terapi polisomnografi pada penderita obstructive sleep apnea

9
TERAPI POLISOMNOGRAFI PADA PENDERITA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) I. PENDAHULUAN Tidur merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan periodik. Dengan tidur, maka akan dapat diperoleh kesempatan untuk beristirahat dan memulihkan kondisi tubuh baik secara psikologis maupun psikis.Tidur mempunyai fungsi restorative pada penyakit akut. Hormon pertumbuhan akan disekresi selama tidur. Oleh karena itu, sangat penting untuk pemeliharaan dan penyembuhan tubuh. Tidur memulihkan badan, memulihkan kestabilan, dan membantu kita berfikir lebih baik. Pusat saraf tidur yang terletak di otak, akan mengatur fisiologis tidur yang sangat penting bagi kesehatan. Pada saat tidur, aktivitas saraf parasimpatik akan bertambah dengan efek perlambatan pernafasan dan turunnya kegiatan jantung serta stimulasi aktivitas saluran pencernaan, sehingga proses pengumpulan energi dan pemulihan tenaga dalam tubuh dipercepat. Dengan demikian tidur dapat memberikan kesegaran fisik dan psikis. Kebutuhan tidur setiap orang tidak sama. Baik jumlah tidur maupun waktu tidur bagi setiap orang berbeda-beda. Setiap manusia tiap hari akan tidur selama ± 6 - 8 jam. Waktu yang diperlukan untuk tidur bagi anak-anak lebih banyak jika dibandingkan dengan orang tua. Jika bayi memerlukan tidur selama ± 16 jam, maka orang dewasa memerlukan waktu ±8 jam, dan orang yang sudah tua (berusia ± 50 tahun) memerlukan waktu rata-rata 5 – 6 jam untuk tidur. Gangguan tidur lebih sering ditemukan pada pria, mulai dari sleep walking, sleep paralysis, insomnia, narkolepsi, sampai sleep apnea. Bentuk gangguan tidur yang paling sering ditemukan adalah sleep apnea (henti nafas pada waktu tidur), dan gejala yang paling sering timbul pada sleep apnea adalah mendengkur. Mendengkur (snoring) adalah suara bising yang disebabkan oleh aliran udara melalui sumbatan parsial saluran nafas pada bagian belakang hidung dan mulut yang terjadi saat tidur. Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas melakukan stabilisasi jalan nafas pada saat tidur. Gangguan tidur dengan gelaja utamanya mendengkur adalah Obstructive Sleep Apnoea (OSA).6,7

Upload: yayat-hidayatullah-s

Post on 29-Nov-2015

191 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Terapi Polisomnografi Pada Penderita Obstructive Sleep Apnea

TERAPI POLISOMNOGRAFI PADA PENDERITA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA)

I. PENDAHULUAN

Tidur merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan periodik. Dengan tidur, maka akan dapat diperoleh kesempatan untuk beristirahat dan memulihkan kondisi tubuh baik secara psikologis maupun psikis.Tidur mempunyai fungsi restorative pada penyakit akut. Hormon pertumbuhan akan disekresi selama tidur. Oleh karena itu, sangat penting untuk pemeliharaan dan penyembuhan tubuh. Tidur memulihkan badan, memulihkan kestabilan, dan membantu kita berfikir lebih baik. Pusat saraf tidur yang terletak di otak, akan mengatur fisiologis tidur yang sangat penting bagi kesehatan. Pada saat tidur, aktivitas saraf parasimpatik akan bertambah dengan efek perlambatan pernafasan dan turunnya kegiatan jantung serta stimulasi aktivitas saluran pencernaan, sehingga proses pengumpulan energi dan pemulihan tenaga dalam tubuh dipercepat. Dengan demikian tidur dapat memberikan kesegaran fisik dan psikis. Kebutuhan tidur setiap orang tidak sama. Baik jumlah tidur maupun waktu tidur bagi setiap orang berbeda-beda. Setiap manusia tiap hari akan tidur selama ± 6 - 8 jam. Waktu yang diperlukan untuk tidur bagi anak-anak lebih banyak jika dibandingkan dengan orang tua. Jika bayi memerlukan tidur selama ± 16 jam, maka orang dewasa memerlukan waktu ±8 jam, dan orang yang sudah tua (berusia ± 50 tahun) memerlukan waktu rata-rata 5 – 6 jam untuk tidur. Gangguan tidur lebih sering ditemukan pada pria, mulai dari sleep walking, sleep paralysis, insomnia, narkolepsi, sampai sleep apnea. Bentuk gangguan tidur yang paling sering ditemukan adalah sleep apnea (henti nafas pada waktu tidur), dan gejala yang paling sering timbul pada sleep apnea adalah mendengkur. Mendengkur (snoring) adalah suara bising yang disebabkan oleh aliran udara melalui sumbatan parsial saluran nafas pada bagian belakang hidung dan mulut yang terjadi saat tidur. Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas melakukan stabilisasi jalan nafas pada saat tidur. Gangguan tidur dengan gelaja utamanya mendengkur adalah Obstructive Sleep Apnoea (OSA).6,7

Gangguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin lama semakin meningkat sehingga menimbulkan maslah kesehatan. Di dalam praktek sehari-hari, kecendrungan untuk mempergunakan obat hipnotik, tanpa menentukan lebih dahulu penyebab yang mendasari penyakitnya, sehingga sering menimbulkan masalah yang baru

Page 2: Terapi Polisomnografi Pada Penderita Obstructive Sleep Apnea

akibat penggunaan obat yang tidak adekuat. Melihat hal diatas, jelas bahwa gangguan tidur merupakan masalah kesehatan yang akan dihadapkan pada tahun-tahun yang akan datang. (4)

Tidur merupakan proses fisiologis yang kompleks dan dinamis, hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan kondisi ini.Akan tetapi, kondisi fisiologis ini dapat terganggu dengan adanya obstructive sleep apnea (OSA). OSA merupakan salah satu kondisi medis terpenting yang ditemukan sejak 50 tahun yang lalu, menjadi penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia, serta lebih sering ditemukannya keadaan tertidur di sepanjang waktu ketika orang normal seharusnya tidak tertidur pada waktu tersebut. OSA memicu efek fisiologis, baik akut maupun kronik, pada sistem kardiovaskuler. Terdapat bukti nyata yang menunjukkan bahwa OSA secara independen berhubungan klinis dengan CVD. (1)

Semua orang dapat mendengkur pada waktu-waktu tertentu, tetapi biasanya hilang dengan sendirinya. Pada pasien OSA, kondisi ini tidak dapat dikoreksi tanpa terbangun. OSA ditandai dengan kolaps berulang dari saluran nafas atas, baik komplet atau parsial selama tidur. Akibatnya aliran udara berkurang atau berhenti sehingga terjadi desaturasi oksigen danpenderita berkali-kali terbangun (arousal). Arousal dan desaturasi oksigen mengakibatkan penderita OSA sering mengalami kantuk yang berlebihan pada siang hari, kelelahan, iritabilitas, gangguan perhatian, dan konsentrasi. Mendengkur merupakan masalah sosial dan masalah kesehatan. Mendengkur merupakan masalah yang mengganggu pasangan tidur, menyebabkan terganggunya pergaulan, menurunnya produktivitas, peningkatan risiko kecelakaan lalu lintas dan peningkatan biaya kesehatan pada penderita OSA. Pendengkur berat lebih mudah menderita hipertensi, stroke dan penyakit jantung dibandingkan orang yang tidak mendengkur dengan umur dan berat badan yang sama. 7

Beberapa tahun terakhir banyak penelitian yang mempelajari fisiologi tidur dan gangguan gangguan tidur, seperti obstructive sleep apnea (OSA) dan central sleep apnea (CSA). Ternyata 95% gangguan napas saat tidur adalah obstruksi saluran napas atas dan 5% adalah gangguan sistem saraf pusat. Gangguan pernapasan saat tidur dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Di Amerika sekitar 12 juta orang usia 30–60 tahun menderita OSA dan setiap tahun 38.000 meninggal karena penyakit kardiovaskular yang berhubungan dengan gangguan pernapasan saat tidur. Sekitar 40–50% penderita gagal jantung kongestif menderita OSA atau pernapasan cheyne–stokes dengan CSA. Gangguan ini menyebabkan progresifiti gagal jantung dan prognosis yang buruk. (3)

Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah sindrom yang diduga diderita oleh 2%-4% populasi, tetapi kebanyakan masih belum terdiagnosis, apalagi dirawat dengan baik. Alasannya terutama karena kebanyakan orang masih menganggap dengkuran atau “ngorok” sebagai tidur lelap biasa, padahal berpotensi henti napas. Anggapan bahwa saat tidur adalah waktu teraman, seolah semua dalam auto-pilot, sudah harus ditinjau kembali. Secara klinis, seseorang dicurigai menderita OSA jika ia mendengkur dan merasa kantuk berlebih atau excessive daytime sleepiness (EDS). Kantuk berlebih bisa diungkapkan dengan sejumlah keluhan, seperti cepat lelah, sulit konsentrasi, “bawaan” lemas, tidak bersemangat, atau dianggap pemalas, sedangkan keluhan dengkuran biasanya dilaporkan oleh orang lain, seperti teman, kerabat, atau pasangan. Diagnosis OSA baru bisa ditegakkan setelah pemeriksaan polysomnography (PSG) di laboratorium tidur. Hasil PSG dengan Apnea- Hypopnea Index

Page 3: Terapi Polisomnografi Pada Penderita Obstructive Sleep Apnea

(AHI) di bawah 5 kali per jam dianggap normal, 5-15 OSA ringan, 15-30 sedang, dan >30 kali per jam OSA berat. (2)

Obstructive sleep apnea (OSA) adalah kelainan yang merupakan bagian dari sleepdisorder breathing syndrome yang kompleks. Sebenarnya gejala OSA sering terjadi, namun sulit untuk dideteksi. OSA adalah keadaan terjadinya obstruksi jalan napas atas secara periodik selama tidur yang menyebabkan napas berhenti secara intermiten, baik komplit (apnea) atau parsial (hipopnea). Diagnosis OSA ditegakkan jika jumlah frekuensi penurunan aliran udara yang berhubungan dengan kolapsnya saluran napas atau apnea-hipopnea index (AHI), lebih dari 5 kali dalam 1 jam tidur. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya periode arousal (terbangun atau gelisah dalam tidurnya) dan tidur kembali. AHI diperoleh dengan melakukan pemeriksaan polisomnografi.1,2,3 Berdasarkan penelitian dilaporkan 24% pria dan 9% wanita dewasa mempunyai angka kejadian atau AHI lebih dari 5x/jam. Dilaporkan bahwa 4% pria, 2% wanita dan 1- 3% pada anak mempunyai gejala OSA, termasuk adanya gejala daytime hypersomnolence yang diakibatkan oleh kejadian apnea-hipopnea.Empat penelitian prevalensi berskala besar menyatakan satu dari lima orang dewasa kulit putih yang memiliki rata-rata indeks massa tubuh (IMT) 25–28 kg/m2 memiliki AHI _5x/jam. Dilaporkan satu dari 15 pasien OSA memiliki AHI 15 atau lebih.2 Wanita pasca-menopause memiliki risiko OSA lebih tinggi yang dihubungkan dengan faktor hormonal dan orang usia lanjut memiliki prevalensi OSA lebih tinggi dari dewasa muda. Gejala daytime hypersomnolence lebih jarang muncul pada orang usia lanjut.1,2 Beberapa penelitian menemukan adanya hubungan yang kuat antara OSA dengan penyakit sistem kardiovaskuler. Hal ini dibuktikan dengan laporan adanya perbaikan pasien iskemia miokard yang diterapi dengan continuous positive airway pressure (CPAP), sedangkan CPAP sendiri merupakan terapi utama OSA. Komplikasi penyakit kardiovaskuler yang diduga berhubungan dengan OSA antara lain adalah hipertensi, gagal jantung kongestif, disfungsi diastolik, aritmia, arteroskleosis koroner dan serebrovaskuler. OSA juga diduga dapat mencetuskan penyakit stroke, infark miokard, angina pektoris atau iskemia ventrikular secara mendadak. (5)

