tesis ibu fin

Upload: alice-wote

Post on 14-Jul-2015

2.751 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan negara dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi pemerintah dan public relation yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan, dengan memperhatikan prinsip-prinsip good governance dalam penerapan pendidikan. Pemerintah selalu mengalami kesulitan dalam upayanya mengentaskan kemiskinan bangsa ini bangkit dari keterpurukan ekonomi, sosial, dan politik. Krisis demi terdapat krisis akhirnya menghancurkan moral sosial bangsa. Pada sisi lain konsep ketatalaksanaan

penurunan kemampuan kinerja birokrasi, yang dalam konteks negara akan sangat berpengaruh terhadap kinerja bangsa secara

berkembang,

menyeluruh. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undag-Undang No. 25 Tahun 1999, tentang pemerintah daerah dibeberapa daerah menghasilkan

pemahaman yang tidak tepat. Pemahaman yang keliru ini meningkatkan ketidakpastian ekonomi, sosial, dan

politik, sementara biaya penyelengaraan pemerintah juga meningkat. Apa yang perlu dilakukan oleh birokrasi Indonesia dalam suasana yang tidak menentu? Birokasi dalam pengertian di sini adalah organisasi besar dengan staf yang

bekerja penuh waktu yang memiliki sistem penilaian standar, dan hasil karyanya

1

tidak dinilai secara langsung di pasar eksternal. Perubahan dari berbagai UndangUndang sampai Undang-Undang No.25 Tahun 1999 tidak menghasikan output yang menguntungkan masyarakat luas. Bahkan terkesan, masyarakat semakin sulit memperoleh pelayanan publik. Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi perlu dilakukan reformasi secara menyeluruh termasuk reformasi ketatalaksanan pendidikan. Dalam UU No.25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), dinyatakan bahwa ada tiga tantangan besar dalam bidang pendidikan di Indonesia, yaitu: 1) Mempertahankan hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai; 2) Mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan mampu bersaing dalam pasar kerja global; 3) Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah sistem pendidikan nasional dituntut untuk melakukan perubahan dan penyesuaian sehinga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman, memperhatikan kebutuhan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah sistem Pendidikan nasional yang bersifat sentralistis selama ini kurang mendorong terjadinya demokrastisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Sebab sistem pendidikan yang sentralistis diakui kurang bisa mengakomodasi keberagaman daerah, keberagaman sekolah, serta keberagaman peserta didik, bahkan cenderung mematikan parsitipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan.

2

Dengan kehadiran UU No. 32 Tahun 2004 (dimulai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999) tentang Pemerintahan Daerah, dimana sejumlah kewenangan telah diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah,

memungkinkan daerah untuk melakukan kreasi, inovasi, dan improvisasi dalam upaya pembangunan daerah, termasuk dalam bidang pendidikan. Pemberlakuan otonomi daerah tersebut membawa implikasi terhadap perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan, yang salah satunya adalah berkurangnya peran pemerintah pusat dalam pengelolaan pendidikan. Disadari bahwa pemberian porsi yang lebih besar kepada daerah untuk melaksanakan pembangunan bidang administrasi, kelembagaan, keuangan, perencanaan, dan sebagainya. Oleh karena itu, kesiapan daerah untuk dapat menjalankan peran yang lebih besar menjadi sentral dalam pelaksanaan densentalisasi pendidikan. Dalam konteks penyelenggaraan desentralisasi di bidang pendidikan di daerah terdapat banyak persoalan muncul, karena pelaksanaan desentralisasi pendidikan berbeda dengan desentralisasi bidang pemerintahan lainnya yang

pada dasarnya terkonsentrasi pada tingkat kabupaten dan kota. Desentralisasi pendidikkan justru tidak hanya terhenti pada tingkat kabupaten dan kota, tetapi lebih jauh sampai pada tingkat sekolah. Sistem Halmahera ketatalaksanaan Barat sebagai yang ada pada Dinas Pendidikan Kabupaten kebijakan dan dengan semangat

pengambil

desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah perlu direvisi. Dengan demikian,

3

indikator dalam pengukuran kinerja instansi di Dinas pendidikan Kabupaten Halmahera barat tersebut dapat diwujudkan, yang pada akhirnya dapat dijadikan instrument bagi kabupaten-kabupaten lain, baik dalam pengukuran produktivitas pelayanan publik, penataan organisasi maupun pelayanan operasional programprogram dilapangan yang menjadi tangungjawab dibidang pendidikan. Berkaitan dengan masaalah penerapan reformasi ketatalaksanaan menuju good governance

manajemen pendidikan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat dalam otonomi ini yang merupakan instrument perencanaan strategi dan mewujudkan langkah awal pengukuran kinerja dan keberhasilan dalam organisasi, maka perencanaan strastegi instansi Dinas pendidikan Halmahera

barat yang merupakan integrasi antara keahlian sumber daya manusia dan sumber daya alam, harus disusun dan dilaksanakan semaksimal mungkin agar mampu menjawab perkembangan pembangunan secara global dan terarah dalam pelaksanaan ketatalaksanaan pendidikan di Kabupaten Halmahera Barat. Perjalanan desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah merupakan sesuatu yang sentral dalam proses pembangunan. Perjalanan desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah ini masih memerlukan refleksi dan kajian mendalam untuk lebih mengoptimalkan berbagai potensi dan peluang, agar mampu meminimalisir berbagai kendala pembangunan daerah secara

berkelanjutan di Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat. Sebuah realitas dan catatan empiris sejarah bahwa pembangunan pendidikan di Kabupaten Halmahera Barat merupakan asset bangsa dan modal

4

sejarah untuk membangun tatanan kejayaan masa depan dalam konsep otonomi daerah. Namun sangat disayangkan pada perjalanan waktu berotonomi para pengambil kebijakan dalam sistem ketatalaksanaan manajemen pendidikan di Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat, memiliki segudang persoalan, termasuk persoalan manajemen perkantoran yang kurang profesional, kurangnya ploting anggaran APBD Kabupaten Halmahera Barat ke mata anggaran Dinas Pendidikan, kurangnya sumber daya manusia pengelola keuangan daerah, terlalau banyak campur tangan politik dan penguasa terhadap kebijakan dan program Dinas Pendidikan, sehingga jalannya program pendidikan yang telah disusun, terkesan ikut perjalanan arus mengalir atau kemauan sepihak, bukan kepentingan pendidikan anak bangsa yang masih terbelakang didaerah ini. Kondisi ini sangat membutuhkan perhatian, dan komitmen bersama semua elemen masyarakat di Kabupaten Halmahera Barat untuk bersama dan partisipatif menciptakan tata pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance), karena tatanan pemerintahan di Kabupaten Halmahera Barat termasuk ketatalaksanaan manajemen pendidikan di Dinas Pendidikan dan pelayanan publik kepada kepala sekolah, guru dan masyarakat serta penerapan perencanaan strategis untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah-sekolah belum mencapai titik klimaks, dimana apa yang menjadi harapan dari masyarakat Halmahera Barat belum sampai pada tahapan kenyataan, artinya harapan dan kenyataan belum berjalan sebagaimana mestinya. Implementasi pelayanan publik

5

dan penataan organisasi

belum

berjalan maksimal dan pencapaian program

perencanaan bidang pendidikan dalam satu tahun berjalan belum efektif. Prestasi pembangunan pendidikan yang ingin dicapai sangatlah

bergantung pada strategi yang diciptakan. adalah

Karena pembangunan pendidikan

merupakan sebuah konsep yang sarat nilai (volue loaded) artinya

pembangunan pendidikan terkait dengan baik dan buruk menurut pengalaman sejarah suatu bangsa secara umum dan Kabupaten Halmahera Barat secara khusus. Pilihan akan sebuah strategi pembangunan pendidikan bukan tanpa masalah, demikian pula dengan keberhasilan dalam proses pembangunan

pendidikan dalam penerapan perencanaan strategi tersebut termasuk Renstra bidang pendidikan. Pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Barat di Propinsi Maluku Utara dulunya adalah kabupaten induk yang berkedudukan di Ternate, kemudian berdasarkan Undang-

dipindahkan ke Jailolo pada tangal 25 Februari 2003,

Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Sula Kepulauan, dan Kota Tidore Kepulauan. Sehingga para pegawai sebagian juga ikut dipindahkan ke kabupaten Halmahera Barat. Pemekaran ini juga turut berpengaruh pada pelayanan publik dan penataan organisasi Dinas Pendidikan serta peningkatan mutu pendidikan di Kabupaten ini, dimana pendidikan sebagai ujung tombak kemajuan pembangunan daerah Kabupaten/kota.

6

Reformasi ketatalaksanaan manajemen pendidikan adalah upaya merubah sistem penataan organisasi, manajemen dan kelembagaan dari yang kurang profesional ke arah yang lebih profesional, merubah paradigma berpikir (perilaku) bagi para pengambil kebijakan di bidang manajemen pendidikan dan birokrasi Pemda Kabupaten Halmahera Barat dari kepentingan politik ke pelayanan yang profesional sesuai bidang tugas masing-masing SKPD. Reformasi ketatalaksanaan manajemen pendidikan ini penting dilaksanakan karena mengingat pendidikan adalah salah satu faktor yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia disegala bidang. Dengan kata lain reformasi ketatalaksanaan harus dilaksanakan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat, karena Dinas ini merupakan dapur kebijakan pendidikan di lapangan, selain itu pentingnya reformasi pada Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat, agar hasil dari reformasi ketatalaksanaan manajemen pendidikan dan pelayanan publik dapat dijadikan baro meter dalam pengembangan peningkatan mutu

pendidikan di sekolah-sekolah. Dari hal-hal yang telah dipaparkan di atas, menunjukan bahwa antara harapan dan kenyataan sangat jauh berbeda, sehingga perlu ada kajian yang dapat merubah paradigma berpikir (perilaku) masyarakat Halmahera Barat secara umum dan pengambil kebijakan pendidikan secara khusus, ke masa depan yang lebih baik. Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas membuat peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul: Penarapan Reformasi

7

Ketatalaksanaan Manajemen Pendidikan, Studi Kasus pada Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat.

B. Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada reformasi ketatalaksanaan manajemen

pendidikan pada organisasi Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat.

C. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka rumusan masaalah dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan reformasi ketatalaksanaan manajemen pendidikan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat? 2. Faktor-faktor internal dan eksternal apakah yang mempengaruhi pelaksanaan reformasi ketatalaksanaan manajemen pendidikan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat? 3. Bagaimanakah penyusunan dan pelaksanaan Renstra pada Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat?

D. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini tujuan yang akan dicapai adalah untuk memperoleh hasil kajian tentang a) Reformasi ketatalaksanaan manajemen pendidikan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat Propinsi Maluku Utara.

