunjukkan adanya masalah multikolinearitas.
41
Solusi untuk mengatasi masalah multikolinieritas menurut Gujarati (1993)
adalah sebagai berikut :
a. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya.
b. Mengkombinasikan data cross-sectional dan data deretan waktu.
c. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi.
d. Mentransformasikan data.
e. Mendapatkan tambahan data baru.
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Kondisi Umum Kabupaten Cianjur
Kabupaten Cianjur secara geografis terletak di antara 6021-7
025 Lintang
Selatan dan 106042 – 107
025 Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya sebagai
berikut:
1. sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta,
2. sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut,
3. sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudra Indonesia,
4. sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi.
Kabupaten Cianjur memiliki luas 350.148 Ha yang secara administratif
pemerintahan terdiri dari 30 Kecamatan, 342 Desa, dan 6 Kelurahan. Secara
geografis, Kabupaten Cianjur dibagi ke dalam 3 wilayah, yaitu:
1. Cianjur Bagian Utara, terletak di kaki Gunung Gede dengan ketinggian 2.962
meter dengan kombinasi pegunungan, perkebunan dan pesawahan.
2. Cianjur Bagian Tengah, merupakan daerah yang berbukit-bukit kecil.
3. Cianjur Bagian Selatan, merupakan dataran rendah yang diselingi bukit-bukit
dan pegunungan yang melebar sampai dengan Samudra Indonesia
Visi Kabupaten Cianjur adalah “Cianjur Lebih Sejahtera dan Berakhlakul
Karimah”, yang diikuti oleh beberapa misi, antara lain:
1. Meningkatkan Ketersediaan dan Keterjangkauan Pelayanan Pendidikan yang
Bermutu.
2. Meningkatkan Ketersediaan dan Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan yang
Bermutu.
43
3. Meningkatkan Dayabeli Masyarakat.
4. Memantapkan Pelasanaan Reformasi Birokrasi.
5. Aktualisasi Nilai-nilai Akhlakul Karimah dalam Kehidupan Bermasyarakat,
Berbangsa dan Bernegara.
Jumlah penduduk Kabupaten Cianjur berdasarkan hasil sensus penduduk
2010 mencapai 2.168.514 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,09
persen. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan
Pacet dan Kecamatan Cianjur, masing-masing sebanyak 170.224 jiwa dan
140.374 jiwa. Kecamatan lainnya yang jumlah penduduknya diatas 100.000 jiwa
antara lain; Kecamatan Cibeber, Kecamatan Warungkondang, dan Kecamatan
Karangtengah. Sedangkan, Kecamatan yang jumlah penduduknya terendah adalah
Kecamatan Cikandu dengan jumlah penduduk 36.212 jiwa.
Kepadatan penduduk di Kabupaten Cianjur mencapai 123 jiwa per km
dengan sex rasio 106,93. Beberapa kecamatan memiliki kepadatan penduduk di
antara 3.000 sampai 6.000 penduduk per km2.
. Kecamatan-kecamatan yang
memiliki kepadatan yang tinggi tersebut mayoritas berada di Cianjur bagian utara
antara lain; Kecamatan Cianjur, Kecamatan Karangtengah, dan Kecamatan Cilaku.
Kecamatan dengan kepadatan penduduk paling rendah adalah kecamatan
Naringgul, yaitu sebanyak 92 sampai 159 jiwa per km2 (BPS Kabupaten Cianjur,
2010). Perbedaan ini sangat menunjukkan ketimpangan kepadatan penduduk
antara Cianjur bagian Utara, Tengah, dan Selatan.
Kabupaten Cianjur beriklim tropis dengan curah hujan per tahun antara
1.000 sampai 4.000 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 150 hari per tahun.
Kondisi iklim tersebut menjadikan kekayaan alam Kabupaten Cianjur subur dan
44
mengandung keanekaragaman kekayaan sumberdaya alam yang potensial. Dari
total luas wilayah sebesar 350.148 Ha, pemanfaatannya meliputi 83.034 Ha
(23,71%) berupa hutan produktif dan konservasi, 58.101 Ha (16,59%) berupa
tanah pertanian lahan basah, 97.227 Ha (27,76%) berupa lahan pertanian kering
tegalan 57.735 Ha (16,49%) berupa tanah perkebunan, 3.500 Ha (0,1%) berupa
tanah dan penggembalaan/pekarangan, 1.239 Ha (0,035%) berupa tambak/kolam,
25.261 Ha (7,2%) berupa pemukiman/pekarangan dan 22.483 Ha (6,42%) berupa
penggunaan lain-lain.
Kabupaten Cianjur mempunyai lima fokus pembangunan unggulan yang
diharapkan mampu memacu pertumbuhan perekonomian wilayah, penetapan
keenam sektor unggulan tersebut dilakukan dengan melihat kontribusi sektor-
sektor tersebut saat ini dan potensi serta peluang pengembangan yang dimiliki.
Fokus pembangunan perekonomian Kabupaten Cianjur, antara lain:
1. Agribisnis,
2. Pariwisata,
3. Kerajinan Rumah Tangga,
4. Industri Manufaktur, dan
5. Perdagangan dan Jasa.
4.2. Potensi Pariwisata Kabupaten Cianjur
Kabupaten Cianjur mempunyai objek dan daya tarik pariwisata yang
tersebar di berbagai wilayah. Potensi-potensi ini dibagi kedalam tiga bagian
berdasarkan lokasinya, yaitu (Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah,
2008):
45
1. Satuan Kawasan Pengembangan I (SKPP I), merupakan wilayah bagian utara
Kabupaten Cianjur yang meliputi kawasan Puncak-Cipanas.
2. Satuan Kawasan Pengembangan II (SKPP II), meliputi bagian tengah
Kabupaten Cianjur.
3. Satuan Kawasan Pengembangan III (SKPP III), meliputi bagian selatan
Kabupaten Cianjur.
Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Kabupaten Cianjur, daya tarik wisata menurut sumberdayanya dapat digolongkan
menjadi tiga jenis yaitu daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya dan daya
tarik wisata buatan. Berikut ini adalah objek dan daya tarik wisata yang terdapat
di Kabupaten Cianjur:
4.2.1. Daya Tarik Wisata Alam
1. Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP)
Taman Nasional Gede Pangrango terletak di Kecamatan Cipanas dengan
jarak 17 km dari Kota Cianjur dan 103 km dari ibukota Jakarta.
Pengelolaannya berada di bawah naungan PHPA dan Kementerian Kehutanan.
Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu taman nasional di Indonesia
yang memiliki keragaman flora, seperti bunga edelweiss dan fauna. Atraksi
wisata lain yang menarik untuk dikunjungi adalah air terjun, kawah-kawah
yang aktif dan beberapa puncak gunung yang digemari oleh para pendaki.
TNGP memiliki luas 15,96 Ha dengan ketinggian Gunung Gede 2.958 mdpl
dan Gunung Pangrango 3.019 mdpl.
Aktivitas wisata yang dapat dilakukan antara lain pendakian gunung dan
berkemah. Untuk kegiatan hiking, mendaki sudah tersedia jalur lintas daki.
46
Aktivitas pendakian dapat dikategorikan sebagai aktivitas minat khusus dengan
jalur-jalur pendakian yang cukup sulit dan dapat dijangkau melalui tiga pintu
masuk yang terdapat di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur.
2. Bumi Perkemahan Mandala Wangi
Lokasi Bumi Perkemahan Mandalah Wangi terletak di kawasan
administrasi Desa Cimacan, Kecamatan Cipanas. Bumi perkemahan ini
dikelola oleh Perum Perhutani KPH Cianjur. Bumi Perkemahan Mandala
Wangi berada di kawasan Wana Wisata milik Perum Perhutani. Daya tarik
wisata utamanya adalah area perkemahan seluas ± 10 Ha dengan iklim sejuk,
pemandangan pegunungan Gunung Gede Parango dalam lingkungan ekosistem
hutan pinus, kayu putih dan damar. Dengan kontur lahan yang berbukit-bukit
dan suasana alam yang teduh menjadikan bumi perkemahan ini menarik.
Atraksi wisata berupa danau dan pemandian alam menambah nilai daya tarik
wisata alam di kawasan ini.
3. Bumi Perkemahan Mandala Kitri.
Objek daya tarik wisata Bumi Perkemahan Mandala Kitri terletak di
Rarahan, Kecamatan Pacet. Bumi perkemahan ini dikelola oleh Yayasan
Pramuka Kwartir Cabang Cianjur. Bumi Perkemahan Mandala Kitri
merupakan tempat perkemahan yang diperuntukkan untuk anak-anak dan
biasanya diisi oleh para pramuka dan pelajar. Dengan areal seluas 5 Ha, bumi
perkemahan ini mampu menampung sekitar 1000 orang. Daya tarik wisata
yang terdapat disini adalah bentukan lahan yang mayoritas datar dengan
tanaman pepohonan pinus, kayu putih, dan damar.