Obstructive sleep apnea syndrome (OSA) adalah suatu penyakit yang mulai banyak dijumpai dengan tanda dan gejala seperti terbangun dengan rasa tercekik, hipertensi dan / atau fibrilasi atrial, mendengkur, lingkar leher yang besar, laki-laki atau perempuan pascamenstruasi, obesitas, dilaporkan oleh pasangan tidur dengan apnea atau tercekik, tertidur saat mengemudi. Penyakit ini meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dan berhubungan dengan diabetes tipe 2, penyakit jantung koroner dan penyakit serebrovaskular serta secara bermakna menurunkan kualitas hidup. Jika tidak ditangani dapat mengakibatkan depresi berulang ADHD dan berbagai gangguan kronik lainnya. Sehingga mengatasi gangguan tidur merupakan hal penting terutama ketika tertidur waktu siang hari.1 Pemeriksaan standard untuk mendiagnosis OSA adalah polisomnografi yang dilakukan pada semua pasien dengan dugaan kelainan ini. Semua pasien yang didiagnosis dengan OSA harus mendapatkan edukasi tentang pentingnya mengubah gaya hidup, terutama untuk menurunkan berat badan dengan program Alert Well And Keeping Energetic (A.W.A.K.E). Semua pasien dengan penurunan berat badan 10-15% harus dinilai gejala-gejala OSA dan membutuhkan penanganan dengan PAP.

Penanganan OSA ringan dapat satu atau beberapa modalitas seperti oral appliances,positive airway pressure devices, pembedahan. Sedangkan penanganan pasien dengan OSA sedang dan berat yaitu penggunaan positive airway pressure devices. Pasien yang tidak

Page 4: Terapi Polisomnografi Pada Penderita Obstructive Sleep Apnea

toleran dengan pemberian tekanan jalan napas positif atau tidak adekuat dengan pemberian tekanan udara positif saja, dapat dianjurkan untuk tindakan bedah. 8

DEFINISI

OSA adalah keadaan hilangnya tonus muskulus dilator faring pada saat tidur, yang menyebabkan kolaps faring rekuren dan henti napas sementara (apnea).

Obstructive apnea merupakan suatu ketidakadaan aliran udara selama paling tidak 10 detik dengan usaha ventilasi yang aktif (ditandai dengan pergerakan torakoabdominal).

Obstructive hypopnea adalah penurunan lebih dari 50% pergerakan torakoabdominal selama paling sedikit 10 detik, dihubungkan dengan penurunan 4% saturasi oksigen.

AHI (Apnea-Hypopnea Index) ialah rerata kejadian apnea dan hypopnea selama satu jam tidur, hal ini menjadi salah satu acuan tingkat keparahan OSA. Seseorang dikatakan terkena OSA, jika skor AHI 5 atau lebih, dan tingkat yang parah jika skor AHI 30 atau lebih.

ANATOMI DAN FISIOLOGITidur terdiri dari 2 keadaan fisiologis, yaitu :

a. NREM (Non Rapid Eye Movement)Pada keadaan ini, sebagian besar organ tubuh secara berangsur-angsur menjadi

kurang aktif, pernafasan teratur, kecepatan denyut jantung berkurang, otot mulai berelaksasi, mata dan muka diam tanpa gerak. Fase NREM berlangsung ± 1 jam, dan pada fase ini biasanya orang masih bisa mendengar suara disekitarnya, sehingga dengan demikian akan mudah terbangun dari tidur.

b. REM (Rapid Eye Movement)Pada fase ini, akan terjadi gerakan-gerakan mata secara cepat, denyut jantung dan

pernafasan yang naik turun, sedangkan otototot mengalami relaksasi (pengendoran). Proses

Page 5: Terapi Polisomnografi Pada Penderita Obstructive Sleep Apnea

relaksasi total ini sangat berguna bagi pemulihan tenaga dan penghilangan semua rasa lelah. Fase tidur REM (fase tidur nyenyak) berlangsung selama ± 20 menit. Pada fase ini, sering timbul mimpi-mimpi, mengigau, atau bahkan mendengkur. Dalam tidur malam yang berlangsung 6 – 8 jam, kedua pola tidur tersebut (NREM dan REM) terjadi secara bergantiansebanyak 4 – 6 siklus. Penurunan tidur REM juga merugikan fungsi kognitif karena dapat menyebabkan kesalahan memori dan kesulitan berkonsentrasi.