8

b) Faktor-faktor internal dan ekstrnal apakah yang mempengaruhi pelaksanaan reformasi ketatalaksanaan manajemen pendidikan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat Propinsi Maluku Utara. c) Penyusunan dan pelaksnaan Renstra sesuai kebutuhan masyarakat menuju peningkatan mutu pendidikan.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Secara teoretis manfaat penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu manajemen pendidikan. 2. Manfaat Praktis a) Sebagai bahan refleksi dan kajian dalam berotonomi bagi aparat pemerintah bidang pendidikan di daerah untuk pengembangan penataan organisasi di Dinas Pendidikan. b) Sebagai bahan eveluasi dan diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah daerah dibidang pendidikan dalam menjalankan konsep otonomi dan desentralisasi pendidikan. c) Sebagai bahan masukan penyusunan model Renstra bidang pendidikan untuk dilaksanakan menuju peningkatan mutu pendidikan. pendidikan dalam penerapan reformasi ketatalaksanaan

9

BAB II ACUAN TEORETIK

A. Reformasi Ketatalaksanaan Manajemen Pendidikan 1. Pengertian dan Konsep Reformasi Kata reformasi berasal dari bahasa Inggris refom yang mempunyai arti perbaikan atau pembaharuan. Reformasi sudah menjadi sebuah komoditas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia pada akhir-akhir ini karena bangsa Indonesia menuju pada suatu perubahan, meluasnya pembicaraan tentang reformasi menyebabkan munculnya berbagai interprestasi tentang makna reformasi itu sendiri. Menurut Miftah (1999: 33) Reformasi adalah suatu proses yang tidak bisa diabaikan. Reformasi secara naluri harus dilakukan karena tatanan pemerintahan yang baik pada suatu masa, dapat menjadi tidak sesuai lagi karena perkembangan zaman. Kemudian menurut Sarundayang (2005: 92), Penerapan konsep reformasi di Indonesia merupakan suatu tindakan perubahan atau pembaharuan yang berdimensi rekstrukturisasi, revitalisasi dan refungsionalisasi. 1. Restrukturisasi, merupakan suatu tindakan untuk mengubah struktur yang dipandang sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman dan dianggap tidak efektif lagi dalam pelaksanaan suatu organisasi. 2. Revitalisasi adalah merupakan suatu upaya memberi tambahan energy atau daya kepada organisasi atau lembaga agar dapat mengoptimalkan kinerja

10

organisasi. Oleh sebab itu revitalisasi berkaitan dengan perumusan kembali uraian tugas, strategi sistem pelayanan publik, peningkatan alokasi anggaran, penambahan atau pergantian berbagai instrument pendukung dalam menjalankan tugas-tugas organisasi. 3. Refungsionalisasi lebih berkaitan dengan tindakan atau upaya untuk mengfungsikan sesuatu yang sebelumnya tidak berfungsi. Dalam hal ini refungsionalisasi lebih mengarah pada penajaman profesionalisme organisasi dalam mengemban misinya, Sarundayang (2005:92). Pada prinsipnya bahwa reformasi merupakan bagian dari sebuah dinamika yang ada dalam kehidupan masyarakat, dalam artian bahwa perkembangan akan menyebabkan tuntutan dari sebuah perubahan. Oleh sebab itu reformasi bagi suatu organisasi adalah alamiah dan wajar. Reformasi sesungguhnya dapat dilihat dalam kerangka teoretik dan empirik yang luas, mencakup didalamnya penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi. Dengan demikian bahwa reformasi bermakna sebagai suatu perubahan tanpa merusak (to change without destroying) atau perubahan dengan memelihara (to change while preserving), (Sarundayang, 2005: 93).

2. Pengertian dan Konsep Ketatalaksanaan Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2007: 865), tata laksana adalah cara mengurus (menjalankan, melaksanakan) aktivitas usaha (perusahan). Ketatalaksanaan: pengurusan; pengaturan.

11

Keberhasilan sistem tatalaksana memerlukan koordinasi: 1) waktu, 2) ruang, 3) interinstitusional, 4) fungsional, 5) struktural, 6) perencanaan, 7) masukan umpan balik (Ndraha, 2003 dalam Sedarmayanti, 2009: 70). Kemudian menurut Sedarmayanti (2009: 90), penaataan

ketatalaksanaan/manajemen dilaksanakan dengan memperhatikan: a. b. c. d. e. f. g. h. Mekanisme kerja internal Prosedur kerja Hubungan kerja eksternal Perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian Pengelolaan sarana dan prasarana kerja Otomatisasi administrasi perkantoran Pemantauan teknologi informasi ( E-gov ) Pengelolaan kearsipan yang handal.

Sedarmayanti (2009:90) menambahkan pula dalam penataan ketatalaksanaan perlu juga memperhatikan beberapa hal: a. Tujuan pendayagunaan ketatalaksanaan 1. Mewujudkan tata laksana yang ringkas/simple, efektif, efisien dan transparan. 2. Memberi pelayanan prima dan pemberdayaan masyarakat b. Kebijakan ketatalaksanaan 1. Diarahkan pada perubahan sistem manajemen dengan konsep modern agar cepat, akurat, pendek jaraknya. 2. Pemanfaatan teknologi modern dilingkungan instansi pemerintah. Kegiatan pokok ketatalaksanaan yang perlu dilaksanakan antara lain: 1. Menyempurnakan sistem dan prosedur kerja efektif, ramping, fleksibel berdasarkan sistem pemerintahan yang baik. 2. Menyempurnakan sistem administrasi negara untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan memepercepat proses desentralisasi.

12

3. Menyempurnakan tatalaksana dan hubungan kerja antar lembaga di pusat dan antar pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota. 4. Menciptakan sistem administrasi pendukung dan kearsipan yang efektif dan efisien. Sarana pendayagunaan ketatalaksanaan: menyerderhanakan dan menertibkan sistem tata kelola, prosedur dan mekanisme kerja aparatur pemerintahan. c. Strategi pendayagunaan ketatalaksaan antara lain 1. Pemangkasan dan eliminasi mekanisme sistem kerja, prosedur dan mekanisme kerja yang memberi peluang terjadinya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). 2. Deregulasi dan debirokratisasi sistem administrasi pemerinthan. 3. Perumusan Standard Operating Procedures (SOP) administrasi pemerintahan. 4. Penyusunan hubungan kerja eksternal atau tata hubungan kewenangan antar lembaga, antar pemerintah pusat dan daerah serta antar daerah. 5. Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi atau Elektronic Government (E-GOV) dalam rangka modernisasi administrasi manajemen pemerintahan. 6. Penataan pengelolaan arsip secara baik dan benar. 7. Otomatisasi administrasi perkantoran. 8. Proses pengaadaan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian. 9. Pengelolaan sarana dan prasarana sesuai ketentuan yang berlaku. 10. Implementasi akuntabilitas, transparansi, dan lain-lain. 11. Merubah paradigma manajeman Unit Pelaksanaan Pelayanan Pemerintah (UP3). 3. Konsep Manajemen Pendidikan dan Konsep Administrasi Pendidikan 3.1.Pengertian Manajemen Manajemen pada dasarnya dibutuhkan oleh seluruh organisasi, karena tanpa manajemen, semua usaha atau kegiatan untuk mencapai suatu tujuan akan sia-sia. Handoko (2007: 26-31) mengemukakan tiga alasan utama diperlukannya manajemen, yakni: (1) untuk mencapai tujuan, (2) untuk menjaga keseimbangan diantara tujuan-tujuan yang saling bertentangan, (3) untuk mencapai efisiensi dan efektifitas.

13

Pemahaman manajemen menurut beberapa ahli dapat dikemukakan sebagai berikut: Menurut Kambey (2006: 1) Manajemen adalah pencapaian sesuatu tujuan yang telah ditentukan sebelumnya melalui usaha-usaha orang lainnya. Sedangkan Abdulrahmat (2006: 5) berpendapat Hakikat manajemen adalah merupakan proses pemberian bimbingan, pimpinan, pengaturan, pengendalian dan pemberian fasilitas lainnya. Selanjutnya Follet (Handoko, 2001: 3)

menjelaskannya sebagai Seni untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Menurut Abbas (2008: 8) Manajemen tidak hanya melekat pada organisasi, tetapi juga pada pribadi manusia sebagai individu, dimana manajemen individu mengarahkan manusia untuk menata dirinya dalam mencapai tujuan hidup di dunia dan akhirat, sedangkan manajemen organisasi atau kelompok, mengarahkan atau mengantarkan anggota organisasi dalam mencapai tujuannya. Berdasarkan berbagai pendapat ahli tentang defenisi manajemen di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen berhubungan erat dengan kegiatan pemberdayaan manusia sebagai pelaku utama dalam mencapai tujuan organisasi.

3.2.Pengertian Pendidikan Pengertian pendidikan menurut beberapa ahli seperti dibawah ini: Menurut (Carter, 1959, dalam Eti Rochaety, 2005:6): (1) Pendidikan adalah

proses mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkahlaku lainnya dalam masyarakat tempat mereka hidup, (2) Proses sosial yang terjadi pada orang yang

14

dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal. Pendidikan

dipengaruhui oleh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahanperubahan yang sifatnya parmanen dalam tingkahlaku, pikiran, dan sikapnya. Selanjutnya menurut konsep Undang -Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 Ayat (1) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Berdasarkan pengertian tersebut maka menurut Rochaety dkk (2005: 7) pendidikan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidup 2. Untuk mencapai tujuan tersebu, pendidikan melakukan usaha yang terencana dalam memilih isi (materi), strategis pada teknik penilaian yang sesuai. 3. Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (Formal dan non Formal). Oleh karena itu, menurut Sihombing (2002: 10) pendidikan mengandung pokokpokok penting sebagai berikut: 1. Pendidikan adalah proses pembelajaran 2. Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia 3. Pendidikan berusaha mengubah atau mengembangkan kemampuan, sikap, dan prilaku positif 4. Pendidikan merupakan perbuatan atau kegiatan sadar 5. Pendidikan memiliki dampak pada lingkungan 6. Pendidikan berkaitan dengan cara mendidik 7. Pendidikan tidak berfokus pada pendidikan formal 8. Pendidikan adalah proses sosial.

15

Dari berbagai pendapat di atas maka pendidikan merupakan suatu sistem yang memiliki kegiatan cukup kompleks, meliputi berbagai komponen yang berkaitan satu sama lain.

3.3. Konsep Administrasi Pendidikan a. Hubungan antara Manusia dalam Administrasi Pendidikan Pada dasarnya administrasi pendidikan memiliki kepentingan tertentu terhadap manusia. Manusia adalah mahluk psiko-fisik yang berkembang

kematangan secara integral dalam keseluruhan organ-organnya. Secara simultan, fungsi-fungsi psikis dan fisiknya berkembang dalam suatu pola keseimbangan yang besifat homeostatis yaitu terwujudnya kondisi kehidupan dalam diri manusia yang tetap berada dalam keserasian dan keselarasan gerak dan fungsifungsi organ-organ psikis dan fisiknya. Faktor manusia (human factor) yang berhubungan dengan Sumber Daya Manusia (SDM) mengandung makna mendalam atas semua potensinya, sehingga manusia tumbuh dan berkembang untuk mengatasi permasalahan manusia itu sendiri (Sagala, 2008:72). Salah satu permasalahan manusia adalah kualitas, yaitu kualitas manusia tampak pada kemampuannya secara fungsional untuk mendorong

pertumbuhannya yang memiliki nilai tambah. Oleh karena itu, membangun SDM adalah upaya-upaya untuk mengelola, mengurus dan meningkatkan kualitasnya. Secara faktual manusia itu oleh Tuhan Yang Maha Kuasa diberi tulang, dan tulang

