kerusakan biologi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Semua bahan pangan mengalami kerusakan pada beberapa
tingkatan setelah dipanen atau disembelih. Kerusakan pangan ini dapat
menyebabkan kehilangan nilai gizi, unsur organoleptik, dan perubahan
warna, serta yang lebih penting, keamanan bahan pangan tidak terjamin.1
Hal ini menyebabkan bahan pangan tidak dapat dikonsumsi lagi oleh
manusia atau kualitas edibilitasnya menjadi berkurang. Bahan pangan
akan mengalami penyimpangan konsistensi atau tekstur dari keadaan
normal.
Beberapa contoh kerusakan yang terjadi pada bahan makanan
adalah kentang, ubi jalar, dan wortel menjadi lunak; sawo, aple, dan
mangga menjadi memar; sayur asin berlendir dan bau busuk; makanan
kaleng bau busuk atau kalengnya menggembung; gorengan gosong;
tepung menggumpal atau mengeras; minyak goring tengik; ikan busuk;
kacang-kacangan berkapang; dan sebagainya.
Berbagai kerusakan pangan ini diakibatkan oleh berbagai
macam penyebab. Kerusakan pangan sendiri dibagi menjdai empat
berdasarkan penyebabnya, yaitu kerusakan pangan mikrobiologis,
kerusakan mekanis atau fisik, kerusakan kimiawi dan kerusakan biologis.
Kerusakan pangan ini merupakan suatu tantangan bagi industri
makanan untuk mengendalikan kerusakan ini dan mempertahankan
keamanan makanan, selain meyakinkan bahwa makanan tersebut baik,
bernutrisi, dan sedapat mungkin ada.1
1
1.2 Tinjauan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan kerusakan pangan secara biologi?
1.2.2 Apa saja penyebab kerusakan pangan secara biologi?
1.2.3 Bagaimana pencegahan dan cara mengatasinya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian kerusakan pangan secara biologi.
1.3.2 Untuk mengetahui penyebab kerusakan pangan secara biologi.
1.3.3 Untuk mengetahui pencegahan dan cara mengatasi kerusakan
pangan secara biologi.
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini dapat digunakan sebagai referensi mengenai kerusakan
pangan secara biologi.
2
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Kerusakan Biologi
Kerusakan biologi didefinisikan perubahan karakteristik dari
suatu bahan yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan vital
suatu organisme. Kerusakan ini dapat terjadi pada banyak bahan seperti
makanan, kayu, kertas, kulit, bahan bakar, kosmetik, bahan bangunan,
dan struktur bangunan. Kerusakan biologi merupakan hasil dari proses
metabolik salah satu dari banyaknya mikroorganisme atau dapat
disebabkan oleh serangga, hewan pengerat, atau burung.1
Kerusakan biologi dapat juga diartikan sebagai kerusakan
yang disebabkan karena mahluk hidup. Misalnya pada buah-buahan yang
di pohon dapat dimakan kalong, buah-buahan yang masih kecil sudah
dihinggapi serangga yang dapat membuat lubang pada buah tersebut
kemudian buah menjadi besar akhirnya ada ulat di dalamnya. Contoh
yang lain adalah bahan pangan yang disimpan dimakan oleh binatang
pengerat misalnya tikus, kecoa dan sebagainya, tupai juga bisa merusak
kelapa, nangka dan sebagainya.2
Sisi yang penting dari kerusakan biologi ini adalah bahwa
kerusakan diakibatkan oleh organisme. Menurut pengertiannya,
kerusakan ini bukan degradasi yang terjadi secara alami pada beberapa
material organik atau bahan pangan yang diakibatkan oleh enzim intrinsik
seperti enzim-enzim yang muncul pada suatu produk yang mengakibatkan
degradasi atau kebusukan setelah mati. Sebagai contohnya, kehilangan
kualitas makanan oleh enzim intrinsik adalah hal yang penting karena hal
tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas makanan dan membuat
makanan tidak diterima. Reaksi karena enzim-enzim ini tidak dibahas
3
dalam makalah ini, tapi hal ini penting untuk diingat karena aktivitas
enzim-enzim ini dapat membuat kandungan gizi produk pangan tersedia
dan mudah diakses sehingga reaksi kerusakan biologi dapat terjadi
berikutnya.1
Kerusakan karena serangga, tikus, dan burung lebih banyak
menyebabkan penyusutan kuantitatif. Serangga dan binatang pengerat
dapat menyerang bahan pangan baik di lapangan maupun di gudang.