47
Aktivitas wisata yang dapat dilakukan selain berkemah adalah jungle
survival yaitu kegiatan pengujian fisik dan mental dengan area khusus yang
tidak terlalu luas, wall climbing yaitu kegiatan mendaki dengan alat bantu
dinding yang menyerupai dinding batuan yang terdapat di dekat pintu masuk
dan aktivitas outbond yang dimanfaatkan untuk latihan kepemimipinan dan
kerjasama kelompok.
4. Kebun Raya Cibodas
Kebun Raya Cibodas terletak di Kaki Gunung Gede Pangrango,
tepatnya di Cibodas, Rarahan, Desa Cimacan, Kecamatan Cipanas dengan
jarak 17 km dari pusat Kota Cianjur. Pengelolaannya berada di bawah
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Kebun Raya Cibodas merupakan kawasan konservasi alam/cagar alam
dengan luas 125 Ha. Koleksi pepohonan langka dan spesies, serta fauna kera
dan babi hutan. Daya tarik wisata lainnya adalah Air Terjun Cibodas, rumah
kaca dengan koleksi kaktus (350 spesies), anggrek (360 spesies), dan tanaman
langka yang beraneka ragam, serta taman air mancur. Kebun raya yang terletak
pada ketinggian 150 mdpl ini memiliki iklim yang sejuk dan lingkungan alam
yang bersih serta tertata.
5. Calincing – Waduk Cirata.
Objek wisata Calincing – Waduk Cirata terletak di Desa Sindangjaya
Kecamatan Ciranjang. Berjarak ±20 km dari pusat kota Cianjur. Pengelolaan
Calincing – Waduk Cirata berada di bawah naungan Badan Pengelola Waduk
Cirata, bekerjasama dengan Dinas Perikanan dan Peternakan serta Dinas
Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur. Kegiatan wisata di danau ini
48
terbatas pada berperahu melayari danau, membeli ikan, dan memancing.
Kegiatan lain yang biasa dimanfaatkan sebagai kegiatan wisata potensial
adalah berperahu mengunjungi area-area jaring terapung.
Sebagai objek wisata alam, Danau Waduk Cilincing belum tertata sebagai
tempat wisata. Kondisi danau yang dipenuhi oleh jaring apung dan tempat
tinggal nelayan yang terapung di atas air menyebabkan perairan danau sebagai
daya tarik utama tertutup peralatan dan bangunan sementara yang kurang sedap
dipandang mata. Secara umum, kualitas lingkungan alam di kawasan tersebut
sangat rendah karena jumlah dan tata letak fasilitas yang tidak teratur dan
pemanfaatan sumberdaya air untuk budidaya ikan yang berlebihan
menyebabkan daya tariknya menurun.
6. Jangari – Waduk Cirata.
Objek wisata Jangari – Danau Cirata terletak di Desa Bobojong,
Kecamatan Mande. Berjarak ±17 km dari pusat Kota Cianjur. Pengelolaan
kawasan wisata ini berada di bawah naungan Badan Pengelola Waduk Cirata,
bekerjasama dengan Dinas Perikanan dan Peternakan serta Dinas Perhubungan
dan Pariwisata Kabupaten Cianjur.
Danau Cirata – Waduk Jangari merupakan danau buatan yang
terbentuk dari bendungan Sungai Citarum. Objek wisata ini merupakan daya
tarik utama yang sama dengan objek wisata Danau Cilincing yaitu berupa
danau/waduk yang dimanfaatkan sebagai tempat pembudidayaan ikan yang
menggunakan jaring apung.
Kondisi objek wisata ini terlihat kurang tertata sebagai tempat berwisata
karena permukaan danau dipenuhi oleh jaring-jaring terapung dan tempat
49
tinggal nelayan. Secara umum, kualitas lingkungan alam di kawasan tersebut
sangat rendah karena jumlah dan tata letak fasilitas yang tidak teratur dan
pemanfaatan sumberdaya air untuk budidaya ikan yang berlebihan.
7. Pantai APRA
Pantai ini terletak di Desa Seganten, Kecamatan Sindangbarang dengan
jarak tempuh ±110 km dari pusat Kota Cianjur. Pemberian nama APRA di
pantai ini didasarkan karena dulu pada masa revolusi pantai ini merupakan
tempat pendaratan pasukan Belanda, yaitu pasukan APRA. Objek wisata ini
berada pada rangkaian wisata pantai selatan bagian tengah yang meliputi Pantai
APRA – Pantai Sereg – Pantai Karangtopong.
Pantai APRA yang berada pada muara Sungai Cisadea yang membentuk
laguna, memiliki daya tarik berupa pantai yang masih alami berpotensi
dikembangkan sebagai atraksi wisata bahari. Objek wisata ini memiliki luas ±4
Ha, memiliki hamparan pantai yang luas dengan panjang pantai ±2 km dan
lebar 50-100 m, berpasir abu-abu kecoklatan dan bertekstur halus. Kondisi
perairan yang mempunyai kekayaan biota laut dengan ketinggian gelombang 1-
3 m dengan karakteristik umum sebagai kawasan pantai. Daerah belakang
pantai yang masih alami dengan dominasi kelapa dan semak, material tanah
berpasir serta tingkat pencemaran yang rendah dan visibilitas bebas serta
kualitas bentang alam yang cukup mempesona.
8. Pantai Ciwidig, Pantai Batukukumbung, Pantai Jayanti dan Hutan Cagar Alam
Jayanti-Bojonglarang.
Ketiga pantai ini berada dalam rangkaian kawasan wisata pantai selatan
bagian barat yang terletak dalam wilayah Kecamatan Cidaun yang berjarak
50
±130km dari pusat Kota Cianjur. Dari ketiga rangkaian wisata pantai ini,
Pantai Jayanti lebih berkembang dibandingkan kedua pantai lainnya.
Daya tarik wisata pada kegiatan ini memiliki karakteristik iklim dan
topografi yang sama yaitu pantai yang landai dan berpasir coklat abu-abu halus,
memiliki lebar ±50-100 m dan daerah belakang pantai yang didominasi oleh
perkebunan kelapa dan semak, serta daya pandang yang bebas. Perbedaannya,
pada Pantai Jayanti terdapat daya tarik wisata Cagar Alam Bojong Lorong
yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pendidikan dan penelitian dan teluk
yang dijadikan sebagai pelabuhan nelayan atau Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
dan Pangkalan Pelelangan Ikan (PPI). Sementara itu, di Pantai Baku
Kukumbung terdapat situs sejarah berupa bekas telapak kaki manusia tempo
dulu pada batu karang besar dan seperangkat meja dan kursi terbuat dari batu
karang peninggalan jaman dahulu.
9. Sumber Air Panas Sukasirna
Sumber air panas Sukasirna merupakan objek wisata potensial yang belum
dikembangkan. Terletak di Desa Sukasirna Kecamatan Agrabinta dengan jarak
±169 km dari pusat Kota Cianjur. Dengan mengutamakan sumber air panas
sebagi daya tarik wisata, objek ini menjadi satu-satunya daya tarik wisata di
Kabupaten Cianjur yang menawarkan sumber air panas dengan lingkungan
ekosistem yang masih alami.
10. Agrowisata Perkebunan Teh Gedeh
Perkebunan Teh Gedeh terletak di Kecamatan Cugenang dan berjarak ±10
km dari pusat Kota Cianjur. Pengelolaan dan kepemilikan berada di bawah
PTP Nusantara VIII. Dayatarik wisata utama adalah perkebunan teh dengan
51
luas 910,95 Ha. Selain itu atraksi wisata lain yang dapat dinikmati wisatawan
adalah proses pemetikan dan pembuatan teh, serta pemandangan alam
perkebunan serta iklim yang sejuk.
11. Curug Citambur dan Rawa Leuwi Soro
Curug Citambur dan Rawa Leuwi Soro terletak dalam kawasan wana
wisata yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Cianjur, yaitu di Desa
Karangjaya Kecamatan Pagelaran yang berjarak ±85 km dari pusat Kota
Cianjur. Daya Tarik Utama di kawasan wisata ini adalah air terjun yang cukup
deras dengan ketinggian 40 m serta lingkungan/ekosistem rawa. Daya tarik
lainnya adalah legenda mengenai pohon kiara dan rawa leuwi sowo; dikatakan
pohon dan rawa tersebut merupakan tempat bersemayam roh-roh karuhun dan
cerita legenda tersebut masih dipercaya oleh masyarakat setempat. Atraksi
wisata yang terdapat di Curug Citambur ini adalah lahan untuk berkemah
dengan kapasitas 5-10 tenda.