16

itu dibalut oleh daging, diberi mata, hidung, telinga, mulut dan kelengkapan organ tubuh lainnya hingga sempurna. Hubungan antar manusia dalam administrasi pendidikan sebagai sistem dapat dilihat dari hubungan bagian-bagian dari sistem itu (komponen) secara fungsional dan interaksinya satu sama lain. Dengan meninjau komponenkomponen dan hubungan satu dengan yang lainnya, akan dapat ditemukan kekurangan dan kelemahan sistem organisasi dan sistem pelayanan sehingga dapat menetapkan apa yang sebaiknya dilakukan untuk memperbaiki sistem atau pengembangan sistem administrasi. Hubungan antar manusia dalam pengelolaan organisasi di Dinas Pendidikan atau Kantor sebagai organisasi kerja terdiri atas sejumlah bidang, seperti bidang tata usaha, bidang Dikjar, bidang perencanaan proyek dan lain-lain. Sosiolog dari Harvard, E. Mayo (1880-19940) dalam (Sagala, 2008: 73), mengemukakan: Pentingnya faktor-faktor manusia dan sosial dalam hubungan industri, faktor fisik seperti penerangan dan kondisi kerja mendapat perhatian utama, tetapi faktor psikologis menjadi gejala yang lebih penting, Mayo juga mempermasalahkan penghargaan yang berlebihan atas kemampuan teknis pada pengeluaran orang-orang yang berkemampuan bidang sosial. Konsekuensi bagi masyarakat yang tidak dapat menyeimbangkan hubungan manusia dalam adminstrasi antara perkembangan kemampuan teknis dengan kemampuan sosial adalah bencana. Menurut Sagala (2008: 74), hubungan manusia dalam organisasi dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:

17

1) Hubungan manusia dalam organisasi formal yang terdiri dari kumpulan interaksi sosial yang dikoordinasikan secara sengaja dan yang mempunyai tujuan bersama. Oraganisasi formal tidak dapat berlangsung kalau tidak ada orang-orang yang dapat saling berkomunikasi, mau menyumbang pada kegiatan kelompok, dan sadar mempunyai tujuan umum. 2) Hubungan manusia dalam organisasi informal yaitu interaksi-interaksi sosial tanpa tujuan bersama yang umum atau tidak dikoordinasikan secara sengaja. Ada lima kegiatan pokok manajemen kaitannya dengan hubungan antar manusia dalam administrasi yaitu: 1) Menentukan apa yang dapat dijadikan sasaran oleh organisasi, menentukan tujuan dan sasaran tiap bidang, menentukan apa yang harus dilakukan manusia dalam administrasi untuk mencapainya dan menjadikan sasaran itu efektif dengan membicarakan bersama anggota organisasi. 2) Mengorganisir seluruh kegiatan dalam administrasi termasuk menggolongkan, membagi pekerjaan, membentuk struktur tugas-tugas organisasi; 3) Memotivasi dan berkomunikasi antar manusia dalam segala hal pelaksanaan kegiatan; 4) Melakukan pengukuran tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam organisasi, termasuk menganalisis, menilai, dan menafsirkan karya hasil kerja baik secara individu maupun kelompok dalam organisasi secara keseluruhan; dan 5) Mengembangkan kemampuan dan ketrampilan orang-orang dalam organisasi itu termasuk manajer sendiri (Sagala, 2000: 74). Dengan demikian, hubungan antar manusia dalam administrasi pendidikan merupakan bentuk kerjasama orang-orang yang menduduki jabatan birokrasi pada kantor pemerintahan dan juga jabatan fungsional kependidikan sesuai profesi masing-masing pada satuan pendidikan. Mereka ini semua adalah sebagai personal dalam institusi pendidikan yang diberi tanggung jawab untuk mencapai tujuan pendidikan.

18

b. Fungsi-Fungsi Administrasi / Manajemen Pendidikan Fungsi manajemen dilihat dari konsep dan teori manajemen, maka dapat ditegaskan bahwa proses pengelolaan itu pada prinsipnya dimulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemantauan, dan penilaian atau evaluasi terhadap semua program kerja yang memerlukan pengaturan yang baik oleh para profesional untuk mengeliminasi pemborosan (efisiensi) dan memaksimalkan tingkat pencapaian (keefektifan) potensi sumber daya yang tersedia. Untuk menata birokrasi manajemen pendidikan, maka perlu diaktifkan fungsi-fungsi manajemen pendidikan, yaitu: 1) fungsi perencanaan, 2) fungsi pengorganisasian, 3) fungsi pengkordinasiaan, 4) fungsi penngarahan, 5) fungsi pengawasan. 1. Fungsi Perencanaan Perencanaan meliputi kegiatan menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapai, berapa lama, berapa orang yang diperlukan, dan berapa banyak biayanya. Perencanaan ini dibuat sebelum suatu tindakan dilaksanakan. Banchart dan Trull, 1973 (Sagala, 2008: 46), mengemukakan: Perencanaan pendidikan adalah awal dari proses-proses rasional, dan mengandung sifat optimisme yang didasarkan atas kepercayaan bahwa akan dapat mengatasi berbagai persoalan. Menurut Gibson, at al (1982) dalam Sagala, (2008: 46): Perencanaan mencakup kegiatan menentukan sasaran dan alat sesuai untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Atau dengan kata lain perencanaan merupakan hasil dari

19

kesepakatana dan pengertian diantara personel tentang apa yang harus dicapai oleh organisasi. 2. Fungsi Pengorganisasian Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugas-tugas kepada orang yang terlibat dalam kerjasama pendidikan. Pengorganisasian yang efektif adalah: Membagi habis dan menstrukturkan tugas-tugas ke dalam sub-sub atau komponen-komponen organisasi. Menurut Stoner dan Freeman (1992: 23) dalam Kambey, (2006: 56): Pengorganisasian dapat dipandang sebagai proses penyesuaian struktur organisasi dengan tujuan, sumberdaya dan lingkungannya. Selanjutnya Sergiovanni, (1987: 315) mengemukakan: Pengorganisasian memiliki 4 (empat) syarat, yaitu: legitimasi, efesiensi, keefektifan, dan keunggulan. 3. Fungsi Pergerakan Menggerakan menurut Terry (1977) dalam Sagala, (2008: 52), berarti: Merangsang anggota-anggota kelompok melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dan kemauan yang baik. Selanjutnya menurut Koontz dan Weihrich (1988: 392): Menggerakan adalah kemampuan pemimpin membujuk orang-orang mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan penuh semangat.

20

4. Fungsi Pengkoordinasian Pengkoordinasian mengandung makna menjaga agar tugas-tugas yang telah dibagi agar dikerjakan tidak menurut kehendak yang mengerjakan saja, tetapi menurut aturan, sehingga menyumbang terhadap pencapain tujuan. Menurut The Liang Gie (1983:216) pengkoordinasian adalah Rangkaian aktivitas menghubungkan, menyatupadukan dan menyelaraskan orang-orang dan pekerjaannya sehingga semuanya berlangsung secara tertib dan seirama menuju kearah tercapainya tujuan organisasi. 5. Fungsi Pengarahan Pengarahan dilakukan agar kegiatan yang dilakukan bersama tetap melalui jalur yang telah ditetapkan, tidak terjadi penyimpangan yang dapat menimbulkan pemborosan. Menurut Nawawi, (1986: 36), pengarahan adalah Memlihara, menjaga dan memajukan organisasi melalui setiap personel, baik secara struktural maupun fungsional, agar setiap kegiatan tidak terlepas dari usaha mencapai tujuan. 6. Fungsi Pengawasan Pengawasan ialah fungsi administratif yang mana setiap administrator memastikan bahwa apa yang dikerjakan sesuai yang dikehendaki. Menurut Sutisna (1983: 203) mengawasi ialah: Proses dengan mana administrasi melihat apa yang terjadi sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi, jika tidak maka penyesuaian yang perlu dibuatnya. Pengawasan dapat diartikan sebagai salah satu kegiatan untuk mengetahui realisasi perilaku personel dalam organisasi pendidikan sesuai dengan yang

21

dikehendaki, kemudian dari hasil pengawasan tersebut apakah dilakukan perbaikan.

B. Reformasi Pendidikan Pendidikan selain mempunyai peranan vital dalam seluruh upaya pembangunan, juga merupakan prasyarat suatu bangsa untuk membangun. Berbagai studi di sejumlah negara membuktikan besarnya peranan pendidikan dalam mencerdaskan masyarakat bagi keberhasilan pembangunan. Menurut Bacharach (1990:8) dalam Zainudin (2008:37): Ada 3 kondisi untuk terjadinya reformasi pendidikan yaitu adanya perubahan struktur organisasi, adanya mekanisme monitoring dari hasil yang diharapkan secara mudah yang biasa disebut akuntabilitas dan terciptanya kekuatan untuk terjadinya reformasi. Selain itu, ditemukan pula bukti-bukti yang tak dapat dibantah bahwa proses pendidikan mampu mengembangkan jenis-jenis perilaku yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya Bacharach menambahkan, struktur organisasi yang harus dirubah adalah struktur dari organisasi institusi yang mengurusi pendidikan itu sendiri, misalnya di Indonesia adalah Departemen Pendidikan Nasional, strukturnya harus dirampingkan sehingga mempermudah terjadinya reformasi pendidikan. Kondisi yang lain adalah akuntabilitas dalam memonitoring pelaksanaan reformasi dengan mekanisme monitoring yang jelas. Reformasi juga akan berhasil apabila tersedia kekuatan yang mendorong terjadinya perubahan,

22

perlu ada momentum yang mendukung perubahan sistem pemerintahan, undangundang, dan pemimpin yang peduli akan pentingnya reformasi. Beberapa pelajaran penting dan pengalaman reformasi pendidikan diberbagai negara menunjukan bahwa: a) Keberhasilan atau kegagalan reformasi pendidikan banyak terletak pada implementasinya. b) Reformasi pendidikan yang efektif dimulai dari hal-hal yang mendasar dan mungkin kelihatan sederhana, yaitu penataan prosedur rutin dan fungsi seharihari. c) Reformasi yang sukses dimulai dan menyentuh tingkat sekolah dengan melibatkan pihak-pihak sekeliling. d) Adanya kejelasan tentang lingkup tugas dan wewenang pusat dan daerah sampai ke tingkat pelaksana dilapangan adalah mutlak diperlukan. e) Tidak ada suatu model reformasi yang sama atau seragam untuk situasi yang berbeda-beda. f) Proses pelembagaan suatu reformasi memerlukan waktu yang tidak sebentar. g) Harus selain tersedia kesempatan untuk mengadakan refleksi dan belajar dan pengalaman masa lalu. h) Implementasi program reformasi pendidikan senantiasa menuntut komitmen, konsistensi, dan intregritas semua pihak yang terlibat didalamnya (Achmady,1995), dalam Anwar, (2006:33).