Masuknya ulat dari serangga ke buah dan sayur dapat merusak struktur
bagian dalam, sehingga merupakan jalan masuk bagi mikroba pembusuk
untuk tumbuh dan merusak bahan hasil pertanian tersebut. Hama tikus
dapat menyebabkan penyusutan kualitatif, karena kotoran, rambut, dan
urine tikus merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba serta
menimbulkan bau yang tidak enak.3
Berbagai jenis kutu banyak menyerang produk bahan pangan
tepung-tepungan, seperti tepung beras, tepung terigu, dan sebagainya.
Proses fisiologis dari berbagai hasil pertanian dapat menyebabkan
kerusakan kualitatif dan kuantitatif. Secara kuantitatif, kerusakan fisiologis
karena respirasi dapat dinyatakan dengan susut bahan kering. Kerusakan
jenis ini sangat erat hubungannya dengan kondisi lingkungan seperti
suhu, kelembaban, dan tekanan udara. Komposisi atmosfer pun akan
mempengaruhi kerusakan bahan pangan.3
2.2 Macam-macam Penyebab Kerusakan Biologi
Makhluk hidup yang dapat mengakibatkan terjadinya
kerusakan biologi disebut sebagai biodeteriogen. Hewan-hewan, para
serangga, dan tanaman tingkat tinggi dapat dengan mudah diidentifikasi
dengan observasi penglihatan dan diperiksa ciri-ciri morfologi dan
fisiologinya.1
4
2.2.1 Tanaman tingkat tinggi
Tanaman tingkat tinggi adalah organisme fotoautotrof
dengan jaringan khusus dan organ yang mempunyai spesialisasi
fungsional.1
2.2.2 Serangga
Serangga termasuk ke kelompok besar organisme
heterotrof aerobik. Mereka memakan bahan organik, tetapi
sebagai kelompok yang beragam dalam apa yang mereka dapat
konsumsi. Mereka dapat memakan semua makanan mereka baik
yang diproses maupun tidak terproses, seperti halnya bahan
bukan makanan seperti bahan pengikat dan perekat. Karena
beberapa serangga tertarik pada tempat penyimpanan yang
biasanya sempit dan gelap, sedangkan makanan dan bahan
pangan yang disimpan tidak sering terurus, serangga
berkemungkinan dapat melakukan kerusakan yang signifikan
sebelum serangga tesebut diketahui keberadaanya.1
Beberapa contoh hama serangga adalah kegat, kecoak,
kumbang penggerek, kumbang, dan ngengat.1
Serangga dapat diinfeksi dengan organisme-organisme
penyebab penyakit seperti bakteri, virus, dan jamur. Selain
mengakibatkan kerusakan biologi yang signifikan, serangga juga
dapat mengontaminasi makanan atau bahan organik lainnya.1
Daya rusak atau kemampuan merusak serangga pada
tanaman pangan umumnya dilakukan dengan tiga cara, yaitu:4
a. Menggerigiti bagian-bagian tanaman dari akar sampai kepada
kuntum bunga tanaman;
b. Menggerek dan merusak titik tumbuh tanaman (pucuk);
c. Menghisap bagian-bagian tanaman yang masih sangat muda.
5
Perkembangan serangga menurut siklus hidupnya ada
yang melalui proses metamorphosa dan siklus hidupnya tidak
mengalami metamorphosa. Pada proses metamorphosa terdapat
fase peletakkan telur, penetasan telur dan menjadi sejenis ulat,
selanjutnya menampakkan pembentukan kepompong, dan
terakhir perwujudan sebagai kupu-kupu atau sejenis kumbang.
Sedangkan pada yang tidak mengalami proses metamorphosa
mengalami fase peletakkan telur, yang selanjutnua melahirkan
larva (serangga/sejenis kumbang yang belum sempurna),
kemudian larva yang telah mengalami pergantian kulit berarti telah
menunjukkan kedewasaannya.4
Ada berbagai macam jenis hama untuk tanaman pangan
tertentu. Pada tanaman padi ada Scirpophaga innonatata (ulat
penggerek), Schunobius bipunctifer (ulat penggerek), ulat/kupu-
kupu Nyimphula depunctalis, homoptera jenis Nilapervata lugens,
Nephotettix virescens (wereng hijau), Leptocorixa acuta (walang
sangit), Nezara viridula (lembing hijau), Pachydiplosis oryzae
(hama ganjur), dan lain-lain.