4.2.2. Daya Tarik Wisata Budaya
1. Istana Cipanas.
Istana Cipanas merupakan Istana Kepresidenan, terletak di kaki Gunung
Gede, Kecamatan Cipanas. Luas areal komplek istana ini lebih kurang 26 Ha,
dengan 7.760 m2 digunakan untuk bangunan. Sisanya dipenuhi dengan tanaman
dan kebun tanaman hias yang asri, kebun sayur, dan tanaman lain yang ditata
seperti hutan kecil.
Beberapa bangunan yang terdapat di dalam kompleks ini antara lain
Paviliu Yudistira, Paviliun Bima, dan Paviliun Arjuna yang dibangun secara
52
bertahap pada tahun 1916. Di bagian belakang terdapat Gedung Bentol yang
dibangun pada 1954. Terakhir, dua bangunan terbaru yang dibangun pada
tahun 1983 adalah Paviliun Nakula dan Paviliun Sadewa.
Setiap ruangan di Istana ini dilengkapi dengan perabot yang terbuat dari
kayu. Selain itu, tersimpan berbagai koleksi ukiran Jepara dan lukisan dari
maestro seni lukis Indonesia seperti Basuki Abdullah, Dullah Sujoyono, dan
Lee Man Fong.
2. Situs Megalith Gunung Padang
Situs Gunung Padang merupakan peninggalan sejarah yang terletak di
Kampung Gunung Padang dan Kampung Panggulan, Desa Karyamukti
Kecamatan Campaka. Berjarak ±50 km dari Pusat Kota Cianjur. Daya tarik
utama dari Situs Gunung Padang ini adalah peninggalan megalitik berbentuk
punden berundak berupa bangunan seluas 900 m2 dengan luas lahan sekitar 3
Ha. Punden berundak Gunung Padang dibangun dengan batuan jenis vulkanik
berbentuk persegi panjang. Kondisi Punden berundak pada saat ini sudah tidak
utuh, hanya menyisakan kerangka suatu bangunan yang terpecah menjadi
kepingan batuan yang berserakan hampir menutupi puncak bukit Gunung
Padang. Punden berundak ini memiliki nilai daya tarik arkeologis, historis, dan
geologis.
Masyarakat sekitar mempercayai bahwa Situs Gunung Padang merupakan
istana yang dibangun Prabu Siliwangi dalam semalam, namun tidak berhasil
dilaksanakan sehingga balok-balok bebatuan dibiarkan berserakan.
53
3. Wisata Ziarah Makam Dalam Cikundul
Makam Dalem Cikundulk yang memiliki luas sebesar 2,5 Ha terletak di
Desa Cijagang, Kecamatan Cikalongkulon atau ±22 km dari pusat Kota
Cianjur dan dikelola oleh Yayasan Wargi Cikundul. Daya tarik utama adalah
makam Sembah Dalem Cikundul yang dikenal gelar Raden Aria Wira Tanu
yang merupakan pendiri Cianjur. Nilai sejarah yang terkandung pada makam
ini berkaitan dengan pendirian Cianjur pada abad XVII dengan pusat
kepemerintahan di Cikundul, sehingga menambah daya tarik wisata tersendiri.
Daya tarik lainnya adalah Upacara Tawasul setiap malam Jumat.
3. Kesenian dan Upacara Adat Cianjur
Kabupaten Cianjur memiliki kesenian tradisional yang bervariasi.
Pemeliharaan dan pengembangan seni tari, seni musik, seni vokal, seni beladiri,
serta upacara-upacara yang berkaitan dengan adat-istiadat Cianjur berada
dibawah pembinaan Dewan Kesenian Cianjur dan sanggar-sanggar budaya.
Kesenian daerah yang merupakan ciri khas Kabupaten Cianjur antara lain; tari
Goong Rentang, Pencak Silat, Mamaos, dan Upacara adat helaran.
4. Kerajinan Cianjur
Kerajinan Cianjur sudah cukup dikenal oleh wisatawan. Daya tarik wisata
kerajinan ini cukup potensial bila dikembangkan dan dikemas dengan lebih
menarik. Kerajinan yang terdapat di Cianjur adalah sebagai berikut:
- Kerajinan Sangkar Burung
- Kerajinan Bambu
- Kerajinan Lampu Gentur
- Makanan Khas Cianjur (Tauco dan Manisan buah-buahan)
54
- Beras Cianjur.
- Ayam Pelung.
4.2.3. Daya Tarik Wisata Buatan
1. Taman Bunga Nusantara
Taman Bunga Nusantara merupakan salah satu objek pariwisata yang
menjadi unggulan Kabupaten Cianjur. Objek wisata ini berjarak 100 km dari
Jakarta, atau 90 km dari Bandung. Koleksi bunga yang terdapat di Taman
Bunga mencapai 300 variates bunga dari seluruh dunia. Taman yang
terbentang diatas lahan seluas 45 Ha terletak di sisi jalur menuju Puncak,
tepatnya di Desa Kawung Luwuk, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur.
Disini terdapat 10 taman dengan tema-tema yang terdiri dari aneka jenis bunga
yang ditata dengan sangat harmonis. Taman-taman tersebut terlihat asri dan
tradisional yang meliputi Taman Prancis, Taman Mediterania, Taman Jepang,
Taman Bali, Taman Amerika, dan taman dengan spesifikasi jenis bunga seperti
taman air, taman mawar, taman palem, dan taman labyrint. Tumbuh-tumbuhan
yang berasal dari mancanegara mendominasi kesepuluh taman tersebut.
Atraksi wisata lain yang terdapat di Taman Bunga Nusantara, antara lain;
rumah kaca, mini teater raflesia yang merupakan wahana informasi mengenai
Taman Bunga Nusantara secara lengkap melalui audio visual, area piknik
berdaya tampung 1.000-3.500 orang, danau angsa putih, serta wahana bermain
anak-anak.
55
2. Taman Rekreasi Kota Bunga
Kota Bunga terletak di Kecamatan Pacet, tidak berjauhan dengan lokasi
Taman Bunga Nusantara. Taman ini dikelola oleh Developer Perumahan Real
estate Kota Bunga yang pada awalnya merupakan kawasan rekreasi yang
diperuntukkan bagi para penghuni perumahan real estate Kota Bunga. Daya
tarik wisata yang dimiliki mampu memenuhi kebutuhan rekreasi keluarga,
sehingga mampu menarik pengunjung dari luar Kabupaten Cianjur untuk
berkunjung.
4.3. Perkembangan Jumlah Wisatawan
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah unggulan destinasi
pariwisata di Jawa Barat dengan dibuktikan oleh prestasi sebagai salah satu dari
10 Kabupaten/Kota Terfavorit se-Indonesia pada ajang Indonesia Tourism Award
di tahun 2010. Namun secara faktual, daya tarik wisata yang terdapat di
Kabupaten Cianjur menurun. Hal ini ditunjukkan oleh menurunnya kunjungan
wisatawan yang datang berkunjung ke objek wisata yang ada di Kabupaten
Cianjur.
Tabel 4.1. Pertumbuhan Kunjungan Wisatawan ke Objek Wisata Kabupaten
Cianjur
Tahun Jumlah Wisatawan (Orang)
2006 2.862.325
2007 1.761.730
2008 1.175.071
2009 2.150.778
2010 748.661
2011 813.769 Sumber: Dinas Budaya dan Pariwisata dan BPS Kabupaten Cianjur, beberapa tahun
56
Tabel diatas menunjukkan penurunan jumlah wisatawan yang sangat
signifikan dari tahun 2006 hingga tahun 2011. Pada tahun 2006, wisatawan yang
berkunjung mencapai 2.862.325 wisatawan. Namun, jumlah tersebut berkurang
sangat signifikan pada tahun 2011 dengan jumlah wisatawan yang datang ke
Objek Wisata di Kabupaten Cianjur hanya berjumlah 813.769 wisatawan.
4.4. Akomodasi Pariwisata Kabupaten Cianjur
Akomodasi pariwisata tidak dapat dipisahkan dari aktivitas wisata.
Akomodasi pariwisata merupakan salah satu faktor penarik wisatawan untuk
datang berkunjung ke suatu objek wisata. Hotel, restoran, penginapan, kafe, dan
sarana pendukung lainnya yang terdapat di kawasan wisata merupakan bagian dari
industri pariwisata.