1. Reformasi Pendidikan di Indonesia a. Pengalaman Reformasi Pendidikan Menurut Anwar (2006: 33): Selama 25 tahun telah banyak dilakukan pembaharuan pendidikan, baik yang mengarah keperubahan kuantitatif

(pemerataan dan efisiensi) maupun kualitatif (mutu dan relefansi). Perubahan kualitatif yang berkategori project promoting innovation and change

meliputi sistem pendidikan secara umum, kurikulum, ketenagaan pendidikan, pengelolaan proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, dan lain-lain. Menurut Anwar (2006:33), juga upaya pembaharuan ini terdapat lima hal yang dapat dijadikan bahan kajian:

23

1) Tidak adanya kesinambungan suatu proyek setelah kucuran dana berkurang atau bahkan berhenti, ini merupakan persoalan besar oleh banyak proyek pendidikan, juga proyek-proyek pembangunan lainnya. Diantara Penyebabnya ialah kurang dipersiapkannya sumber daya manusia yang dapat menjadi agen pembaharuan pada saat proyek berakhir. 2) Mengingat banyak ide pembaharuan itu diadopsi dari luar, diperlukan penyesuaian dengan kondisi Indonesia. 3) Kegiatan monitoring dan evaluasi merupakan titik krisis dalam reformasi pendidikan di Indonesia selama ini. Akibatnya, kita tidak dapat mengambil pelajaran yang cukup dari pengalaman mengenai keberhasilan maupun kegagalan yang pernah kita alami sebelumnya. 4) Lemahnya kepastian administrasi dalam mengimplementasikan proyek reformasi pendidikan, yang mengakibatkan sejumlah proyek mengalami kesulitan dalam implementasinya. Hal ini terutama bersumber dari kemampuan manajerial yang dimiliki oleh para personal yang ada. 5) Kunci keberhasilan suatu program reformasi pendidikan terletak pada komitmen, integritas pribadi, dan konsistensi pelaksananya.

b. Agenda Reformasi dan Prioritas Pendidikan Masa Depan Agenda reformasi pendidikan pada dasarnya mempunyai tujuan agar pendidikan dapat berjalan lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Ada beberapa prioritas pendidikan masa depan yang perlu direformasi, sebagai berikut: Kurikulum, guru sebagai pendidik, sarana prasarana, strategi belajar mengajar, sistem evaluasi belajar (Sutikno, 2006:40). Menurut Anwar (2006:34), Keberhasilan reformasi pendidikan pada

masa-masa mendatang memerlukan tiga kondisi, yaitu: 1) Peningkatan kapasitas administrasi dan perbaikan manajemen rutin sehingga benar-benar berfungsi 2) Peningkatan mutu sumber daya 3) Peningkatan fungsi-fungsi pengawasan. monitoring dan evaluasi serta efektifitas

24

Faktor manusia dalam kerangka birokrasi merupakan kendala utama yang bersifat patologis, seperti kecendurungan mengutamakan kepentingan sendiri, mempertahankan status quo dan resisten terhadap perubahan.

c. Budaya Organisasi Kreativogenik untuk Reformasi. Pendidikan dapat dipandang sebagai organisasi, yang memiliki struktur tertentu dan melibatkan sejumlah orang dengan tugas melaksanakan suatu fungsi untuk memenuhi suatu kebutuhan (Adiwikarta, 1988), dalam Anwar, (2006:35). Berdasarkan perspektif tersebut jelas bahwa penyelenggaraan persekolahan merupakan usaha yang terorganisasi, dan memiliki beragam sumberdaya untuk pencapaian tujuan-tujuan pendidikan. Perilaku organisasi pendidikan, menurut teori sistem sosial, merupakan sebuah fungsi antara tuntutan-tuntutan perangkat organisasi dengan kebutuhankebutuhan individu dalam organisasi. Dalam skala yang lebih luas, organisasi pendidikan memiliki hubungan dinamik dengan lingkungan eksternal atau supra sistemnya. Sejalan dengan teori di atas, Sanusi (1995) dalam Anwar (2006: 36) mengungkapkan bahwa Peningkatan dalam besarnya organisasi dan usaha pendidikan akan meminta perubahan-perubahan mendasar pada semua aspek dan tingkat adminitrasinya serta peningkatan dalam kemampuan teknik manajerial para pejabatnya. Lebih jauh, perubahan aspek-aspek dan tingkat administrasi serta peningkatan kemampuan teknik-manajerial pendidikan itu membutuhkan

25

dukungan

budaya

organisasi.

Dalam

hubungan

ini

budaya

organisasi

kreativogenik perlu dikembangkan guna mendukung dilakukan disentralisasi pendidikan di tingkat satuan pendidikan. Budaya kreativogenik dalam suatu organisasi, adalah penerapan kreativitas dari pimpinan kepada anggota organisasi untuk menunjang tujuan organisasi tersebut. Budaya kreativogenik menurut Anwar (2006:38) ada Sembilan ciri yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) Tersedianya sarana-sarana fisik dan kebudayaan. Keterbukaan terhadap ransangan-rangsangan kebudayaan Penekanan pada becoming, tidak hanya being. Memberikan kesempatan bebas dan tanpa diskriminasi kepada media kebudayaan bagi semua warga negara. Menurunnya tindakan keras dan tekanan setelah lama masyarakat di tindas. Terbukanya rangsangan-rangsangan kebudayaan yang berbeda, bahkan yang saling bertentangan. Toleransi terhadap pandangan yang berbeda. Interaksi-interaksi pribadi yang berarti. Promosi hadiah dan insentif.

2. Konsep Desentralisasi Pendidikan Desentralisasi diartikan sebagai penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah sehingga wewenang tanggungjawab daerah, termasuk didalamnya penentuan kebijakan perencanaan, pelaksanaan maupun yang menyangkut segisegi pembiayaan dan aparatnya. Rasid, 1994, dalam (Anwar, 2006: 38); mengistilahkan desentralisasi sebagai devolution, yaitu pemerintah pusat menyerahkan kekuasaan kepada pengambil keputusan di tingkat daerah, sejalan dengan itu, Varghese, 1995,

26

(Anwar, 2006: 39) mengartikan Desentralisasi sebagai devolution of power and authority untuk mempersiapkan dan melaksanakan perencanaan. Desentralisasi adalah terjadinya pelimpahan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada daerah utnuk membuat perencanaan dan mengambil keputusannya sendiri dalam mengatasi permasalahan. (Abdul Halim, 2001:15, dalam Hasbullah, (2006: 12). Sektor pendidikan merupakan salah satu pelayanan pemerintah kepada masyarakat secara sektoral, desentralisasi pendidikan adalah sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan kepada kebinekaan. Gagasan ini dilatarbelakangi oleh kekhasan karakteristik dan potensi antar daerah. Daerah lebih mengetahui kondisi, permasalahan, dan aspirasinya sehingga seharusnya ia mampu menyusun rencana, merumuskan kebijakan, mengambil keputusan dan langkah-langkahnya. Meskipun begitu, desentralisasi pendidikan tidak berarti menciutkan substansi pendidikan menjadi bersifat lokal, sempit dan berorientasi primordial yang dapat menumbuhkan sentimen kedaerahan. Dengan kata lain, desentralisasi pendidikan diartikan sebagai pelimpahan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk merencanakan dan mengambil keputusan sendiri dalam mengatasi permasalahan bidang pendidikan, namun tetap mengacu kepada tujuan pendidikan nasional. Dalam pengertian ini, desentralisasi pendidikan akan mendorong terciptanya kemandirian dan rasa percaya yang tinggi pemerintah daerah yang

27

pada gilirannya akan berlomba meningkatkan pelayanan pendidikan bagi masyarakat di daerahnya sendiri. Berdasarkan PP No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom, pada kelompok bidang pendidikan dan kebudayaan, bahwa kewenangan pemerintah meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar, serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional, serta pedoman pelaksanaannya. 2) Penetapan standar materi pelajaran pokok. 3) Penetapan persyaratan perolehan dan penggunaan gelar akk. 4) Penetapan pedoman pembiayaan penyelenggaraan pendidikan. 5) Penetapan persyaratan penerimaan, perpindahan, sertifikasi siswa, warga belajar dan mahasiswa. 6) Penetapan persyaratan peningkatan, pencarian, pemanfaatan, pemindahan, penggandaan, sistem pengamanan dan pemilikan benda cagar budaya, serta persyaratan penelitian arkelogi. 7) Pemanfaatan hasil penelitian arkelogi nasional serta pengelolaan museum nasional, galeri nasional, pemanfaatan naskah sumber arsip, dan monumen yang diakui secara internasional. 8) Penetapan kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar, menengah, dan luar sekolah. 9) Pengaturan dan pengembangan pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh, serta pengaturan sekolah internasional. 10) Pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia. Sementara itu, kewenangan pemerintah propinsi meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Penetapan kebijakan tentang penerimaan siswa dan mahasiswa dari masyarakat minoritas, terbelakang atau tidak mampu. 2) Penyedian bantuan pengadaan buku pelajaran pokok, modul pendidikan untuk taman kanak-kanak, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan luar sekolah. 3) Mendukung/membantu penyelenggaraan pendidikan tinggi selain pengaturan kurikulum, akreditasi, dan pengangkatan tenaga akademis. 4) Pertimbangan pembukaan dan penutupan perguruan tinggi. 5) Penyelenggaraan sekolah luar biasa dan balai pelatihan dan penataran guru.

28

6) Penyelenggaran museum propinsi, suaka peninggalan sejarah, keperbukalaan, kajian sejarah dan nilai tradisional, serta pengembangan bahasa dan budaya daerah. (Hasbulah, 2006:12). Posisi dan kedudukan Dinas Pendidikan di era otonomi daerah tampaknya mengalami perubahan paradigma yang cukup berarti ketika di berlakukan PP No. 8 Tahun 2003 yang berisi tentang pembentukan dinas untuk kabupaten/kota di batasi hanya 14 Dinas dan untuk Propinsi dibatasi hanya 10 Dinas. Hal ini merupakan implikasi logis di berlakukanya UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1995. Desentralisasi pendidikan merupakan sebuah sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada kebhinekaan. Menurut Hamidjoyo, 1999, dalam Hasbullah, (2006:14); ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan, yaitu: 1) Pola dan pelaksanaan manajemen harus demokratis 2) Pemberdayaan masyarakat harus menjadi tujuan utama 3) Peran serta masyarakat bukan hanya pada stakeholders, tetapi harus menjadi bagian mutlak dari sistem pengelolaan 4) Pelayanan harus lebih cepat, efisien, efektif, melebihi pelayanan era sentralisasi demi kepentingan peserta didik dan rakyat banyak 5) Keanekaragaman aspirasi dan nilai serta normal lokal harus dihargai dalam kerangka dan demi penguatan sistem pendidikan nasional. Dalam prakteknya, desentralisasi pendidikan berbeda dengan

desentralisasi bidang pemerintahan lainnya, kalau desentralisasi bidang-bidang pemerintahan lain berada pada pemerintahan ditingkat kabupaten/kota, maka desentralisasi dibidang pendidikan tidak berhenti pada tingkat kabupaten kota, tetapi justru sampai pada lembaga pendidikan atau sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan. Dalam praktek desentralisasi pendidikan itulah maka dikembangkanlah yang dinamakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

29

3. Peran Potensi Daerah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Dengan digulirkannya otonomi pendidikan yang merupakan salah satu kewenangan esensial daerah, peluang besar untuk meningkatkan mutu pendidikan yang merupakan tolak ukur kualitas sumber daya manusia di daerah telah terbuka. Hal ini terjadi karena Bupati/kepala daerah melalui dinas pendidikan saat ini memiliki kewenangan penuh dalam menentukan kualitas pendidikan di daerahnya, baik melalui sistem penerimaan siswa, pembinaan profesionalisme guru, rekrutmen kepala sekolah, penentuan sistem evaluasi, dan sebagainya. Menurut Sanusi, 1995 (Anwar, 2006: 40), Secara subtantif, mutu mengandung sifat dan taraf. Sifat adalah sesuatu yang menerangkan keadaan, sedangkan taraf menunjukan kedudukan dalam skala. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam proses pendidikan yang bermutu terlibat berbagai input seperti: bahan ajar (kognitif, afektif, dan psikomotorik), metodologi menyampaikan materi pada saat proses belajar mengajar, sarana lembaga pendidikan, dukungan administrasi dan sarana prasarana serta sumber daya lainnya; serta penciptaan suasana yang kondusif. Sedangkan mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh lembaga pendidikan pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai tersebut dapat berupa hasil tes kemampuan akademik maupun kemampuan potensi peserta didik lainya seperti olah raga, seni dan komputer. Maka menurut Sutikno (2006: 106): Tujuan akhir dari pendidikan bermutu ialah untuk mencapai kepuasan pelanggan atau bersesuaian dengan harapan

30

masyarakat. Ada 7 (tujuh) unsur peningkatan mutu pendidikan di daerah, khususnya di kabupaten/kota, yaitu: 1) Peningkatan kesejahteraan guru termasuk kompetensi pembelajaran, persebaran,kualifikasi. 2) Pembenahan kurikulum dan penerapan oleh guru. Pemerintah, anak didik dan masyarakat. 3) Peningkatan kualitas bahan ajar. 4) Peningkatan sumber belajar guru dan siswa. 5) Peningkatan prasarana belajar. 6) Peningkatan sarana pendukung belajar. 7) peningkatan kondisi iklim belajar siswa, Sutikno (2006:106).

