tes surja untuk mendeteksi kerusakan belitan pada motor ... · kerusakan mesin listrik akibat...

5
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 1 AbstrakKegagalan belitan atau turn fault pada motor induksi akibat kerusakan isolasi belitan stator merupakan kegagalan yang biasa terjadi. Menurut beberapa penelitian, kerusakan mesin listrik akibat hubung singkat pada stator mempunyai presentase yang cukup besar, mendapatkan peringkat kedua penyebab kerusakan motor listrik setelah kegagalan bearing. Pada kasus ini, motor induksi yang mengalami kegagalan belitan dengan nilai kecil mempunyai nilai arus yang sama seperti keadaan normal. Sehingga tidak dapat diidentifikasi bahwa motor tersebut mengalami kegagalan belitan, namun kegagalan tersebut mampu diidentifikasi dengan baik menggunakan tes surja. Pada umumnya, peralatan untuk melakukan tes surja sudah dalam bentuk modul pabrikan. Sehingga pada penelitian ini, tes surja dilakukan dengan menggunakan beberapa handmade circuit yang lebih ekonomis untuk mendeteksi terjadinya kegagalan belitan. Kata KunciMotor induksi, turn fault, stator, kegagalan belitan, tes surja, impuls. I. PENDAHULUAN ESIN-MESIN listrik merupakan komponen penting bagi kelangsungan dunia industri. Banyak orang mengasumsikan, 65-70% energi listrik pada sebuah industri digunakan untuk konsumsi mesin-mesin listrik [1]. Di beberapa industri, kerusakan mesin listrik yang terjadi dapat mengakibatkan penghentian seluruh kinerja produksi pabrik, sehingga mengganggu proses produksi. Oleh karena itu, penghentian proses secara tidak terjadwal pada industri yang disebabkan oleh kerusakan mesin listrik dapat mengakibatkan kerugian finansial yang cukup besar [2]. Sebagian kerusakan pada mesin listrik rata-rata disebabkan oleh kegagalan bearing dan kegagalan isolasi stator [3]. Menurut catatan, kerusakan mesin listrik akibat hubung singkat pada stator mempunyai presentase yang cukup besar, mendapatkan peringkat kedua penyebab kerusakan motor listrik setelah kegagalan bearing [3], [4]. Sekitar 80% dari kegagalan stator pada mesin listrik disebabkan oleh lemahnya isolasi antar belitan [5]. Salah satu kerusakan yang umum terjadi pada belitan motor induksi adalah kegagalan isolasi stator yang disebabkan oleh kegagalan antar belitan (turn-turn fault). Hal ini terjadi ketika isolasi antara dua belitan dalam kumparan yang sama, biasanya juga dalam slot yang sama, rusak sehingga mengurangi kemampuan kumparan untuk menghasilkan medan magnet yang seimbang. Ketidakseimbangan medan magnet yang terjadi dapat menghasilkan getaran, yang kemudian dapat menyebabkan degradasi isolasi serta kegagalan bantalan (bearing failures). [6] Turn fault yang terjadi pada belitan stator ternyata menyerap energi, dan energi tersebut berubah menjadi panas. Sehingga dapat menyebabkan pemanasan lokal pada belitan yang mengalami turn fault [7]. Jika dilakukan operasi dalam waktu yang panjang, pemanasan lokal ini dapat merusak isolasi belitan yang berada ada di sekitar belitan yang mengalami turn fault. Sehingga dapat mengakibatkan kegagalan belitan atau turn fault yang lebih besar maupun kegagalan belitan antar fasa (phase-phase fault) [6]. Kerusakan tersebut semua bisa diawali hanya dari kegagalan belitan dengan nilai yang kecil dan mempunyai kemungkinan yang dapat mengakibatkan kerusakan motor yang lebih besar bahkan memungkinkan motor untuk terbakar. Untuk hubung singkat antar belitan, dapat dideteksi dengan melakukan tes surja pada motor induksi [8]. Peralatan untuk melakukan tes surja biasanya sudah dalam bentuk modul pabrikan, tetapi kali ini untuk melakukan tes surja pada motor induksi digunakan handmade circuit yang lebih simpel dan lebih ekonomis. Tes surja biasanya dilakukan secara offline. Dengan melakukan tes surja, tidak hanya hubung singkat antar belitan yang mampu dideteksi, penurunan rating isolasi sebelum terjadi kerusakan juga dapat dideteksi dengan baik. II. TES SURJA Tes surja merupakan pengujian yang digunakan untuk mengetahui kondisi isolasi antar belitan. Tes surja tidak hanya mampu mendeteksi hubung singkat antar belitan, pengetesan tersebut juga mampu mendeteksi penurunan rating isolasi sebelum terjadi kerusakan [9]. Biasanya, tes surja pada mesin listrik dilakukan dalam kondisi offline atau tidak ada sumber listrik yang mensuplai mesin listik tersebut. Pada prinsipnya, tes surja dilakukan dengan mengalirkan pulsa short current, yang memiliki rise time tertentu, ke belitan stator motor induksi tegangan rendah. Pada dasarnya, untuk melakukan tes surja membutuhkan beberapa rangkaian. Yang pertama, dibutuhkan pembangkit tegangan tinggi DC, kemudian dibutuhkan charging circuit untuk pengisian kapasitor surja. Dan yang terakhir dibutuhkan rangkaian switch capacitor untuk melakukan penyaklaran dalam pengisian dan pelepasan muatan pada kapasitor surja. Dari rangkaian-rangkaian tersebut kita mampu menghasilkan surge generator atau bisa juga disebut dengan generator impuls. Skematik konfigurasi rangkaian pengetesan surja pada motor induksi tegangan rendah dapat dilihat pada Gambar 1. Tes Surja untuk Mendeteksi Kerusakan Belitan pada Motor Induksi Tiga Fasa Tegangan Rendah Pradika Sakti (1) , Dimas Anton Asfani (2) , dan I Made Yulistya Negara (3) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected] (1) , [email protected] (2) , [email protected] (3) M