Tabel 4.2. Akomodasi Pariwisata yang terdapat di Kabupaten Cianjur pada
Tahun 2011
No Jenis Akomodasi Jumlah (Unit)
1. Hotel Bintang 15
2. Hotel Melati/Non-Bintang 65
3. Pondok Wisata 90
4. Pondok Remaja 1
5. Rumah Makan 215
6. Cafetaria 17
7. Toko Manisan 64
8. Villa Estate 57
9. Villa Non-Estate 8.123 Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, 2011
Sejak tahun 2008, data statistik hotel menunjukkan jumlah wisatawan
yang menginap di hotel yang terdapat di Kabupaten Cianjur terus meningkat
setiap tahunnya. Jumlah wisatawan yang menginap di hotel pada tahun 2010
tercatat 864.789 orang. Jumlah ini meningkat cukup signifikan dari tahun
57
sebelumnya dengan jumlah 683.503. Rata-rata masa tinggal wisatawan berkisar
1,34 hingga 1,51 hari.
Tabel 4.3. Jumlah Wisatawan dan Lamanya Menginap di Kabupaten
Cianjur Tahun 2008-2010 Tahun Jumlah Tamu Menginap (Orang) Rata-rata Tamu Menginap (Hari)
2008 500.773 1,34
2009 684.491 1,29
2010 867.979 1,51
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
58
Gambar 4.1 Peta Pariwisata Kabupaten Cianjur
V. PEMBAHASAN
5.1. Analisis Dayasaing Industri Pariwisata Kabupaten Cianjur
Hasil analisis dayasaing Kabupaten Cianjur dengan menggunakan
Competitiveness Monitor bisa dilihat pada tabel 5.1 berikut ini.
Tabel 5.1. Perkembangan Indikator Dayasaing Pariwisata Kabupaten
Cianjur dan Kabupaten Bogor periode 2006-2010
Indikator 2006 2007 2008 2009 2010
Persentase
Jalan Beraspal
Kualitas Baik
Kab. Cianjur 62,61 62,65 75,73 38,37 22,72
Kab. Bogor 46,29 55,69 47,99 74,42 79,44
Indeks
Pendidikan
Kab. Cianjur 0,792 0,804 0,804 0,802 0,804
Kab. Bogor 0,785 0,782 0,784 0,796 0,811
Rata-rata
Lama Tinggal
wisatawan
(hari)
Kab. Cianjur 1,37 1,42 1,34 1,29 1,51
Kab. Bogor 1,39 1,51 1,38 1,23 1,37
Tourism
Impact Index
Kab. Cianjur 0,00042 0,00039 0,00039 0,00039 0,00037
Kab. Bogor 0,00087 0,00087 0,00101 0,00113 0,0013
Indikator
Keterbukaan
Kab. Cianjur 0,0029 0,0052 0,0049 0,006 0,0037
Kab. Bogor 0,0191 0,0172 0,0273 0,0116 0,0158
Purchasing
Power Parity
(ribu rupiah)
Kab. Cianjur - - 612,1 613,26 614,83
Kab. Bogor - - 627,74 628,34 629,62
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur, Dinas Pendapatan Kabupaten Cianjur,
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur (diolah)
1. Indikator Perkembangan Infrastruktur
Indikator ini menunjukkan perkembangan infrastruktur yang disebabkan
oleh kedatangan wisatawan ke daerah tujuan wisata. Infrastruktur merupakan
variabel penting bagi industri pariwisata karena infrastruktur yang baik dapat
menarik minat wisatawan untuk datang. Begitu pula sebaliknya, kedatangan
wisatawan dapat meningkatkan pendapatan pemerintah daerah sehingga dapat
60
meningkatkan kualitas infrastruktur yang dimiliki. Panjang jalan beraspal dan
kualitas jalan menjadi proksi bagi indikator ini.
Pertumbuhan jalan yang berkualitas baik di Kabupaten Cianjur dari tahun
2006 hingga 2008 mengalami pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2006, jalan
beraspal yang memiliki kualitas baik di Kabupaten Cianjur memiliki panjang
545,78 km atau 62,61 persen dari total panjang jalan beraspal. Hingga tahun 2008,
kualitas jalan yang baik mengalami peningkatan menjadi 683,79 km atau tumbuh
sebesar 13,12 persen dari tahun 2006.
Perbaikan kualitas jalan ini merupakan salah satu respon pemerintah
daerah Kabupaten Cianjur terhadap beroperasinya jalan tol Cipularang. Menurut
Suherlan (2008), dampak dari beroperasinya tol Cipularang terhadap sektor
pariwisata Kabupaten Cianjur menyebabkan melambatnya pertumbuhan usaha-
usaha pariwisata secara keseluruhan, terutama sektor restoran. Hal ini dikarenakan
berkurangnya intensitas pergerakan yang melewati jalur Cianjur. Sehingga
perbaikan jalan dilakukan untuk menarik minat wisatawan untuk datang
berkunjung atau sekedar melewati kawasan Cianjur.
Namun, kualitas jalan beraspal mulai mengalami degradasi kualitas yang
sangat signifikan sejak tahun 2009. Jalan yang berkualitas baik mengalami
penurunan menjadi 343,69 km. Bahkan pertumbuhan kualitas jalan yang negatif
masih berlanjut hingga tahun 2010. Kualitas jalan baik hanya tersisa sepanjang
263,29 km atau hanya 22,72 persen dari total jalan beraspal yang ada di
Kabupaten Cianjur. Lebih parahnya lagi, salah satu jalur jalan yang rusak
merupakan jalan utama menuju tempat wisata unggulan Kabupaten Cianjur, yaitu
Kota Bunga dan Taman Bunga Nusantara.
61
Tabel 5.1 juga menunjukkan kualitas jalan yang ada di Kabupaten Bogor.
Kondisi kualitas jalan di Kabupaten Bogor mengalami hal yang berbalik dengan
apa yang terjadi di Kabupaten Cianjur. Dari tahun 2006 hingga 2010,
pertumbuhan kualitas jalan mengalami pertumbuhan yang positif. Panjang jalan
yang berkualitas baik pada tahun 2006 adalah 734,83 km atau 46,29 persen dari
total panjang jalan. Kemudian meningkat menjadi 1.282,30 km atau 79,44 persen
pada tahun 2010.
Indikator ini memperlihatkan bahwa dayasaing infrastruktur Kabupaten
Cianjur lebih rendah dibandingkan Kabupaten Bogor. Infrastruktur yang baik
tentunya meningkatkan nilai aksesibilitas ke tempat wisata. Kualitas jalan yang
buruk dapat menurunkan minat wisatawan untuk datang ke objek wisata di
Kabupaten Cianjur. Wisatawan akan lebih memilih untuk berwisata ke objek
wisata yang berada di Kabupaten Bogor karena akses ke tempat wisata lebih
nyaman untuk dilalui.
2. Indikator Sumberdaya Manusia
Kualitas sumberdaya manusia merupakan faktor penting dalam segala
aspek sosial. Semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia di suatu daerah maka
berbanding lurus dengan hasil dari aktivitas yang dikerjakan. Proksi yang
digunakan dalam indikator ini adalah indeks pendidikan. Indikator ini dihitung
dengan menggunakan dua variabel yaitu Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama
Sekolah.
Dapat dilihat pada tabel 5.1, kualitas pendidikan di Kabupaten Cianjur dan
Kabupaten Bogor hampir berimbang. Sejak tahun 2007 hingga tahun 2010, indeks
pendidikan Kabupaten Cianjur menunjukkan nilai yang konstan di kisaran 0,802
62
hingga 0,804. Pertumbuhan angka melek huruf Kabupaten Cianjur periode 2006-
2010 konstan di kisaran 97-98 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan angka melek huruf di Kabupaten Bogor dengan persentase antara
94-95 persen. Sedangkan apabila dilihat dari faktor rata-rata lama sekolah,
pertumbuhan Kabupaten Bogor lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten
Cianjur. Rata-rata Lama Sekolah di Kabupaten Cianjur di periode 2006 hingga
2010 sangat rendah, yaitu 6,77 tahun.
3. Indikator Sosial
Kenyamanan dan keamanan daerah tempat wisata menjadi salah satu
faktor penting dalam industri pariwisata.Wisatawan akan lebih menikmati rekreasi
di tempat yang memiliki kenyamanan dan keamanan yang tinggi. Lama rata-rata
masa tinggal wisatawan dijadikan proxy untuk menunjukkan kenyamanan dan
keamanan suatu daerah tujuan wisata. Dapat diasumsikan bahwa semakin lama
wisatawan tinggal di daerah tujuan wisata maka daerah tersebut semakin nyaman
dan aman untuk didatangi.