C. Reformasi dan Good Governance di Bidang Pendidikan Dengan pendidikan, adanya otonomi masyarakat daerah berharap dan penerapan desentralisasi akan dapat meningkatkan

sebagian

kesejahteraan sosial mereka. Memang secara teoritik, harapan masyarakat seperti itu bisa terwujud jika dilatar belakangi oleh dua faktor, yaitu: Pertama, konsep otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan pada

dasarnya dalam rangka upaya peningkatkan pelayanan pemerintahan terhadap masyarakat atau rakyat, sehingga segala kebijakan dan implementasinya yang semula berada di pemerintah pusat, diambil alih oleh pemerintah daerah, maka keputusan-keputusan atau tindakan-tindakan dari aparat pemerintah lokal bisa segera mungkin dilakukan untuk menjawab kebutuhan masyarakatnya termasuk kebijakan dibidang pendidikan. Kedua, otonomi daerah sekaligus pula mewujudkan desentralisasi keuangan, sebagaimana termuat dalam pasal 12 ayat (1) UU Nomor 32 tahun 2004, bahwa urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah, disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana prasarana serta kepegawaian dengan urusan

31

yang disentralisasikan. Untuk itu, dikeluarkanlah UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang bertujuan memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah, menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proposional, rasional, transparan, partisipatif, bertanggung jawab, dan pasti, serta mewujudkan sistem perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang jelas. Sejalan dengan arah kebijakan otonomi dan desentralisasi yang ditempuh pemerintah, tanggung jawab pemerintah daerah akan meningkat dan semakin luas, termasuk dalam manajemen pendidikan yang selalu direformasi. Pemerintah daerah diharapkan selalu meningkatkan kemampuannya dalam berbagai tahap pembangunan pendidikan, sejak tahap perumusan kebijakan daerah, perencanaan, pelaksanaan, sampai pemantauan atau monitoring di daerah masing-masing. Untuk melaksanakan reformasi dan good governance dibidang pendidikan, kita perlu memulai dari penataan organisasi dan pelayanan publik pada Dinas Pendidikan sebagai sumber kebijakan reformasi ketatalaksanaan. Dalam pelaksanaan pelayanan publik menuju pada good governance bidang pendidikan mengacu pada pendapat Surjadi (2009:12) yang menekankan delapan asas umum penyelenggaraan good governance (pemerintahan yang baik) yaitu: (1) kepastian hukum; (2) transparan; (3) daya tanggap; (4) berkeadilan; (5) efektif dan efesien; (6) tanggung jawab; (7) akuntabilitas; (8) tidak menyalahgunakan wewenang. Semua asas-asas umum tersebut dijabarkan dalam prinsip-prinsip penyelenggaraan pelayanan public, meliputi:

32

1) Kepastian hukum, dimaksudkan adanya peraturan perundang-undangan yang menjamin terselenggaranya pelayanan publik dibidang pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat. 2) Transparansi dimaksudkan bahwa setiap penerima pelayanan pendidikan kepala sekolah, guru, stakeholder atau masyarakat dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan. 3) Daya tanggap dimaksudkan untuk mendorong peran serta kepala sekolah, guru dan stakeholder atau masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan masyarakat. 4) Akuntabilitas dimaksudkan bahwa proses penyelenggaraan pelayanan publik dibidang pendidikan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan. 5) Kepentingan umum dimaksudkan bahwa dalam pemberian pelayanan publik dibidang pendidikan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan atau golongan. 6) Profesionalisme dimaksudkan bahwa dalam aparat penyelenggara pelayanan dibidang pendidikan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya. 7) Kesamaan hak dimaksudkan bahwa dalam pemberian pelayanan tidak diskriminitif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi. 8) Keseimbangan hak dan kewajiban dimaksudkan bahwa pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanankan, baik oleh pemberi atau penerima pelayanan pendidikan (Suryadi, 2009: 12). Oleh sebab itu, yang diharapkan masyarakat terhadap pemerintah daerah termasuk Dinas Pendidikan Kabupaten antara lain: a) Esensial perencanaan dan penetapan fasilitas sarana dan prasarana dibidang pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai tingkat menengah b) Birokrat dinas pendidikan fasilitas, disamping fungsi yang lain, fungsi dinas pendidikan yang sangat harus kreaktif, pembangunan pendidikan di daerah masih terlalu minim dan tidak merata sehingga diperlukan kreaktifitas dan insiatif para pengambil kebijakan di dinas pendidikan. c) Penataan organisasi dan pembagian tugas yang jelas. Kepala sekolah dan guru yang bekerja di lapangan perlu mendapatkan contoh positif dalam pengembangan manajemen pendidikan di sekolah. d) Birokrat dinas pendidikan harus dapat membuka diri terhadap perkembangan pendidikan, dan mampu bekerja sama dengan pemerintah daerah, pemerintah propinsi, pemerintah pusat, dan lembaga-lembaga sosial masyarakat untuk peningkatan mutu pendidikan (H.Syaukuni, Afan Gaffar & M.Ryaas Rasid, 2004: 218-222).

33

Keempat elemen di atas merupakan pra kondisi terselenggaranya pembangunan pendidikan di daerah. Dengan kebijakan otonomi yang luas, daerah menjadi sangat luas pula, dan semuanya tergantung pada daerah itu sendiri termasuk pengelolaan otonomi pendidikan. Pelayanan publik dan penataan organisasi menuju good governance dibidang pendidikan, diharapkan juga dilaksanakan sampai pada tingkat sekolah dasar termasuk perguruan tinggi sesuai konsep otonomi pendidikan. Hal ini karena pendidikan bermutu hanya dapat diwujudkan jika dikelola oleh pengelola dan pelaksana teknis pendidikan yang profesional. Profesionalisasi hanya dapat diwujudkan jika aparatur pendidikan pada berbagai tingkatan manajemen memiliki kemampuan memahami masalahnya sendiri serta mengambil keputusan untuk mengambil tindakan bersama dalam rangka memecahkan persoalan pendidikan didaerah tersebut. Penataan manajemen dinas pendidikan termasuk pada lembaga sekolah diantaranya sbb: (1) manajemen organisasi pendidikan di sekolah, (2)

manajemen personel, (3) manajemen kurikulum, (4) manajemen sarana prasarana, (5) manajemen kesiswaan (6) manajemen pembiaayaan, (7) kehumasan. Kualitas profesional aparatur birokrasi, termasuk dibidang menurut Islami (1998:25) memiliki empat aspek penting, diantaranya: 1. Equlity, yaitu perlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Prinsip ini didasarkan pada tipe perilaku birokrasi rasional yang secara konsisten memberikan pelayanan yang berkualitas. 2. Equity, yaitu perlakuan yang adil atas pelayanan yang diberikan 3. Loyality, yaitu kesetiaan yang diberikan kepada hukum, konstitusi,pimpinan, bawahan, dan rekan kerja. pendidikan manajemen

34

4. Responsibility, yaitu kesiapan menerima tanggung jawab atas apapun yang dikerjakannya dan menghindarkan diri dari sindisme saya sekedar melaksanakan perintah atasan.

D. Manajemen Strategik Dalam Desentralisasi Pendidikan. 1. Konsep Manajemen Strategik Di dalam dunia pendidikan, desentralisasi dapat diterapkan didalam beberapa tingkat dan struktur organisasi penyelenggara pendidikan mulai dari tingkat nasional (pusat) sampai tingkat sekolah. Adapun tujuan desentralisasi didalam kehidupan berorganisasi adalah untuk meningkatkan efesiensi manajemen dan kepuasan kerja pegawai (Greenberg dan Baron, 1995:585, dalam Akdon, (2007:26). Sistem sentralisasi, dekonsentrasi, dan desentralisasi dalam pemerintahan mempunyai implikasi langsung terhadap penyelenggaraan sistem pendidikan nasional terutama berkaitan dengan masalah kebijakan, manajemen mutu kontrol dan sumber-sumber dana pendidikan. Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional untuk masa mendatang, selain telah memiliki perangkat pendukung perundang-undangan nasional, juga dihadapkan pada sejumlah faktor yang menjadi tantangan dalam penerapan desentralisasi pendidikan di daerah. Seperti tingkat perkembangan ekonomi sosial budaya setiap daerah, tipe dan kualitas kematangan sumber daya manusia yang diperlukan daerah setempat,

perkembangan ilmu dan teknologi. Perkembangan dunia industri dan tingkat perkembangan desa disetiap daerah. Ini semua mengsyaratkan perlunya pemikiran dan kajian yang lebih matang dalam menyiapkan situasi lokal dan sekolah agar desentralisasi dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional dapat

dilaksanakan. Sehubungan dengan maksud itu, terdapat beberapa masalah yang

35

perlu segera diatasi, agar tercipata suatu kondisi yang mendukung sistem desentralisasi, yaitu: a. Analisi internal, adalah kajian terhadap kekuatan dan kelemahan organisasi. Analisis ini mengidentifikasi kuantitas dan kualitas sumber-sumber yang tersedia bagi organisasi. Pilihan strategis, adalah kajian analisis SWOT atau strengths, weaknesess, opportunities, treaths artinya kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman. Strategi di tingkat unit organisasi, mencakup tiga hal, antara lain: strategi keunggulan biaya, strategi diferensi, stratetegi yang memfokuskan pada peranan pasar, yang menuju pada keuntungan kompetetif. Strategi tingkat korporat, memfokuskan pada upaya berkompetensi dalam bidang garapannya. Analisis portofolio korporat, mengidentifikasi bahwa suatu organisasi perlu meninggalkan garap yang sudah dijalani dan memasuki bidang garap lainnya. Desain struktur organisasi, perlu mengadopsi struktur yang benar dan masing-masing anggota dapat bertanggungjawab. Pilihan integrasi dan sistem pengawasan, menilai performa dan tindakan pengawasan yang terbaik. Strategi penyesuaian, struktur dan pengawasan. Implementasi suatu strategi perlu mengadopsi struktur organisasi dan sistem pengawasan yang cocok. Konflik politik dan perubahan, perlu juga penangan dan misi strategis tertentu. Umpan balik, jika suatu strategi diimplementasikan, maka pelaksanaannya harus dimonitor untuk menentukan tujuan strategis yang sedang dicapai. Akdon, (2007:39). demikian manajemen strategik berkaitan dengan upaya

b.

c.

d. e.

f. g. h.

i. j.

Dengan

memutuskan persoalan strategi dan perencanaan, mencakup tiga macam elemen yaitu: pertama, terdapat adanya analisis strategik dimana penyusunan strategik berupaya memahami posisi strategik organisasi yang bersangkutan. Kedua, terdapat pula adanya pilihan strategik yang berhubungan dengan perumusan aneka macam arah tindakan, evaluasinya, dan pilihan antara mereka. Ketiga, terdapat

36

pula implementasi strategi yang berhubungan dengan merencanakan bagaimana pilihan strategi dapat dilaksanakan.