Upload: vandien

Post on 25-Mar-2019

243 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5

1

Abstrak— Kegagalan belitan atau turn fault pada motor

induksi akibat kerusakan isolasi belitan stator merupakan

kegagalan yang biasa terjadi. Menurut beberapa penelitian,

kerusakan mesin listrik akibat hubung singkat pada stator

mempunyai presentase yang cukup besar, mendapatkan

peringkat kedua penyebab kerusakan motor listrik setelah

kegagalan bearing. Pada kasus ini, motor induksi yang

mengalami kegagalan belitan dengan nilai kecil mempunyai nilai

arus yang sama seperti keadaan normal. Sehingga tidak dapat

diidentifikasi bahwa motor tersebut mengalami kegagalan

belitan, namun kegagalan tersebut mampu diidentifikasi dengan

baik menggunakan tes surja. Pada umumnya, peralatan untuk

melakukan tes surja sudah dalam bentuk modul pabrikan.

Sehingga pada penelitian ini, tes surja dilakukan dengan

menggunakan beberapa handmade circuit yang lebih ekonomis

untuk mendeteksi terjadinya kegagalan belitan.

Kata Kunci—Motor induksi, turn fault, stator, kegagalan

belitan, tes surja, impuls.

I. PENDAHULUAN

ESIN-MESIN listrik merupakan komponen penting

bagi kelangsungan dunia industri. Banyak orang

mengasumsikan, 65-70% energi listrik pada sebuah industri

digunakan untuk konsumsi mesin-mesin listrik [1]. Di

beberapa industri, kerusakan mesin listrik yang terjadi dapat

mengakibatkan penghentian seluruh kinerja produksi pabrik,

sehingga mengganggu proses produksi. Oleh karena itu,

penghentian proses secara tidak terjadwal pada industri yang

disebabkan oleh kerusakan mesin listrik dapat mengakibatkan

kerugian finansial yang cukup besar [2].

Sebagian kerusakan pada mesin listrik rata-rata disebabkan

oleh kegagalan bearing dan kegagalan isolasi stator [3].