Stadium TidurFisiologi tidur dapat dilihat melalui gambaran elektrofisiologik sel-sel otak selama

tidur. Stadium tidur diukur dengan polisomnografi, yaitu alat yang dapat mendeteksi aktivitas otak selama tidur. Pemeriksaan polisomnografi sering dilakukan saat tidur malam hari. Alat tersebut dapat mencatat aktivitas EEG, elektrookulografi, dan elektromiografi.

1) Stadium 0Periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup. Fase ini ditandai dengan

gelombang voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per detik. Tonus otot meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan meningkatnya rasa kantuk. Pada fase mengantuk terdapat gelombang alfa campuran.

2) Stadium 1Disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium NREM. Stadium 1 NREM adalah

perpindahan dari bangun ke tidur. Pada fase ini terjadi penurunan aktivitas gelombang alfa (gelombang alfa menurun kurang dari 50%), amplitudo rendah, sinyal campuran, predominan beta dan teta, tegangan rendah, frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas bola mata melambat, tonus otot menurun. Pada stadium ini seseorang mudah dibangunkan dan bila terbangun merasa seperti setengah tidur.

3) Stadium 2Didominasi oleh aktivitas teta. Ditandai dengan tonus otot rendah, nadi dan tekanan

darah cenderung menurun. Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai tidur dangkal. Stadium ini menduduki sekitar 50% total.4) Stadium 3

Ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus per detik, amplitude tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus otot meningkat tetapi tidak ada gerakan bola mata.

5) Stadium 4Terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4 sulit dibedakan.

Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3. Rekaman EEG berupa delta. Stadium 3 dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat atau tidur dalam. Stadium ini menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total. Tidur ini terjadi antara sepertiga awal malam dengan setengah malam. Durasi tidur ini meningkat bila seseorang mengalami deprivasi tidur. Tidur dimulai pada stadium 1, masuk ke stadium 2, 3, dan 4. Kemudian kembali ke stadium 2 dan akhirnya masuk ke periode REM 1, biasanya berlangsung 70-90 menit setelah onset. Pergantian siklus dari NREM ke siklus REM biasanya berlangsung 90 menit. Durasi periode REM meningkat menjelang pagi. (6) ------- (1)

FAKTOR RISIKO

Page 6: Terapi Polisomnografi Pada Penderita Obstructive Sleep Apnea

OSA dua sampai tiga kali lebih sering terjadi pada laki-laki usia 30 - 64 tahun atau lebih. Risiko juga meningkat pada orang-orang yang memiliki indeks massa tubuh yang besar; peningkatan 10% berat badan akan meningkatkan 6 kali lipat risiko OSA. Akumulasi lemak di leher akibat obesitas menyebabkan penekanan lumen faring, yang akhirnya kolaps selama tidur. OSA juga dapat terjadi pada individu berat badan normal dengan faktor risiko lain berupa makroglossia, hipertrofi adenotonsiler14, anomaly struktur kraniofasial (retognatia), obstruksi nasal dan merokok12; juga mungkin ada faktor herediter yang tidak diketahui. 1

POLYSOMNOGRAPHY

Polysomnography merupakan tes baku emas untuk mendiagnosis sleep-disordered breathing, termasuk OSA. Secara umum, tes ini dilakukan selama tidur malam hari dan dapat diulang pada malam berikutnya sesuai indikasi. Polysomnography terdiri dari pemeriksaan kontinu selama tidur dengan rekaman EEG, okulogram, elektromiogram submental dan tibial, EKG, nasooral air flow, saturasi oksigen perifer serta pergerakan dinding torakoabdominal dan abdomen. Alat ini dapat menyediakan informasi komprehensif mengenai efisiensi tidur, arsitektur tidur, arousal dan penyebabnya, kejadian gangguan nafas, perubahan saturasi oksigen, serta aritmia jantung selama periode tidur (gambar 1).

Gambar 1. Rekaman polysomnography terdiri elektrookulogram (EOG), elektroensefalogram (EEG), elektromiogram (EMG), elektrokardiogram (EKG), sympatheticnervous system activity (SNA), respirasi (RESP) dan tekanan darah (BP) selama tidur periode REM pada pasien OSA. BP meningkat pada akhir periode apnea, mencapai puncak selama arousal (sebagai indikasi adanya peningkatan tonus muskulus; lihat tanda panah). (Intern Med J 2004; 34: 420-426) 1