E. Model Manajemen Strategik Model manajemen dalam pembahasan ini, termasuk dalam manajemen strategis model keempat yang muncul tahun 1980-an, dimana model manajemen strategis sebelumnya memiliki kelemahan-kelemahan karena mengabaikan fungsi manajemen pelaksananan dan pengawasan; maka manjemen strategik model ini mulai mengkomunikasikan pola berpikir strategik dengan fungsi-fungsi

manajemen terutama fungsi operasi dan pengawasan. Evolusi perencanaan strategik di atas memperlihatkan bahwa munculnya konsep manajemen strategik merupakan suatu upaya untuk menghubungkan

fungsi perencanaan dengan sistem adminisratif dan struktur organisasi. Dalam konsep manajemen strategik ini tidak dikenal konflik antara strategi dan operasi (implementasi). Strategi dan implementasi ini merupakan satu kesatuan yang menggambarkan tugas-tugas manajerial pada semua level dan lini dari organisasi. Untuk mendapatkan kesatuan dan keselarasan penerapan manajemen strategik dibutuhkan managerial style, kepercayaan (beliefs), nilai, etika, norma yang diterima dalam organisasi. Berbagai konsep manajemen strategik di atas memperlihatkan bahwa terdapat tiga isu penting yang harus diperhatikan yaitu: pentingnya integrasi sistem administrasi dan struktur organisasi, pentingnya melakukan integrasi antara

37

strategi dan operasi (implementasi) serta pentingnya infrastruktur manajerial dan budaya organisasi. Manajemen strategik bukanlah sebuah konsep yang statis, namun selalu mengalami perubahan dan perbaikan. Pada tahun 1990-an manajemen strategik ini selalu dikaitkan dengan manajemen kinerja (performance management). Secara umum, manajemen kinerja adalah suatu proses perumusan tujuan atau outcomes yang disertai dengan ukuran kinerja (performance measure) dari outcomes tersebut, Pengembangan standar, indikator, dan pengukuran kinerja (performance measurement) terhadap outcomes adalah isu yang sangat menarik dalam manajemen kinerja ini (Akdon, 2007:45). Dengan demikian, pada saat ini konsep manajemen strategik menjadi semakin luas dan komprenhensif yang tidak hanya membahas tentang perencanaan, sistem administratif dan struktur organisasi, namun juga

membicarakan tentang pengukuran kinerja serta pentingnya penetapan indikator dan standar dalam berbagai fungsi manajemen. Dalam berbagai penerapan manajemen strategik dewasa ini,

pengembangan perencanaan yang disertai dengan sasaran dan indikator digunakan sebagi sarana akuntabilitas karena dapat digunakan sebagai tool untuk pengukuran kinerja. Dalam model strategis manajemen disuatu organisasi, terdapat tiga prinsip, yaitu: strategy formulation, yang mencerminkan keinginan dan tujuan organisasi yang sesungguhnya (ada visi, misi dan tujuan), strategi implementasi yang menggambarkan cara mencapai tujuan (termasuk alokasi keuangan dengan anggaran berbasis kinerja), strategi evaluasi yang mengukur, mengevaluasi dan memberikan umpan balik kinerja organisasi Akdon, (2007:79).

38

Dalam organisasi pendidikan, model manajemen strategik dikenal dengan istilah School Based Mangement atau Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang intinya adalah: Penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional (Sutikno, 2005: 75). Menurut Nurkholis (2002: 11), MBS adalah Model pengelolaan sekolah dengan memberikan kewenangan yang lebih besar pada tingkat sekolah untuk mengelola sekolahnya sendiri secara langsung. Hartoyo (2006: 6) yang membahas kembali pendapat David, (1989), Cheng, (1993), Levacic, (1995) tentang MBS menyatakan bahwa pada hakekatnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada sekolah dalam pengambilan keputusan (decision making) yang melibatkan semua komponen sekolah yang meliputi kepala sekolah, guru, staf kependidikan lainnya, siswa, orang tua, masyarakat dan pembina pendidikan (stakeholders). Disamping memberikan kewenangan dalam pengambilan keputusan, MBS juga memberikan keleluasan dan sekaligus tanggungjawab yang besar kepada sekolah baik dalam merencanakan, mengelola, melaksanakan, memecahkan permasalahan yang dihadapi, maupun menentukan strategi dan pendekatan dalam upaya mewujudkan sekolah efektif. Oleh sebab itu, dinas pendidikan diharapkan membenahi diri dalam penyusunan strategi peningkatan mutu di unit kerja dan sekaligus menjadi pengarah yang professional terhadap program peningkatan mutu di sekolah-sekolah negeri maupun swasta.

39

F. Hasil Penelitian Yang Relevan Penelitian tentang penerapan reformasi ketatalaksanaan pendidikan, sudah ada yang meneliti yakni Jems Kose, tahun 2009, dengan judul Penerapan

Reformasi Birokrasi Pada Sekretaris Daerah Kabupaten Halmahera Barat. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi pada Sekretariat Daerah Kab. Halmahera Barat belum berjalan sesuai dengan semangat otonomi dan desentralisasi karena ketatalaksanaan yang dijalankan dan struktur yang terbentuk tidak sesuai dengan aturan yang PP RI 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka relevansi dengan penelitian ini adalah tentang reformasi ketatalaksanaan manajemen, karena pada prinsipnya Dinas Pendidikan Kab. Halmahera Barat adalah salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bernaung di bawah Pemerintah Daerah dalam penataan pemerintahan harus berjalan bersama antara SKPD dan Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat dalam menerapkan program-program kerja yang telah disusun dalam Renstra Pemda Kabupaten Halmahera Barat.

40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif, (Bagdan dan Biklen, dalam Munandir, 1990:72). Pendekatan kualitatif dipilih dan dilaksanakan dalam penelitian ini karena beberapa pertimbangan antara lain: (1) penelitian ini merupakan upaya untuk menemukan permasalahan yang terkait dengan penerapan reformasi

ketatalaksanaan pendidikan di Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat, (2) penelitian ini lebih bersifat induktif, artinya peneliti berusaha menemukan permasalahan berdasarkan data nyata di lapangan dan terbuka bagi penelitian lebih lanjut, (3) penelitian ini dilakukan dalam situasi yang wajar dan mengutamakan data yang bersifat kualitatif. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan rancangan studi kasus, yaitu suatu kajian yang rinci atas suatu latar atau subjek atau tempat penyimpanan dokumen atau peristiwa tertentu. Implementasi penelitian dengan menggunakan rancangan studi kasus yang dilaksanakan di Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat ini menggunakan studi kasus observasi yaitu: suatu penelitian terhadap suatu bagian-bagian dalam suatu organisasi yang bisa berupa kegiatan atau peristiwa, suatu tempat dan satu kelompok orang yang sedang bekerjasama. Dalam penelitian ini menuntut adanya keterlibatan dari seorang peneliti (Moleong, 2005: 104).

41

Sedangkan rancang bangun studi kasus ini bersifat terpancang, artinya peneliti akan memusatkan perhatiannya pada kasus-kasus tertentu yang telah ditetapkan. Adapun kasus yang telah ditetapkan adalah Bagaimana penerapan reformasi ketatalaksanaan pendidikan di Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat dengan beberapa pertimbangan: 1. Lokasi penelitian mudah dijangkau dari tempat tinggal peneliti 2. Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat, terletak dipusat kota Jailolo, seatap dengan Kantor Bupati kabupaten Halmahera Barat, sehingga dalam pengumpulan data oleh peneliti cepat terjangkau. Lokasi penelitian ini ditentukan sendiri oleh peneliti yang dilakukan secara purposional (sengaja) karena peneliti bekerja dan berdomisisli di daerah tersebut, sehingga dapat mempermudah untuk memperoleh data yang akurat di lokasi penelitian, juga mempertimbangkan efesiensi serta apakah terdapat kesesuain dengan kenyataan yang berada keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan April-Agustus 2010, namun dengan berbagai kendala di lapangan yang dihadapi peneliti akhirnya mengalami perpanjangan waktu hingga bulan September 2009 di lapangan,

42

C. Data dan Sumber Data 1. Data Penjaringan data dalam penelitian ini berhubungan erat dengan fokus permasalahan yang diteliti, yakni yang berhubungan dengan proses reformasi ketatalaksanaan manajemen pendidikan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat. Menurut Moleong (2005:157) bahwa Karakteristik dari data utama adalah dalam bentuk kata-kata atau ucapan dari orang-orang yang diamati atau diwawancarai, sedangkan data pendukung atau tambahan adalah dalam bentuk dokumen-dokumen. Dengan demikian terdapat dua jenis data yang terkumpul dalam penelitian ini yaitu data utama yang diperoleh dari informan kunci (key informan) dan hasil wawancara lainnya, sedangkan data pendukung diperoleh dari dokumen-dokumen berupa catatan lapangan, arsip dokumen-dokumen, dan gambar/foto. 2. Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian ini ialah informasi dan tindakan dari informan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Bila dirinci adalah sebagai berikut: a. Informasi dan tindakan orang-orang yang diamati atau yang diwawancarai merupakan sumber data utama melalui perekaman dan wawancara kepala Dinas Pendidikan, Sekretaris, Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah, Kepala Bidang Perencanaan Sarana dan Prasarana, Kepala Bidang Pendidikan Nonformal dan Informal, Pengawas, Kepala Sub Seksi

43

Ketenagaan, Kepala Sub Bagian Umum Perlengkapan, Kepala Sub Bagian Keuangan, Kepala Sub Pendidikan Dasar, Kepala Sub Kurikulum, Kepala Sub Pendidikan Menengah dan Perguruan Tinggi, Kepala Sub Bagian Kesetaraan, Kepala Sub Bagian PAUD, Kepala Sub Bagian Data dan Pelaporan, Staf, Kepala Sekolah dan Guru, Seorang Siswa dan Seorang Bapak Pemerhati Pendidikan. b. Sumber tertulis seperti buku, arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi. Pemilihan informan dalam penelitian ini sesuai dengan fokus penelitian yang secara akurat dipilih oleh peneliti. Peneliti dalam hal ini mengumpulkan data berdasarkan observasi dalam situasi yang wajar, bersahabat sebagaimana adanya tanpa ada pengaruh yang merekayasa, (Nasution,1996:32).

D.

Prosedur Pengumpulan dan Perekaman Data Pada tahap pengumpulan data ini, peneliti menggunakan tehnik:

a. Wawancara Mendalam (In Depth Interview) Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Agar wawancara dapat dilaksanakan dengan baik, maka peneliti telah membangun hubungan dengan informan (responden) secara bersahabat dan dapat dipercaya kerahasiaan data. b. Observasi Partisipasi Observasi partisipasi sudah digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data-data pelengkap dengan rinci melalui pengamatan yang seksama dengan melibatkan diri dalam kegiatan subjek yang sedang diteliti. Teknik ini telah

44

digunakan peneliti mulai dari tahap pra penelitian sampai tahap proses penulisan hasil penelitian, guna melengkapi data yang diperoleh melalui teknik wawancara. c. Dokumentasi Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan berbagai informasi dan bahanbahan dokumen, yang diperlukan untuk melengkapai data yang terkumpul. d. Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini, instrument utama adalah peneliti sendiri. Nasution (1996:34) menyatakan, Pada awal penelitian, peneliti adalah alat satu-satunya. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri (peneliti sebagai instrument) dengan menggunakan beberapa alat pengumpul data yaitu: 1. Panduan wawancara, 2. Panduan observasi, 3. Catatan lapangan (hasil wawancara dan observasi), 4. Kamera foto.