Menurut catatan, kerusakan mesin listrik akibat hubung

singkat pada stator mempunyai presentase yang cukup besar,

mendapatkan peringkat kedua penyebab kerusakan motor

listrik setelah kegagalan bearing [3], [4]. Sekitar 80% dari

kegagalan stator pada mesin listrik disebabkan oleh lemahnya

isolasi antar belitan [5].

Salah satu kerusakan yang umum terjadi pada belitan motor

induksi adalah kegagalan isolasi stator yang disebabkan oleh

kegagalan antar belitan (turn-turn fault). Hal ini terjadi ketika

isolasi antara dua belitan dalam kumparan yang sama,

biasanya juga dalam slot yang sama, rusak sehingga

mengurangi kemampuan kumparan untuk menghasilkan

medan magnet yang seimbang. Ketidakseimbangan medan

magnet yang terjadi dapat menghasilkan getaran, yang

kemudian dapat menyebabkan degradasi isolasi serta

kegagalan bantalan (bearing failures). [6]

Turn fault yang terjadi pada belitan stator ternyata

menyerap energi, dan energi tersebut berubah menjadi panas.

Sehingga dapat menyebabkan pemanasan lokal pada belitan

yang mengalami turn fault [7]. Jika dilakukan operasi dalam

waktu yang panjang, pemanasan lokal ini dapat merusak

isolasi belitan yang berada ada di sekitar belitan yang

mengalami turn fault. Sehingga dapat mengakibatkan

kegagalan belitan atau turn fault yang lebih besar maupun

kegagalan belitan antar fasa (phase-phase fault) [6].

Kerusakan tersebut semua bisa diawali hanya dari kegagalan

belitan dengan nilai yang kecil dan mempunyai kemungkinan

yang dapat mengakibatkan kerusakan motor yang lebih besar

bahkan memungkinkan motor untuk terbakar.

Untuk hubung singkat antar belitan, dapat dideteksi dengan

melakukan tes surja pada motor induksi [8]. Peralatan untuk

melakukan tes surja biasanya sudah dalam bentuk modul

pabrikan, tetapi kali ini untuk melakukan tes surja pada motor

induksi digunakan handmade circuit yang lebih simpel dan

lebih ekonomis. Tes surja biasanya dilakukan secara offline.

Dengan melakukan tes surja, tidak hanya hubung singkat antar

belitan yang mampu dideteksi, penurunan rating isolasi

sebelum terjadi kerusakan juga dapat dideteksi dengan baik.

II. TES SURJA

Tes surja merupakan pengujian yang digunakan untuk

mengetahui kondisi isolasi antar belitan. Tes surja tidak hanya

mampu mendeteksi hubung singkat antar belitan, pengetesan

tersebut juga mampu mendeteksi penurunan rating isolasi

sebelum terjadi kerusakan [9]. Biasanya, tes surja pada mesin

listrik dilakukan dalam kondisi offline atau tidak ada sumber

listrik yang mensuplai mesin listik tersebut. Pada prinsipnya,

tes surja dilakukan dengan mengalirkan pulsa short current,

yang memiliki rise time tertentu, ke belitan stator motor

induksi tegangan rendah.

Pada dasarnya, untuk melakukan tes surja membutuhkan

beberapa rangkaian. Yang pertama, dibutuhkan pembangkit

tegangan tinggi DC, kemudian dibutuhkan charging circuit

untuk pengisian kapasitor surja. Dan yang terakhir dibutuhkan

rangkaian switch capacitor untuk melakukan penyaklaran

dalam pengisian dan pelepasan muatan pada kapasitor surja.

Dari rangkaian-rangkaian tersebut kita mampu menghasilkan

surge generator atau bisa juga disebut dengan generator

impuls. Skematik konfigurasi rangkaian pengetesan surja pada

motor induksi tegangan rendah dapat dilihat pada Gambar 1.