Sebuah jurnal5 mengadakan analisis warp relatif dari
variasi bentuk kepala pada serangga Nephotettix virescens
(Distant) (Homoptera: Cicadellidae) yang memangsa jenis padi
dengan gen yang berbeda untuk ketahanan.
6
Gambar 1. Wereng hijau6
Perbedaan bentuk kepala diperiksa pada kedua jenis
kelamin dari wereng hijau Nephotettix virescens (Distant) yang
menerang jenis rentan TN1, dan beras varietas dengan gen
tertentu untuk ketahanan TAPL (Glh6), Ptb8 (Glh4), MK (Glh7),
dan IR8 (Glh3). Perbedaan dalam bentuk kepala dikualifikasi
menggunakan kemajuan dalam analisis citra dan analisis
morfometrik geometris. Sebanyak 18 penunjuk homolog dan 2
penunjuk tidak nyata didigitalkan dari gambar bagian kepala yang
telah dibedah dari sampel yang ada menggunakan perangkat
lunak ScionImage. Kemudian, koordinat x dan y dari penunjuk
telah diuji dengan menggunakan analisis warp relatif dan analisis
komponen utama. Hasil dari uji Kruskal-Wallis (non-parametrik
ANOVA) dari deskriptor bentuk kepala menunjukkan dengan jelas
perbedaan pada bentuk kepala beberapa wereng hijau yang
menyerang jenis padi yang bersifat tahan (P <0,001). Dalam
konteks evolusi, observasi tersebut menunjukkan bahwa
perbedaan ekologi mengikuti pergeseran tanaman inang juga
dapat menjadi faktor penting dalam diversifikasi garis keturunan
serangga herbivora. Sehingga ras tanaman inang juga dapat
menjadi model untuk mengetes hipotesis tentang spesialisasi lokal
7
faktor yang kemudian dapat mengarah pada isolasi reproduktif
dan spesiasi.
Dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa hasil analisis
citra kepala wereng hijau N. virescens yang beragam baik di
dalam maupun antarpopulasi dapat dideskripsikan. Morfometrik
geometris adalah alat yang efektif dalam menggambarkan variasi
bentuk pada wereng hijau. Demikian juga, penjelasan lebih detail
pada penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman inang adalah
salah satu faktor penting yang mempengaruhi perbedaan
morfologis pada populasi ini hama serangga.
2.2.3 Burung, mamalia, dan reptil
Burung, mamalia, dan bangsa reptil adalah organisme
heterotrof aerobik yang mempunyai kebutuhan makanan yang
cukup besar. Mereka dapat bersifat sangat memaksa dalam
usaha memperoleh makanan dan dapat mengakibatkan
kerusakan fisik yang fatal. Hasil buangan mereka juga dapat
sebagai sumber nutrisi bagi biodeteriogen yang lain dan dapat
bersifat korosif.1
Untuk golongan mamalia, biasanya kelompok tikus. Di
Indonesia terdapat beberapa jenis tikus, yaitu:4
a. Rattus-rattus brevicaudatus atau tikus sawah;
b. Rattus-rattus diardii atau tikus rumah;
c. Rattus-rattus concolor ephipium atau tikus huma; dan
d. Bandicota indica atau tikus wirok.
Yang dimaksud dengan Bandicota indica atau tikus wirok
adalah sejenis tikus yang besar (besarnya dapat sebanding
dengan anak kucing atau kucing), banyak terdapat di daerah
pelabuhan. Tikus ini berwarna hitam, berbulu kasar, sedangkan
suaranya seperti suara kalku. Umumnya tikus jenis ini tidak takut
8
pada kucing atau anjing, mereka bahkan sering menyerang anak
ayam.4
Gambar 2. Bandicota indica atau tikus wirok7
R.r. diardii atau tikus rumah merupakan tikus yang
banyak melakukan perusakan pada baik barang-barang dan
bahan pangan yang ada di rumah maupun bahan pangan yang
ada di gudang.4
Gambar 3. R.r. diardii atau tikus rumah8
R.r. concolor ephipium (tikus huma) dan R.r.
brevicaudatus (tikus sawah) adalah jenis tikus yang sering
merusak tanaman pangan sejak baik di huma maupun di sawah.