E. Analisa Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisa data kualitatif, semua data yang sudah terjaring melalui kegiatan observasi dan wawancara dengan informan, langsung dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Analisis data dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data (Gay dan Airasian, 2009: 239), artinya peneliti melakukan analisis data pada saat data sementara dan sesudah dikumpulkan. Sebelum melakukan analisis, data dikelola dengan cara mengorganisirnya untuk memudahkan dalam proses analisis (Gay dan Airasian, 2000:241).

45

Untuk menganalisis data, peneliti mengikuti langkah-langkah yang dikemukakan Moleong (2001:190) Data-data yang diperoleh dari berbagai

sumber ialah: wawancara, pengamatan yang sudah ditulis di lapangan, dokumen pribadi maupun resmi, gambar, foto dan sebagainya setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah kemudian dianalisis dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Reduksi data. Reduksi data dilakukan dengan cara melakukan abstraksi, yaitu merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. 2. Menyusun dalam satuan-satuan Data yang di peroleh di lapangan dibagi dalam satuan-satuan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. 3. Dikategorikan Satuan-satuan yang telah dikelompokan dikategorikan sambil membuat koding. 4. Mengadakan pemeriksaan keabsahan data Pemeriksaan keabsahan data dihubungkan dengan teori-teori yang digunakan dengan hasil penelitian 5. Penafsiran dan pengambilan keputusan Setelah mengadakan pemeriksaan keabsahan data, peneliti melakukan penafsiran dalam mengolah data yang diperoleh kemudian menarik kesimpulan sebagai hasil penelitian.

46

F. Pengecekan Keabsahan Data Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria. Ada empat kriteria yang digunakan dalam penelitian menurut Nasution, (2003:114), yaitu: 1. Derajat Kepercayaan (Credibility) Dalam penelitian ini mengikuti beberapa cara yang dapat disamakan dengan uji vadilitas agar kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya, misalnya: a) Memperpanjang masa observasi. Dengan cukup waktu, maka peneliti betulbetul mengenal lingkungan dan mengecek kebenaran informasi yaitu penelti terjun dalam lokasi penelitian selama 8 (delapan) bulan secara kontinu mulai dari bulan februari sampai bulan Agustus. b) Ketekunan pengamatan. Dengan cara ini peneliti menemukan situasi dan informasi yang sangat relevan dengan persoalan yang menjadi fokus penelitian sehingga peneliti dapat memperoleh data dan informasi secara cermat, terinci dan mendalam. c) Triangulasi. Triangulasi dilakukan oleh peneliti untuk mengecek kebenaran, untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan sewaktu pengumpulan data tentang berbagai kejadian dan berbagai pandangan. Dengan kata lain, dengan triangulasi dapat merechek data dan informasi temuan peneliti. d) Pengecekan sejawat. Teknik ini dilakukan oleh peneliti untuk membuat peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran, peneliti dapat me-review, persepsi, pandangan dan analisis yang sedang peneliti lakukan.

47

e) Kecukupan referensi. Bahan referensi digunakan

oleh peneliti untuk

meningkatkan derajat kepercayaan dan kebenaran data yaitu hasil bahan dokumentasi lainnya, termasuk video dan foto. 2. Keteralihan (Tranferability) Dalam penelitian ini peneliti berupaya membangun nilai transver penelitian dengan cara melaporkan hasil penelitian seteliti dan secermat mungkin agar semua pihak dapat memahami temuan-temuan yang akan diperoleh peneliti. 3. Kebergantungan (Dependability) Dilakukan untuk menilai apakah proses penelitian bermutu atau tidak yang dihubungkan dengan pemeriksaan dan hasil-hasil data yang akan diperoleh dilapangan, apakah perolehan data dan hasil penelitian dapat dipertahankan. Dependabilitas merupakan suatu kriteria untuk menilai apakah proses penelitian berkualitas atau tidak. Penilaian proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam hal ini dilakukan oleh Prof. D. C. Kambey, MA, Ph.D, sebagai ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. F. J. A. Oentoe, M.Pd sebagai anggota komisi pembimbing. 4. Kepastian (Confirmability) Dalam penelitian merupakan usaha ilmiah yang dilakukan oleh peneliti dengan cara disiplin yang terikat dengan kaidah penelitian kualitatif dan terbuka bagi pemeriksa dan verifikasi oleh orang yang berminat untuk menilai kualitas hasil penelitian dengan menguji apakah data yang hasilnya tetap stabil.

48

G. Pengambilan Keputusan Setelah melakukan pemeriksaan keabsahan data, analisis data dan penafsiran data selanjutnya peneliti menarik kesimpulan sebagai hasil penelitian.

49

BAB IV PAPARAN DATA, TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Paparan data 1. Paparan Data berkaitan dengan Profil Tempat Penelitian 1.1.Keadaan Geografi dan Topografi Daerah Penelitian. Kabupaten Halmahera Barat Propinsi Maluku Utara merupakan Kabupaten Induk hasil pemekaran kabupaten Maluku Utara, melalui Undang-Undang No 1 tahun 2003 dengan ibukota kabupaten di Jailolo. Kabupaten Halmahera Barat memiliki luas wilayah seluruhnya kurang lebih 14.253,66 Km2 yang terdiri dari luas lautan 11.623,42 Km2 dan luas daratan 2.612,24 Km2 dan memiliki 123 buah pulau baik kecil maupun besar. Jumlah penduduk dikabupaten Halmahera Barat mencapai 133,044 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 2,5 % pertahun serta tingkat kepadatan penduduk 10-30 jiwa/Km2 Halmahera Barat, 2007). Secara astronomi daerah penelitian terletak diantara 10 -30 Lintang Utara dan 1250 -1280 Bujur Timur, dan secara Administratif Kabupaten Halmahera Barat terdiri dari 9 kecamatan yaitu kecamatan Jailolo, Kecamatan Jailolo Timur, (BPS Kabupaten

Kecamatan Jailolo Selatan, Kecamatan Sahu Timur, Kecamatan, Kecamatan Sahu, Kecamatan Ibu, Kecamatan Ibu Selatan, Kecamatan Ibu Utara, dan Kecamatan Loloda dengan 146 desa/kelurahan. Kabupaten Halmahera Barat

terletak di kawasan Timur Indonesia, tepatnya berbatasan dengan: a. Sebelah Utara dengan Kabupaten Halmahera Utara dan Samudra Pasifik,

50

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Timur, c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Utara, serta d. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Maluku. Kabupaten Halmahera Barat dengan luas wilayah seluruhnya kurang lebih 14.235,66 Km2 yang terdiri dari luas lautan 11.263,42 Km2 dan luas daratan 2.612,24 Km2 dan memiliki 123 buah pulau kecil maupun besar terdiri atas 9 (sembilan) kecamatan. Kondisi topografi Kabupaten Halmahera Barat sangat kompleks, mulai dari dataran samapai perbukitan dengan variasi kemiringan lereng dari datar sampai curam. Gambaran kondisi topografi dan lereng dapat dijelaskan secara rinci melalui kenampakan morfologi, baik morfologi maupun morfometri dari masing-masing bentuk lahan. Kondisi morfologi ditujukan oleh adanya

kecenderungan bentuk bentuk dari lereng tersebut, sedangkan kondisi morfometri ditunjukan oleh kemiringan lereng dan beda tinggi. a. . Keadaan Iklim Kabupaten Halmahera Barat dipengaruhi oleh iklim laut tropis dengan curah hujan antara 1500-3500 mm/tahun. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.365,25 mm dan curah hujan bulanan tertinggi didaerah penelitian sebesar 311,81 mm terjadi pada bulan juni dan rata-rata terendah sebesar 113,00 mm terjadi pada bulan Agustus sebanyak 8,75.

51

b. . Keadaan Penduduk dan Angkatan Kerja Penduduk adalah sekumpualan orang-orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah tertentu dan terikat dengan wilayah tempat tinggalnya tersebut, Penduduk merupakan satu faktor sumber daya yang sangat penting dalam kegiatan pembangunan.Adanya karakteristik atau ciri-ciri secara individu maupun kelompok menunjukkan variasi tertentu sehingga adanya golongan-golongan

yang menyusun struktur tertentu. Struktur penduduk di suatu daerah sangat penting untuk diketahui.Tingkat perkembangan penduduk akan mempengaruhi kebutuhan sandang, pangan, perumahan, lapangan pekerjaan,sarana pendidikan pada wilayah tersebut. c. . Keadaan Ekonomi Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi disuatu wilayah atau daerah dalam suatu periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB dapat dapat didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu biasanya satu tahun ataupun dalam tiga bulan atau semesteran. Nilai tambah adalah nilai poduksi (output) dikurangi biaya antara Nilai tambah bruto ini mencakup komponenkomponen pendapatan faktor (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan

keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung . Dilihat dari strukturnya, perekonomian di Kabupaten Halmahera Barat selama periode 2004-2007 masih didominasi oleh sektor perdangan, hotel dan restoran sebesar 25,40 %, dan sektor industri pengolahan sebesar 22,14 %.

52

Sedangkan sektor-sektor lain memiliki kontribusi tidak lebih 10 %, dan paling kecil disumbangkan oleh sektor pertambangan dan galian yang hanya mencapai 0,13 %.d. . Profil Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat

e. Lingkungan Kantor Dinas Dinas pendidikan Kabupaten Halmahera Barat, adalah salah satu Dinas yang bergengsi di Pemda Kabupaten Halmahera Barat karena memiliki keunggulan sebagai berikut: a. Dinas yang mempunyai pengunjung terbanyak dan tersibuk b. Memiliki dana proyek pusat dan daerah terbanyak sehingga di minati oleh kontraktor c. Pengambil kebijakan pendidikan di lapangan d. Pintu masuk informasi pendidikan yang handal bagi pengembangan program pendidikan pusat, propinsi dan daerah pada sekolah-sekolah di lapangan e. Pemimpinnya dijadikan sarana penyaluran aspirasi politik para penguasa f. Instansi teknis di bidang Pendidikan yang memiliki kewenangan penuh terhadap perkembangan peningkatan mutu pendidikan di sekolah negeri maupun swasta.