Tes Surja untuk Mendeteksi Kerusakan Belitan

pada Motor Induksi Tiga Fasa Tegangan Rendah

Pradika Sakti(1)

, Dimas Anton Asfani(2)

, dan I Made Yulistya Negara(3)

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail: [email protected](1)

, [email protected](2)

, [email protected](3)

M

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5

2

Pada Gambar 1, R dan L merupakan resistansi dan

induktansi pada motor induksi, sedangkan C merupakan

kapasitor surja, dan S merupakan saklar. Ketika dilakukan

pengetesan, pertama-tama saklar S1 akan menutup sehingga

kapasitor surja dimuati oleh tegangan tinggi. Setelah muatan

pada kapasitor surja sudah mencapai nilai tegangan yang

diinginkan, maka secara bersamaan saklar S1 akan terbuka dan

saklar S2 akan menutup. Hal ini mengakibatkan terjadinya

perpindahan muatan dari kapasitor menuju belitan stator motor

induksi tiga fasa. Hal ini disebut peluahan kapasitor menuju

impedansi motor.

Jika tegangan tersebut melebihi batasan tegangan

maksimum dari isolasi, dapat muncul busur api dan

menyebabkan perubahan nilai induktansi pada belitan dalam

waktu yang singkat. Proses ini dapat dideteksi dengan

mengamati respon impuls motor, yang disebut juga

gelombang surja [2].

Dari rangkaian ekivalen antara kapasitor surja dan motor

induksi membentuk rangkaian RLC seri. Sehingga jika terjadi

short circuit antar belitan karena penurunan level isolasi,

perubahan yang terjadi pada frekuensi dan magnitud dari

respon impuls dapat diamati.

Dari rangkaian RLC seri tersebut, frekuensi resonansinya

dapat diketahui dengan menggunakan persamaan berikut [10] :

√(

)

dimana f menunjukkan frekuensi resonansi, C menunjukkan

nilai kapasitansi kapasitor surja, L menunjukkan induktansi

motor, dan R resistansi total pada rangkaian tes surja.

Jika terjadi kerusakan belitan, maka nilai induktansi dan

resistansi akan menjadi lebih kecil. Sehingga dari (1), dapat

diketahui bahwa nilai frekuensi resonansi akan semakin besar

dikarenakan nilai induktansi pada belitan motor induksi yang

menjadi lebih kecil.

III. ERROR AREA RATIO

Error Area Ratio (EAR) merupakan sebuah metode analisa

gelombang yang sangat sensitif terhadap perbedaan dalam dua

gelombang, sehingga metode ini digunakan untuk mendeteksi

perbedaan antara dua gelombang yang sulit dibedakan dengan

kasat mata [8]. Pada gelombang surja yang sudah didapat,

dilakukan analisa gelombang dengan metode Error Area Ratio

(EAR) untuk mengetahui perbedaan yang terjadi antar tiap

variasi yang dilakukan. Gelombang surja dari belitan yang

diuji dibandingkan dengan gelombang surja referensi untuk

mengetahui perbedaannya. Persamaan Error Area Ratio

(EAR) yang digunakan sebagai berikut [9] :

E R ∑ |

|

∑ |

|

dimana,

menunjukkan poin ke-i pada gelombang surja

referensi,

menunjukkan poin ke-i pada gelombang surja

pengujian, dan N menujukkan poin data yang dibandingkan.

Dengan menggunakan analisa EAR, dapat ditentukan

kelayakan kerja dari belitan stator motor listrik.

IV. TES SURJA UNTUK MENDETEKSI KERUSAKAN

BELITAN

Pada pengetesan surja yang sudah dilakukan terdapat

beberapa komponen penting yang dbutuhkan, yaitu

autotransformer, rangkaian voltage multiplier (Cockcroft-

Walton Multiplier), rangkaian switch capacitor, NI PXIe-

1073, NI PXIe-5122, motor induksi dengan external tabs

untuk turn fault, dan LabVIEW. Pengetesan surja pada motor

induksi dilakukan dengan mengkombinasikan komponen-

komponen di atas seperti diagram blok pada Gambar 2.

Tes surja pada motor pada motor induksi tiga fasa dilakukan

dalam keadaan offline atau dalam keadaan motor induksi tidak

beroperasi. Susunan komponen-komponen tes surja pada

motor induksi tegangan rendah dapat dilihat pada Gambar 3.