Tikus-tikus ini membuat gua atau terowongan di dalam tanah.
Mereka menyenangi lapangan terbuka yang basah (sawah),
semak-semak di sekitar paya-paya, pematang, tanggul sungai dan
lain sebagainya. Mereka hidup bergerombol dalam jarak yang
tidak berjauhan sehingga pada waktu melakukan serangan semua
tikus dewasa melakukan serangan sekaligus yang mampu
menghabiskan berhektar-hektar tanaman padi sejak bunting
hingga yang butir-butir padinya hampir matang.4
9
Gambar 4. R.r. concolor ephipium (tikus huma)9
Gambar 5. R.r. brevicaudatus (tikus sawah)10
Burung juga dapat menjadi penyebab kerusakan biologi
pada pangan. Burung dapat merusak tanaman tebu, padi, jagung,
dan sorghum. Berikut adalah beberapa contoh burung yang
biasanya merusak tanaman pangan.4
a. Burung manyar dapat merusak daun tebu dan juga merusak
tanaman padi yang sedang menguning. Daun tebu ternyata
sangat disukai burung ini untuk membuat sarang.
10
Gambar 6. Burung manyar11
b. Burung manyar, burung gelatik, dan burung bondol hidupnya
bergerombol dalam jumlah besar. Mereka menyerang secara
bergelombang terhadap tanaman padi yang menguning dan
dapat meninggalkan sawah tanpa hasil bagi para petani.
Gambar 7. Burung gelatik12
c. Serangan burung betet juga secara bergelmbang terhadap
tanaman jagung dan sorghum yang tengah berbuah. Sama
seperti serangan burung-burung di atas, para petani mungkin
hanya mendapatkan sisa-sisa tanaman tanpa buah lagi.
11
Gambar 8. Burung betet13
d. Jenis kalong dan kelelawar banyak merusak buah pada
pohon-pohonan, terutama pada buah yang matang.
Gambar 9. Kelelawar14
e. Passer montanus malaccensis Dubois atau burung-burung
gereja dan merpati. Burung-burung gereja dalam jumlah
banyak dapat memekan sebagian besar gabah, padi, jagung,
dan sebagainya baik yang sedang dijemur maupun disimpan
dalam gudang, terutama apabila gudang tidak dilengkapi
kawat kassa. Sedangkan burung merpati sebenarnya burung
peliharaan, tetapi pada batas-batas tertentu dapat menjadi
hama. Misalnya ila burung merpati dalam jumlah besar
menyerang sawah yang tengah menguning di dekat
12
perkampungan atau memakan sejumlah gabah, padi, jagung,
atau sorghum yang sedang dijemur.
Gambar 10. Burung gereja15
Gambar 11. Burung merpati16
2.3 Pencegahan dan Cara Mengatasi Penyebab Kerusakan Biologi
Karena hama tanaman itu ternyata sangat merugikan
manusia, yang kadang-kadang sangat menggangu kehidupan manusia,
terjadinya kekurangan pangan, kelaparan, timbulnya berbagai penyakit,
kerusakan pangan, dan lain sebagainya, maka dapat dikatakan bahwa
13
hama itu merupakan musuh manusia. Berbagai cara sudah dilakukan
manusia, terutama para petani dan pemerintah dalam menggalakkan
usaha untuk membasmi hama tanamam menggunakan cara-cara berikut.4
2.3.1 Cara mekanis
Cara ini merupakan cara yang paling sederhana, tapi tetap
membutuhkan ketelitian dan ketekunan dari yang
menggunakannya.
a. Memeriksa atau mengawasi tanaman yang sedang tumbuh
dengan aktif, melakukan usaha pencarian hama penyebab,
melakukan pembunuhan terhadap berbagai ulat, larva
serangga, telur serangga, kumbang, dan kupu-kupu yang
menjadi hama penyebab.
b. Apabila hama penyebabnya tikus, lakukan cara preventif
dengan menjaga agar serangan lebih lanjut tidak terjadi,
member umpan dan melakukan pembunuhan di tempat.