53

f. Keadaan Kantor Dinas 1) Sarana dan Prasarana Tanah dan bangunan berada di dalam kantor Pemda Kabupaten

Halmahera Barat (jadi satu dengan Kantor Bupati Kabupaten Halmahera Barat), sehingga dari segi sarana prasarana dianggap layak dalam operasional. 2) Sejarah Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat Kantor ini didirikan bersamaan dengan berdirinya Kantor Bupati Kabupaten Halmahera Barat sesuai SK No 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Daerah Pemekaran Propinsi Maluku Utara yang dipindahkan ke Kabupaten

Halmahera Barat di kota Jailolo. Setelah berkantor di jailolo, Dinas Pendidikan terjadi perubahan nama menjadi Dinas Pendidikan dan Pariwisata Kabupaten Halmahera Barat sesuai Perda No 4 tahun 2003. Berikut ini adalah beberapa Kepala Dinas yang pernah memimpin, yaitu : 1. Drs. SAID BAJAK 2. Drs. .H. RAKIB KADIR 3. HAMID DORI,S.Pd 4. Drs. APOLLOS ANU, MP.d 5. ARIEF MAHMUD, S.Ip 6. H.HUSEN ABD FATAH,S.IP 3) Struktur Organisasi Dalam Perda No 4 Tahun 2003, struktur organisasi terdiri dari; Kepala Dinas, Bagian Tata Usaha, Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Bidang Program (2000 -2003) (2003 -2004) (2004) (2005 2007) (2008 2009 ) (2010) Kepala Dinas Kepala Dinas Pejabat Kepala Dinas Kepala Dinas Kepala Dinas

54

Sarana dan Prasarana, Bidang Pendidikan Luar Sekolah, Bidang Pariwisata, dan masing-masing bidang mempunyai seksi dan sub seksi, seperti: Sub Bagian Umum dan Keuangan, Sub Bagian Kepegawaian, Seksi Pendidikan Dasar, Seksi SMU/SMK, Seksi Penyusunan Program Sarana dan Prasarana, Seksi Data dan Pelaporan, Seksi PLS, Seksi Pemuda dan Olah Raga, Seksi Seni Budaya sejarah, Seksi Pengendalian Program Pariwisata, UPT, Kelompok Funsional Para Pengawas, dengan Staf PNS dan Honor sebanyak 75 orang. Dalam perkembangan selanjutnya terjadi perubahan nonmikulator dari Dinas Pendidikan dan Pariwisata menjadi Dinas Pendidikan sesuai aturan Perda No 15 Tahun 2008, dengan komposisi adalah: Kepala Dinas, Sekretaris, Kepala Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Kepala Bidang Program Sarana dan

Prasarana, Kepala Bidang Pendidikan NonFormal Informal, dengan masingmasing seksi yaitu, Kepala Sub Bagian Kepegawaian, Kepala Sub Bagian Umum dan Perlengkapan, Kepala Sub Bagian Keuangan, Kepala Seksi Kurikulum, Kepala Seksi Taman Kanak-Kanak dan Pendidikan Dasar, Kepala Seksi

Pendidikan Menengah Umum dan Perguruan Tinggi, Kepala Seksi Penyusunan Program, Kepala Seksi Data Evaluasi dan Pelaporan, Kepala Seksi Pengembangan Masyarakat, Pembangunan Kursus dan Kelembagaan, Kasi Pendidikan Anak Usia Dini, Kepala Seksi Pendidikan Kesetaraan, Kelompok Jabatan Fungsional Pengawas, UPTD, Staf PNS dan Honor sebanyak 100 orang. Mencermati Bagan Struktur Organisasi Dinas Pendidikan Kabupaten

Halmahera Barat terlampir, maka Kepala Dinas memiliki posisi sentral dalam penerapan Reformasi Ketatalaksanaan Pendidikan, hal ini karena salah satu

55

fungsinya sebagai pemimpin adalah pengambil keputusan untuk seluruh pelaksanaan tugas dan fungsi di kantor Dinas Pendidikan yang berkaitan dengan urusan administrasi dan pendidikan dimasing-masing bidang sampai di lapangan pada unit terkecil yaitu sekolah-sekolah. Dari Struktur Organisasi Dinas Pendidikan Kabupaten Halbar tersebut dapat dilihat pula ada hubungan horizontal dan vertikal antara Kepala Dinas, Sekretaris dan Kelompok Pengawas yang begitu erat sebagai motivator dalam mengarahkan para bawahannya baik dilingkungan kantor maupun di sekolahsekolah yang banyak diperankan oleh para kelompok pengawas, sangat efektif dalam peningkatan mutu pendidikan yang berkualitas di Kabupaten Halmahera Barat. Sejalan dengan Struktur Organisasi Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat sesuai Peraturan Bupati No 18 Tahun 2009, tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendidikan, yang di dalamnya mengandung rincian tugas yang harus dilaksanakan dengan ketulusan dan kesungguhan oleh seluruh pribadi PNS yang ditempatkan pada masing- masing bidang mulai dari Kepala Dinas, Sekretaris, Para Kelompok Pengawas sampai Stafnya; artinya para pengambil kebijakan pada tingkat atas ini diharapkan menjadi teladan bagi para Kepala Sekolah mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai SMA dan Perguruan Tinggi, maka apa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Pendidikan dapat terwujud.

56

2. Paparan Data Berkaitan Dengan Permasalahan Penelitian 2.1.Penerapan Reformasi Ketatalaksanaan Manajemen Pendidikan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat Berdasarkan wawancara langsung dengan informan pertama, peneliti mendapatkan hasil sebagai berikut: Secara umum berbicara tentang reformasi pada lembaga pendidikan, berarti kita bicara tentang reformasi struktur organisasi, reformasi kultural atau budaya kerja, reformasi manajemen termasuk sikap pemimpin dan anggota organisasi tersebut. sebagaimana telah diketahui bahwa, Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Barat adalah salah satu Dinas di SKPD Pemda Halbar yang memiliki banyak keunggulan, sehingga menjadi barometer bagi SKPD lainnya dalam penerapan reformasi birokrasi di bidangnya. Sesuai Perda No 4 Tahun 2003 dan Perda No 15 Tahun 2009, saya sebagai Kepala Dinas memegang peranan yang sangat sentral, karena harus mereformasi sistem, struktur, dan budaya kerja organisasi Dinas Pendidikan ketika menjabat sebagai Kadis saat ini. Dalam struktur organisassi tersebut, peran Kepala Dinas sangat jelas memberi arahan, petunjuk, nasihat sekaligus mengontrol Kepala Bidang, Kepala Seksi dan Staf serta selalu mengevaluasi kinerja mereka. Saya sebagai Top Manajer di Dinas Pendidikan telah melaksanakan tugas dan fungsi sesuai amanat Undang-Undang dan Perda serta peraturan lainnya, salah satu contoh pelaksanaan Program Sarana Dan Prasarana Khusus Dana Alokasi Khusus pada tiap tahun anggaran yang diperoleh dari APBD Halmahera Barat, saya mengikuti petunjuk Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 3 Tahun 2009 tentang: Petunjuk Teknis Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan, yaitu Suakelola, artinya pelaksanaan proyek ini dikelola oleh kepala Sekolah bersama panitia yang dibentuk oleh sekolah termasuk Komite Sekolah. Sedangkan di Kantor Dinas Pendidikan hanya selaku pembuat rekomendasi yang ditandatangani oleh Kepala Dinas dan Kepala Bidang Sarana dan Prasarana hanya sebagai Pengawas bersama tim untuk mengecek pelaksanaan proyek hingga selesai. Hal ini kami lakukan agar kepala terhindar dari persoalan korupsi dan yang sejenisnya. (KD, 9-072010). Dalam wawancara dengan informan lainnya yang menurut peneliti staf yang berperan dalam penerapan reformasi ketatalaksanaan manajemen pendidikan

57

pada Dinas Pendidikan, peneliti memperoleh data yang mendukung data informan pertama: Kepala Dinas Pendidikan sangat pro aktif dalam pelaksanaan tugas, khususnya dalam hal pelaksanaan penerapan reformasi ketatalaksanaan manajemen pendidikan, beliau selalu mengarahkan kami untuk mengikuti petunjuk tehnis, melaksanakan tugas dan fungsi masin-masing bidang, melakukan setiap pekerjaan dengan tulus dan ikhlas, mengedepankan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi, berdisiplin dalam kehadiran dan terus bertanggungjawab terhadap tugas yang telah diembankan kepada kita. Ketatalaksanaan manjemen pendidikan yang direformasi dimulai dari perampingan struktur, mengisi kekosongan jabatan yang sudah tidak aktif, mengadakan pelatihan pada staf tentang disiplin pegawai dan materimateri lain yang berhubungan dengan tugas. (KTU, 10-07-2010). Hal yang sama juga dibenarkan oleh salah satu Kepala Bidang, bahwa: Memang untuk anggaran DAK Tahun 2010, kami melaksanakan semua kegiatan berjalan sesuai aturan dan kami merasa nyaman karena tidak terlalu direpotkan oleh para kontraktor. (YT, 10-07-2010). Selanjutnya Menurut KTU dalam wawancara dengan peneliti mengatakan bahwa: Penerapan reformasi ketatalaksanaan harus dimulai dari bidang sekretaris karena bidang ini dapur dari sebuah organisasi, jika penataannya baik, rapi dan berkualitas, maka roda organisasi akan berjalan lancar, tapi jika tidak tertata baik maka organisasi akan berjalan mandek, menurut beliau juga dalam penerapan reformasi Ketatalaksanaan juga dibutuhkan pemimpin yang dapat mengkomunikasikan semua program dengan jelas dan transparan sesuai kaidah-kaidah yang berlaku dalam setiap kondisi, baik pada saat pimpinan berada ditempat atau tidak berada ditempat, dan semua itu telah dilakukan oleh Kepala Dinas kami saat ini(KTU, 10-07-2010). Dalam paparan data, pada bagian ini sering terjadi kesalahpahaman staf terhadap kedudukan Sekretaris dan Kepala Dinas, sehingga arahan Sekretaris kurang dihargai seperti Kepala Dinas, padahal dalam struktur jelas Sekretaris adalah pemimpin di kantor yang memiliki kewenangan di bidang administrasi dan keuangan yang harus dihargai dan di berikan porsi atau hak yang sama dengan kadis dalam bagiannya.

58

Berikut ini wawancara peneliti dengan salah satu staf bagian Tata Usaha: Kami kadang malas bekerja kalau Kepala Dinas tidak berada di tempat, walaupun ada Bapak Sekretaris, soalnya Beliau tidak sama dengan Kepala Dinas(BM,12 -07-2010). Hal ini juga dikomentari oleh Kasubag Kepegawaian bahwa: Sekretaris punya dedikasi yang tinggi dalam peningkatan disiplin, kinerja pegawai baik honor maupun PNS, ada pekerjaan kantor yang beliau kerjakan tanpa menunda-nunda, beliau memiliki sembohyan pekerjaan hari ini di selesaikan hari ini, karena besok akan ada pekerjaan baru. Salah satu contoh seorang kepala bidang yang tidak hadir selama sebulan, beliau membuat surat panggilan pertama, kedua dan ketiga, dan sampai terakhir tidak diindahkan diusulkan untuk di mutasikan (Kasubag, 12/72010). Selanjutnya Penerapan reformasi ketatalaksanaan yang dibuat juga oleh sekretaris dalam hal pelayanan publik; hal ini nampak pada penyelesaian

persoalan interen pada Dinas Pendidikan, maupun persoalan hidup para guru di lapangan, contoh persoalan mutasi salah satu guru SMA I Ibu yang mutasi ke Morotai, sambil menunggu mutasinya ia masih diberikan hak berupa gajinya, namun karena sudah lama tidak melaksanakan tugas sesuai SK maka yang bersangkutan harus menandatangani Pendidikan. Berikut ini wawancara peneliti dengan seorang guru yang berinisial MS, 11/7-2010 : Saya diperintahkan menandatangani pernyataan untuk melaksanakan tugas kembali sambil menunggu SK mutasi. Hal ini ditambahkan pula oleh seorang guru yang lain yang datang berurusan tentang kepangkatannya mengatakan bahwa: rekomendasi pernyataan dari Dinas

59

Bapak Sekretaris melayani kami dengan baik dan menugaskan pada stafnya secepatnya dikerjakan berkas pangkat kami, jika ada kendala segra disampaikan pada yang bersangkutan supaya mereka secepatnya membenahi untuk bisa naik pangkat, tetapi waktu dulu urusan kepangkatan sulit dan berbelit-belit (GS, 11/7 -2010) Kepala seksi umum dan Perlengkapan juga melaksanakan reformasi baik, hanya terbentur biaya

ketatatalaksanaan pada seksinya dengan

perlengkapan kantor ATK atau mobil dan motor Dinas tidak maksimal.

Berikut cuplikan wawancara peneliti dengan Kepala Sub Bagian Umum dan Perlengkapan (AD, 12/7-2010), bahwa: Dalam pelaksanaan tugasnya diawal bulan ATK masih bisa dig