Tabel 5.1 menunjukkan pertumbuhan rata-rata lama tinggal wisatawan di
Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor cenderung berfluktuatif dan juga
lamanya tidak lebih dari dua hari. Rata-rata masa tinggal wisatawan di kedua
Kabupaten tersebut adalah antara 1,23 hari hingga 1,51 hari. Hal ini menunjukkan
bahwa daerah wisata di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor memiliki nilai
kenyamanan dan keamanan yang relatif sama bagi wisatawan.
Wisatawan yang berkunjung ke objek wisata di Kabupaten Cianjur
mayoritas berasal dari wilayah Jabodetabek, sehinggga setelah puas berekreasi di
objek wisata yang dikunjungi, wisatawan cenderung langsung pulang tanpa
63
tinggal terlebih dahulu di kawasan wisata. Selain itu, hotel-hotel dan tempat
akomodasi lainnya yang ada di Kabupaten Cianjur lebih banyak digunakan untuk
kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Conference, and Exhibition) yang biasanya
hanya menghabiskan waktu kurang dari dua hari (Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Cianjur, 2012).
4. Indikator Lingkungan
Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) yang berada di Kabupaten Cianjur
didominasi oleh objek wisata alam. Kualitas lingkungan tentunya merupakan
salah satu daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata yang ada.
Indikator ini menunjukkan hubungan antara kualitas lingkungan dan kesadaran
penduduk dalam memelihara lingkungannya. Indikator yang digunakan adalah
kepadatan penduduk dan kualitas udara.
Tabel 5.2. Indikator Lingkungan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor
periode 2009 dan 2011
Tahun
Baku
Mutu Kabupaten Cianjur Kabupaten Bogor
2009 2011 2009 2011
Kepadatan Penduduk
(orang/km2)
-
628,41 619,32 1.945,02 1.887,93
Kadar CO (Mg/Nm
3) 30.000 1.260 1.680 780,5 779,9
Kadar Debu (Mg/m3)
230 109,5 180 223,67 357,44
Tingkat Kebisingan
(dBA) 70 62-81 63-80 67,32-84 73,14-86
Rata-rata Temperatur
Udara (0C) - 23,0 26,0 33,6 34,8
Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor, 2009 dan
2011
Kualitas lingkungan merupakan faktor penting bagi industri pariwisata.
Kualitas lingkungan dan jumlah wisatawan memiliki hubungan yang menarik.
Semakin baik kualitas lingkungan yang dimiliki oleh suatu kawasan wisata, maka
wisatawan akan semakin tertarik untuk berkunjung ke kawasan tersebut. Namun
kualitas lingkungan suatu daerah bisa semakin menurun oleh aktivitas manusia,
64
artinya semakin banyak wisatawan yang berkunjung maka kualitas lingkungan
suatu kawasan wisata dapat mengalami degradasi.
Pada tahun 2011, kepadatan penduduk di Kabupaten Cianjur mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya yang awalnya 628,41 orang/km2 menjadi
619,32 orang/km2. Penurunan kepadatan penduduk juga terjadi di Kabupaten
Bogor yang sebelumnya 1.945,02 orang/km2
menjadi 1.887,93 orang/km2.
Seharusnya, penurunan tersebut membuat daerah tujuan wisata menjadi lebih
nyaman dikunjungi karena kepadatan berkurang. Namun, penurunan kepadatan
penduduk di kedua Kabupaten ternyata dikarenakan oleh banyaknya penghitungan
ganda yang terjadi dalam sensus penduduk sebelumnya, sehingga tidak dapat
dipastikan bahwa penurunan kepadatan penduduk yang terjadi membuat tempat
wisata menjadi semakin nyaman.
Dalam rentang waktu dari 2009 hingga 2011, hampir seluruh indikator
lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan peningkatan kadar
nilai. Kadar karbonmonoksida (CO) mengalami kenaikan dari sebelumnya 1.260
Mg/m3
menjadi 1.680 Mg/m3. Rata-rata temperatur udara naik dari 23
0C menjadi
260C. Peningkatan paling signifikan terjadi pada kadar debu yang mengalami
peningkatan dari 109,5 Mg/m3
menjadi 180 Mg/m3. Hanya tingkat kebisingan
yang nilainya konstan yang dari sekitar 62-81 dBA menjadi 63-80 dBA.
Apabila dibandingkan dengan indikator lingkungan Kabupaten Bogor,
maka kualitas lingkungan di Kabupaten Cianjur lebih baik karena kadar nilai
seluruh indikator lingkungan yang terdapat di Kabupaten Cianjur tidak ada yang
melebihi batas baku mutu. Sedangkan indikator lingkungan di Kabupaten Bogor
65
menunjukkan adanya indikator yang melebihi batas baku mutu, yaitu kadar debu
dan tingkat kebisingan.
5. Indikator Pengaruh Pariwisata
Indikator Pengaruh Pariwisata digunakan untuk melihat sejauhmana
kontribusi industri pariwisata terhadap perekonomian. Proksi yang digunakan
adalah Tourism Impact Index.
Perkembangan Indikator Pengaruh Pariwisata Kabupaten Cianjur
menunjukkan tren yang berfluktuatif namun cenderung menurun. Pertumbuhan
positif hanya ditunjukkan pada tahun 2008, sedangkan tahun-tahun lainnya
cenderung mengalami pertumbuhan yang negatif. Dalam perkembangannya
selama kurun waktu dari 2006 hingga 2010, nilai Tourism Impact Index turun
dari 0,000424 menjadi 0,000371. Namun, apabila dilihat dari pertumbuhan
nilainya, PAD sektor Pariwisata Kabupaten Cianjur menunjukkan pertumbuhan
yang positif dengan rata-rata pertumbuhan dari tahun 2006 hingga tahun 2010
sebesar 7,22 persen.
Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa nilai Tourism Impact Index Kabupaten
Cianjur lebih rendah dibandingkan nilai TII Kabupaten Bogor. Nilai TII
Kabupaten Bogor hampir selalu dua kali lebih besar dan juga pertumbuhannya
dari tahun ke tahun selalu menunjukkan nilai yang positif. Hal ini menunjukkan
bahwa kontribusi sektor pariwisata Kabupaten Cianjur terhadap perekonomian
daerah masih cukup rendah dan kurang optimal.
6. Indikator Keterbukaan
Keterbukaan merupakan faktor penting dalam industri pariwisata. Semakin
tinggi tingkat keterbukaan suatu kawasan pariwisata, maka semakin mudah
66
informasi yang didapat mengenai tempat wisata yang ada di daerah tersebut dan
juga semakin mudah pula akses ke tempat wisata yang dituju, yang implikasinya
akan meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung. Proksi yang digunakan
untuk melihat tingkat keterbukaan destinasi wisata dalam penelitian ini adalah
jumlah tamu mancanegara yang menginap di hotel berbintang dan non-bintang.
Pertumbuhan nilai Indikator Keterbukaan di Kabupaten Cianjur
menunjukkan nilai yang berfluktuatif, namun perubahan nilainya tidak terlalu
signifikan. Nilai terendah ditunjukkan pada tahun 2006 dengan nilai 0,0029,
sedangkan nilai tertinggi adalah 0,0060 pada tahun 2009. Apabila dilihat
jumlahnya, wisatawan mancanegara yang menginap di hotel yang terdapat di
Kawasan Cianjur cukup mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga 2010.
Dapat dilihat pula bahwa penurunan nilai Indikator Keterbukaan pada tahun 2010
bukan hanya dikarenakan menurunnya jumlah tamu mancanegara yang menginap,
namun lebih dikarenakan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan nusantara
ke hotel yang ada di Kabupaten Cianjur.
Tabel 5.3. Pertumbuhan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara
ke akomodasi Hotel di Kabupaten Cianjur periode 2006-2010
(orang)
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
Nusantara 388.372 512.221 498.353 572.984 864.789
Mancanegara 1.113 2.658 2.420 3.420 3.190 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
Keterbukaan pariwisata Kabupaten Bogor lebih tinggi dibandingkan
Kabupaten Cianjur, hal ini dibuktikan oleh nilai Indikator Keterbukaan Kabupaten
Bogor yang lebih tinggi dari tahun ke tahun. Bahkan pada tahun 2008, pada saat
nilai keterbukaan Kabupaten Cianjur cenderung konstan, nilai keterbukaan
67
Kabupaten Bogor malah menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi hingga
nilainya mencapai 0,0273.
7. Indikator Dayasaing Tingkat Harga
Indikator ini digunakan untuk melihat bagaimana persaingan harga yang
terjadi di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor. Proksi yang digunakan adalah
Purchasing Power Parity (PPP) atau kemampuan dayabeli dan tarif hotel
minimum pada hotel berbintang empat.