Selanjutnya lakukan cara kuratif dengan cara pembasmian
missal tikus.
c. Jika diperlukan, lakukan pengeringan atau penggenangan
petakan-petakan sawah atau lahan-lahan lainnya.
2.3.2 Mengatur dan memperbaiki pengolahan tanah danpengelolaan
tanaman.
2.3.3 Cara biologis
Cara ini dilakukan dengan mengembangbiakkan musuh-musuh
dari hama (parasit atau predator). Pengembangbiakan predator
dapat dilakukan di laboratorium yang selanjutnya disebarkan di
daerah yang terserang hama atau dengan cara menjaga predator
yang berkembangbiak secara alami untuk tidak ikut terbunuh pada
waktu penyemprotan insektisida.
2.3.4 Penggunaan bahan kimia
2.3.5 Melalui karantina
14
Sebuah jurnal juga mempublikasikan tentang mengatasi hama
dengan cara biologi. Jurnal tersebut17 meneliti tentang aktivitas insektisida
dari minyak daun Aegle marmelos untuk mengontrol penyerangan
serangga pada biji gandum yang disimpan dari jenis Callosobruchus
chinensis (L.) (Bruchidae) dan serangga tepung dari Rhyzopertha
dominica (F.) (Bostrychidae), Sitophilus oryzae (L.) (Curculionidae) serta
Tribolium castaneum (Herbst) (Tenebrionidae). Setelah melakukan uji
serangga, sampel biji gandum dan tepung gandum difumigasi dengan
minyak esensial dari Aegle marmelos pada 500 ug/mL (ppm). Minyak ini
secara signifikan meningkatkan pencegahan makan pada serangga dan
mengurangi kerusakan biji serta penurunan berat badan dalam gram pada
sampel biji gandum dan tepung gandum yang difumigasi kecuali pada
serangga T. castaneum. Minyak esensial pada dosis yang berbeda secara
signifikan mengurangi oviposisi dan kemunculan dari dewasa C. chinensis
dalam biji kacang tunggak. Minyak dilindungi disimpan gram dari C.
chinensis dan gandum dari R. dominica dan S. oryzae selama dua tahun.
Limonene (88%) ditemukan sebagai komponen utama dalam minyak
melalui analisis GC-MS. Regresi analisis data pada individu dalam kacang
tunggak diperlakukan menegaskan bahwa penurunan yang signifikan dari
oviposisi dan kemunculan dewasa C. chinensis menurun dengan
peningkatan dosis. Hasil temuan menekankan efektivitas minyak A.
marmelos sebagai fumigan terhadap infestasi serangga biji-bijian
disimpan dan memperkuat kemungkinan menggunakannya sebagai
alternatif untuk bahan kimia sintetis untuk melestarikan biji-bijian disimpan.
Analisis GC-MS minyak A. marmelos menunjukkan adanya
senyawa berikut. α pinene (0,28%), sabinene (0,14%), limonene (88,57%),
ocimene (2,29%) dan p kariofilen (0,06%). Limonene ditemukan menjadi
komponen utama dalam minyak Aegle. Minyak secara signifikan
melindungi biji gandum yang disimpan dari C. chinensis dan sampel
gandum dari R. dominica dan S. oryzae untuk dua tahun pertama. Ada
100% gandum kerusakan pada T. castaneum sementara 7,0, 3,67 dan
1,67% kerusakan gabah ditemukan di chinensis C.. R. oryzae dan S.
15
dominica biji-bijian penuh masing-masing. Namun, penurunan yang
signifikan dalam penurunan berat badan ditemukan dalam biji gandum
yang difumigasi dan tepung terhadap tes serangga kecuali tes T.
castaneum.
Efek minyak Aegle pada kematian lebih lanjut dan oviposisi
dewasa C. chinensis dalam sampel kacang tunggak. C. chinensis
menunjukkan mortalitas 71,41% pada dosis 100 ml minyak. Oviposisi jera
aktivitas minyak untuk chinensis C. ditingkatkan dengan dosis. Oviposisi
berkurang menjadi 56,25% pada dosis 100 ml minyak. Pengurangan
menetas juga berbanding lurus dengan dosis minyak. Minyak Aegle
diperiksa lebih dari 70% dari munculnya dewasa chinensis C pada dosis
yang berbeda.