Autotransformer akan memberikan suplai tegangan,

kemudian tegangan tersebut dikonversi dan dinaikkan oleh

rangkaian voltage multiplier. Sehingga tegangan keluaran dari

rangkaian voltage multiplier menjadi tegangan tinggi DC yang

mempunyai nilai sebesar [11], [12] :

Vout = 2 × N × Vinput-peak (3)

dimana, Vinput-peak merupakan nilai tegangan puncak input dan

N menunjukkan jumlah stage pada rangkaian Voltage

Multiplier.

Pada perancangan tes digunakan rangkaian Cockcroft-

Walton Multiplier dengan 2 tingkat atau 2 stage, sehingga

dibutuhkan empat buah diode dan empat buah kapasitor.

Gambar 1. Skematik konfigurasi rangkaian tes surja pada motor induksi tiga

fasa.

Gambar 2. Diagram blok dari sistem tes surja pada motor induksi

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5

3

Sehingga rangkaian tersebut mempunyai tegangan output,

dengan asumsi setiap komponen bekerja dengan kondisi yang

ideal, adalah empat kali tegangan input puncak.

Dengan menggunakan spesifikasi motor yang ditunjukkan

pada Table 1, belitan fasa R dirusak beberapa isolasi

belitannya dan dihubungkan ke beberapa external tabs untuk

memudahkan dalam pengujian turn fault. Untuk melakukan

tes surja, digunakan kapasitor surja sebesar 10 nF dan resistor

sebesar 20 Ω. Resistor tersebut digunakan untuk mengurangi

arus surja yang masuk ke motor dan meredam resonansi yang

terjadi.

NI PXIe-1073 dan NI PXIe-5122 digunakan sebagai modul

pengakuisisi gelombang impuls respon dari tes surja pada

motor induksi tiga fasa tegangan rendah. Modul ini

terintegrasi dengan LabVIEW untuk melakukan pembacaan

gelombang impuls respon motor. Channel ADC pada NI

PXIe-5122 terhubung dengan rangkaian voltage sensor

melalui probe tegangan untuk membaca nilai tegangan.

Gelombang surja yang muncul, dibaca oleh modul ini dan

kemudian diakuisisi. Sedangkan LabVIEW berfungsi untuk

menampilkan dan mengkonversi data gelombang surja yang

telah diakuisisi. Gambar 4 menunjukkan tampilan software

LabVIEW yang digunakan untuk akuisisi data.

V. PENGUJIAN DAN ANALISA DATA

A. Pengujian Turn Fault pada Motor Induksi Tiga Fasa

Dilakukan pengujian dengan variasi turn fault untuk

mengetahui arus yang timbul ketika motor induksi tiga fasa

beroperasi tanpa beban dan mengalami turn fault pada salah

satu belitan fasanya. Variasi turn fault dilakukan dari turn

fault 1 belitan hingga 25 belitan. Nilai arus hasil pengujian

variasi turn fault pada motor induksi dapat dilihat pada

Gambar 5.

Dari hasil pengujian turn fault yang sudah dilakukan, dapat

dilihat pada Gambar 5(a). Jika pada motor induksi tiga fasa

terjadi turn fault hingga 5 belitan, maka arus pada fasa yang

mengalami turn fault mempunyai nilai yang sama seperti arus

Gambar 3. Susunan komponen tes surja pada motor induksi tiga fasa.

Gambar 4. Tampilan LabVIEW untuk tes surja pada motor induksi tiga fasa.

(a)

(b)

(c)

Gambar 5. Arus fasa R pada motor induksi tiga fasa dengan variasi turn fault

(a) 1-5 belitan (b) 10 belitan (c) 25 belitan.

Tabel 1.

Spesifikasi motor induksi tiga fasa

Prated 2 HP

Poles 4

Vrated 220/380 V

Irated 5,94/3,44 A

Nrated 1380 rpm

Rm 8,39 Ω

Lm 46,27 mH

Number of turn per

phase 366

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5

4

motor induksi normal. Sedangkan untuk turn fault 10 belitan,

motor tersebut mulai mengalami kenaikan arus. Semakin

banyak belitan yang mengalami kegagalan, maka arus motor

induksi pada fasa yang mengalami turn fault akan semakin

besar. Hal ini terlihat dari Gambar 5 (b) dan Gambar 5 (c),

pada gambar tersebut terlihat bahwa motor induksi ketika

mengalami turn fault 25 mempunyai nilai arus yang lebih

besar dari variasi turn fault sebelumnya.