Tabel 5.1 menunjukkan pertumbuhan Purchasing Power Parity Kabupaten
Cianjur terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, artinya harga barang
dan jasa untuk kebutuhan sehari-hari cenderung meningkat. Namun, kemampuan
dayabeli di Kabupaten Cianjur masih lebih rendah dibandingkan dengan
kemampuan dayabeli Kabupaten Bogor, yang berarti harga barang dan jasa di
Cianjur lebih rendah dibandingkan dengan harga di Kabupaten Bogor.
Tingkat harga barang dan jasa yang lebih rendah di Kabupaten Cianjur
seharusnya dapat menjadi peluang untuk meningkatkan preferensi wisatawan agar
datang berkunjung. Secara ekonomi, konsumen tentunya akan lebih memilih
barang yang harganya lebih murah.
Lebih lanjut, dilihat dari rata-rata tarif hotel berbintang per malam,
Kabupaten Cianjur bertarif lebih murah dibandingkan tarif hotel di Kabupaten
Bogor. Pada tahun 2012, rata-rata tarif hotel berbintang di Kabupaten Cianjur
adalah Rp. 551.667,00 per malam. Sedangkan, rata-rata tarif hotel di Kabupaten
Bogor berada di kisaran Rp. 745.000,00 per malam. Tarif hotel yang lebih rendah
di Kabupaten Cianjur merupakan potensi yang sangat baik untuk menarik
68
wisatawan untuk menginap di hotel-hotel yang ada di kawasan wisata Kabupaten
Cianjur.
Untuk melihat apakah perbedaan dayasaing pariwisata antara Kabupaten
Cianjur dan Kabupaten Bogor signifikan maka dilakukan uji-t. Hasil uji-t dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.4. Dayasaing Pariwisata Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor.
Indikator t-value Probabilitas
Perkembangan Infrastruktur -0,78 0,229
Sumberdaya Manusia 1,63 0,929
Pengaruh Pariwisata -7,8 0,000*
Sosial 0,17 0,566
Keterbukaan -5,16 0,000*
Dayasaing Tingkat Harga -15,70 0,000* Keterangan: *signifikan pada taraf nyata 5 persen
Hasil analisis uji-t memperlihatkan beberapa indikator dayasaing
pariwisata Kabupaten Cianjur lebih rendah dibandingkan Kabupaten Bogor.
Indikator Pengaruh Pariwisata dan Indikator Keterbukaan menunjukkan nilai yang
signifikan, artinya posisi dayasaing indikator-indikator tersebut lebih rendah
dibandingkan Kabupaten Bogor. Berbeda dengan indikator lainnya Indikator
Dayasaing Tingkat Harga memperlihatkan nilai yang signifikan, artinya posisi
dayasaingya lebih baik karena harga barang dan jasa di Kabupaten Cianjur lebih
rendah dibandingkan Kabupaten Bogor. Sedangkan, Indikator Perkembangan
Infrastruktur, Indikator Sumberdaya Manusia, dan Indikator Sosial tidak signifkan
yang artinya dayasaing indikator-indikator ini relatif sama atau lebih baik
dibandingkan Kabupaten Bogor. Namun apabila dilihat perkembangannya,
Indikator Perkembangan Infrastruktur nilainya cenderung menurun dari tahun ke
tahun, bahkan selama dua tahun terakhir penurunan yang terjadi sangat signifikan.
69
Penurunan kualitas jalan dari tahun ke tahun ini menunjukkan dayasaing Indikator
Perkembangan Infrastuktur yang menurun.
5.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Pariwisata Kabupaten
Cianjur
Hasil estimasi model faktor-faktor yag memengaruhi industri pariwisata
Kabupaten Cianjur dengan menggunakan software Minitab dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 5.5. Hasil Estimasi OLS Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri
Pariwisata Kabupaten Cianjur
Variabel Koefisien Probabilitas VIF
Konstanta 12,288 0,043
Jumlah Hotel 3,0994 0,002* 4,3
Jalan Beraspal Kualitas
Baik
0,5584 0,152*** 2,3
Jumlah Restoran -1,766 0,228 3,4
Tingkat Hunian Hotel 0,05470 0,086** 1,9
Tingkat Pendidikan Tenaga
Kerja Pariwisata
0,04364 0,050* 2,8
F-Statistik 14,68 0,005
R-Squared 0,936
R-Squared (Adj) 0,872
Durbin Watson 2,31478 Keterangan: *signifikan pada taraf nyata 5%, **signifikan pada taraf nyata 10%,
***signifikan pada taraf nyata 15 %
Berdasarkan hasil dari tabel diatas, dugaan persamaan regresi yang
dihasilkan adalah sebagai berikut:
LnPADPart = 12,288 + 3,0994LnJHott + 0,5584LnJKBt - 1,766LnJRest +
0,04364TPPart + 0,05470THHt
70
5.2.1. Identifikasi Model
Setelah model persamaaan regresi didapat, langkah selanjutnya adalah
melakukan identifikasi model dengan melakukan pengujian terhadap model.
Pengujian yang dilakukan adalah uji kriteria statistik dan uji kriteria ekonometrika.
5.2.1.1. Uji Kriteria Statistik
Hasil estimasi yang dihasilkan dari analisis faktor-faktor yang
memengaruhi industri pariwisata Kabupaten Cianjur adalah nilai koefisien
determinasi (R-squared) sebesar 93,6 persen. Artinya, 93,6 persen keragaman
variabel dependen (Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata) dapat dijelaskan
oleh keragaman variabel-variabel independennya, yaitu Jumlah Hotel, Jumlah
Restoran, Jalan Beraspal Kualitas Baik, Tingkat Hunian Hotel, dan Tingkat
Pendidikan Tenaga Kerja Pariwisata. Sedangkan, sisanya sebesar 6,3 persen
keragaman yang tidak dapat dijelaskan oleh model regresi yang digunakan.
Nilai probabilitas F-statistik yang dihasilkan adalah sebesar 0,005 yang
menunjukkan variabel-variabel independen yang dipakai dalam penelitian ini
secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya pada taraf
nyata 5 persen.
5.2.1.2. Uji Kriteria Ekonometrika
1. Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan adalah metode Kolmogorov-Smirnov yang
terdapat di software Minitab. Hasil yang didapat dari uji normalitas dengan
menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat dari tabel yang
menunjukkan bahwa pola sisaan terdistribusi secara normal.
71
2. Uji Heteroskedastisitas
Hasil pengujian melalui grafik menunjukkan bahwa sebaran plot menyebar
secara acak yang berarti unsur ragam yang digunakan adalah homogen sehingga
tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada model persamaan yang digunakan.
Residual
Pe
rce
nt
0,40,30,20,10,0-0,1-0,2-0,3-0,4
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Normal Probability Plot of the Residuals(response is PAD Pariwisata)
Fitted Value
Re
sid
ua
l
24,524,023,523,022,5
0,2
0,1
0,0
-0,1
-0,2
Residuals Versus the Fitted Values(response is PAD Pariwisata)
72
3. Uji Autokorelasi
Uji ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa tidak ada sisaan yang
menyebar bebas pada model. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai Durbin-
Watson Statistik. Dari hasil estimasi, nilai Durbin-Watson Statistik yang diperoleh
adalah 2,31478. Artinya, tidak terdapat autokorelasi karena nilai Durbin-Watson
Statistik mendekati dua.
4. Uji Multikolinearitas
Gejala multikolineritas dapat dilihat melalui faktor inflasi ragam (Variance
Inflation Factor) atau VIF, yaitu pengukuran multikolinearitas untuk peubah
bebas ke-i. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 dapat menunjukkan adanya
multikolinearitas (Neter et al dalam Ulpah). Berdasarkan hasil estimasi pada
model, nilai VIF variabel-variabel yang digunakan tidak ada yang melebihi 10.
Artinya, tidak ada indikasi model regersi yang digunakan memiliki gejala
multikolinearitas.
5.2.2. Estimasi Koefisien
Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah hotel berpengaruh secara nyata
terhadap PAD sektor Pariwisata. Hal ini dilihat dari uji-t statistik yang
memperlihatkan bahwa jumlah hotel berpengaruh positif dan signifikan pada taraf
nyata 5 persen. Nilai koefisien regresinya adalah 3,0994, artinya setiap
peningkatan jumlah hotel sebanyak 1 persen akan meningkatkan PAD Pariwisata
sebanyak 3,0994 persen (ceteris paribus). Tingginya nilai koefisien dari variabel
jumlah hotel menunjukkan bahwa elastisitas dari perubahan jumlah hotel terhadap
pembentukan PAD Pariwisata cukup besar. Keberadaan hotel akan semakin
73
meningkatkan dayatarik objek wisata karena dengan adanya hotel sebagai salah
satu elemen atraksi pariwisata akan meningkatkan kenyamanan dalam berwisata.