Jurnal lain menunjukkan penggunaan tanaman tingkat tinggi
sebagai pestisida biologi.18 Perhatian yang meningkat atas tingkat residu
pestisida dalam makanan telah mendorong peneliti untuk mencari
alternatif pestisida sintetis. Mereka penggunaan sembarangan telah
menyebabkan perkembangan strain resisten hama serta berbagai
masalah kesehatan lingkungan dan manusia. Baru-baru ini di berbagai
belahan dunia, perhatian telah dibayarkan terhadap eksploitasi produk
tanaman yang lebih tinggi sebagai chemotherapeutants novel dalam
perlindungan tanaman. Karena rokok, systemicity biodegradabilitas
fitotoksisitas, mudah dan sifat stimulasi metabolisme host, produk
tanaman memiliki potensi dalam pengelolaan hama. Digunakan secara
luas sampai 1940-an, pestisida alami ini terlantar akibat pestisida sintetis
modern yang pada saat itu tampaknya lebih murah, lebih mudah dan
tahan lama. Popularitas pestisida botani sekali lagi meningkatkan dan
beberapa produk tanaman yang digunakan secara global sebagai
pestisida hijau. Tubuh literatur ilmiah mendokumentasikan bioaktivitas
derivatif tanaman terhadap hama yang berbeda terus berkembang, namun
hanya beberapa tumbuhan yang saat ini digunakan dalam pertanian.
Piretroid dan produk nimba mapan secara komersial sebagai pestisida
16
botani dan baru-baru beberapa minyak esensial dari tumbuhan tingkat
tinggi juga telah digunakan sebagai antimikroba terhadap hama
penyimpanan karena status mereka relatif aman dan diterima secara luas
oleh konsumen. Beberapa minyak atsiri, yang sering mengandung
aromatik pokok dan komponen bumbu bumbu dan rempah-rempah, telah
direkomendasikan sebagai antimikroba nabati untuk menghambat
kontaminasi mikroba dan pengurangan pembusukan komoditas pangan.
Selain itu, beberapa produk tanaman antimikroba juga memiliki aktivitas
antioksidan yang kuat yang sifat yang menguntungkan untuk memerangi
dimediasi organoleptik kerusakan radikal bebas komoditas tanaman dan
meningkatkan kehidupan rak mereka. Dalam konteks pengelolaan hama
pertanian, pestisida botani yang paling cocok untuk digunakan dalam
produksi pangan organik di negara-negara industri tetapi dapat
memainkan peran lebih besar dalam produksi dan perlindungan pasca
panen produk makanan di negara berkembang.
Memburuknya dalam komoditas pangan yang disimpan
terutama disebabkan oleh lembaga yaitu tiga. jamur, serangga dan tikus di
bawah kondisi yang berbeda dari penyimpanan. Kacang-kacangan
merupakan sumber penting protein bagi populasi vegetarian. Buncis
(Cicer arietinum L.), umumnya dikenal sebagai gram, merupakan tanaman
pulsa penting. Di India, ia tumbuh dalam 7,29 m ha dengan produktivitas
rata-rata 792 kg ha-1 meliputi 75% dari areal dunia (Anonim, 2004). Ini
adalah tanaman daerah tropis dan beriklim sedang. Secara umum,
perkiraan kehilangan hasil oleh serangga dan berbagai penyakit dari 5
sampai 10% di daerah beriklim sedang dan 50-100% di daerah tropis (Van
Emden et al, 1988.). Hama serangga menyebabkan kerugian besar untuk
biji-bijian yang disimpan termasuk pulsa, terutama di daerah lembab dan
hangat dunia. Produksi mikotoksin oleh beberapa jamur telah
menambahkan dimensi baru pada gravitasi dari masalah. Jamur adalah
kapal perusak signifikan bahan makanan selama penyimpanan, membuat
mereka tidak layak untuk dikonsumsi manusia dengan memperlambat nilai
gizi mereka dan kadang-kadang dengan produksi mikotoksin. Menurut
17
perkiraan FAO, 25% dari tanaman pangan dunia dipengaruhi oleh
mikotoksin setiap tahun. Mereka menimbulkan risiko kesehatan kronis:
kontak yang terlalu lama melalui diet telah dikaitkan dengan kanker dan
ginjal, hati, dan sistem kekebalan penyakit. Mikotoksin terjadi lebih sering
dalam kondisi tropis dan diet di banyak negara berkembang yang lebih
terkonsentrasi pada tanaman rentan terhadap mikotoksin. Umumnya,
kondisi tropis seperti suhu tinggi dan kelembaban, musim hujan, hujan
pada musimnya pada saat panen, dan flash memimpin banjir proliferasi
jamur dan mikotoksin. Praktek pemanenan yang buruk, penyimpanan
yang tidak tepat, dan kondisi yang optimal sub selama transportasi dan
pemasaran juga dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan
jamur dan proliferasi mikotoksin.
