teori filsafat immanuel kant, john stuart mill, w.d ross

Upload: dimasaph

Post on 19-Oct-2015

233 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Menjelaskan teori persepsi menurut Immanuel Kant, John Stuart Mill, W.D Ross

TRANSCRIPT

Immanuel Kant dan Etika KewajibanImmanuel Kant membahas secara filosofis tentang definsi dari moral di dalam karyanya, Critique of Practical Reason. Prinsip moral muncul dari berbagai sumber, diserap dari nilai-nilai agama, kaidah norma masyarakat, maupun dari hukum negara. Hal-hal ini dapat menjadi acuan seseorang bertingkah dan membedakan antara baik dan buruk. Tetapi menurut Immanuel Kant, sikap etis tidak datang dari luar individu. Ini berkaitan erat dengan era dimana Kant mempopulerkan filsafatnya, ia selalu berkata Sapere Aude! Atau bila diterjemahkan mempunyai arti beranilah berpikir secara mandiri. Semangat ini tercermin di setiap filsafatnya.Sapere Aude mendorong individu hingga dalam urusan bersikap etis. Individu harus dapat memikirkan dan bertindak atas kehendaknya sendiri. Bila berbicara tentag tindakan etis, kita pastinya akan membicarakan tentang agen moral itu sendiri. Tetapi, darimanakah agen moral tahu prinsip-prinsip yang harus dijalankan atau tidak? Hal ini tidak sesimpel seperti mematuhi aturan yang telah ditetapkan masyarakat. Prinsip moral ini mengharuskan adanya kesadaran unruk bersikap etis.Immanuel Kant menekankan bahwa sifat dari prinsip moral bukanlah sesuatu yang partikular, karena menurutnya ada hukum yang merupakan muara dari segala tujuan etis. Kant menekankan prinsip ini bekerja bila setiap orang memperlakukan orang lain dengan prinsip bahwa yang diperbuat secara individual berdampak dan perlu diperhitungkan dalam tataran universal.Dalam prinsip moral Kant, ia menekankan betapa mendasarnya konsep kewajiban sebagai dasar dari segala perbuatan etis. Konsep itu dikenal sebagai prinsip deontologis, yakni yang menyatakan bahwa suatu tindakan memiliki nilai moral yang baik bila tindakan itu terlepas dari kepentingan individu, dan hanya bertujuan terhadap prinsip kewajiban tersebut.Lalu muncul sebuah pertanyaan, darimanakah kita mengetahui perbuatan mana yang memiliki nilai kebaikan yang intrinsik secara universal? Bagi Kant, pengetahuan akan kebaikan itu datang dari rasio praktis kita. Yang dimaksud rasio praktis adalah kecerdasan yang datang dari individu sebagai agen moral, yakni ketika pemahaman tentang kebaikan mampu menyesuaikan pilihan-pilihannya dengan apa yang dipertimbagkan baik secara universal. Tetapi akal tidak cukup bagi suatu perbuatan yang sesuai moral, akal harus dijalani dengan kehendak, tetapi kehendak ini hanya memusatkan pada kewajiban. Tidak pada motif untuk keuntungan dirinya atau tujuan yang lain.Prinsip moral Kant tidak lagi menjadi argumen etis. Tetapi menjadi sebuah keharusan, Karena itulah dinyatakan sebagai Imperatif Kategoris. Ada unsur yang mengikatnya dan mengharuskan kita bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral tersebut.John Stuart Mill dan Konsep Etika UtilitarianSelain ada prinsip deontologis, ada juga yang disebut konsekuensialis. Yaitu bahwa segala tindakan dianggap bernilai secara moral bila mempertimbangkan hasil akhir dari tindakan tersebut. Konsekuensialis menegaskan bahwa suatu tindakan dinilai baik bila menyebabkan kebahagiaan bagi individu dan orang disekitarnya. Sehingga motif terhadap apa yang dianggap meyebabkan kebahagiaan menjadi dasar dari suatu perbuatan moral.John Stuart Mill mengembangkan paham etis utilitarian. Utilitarianisme menganggap bahwa dorongan utama bagi seseorang untuk bersikap etis adalah untuk mencapai kebahagiaan. Tetapi pernyataan kaum utilitarian sering disalahartikan menjadi pandangan yang secara umum memperbolehkan apapun untuk mencapai kebahagiaan. Hal inilah yang menjadi kritik bagi kaum utilitarianMill membantah argumen ini dengan mengatakan bahwa seolah-olah pandangan kaum utilitarian terlalu meninggikan kesenangan raga belaka. Mill menyatakan bahwa pandangan utilitarian tidak sesederhana itu dalam menggunakan kata kebahagiaan. Menurut Mill, ada dua jenis kebahagiaan. Tinggi dan rendahHierarki ini menjadi penting dalam konsep etis kaum utilitarian, dimana pengejaran