Wisatawan akan lebih dapat menikmati berwisata dengan tersedianya akomodasi
untuk bermalam.
Jalan beraspal kualitas baik berpengaruh signifikan pada taraf nyata 15
persen dengan koefisien positif sebesar 0,5584, artinya jika jalan beraspal kualitas
baik bertambah sebesar 1 persen maka akan meningkatkan PAD Pariwisata
sebesar 0,5584 (ceteris paribus). Jalan berkualitas baik yang berpengaruh positif
menunjukkan pentingya peran infrastruktur transportasi dalam industri pariwisata.
Kualitas jalan merupakan salah satu bagian dari infrastruktur transportasi yang
termasuk elemen aksesibilitas (Damanik dan Webber, 2006). Semakin baik
kualitas jalan yang dimiliki destinasi wisata maka wisatawan akan semakin
nyaman dan mudah dalam mengakses jalan ke objek wisata yang dituju.
Jumlah restoran tidak berpengaruh signifikan terhadap PAD Pariwisata,
artinya pengaruh perubahan jumlah restoran terhadap PAD Pariwisata adalah 0.
Hal ini diduga disebabkan oleh fluktuatifnya jumlah restoran yang ada ternyata
tidak terlalu berpengaruh terhadap penghasilan daerah dari pajak restoran.
Tingkat hunian hotel berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen
dengan koefisien positif sebesar 0,05470, artinya jika tingkat hunian hotel
bertambah sebesar 1 persen maka PAD Pariwisata akan meningkat sebesar
0,05470 persen (ceteris paribus). Tingkat hunian hotel dapat merepresentasikan
kenyamanan akomodasi hotel di Kabupaten Cianjur. Pelayanan yang semakin
baik dari akomodasi hotel maka akan semakin meningkatkan preferensi
wisatawan untuk menginap.
74
Tingkat pendidikan tenaga kerja pariwisata berpengaruh positif dan
signifikan pada taraf nyata 5 persen terhadap PAD Sektor Pariwisata. Nilai
koefisien dari tingkat pendidikan tenaga kerja pariwisata adalah 0,04364, artinya
setiap peningkatan tingkat pendidikan tenaga kerja sektor pariwisata sebanyak
satu persen, maka akan meningkatkan PAD Sektor Pariwisata sebanyak 0,04364
persen. Semakin tinggi tingkat pendidikan tenaga kerja, maka diasumsikan bahwa
tingkat pelayanan yang diberikan akan semakin baik sehingga meningkatkan
tingkat kenyamanan berwisata yang implikasinya akan meningkatkan preferensi
wisatawan untuk datang ke destinasi wisata.
5.3. Kebijakan Sektor Pariwisata Kabupaten Cianjur.
Sektor Pariwisata sebagai sektor unggulan di Kabupaten Cianjur harus
mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah daerah. Pemerintah
mempunyai visi untuk menjadikan Kabupaten Cianjur sebagai daerah tujuan
wisata alam dan budaya andalan Jawa Barat. Saat ini, pemerintah daerah melalui
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata telah merancang berbagai macam strategi dan
kebijakan untuk meningkatkan kinerja sektor pariwisata. Strategi dan kebijakan
tersebut telah dirancang dalam jangka menengah untuk periode tahun 2005 hingga
2015. Kebijakan-kebijakan tersebut dibagi ke dalam beberapa cakupan, antara lain
(Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, 2004);
1. Kebijakan Dasar Pengembangan Kepariwisataan.
2. Kebijakan Pengembangan Produk Wisata.
3. Kebijakan Pengembangan Sumberdaya Manusia Bidang Pariwisata
4. Kebijakan Pengembangan Pasar dan Pemasaran.
75
5. Kebijakan Pengembangan Hubungan antara Kelembagaan Terkait Pariwisata.
Secara garis besar, kebijakan-kebijakan tersebut bisa dibagi kedalam
beberapa kebijakan pokok, antara lain:
1. Meningkatkan pengelolaan kekayaan dan keragaman budaya daerah.
2. Meningkatkan kualitas dan pengembangan nilai-nilai luhur budaya Cianjur.
3. Memanfaatkan dan mendayagunakan kapasitas wilayah, alam, dan aktivitas
masyarakat untuk kegiatan kepariwisataan.
4. Mewujudkan pengembangan pariwisata yang lebih merata pada setiap wilayah
5. Pengembangan Sumberdaya Manusia (SdM) di bidang kepariwisataan.
6. Melibatkan pelaku industri pariwisata dan masyarakat dalam pengembangan
kepariwisataan.
Visi pemerintah untuk menjadikan Kabupaten Cianjur sebagai destinasi
unggulan pariwisata Jawa Barat tampaknya masih membutuhkan waktu.
Kebijakan-kebijakan yang sudah dilaksanakan masih belum bisa meningkatkan
kinerja sektor pariwisata secara optimal. Hal ini terlihat dari perkembangan posisi
dayasaing pariwisata Kabupaten Cianjur, yang dilihat dari hasil analisis
Competitiveness Monitor, yang cenderung menurun.
Indikator-indikator yang nilai dayasaingnya menunjukkan tren
pertumbuhan yang negatif antara lain infrastructure development indicator,
openness indicator, dan human toursim indicator. Buruknya infrastruktur jalan
tentunya bukan merupakan tanggung jawab langsung dinas pariwisata melainkan
dinas pekerjaan umum. Namun, hal ini mengindikasikan bahwa masih kurang
baiknya koordinasi antar dinas yang seharusnya menjadi salah satu fokus
kebijakan. Disbudpar Kabupaten Cianjur harus lebih meningkatkan komunikasi
76
ke dinas lain yang memiliki peranan penting terhadap sektor pariwisata
Kabupaten Cianjur. Menurunnya openness indicator dan human tourism indicator
tampaknya dikarenakan kurangnya promosi dan inovasi dalam menarik minat
wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata yang ada di Kabupaten Cianjur.
Sejak kebijakan dijalankan hampir tidak ada inovasi-inovasi baru dari objek
wisata yang ada untuk bisa menarik wisatawan untuk datang. Berdasarkan hasil
analisis, hanya environmental indicator yang nilai dayasaingnya lebih baik.
Lebih lanjut, kebijakan yang masih belum optimal juga bisa dilihat dari
terlalu berfokusnya pembangunan dayatarik wisata ke kawasan Puncak-Cipanas
sedangkan objek wisata yang ada di kawasan Cianjur Selatan masih kurang tertata.
Hal ini menyebabkan kurang berkembangnya akomodasi wisata seperti hotel,
penginapan, restoran, dan villa yang ada di kawasan Cianjur Selatan karena
kurangnya minat investor untuk berinvestasi di kawasan ini. Bahkan banyak
restoran, rumah makan, atau pun tempat-tempat penjualan cenderamata yang
sudah ada harus gulung tikar karena sepinya pengunjung yang datang (Disbudpar
Kabupaten Cianjur, 2012).
Pemerintah daerah dan Dinas Pariwisata Kabupaten Cianjur harus
meningkatkan dayasaing pariwisata, terutama indikator-indikator yang
menunjukkan pertumbuhan yang negatif dan posisi yang lebih rendah, serta
faktor-faktor yang berpengaruh signifikan dari hasil analisis untuk meningkatkan
kinerja sektor pariwisata guna mencapai visi sebagai destinasi wisata unggulan
Jawa Barat. Selain itu, kawasan wisata Cianjur Tengah dan Selatan juga harus
lebih diperhatikan oleh pemerintah karena potensi yang ada di wilayah ini masih
sangat besar untuk dieksplorasi.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis Competitiveness Monitor, perkembangan indikator
perkembangan infrastruktur, indikator keterbukaan, dan indikator pengaruh
pariwisata menunjukkan pertumbuhan yang negatif. Indikator sosial, indikator
lingkungan, indikator sumberdaya manusia, dan indikator persaingan tingkat
harga cenderung konstan. Apabila dibandingkan dengan Kabupaten Bogor,
hanya indikator lingkungan dan indikator dayasaing tingkat harga yang
menunjukkan posisi yang lebih baik. Sedangkan, indikator pengaruh pariwisata
dan indikator keterbukaan berada di posisi yang lebih rendah. Pertumbuhan
indikator-indikator penentu dayasaing Competitiveness Monitor yang
cenderung konstan dan negatif perlu menjadi perhatian pemerintah daerah
Kabupaten Cianjur. Lebih lanjut, posisi dayasaing pariwisata Kabupaten
Cianjur yang lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Bogor harus
menjadi tantangan bagi Kabupaten Cianjur untuk memperbaiki dan
meningkatkan faktor-faktor pendukung sektor pariwisata.