Selain itu jurnal lain juga tetap membahas mengenai
penggunaan pestisida biologi.19 Penggunaan tumbuhan sekarang muncul
sebagai salah satu sarana penting untuk digunakan dalam perlindungan
hasil tanaman dan lingkungan dari pencemaran pestisida, yang
merupakan masalah global. Dalam bab ini, dfokus pada masa depan
pestisida botani dengan referensi khusus untuk pertanian. Dua aspek
utama pestisida botani, satu pencarian dan eksploitasi tumbuhan baru
sebagai pestisida termasuk isolasi, identifikasi dan evaluasi komponen
aktif dan lain penggunaan tumbuhan dalam bidang pertanian dalam
berbagai bentuk seperti aplikasi semprot langsung dari berbagai bahan
tanaman, perubahan tanah untuk berbagai bagian tanaman, tumpang sari
tanaman biologis aktif dengan tanaman utama, protectants gandum
botani, penggunaan pestisida botani formulasi berbasis sintetis dan juga
penggunaan tumbuhan sebagai synergists/pengikat untuk pestisida
sintetis.
Dalam jurnal ini membhasa berbagai macam pestisida biologi
yang dapat digunakan unutk membasmi berbagai hama.
Sedang jurnal yang satu ini membahas tentang penggunaan
racun dari suatu bakteri unutk membunuh hama serangga pada padi.20
Tanaman transgenik untuk mengendalikan hama penggerek batang
18
kerusakan sedang dalam pengembangan di Cina. Untuk menilai potensi
Bacillus thuringiensis (Bt) transgen dalam pengendalian penggerek
batang, toksisitas lima protoxins Bt (Cry1Aa, Cry1Ab, Cry1Ac, Cry1Ba dan
Cry1Ca) terhadap dua penggerek batang padi, Sesamia inferens (pink
penggerek batang) dan Chilo suppressalis (penggerek batang bergaris),
dievaluasi di laboratorium dengan memberi makan larva neonates pada
pakan buatan yang mengandung protoxins Bt. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Cry1Ca dipamerkan tingkat tertinggi toksisitas baik
penggerek batang, dengan LC50 0,24 dan 0,30 lg / g untuk C.
suppressalis dan S. inferens, masing-masing. Namun, S. inferens adalah
4 kali lipat lebih rendah dalam kerentanan terhadap Cry1Aa, dan 6 - dan
47-kali lipat kurang rentan untuk Cry1Ab dan Cry1Ba, masing-masing,
dibandingkan dengan C. suppressalis. Untuk mengevaluasi interaksi
antara Bt protoxins pada larva penggerek batang, tes toksisitas dilakukan
dengan campuran Cry1Aa/Cry1Ab, Cry1Aa / Cry1Ca, Cry1Ac/Cry1Ca,
Cry1Ac/Cry1Ba, Cry1Ab/Cry1Ac, Cry1Ab/Cry1Ba, dan Cry1Ab/Cry1Ca di
1:1 (b / b) rasio. Semua campuran protoxin menunjukkan aktivitas
toksisitas yang signifikan sinergis terhadap C. suppressalis, dengan nilai
1.6 sampai 11 kali lipat toksisitas lebih tinggi dari efek aditif teoritis.
Anehnya, semua kecuali salah satu campuran protoxin Bt adalah
antagonis dalam toksisitas pada inferens S.. Dalam kematian-waktu
respon percobaan, S. inferens menunjukkan toleransi meningkat menjadi
Cry1Ab dan Cry1Ac dibandingkan dengan C. suppressalis ketika diobati
dengan konsentrasi protoxin rendah atau tinggi. Data menunjukkan
kegunaan protoxin Cry1Ca dan campuran Cry1Ac/Cry1Ca untuk
mengendalikan populasi hama penggerek batang kedua.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kerusakan biologi pada pangan merupakan kerusakan yang
diakibatkan oleh organisme tingkat tinggi yang menyebabkan pangan
menjadi kekurangan atau bahkan kehilangan kualitas dan kuantitasnya
sebagai bahan pangan.