Dari pengujian yang sudah dilakukan, dapat dilihat jika

kerusakan belitan pada motor induksi tiga fasa tidak dapat

diidentifikasi dengan efektif hanya dengan memonitor arus

kerja pada motor tersebut. Hal ini disebabkan, karena tidak

semua motor induksi tiga fasa mengalami kenaikan arus ketika

terjadi turn fault dengan nilai yang kecil.

B. Tes Surja pada Motor Induksi Tiga Fasa

Tes surja pada motor induksi tiga fasa dilakukan dengan

mengalirkan tegangan impuls pada belitan motor tersebut,

pengetesan dilakukan ketika motor dalam keadaan offline atau

tidak beroperasi. Variasi turn fault juga dilakukan untuk

mendeteksi perbedaan yang terjadi pada gelombang surja yang

didapat. Dari hasil pengujian tersebut, gelombang surja pada

motor induksi dengan kondisi belitan normal dijadikan sebagai

gelombang surja referensi.

Berdasarkan aturan praktis dari Baker Instrument Company,

pengujian impuls dilakukan dengan tegangan maksimal

sebesar [13] :

max e

Berdasarkan (4), maka motor induksi tiga fasa yang digunakan

mempunyai batas maksimal tegangan impuls yang masuk ke

stator sebesar 1760 V untuk tetap menjaga isolasi belitan.

Setelah penentuan batas tegangan maksimal pengujian,

peralatan disusun untuk melakukan tes surja. Untuk

pengetesan digunakan tegangan pengujian sebesar 390 V

sedangkan untuk gelombang surja referensi diambil tegangan

pengujian sebesar 420 V.

Belitan fasa R pada motor induksi tiga fasa dikondisikan

mengalami turn fault 1 belitan sampai 25 belitan melalui

external tabs. Variasi turn fault tersebut dilakukan untuk

mengetahui perbedaan yang terjadi ketika terjadi turn fault,

sehingga dapat dilakukan identifikasi terhadap setiap variasi

turn fault pada belitan stator motor induksi tiga fasa. Ketika

dilakukan tes surja maka akan timbul resonansi RLC seri,

akibat hubungan seri yang terjadi antara kapasitor surja

dengan impedansi belitan motor induksi. Gambar 6

menunjukkan hasil tes surja pada motor induksi dengan

kondisi belitan normal, turn fault 1 belitan hingga turn fault 25

belitan.

Dari hasil tersebut, dapat dilihat jika tes surja mampu

mengidentifikasi kondisi kesehatan belitan motor induksi

walau terjadi turn fault dengan nilai yang kecil. Hal ini terlihat

dari perbedaan yang terjadi pada hasil gelombang surja yang

didapat.

Ketika motor induksi tiga fasa dalam keadaan normal,

walaupun dilakukan tes surja dengan nilai tegangan impuls

yang berbeda akan menghasilkan gelombang surja dengan

nilai frekuensi resonansi yang sama. Hanya mengalami

perbedaan pada nilai amplitudo gelombang surja.

Untuk motor induksi tiga fasa yang mengalami turn fault,

ketika terjadi turn fault pada belitan stator, maka nilai

impedansi pada belitan motor akan berkurang. Dan jika dilihat

dari hasil yang sudah didapat, semakin banyak belitan yang

mengalami turn fault, maka gelombang surja yang didapat

mempunyai nilai frekuensi resonansi yang semakin besar

Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai induktansi belitan motor

berbanding terbalik dengan besar nilai frekuensi gelombang

surja yang terjadi. Hal ini sesuai dengan (1).