2. Jumlah hotel, jalan beraspal kualitas baik, tingkat hunian hotel, dan tingkat
pendidikan tenaga kerja sektor pariwisata berpengaruh secara nyata dan
signifikan terhadap industri/sektor pariwisata. Jumlah restoaran ternyata tidak
berpengaruh signifikan terhadap industri pariwisata Kabupaten Cianjur. Faktor-
faktor yang berpengaruh signifikan dapat menjadi acuan bagi pemerintah
78
daerah untuk melihat indikator apa saja yang perlu diprioritaskan dalam
pembangunan sektor pariwisata Kabupaten Cianjur kedepannya.
6.2. Saran
1. Meningkatkan kualitas infrastruktur, salah satunya kualitas jalan. Kualitas jalan
yang baik dapat menjadikan akses ke tempat wisata lebih baik dan nyaman
dilalui sehingga mendorong wisatawan untuk datang. Koordinasi dengan Dinas
Pekerjaan Umum harus ditingkatkan dalam memerhatikan pembangunan
infrastruktur terutama yang terkait dengan industri pariwisata.
2. Meningkatkan promosi objek-objek wisata Kabupaten Cianjur. Saat ini
Kabupaten Cianjur sudah memiliki Grand Design Pembangunan dan
Pengembangan Destinasi Wisata, namun melihat masih rendahnya openness
(keterbukaan) pariwisata Kabupaten Cianjur maka diperlukan adanya promosi
untuk memperkenalkan program ini kepada wisatawan. Promosi-promosi yang
ada saat ini masih kurang efektif. Sarana-sarana yang saat ini sudah ada seperti
Tourism Information and Center harus lebih dioptimalkan dalam memberikan
informasi kepada wisatawan dan calon wisatawan yang akan datang. Selain itu,
dalam promosinya Kabupaten Cianjur juga harus menonjolkan keunggulan
kondisi alam yang dimiliki untuk menarik wisatawan.
3. Mendukung industri hotel dan akomodasi laninnya. Berdasarkan hasil analisis,
industri hotel dan akomodasi lainnya memberikan pengaruh yang cukup besar
terhadap pariwisata Kabupaten Cianjur. Pemerintah harus meningkatkan
kerjasama dengan pelaku industri hotel di kawasan wisata untuk meningkatkan
kualitas pelayanan agar dapat menarik wisatawan lebih banyak lagi.
79
4. Menjaga kenyamanan dan keamanan lingkungan Kabupaten Cianjur sehingga
wisatawan yang datang merasa nyaman dan aman sehingga tidak bosan untuk
berwisata di kawasan wisata Kabupaten Cianjur.
5. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur harus lebih
memperhatikan pengarsipan data-data yang terkait dengan sektor pariwisata
karena dengan tersedianya data yang lengkap dapat memudahkan akademisi
ataupun pihak swasta dalam melakukan penelitian dan pengembangan kegiatan
wisata.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2006. Kabupaten Bogor dalam Angka Tahun 2006. Badan
Pusat Statistik, Cianjur.
________________. 2007. Kabupaten Bogor dalam Angka Tahun 2007. Badan
Pusat Statistik, Cianjur.
________________. 2008. Kabupaten Bogor dalam Angka Tahun 2008. Badan
Pusat Statistik, Cianjur.
________________. 2009. Kabupaten Bogor dalam Angka Tahun 2009. Badan
Pusat Statistik, Cianjur.
________________. 2010. Statistik Daerah Kabupaten Bogor 2010. Badan Pusat
Statistik, Cianjur.
________________. 2011. Statistik Daerah Kabupaten Bogor 2011. Badan Pusat
Statistik, Cianjur.
________________. 2012. Statistik Daerah Kabupaten Bogor 2012. Badan Pusat
Statistik, Cianjur.
Damanik&Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke aplikasi. Andi
Ofset, Yogjakarta.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur. 2012. Profil Pariwisata
Kabupaten Cianjur. Cianjur.
Dinas Pendapatan Kabupaten Cianjur. 2011. Laporan Realisasi Penerimaan
Pajak Daerah Periode Tahun 2001-2011. Cianjur.
Febriawan, R. 2009. Analisis Peranan Sektor Hotel dan Restoran Dalam
Perekonomian Kota Bandung. [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. PT. Bumi Aksara,
Jakarta.
Gomang, F .2003. Manajemen Kepariwisataan. Salah Wahab [penerjemah]. PT.
Pradnya Paramit, Jakarta.
Gujarati, D. 1993. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah].
Erlangga, Jakarta.
Heriawan, R. 2004. Peranan dan Dampak Pariwisata Pada Perekonomian
Indonesia: Suatu Model Pendekatan Model I-O dan SAM [tesis].
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
81
Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press, Bogor.
Mihalic, Tanja. 2000. Environmental Management of a Tourist Destination A
Factor Of Tourism Competitiveness.Tourism Management, 21: 65-78
Organisasi Perburuhan Internasional. 2011. Mengukur Lapangan Kerja dalam
Industri Kepariwisataan lebih dari Neraca Satelit Pariwisata: Studi
Kasus Indonesia.
Pemerintah Kabupaten Cianjur. 2012. Kondisi dan Analisis Perekonomian
Kabupaten Cianjur. Cianjur.
Porter, M. E. 1995. Strategi Bersaing: Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing.
Erlangga, Jakarta.
Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan
Percobaan dengan SPSS 12. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Rahayu, F. 2006. Analisis Pengaruh Sektor Pariwisata terhadap Perekonomian
Kota Bogor [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Republik Indonesia. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 10
Tahun 2007 tentang Standar Proses.
Republik Indonesia. 2009. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan.
Santri, A. 2009. Analisis Potensi Sektor Pariwisata untuk Meningkatkan
Kesempatan Kerja dan Pendapatan Masyarakat Provinsi Bali [skripsi].
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sholeh, M. 2010. Analisis Dayasaing dan Pengaruh Industri Pariwisata
Terhadap Perekonomian Daerah Kabupaten Bogor [skripsi]. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suherlan, H. Dampak Tol Cipularang Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Sektor Pariwisata Kabupaten Cianjur. Jurnal Ilmiah Pariwisata: 61-72
Trisnawati, R., Wiyadi dan Priyono, E. Analisis Daya Saing Industri Pariwisata
untuk Meningkatkan Ekonomi Daerah: (Kajian Perbandingan Daya
Saing Pariwisata antara Surakarta dengan Yogyakarta). Jurnal Ekonomi
Pembangunan: 61-70
Ulpah, M. 2006. Kumpulan Makalah Analisis Regresi Terapan. Program Studi
Pascasarjana Statistika: IPB, Bogor.
Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika, Edisi ketiga. Bambang Sumantri
[penerjemah]. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
World Tourism Organization. 1995. Concepts, Definitions, and Classifications for
Tourism Statistics. World Tourism Organization, Madrid.
82
World Tourism Organization. 2008. Tourism Highlight 2008 Edition. UNWTO
Publication Department, Peru.
Yoeti, O. 2008. Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi, dan Impelementasi.
Kompas, Jakarta.
Yulianti, K. 2009. Analisis Faktor-faktor Penentu Daya Saing dan Preferensi
Wisatawan Berwisata ke Kota Bogor [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hotel di Bogor. http://www.hargahotel.com/hotel/destination/bogor.html. [2 April
2012]
Hotel Bintang. http://www.cianjurkab.go.id/Content_Nomor_Menu_69_6.html. [2
April 2012]
LAMPIRAN
83
Lampiran 1. Hasil Estimasi OLS Faktor-faktor yang Memengaruhi
Industri Pariwisata Kabupaten Cianjur
The regression equation is
LnPADPar = 12,3 + 3,10 LnJHot + 0,558 LnJKB - 1,77 LnJRes + 0,0547 THH
+ 0,0436 TPPar
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant 12,288 4,566 2,69 0,043
LnJHot 3,0994 0,5438 5,70 0,002 4,3
LnJKB 0,5584 0,3302 1,69 0,152 2,3
LnJRes -1,766 1,286 -1,37 0,228 3,4
THH 0,05470 0,02563 2,13 0,086 1,9
TPPar 0,04364 0,01695 2,57 0,050 2,8
S = 0,214342 R-Sq = 93,6% R-Sq(adj) = 87,2%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 5 3,37165 0,67433 14,68 0,005
Residual Error 5 0,22971 0,04594
Total 10 3,60136
Source DF Seq SS
LnJHot 1 2,98508
LnJKB 1 0,00366
LnJRes 1 0,00003
THH 1 0,07852
TPPar 1 0,30435
Durbin-Watson statistic = 2,31478