Penyebab dari kerusakan biologi ini dapat diakibatkan
tanaman tingkat tinggi, serangga, mamalia (biasanya tikus), burung, dan
reptil.
Pencegahan akan kerusakan biologi ini dapat dilakukan pada
saat penanaman, panen, atau penyimpanan bahan pangan.
3.2 Saran
Untuk menjaga bahan pangan, kita dapat melakukan berbagai
upaya yang telah dijelaskan di atas. Dengan menjaga bahan pangan kita
secara langsung mengurangi kelaparan dan menjaga ketersediaan
pangan unutk masa depan.
20
DAFTAR ISI
1. Tucker, S. Gary, editor. 2008. Food Biodeterioration and Preservation.
London: Blackwell Publishing.
2. Winarni, Kusumastuti, E. 2010. Bahan Ajar Kimia Bahan Pangan.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
3. Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Arcan.
4. Kartasapoetra, A.G. 1993. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan.
Jakarta: Radar Jaya Offset.
5. Ascaño C P, Torres M A J. Relative warp analysis of head shape variations
in Nephotettix virescens (Distant) (Homoptera: Cicadellidae) infesting rice
types with different genes for resistance. Journal of Biological Science.
2010 June 29; 3(1): 199-206.
6. Wereng Hijau Green Leafhopper. Tersedia dari
http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/wereng-hijau-green-leafhopper
(diakses pada 26 Juni 2012)
7. Greater bandicoot rat (Bandicota indica). Tersedia dari
http://www.plantwise.org/?
dsid=8439&loadmodule=plantwisedatasheet&page=4270&site=234
(diakses pada 26 Juni 2012)
8. Malaysian house rat (Rattus rattus diardii). Tersedia dari
http://www.plantwise.org/?
dsid=46828&loadmodule=plantwisedatasheet&page=4270&site=234
(diakses pada 26 Juni 2012)
9. Tikus yang sering dijumpai di kebun sawit. Tersedia dari
http://science.lintas.me/article/duniakebun.blogspot.com/tikus-yang-sering-
di-jumpai-di-kebun-sawit/ (diakses pada 26 Juni 2012)
10. Pengendalian Tikus Sawah Dengan Sistem Bubu Perangkap. Tersedia dari
http://www.penyuluhpertanian.com/pengendalian-tikus-pada-padi-sawah
(diakses pada 26 Juni 2012)
21
11. Gambar Burung. Tersedia dari http://smartmastering.com/gambar-
burung.html (diakses pada 26 Juni 2012)
12. Pleci, Cucak Jenggot, Kolibri, dan Gelatik. Tersedia dari
http://www.infoburung.com/2010/06/pleci-cucak-jenggot-kolibri-dan-
gelatik_6023.html (diakses pada 26 Juni 2012)
13. Bayan. Tersedia dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bayan_(burung) (diakses
pada 26 Juni 2012)
14. Tersedia dari http://www.caves.org/WNS/ (diakses pada 26 Juni 2012)
15. Burung Gereja Erasia. Tersedia dari
http://www.bio.undip.ac.id/sbw/spesies/sp_burung_gereja_erasia.htm
(diakses pada 26 Juni 2012)
16. Domestic Pigeons (Rock Doves). Tersedia dari
http://wdfw.wa.gov/living/pigeons.html (diakses pada 26 Juni 2012)
17. Kumar, Rajesh et al. Insecticidal Activity Aegle marmelos (L.) Correa
Essential Oil Against Four Stored Grain Insect Pests. Internet Journal of
Food Safety. 2008. Vol.10, p.39-49
18. N. K. Dubey, et al. Current Status of Plant Products as Botanical Pesticides
in storage pest management. Journal of Biopesticides. 2008. 1(2):182–186
19. Anand Prakash, et al. Future of Botanical Pesticides in rice, wheat, pulses
and vegetables pest management. Journal of Biopesticides. 2008. 1(2):154-
169
20. Yulin Gao, et al. Screen of Bacillus thuringiensis toxins for transgenic rice to
control Sesamia inferens and Chilo suppressalis. Journal of Invertebrate
Pathology. 2010. 105; 11–15
22