Sedangkan berkurangnya nilai resistansi pada belitan

mempengaruhi nilai damping factor atau faktor redaman pada

gelombang surj. Semakin kecil nilai resistansinya, maka nilai

faktor redamannya juga semakin kecil. Sehingga dapat dilihat

jika semakin besar jumlah belitan yang mengalami turn fault,

maka gelombang surja semakin tidak teredam. Hal ini yang

menyebabkan nilai amplitudo gelombang surja semakin besar,

(a)

(b)

Gambar 6. Hasil tes surja pada motor induksi tiga fasa (a) kondisi belitan normal, turn fault 1 belitan, turn fault 2 belitan, dan turn fault 3 belitan. (b)

kondisi belitan turn fault 5 belitan, turn fault 10 belitan, dan turn fault 25

belitan.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5

5

jika terjadi turn fault dengan nilai yang semakin besar.

Dengan memanfaatkan terjadinya perubahan frekuensi dan

amplitudo gelombang surja akibat pengurangan nilai

impedansi belitan motor, tes surja mendeteksi terjadinya turn

fault pada belitan stator motor induksi tiga fasa.

Pada gelombang surja yang sudah didapat, dilakukan

analisa dengan metode Error Area Ratio (EAR), yang dapat

dilihat pada (3), untuk mengetahui perbedaan yang terjadi

antar tiap variasi yang dilakukan. Gelombang surja pada

Gambar 6 mempunyai gelombang referensi yaitu gelombang

surja dengan tegangan impuls sebesar 420 V pada motor

induksi tiga fasa dengan kondisi belitan normal. Hasil

gelombang surja tiap variasi turn fault dibandingkan dengan

gelombang referensi tersebut. Dengan begitu dapat ditentukan

presentase error yang terjadi.

Dari hasil analisa gelombang surja dengan menggunakan

metode EAR, dapat diketahui kondisi kelayakan belitan motor

induksi tersebut. Berdasarkan Baker Instrument Company

AWA Surge Test pass/fail criteria, dapat ditentukan bahwa

belitan stator dalam kondisi layak, jika hasil gelombang surja

belitannya mempunyai nilai EAR 5-15% [14]. Pada Tabel 2

ditunjukkan hasil analisa gelombang surja dengan metode

Error Area Ratio (EAR).

Berdasarkan standar yang sudah ditetapkan oleh Baker

Instrument Company, ditunjukkan Tabel 2, belitan stator

motor induksi tersebut sudah dinyatakan tidak layak operasi

walaupun hanya terjadi turn fault 1 belitan.

Dari Tabel 2, semakin banyak belitan yang mengalami turn

fault akan mempunyai nilai EAR yang semakin besar. Dapat

dikatakan bahwa nilai EAR berbanding lurus dengan

banyaknya belitan stator motor induksi yang mengalami turn

fault.

Tes surja ini menjadi tes yang sangat penting untuk

menjamin keandalan dan umur dari motor induksi. Tes ini

berfungsi dalam mendeteksi kerusakan isolasi belitan stator

walaupun terjadi dengan nilai kerusakan yang kecil. Dengan

berjalannya waktu, kerusakan kecil yang terjadi pada motor

induksi tersebut dapat menyebabkan motor terbakar jika tidak

terdapat penanganan secara tepat. Sehingga dapat dikatakan

bahwa tes surja merupakan cara yang efektif untuk

mengidentifikasi turn fault, walaupun banyak kemungkinan

belitan yang mengalami turn fault mempunyai persentase yang

sangat kecil dari total belitan dalam satu fasa.

VI. KESIMPULAN

Dengan melakukan tes surja pada belitan stator motor

induksi tiga fasa, dimana digunakan beberapa handmade

circuit dan dilakukan variasi turn fault, akan didapat

gelombang surja yang kemudian diakuisisi dan dianalisa.

Sehingga dapat diketahui perbedaan gelombang surja pada

tiap variasi. Dari penelitian ini dapat dilihat, jika rangkaian

Cockcroft-Walton Multiplier dua tingkat mampu

menghasilkan output tegangan tinggi DC mendekati 4 kali

nilai puncak tegangan input.

Pada kasus ini, motor induksi tiga fasa yang mengalami

turn fault dengan nilai kecil mempunyai nilai arus operasi

yang sama dengan motor normal. Sehingga pengidentifikasian

kerusakan belitan pada motor induksi tiga fasa dengan

memonitor arus operasi bukan merupakan cara yang efektif.