etis berurusan dan kebahagiaan tingkat tinggi. Klasifikasi ini menunjukkan bahwa kebahagiaan yang utama atau tertinggi seperti kebahagiaan melakukan aktivitas hobi dengan kebahagiaan yang didapatkan ketika melakukan kebaikan untuk orang lain berada pada tingkatan yang berbeda. Itulah konteks kata kebahagiaan sebagai suatu tindakan yang bermoral. Permasalahan ada ketika kebahagiaan yang dituju sebagai tindakan bermoral harus dilalui dengan sengsara. Bukankah prinsip utilitarian menjadi berkontradiksi?Mill menjawab permasalahan itu dengan menyatakan bahwa selain adanya klasifikasi kebahagiaan, tentunya klasifikasi ini mengimplikasikan suatu anggapan bahwa tidak semua kebahagiaan itu memuaskan kita secara sempurna. Mill menyatakan bahwa kita harus menyadari bahwa tidak ada kepuasan yang sempunra itu. Meskipun demikian, kita dapat memaksimalkan kebahagiaan.Prinsip etis utilitarian menghilangkan anggapan bahwa bila prinsip terutama manusia adalah kebahagiaan maka ia hanya melakukan sesuatu hal yang menguntungkan bagi dirinya sendiri. Sebaliknya, karena ia menyadari bahwa kebahagiaan itu untuk kebahagiaan semuanya, maka ia terdorong untuk bersikap etis. Motif menjadi penting bagi kaum utilitarian karena hanya ketika seseorang berkeinginan untuk bertindak etis, maka ia dapat mempertanggungjawabkan pilihan yang telah dilakukan.W.D Ross, Intuisi dan KewajibanBila Kant menegaskan bahwa rasio praktis memungkinkan kita untuk memisahkan antara kebaikan dan keburukan, atau kewajiban yang harus dilakukan, dalam pandangan W.D Ross ia menggunakan penjelasan intuisi.Ross berargumen bahwa seseorang mengetahui secara intuitif perbuatan apa yang bernilai baik maupun buruk. Ia berpendapat pandangan utilitarian terlalu menekankan pada konsep kebahagiaan, bahkan menyetarakan kebahagiaan sebagai kebaikan. Kebahagiaan tidak dapat dengan mudahnya disamakan dengan kebaikan. Kebiakan adalah bentuk nilai moral yang lebih tinggi.Sependapat dengan Kant, Ross menekankan bahwa tindakan etis haruslah terlepas dari kepentingan individual. Bila dalam pandangan utilitarian, motif merupakan hal mendasar, bagi Ross, motif menunjukkan bahwa seseorang bertindak etis bukan karena tindakan itu benar secara prinsip, tetapi tindakan itu menguntungkan baginya. Ross berpendapat bahwa di luar kebahagiaan terdapat berbagai hal yang menurutnya lebih pantas untuk dijadikan prinsip tindakan moral. Yakni kebaikan melalui karakter yang mulia.Walaupun terdapat kesamaan antara filsafat moral Ross dengan Kant, ada perbedaan penting antara Ross dan Kant. Ross tidak sependapat dengan kewajiban sempurna dari Kant. Ia berargumen bahwa kewajiban sempurna mengandaikan bahwa tidak ada pertentangan menyangkut tindakan moral mana yang harus diprioritaskan. Kita kerap dihadapkan dengan dilema moral yang tidak dapat secara sederhana diselesaikan dengan prinsip mengikat imperatif Kant. Di lain sisi, Ross menyetujui adanya kewajiban. Tetapi bukan kewajiban sempurna seperti Kant, melainkan kewajiban kondisional.Ide moral itu disebut oleh Ross sebagai Prima Facie. Menurut Ross, Prima Facie menunjukkan bahwa sesungguhnya pada pandangan awal yang muncul adalah situasi moral yang hanya kemunculan semata, tetapi apa yang dimaksud dengan Prima Facie adalah situasi yang dapat ditelaah secara objektif. Maksud dari penelaahan secara objektif adalah bahwa faktanya manusia memiliki kecerdasan untuk membandingkan pilihan moral manakah yang oaling menyebabkan kebaikan utama. Dengan cara ini, kita dapat menghindarkan generalisasi yang dapat mengakibatkan keburukan.Ross menyebutkan tentang kewajiban yang membutuhkan pertimbangan individu dalam kejadian-kejadian aktual. Antara lain1. Fidelitas (Kesetiaan)2. Kewajiban atas rasa terima kasih ketika kita berkewajiban atas jasa yang sudah dilakukan orang lain3. Kewajiban berdasarkan kebaikan4. Kewajiban beneficence5. Kewajiban untuk merawat dan menjaga diri sendiri6. Kewajiban untuk tidak menyakiti orang lainEnam tipe dari Prima Facie yang dijelaskan oleh Ross menunjukkan bahwa dalam kondisi tertentu kita dihadapkan untuk memutuskan diantara pilihan-pilihan moral. Dalam situasi yang mendesak, Ross menekankan pada kemampuan intuitif manusia untuk mengambil keputusan.