Pendeteksian kerusakan belitan pada motor induksi dengan

tes surja merupakan cara yang efektif, karena proses

pengidentifikasian turn fault dilakukan dengan memanfaatkan

perubahan nilai frekuensi dan amplitudo pada gelombang surja

yang dipengaruhi oleh perubahan nilai impedansi belitan

stator. Sehingga tes surja mampu mendeteksi turn fault dengan

nilai kerusakan belitan yang sangat kecil. Metode Error Area

Ratio (EAR) merupakan sebuah metode analisa gelombang

surja yang tepat untuk menentukan kelayakan kerja sebuah

belitan stator motor induksi tiga fasa.

DAFTAR PUSTAKA

[1] B. Mecrow and . Jack, “Efficiency trends in electric machines and

drives”, Energy Policy, vol. 36, no. 12, pp. 4336–4341, Dec. 2008. [2] S. Grubic, J. Restrepo, J. M. Aller, B. Lu, and T. G. Habetler, “ New

Concept for Online Surge Testing for the Detection of Winding

Insulation Deterioration in Low-Voltage Induction Machines”, IEEE Trans. Ind. Appl., vol.47, No. 5, Sept./Oct. 2011.

[3] O. V. Thorsen and M. Dalva, “ survey of faults on induction motors in

offshore oil industry, petrochemical industry, gas terminals, and oil refineries”, IEEE Trans. Ind. Appl., vol. 31, no. 5, pp. 1186–

1196,Sep./Oct. 1995.

[4] O.V. Thorsen, and M. Dalva, "Failure Identification and Analysis for High Voltage Induction", IEEE Trans. Industry Appl., Vol. 35, No. 4,

pp. 810-818, 1999. [5] J. Geiman, “DC Step-Voltage and Surge Testing Motors”, Fort Collins,

CO : Baker Instrum.Co., Mar. 2007.

[6] N. P. Bethel, “Identifying Motor Defects Through Fault Zone Analysis”, PdMA Corporation. Available:

http://pdma.com/pdfs/Articles/Identifying_Motor_Defects_Through_

Fault_Zone_Analysis.pdf [7] . Naegeli, “Electrical Test Procedures for rmatures, Stators, and

Motors”, in Electrical Manufacturing and Coil Winding Asia,

Hongkong, June 18-25, 1993. [8] J. Wilson, “Current State of Surge Testing Induction Machines”, Baker

Instrum.Co., Jun. 2003.

[9] E. Wiedenbrug, G. Frey, and J. Wilson, “Impulse testing and turn insulation deterioration in electric motors”, in Conf. Rec. Annu. IEEE

Pulp Paper Ind. Tech. Conf., Jun. 2003, pp. 50–55.

[10] Guide for Testing Turn-to-Turn Insulation on Form Wound Stator Coils for Alternating Current Rotating Electrical Machines, IEEE 522-1992,

1992.

[11] C.K Dwivedi. M.B. Daigvane, “Multi-purpose Low Cost DC High Voltage Generator (60kV Output), Using Cockcroft-Walton Voltage

multiplier circuit”, in 3rd Int. Conf. on Emerging Trends in Engineering

and Technology (ICETET), 2010. [12] “Voltage Multiplier Circuit’ , Available : http://www.electronics-

tutorials.ws/blog/voltage-multiplier-circuit.html, 12 Des. 2013.

[13] User Manual—Digital Surge/DC Hipot/Resistance Tester Models d3r/d6r/d12r, Baker Instrum. Co., Fort Collins, CO, 2005.

[14] Baker Instrument Company AWA Surge Test pass/fail criteria, Baker

Instrum. Co.

Tabel 2.

Hasil analisa Error Area Ratio (EAR) pada gelombang surja

Waveform Error Area Ratio

(%) Pass/Fail

Normal 8,96 Pass 1 Turn 24,41 Fail

2 Turn 51,85 Fail

3 Turn 54,05 Fail 5 Turn 58,05 Fail

10 Turn 62,84 Fail

25 Turn 65,91 Fail